Anda di halaman 1dari 6

Ginjal 

adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip


kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam
bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya
disebut nefrologi. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di
rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk
memberi tempat untuk hati (Harper, 1997).
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan
duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan
lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. Aliran darah ginjal
berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta
abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik adalah vena renalis yang
merupakan cabang vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah tidak ada
anastomosis ke cabang arteri lain (Harper, 1997).
A. Fungsi Ginjal
Ginjal mempunyai berbagai fungsi antara lain :
1. Pengeluaran zat sisa organik, seperti urea, asam urat, kreatinin dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
2. Pengaturan konsentrasi ion ion penting antara lain ion natrium, kalium,
kalsium, magnesium, sulfat dan fosfat.
3. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh.
4. Pengaturan produksi sel darah merah dalam tubuh.
5.  Pengaturan tekanan darah.
6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino
darah.
7. Pengeluaran zat beracun dari zat tambahan makanan, obat obatan atau zat
kimia asing lain dari tubuh. (Harper, 1997)
a.  Mekanisme Filtrasi Ginjal

Glomerolus adalah bagian kecil dari ginjal yang melalui fungsi sebagai
saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ml
plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml ( 10 % ) dan
disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus
lainnya disaring dan tetap tinggal dalam aliran darah. (Gandasoebrata. 2010)

Cairan yang disaring yaitu filtrasi glomerolus, kemudian mengalir melalui


tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan
meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorpsi
kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan melalui urine,
diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorpsi di
dalam tubulus, akan tetapi sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke
dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin
meningkat kira-kira 20 % (Gandasoebrata. 2010)

Jumlah filtrasi glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal
rata-rata 125 ml per menit, tetapi dalam berbagai keadaan fungsional ginjal
normal dapat berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah
total filtrat glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau
lebih dari pada dua kali berat badan total, 90 persen filtrat tersebut biasanya
direabsorpsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin. ( Evelyn C, 1999).

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir


metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan
diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh
ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konentrasinya relative sama dalam
plasma hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan
adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).

Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot
kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal
ini juga yang memungknkan perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan
laki-laki. Nilai normal kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL.
Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6 – 1,1 mg/dL.

Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya


penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga peningkatan kadar kreatinin
tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 % ( Soeparman
dkk, 2001 ).

B. Metabolisme Kreatinin
1. Kreatinin terbuat dari zat yang disebut kreatin, yang dibentuk ketika
makanan berubah menjadi energi melalui proses yang disebut
metabolisme. Sekitar 2% dari kreatin tubuh diubah menjadi kreatinin
setiap hari. Kreatinin diangkut melalui aliran darah ke ginjal. Ginjal
menyaring sebagian besar kreatinin dan membuangnya dalam urin. Bila
ginjal terganggu, kreatinin akan meningkat. Tingkat kreatinin abnormal
tinggi kemungkinan terjadi kerusakan atau kegagalan ginjal .( Sukandar E,
1997 ).
C. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Kreatinin     

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah,


diantaranya adalah:

2. Perubahan massa otot.


3. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
4. Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.
5. Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole
dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin
darah.  
6. Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
7.  Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi
daripada wanita.( Sukandar E, 1997 ).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Kreatinin

Senyawa - senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin


darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 % adalah :
askorbat, bilirubin, asam urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin ,
metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberi reaksi terhadap reagen
kreatinin dengan membentuk senyawa yang serupa kreatinin sehingga dapat
menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu.

Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat
tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen,
ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaa dan pelaporan
hasil

E. Pemeriksaan Kreatinin
a. Metode Pemeriksaan
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah
adalah :
1. jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan
asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat
photometer. Metode ini meliputi Kreatinin cara deporteinasi dan
Kreatinin tanpa deproteinasi.
2.   Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
3. Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan
enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe
Reaction ”, dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma
yang telah dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk
deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit,
sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif
singkat yaitu antara 2-3 menit ( Underwood, 1997)

F. Manfaaat pemeriksaan kreatinin


Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma
dan eksresinya di urin dalam 24 jam relative konstan. Kadar kreatinin darah
yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction laki-laki adalah 0,8- 1,2
mg/dl dan wanita 0,6-1,1 mg/dl ( sideman, 1995 ).
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk
menilai kemampuan laju filtrasi glomerurus, yaitu dengan melakukan tes
kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga
memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal.
Hemodialysis di lakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika
kadar kreatinin lebih dari 7mg/dl serum. Namun dianjurkan bahwa sebaiknua
hemodialysis dilakukan sedini mungkin untuk menghambat progresifitas
penyakit (Widmann, F. K. 1995 ).

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patafisiologi ( Hands Books of


Pathophysiologi ). Jakarta : EGC

Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta


Timur.

Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review of


physiological chemistry). Alih Bahasa: M. Muliawan. Lange Medical
Publications. Los Altos, California.

Pearce Evelyn, 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Sodeman, 1995. Patofisiologi Sodeman: Mekanisme Penyakit, editor: Joko


Suyono. Hipoerates, Jakarta.

Sukandar , E . 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.


Edisi ke – 2. Bandung : ITB

Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.
Underwood.1997. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta. EGC.\

Widmann, F. K. 1995. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 9.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai