0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan7 halaman
Buku berjudul "Keterbukaan informasi dan Ketahanan Nasional" membahas tentang pentingnya keterbukaan informasi dan kebebasan berependapat dalam rangka memperkuat ketahanan nasional. Buku ini terdiri dari 5 bab yang membahas tentang perubahan paradigma ketahanan nasional, hubungan antara keterbukaan informasi, kebebasan berependapat, dan ketahanan nasional, pengaruh interaksi global terhadap cita-cita kebangsaan, serta peran
Buku berjudul "Keterbukaan informasi dan Ketahanan Nasional" membahas tentang pentingnya keterbukaan informasi dan kebebasan berependapat dalam rangka memperkuat ketahanan nasional. Buku ini terdiri dari 5 bab yang membahas tentang perubahan paradigma ketahanan nasional, hubungan antara keterbukaan informasi, kebebasan berependapat, dan ketahanan nasional, pengaruh interaksi global terhadap cita-cita kebangsaan, serta peran
Buku berjudul "Keterbukaan informasi dan Ketahanan Nasional" membahas tentang pentingnya keterbukaan informasi dan kebebasan berependapat dalam rangka memperkuat ketahanan nasional. Buku ini terdiri dari 5 bab yang membahas tentang perubahan paradigma ketahanan nasional, hubungan antara keterbukaan informasi, kebebasan berependapat, dan ketahanan nasional, pengaruh interaksi global terhadap cita-cita kebangsaan, serta peran
1. Ketahanan Nasional sebagai Ketahanan nasional telah menjadi doktrin Kekuatan Penangkalan: Satu pelaksanaan pembangunan yang memberikan Tinjauan dari Sudut Kepentingan tuntunan dalam penerapan program-program Hankam (Edi Sudradjat) pembangunan serta bagaimana memadukannya menjadi satu kesatuan yang bulat dan lurus pada benang merah yang ditunjukkan oleh wawasan nusantara dengan prinsip kesatuan yang dikandungnya. Ketahanan nasional berfungsi sebagai kekuatan penangkalan, oleh karena itu kekuatan penangkalan yang berupa kekuatan fisik sistem senjata sudah kehialngan relevansinya. Pembinaan kebangsaan harus senantiasa disegarkan agar tetap relevan dengan kemunculan paradigma-paradigma baru sebagai akibat dinamika kehidupan kemasyarakatan. Maka dari itu hal yang disebut sebagai “ancaan” harus diubah menjadi “risiko pembangunan”, artinya hal-hal yang mengganggu pencapaian sasaran pembangunan harsulah dipersepsikan bukan sebagai ancaman dalam arti klasik, akan tetapi sebagai risiko pembangunan yang harus diatasi. Selain itu, kita juga harus diubah menjadi “sistem penangkalan berlapis” yang berupa lingkaran- lingkaran ketahanan yang konsentris dan berpusat pribadi tiap-tiap individu warga masyarakat, dan akan berupa ketahanan pribadi dari setiap individu di dalam menghadapi tantangan dari lingkungannya. Oleh karena itu, terciptanya sistem penangkalan berlapis adalah suatu kebutuhan yang mutlak. 2. Keterbukaan Informasi, Kebebasan Terhadap keterbukaan informasi yang kini Berpendapat, dan Ketahanan melanda dunia, kita perlu mengembangkan Nasional (Feisal Tandjung) optimisme yang tinggi karena Pancasila sendiri merupakan ideologi terbuka. Ini bermakna bahwa nilai-nilai dasarnya yang bersifat tetap itu mampu mengakomodasikan berbagai pembaharuan sesuai dengan tuntutan zaman. Perumusan keterbukaan pancasila ini dipandang penting, karena selain arus keterbukaan ini akan terus bergulir, juga karena kesinambungan pembangunan yang merupakan pengamalan Pancasila harus tetap dipertahankan. Kebebasan berpendapat tetap perlu dikembangkan sesuai dengan norma budaya dan etika yang berlaku. Oleh karena itu, isyu kebebasan berpendapat perlu disalurkan dan dikembangkan secara lebih akomodatif sesuai dengan nilai-nilai budaya Pancasila, meskipun gelombang globalisasi mengalir deras ia akan tetap berkembang secara wajar. Dalam hal ini peranan para ilmuwan menduduki posisi yang strategis dalam memasyaraktkan nilai-nilai kebebasan berpendapat, agar memiliki pedoman yang jelas. Oleh karena itu, maka operasionalisasi pembangunan nasional perlu secara terus menerus memperhatikan keselarasan, keserasan, dan kesimbangan untuk menjamin ketahanan nasional. 3. Keterbukaan Informasi dan Lebarnya koridor keterbukaan informasi Satbilitas Politik (Z.A Maulani) ditentukan oleh budaya politik yang melatarbelakanginya. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia masih merupakan suatu masyarakat ‘pramodern’, yang dalam artinya banyak hal masih mengendapkan watak tradisional berbagai tingkat perkembangannya. Langkah-langkah mengembangkan keterbukaan informasi tidak bisa dipisahkan dari proses demokratisasi. Berbagai penyakit yang menutup aspirasi rakyat, menutup keterbukaan informasi, dapat ditelusuri dari tiadanya kemampuan masyarakat menjalankan control sosial dan politik yang efektif. Jawaban untuk menerobos sumbatan itu ialah memperkuat masyarakat vis-à-vis berhadapan dengan kekuasaan. Oleh karena itu diperlukan komitmen yang kuat untuk mengembangkan kebijakan ekonomi yang lebih berorientasi kepada pemerataan.demokratisasi politik harus ditempuh melalui transformasi kultural dan ekonomi lebih dahulu. 4. Interaksi Global dan Cita-cita Cita-cita yang seharusnya kita capai adalah Kebangsaan (Mohtar Mas’oed) kebangsaan yang menghargai rakyat sebagai warganegara yang, walaupun tidak punya kemampuan untuk membayar kembali, memiliki hak untuk mengembnagkan diri, justru karena ia adalah warga Negara dari negeri ini, yaitu kebangsaan yang bisa mengembangkan citizenship, bukan clientelism. Demi mengimbangi dominasi capital yang telah melakukan “globalisasi dari atas”, pemerintah Indonesia perlu mendorong pemanfaatan jaringan kerjasama internasional atau interaksi global nonpemerintah yang sedang membentuk global civil society demi keperluan pengembangan kekuatan masyarakat. 5. Kebebasan Berpendapat dan Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya Ketahanan Nasional (Jakob membangun serta memperkokoh ketahanan Oetama) nasional dan itulah jawaban yang strategis terhadap tantangan zaman nasional mencakup ancaman, hambatan, tantangan dan kesempatan. Usaha mencegah dan mengatasi ancaman hambatan serta tantangan menjadi sikap yang kreatif untuk memanfaatkan kesempatan. Seperti halnya, ketahanan nasional mencakup aneka bidang kehidupan masyarakat, bukan saja pertahanan keamanan, demikian pula pemberdayaan masyarakat juga komprehensif. Masyarakat dibuat berdaya tidak hanya dalam bidang ekonomi, akan tetapi juga dalam bidang sosial, budaya, dan politik. Kembali kita kenali titik temu antara fungsi kebebasan pers dengan aktualisasi ketahanan nasional. Pers menjadi perangkat yang kompeten, kredibe serta otonom bagi terselanggaranya proses pemahaman serta penyegaran keberhasilan yang secara kreatif mau dan mampu menjawab tantangan zaman. 6. Globalisasi, Keterbukaan, dan Proses globalisasi melalui perembesan informasi Ketahanan Informasi (Eduard dari dunia luar memang tidak dapat dihindari. Depari) Dalam kehidupan Pers misalnya, Pemerintah seyogyanya mulai memberi kebebasan Pers yang memadai untuk dapat melakukan kendali sosial agar kekuasaan menjadi lebih _accountable_. Jika kebijakan politik semakin tidak transparan, sangat dikhawatirkan apabila dalam globalisasi masyarakat lebih suka membaca media asing ketimbang media nasional. Jika sudah demikian bukan lagi masalah patriotisme, melainkan soal kredibilitas. Kebebasan informasi yang dimaksud disini adalah peluang memberikan informasi mengekspresikan pendapat secara bertanggungjawab. Persoalan ketahanan informasi bukan sekedar menyangkut akses yang lebih terbuka pada informasi media massa, namun lebih jauh lagi menyangkut kualitas dan kredibilitas informasi yang diterima masyarakat. Pemerintah punya tanggung jawab yang besar dalam menciptakan iklim kebebasan berpendapat yang kondusif bagi pengembangan peran serta masyarakat dalam era globalisasi informasi. Tanpa keterbukaan informasi, sulit bagi kita berbicara soal ketahanan informasi. Melalui ketahanan informasi yang teruji, pemerintah punya beban yang lebih ringan dalam menangkal informasi yang merugikan kepentingan kit sebagai bangsa. Karena masyarakat memiliki prasarana penangkal yang efektif, yakni sikap kritis dan kemampuan memilih serta memilah. 7. Kebebasan Berpendapat dan Dari banyaknya ragam cara dan saluran untuk Ketahanan Nasional (M. Alwi mengemukakan pendapat kelihatan bahwa Dahlan) kebebasan berpendapat sebenarnya merupakan kebebasan untuk berkomunikasi, yang dikenal juga sebagai hak berkomunikasi. Dalam era globalisasi dan keterbukaan, bobot masalah ketahanan nasional agaknya lebih berat terletak pada segi penerimaan komunikasi atau arus informasi yang diterima oleh masyarakat, ketimbang komunikasi yang dikirimkannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni kemajuan teknologi, informasi yang lebih kaya, jaringan global, arus informasi global, masyarakat global, dan juga pertumbuhan informasi. Gabungan dari berbagai faktor itu menyebabkan arus informasi yang tersedia bagu berbagai lapisan masyrakat sangat banyak, dan sukar dikendalikan dan diawasi. Pengendalian dan pengendalaan secara umum dilakukan oleh kalangan pemerintahan di mana-mana terhadap berbagai bentuk informasi tertentu. Dari kepustakaan ilmiah misalnya, terlihat bahwa kebebasan informasi dan komunikasi sering dikendalikan dengan ketat apabila suatu negara dalam bahaya dan ketahanan nasionalnya terganggu. Upaya yang lebih baik adalah mengembangkan ketahanan nasional dalam informasi dan komunikasi, dalam arti memberi kemampuan bagi sumber daya alam manusia masa depan untuk meningkatkan kemampuan mengelola arus informasi yang deras yaitu dengan memilih dan memilah informasi serta mengolah informasi yang potensial agar memperoleh nilai tambah. 8. Kebebasan Berpendapat dan Institusi pers sebagai wahana bagi masyarakat Kebebasan Pers (Ashadi Siregar) dalam menyampaikan dan memperoleh informasi sekarang perlu dilihat sebagai bagian dari hukum penawaran dan permintaan, bukan hanya sebagai praksis dari suatu ideologi. Sebagai institusi yang berada di dua ranah, ranah ekonomi dan ranah politik, pers harus hadir berlandaskan hukum- hukum ekonomi. Sementara dalam ranah politik, bukan dari peran politik yang dapat dijalankannya, tetapi dalam posisinya menghadapi birokrasi negara. Keberadaan media pers di Indonesia pada dasarnya tidak lebih ditentukan hubungan antara birokrasi negara, melalui lisensi terbit yang dikeluarkan birokrasi negara untuk terbitnya pers. Pers seharusnya bersifat sehat, bebas dan bertanggung jawab. Standar ideal dari fungsi dan peranan pers tentunya tidak berdasarkan ucapan, tetapi dari kenyataan empiris keberadaan media pers. 9. Kebebasan Berpendapat dan Kebebasan pers itu bukanlah rights tetapi suatu Kebebasan Pers: Habis Gelap privilege yang tergantung kepada kedermawanan Terbitlah Terang, Lalu Gelap pemerintah. Artinya, kebebasan pers bukanlah Lagi? (T. Mulya Lubis) consititunional rights. Selama ini banyak orang yang terkecoh dengan ruang gerak yang bebas yang dinikmati oleh pers. Padahal pembredelan itu hanyalah soal waktu karena memang peraturan perundangan masih memungkinkan hal itu. Apa yang ditulis oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta di atas jelas membuktikan bahwa suasana gelap telah datang lagi ini membuktikan bahwa kekuasaan bisa jadi tidak ikhlas menerima lembaga kebebasan pers tumbuh subur. Bisa dibayangkan bahwa kegelapan ini akan berdampang sangat luas bagi pers, dan sekaligus mengisyaratkan bahwa kebebasan pers memang dalam keadaan bahaya. Sifat karakteristik dari pers telah berubah secara dramatis dimana revolusi komunikasi telah terjadi. Semua yang ditulis di muka mengisyaratkan bahwa ihwal Kelebihan buku Kelebihan buku tersebut adalah lengkapnya informasi-informasi yang diambil dari berbagai sumber membuat pembaca menjadi mudah mengetahui dari apa yang dibahas dari buku tersebut. Dan juga terdapat daftar pustaka yang dicantumkan dalam setiap bab, hal tersebut merupakan sesuatu yang benar karena mencantumkan sumber yang berasal dari ide-ide orang lain yang termasuk dalam hak cipta penulis. Kekurangan buku Kekurangan dari buku ini adalah bahasanya yang termasuk berat, oleh karena itu membutuhkan focus dan pemahaman yang tinggi untuk membaca buku ini. Dan pada cover satau sampul buki ini juga menurut saya kurang menarik pembaca, dan terlalu sederhana. Komentar terhadap isi buku Komentar terhadap isi buku dari saya adalah isinya sangat lengkap tetapi bahasa yang berat mungkin dapat mengakibatkan pembaca agak sulit memahami isi dari buku tersebut. Tetapi, untuk orang-orang yang tertarik dengan keterbukaan dan ketahanan nasional dan sangat suka dengan sejarah sejarah pers saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca.