KELOMPOK E
Disusun oleh :
Audina Faradiba
Geraldo Ramadhana S
Indah Rizkah Apriani
Muhammad Reyhan Daffa
Anggi Apriani
Shabrina Salsabila PW
Afrah Afifah Salsabila
Saffa Adhita Natascha Utari
Rida Agustina
Yasmin Athiroh
Novriyani Putri
Ayu Widayanti
Dosen Pengampu:
drg. Siti Rusdiana Puspa Dewi, M.Kes
Identifikasi Masalah
1. Seorang perempuan berusia 27 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
mengeluh ada akar gigi geraham bawah pertama kanan patah tertinggal saat
pencabutan 1 minggu yang lalu di puskesmas dan tidak ada rasa sakit (Audina)
2. Pasien ingin sisa akar yang yang tertinggal dicabut kembali karena takut menjadi sakit
dikemudian hari (Yasmin)
3. pasien mengaku tidak ada riwayat sistemik dan tidak ada alergi obat. (Shabrina)
4. Pemeriksaan intra oral terlihat soket gigi 46 terbuka paska pencabutan, tidak ada
darah, dan hanya sedikit kemerahan, pemeriksaan radiografi terlihat radix mesial 1/3
apikal (Saffa)
5. Dokter gigi merencanakan anastesi lokal, pencabutan metode terbuka, pembukaan
flap, dan disertai dengan penjahitan intra oral. (Anggi )
Analisis Masalah
1. A. apa yang menyebabkan akar gigi patah tertinggal saat pencabutan gigi? (Rida)
B. apakah berbahaya jika akar gigi tertinggal saat pencabutan? (Shabrina)
C. hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan agar akar gigi tidak patah saat melakukan
pencabutan? (Ayu)
D. apakah efek yang dapat ditimbulkan jika ada patahan gigi yang tertinggal saat
pencabutan? (Audina)
E. Mengapa saat akar gigi geraham bawah pertama kanan tertinggal, pasien tidak
merasakan rasa sakit ? (Afrah)
3. A. Apakah hubungan riwayat sistemik dan alergi obat terhadap prosedur pencabutan
gigi? (Reyhan)
B. Apakah akar gigi yang tersisa dapat berpengaruh jika pasien memiliki riwayat
sistemik dan alergi? (Rida)
Hipotesis
Pasien perempuan usia 27 tahun tanpa riwayat sistemik dan tanpa alergi obat memiliki radix
mesial pada 1/3 apikal gigi 46 . Dokter gigi akan melakukan pencabutan dan merencanakan
anestesi lokal, pencabutan metode terbuka, pembukaan flap disertai dengan penjahitan intra
oral (Anggi)
Li
Teknik Pencabutan terbuka (Ayu)
Alat-Alat
Prosedur
Indikasi dan kontraindikasi
Anastesi Lokal
obat obatan anastesi local (Rida)
Teknik Anastesi (Shabrina)
Penjahitan intraoral
Teknik (Indah)
Alat dan bahan (Audina)
Prosedur (Saffa)
Flap
Prosedur flap (Afrah)
Indikasi dan Kontraindikasi flap (Afrah)
Teknik bedah Flap (Reyhan)
Belajar Mandiri
b. Elevator Periosteal
Yang paling umum digunakan dalam operasi intraoral adalah no.9 Molt, yang
memiliki dua ujung yang berbeda: ujung runcing, digunakan untuk
mengangkat papila interdental gingiva, dan ujung lebar, yang memfasilitasi
pengangkatan mukoperiosteum dari tulang.
Freer elevator digunakan untuk merefleksikan gingiva yang mengelilingi gigi
sebelum pencabutan.
Fungsi : untuk melepaskan periosteum dari tulang setelah sayatan atau untuk
melepaskan jaringan gingiva dari sekitar gigi sebelum penempatan forsep
pencabutan
Gambar 4.8 a – c. Berbagai jenis elevator periosteal. a Seldin. b Freer. C. No. 9Molt
c. Hemostat
Hemostat yang paling umum digunakan adalah jenis curved mosquito atau
hemostat mikro-Halsted, yang memiliki paruh relatif kecil dan sempit
sehingga dapat menggenggam pembuluh darah dan menghentikan pendarahan.
Hemostat juga dapat digunakan untuk menahan jaringan lunak dengan kuat,
memfasilitasi manipulasi untuk menghilangkannya.
Gambar 4.12. Tang rongeur Luer – Friedmann dengan tepi potong / ujung potong
e. Bone File
Instrumen ini memiliki dua ujung: satu ujung kecil dan ujung lainnya dengan
permukaan besar.
Permukaan pemotongan terdiri dari banyak bilah paralel kecil, yang dipasang
sedemikian rupa sehingga hanya menarik yang efektif.
Bone file digunakan dalam operasi mulut untuk menghaluskan tulang dan
bukan untuk menghilangkan potongan besar tulang.
Gambar 4.13. Kikir tulang berujung ganda dengan ujung kecil dan besar
f. Extraction Forceps
Paruh adalah komponen fungsional dari forceps dan mencengkram gigi di
serviks
dan keluarkan dari soket alveolar. Karena anatomi gigi bervariasi, forceps
ekstraksi dengan paruh yang dirancang khusus telah diproduksi, sehingga
dapat digunakan untuk gigi tertentu
Komponen dasar dari forceps ekstraksi adalah pegangan, yang berada di atas
engsel, dan paruh, yang berada di bawah engsel.
Fungsi : untuk mencabut gigi dari soket tulang
g. Straight Elevator
Fungsi : untuk mengendurkan gigi atau akar dari soket tulang sebelum
penempatan forsep pencabutan.
Desain dengan handle yang lurus dan ujung kerja. Ujung kerja bulat tunggal
dalam beberapa ukuran , ukuran umum: 1, 34, 301
Digunakan untuk pencabutan gigi dan akar
i. Suture
Fungsi : untuk menutup sayatan
Diukur menurut diameter bahan jahitan: 3–0 (000), 4–0 (0000), 5–0 (00000)
paling banyak ukuran umum yang digunakan dalam kedokteran gigi (nomor
lebih kecil diameter lebih besar)
Dalam penggunaanya bahan jahitan yang tidak dapat diserap biasanya dilepas
pada 7-10 hari kunjungan pascaoperasi
Alat-Alat Pencabutan Terbuka
1. Pembuatan Flap
4. Perawatan pascaoperasi
Ada berbagai macam teknik bedah untuk pencabutan sisa akar, yaitu:
1.Pembuangan tulang alveolar bagian bukal untuk membuat akar tersebut luksasi ke arah
bukal. Gigi berakar tunggal
Jika Gigi berakar tunggal dan ketinggian akar berada di bawah margin tulang alveolar
ekstraksi dilakukan membuat flap envelope, paling banyak satu atau dua gigi, di luar
akar yang akan diekstraksi.
Kemudian bagian bukal tulang dihilangkan dengan bur bulat, sampai akar terbuka.
Akar dipotong dengan bur dan diangkat dengan elevator lurus.
Soket kemudian dilakukan perawatan dengan benar dan sayatan di jahit.
Kontraindikasi
Fraktur ujung akar asimtomatik, dengan pulpa vital, terletak jauh di dalam soket.
Pencabutan ujung akar tersebut tidak boleh dipertimbangkan, terutama pada pasien
yang lebih tua, ketika:
a) Ada risiko komplikasi lokal yang serius, seperti copotnya ujung akar ke sinus
maksilaris atau cedera saraf alveolus inferior, saraf mental, atau saraf lingual.
b) Sebagian besar proses alveolar perlu dihilangkan.
c) Ada masalah kesehatan yang serius. Jika pasien dengan masalah kesehatan perlu
menjalani operasi pencabutan, maka harus dilakukan dengan kerjasama dari dokter
yang merawat dan hanya jika status umum pasien telah membaik maka tindakan
pencegahan yang diperlukan juga harus dilakukan.
2. Anastesi Lokal
2.1. Obat-obatan anastesi local
Anastesi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemakaian anestetikum :
1. Anamnesis terutama riwayat alergi anestetikum
2. Apabila ada keraguan dalam memilih anestetikum, lakukan skin test pada tangan yaitu
injeksi intradermal 0,5 cc. Apakah ada bercak bundar atau tidak.
3. Pada pasien yang takut atau gelisah, lakukan premedikasi dengan der. As. Barbiturat
(sod. Pentobarbital) yang dilarutkan dalam air 1:3, tahan dalam mulut dan telan. Ini
untuk mengurangi trauma psikis dan antidot toksin procaine.
4. Germisida topikal (akohol 70%) sebagai antiseptik dan anestesi topikal
5. Jarum suntik harus baru, runcing/tajam, steril
6. Mukosa tegang → setelah injeksi, jarum jangan diputar-putar karena akan merusak
jaringan sekitarnya
7. Penyuntikan harus dilakukan perlahan-lahan
8. Harus selalu dilakukan aspirasi sebelum anestetikum disuntikkan.
GOLONGAN ESTER
- Cepat termetabolisme di dalam plasma untuk psedo cholinesterase
- Cenderung menyebabkan alergi produksi PABA
- Jarang digunakan di KG
> Procaine satu-satunya untuk injeksi, yg lain dibatasi hanya untuk topical aplikasi
> Indikasi untuk pasien dg riwayat alergi terhadap anestetikum gol amida
GOLONGAN AMIDA
- Metabolisme lebih lambat karna penguraiannya lebih kompleks dan memerlukan
pengangkutan kehati untuk penguraiannya.
- Daya penghilang sakit yang kuat untuk aplikasi infiltrasi lebih stabil
1. Lidocaine
Paling sering digunakan Onset sangat cepat & menyebar luas mll jaringan, waktu paruh 90
menit Menghantarkan penghilangan rasa sakit yg dalam & durasi panjang.
Larutan 2% dg 1:80.000
vasokonstriktor→ efek analgesik 1-1,5 jam pada pulpa dan 3-4 jam pd jaringan lunak pada
aplikasi inraligamen hanya beberapa menit Agen anestesi topikal yang sempurna.
2. Prilocaine
Tersedia dIm 2 bentuk :
- Lar 3% (30 mg/ml) vasoconstriktor
- Lar 4% (40 mg/ml) (felypressin/octapressin)
Efek analgesik mirip lignocaine+adrenalin untuk infiltrasi & blok n. alv. inf, sdgkan injeksi
intraligamen kurang efisien Kurang efektif dim mengontrol perdarahan & vasodilatasi Iebih
sedikit Anestesi topikal
3. Mepivacaine
Tersedia dalam 2 formulasi
- Lar 2% dg 1:100.000 adrenalin
- Lar 3% Kombinasi mepivacaine + vasokonstriktor efeknya = lignocaine + vasokonstriktor
Vasodilatasi Iebih sedikit daripada lignocaine
4. Articaine
Tersedia sbg lar 4% yg dikombinasi dengan adrenalin 1:100.000 atau 1: 200.000 kombinasi
articaine + vasokonstriktor efeknya = lignocaine + vasokonstriktor metabolisme tjd dIm
plasma & durasi lebih
pendek dg waktu paruh 20 menit.
Pada saat ini obat anestesi lokal golongan ester sudah sangat jarang dipakai semenjak
ditemukannya obat-obatan sejenis dari golongan amida, yang dipandang memiliki beberapa
kelebihan dibanding golongan ester, antara lain : lebih poten, tidak menimbulkan masalah
toksisitas yang besar, dan tidak menyebabkan reaksi alergi. Pada saat ini obat anestesi
golongan ester yang masih diproduksi adalah kombinasi procaine dan propoxycaine.
Teknik anestesi lokal di kedokteran gigi Anestesia yang dalam tidak selalu bisa
dicapai hanya dengan menggunakan teknik konvensional saja, karena kendala emosi yang
menyebabkan ambang rangsang pasien menurun dan juga teknik anestesi yang kurang baik.
Untuk itu perlu penanganan pasien dengan tepat dan teknik anestesi yang halus, meliputi
pendekatan psikologis dengan pasien sehingga diperoleh kepercayaan pasien akan
meningkatkan ambang rangsang, penggunaan anestesi topikal sebelum insersi jarum suntik
menurunkan sensitivitas mukosa, penghangatan anestetik sesuai suhu tubuh atau lebih, akan
ditoleransi dengan baik dan akan mengurangi rasa nyeri saat diinjeksi, insersi jarum dengan
perlahan-lahan ke dalam mukosa, penggunaan jarum berukuran kecil, biasanya berukuran 27,
Injeksi secara perlahan-lahan, efektif untuk menurunkan tekanan dan ketidaknyamanan dalam
injeksi, penginjeksian dua tahap, tahap pertama dengan perlahan dan tahap berikutnya
dinjeksikan secara dalam. Digunakan untuk pasien anak-anak atau pasien dengan rasa
cemas/takut dilakukan injeksi. Terdapat beberapa macam teknik anestesi lokal untuk
menangani rasa nyeri di bidang kedokteran gigi. Untuk memperoleh efek anestesia yang
adekuat harus ditunjang dengan teknik anestesi yang tepat dan sesuai.
Teknik anestesi lokal untuk gigi rahang atas Untuk menganestesi gigi rahang atas
digunakan teknik Anestesi teknik supraperiosteal, blok n. alveolaris superior anterior dan
tengah, blok n. alveolaris superior posterior, blok n. palatinus greater, blok n.
nasopalatinus, blok n. maksilaris, injeksi ligamen periodontal. Teknik supraperiosteal
merupakan Teknik infiltrasi lokal yang paling banyak dan mudah dilakukan gigi rahang atas.
Pada daerah yang lebih luas perlu injeksi multipel. Jarum suntik diinsersikan melalui mukosa
di daerah apeks gigi yang hendak dirawat. Blok n. alveolaris superior anterior menganestesi
gigi insisif, kaninus, premolar dan akar mesio bukal molar pertama. Saraf yang teranestesi
adalah n. alveolaris, superior tengah, n. infra orbitale, n. palpebra inferior, n. nasalis lateral
dan n. labialis superior. Jarum diinsersikan di mucobuccal fold premolar pertama rahang atas
menuju foramen infra orbitalis. Anestetik diinjeksikan perlahan 0,9-1,2 ml. Blok n. alveolaris
superior tengah menganestesi molar pertama, premolar kedua, dan akar mesio bukal molar
pertama. Jarum suntik diinsersikan di mucobuccal fold premolar kedua, dan diinjeksikan
anestetik 0,9-1,2 ml.
Teknik anestesi lokal untuk gigi rahang bawah dapat digunakan teknik blok n.
alveolaris inferior, blok n. bukal, blok n. Mandibular. Teknik Vazirani-Akinosi closed mouth,
blok n. mental, injeksi intra pulpa. Blok n. alveolaris inferior menganestesi n. alveolaris
inferior, n. lingualis dan cabang-cabang nervus terminal seperti mentale dan insisif. Daerah
yang dianestesi adalah gigi rahang bawah, bodi mandibula dan bagian inferior ramus
mandibula, mukosa bukal sampai molar pertama, 2/3 anterior lidah, jaringan lunak bagian
lingual dan dasar rongga mulut. Jarum diinsersikan paralel bidang oklusi dari sisi yang
berlawanan menuju pterygomandibular space untuk memberikan 1,5–1,8 ml anestetik. Blok
n. bukal menganestesi mukosa bukal gigi molar rahang bawah. Jarum diinsersikan ke mukosa
bukal dan distal gigi molar terakhir. Blok n. mandibular untuk anestesia yang lengkap
digunakan teknik Gow-gates technique dan extra oral approach. Teknik Vazirani-Akinosi
closed mouth biasanya digunakan untuk pasien yang terbatas dalam membuka mulut, untuk
menganestesi n. alveolaris inferior. Jarum diinsersikan sejajar dengan mucogingival junction
gigi molar rahang atas dalam keadaan beroklusi, menuju pterygomandibular space, dan
diberikan 2 ml anestetik. Blok n. mental menganestesi bagian anterior mukosa bukal foramen
mental dan hingga ke garis tengah rahang. Jarum diinsersikan di mucobuccal fold hanya di
bagian anterior foramen mental. Injeksi intra pulpa untuk gigi rahang bawah yang biasanya
mengalami kendala dalam mendapatkan anestesi yang dalam. Untuk itu digunakan injeksi
intra pulpa untuk menangani rasa nyeri. Jarum diinsersikan langsung ke dalam kamar pulpa,
0,2–0,3 ml anestetik dikeluarkan dengan perlahan tanpa tekanan (5–10 detik). Teknik ini
membutuhkan sedikit anestetik, onset-nya cepat dan mudah dilakukan. Kekurangan teknik
ini, hasil akhirnya tidak dapat diprediksi (bervariasi), rasa anestetiknya kurang disukai pasien,
dan adanya rasa nyeri yang tajam selama dan sesudah pemberian anestetik pada beberapa
pasien.
3. Penjahitan intraoral
3.1. Teknik
Suture utama yang digunakan dalam bedah mulut adalah interrupted , continuous, dan mattress
sutures.
1. Interrupted suture
merupakan teknik yang paling sederhana dan paling sering digunakan, dan dapat digunakan di
semua prosedur bedah mulut. Jarum dimasukkan 2–3 mm dari tepi flap (mobile tissue) dan
keluar pada jarak yang sama di sisi yang berlawanan. Kedua ujung jahitan kemudian diikat
menjadi simpul dan dipotong 0,8 cm di atas simpul. Untuk menghindari robeknya flap, jarum
harus melewati tepi luka satu per satu, dan setidaknya berjarak 0,5 cm dari tepi. Jahitan yang
terlalu ketat juga harus dihindari (risiko nekrosis jaringan), serta tumpang tindih tepi luka saat
memposisikan simpul. Keuntungan dari interrupted suture adalah ketika jahitan ditempatkan
dalam satu baris, pelonggaran salah satu atau bahkan kehilangan satu jahitan tidak akan
mempengaruhi jahitan lainnya.
Diagram ilustrasi. a. clinical photograph b. dari simple interrupted sutures.jarak antara jahitan yaitu 0.5
cm. margin luka harus tertutup tanpa adanya overlap.
2. Continuous Suture
biasanya digunakan untuk merawat luka yang dangkal tapi panjang, misalnya untuk rekontur
tulang alveolar di rahang atas dan rahang bawah.
Teknik yang diterapkan adalah sebagai berikut: setelah memasukkan jarum melalui
kedua tepi flap, simpul awal dibuat seperti pada interrupted suture tetapi hanya ujung bebas
dari jahitan yang dipotong. The needle bearing suture kemudian digunakan untuk membuat
continuous suture yang berurutan di tepi luka. Jahitan terakhir tidak dikencangkan, tetapi
simpul yang dibuat sebenarnya berfungsi sebagai ujung bebas dari jahitan. Setelah itu, needle
bearing suture dililitkan pada needle holder sebanyak dua kali, yang menangkap curved
suture (loop pertama), menariknya ke loop kedua. Kedua ujung dikencangkan, sehingga
membuat simpul bedah.
The continuous locking suture merupakan variasi dari continuous simple suture. Jenis jahitan
ini dibuat persis seperti yang dijelaskan di atas, kecuali jarum melewati setiap loop sebelum
melewati jaringan, yang mengamankan jahitan setelah pengencangan. Suturing berlanjut
dengan pembuatan loop,yang membentuk bagian rantai di sepanjang insisi. loops ini
ditempatkan di sisi bukal luka, setelah dikencangkan.
Keuntungan continuous suture adalah lebih cepat dan membutuhkan simpul yang lebih
sedikit, sehingga tepi luka tidak terlalu kencang, sehingga terhindar dari risiko iskemia pada
area tersebut. Satu-satunya kelemahan adalah jika jahitan secara tidak sengaja dipotong atau
dilonggarkan, seluruh jahitan menjadi longgar.
Continuous locking suture. aproksimasi margin luka di capai dengan successive loop
3. Mattress Suture
merupakan jenis jahitan khusus dan digambarkan sebagai jahitan horizontal (terputus-putus
dan kontinu) dan vertikal. Hal ini diindikasikan dalam kasus dimana diperlukan
reapproximation yang kuat dan aman dari margin luka. Jahitan vertikal dapat digunakan
untuk insisi dalam, sedangkan jahitan horizontal digunakan dalam kasus yang memerlukan
pembatasan atau penutupan jaringan lunak di atas rongga tulang, misalnya, soket gigi pasca
ekstraksi. Penguatan mattress suture dicapai dengan memasukkan potongan rubber drain.
Teknik yang digunakan untuk mattress suture adalah sebagai berikut: pada interrupted suture
(horizontal dan vertikal), jarum melewati tepi luka dengan sudut siku-siku, dan jarum selalu
masuk dan keluar jaringan di sisi yang sama . Pada horizontal continuous suture, setelah
membuat simpul awal, jarum masuk dan keluar jaringan dalam winding maze pattern.
Simpul terakhir diikat dengan cara yang sama seperti pada continuous simple suture.
b. Scissor
Gunting jahit biasanya memiliki ujung tajam yang pendek karena tujuan
utamanya adalah untuk memotong jahitan. Gunting jahit biasanya memiliki
pegangan yang panjang pada jari jempol dan jari tengah sebagai pegangan.
Gunting dipegang dengan cara yang sama seperti needle holder.
c. Tissue Forceps
Jarum jahit digunakan untuk menutup insisi mukosa mulut yang biasanya
berupa jarum jahit setengah lingkaran atau tiga perdelapan lingkaran. Jarum ini
melengkung untuk memungkinkannya melewati ruang terbatas yang tidak dapat
dijangkau oleh jarum lurusm dan jalur dapat dilakukan dengan rotasi dari
pergelangan tangan.
Jarum yang meruncing biasanya digunakan untuk jaringan yang lebih halus
seperti pada bedah okular atau vaskular.
2. Bahan
a. Suture
Cara memutar jarum yaitu dengan cara memutar dari posisi forehand ke posisi backhand,
dengan memakai pinset di tangan kiri , dan needle holder tangan kanan. Dengan cara
memutar tangan kiri ke arah supinasi dan tangan kanan kearah pronasi dan cara sebaliknya
jika ingin memutar jarum dari posisi backhand ke forehand.Pergerakan ini merupakan
gerakan pergelangan tangan tanpa mengikutsertaka nsiku. Jangan lupa untuk memperhatikan
alur mekanik needle holder, agar saat mengikat dengan benang tidak tersangkut.
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama tindakan penjahitan intraoral
umumnya bahan yang disiapkan adalah needle holder, gunting benang, pinset
chirurgis, jarum jahit, benang jahit.
2. Jarum jahit sebaiknya dipegang dengan needle holder pada 1/3 bagian dari tempat
masuknya benang dan 2/3 bagian dari ujung jarum jahit.
3. Memilih teknik penjahitan intraoral yang tepat, efektif dana aman.
4. Penetrasi jarum jahit ke dalam jaringan harus perpendikular terhadap permukaan
jaringan.
5. Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama pada
kedua sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan
jarak antara jahitan yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4mm.
6. Jahitan jangan terlalu longgar maupun terlalu ketat.
7. Ketika jahitan telah diinsersi, harus dilakukan penyimpulan agar jahitan dapat terjaga.
8. Penyimpulan benang jangan diletakkan tepat diatas garis insisi.
9. Jahitan pada daerah kulit biasanya dibuka setelah 7 sampai 10 hari, sedangkan daerah
mukosa dibuka setelah 5 sampai 7 hari. Caranya adalah dengan memegang ujung
simpul dengan pinset, lalu memotong ujung jahitan yang dekat dengan arah masuknya
benang dengan gunting. Jika tidak, maka benang yang terkontaminasi akan ikut
tertarik masuk ke dalam daerah luka yang sedang mengalami penyembuhan,
akibatnya terjadilah infeksi.
Kesalahan umum pada penjahitan adalah menempatkan terlalu banyak jahitan dan pengikatan
yang terlalu kencang. Jahitan merupakan benda asing, oleh karena itu semakin sedikit jahitan
maka semakin kecil trauma dan makin sedikit reaksi jaringan. Jahitan yang diikat terlalu
kencang akan menghalangi suplai darah dan mengurangi drainase. Penempatan jahitan
intraoral, akan lebih baik hasilnya apabila berpegang pada aturan berikut: secara umum,
jahitan dimulai dari posterior ke anterior ( dari jauh ke dekat), dari jaringan yang tidak
melekat ke jaringan yang cekat, apabila memungkinkan tepat menempel tulang.
4. Flap
4.1. Prosedur flap
Pembedahan flap biasanya dilakukan dengan anestesi lokal, terkadang disertai dengan obat
anti cemas oral; sebagai alternatif, dapat dilakukan dengan sedasi sadar melalui intravena.
Setelah obat anestesi bekerja, selanjutnya dibuat sayatan kecil untuk memisahkan gusi dari
gigi. Gusi bagian luar dilipat ke belakang secara perlahan untuk memberikan akses ke akar
dan jaringan ligamen serta tulang. Selanjutnya, jaringan gusi yang meradang bisa diangkat,
dan akar gigi bisa dibersihkan; jika perlu, area tersebut juga dapat diobati dengan antibiotik
atau obat lain. Cacat tulang dapat diperbaiki dengan bahan grafting dan regenerasi ligamen
periodontal yang tepat dapat didukung dengan metode fisik (membran barrier) dan metode
kimiawi (faktor pertumbuhan). Akhirnya, sayatan ditutup dan prosedur selesai. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan prosedur ini tergantung pada seberapa parah kerusakan dan
banyaknya area gusi yang terlibat. Anestesi akan mencegah rasa sakit selama operasi. Nyeri
dan ketidaknyamanan setelah prosedur dapat ditangani dengan obat-obatan.
Aturan dasar berikut ini berlaku untuk setiap prosedur pembedahan, terkait sayatan dan flap:
Sayatan harus dilakukan dengan tekanan yang cukup kuat dan terus menerus tanpa
terputus. Selama sayatan dilakukan, pisau bedah harus terus menerus menyentuh
tulang. Tarikan dari sayatan yang berulang di tempat yang sama dan berkali-kali dapat
menyebabkan terganggunya proses penyembuhan luka.
Desain flap dan insisi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kemungkinan cedera
struktur anatomi dapat dihindari, seperti: ikatan neurovaskular mental, pembuluh
darah palatal yang muncul dari foramen palatina mayor dan foramen incisive, saraf
infraorbital, saraf lingual, duktus kelenjar submandibular, duktus kelenjar parotis,
pleksus vena hipoglosus, arteri bukal (yang menjadi perhatian jika akan dilakukan
insisi abses pada ruang pterigomandibular), saraf wajah, arteri dan vena wajah, yang
pada dasarnya menjadi perhatian untuk drainase abses yang dilakukan dengan insisi
ekstraoral.
Sayatan vertikal harus dimulai kira-kira dari vestibulum bukal dan berakhir pada
papila interdental gingiva.
Sayatan amplop dan sayatan semilunar yang digunakan untuk apikoektomi dan
pengangkatan ujung akar, harus minimal sedalam 0,5 cm dari sulkus gingiva.
Sayatan elliptic, yang digunakan untuk eksisi berbagai lesi jaringan lunak, terdiri dari
dua sayatan cembung yang disambung, dengan terdapat sudut tajam di setiap
ujungnya, sedangkan kedalaman sayatan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak ada
tegangan saat tepi luka ditutup dan dijahit.
Lebar flap harus memadai, sehingga bidang operasi mudah dijangkau, tanpa
menimbulkan tegangan dan trauma selama manipulasi.
Dasar flap harus lebih luas daripada margin gingiva bebas, hal ini ditujukan untuk
memastikan suplai darah yang cukup dan untuk mempercepat penyembuhan.
Flap itu sendiri harus lebih besar dari tulang yang diambil sehingga margin flap saat
dijahit, bertumpu pada tulang yang utuh dan sehat, sehingga mencegah flap
dehiscence dan robek.
Mukosa dan periosteum harus direfleksikan bersama. Hal ini dapat dicapai saat
melakukan sayatan yang cukup ditekan dan tidak terputus tadi.
Pada orang dengan senyum yang lebar, luka bekas sayatan di sepanjang sulkus
gingiva harus dipertimbangkan untuk alasan estetika terutama pada permukaan labial
gigi depan.
Selama prosedur pembedahan, penarikan dan melipat flap yang berlebihan harus
dihindari, karena suplai darah dapat terganggu dan penyembuhan luka dapat tertunda.
Flap ketebalan penuh atau flap mukoperiosteal merupakan flap yang terbentuk atas jaringan
gingiva, jaringan mukosa, jaringan submukosa, dan jaringan periosteum. Flap ketebalan sebagian atau
flap mukosa merupakan flap yang terbentuk atas jaringan gingiva, jaringan mukosa, dan jaringan
submukosa, tetapi tidak melibatkan jaringan periosteum. Flap ini dibuat dengan insisi sampai ke dekat
tulang alveolar, tetapi jaringan periosteum dan jaringan ikat tetap dibiarkan melekat ke tulang dan
menutupi tulang.
Berdasarkan peletakkan flap pasca bedah, flap dibagi menjadi non displaced flap dan
displaced flap. Non displaced flap merupakan suatu flap dengan meletakkan dan menjahit flap pada
posisi semula. Sedangkan displaced flap merupakan suatu flap dengan penjahitan lebih ke arah apikal,
koronal, atau lateral dari posisi semula.
Flap periodontal dapat dibuat di dalam mulut atau flap intraoral maupun di luat mulut atau
flap ekstraoral. Beberapa jenis flap yang dibuat di pada intraoral meliputi flap trapezoid, flap
triangular, flap envelope, flap semilunar, dan flap pedikel.
1. Flap Trapezoid
Flap trapezoid merupakan suatu flap yang terdiri dari satu insisi horizontal di sepanjang tepi
gingiva, dan dua insisi vertikal yang menyerong pada bagian bukal. Insisi vertikal akan
berujung pada bagian interdental tepi gingiva, sehingga tidak merusak servikal gigi tetangga
pada saat proses penyembuhan. Pembuatan insisi vertikal harus diperluas sekitar satu sampai
dua gigi dari gigi yang akan di keluarkan, dan pembuatan dasar flap harus lebih lebar dari
pada ujung flap agar suplai darah ke ujung gingiva tidak kurang.
Keuntungan dari pembuatan flap trapezoid diantaranya, terciptanya akses perluasan
flap yang sempurna, sehingga memungkinkan untuk melakukan pengeluaran satu atau dua
gigi tanpa menghasilkan tegangan pada jaringan flap. Dengan begitu maka penutupan flap
kembali ke posisi awal akan lebih mudah, dan proses penyembuhan jaringan lunak menjadi
lebih cepat. Kerugian dari pembuatan flap trapezoid adalah dapat menyebabkan terjadinya
resesi gingiva.
2. Flap Triangular
Flap triangular lebih dikenal sebagai flap bentuk L. Flap ini mirip dengan bentuk flap
trapesium, tetapi perbedaannya terletak pada insisi vertikal di bagian bukalnya. Flap
triangular merupakan suatu bentuk flap yang terdiri dari satu inisisi horizontal di sepanjang
tepi gingiya dan satu inisisi vertikal, dimana pembuatan insisi vertikal dapat berbentuk bidang
tegak lurus maupun berbentuk serong. Pembuatan flap triangular dapat digunakan untuk
pembuatan flap pada bagian bukal maupun labial pada kedua rahang.
Pembuatan flap triangular dapat memberikan keuntungan berupa persediaan darah
yang cukup selama prosedur bedah dan visualisasi yang baik. Selain itu flap triangular juga
mudah dimodifikasi dengan pembuatan insisi vertikal tambahan atau perluasan insisi
horizontal. Pada pembuatan flap triangular proses penyembuhan jaringan lunak terjadi lebih
cepat. Kerugian yang ditimbulkan dari pembuatan flap triangular adalah akses yang terbatas
untuk melihat akar yang panjang sehingga dibutuhkan modifikasi serta dapat menimbulkan
ketegangan yang berlebih pada saat retraksi flap. Kerugian lain yang dapat ditimbulkan pada
pembuatan flap triangular adalah dapat menyebabkan kecacatan atau defek pada gingiva
cekat.
3. Flap Envelope
Flap envelope merupakan suatu flap yang hanya terdiri dari satu insisi horizontal disepanjang
tepi gingiva. Pada pembuatan flap envelope, insisi horizontal dibuat pada bagian sulkus
gingiva dan diperluas sepanjang 4-5 gigi.
Ketika menggunakan flap envelope maka keuntungan yang diperoleh dapat berupa
kemudahan dalam proses pengembalian flap ke posisi awal, sehingga proses penyembuhan
jaringan lunak dapat berlangsung dengan lebih cepat. Tetapi pembuatan flap envelope akan
menimbulkan kerugian, yaitu kesulitan pada saat merefleksikan flap, khususnya pada bagian
palatum. Kemudian juga terdapat resiko robeknya flap selama prosedur bedah, kerusakan
pada gingiva cekat, dan visualisasi yang terbatas pada tindakan apikoektomi. Pada tindakan
pembuangan lesi dengan pembuatan flap envelope dapat menimbulkan kerugian berupa
terbatasnya akses untuk mecapai lesi. Selain itu apabila pembuatan flap envelope dilakukan
pada bagian palatal, maka akan mudah menimbulkan resiko kerusakan pembuluh darah dan
saraf pada bagian palatum.
4. Flap Semilunar
Flap semilunar merupakan suatu flap yang terdiri dari pembuatan insisi yang membengkok.
Pembuatan insisi ini dimulai dari lipatan vestibular dan membentuk seperti busur dengan
bagian yang cembung mengarah ke gingiva tidak bergerak. Penjahitan akan lebih baik apabila
dasar flap berada pada 2-3 mm di atas pertemuan gingiva bergerak dan tidak bergerak. Ujung
dari masing- masing insisi harus diperluas minimal satu gigi dari area gigi yang akan
dikeluarkan.
Flap semilunar memiliki beberapa keuntungan yaitu cukup dengan pembuatan insisi
yang kecil, sehingga memudahkan tindakan refleksi flap. Selain itu keuntungan flap
semilunar adalah tidak menyebabkan resesi gingiva, dan tidak mengintervensi jaringan
periodontal. Karena pembuatan flap semilunar diawali pada bagian yang menjauhi tepi
gingiva, maka kerugian yang dapat ditimbulkan adalah resiko salah perhitungan lokasi flap.
Kerugian lainnya adalah akses dan visualisasi yang terbatas.
5. Flap Pedikel
Flap pedikel merupakan flap yang digunakan untuk meningkatkan lebar gingiva cekat atau
untuk menutupi permukaan akar. Pembuatan flap pedikel bertujuan untuk memindahkan
gingiva cekat dari satu posisi ke posisi lain yang berdekatan. Flap pedikel terdiri dari dua
insisi vertikal. Flap pedikel dapat dibuat baik dibagian bukal, lingual, atau palatal.
Keuntungan dari penggunaan flap pedikel adalah pembuatan flap yang relatif mudah,
suplai darah yang baik pada flap palatal, proses penyembuhan jaringan lunak berlangsung
dengan cepat, dan dapat digunakan untuk penutupan lesi atau fistula yang besar. Disamping
itu kerugian dari pembuatan flap pedikel adalah sebagian tulang bekas insisi akan terekspose
dan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunggu reepitelialisasi pada bagian tulang
yang terekspose. Selain itu pada palatal flap terdapat sensasi rasa terbakar pada bagian palatal
selama proses reepitelialisasi belum sempurna.
REFERENSI
Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Springer Verlag Berlin.
Dattani, Amit. 2012. Oral Surgery Basic Instrument. Medical and Health Science Center
University of Debracen
Pedersen GW.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC. 1996.h.48-50
Repository Universitas Sumatera Utara
Atlas of Local Anaesthesia in Dentistry, The Amalgam Dental Company Limited, London,
Copyright by Cooke Waite Laboratories Inc, 1977, New York, U.S.A
Hupp, JR. Guide to suturing. Journal of Oral Maxillofacial Surgery. 2015. 73(1): 6-15
Sanghai, Sumit. 2009. A Concise Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. Jaypee.
Poernomo, H. 2017. TATALAKSANA FLAP PADA RONGGA MULUT. Interdental:
Jurnal Kedokteran Gigi, 13(2), 24-27.
Modi M. 2009, Critical evaluation of suture materials and suturing techniques in implant
dentistry. Int J Clin Implant Dent.
Jenkins WS, Brandt MT, Dembo JB. 2002, Suturing principles in dentoalveolar surgery. Oral
Maxillofacial Surg Clin N Am.
Ghosh PK. 2006, Synopsis of oral and maxillofacial surgery: An update overview. New
Delhi: Jaypee.
Silverstein LH, Kurtzman GM. 2005, A review of dental suturing for optimal softtissue
management. Compendium.
Balaji SM. 2007, Textbook of oral maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier.
Malik NA. 2012, Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed., New Delhi: Jaypee.
Pedersen, G.W.,2012,Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (OralSurgery), Alih bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC.
PEMBAGIAN TUGAS