Anda di halaman 1dari 7

Nama : Sriayu Handayani

Kelas :F

NIM : 1914201295 B

Makul : Keperawatan Kritis

Dosen : Sri Dewi Siregar

1. Fokus Pengkajian untuk Keperawatan Kritis adalah sebagai berikut :


a. Pengumpulan data
adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan tahap
awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terumpul, didapatkan
data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar
tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan,
merencanakan asuhan keperawatan, serta tindaan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah klien. Menurut Nursalam (2002).
b. Klasifikasi data
Merupakan mengelompokkan data yang sudah didapatkan dari pengumpulan data.
Pertama yaitu sistem tubuh antara lain, sistem rangka yaitu untuk bergerak,
tempat melekatnya otot, melindungi organ-organ dalam, menopang dan
memberikan bentuk tubuh. Sistem otot,sistem peredaran darah, sistem
pencernaan, sistem endokrin, sistem saraf, sistem pernafasan, sistem kekebalan
tubuh, sistem limfatik, sistem eksresi,sistem urinaria, sistem indra, dan sistem
reproduksi.
c. Validasi data
Merupakan perbandingan data dengan sumber lain untuk menentukan
keakuratan dalam suatu data. Jadi sebelum perawat menganalisis, dan
merumuskan data yang sudah didapatkan, perawat harus memvaidasikan
informasi tersebut terlebih dahulu guna menghindari kesimpulan yang salah.
Validasi memberikan kesempatan untuk mengumpulkan data pengkajian
yang lebih banyak karena hal tersebut melibatkan klarifikasi data yang
tidak jelas atau meragukan.
d. Perumusan masalah
Merupakan tahap terakhir dalam pengkajian proses keperawatan kritis yaitu
dengan menyimpulkan data yang sudah dilakukan dengan wawancara
,pemeriksaan fisik, dan lainnya. Yang terdiri dari actual, resiko, potensial,
sindrom, dan welnes.
2. 1) Poin a
Yang diderita pasien adalah penyakit :

 Bronkitis Kronis dan Emfisema

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai keadaan peningkatan sekresi mukus bronkial


menetap yang menyebabkan batuk kronis dan sputum mukoid. Emfisema adalah
pembesaran permanen ruang udara distal dari bronkiolus terminal, biasanya disertai
kerusakan parenkim paru. Kerusakan diyakini karena kerja enzim proteolitik yang
berlebihan akibat defisiensi enzim alfa1-antiprotease.

Gambaran bronkitis : awitan 20-30 tahun, baru terdiagnosis ± 50 tahun; etiologi karena
merokok, polusio udara, cuaca; sputum banyak sekali, dispnea lambat. Sedang
gambaran emfisema : awitan 30-40 tahun, baru terdiagnosis ± 60 tahun; etiologi karena
genetik, merokok, polusi udara; sputum sedikit, dispnea relatif dini.

Dari gambaran di atas, maka keadaan berbeda dengan pasien. Pasien baru berumur 20
tahun, batuk baru 3 hari, dan sudah terasa sesak. Oleh karena itu COPD sebagaipenyakit
pasien dapat disingkirkan. Kemungkinan terdekat adalah asma. Hal ini didukung pula
oleh riwayat pasien, dimana sebelum terjadi keluhan, pasien terpapar oleh debu saat
membersihkan rak buku.

 Asma dan COPD

COPD terkait dengan 2 keadaan patologis berbeda, yaitu bronkitis kronis dan emfisema.

2) Poin b
Mekanisme batuk dan sesak nafas adalah sebagai berikut :
 Mekanisme
Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai refleks pertahanan
diri, batuk dipengaruhi oleh jalur sarad aferen dan eferen. Batuk diawali dengan
inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma, dan
kontraksi otot melawan glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan
positif pada intratoraks yang menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis
terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas dan udara luar
bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan aliran udara yang
melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan ”menyapu” sekret dan benda asing
yang ada di saluran napas. (Ikawati, 2008)

3) Poin c
Mekanisme gejala yang ada di skenario dan penatalaksanaan
 Gejala/Etiologi
 Iritan : Iritan yang masuk melalui inhalasi akan merangsang reseptor
batuk. Reseptor batuk ada di laring sampai bronkus. Sedangkan pada
bronkiolus dan bagian distal darinya sudah tidak ditemukan lagi.
 Inflamasi : Pada inflamasi reseptor batuk akan lebih mudah tersensitisasi
oleh iritan, sehingga lebih mudah terjadi batuk.
 Konstriksi.
 Kompresi
(Ikawati, 2008)

Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :

 Faktor psikis.
 Peningkatan kerja pernapasan.
- Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis
metabolik).
- Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan
elastis dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).
 Otot pernapasan yang abnormal.
- Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).
- Fungsi mekanis otot berkurang.

Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain :
 Oksigenasi jaringan menurun.
 Kebutuhan oksigen meningkat.
 Kerja pernapasan meningkat.
 Rangsangan pada sistem saraf pusat.
 Penyakit neuromuskuler.

 Penatalaksanaan
Untuk batuk akut dan sub akut yang umum biasanya bisa sembuh dengan
sendirinya tanpa terapi farmakologi. Selain itu untuk pencegahan bisa dengan
menghindari pemicu batuk. Untuk terapi farmakologi kita bisa menggunakan :
 Antitusif : Bekerja dengan menekan reseptor batuk.
 Ekspektoran : Ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan
pengeluaran dahak.
 Mukolitik : Bekerja menurunkan viskositas mukus, sehingga
memudahkan ekspektorasi.
(Ikawati, 2008)

4) Poin d
Diagnosa Keperawatan dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif di tandai dengan batuk berdahak dan sesak nafas
b. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi paru
c. Peningkatan pola nafas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru

5) Poin e
Tindakan keperawatan Kritis pada kasus ini adalah sebagai berikut :

Pada kasus didapatkan perempuan berumur 20 tahun dengan keluhan batuk yang tidak
berkurang sejak 3 hari yang lalu. Mulai tadi pagi batuk menjadi berdahak, terasa sesak
napas, dan timbul demam. Maka dapat diketahui pada pasien terkumpul gejala-gejala
penyakit pernapasan dan inflamasi.

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Ini
adalah refleks normal untuk melindungi tubuh. Refleks batuk terdiri dari 5 komponen
utama : reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen, dan
efektor batuk. Reseptor batuk terdapat di larink, trakea, carina, dan daerah
percabangan bronkus. Pada dasarnya mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase : inspirasi,
kompresi, dan ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat.
Kemudian dimulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada
masa ini, tekanan di paru dan abdomen meningkat. Lalu secara aktif glotis membuka
dan berlangsung lah fase ekspirasi, udara terdorong keluar menimbulkan batuk. Batuk
dapat ditemukan pada penyakit paru obstruktif (COPD, asma, bronkiektasis), penyakit
paru restriktif, infeksi, tumor, dan lain-lain.

Dahak/ sputum diproduksi sel goblet dan epitel untuk mengikat kotoran/ benda asing
yang masuk ke dalam saluran napas agar lebih mudah dikeluarkan oleh silia. Produksi
dahak berlebih ditemukan pada penyakit paru obstruktif, infeksi, asma, dan lain
sebagainya.

Sesak napas/ dispnea merupakan gejala penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit
paru obstruktif dan restriktif, gangguan dinding dada, kecemasan. Pada penyakit
obstruktif, dispnea terjadi karena terhalangnya udara saat masuk ke dalam paru akibat
sempitnya jalan napas, begitu pun saat ekspirasi.

Pada kasus, pasien juga mengalami demam. Demam adalah salah satu tanda inflamasi
dan infeksi. Demam berfungsi untuk mengoptimalkan kerja sel darah putih untuk
menyingkirkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.

Bila hanya melihat gejala-gejala ini, semua penyakit yang disebutkan di atas memiliki
kemungkinan. Namun, saat dihubungkan dengan hasil pemeriksaan fisik yang berupa
wheezing, kemungkinan penyakit semakin sempit. Wheezing didapatkan pada asma,
COPD, dan penyakit jantung kongestif. Maka diambil 2 kemungkinan terdekat yaitu
asma dan COPD.

Meninjau riwayat penyakit keluarga, kakak pasien menderita penyakit paru kronik
dengan gambaran rontgen thorax menunjukan gambaran honeycomb appereance,
tetapi tidak pernah ditemukan wheezing. Dari ciri tersebut, kemungkinan kakak pasien
menderita bronkiektasis.

Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi/ pelebaran bronkus dan
bronkiolus. Timbul bila dinding bronkus melemah. Bahan-bahan purulen terkumpul
pada bagian yang melebar ini mengakibatkan infeksi yang menetap. Biasanya
bronkiektasis disebabkan oleh obstruksi bronkus jangka lama, penyakit fibrokistik pada
pankreas; infeksi berulang dan sebagai komplikasi campak, batuk rejan, influenza; atau
kelainan kongenital sindrom kartagener. Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai
gen resesif autosomal. Gambaran klinis uatam bronkiektasis adalah batuk kronik yang
jarang, sputum mukopurulen berbau busuk, hemoptisis, pada tingkat lanjut penumonia
rekuren, malnutrisi, jari tabuh.

Dari gambaran ini, disimpulkan bahwa penyakit pasien tidak ada hubungan genitas/
turunan dengan penyakit kakaknya. Dengan kata lain penyakit pasien berbeda dengan
penyakit kakaknya.

Tinggal 2 kemungkinan penyakit pasien : asma dan COPD. COPD terkait dengan 2
keadaan patologis berbeda, yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis kronis
didefinisikan sebagai keadaan peningkatan sekresi mukus bronkial menetap yang
menyebabkan batuk kronis dan sputum mukoid. Emfisema adalah pembesaran
permanen ruang udara distal dari bronkiolus terminal, biasanya disertai kerusakan
parenkim paru. Kerusakan diyakini karena kerja enzim proteolitik yang berlebihan
akibat defisiensi enzim alfa1-antiprotease.

Gambaran bronkitis : awitan 20-30 tahun, baru terdiagnosis ± 50 tahun; etiologi karena
merokok, polusio udara, cuaca; sputum banyak sekali, dispnea lambat. Sedang
gambaran emfisema : awitan 30-40 tahun, baru terdiagnosis ± 60 tahun; etiologi karena
genetik, merokok, polusi udara; sputum sedikit, dispnea relatif dini.

Dari gambaran di atas, maka keadaan berbeda dengan pasien. Pasien baru berumur 20
tahun, batuk baru 3 hari, dan sudah terasa sesak. Oleh karena itu COPD sebagaipenyakit
pasien dapat disingkirkan. Kemungkinan terdekat adalah asma. Hal ini didukung pula
oleh riwayat pasien, dimana sebelum terjadi keluhan, pasien terpapar oleh debu saat
membersihkan rak buku.
Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma :

pemicu (trigger) yang mengakibatkan bronkokontriksi, antara lain : perubahan suhu


dan cuaca, polusi udara, asap rokok, infeksi, emosi, olahraga.
penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan saluran napas (reaksi
hipersensitivitas), yaitu alergen seperti tepung sari, debu, jamur, kotoran binatang.

Pada kasus, debu adalah sebagai faktor pencetus. Selain itu, asma terjadi pada usia < 30
tahun. Berarti pasien menderita asma tipe ekstrinsik.

Saat antigen (dalam debu) terhirup, akan terjadi ikatan dengan IgE spesifik. Lalu IgE
akan berikatan pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel mastosit dan
basofil. Interaksi antigen berulang dengan IgE akan mengaktifkan sel bersangkutan dan
pelepasan berbagai mediator yang tersimpan dalam granula sitoplasma sel tersebut.
Manifestasi klinik berupa bronkokontriksi, sekresi dahak adalah disebabkan aksi
mediator tersebut.

Histamin berasal dari sintesis histidin dalam aparatus Golgi di sel mast dan basofil.
Histamin mempengaruhi saluran napas melalui tiga jenis reseptor. Rangsangan pada
reseptor H-1 akan menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks sensorik dan
meningkatkan permeabilitas vaskular serta epitel. Rangsangan reseptor H-2 akan
meningkatkan sekresi mukus glikoprotein. Rangsangan reseptor H-3 akan merangsang
saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat reseptor yang menyebabkan sekresi
histamin dari sel mast. Akhirnya, saluran napas menjadi menyempit sehingga timbulah
sesak napas dan wheezing.

Demam pada pasien kemungkinan disebabkan oleh infeksi sekunder. Ketika pasien
terpapar alergen dan menjadi batuk-batuk, daya tahan tubuh pasien menjadi melemah,
sehingga lebih mudah terkena infeksi. Ditambah lagi dalam keluarganya (kakak pasien)
menderita bronkiektasis dimana pada bronkiektasis terjadi infeksi menetap. Pasien
dapat tertular oleh kuman dari kakaknya.

Adapun pada kasus, dokter memberi 2 macam obat yang berbeda. Obat-obat tersebut
adalah jenis obat pelega atau bronkodilator untuk mengurangi sesak napas dan
antibiotik untuk mengobati infeksi.

Anda mungkin juga menyukai