Anda di halaman 1dari 14

BUPATI MAJENE

PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN BUPATI MAJENE


NOMOR 37 TAHUN 2017

TENTANG
ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN MAJENE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE,
Menimbang : a. bahwa kejadian penyakit malaria yang menjadi ancaman di
daerah ini sesegera mungkin diantisipasi dan ditanggulangi
secara terpadu dalam bentuk usaha-usaha yang terintegrasi
dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat;
b. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria, serta
untuk mencapai target Eliminasi perlu upaya percepatan
yang terstruktur dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Peraturan
Bupati tentang Eliminasi Malaria di Kabupaten Majene;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang


Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3237);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
~2~

144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, tambahahn Lembaran Negara
Indonesia Nomor 5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang
Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3447);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BUPATI MAJENE TENTANG ELIMINASI MALARIA
DI KABUPATEN MAJENE.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Majene.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat daerah
sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Majene.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Majene.
5. Dinas Kesehatan adalah perangkat daerah yang selanjutnya
disingkat OPD di Kabupaten Majene.
6. Desa adalah satuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI dan dalam
wilayah Kabupaten Majene.
~3~

7. Lintas Sektor adalah satuan kerja atau unit kerja di lingkup,


tugas, fungsi dan kewenangannya berhubungan dan
memberikan kontribusi dalam penanggulangan malaria.
8. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh plasmodium
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
9. Penanggulan malaria adalah berbagai upaya yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan dalam
menanggulangi penyakit malaria.
10. Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan
penularan malaria dalam suatu wilayah geografis tertentu.
11. Tahap Pemberantasan adalah tahapan penanggulanangan
malaria dalam suatu wilayah geografis tertentu dimana
jumlah kasus malaria yang ada sama dengan atau lebih dari
5 per 1000 penduduk yang diperiksa sediaan darahnya per
tahun dalam suatu wilayah geografis tertentu.
12. Tahap Pre-eliminasi adalah tahapan penanggulangan malaria
dalam suatu wilayah geografis tertentu yang telah mencapai
tingkat dimana jumlah kasus tertentu yang ada kurang dari
5 per 1000 penduduk diperiksa sediaan darahnya per tahun
namun belum mencapai jumlah kasus malaria kurang dari 1
per 1000 penduduk per tahun dalam suatu wilayah geografis
tertentu.
13. Tahap Eliminasi adalah tahapan penanggulangan malaria
dalam suatu wilayah geografis tertentu yang telah mencapai
tingkat rendah dimana jumlah kasus malaria yang ada dari 1
per 1000 penduduk pertahun namun masih terdapat
penularan malaria yang terjadi dalam wilayah geografis
tertentu.
14. Tahap pemeliharaan adalah tahapan dimana tidak
ditemukan lagi adanya penularan kasus malaria dalam
suatu wilayah geografis tertentu selama tiga tahun berutut
turut atau lebih namun masih terdapatnya potensi ancaman
terjadinya penularan malaria karena masih adanya nyamuk
penular malaria dan kemungkinan adanya kasus malaria
yang tertular dari luar daerah geografis tersebut di atas.
15. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah sarana dimana
dilakukan upaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
16. Gebrak Malaria adalah adalah suatu gerakan masyarakat
dalam penanggulangan malaria dengan melibatkan semua
unsur yang terkait termasuk lintas sektor, dunia usaha,
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang ada dalam
wilayah tertentu.
~4~

17. Mikroskopis malaria adalah tenaga yang melakukan


pemeriksaan sediaan darah untuk menentukan adanya
parasit malaria melalui pemeriksaaan dengan menggunakan
mikroskop.
18. Pengendalian vektor adalah berbagai upaya yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah bersama masyarakat untuk
mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk dan
mengurangi populasi nyamuk infektif.
19. Pengelolaan lingkungan adalah kegiatan dalam memodifikasi
dan atau memanipulasi lingkungan agar tidak menjadi
tempat berkembang biak nyamuk penular penyakit termasuk
malaria.
20. Rencana Strategis adalah rencana kegiatan berjangka
menengah yang disusun sebagai penjabaran tujuan
organisasi meliputi strategi pokok dalam upaya pelaksanaan
kegiatan.
21. Surveilans adalah upaya pengamatan yang dilakukan terus
menerus dan sistimatik dalam bentuk pengumpulan data,
analisis data, iterpretasi data dan desiminasi informasi hasil
interpretasi data.
22. Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah Desa/Kelurahan yang
penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah masalah-
masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan secara
mandiri.
23. Wilayah reseptif adalah daerah yang cepat terjadi penularan
malaria karena masih ditemukannya nyamuk Anopheles
dalam jumlah besar dan terdapatnya faktor-faktor ekologis
dan iklim yang memudahkan penularan.
24. Reseptivitas adalah tingkat kemungkinan terjadinya
penularan malaria di suatu wilayah.
25. Vulnerabilitas adalah dekatnya suatu daerah dengan daerah
malaria atau kemungkinan masuknya penderita
malaria/vektor yang telah terinfeksi ke daerah tersebut,
biasanya disebabkan oleh migrasi penduduk/vektor dari
daerah malaria maupun ke daerah malaria yang cukup
tinggi.
26. Larvasidasi adalah kegiatan pemberantasan jentik dengan
menaburkan bubuk larvasida ke tempat-tempat perindukan
nyamuk.
27. Kelambu berinsektisida adalah kelambu yang telah dilapisi
dengan zat anti nyamuk.
~5~

28. Repellent adalah sejenis obat anti nyamuk yang berbentuk


lotion/krim maupun cairan yang diusapkan ke bagian tubuh
untuk melindungi tubuh dari gigitan nyamuk.
29. Pengobatan profilaksis adalah pengobatan yang
dimaksudkan untuk mencegah masuknya parasit malaria ke
dalam tubuh, biasanya dikonsumsi sebelum berkunjung ke
daerah malaria.
30. Surveilans vektor adalah kegiatan pengamatan keberadaan
vektor penular malaria termasuk pengamatan jumlah,
kepadatan, penyebaran dan dinamika nyamuk Anopheles.
31. Resistensi vektor adalah kemampuan suatu vektor penular
malaria bertahan hidup terhadap dosis toksik insektisida
yang mematikan sebagian besar populasi.
32. Kejadian Luar Biasa adalah suatu peningkatan jumlah kasus
yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah
tertentu.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
Maksud Peraturan Bupati ini Sebagai Pedoman Pemerintah
Daerah dalam upaya menggerakkan, menyelaraskan, dan
mengkoordinasikan berbagai lintas program dalam rangka
pelaksanaan kegiatan eliminasi malaria.

Pasal 3
Tujuan Eliminasi Malaria adalah untuk mewujudkan Kabupaten
Majene Bebas Malaria pada Tahun 2018.

Pasal 4
Ruang lingkup eliminasi malaria meliputi :
a. Kebijakan dan strategi;
b. Pelaksanaan kegiatan elimiinasi malaria, meliputi:
1. Penemuan dan tata laksana penderita malaria;
2. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
3. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah;
4. Peningkatan koordinasi, komunikasi, informasi dan
edukasi;
5. Peningkatan sumberdaya manusia.
c. Indikator keberhasilan.
~6~

BAB III
KELEMBAGAAN

Pasal 5
(1) Penanggulangan penyakit malaria dilaksanakan mulai dari
tingkat Kabupaten sampai pada tingkat Desa/Kelurahan
melalui kelembagaan yang dibentuk masing-masing tingkat
Pemerintahan.
(2) Kelembagaan di tingkat Kabupaten ditetapkan dengan
Keputusan Bupati dalam bentuk Kelompok Kerja Gebrak
Malaria, di tingkat Kecamatan dibentuk melalui Keputusan
Camat, dan di tingkat Desa/Kelurahan dibentuk melalui
Keputusan Kepala Desa/Kelurahan.
(3) Tugas dan fungsi masing-masing kelompok kerja dijabarkan
pada surat keputusan masing-masing.
(4) Obyek pengaturan penanggulangan penyakit malaria dalam
Peraturan Bupati ini adalah segenap aspek/variabel yang
berpengaruh terhadap penularan malaria.
(5) Subyek pengaturan penanggulangan penyakit malaria ini
adalah Pemerintah Daerah dan masyarakat.

BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN MALRIA

Pasal 6
(1) Penanggulangan malaria daerah harus sesuai dan
merupakan bagian integral dari program eliminasi malaria
nasional.
(2) Penanggulangan malaria dilakukan di seluruh wilayah
Kabupaten Majene.
(3) Penanggulangan malaria dilakukan untuk seluruh
masyarakat mulai dari bayi, balita, anak-anak, dan usia
dewasa serta memberikan perlindungan/pelayanan khusus
terhadap kelompok yang rentan atau berisiko terhadap
penularan malaria.
(4) Penanggulangan malaria melalui upaya preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan.
(5) Penanggulangan malaria untuk mencapai Kabupaten Majene
Bebas Malaria dilakukan secara bertahap mulai dari tahap
Pemberantasan, tahap pre-eliminasi, tahap eliminasi, dan
tahap pemeliharaan.
~7~

BAB V
KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Pasal 7
(1) Kebijakan Eliminasi malaria dilakukan secara menyeluruh,
terpadu dan bertahap serta dapat bekerja sama dengan mitra
kerja lainnya antara lain :
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat;
c. Pemerintah Kabupaten Majene;
d. Pemerintah Kabupaten lainnya;
e. Lembaga Swadaya Masyarakat;
f. Dunia usaha; dan
g. Masyarakat.
(2) Kebijakan eliminasi malaria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain:
a. melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya
dengan melakukan bimbingan teknis, pelatihan dan
kendali mutu;
b. melaksanakan operasional kegiatan eliminasi malaria,
dalam hal pendanaan, sumber daya manusia, dan
penguatan sistem; dan
c. meningkatkan komitmen, koordinasi dan jejaring kerja
dengan berbagai elemen.

Pasal 8
Strategi untuk mencapai tingkat eliminasi malaria dilaksanakan
melalui:
a. peningkatan sistem surveilans malaria;
b. peningkatan upaya promosi kesehatan dalam eliminasi
malaria;
c. penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam
pengendalian malaria;
d. peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
pengendalian malaria yang berkualitas dan terintegrasi;
e. penatalaksanaan kasus malaria sesuai standar dan rujukan
secara berjenjang;
f. pengendalian faktor risiko lingkungan terhadap eliminasi
malaria; dan
g. mengupayakan dan mendukung kegiatan inovatif dalam
eliminasi malaria
~8~

BAB VI
PENEMUAN DAN TATA LAKSANA PENDERITA MALARIA

Bagian Kesatu
Pelaksanaan Penemuan

Pasal 9
(1) Penemuan penderita malaria dilaksanakan secara pasif dan
aktif.
(2) Penemuan penderita secara pasif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan sediaan darah
di seluruh fasilitas kesehatan, baik milik Pemerintah Daerah
maupun swasta.
(3) Penemuan penderita secara aktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui kunjungan rumah oleh
petugas terutama di daerah dengan reseptifitas dan
vulnerabilitas tinggi dengan sasaran seluruh
penduduk/penderita yang mempunyai gejala malaria.

Pasal 10
(1) Tata laksana pengawasan masuknya malaria dari luar
daerah/surveilans migrasi dilakukan dengan memeriksa
sediaan darah dari seluruh pendatang dari luar daerah atau
penduduk setempat yang datang setelah berkunjung ke
daerah malaria, baik yang menunjukkan gejala malaria atau
tidak.
(2) Setiap pendatang dari luar daerah maupun penduduk
setempat yang datang setelah berkunjung ke daerah malaria
wajib melapor dan memeriksakan diri kepada petugas
Puskesmas atau Juru Malaria Desa atau kader dalam kurun
waktu 24 (dua puluh empat) jam.
(3) Setiap Kepala Keluarga yang mengetahui adanya kedatangan
pendatang dari luar daerah maupun penduduk setempat
yang datang setelah berkunjung dari daerah malaria wajib
melaporkan keberadaanya kepada Ketua RT atau Ketua RW
pada Desa/Kelurahan dalam kurun waktu 24 (dua puluh
empat) jam semenjak mengetahui keberadaannya.
(4) Ketua RT atau Ketua RW pada Desa/Kelurahan yang
menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib memberitahukan ke Puskesmas dalam kurun waktu 24
(dua puluh empat) jam sejak laporan diterima.
(5) Petugas Puskesmas yang berwenang segera melakukan
kunjungan rumah untuk mengambil sediaan darah guna
~9~

pemeriksaan malaria dalam kurun waktu 24 (dua puluh


empat) jam semenjak informasi diterima.
(6) Semua penduduk yang menderita gejala malaria wajib
memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 11
(1) Fasilitas kesehatan segera melakukan pemeriksaan terhadap
seluruh sediaan darah yang diterima baik secara
mikroskopis maupun Rapid Diagnostik Test (RDT) untuk
memastikan diagnosis malaria.
(2) Setiap fasilitas kesehatan yang melaksanakan pemeriksaan
malaria wajib mengirimkan sediaan darah malaria setiap
minggu sebanyak 100 % (seratus persen) sediaan darah yang
dinyatakan positif malaria dan 10 % (sepuluh persen)
sediaan darah malaria yang dinyatakan negatif secara acak
ke Dinas Kesehatan guna pemeriksaan ulang dalam rangka
kendali mutu pemeriksaan malaria.
(3) Dinas Kesehatan selaku pemeriksa ulang wajib memberikan
umpan balik kepada fasilitas kesehatan pengirim secara
rutin setelah pemeriksaan ulang dilakukan setiap bulan.

Bagian Kedua
Tata Laksana Penderita Malaria

Pasal 12
Terhadap semua hasil pemeriksaan sediaan darah malaria yang
dinyatakan positif malaria diberikan pengobatan dan
tatalaksana penderita sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan.

BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FAKTOR RESIKO

Pasal 13
(1) Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
malaria dilakukan dengan cara:
a. Pengendalian vektor sesuai dengan situasi dan kondisi
epidemiologi dengan penggunaan kelambu atau
melakukan penyemprotan rumah dan larvasidasi pada
tempat – tempat perindukan nyamuk Anopheles; dan
b. Melakukan manajemen lingkungan yang baik sehingga
dapat mengurangi atau meniadakan potensi terjadinya
penularan malaria.
~ 10 ~

(2) Dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor


risiko dilaksanakan secara terpadu lintas program dan lintas
sektor.
(3) Masyarakat baik perorangan maupun kelompok
berkewajiban menjaga kebersihan lingkungan.

BAB VIII
PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
DAN PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA/WABAH

Pasal 14
(1) Dinas yang membidangi pengendalian penyakit
melaksanakan sistem surveilans dan kewaspadaan dini
kejadian luar biasa.
(2) Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah
penularan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 huruf a sampai dengan huruf g.
(3) Melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi terhadap
semua kasus positif malaria sesuai prosedur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), untuk menentukan asal,
luas dan klasifikasi fokus.
(4) Memperkuat sistim informasi malaria sehingga informasi
tentang kasus, situasi lingkungan, vektor dan kegiatan
intervensi dapat diakses dengan cepat dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi antar lain:
a. Short Message Service (SMS) Gateway; dan
b. Geographycal Information System (GIS

BAB IX
PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA
BERBASIS MASYARAKAT

Pasal 15
(1) Masyarakat ikut serta bertanggungjawab dan terlibat aktif
dalam penanggulangan penyakit malaria melalui upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria.
(2) Sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam
penanggulangan penyakit malaria dilakukan dengan
pendekatan partisipatif dan berdasarkan pada kemampuan
sumber daya masyarakat.
(3) Masyarakat di tingkat desa bersama Pemerintah desa dapat
membentuk Pos Malaria Desa dengan melibatkan Kelompok
kerja kesehatan desa sebagai wadah bersama untuk
merencanakan, mengorganisir, melaksanakan dan
~ 11 ~

mengevaluasi upaya penanggulangan penyakit malaria


berbasis masyarakat yang terintegrasi dengan kegiatan
forum Desa/Kelurahan siaga aktif.
(4) Penanggulangan penyakit malaria di tingkat desa
menggunakan sumber-sumber pendanaan yang dimiliki oleh
desa dan masyarakat secara efektif, efisien, dan akuntabel
berdasarkan aturan yang berlaku.
(5) Kegiatan penanggulangan malaria berbasis masyarakat
diarahkan pada kegiatan preventif dan promotif untuk
memutuskan penularan malaria di masyarakat khususnya
pada kegiatan pengendalian vektor dan pengelolaan
lingkungan.
(6) Pemerintah Daerah memberikan apresiasi, penghargaan dan
perhatian penuh terhadap setiap upaya penanggulangan
malaria berbasis partisipasi masyarakat.

BAB X
PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN DAN ORGANISASI
TIM KOORDINASI ELIMINASI MALARIA

Bagian Kesatu
Pembentukan

Pasal 16
Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kabupaten dibentuk dan
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 17
Tim Koordinasi Eliminasi Malaria berkedudukan di Kabupaten
Majene yang Koordinator Pelaksanaan Kegiatan adalah Badan
Perencanaan Daerah (BAPEDA) dan Tim Teknis adalah Dinas
Kesehatan Kabupaten Majene

Bagian Ketiga
Organisasi

Pasal 18
(1) Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kabupaten Majene terdiri
atas penasehat, penanggungjawab, ketua, sekretaris dan
kelompok kerja (Pokja);
(2) Pokja sebagaimana disebutkan pada ayat (1) terdiri dari:
a. Pokja I Informasi, Data dan Pengamatan;
b. Pokja II Penggerakan Masyarakat dan Kemitraan;
~ 12 ~

c. Pokja III Pengobatan dan Pelayanan;


d. Pokja IV Pengendalian Lingkungan;

BAB XI
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
TIM KOORDINASI ELIMINASI MALARIA

Pasal 19
(1) Tim Koordinasi Eliminasi Malaria Kabupaten Majene,
bertugas dan bertanggungjawab:
a. Melakukan koordinasi pencegahan dan penanggulangan
malaria dalam upaya mencapai eliminasi malaria
Kabupaten Majene tahun 2018 secara lintas sektor dan
menyeluruh;
b. Melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan penanggulangan malaria sesuai
pentahapan teknis eliminasi malaria Kabupaten Majene;
c. Membuat dan menyampaikan laporan tertulis sekali
setahun yang disampaikan kepada Bupati dan tembusan
Kepada DPRD Kabupaten Majene dan Menteri Dalam
Negeri c.q. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah serta
Menteri Kesehatan c.q. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(2) Kelompok Kerja (Pokja) bertugas dan bertanggungjawab:
a. Melakukan upaya program pencegahan dan
penanggulangan malaria pada unit kerja masing-masing
sektor;
b. Melakukan kerjasama dan mengadakan konsultasi
dengan organisasi masyarakat yang terkait dengan
pencegahan dan penanggulangan malaria;
c. Menyusun strategi Juklak dan Juknis cara pencegahan
dan penanggulangan malaria sesuai pentahapan teknis;
d. Mengembangkan dan menerapkan sistem data dan
informasi eliminasi malaria; dan
e. Membuat dan menyampaikan laporan tertulis satu kali
setahun yang disampaikan kepada Ketua Umum Tim
Koordinasi Eliminasi Malaria Kabupaten Majene.
~ 13 ~

BAB XII
PERAN SERTA RUMAH SAKIT DAN MASYARAKAT
AKADEMIS DALAM ELIMINASI MALARIA

Pasal 20
(1) Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Majene dan Rumah
Sakit swasta bertanggungjawab dalam upaya pelayanan
diagnosis, pengobatan, penanganan dan pencegahan Malaria
di lingkungan Rumah Sakit sesuai dengan standar WHO dan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
(2) Rumah Sakit Pemerintah Kabupaten Majene dan Rumah
Sakit swasta bertanggung jawab mencatat, menyimpan dan
melaporkan upaya pelayanan malaria harian, bulanan dan
tahunan kepada pimpinan daerah dengan tembusan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Majene;
(3) Masyarakat Akademis bertanggung jawab untuk memberikan
edukasi sejak dini kepada masyarakat tentang penyakit
malaria melalui penerapan kurikulum terintegrasi bagi siswa
pada tingkat Sekolah Dasar, Menengah dan Atas atau
sederajat yang diatur dalam perjanjian kerjasama;
(4) Masyarakat akademis bertanggungjawab terlibat secara aktif
dalam eliminasi Malaria dengan melakukan penelitian dan
penilaian secara akademis.

BAB XIII
PEMBIAYAAN

Pasal 21
Penanggulangan malaria dibiayai dari sumber pembiayaan
sebagai berikut:
a. APBN;
b. Global Fund (GF) Malaria;
c. APBD Provinsi Sulawesi Barat;
d. APBD Kabupaten;
e. Alokasi Dana Desa;
f. Sektor mandiri yaitu swasta/dunia usaha;
g. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

Pasal 22
(1) Pembiayaan upaya penanggulangan malaria wajib dibiayai
dalam APBD Kabupaten Majene demi kesinambungan untuk
pencapaian tujuan penanggulangan malaria.
~ 14 ~

(2) Pemerintah Daerah dapat menggali sumber-sumber


pembiayaan lainnya yang sah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88
Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam
Berita Daerah Kabupaten Majene.

Ditetapkan di Majene
pada tanggal 28 Agustus 2017

BUPATI MAJENE,
CAP/TTD
H. FAHMI MASSIARA

Diundangkan di Majene
pada tanggal 28 Agustus 2017

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAJENE,


CAP/TTD
H. BURHANUDDIN.

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJENE TAHUN 2017 NOMOR 37.

Anda mungkin juga menyukai