Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel makro ekonomi dan
variabel fiskal terhadap nilai tukar nominal efektif Rupiah (Nominal Effective
Exchangerate) dalam kerangka pendekatan moneter. Pendekatan moneter terhadap
nilai tukar pada dasarnya merupakan pengembangan dari teori permintaan dan
penawaran uang dari teori Klasik, Monetaris dan Keynesian. Berdasarkan perbedaan
pandangan yang dimiliki, berdampak pada pandangan pendekatan moneter terhadap
nilai tukar. Terdapat 2 pandangan dalam pendekatan moneter, yakni flexible price
(Monetaris model) dan sticky price (Keynesian model). Dalam jangka pendek,
pendekatan moneter versi harga kaku (sticky price) model mampu menjelaskan
pergerakan nilai tukar efektif Rupiah. Dengan variabel yang berpengaruh antara lain,
indeks harga domestik, jumlah uang beredar dan hutang domestik. Dalam jangka
panjang, variabel yang berpengaruh terhadap nilai tukar efektif Rupiah antara lain,
indeks harga impor, jumlah uang beredar, GDP, hutang domestik dan dummy financial
crisis. Variabel defisit fiskal tidak berpengaruh terhadap nilai tukar. Namun, variabel
hutang domestik yang di proxy dengan outstanding hutang obligasi per GDP
berpengaruh terhadap depresiasi nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan risiko dari memegang uang domestik
yang tercermin dari peningkatan outstanding utang domestik, berpengaruh terhadap
nilai tukar efektif Rupiah.
JEL Classification:
1. Pendahuluan
Teori permintaan uang klasik atau Classical quantity theory (teori kuantitas
uang) berangkat dari persamaan Fisher (Fisher Equation), dimana:
........................................................................................................ (1)
Interpretasi lain dari persamaan Fisher (1) adalah untuk melihat model
permintaan uang, dimana masyarakat ingin memegang uang (Mishkin, 2013). Karena
teori kuantitas uang menyatakan bahwa berapa uang yang ingin dipegang untuk
jumlah/transaksi nominal tertentu, yang merupakan dasar dari teori permintaan
uang. Persamaan 1 dapat diubah menjadi:
..................................................................................................... (2)
.......................................................................................................... 3)
Pada persamaan (3), k bersifat konstan, jumlah transaksi yang dihasilkan dari
tingkat pendapatan nominal (PY) akan menentukan permintaan uang. Sehingga teori
fisher menyatakan bahwa permintaan uang murni fungsi dari pendapatan, dan tingkat
bunga tidak memiliki efek terhadap permintaan uang (Mishkin, 2013)
Teori Keynes akan permintaan uang disebut juga liquidity preference theory .
Keynes menyatakan terdapat 3 (tiga) motif masyarakat memegang uang, yakni motif
transaksi, berjaga – jaga dan spekulasi. Dalam motif transaksi, Keynes masih
sependapat dengan teori klasik dimana uang sebagai media pertukaran atau
transaksi. Dalam motiv ini, masyarakat memegang uang dipengaruhi oleh besar
kecilnya tingkat pendapatan nominal. Untuk motif berjaga – jaga, Keynes berbeda
dengan teori kuantitas klasik. Dimana orang memegang uang sebagai buffer atau
cadangan ketika ada kebutuhan, transaksi dan keinginan yang tidak diperkirakan.
Atas motiv ini, masyarakat mengambil porsi dari pendapatan nominalnya.
....................................................................................................... (4)
M s= Md .................................................................................................................... (5)
Cambridge model mensyaratkan bahwa permintaan uang riill terkait dengan
pendapatan riil, dengan persamaan:
Sesuai dengan hukum satu harga (the law of one price), kita memiliki
persamaan:
P
E= ................................................................................................................... (7)
P*
dimana E adalah nilai tukar nominal yang didefinisikan nilai mata uang domestik atas
satu unit mata uang asing. Persamaan (7) mengimplikasikan bahwa perubahan dalam
P mengharuskan perubahan proporsional pada P* untuk menjaga stabilitas nilai
tukar.
dimana M*s dan Y* adalah penawaran uang asing dan pendapatan riil, dan k* adalah
parameter konstan. Substitusikan persamaan (6) dan (8) dalam persamaan (7) untuk
mendapatkan:
Msk * Y *
E= ......................................................................................................... (9)
Ms * kY
Jadikan persamaan 5 menjadi persamaan logaritma, kita akan mendapatkan
persamaan:
............................................... 10)
.................................................................................. (11)
.......................................................................... (12)
dimana i adalah tingkat bunga nominal dan a,b, dan c adalah parameter konstan.
Model moneter untuk luar negeri di identifikasikan dengan sebuah asterik. Dari
persamaan (3) kita mempunyai persamaan:
.................................................................................................. (13)
Gunakan persamaan (11) , (12) dan (13) kita akan mempunyai persamaan:
................................................... (14)
........................................................... (15)
............................................................................. (16)
.................................................................................... (17)
.... (18)
dimana γ adalah koefisien konstan dan u adalah disturbance error. Dalam model ,
moneter penetuan nilai tukar, kita seharusnya mempunyai γ1 = 1, γ2 = -1, γ3 < 0, γ4 >
0, γ5 > 0 dan γ6 < 0
Terdapat dua asumsi yang direvisi oleh versi harga kaku (Keynesian) dalam
pendekatan moneter. Asumsi pertama yaitu penawaran uang setiap negara adalah
variabel endogen, artinya penawaran uang dipengaruhi secara positif dengan tingkat
bunga pasar. Hal ini berdampak pada keseimbangan pasar uang, dimana
keseimbangan pasar uang menjadi (Tucker et al, 1991).
................................................................... (19)
dan
.............................................................................. (20)
Asumsi kedua adalah kondisi paritas daya beli hanya berlaku dalam jangka
panjang. Hal ini berbeda dengan asumsi model harga fleksibel, dimana kondisi paritas
daya beli berlaku dalam jangka pendek. Kondisi paritas daya beli dapat dirumuskan
sebagai berikut(Tucker, at al, 1991;MacDonald dan Taylor,1992).
Et ‘ = p t - p t * ....................................................................................................... (21)
Dalam jangka pendek, model ini mengasumsikan bahwa paritas suku bunga
tidak ter-cover (uncovered interest parity) ASe t+1 berlaku. Namun berdasar versi
harga kaku, perubahan kurs vluta asing yang diasumsikan mengikuti bentuk sebagai
berikut (Tucker, et al, 1991; Isnowati 2003):
Persamaan (22) menyatakan bahwa jika kurs valuta asing yang berlaku saat
transaksi dilakukan (spot exchangerate) berada dibawah atau diatas tingkat
keseimbangan jangka panjang, maka kurs mata uang yang diharapkan akan
mengalami depresi (apresiasi). Perbedaan inflasi yang diharapkan, (π e t - π e t *), akan
menyebabkan depresiasi mata uang yang diharapkan. Jadi pendekatan moneter harga
kaku mencoba menghitung pengaharapan pasar dengan menggabungkan informasi
dari keseimbangan pasar dengan pengaruh tingkat inflasi yang diharapkan.
Kombinasi persamaan (22) dengan paritas suku bunga tidak ter-cover menunjukan
bahwa penyimpangan kurs valuta asing yang berlaku sekarangterhadap tingkat
keseimbangan disebabkan oleh perbedaan tingkat bunga riil. Kombinasi tersebut
ditunjukkan pada persamaan berikut:
Substitusi persamaan (19), (20) (23) dan (24) akan menghasilkan persamaan
sebgai berikut:
Berdasarkan versi harga kaku, koefisien penawaran uang (m) dan tingkat
inflasi yang diharapkan πe adalah berpengaruh positif terhadap nilai tukar,
sedangkan tingkat pendapatan riil (y) adalah berpenaruh negatif terhadap nilai tukar.
Namun, koefisien tingkat bunga menunjukkan dua tanda, positif dan negatif. Hal ini
terjadi karena perbedaan koefisien pada perbedaan tingkat bunga (r – r*) t , terdiri
dari tiga komponen yang berbeda yang menunjukkan berbagai cara yang diunakan
perbedaan tinkat bunga dalam mempengaruhi perubahan kurs valas.
. (25)
.......................................................................................................................................... (26)
Dimana dan adalah single, non storable, konsumsi domestik riil atas
barang domestik dan barang produksi luar negeri. dan adalah keseimbangan
kas riil memegang uang domestik dan luar negeri. Variabel g adalah pengeluaran
pemerintah atas barang dan jasa dan diasumsikan pengeluaran atas barang. Lebih
lanjut, variabel adalah nilai riil dari transfer/penerimaan pajak/dibayarkan oleh
konsumen, adalah pendapatan riil permanen yang diterima individu, adalah nilai
tukar riil di definsikan pt*/EEt ; EEt adalah nilai tukar nominal efektif (nilai mata uang
luar negeri atas suatu mata uang domestik); pt* dan pt adalah harga luar negeri (rata-
rata tertimbang dari harga negara mitra dagang, dimana penimbang adalah jumlah
impor dari suatu negara dibagi total impor per tahun) dan tingkat harga domestik
atas harga barang domestik dan luar negeri, , jumlah uang beredar riil luar
negeri; dt adalah pembiayaan dalam negeri, yang terbayar dari ris-free tingkat bunga
R dan adalah utang luar negeri, satu periode obligasi, yang dibayar dengan risk free
rate ; dan adalah inflasi luar negeri dan domestik.
.......................................... (27)
Variabel defgdp,debtgdp dan fdgdp adalah deficit anggaran per GDP, hutang
dalam negeri per GDP dan hutang luar negeri per GDP. Dimana tangkat bunga yang
dibayarkan diasumsikan sama dengan tingkat bunga deposito bank ( R)
Persamaan (27) juga diasumsikan tergantung pada system jangka pendek dinamis,
yang merupakan fungsi dari satuan predetermined variabel jangka pendek (stasioner)
yang telah diketahui individu. Variabel ini termasuk pertumbuhan jumlah uang
beredar, perubahan dalam variabel fiskal per GDP, pertumbuhan dari tingkat bunga
riil terutama karena perubahan tingkat suku bunga. Memaksimalkan fungsi utilitas
(25) subject to persamaan (26) dan (27), Kia (2006a) menemukan fungsi hubungan
fungsi permintaan uang sebagai berikut:
.......................................................................................................................................... (28)
dimana , >0,
EER (Effective Exchange Rate) adalah indeks penghitungan nilai tukar antar
mata uang yang dihitung bedasarkan rata-rata tertimbang (weighted average)
pertukaran mata uang antar negara, melalui perdagangan bilateral antar negara. Ada
dua jenis EER, yang pertama adalah Nominal Effective Exchange Rate yang merupakan
indeks dari penghitungan rata-rata tertimbang pertukaran bilateral mata uang. Real
Effective Exchange Rate merupakan nilai NEER yang disesuaikan dengan dengan
penghitungan dari harga dan biaya relatif, oleh karena itu perubahan dalam nilai
REER ikut menyertakan baik perkembangan nilai tukar nominal dan perbedaan inflasi
antar negara yang menjadi patner berdagangan.Maka dalam analisis pasar dan
kebijakan, EER mempunyai beberapa kegunaan yaitu, sebagai alat pengukur tingkat
kompetitifitas Internasional, sebagai komponen penghitung keaadaan moneter dan
fiskal, sebagai pengukur transmis dari external shock dan sebagai tujuan dari
kebijakan moneter (Klau & Fung, 2006)
dimana:
N adalah jumlah negara yang menjadi kompetitior dan rekan berdagang
adalah index dari rata-rata nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang
negara tujuan berdagang
adalah Periode
W adalah Trade Weighted terhadap mata uang negara rekan berdagang
i adalah nilai mata uang negara patner dagang
Sementara nilai w didapat dari:
dimana:
adalah Share Ekspor dari Perdagangan luar negeri
3. Kajian Empiris
Dalam hal ini ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi patokan dalam
penelitian mengenai mengembangkan model permintaan uang, dimana permintaan
uang merupakan fungsi dari outstanding utang domestic, defisit belanja pemerintah,
dan outstanding utang luar negeri dan pendekatan moneter dengan pengaruh
variabel fiskal.
Amir Kia, (2006) meneliti dampak dari faktor internal dan eksternal terhadap
tingkat inflasi di Turki, menggunakan data dari 1970 Q1-2003 Q3. Menggunakan
model moneter yang ia kembangkan dari penelitan sebelumnya, Turki yang sangat
bergantung dengan ekspor produk pangan telah mengalami periode dimana baik
inflasi yang tinggi dan tingkat utang pemerintah yang tinggi. Penelitian ini
menemukan bahwa kebijakan moneter, termasuk kebijakan nilai tukar merupakan
alat yang efektif dalam mengendalikan inflasi di Turki dalam jangka panjang.
Khususnya kebijakan moneter yang ketat (dengan tingkat suku bunga yang tinggi,
menghasilkan tingkat harga yang tinggi dalam jangka panjang, serta mata uang yang
melemah cenderung membantu merendahkan tingkat inflasi di Turki. Efek yang
sebelumnya juga mengonfirmasi pandangan Sargen Sargent & Wallace, (1981) bahwa
kebijakan moneter yang ketat di masa kini akan berefek pada inflasi di jangka
panjang.
Model yang akan digunakan merupakan model determinasi nilai tukar berdasarkan
pendekatan moneter dengan memasukkan variabel fiskal yang merupakan proxy dari risiko
permintaan uang domestik. Dengan menggunakan keseimbangan pasar uang pada
persamaan (28), Wilson (2009) memperluas model yang dikembangkan oleh Kia
(2006) untuk menderivasi persamaan persamaan nilai tukar nominal efektif (EEt
indeks nilai tukar perdagangan tertimbang) sebagai berikut:
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series untuk
masing – masing variabel, yang bersumber dari International Financial Statistik (IFS-
IMF), Bank of International Settlement (BIS) dan Statisitik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia (SEKI – BI). Series dalam penelitian ini adalah data kwartalan tahun 1990
Q1 sd 2015 Q2.
Alat analisis yang digunakan dalam pnelitian ini adalah Engle-Granger Error
Correction Model (EG-ECM). model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak
variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang serta mengkaji
konsistensi model empiris dengan teori ekonomi. Selain itu, model ini mampu
mencari pemecahan terhadap variabel time series yang tidak stasioner dan spurious
regression dalam ekonometri (Insukindro, 1999).
Engle dan Granger (1987) menyatakan jika terjadi hubungan jangka panjang
sebagaimana dalam model ECM, maka disequilibrium error akan menjadi stasioner
dan memiliki nilai rata-rata nol. Selanjutnya residual residual hasil regresi kointegrasi
tersebut digunakan sebagai error term dalam ECM. (Insukindro, 1990; Thomas,
1997). Penurunan model dinamis Engle-Grenger Error Correction Model (EG-ECM)
dilakukan dengan metode Autoregressive Distributed Lag (ADL) dengan cara
memasukkan variabel kelambanan dalam model. Secara umum dapat dituliskan
sebagai berikut. (Thomas, 1997; Isnowati, 2003)
Δyt = lagged (Δy, Δx) – λut-1 + εt 0<λ<1
.......................................................................................................................................... (30)
Hasil Uji derajat integrasi diatas menunjukan bahwa semua variable dari data
asli yang tidak stasioner pada level telah dilakukan uji akar-akar unit pada first
difference telah mencapai Stasioneritas. Variable Rasio D/GDP(Domestik),LCPI_ID,
LEER, LGDP_REAL, LM1 dan LM2. dari hasil uji derajat integrasi telah mencapai
keadaan stasioner dengan uji akar-akar unit pada first difference karena nilai test
statistiknya signifikan pada critical value 10%.
2. Analisis Jangka Pendek dengan Menggunakan ECM (Error Correction Model)
Hasil estimasi dinamis menunjukan bahwa model ECM yang digunakan telah
sesuai dengan kriteria sebagai model estimasi. Dimana Residual dari regresi ECM
(RESID01(-1)) sebesar -1.21752 (yang menunjukan speed of adjustment) bersifat
negatif dengan nilai probabilitas (F-Statistik) berada dibawah α= 0,05 sehingga
signifikan.
Tabel 2 Analisis Estimasi Dependent Variable Dengan Metode ECM
Error Correction Model
Nilai koefisien regresi ECT (error correction term) yang sekaligus juga
menunjukkan kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) nilai tukar Rupiah
menuju ke keseimbangan dengan nilai sebesar -1.21752 artinya bahwa sekitar
121,752 % ketidaksesuaian antara Effective Exchange Rate Rupiah aktual (actual)
dengan Effective Exchange Rate yang diinginkan (desired) akan dieliminasi dalam satu
kuartal.
Dalam jangka pendek, variabel yang berpengaruh terhadap nilai tukar nominal
efektif Rupiah adalah variabel indeks harga impor, jumlah uang beredar (M1 riil) dan
hutang domestik (obligasi). Variabel indeks harga impor (log p_impor) dalam jangka
pendek berpengaruh negatif dan signifikan. Variabel tersebut menunjukkan
perubahan kenaikan tingkat harga satuan Impor sebesar satu persen selama satu
periode akan menyebabkan depresiasi mata uang rupiah sebesar 0,357883 (35%).
Kenaikan harga impor akan meningkatkan permintaan terhadap mata uang negara
mitra dagang, sehingga nilai tukar nominal Rupiah akan terdepresiasi.
Coefficient
Variable
Jangka Pendek Jangka Panjang
C -0.01697 -12.96232
D(LP) 0.597302 0.226932
D(LP_IMPORT,2) -0.357883** -0.505038**
D(LM1) 0.237852** 0.216142**
D(I_SBI) -0.005469 0.003781
D(LGDP_REAL,2) 0.191216 0.336733**
D(I_TB) 0.001376 0.007128
D(G_GDP) -8.02E-05 -0.286501
D(DEFICIT_GDP) 0.324419 0.141736
D(DEBT_DOM_GDP,2) -20.28094 -20.28925**
D(DEBT_FOREIGN_GDP) 0.690054*** 1.50454*
DUM 0.005054 0.055288**
RESID01(-1) -1.21752
*) signifikan pada α 1%; **) signifikan pada α 5%; ***) signifikan pada α 10%
Koefisien GDP riil bernilai negatif dan signifikan. Artinya dalam jangka
panjang, kenaikan GDP Indonesia akan berdampak pada depresiasi nilai tukar efektif
Rupiah. Sesuai dengan model Mundell Fleming, kenaikan GDP akan meningkatkan
permintaan impor. Peningkatan permintaan impor akan meningkatkan permintaan
terhadap mata uang mitra dagang, sehingga nilai tukar efektif Rupiah dalam jangka
panjang akan terdepresiasi.
Dapat kita lihat sementara dari hasil ECM bahwa ,hanya nilai Error Correction
Term dan lag dependent variable yang bersifat signifikan secara statistik. Hasil ini
menunjukan bahwa dalam jangka panjang EER bersifat independen terhadap
defisit,dan nilai exchange rate real dan dummy. Hal yang berbeda dari jangka panjang
adalah efek dummy terhadap EER bersifat positif signifikan. Hal ini menunjukan
dalam jangka pendek ketika terjadinya krisis investor lebih cenderung tidak
melakukan kegiatan yang beresiko sehingga tetap menyimpan asetnya di luar negeri.
6. Simpulan
Daftar Pustaka
Ahmad, Muhammad Javed. 2012. “Domestic Debt and Inflationary Effects : An
Evidence from Pakistan” 2 (18): 256–63.
Dornbusch, Rudiger. 1976. “Expectations and Exchange Rate Dynamics.” The Journal
of Political Economy. JSTOR, 1161–76.
Du, Hongwei, and Zhen Zhu. 2001. “The Effect of Exchange-Rate Risk on Exports:
Some Additional Empirical Evidence.” Journal of Economic Studies 28 (2). MCB UP
Ltd: 106–21.
Egwaikhide, Festus O, Louis N Chete, and Gabriel O Falokun. 1994. “Exchange Rate
Depreciation, Budget Deficit and Inflation: The Nigerian Experience.” AERC.
Engle, Robert F, and Clive W J Granger. 1987. “Co-Integration and Error Correction:
Representation, Estimation, and Testing.” Econometrica: Journal of the
Econometric Society. JSTOR, 251–76.
Evans, John Sidney. 1992. International Finance: A Markets Approach. Dryden Pr.
Frenkel, Jacob A. 1976. “A Monetary Approach to the Exchange Rate: Doctrinal
Aspects and Empirical Evidence.” The Scandinavian Journal of Economics. JSTOR,
200–224.
Frenkel, Jacob A. 1979. “International Reserves: Adjustment Dynamics.” Economics
Letters 4 (3). Elsevier: 267–70.
Gujarati, Damodar N. 2003. “Basic Econometrics. 4th.” New York: McGraw-Hill.
Johansen, Søren. 1988. “Statistical Analysis of Cointegration Vectors.” Journal of
Economic Dynamics and Control 12 (2). Elsevier: 231–54.
Kia, Amir. 2006a. “Deficits, Debt Financing, Monetary Policy and Inflation in
Developing Countries: Internal or External Factors?: Evidence from Iran, Turkey
and Egypt.” Journal of Asian Economics 17 (5). Elsevier: 879–903.
Kia, Amir. 2006b. “Money, Deficits, Debts and Inflation in Emerging Countries:
Evidence from Turkey.” The Global Review of Accounting and Finance 1 (1): 136–
51.
Klau, Marc, and San Sau Fung. 2006. “The New BIS Effective Exchange Rate Indices.”
BIS Quarterly Review, March.
MacDonald, Ronald, and Mark P Taylor. 1991. “The Monetary Approach to the
Exchange Rate: Long-Run Relationships and Coefficient Restrictions.” Economics
Letters 37 (2). Elsevier: 179–85.
Sargent, Thomas J, and Neil Wallace. 1981. “Some Unpleasant Monetarist Arithmetic.”
Federal Reserve Bank of Minneapolis Quarterly Review 5 (3): 1–17.
Turner, Philip, and Jozef Van’t Dack. 1993. Measuring International Price and Cost
Competitiveness. Bank for International Settlements, Monetary and Economic
Department.
Wilson, Ian. 2009. “The Monetary Approach to Exchange Rates: A Brief Review and
Empirical Investigation of Debt, Deficit, and Debt Management: Evidence from
the United States.” The Journal of Business Inquiry 8 (1): 83–99.
Zivot, Eric, and Donald W K Andrews. 2002. “Further Evidence on the Great Crash, the
Oil-Price Shock, and the Unit-Root Hypothesis.” Journal of Business & Economic
Statistics 20 (1). Taylor & Francis: 25–44.