Anda di halaman 1dari 4

3.1.

7 Karakter Manusia
Karakter merupakan watak yang dimiliki setiap individu manusia. Watak manusia
berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya yang diciptakan oleh Allah SWT, ada empat aspek
yang membedakannya yaitu aspek akhlak, aspek kreasi, aspek kehendak, dan aspek ilmu.
Menurut Imam Al-Ghazali, karakter manusia yang dapat dikatakan tidak baik memiliki empat
jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Rubu’iyah atau Sifat Ketuhanan
Contoh dari karakter ini adalah sifat manusia yang ingin menguasai, seperti saat
melakukan kerja kelompok, diskusi, dan sebagainya.
2. Al-Syaithaniyah atau Sifat Kesetanan
Contoh dari karakter ini dapat berupa sifat manusia yang suka merekayasa dengan
tipu daya, seperti melakukan penipuan pada pelanggan dengan menambah beban pada
timbangan agar harga barangnya meningkat.
3. Al-Bahimiyah atau Sifat Kehewanan
Contoh dari karakter ini adalah manusia yang suak mengedepankan hawa dan
nafsunya dalam melakukan suatu tindakan.
4. Al-Sabu’iyah atau Sifat Kebuasan
Contoh dari karakter ini adalah ketika manusia gemar bermusuhan dengan
manusia lainnya.
Karakter manusia dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yaitu karakter yang
buruk atau negatif dan karakter yang baik atau positif. Karakter manusia yang buruk memiliki
beberapa contoh serta dalil Al-Quran yang mengaturnya, melampaui batas sesuai Q.S. Al-Alaq
ayat 6-7, bersifat lemah sesuai Q.S. An-Nisa ayat 28, tergesa-gesa sesuai Q.S. Al-Isra ayat 11,
putus asa sesuai dengan Q.S. Hud ayat 9, penentang, sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 77, kikir
sesuai dengan Q.S. Al-Isra ayat 100, dan karakter suka ingkar sesuai dengan dalil di Q.S. Az-
Zukhruf ayat 15. Untuk mengatasi karakter negatif tersebut ada beberapa cara untuk
mengatasinya yaitu dengan menjaga keimanan dan ketaatan kepada aturan serta perintah dari
Allah SWT, berpegang teguh dengan tali agama, dan upayakan selalu berjamaah.
Karakter manusia yang patut untuk dipertahankan dan ditingkatkan serta dalil yang
mengaturnya adalah tawakal sesuai dengan Q.S. Ali-Imran ayat 159, saling bersaudara sesuai
Q.S. ali-Imran ayat 103, adil sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat ayat 9, tolong-menolong sesuai
dengan Q.S. Al-Maidah ayat 2, setia kawan sesuai dengan Q.S. At-Taubah ayat 71, mencintai
sesuai dengan Q.S. Ar-Ruum ayat 21, dan belas kasih sesuai dengan dalil Q.S. Ali-Imran ayat
134.
3.1.8. Martabat Manusia
Manusia adalah salah satu makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Berbeda dengan
makhluk Allah yang lainnya, manusia dianugerahi oleh akal dan qalbu, manusia diberi kelebihan
oleh Allah untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk baik berdasarkan ilmu
teoritis maupun aksiomatis atau sesuatu yang dibenarkan tanpa ada pembuktian. Meskipun
manusia dimuliakan dibandingkan makhluk Allah lainnya, martabat seorang individu ditentukan
oleh nilai kehidupannya sendiri, nilai tersebut ditentukan oleh aspek kesehatan, kekayaan,
pendidikan, karakter, dan spiritual.
Martabat manusia dimana manusia adalah makhluk Allah yang mulia dan diciptakan
sebaik mungkin tertera dalam dalil di Al-Quran, yaitu Q.S. Al-Isra ayat 70 yang artinya:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan" (QS.17:70).

serta terteraQ.S. At-Tin ayat 4, yang artinya:


"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
(QS.95:4).

Agama islam membagi martabat manusia menjadi martabat baik dan martabat buruk.
Martabat baik meliputi muttaqun, mukmin, muslim, muhsin, mukhlis, dan mushlih. Sedangkan
martabat buruk meliputi kafir, fasik, munafik, musyrik, dan murtad. Penjelasan mengenai
martabat-martabat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mukhlish artinya adalah orang yang ikhlas, dimana ia melakukan segala aktivitas dengan
niat hanya karena Allah.
2. Mushlih artinya seseorang yang menciptakan kebaikan dimana dia beramal untuk
memberikan kemanfaatan hidup orang lain, diri sendiri, dan makhluk lain.
3. Muttaqun adalah orang yang bertakwa, yaitu orang yang mentaati aturan Allah dengan
menjauhi larangan-Nya dan mengerjakan perintah-Nya.
4. Mukmin atau orang yang beriman adalah orang yang mempercayai ke enam rukun iman dan
mengamalkan perintah-perintah Allah serta mengikrarkannya secara lisan.
5. Muslim atau orang yang beragama Islam, dimana ia mengikrarkan dua kalimat syahadat
disertai dengan kepatuhan, ketaatan, kepasrahan, dan ketundukan terhadap aturan-aturan
Allah.
6. Muhsin atau orang yang berbuat baik adalah orang yang beramal untuk kebaikan hidup
dirinya, orang lain, dan makhluk lain.
7. Munafik adalah orang yang pura-pura dalam beragama Islam atau beriman, dimana ia
apabila berkata dusta, apabila diberikan amanah berkhianat dan apabila berjanji ingkar,.
8. Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah dengan selain Allah sebagai Tuhan, atau
menyekutukan peribadahan menjadi kepada selain Allah.
9. Kafir adalah orang yang mengingkari atau menolak, yaitu orang yang menolak perintah
Allah atau mengingkari ada-Nya Allah.
10. Fasik atau orang yang keluar dari kebenaran dimana semula mukmin tetapi melakukan
perbuatan bertentangan dengan aturan Allah kemudian tidak mau taat pada aturan Allah dan.
11. Murtad atau orang yang keluar dari Islam atau kembali keluar, yaitu orang yang semula
beragama Islam kemudian keluar dari Islam, baik orang tersebut menjadi tidak beragama
atau kemudian menganut agama selain Islam.
3.1.9. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Islam
Kebutuhan manusia akan ketaatan terhadap agama islam didasari oleh berbagai
tantangan yang dihadapi manusia yang berasal dari lingkungan seperti upaya-upaya manusia
untuk memalingkan agama dan dalam diri manusia itu sendiri seperti bisikan dari setan dan hawa
nafsu. Latar belakang kebutuhan tersebut juga didasari oleh fitrah manusia yang membutuhkan
agama sebagaimana telah disebutkan dalam dalil Q.S. Ar-Rum ayat 30. Dasar yang terakhir
adalah kelemahan dan kekurangan manusia sehingga ia butuh pertolongan dari agama,
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Q.S. Al-Qomar: 49. Alasan utama manusia
membutuhkan agama Islam adalah karena manusia memiliki akal yang dapat menuntun kepada
kebaikan dan keburukan sehingga butuh suatu petunjuk untuk mengatasinya.
Fungsi dari agama itu sendiri adalah sebagai pengendali moral manusia, pembimbing
dalam hidup, penolong dalam kesukaran, dan penentram batin. Agama merupakan sumber moral
karena didalamnya terdapat perintah serta larangan, kemudian dapat menjadi sumber informasi
metafisika yaitu hal-hall gaib seperti neraka dan surga, dapat menjadi pembimbing rohaniah
dalam suka dan duka kehidupan, dan menjadi petunjuk bagi manusia yang menuntun kepada
keburukan menjadi ke jalan kebenaran melalui rasul Allah.

3.2. Tanggung Jawab Manusia Beragama Islam


3.2.1. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Tanggung jawab manusia beragama islam sebagai hamba Allah SWT merupakan hal-hal
yang wajib dilakukan oleh umat musim sebagai hamba Allah yang diciptakan dengan tujuan
untuk beribadah hanya kepada Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Hijr ayat 28
dan 29. Tanggung jawab tersebut di dalam Al-Quran dikatakan sebagai Hablun min Allah seperti
yang dijelaskan dalam Q.S. Ali-Imran ayat 112. Hamba Allah memiliki istilah tersendiri yaitu
“Abdullah” dimana ia bertugas untuk memelihara ketakwaannya dengan menjauhi larangan
Allah dan mematuhi perintah-Nya. Abdullah berasal dari kata “Abdun” yang artinya pengabdian
hanya kepada Allah SWT sebagai pencipta seluruh makhluk di bumi. Pengabdian tersebut
merupakan perwujudan dari ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan terhadap Allah SWT.
Tanggung jawab umat muslim kepada agamanya dapat berupa pelaksanaan amar ma’ruf
dan nahi munkar (menganjurkan hal yang baik dan mencegah hal buruk kepada masyarakat),
penjagaan terhadap agama Allah, menjadi khalifah, dan menerapkan rukun iman (Iman kepada
Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kahir, serta qada dan qadar) dan rukun islam yaitu sebagai umat
muslim yang baik ia melakukan syahadat, sholat, zakat, puasa, dan melaksanakan haji apabila
mampu.
3.2.2. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Khalifah merupakan pengemban amanah yang menegakkan aturan Allah sehingga
tercipta kehidupan yang adil dan harmonis diantara manusia. Selain itu khalifah merupakan
pengganti yang menggantikan yang tidak istiqamah dan berbuat kerusakan di muka bumi, ia juga
memegang kekuasan yang dibatasi dengan hukum Allah baik yang tertulis dalam Al-Quran yaitu
ayat Qurainiyah maupun yang tersirat dalam alam semesta yaitu ayat Kauniyah. Khalifah juga
diasumsikan menjadi pengganti karena adanya sebuah kaum sebelum manusia diciptakan yaitu
Al-Hinn dan Al-Jinn.
Khalifah sebagai manusia yang pertama adalah Nabi Adam, kemudian dilanjutkan oleh
para nabi dan rasul, orang-orang pilihan, ulama yang shalih, serta hamba yang ikhlas. Ayat Al-
Quran yang menjadi dasarnya adanya Khalifa adalah Al-Baqarah ayat 30, Ali-Imran ayat 112,
dan Al-An’am ayat 165. Dalil dalam Q.S. Ali-Imran ayat 112 tersebut memiliki arti sebagai
berikut:

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada
tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir
kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas" (QS.3:112).

Ada dua peran besar dari seorang khalifah, yaitu sebagai Ar-Ri’ayah dan Al-‘Imarah. Ar-Ri’ayah
memiliki arti yaitu “Pemelihara bumi”, dimana ia memeliharai bumi dari kebiasaan jahiliyah
yaitu kebiasaan merusak dan menghancurkan apa yang ada di sekelilingnya. Sedangka
Al-‘Imarah memiliki arti yaitu memakmurkan bumi dengan mengeksplorasi kekayaan yang ada
di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai