Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CA


NASOFARING”
Diajukan untuk memenuhi tugas MK : KMB III.

Disusun Oleh :

1. Susi Natalia Kristanti (010501084)


2. Nunung Latifah (010501063)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NGUDI WALUYO

UNGARAN

2008

HALAMAN PERSETUJUAN
Makalah Keperawatan Medikal Bedah III dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Ca Nasofaring” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk
diseminarkan pada tanggal 26 Mei 2008.

Ungaran, 26 Mei 2008

Pembimbing

(Priyanto Skep.,Ns. )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam
5 besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher
menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada
nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi epitel skuamosa. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma
nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun
di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih
merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini
yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering
terlambat. Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang
dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup
tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang
dikombinasikan dengan radioterapi.
Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk
daratan Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan
angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk per tahun. Insidens karsinoma nasofaring
juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hong
Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens
yang terendah pada bangsa Kaukasian, Jepang dan India. Penderita karsinoma
nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 :
1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun ),
dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun. Di bagian THT RSUP. H. Adam Malik
Medan selama 5 tahun (1997-2001) didapatkan 42 orang penderita karsinoma
nasofaring yang mendapat radioterapi.
Diantara berbagai jenis kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan
salah satu jenis yang memiliki prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang
berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain. Ciri dari
karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor yang invasif, kesulitan mendeteksi
tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun demikian karsinoma nasofaring
juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.
Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras
mongoloid merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr
ditengarai juga mempunyai hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring.
Faktor lain yang diduga banyak berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.
Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan
radioterapi. Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut (locally advanced
disease) dimana bila hanya diterapi dengan pembedahan dan atau radioterapi
memiliki rekurensi mencapai 65%.
Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau
pembedahan dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah
dilakukan mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak
hanya pada kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk
tumor-tumor kepala leher. Kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah
pembedahan dan atau terapi radiasi. Pada dekade terakhir ini terapi
kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma nasofaring menunjukkan hasil yang
memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor. Pengertian kita mengenai mengenai
cara kerja dan syarat-syarat terapi radiasi dan kemoterapi dan pengaruhnya terhadap
tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi yang kita inginkan dapat
tercapai. Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian diagnosis, stadium
penderita dan pemilihan jenis terapi yang tepat.

B. Tujuan
1. TIU
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan ca nasofaring.
2. TIK
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu :
a. Memahami pengertian ca nasofaring
b. Memahami penyebab ca nasofaring
c. Memahami stadium ca nasofaring
d. Memahami manifestasi klinik ca nasofaring
e. Memahami patofisiologi ca nasofaring
f. Memahami pemeriksaan diagnostik ca nasofaring
g. Memahami penatalaksanaan ca nasofaring
h. Memahami komplikasi ca nasofaring

C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan di susunnya makalah asuhan
keperawatan pada klien Ca Nasofaring adalah kita dapat memahami setiap langkah
pemberian terapi pada pasien karsinoma nasofaring berdasarkan prinsip-prinsip
radioterapi dan kemoterapi, serta efeknya terhadap tubuh dan sel kanker, sehingga
pada akhirnya outcomenya adalah tingkat frekuensi penyakit yang rendah, Survival
rate yang meningkat tanpa mengesampingkan kualitas hidup pasien.

D. Sistematika Penulisan Makalah


1. Halaman judul
2. Halaman persetujuan dan dosen pengampu
3. BAB I : Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Manfaat
d. Sistematika penulisan makalah
4. BAB II : Tinjauan Pustaka
a. Konsep penyakit
a) Pengertian
b) Penyebab
c) Stadium
d) Manifestasi klinik
e) Patofisiologi
f) Pemeriksaan penunjang
g) Penatalaksanaan
h) Komplikasi
i) Pathway

b. Konsep keperawatan
a) Pengkajian
b) Diagnosa keperawatan
c) Tujuan dan kriteria hasil
d) Intervensi dan rasionalisasi

5. Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Karsinoma Nasofaring atau kanker tenggorok, merupakan keganasan tertinggi
di daerah leher dari bidang ilmu penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT)
(Suara Merdeka, 2004).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Merupakan tumor
daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Diagnosis dini
cukup sulit karena letaknya yang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak
daerah vital (Mansjoer, 1999).

B. Penyebab
1. Faktor Penyebab
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa
kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini
sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring. Mediator di bawah ini dianggap
berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :
 Benzopyrenen
 Benzoanthracene
 Gas kimia
 Asap industri
 Asap kayu
 Beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
5. Radang kronis daerah nasofaring
6. Profil HLA
Penyebabnya berasal dari epitel skuamosa pada daerah tenggorok bagian atas
(nasofaring). Sedang faktor predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang
letaknya sangat tersembunyi. Akibatnya sulit mendiagnosis penyakit ini pada
stadium dini, selain juga tanda ataupun gejalanya yang tidak khas.

2. Faktor Penyulit
Menurut Suara Merdeka, Senin 24 Mei 2004, Beberapa faktor penyulit yang
menegakkan diagnosis kanker tenggorok adalah :
a. Letak predileksinya yang tersembunyi
b. Faktor pasien, karena kurangnya penyebaran informasi kepada masyarakat
terhadap penyakit ini, sehingga gejala dini tidak diketahui.
c. Faktor sosial ekonomi, akibat tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan
penderita baru datang ke tempat-tempat pengobatan setelah gejala itu benar-
benar mengganggu.
d. Faktor penyakitnya sendiri
Ketika masih dini sering tidak menimbulkan keluhan yang mengganggu
sehingga penderita tidak datang berobat. Sulitnya menegakan diagnosis dini
sementara hasil biopsi sering negatif meskipun telah dilakukan berulang kali
pada daerah yang dicurigai.
e. Faktor dokter, akibat kurangnya kewaspadaan terhadap gejala dini dan sarana
alat untuk menegakkan diagnosis dini penyakit tersebut

C. Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional


N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral,
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh


M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan:


Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M12

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging


dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf kranial (atau
keduanya)

D. Manifestasi klinik
1. Gejala Dini
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu :
a) Gejala telinga : rasa penuh pada telinga, tidak nyaman sampai nyeri di telinga,
tinitus, gangguan pendengaran
b) Gejala hidung : epistaksis ringan, pilek atau hidung tersumbat
c) Gejala mata dan saraf : diplopia, gerakan bola mata terbatas, parestesia daerah
pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu
dan sering tersedak
d) Gejala atau metastasis di leher, berupa benolan di leher

2. Gejala lanjut
a) Limfadenopati servikal
b) Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
c) Gejala akibat metastase jauh

3. Tanda ataupun gejala


Suara Merdeka, 2004 menyebutkan bahwa tanda ataupun gejala dini kanker
tenggorok dapat diketahui dengan :
a. Terdapatnya benjolan pada daerah leher.
b. Sebelumnya penderita merasakan adanya
 Lendir di belakang hidung terus-menerus yang tidak bisa dikeluarkan
 Rasa penuh di telinga
 Telinga berdenging/gembrebeg
 Adanya radang pada telinga tengah (conge'an) sampai dengan terjadinya
robekan gendang telinga tanpa sebab yang jelas, dan tidak sembuh dengan
pengobatan serta terjadi berulang-ulang. Hal ini karena adanya tumor pada
daerah tenggorok bagian atas (nasofaring) menutupi saluran yang menuju
ke liang telinga tengah (Tuba Eustachii).
c. Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas ke rongga
hidung bagian belakang (Koana) dengan keluhan adanya hidung tersumbat
ataupun mimisan bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi.
d. Keluhan pada tenggorok merupakan gangguan bicara, bernapas dan menelan
dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena mendesak ke rongga
tenggorok.
e. Sementara keluhan pengelihatan dobel, karena tumor sudah meluas ke dasar
tengkorak sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot
penggerak bola mata, dan mata menjadi juling.
f. Adanya gejala neurologi pada syaraf kranial seperti nyeri kepala dan nyeri di
sekitar wajah juga sering dijumpai pada penderita kanker tenggorok akibat dari
penekanan tumor pada syaraf di sekitar kepala.

Kedua keluhan ini (mata juling dan nyeri kepala) sering membawa penderita
salah datang berobat ke dokter spesialis yang bukan bidangnya. Apabila sudah
sampai stadium lanjut, kanker tenggorok ini dapat menyebar ke mana-mana antara
lain :
1. Tulang, penderita akan mengeluh adanya nyeri-nyeri pada tulang tangan ataupun
kaki.
2. Paru, penderita akan mengeluh sesak napas
3. Hati, penderita akan tampak kekuningan pada mata dan pada warna kulit
penderita, kadang juga terjadi perut buncit.

E. Patofisiologi
Nasofaring merupakan daerah tersembunyi, terletak dibelakang hidung,
berbentuk kubus. Daerah ini sulit dilihat dan dirasakan sehingga secara klinis disebut
sebagai daerah gelap di pertengahan dasar tengkorak. Bagian depan nasofaring
berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak
dan baian bawah merupakan langit-angit dan rongga muut. Nasofaring dilapisis
epitel skuamosa berbentuk gepeng. Kanker ini menyerang lapisan tersebut.
Pertumbuhan kanker nasofaring dapat melalui 3 bentuk. Pertama bentuk ulkus,
terbanyak dijumpia didinding posterior nasofaring atau fossa rossenmullar yang lebih
dalam dan sebagian kecil di dinding lateral. Biasanya lesi kecil tumbuh progresif
infiltratif meluas pada jaringan sekitarnya antara lain bagian lateral atau ke atap
nasofaring dan tulang basis kranium merusak fenomena dan kemudian meluas pada
fossa cerebralis tengah melibatkan beberapa saraf kranium (II, III, IV, V, VI) yang
menimbulkan gangguan neurologik. Yang kedua bentuk nodul, terbanyak muncul
pada area tubaeusthacius dan infiltrasi pada sekitar tuba diikuti obliterasi yang
menimbulkan gangguan pendengaran. Tumor meluas pada petrosspoindal dan
tumbuh di beberapa saraf karanial namun tidak menimbulkan gangguan neurologik.
Pada stadium lebih lanjut tumor meluas pada fosa cerebral tengah dan merusak
tulang basis kranii atau meluas ke daerah orbital mealui fissura orbital inferior dan
mungkininvasi pada sisi maxilaris melalui os. Ethmoid. Yang ketiga bentuk eksofilik,
Biasanya polipoid non-ulseratif, muncul pada bagian atap mengisi cavum nasofaring
dan mendorong palatum mole meluas ke cavum nasi yang menimbulkan
penyumbatan pada hidung. Metastase kanker nasofaring sebagian menyebar secara
limfogen di mulai pada kelenjar getah bening basis kranii kemudian ke rantai jugular
dan terutama pada kelenjar getah bening di belakang strenokleidomastoideus
submastoid. Apabila sudah stadium lanjut kanker tenggorok ini dapat menyebar
kemana-mana antar lain tulang, paru dan hati.

F. Pemeriksaan diagnostik
Menurut dr. sulistiawan/ dr. ayu trisna dalam Bali Post. Pemeriksaan diagnostic Ca
nasofaring berupa :
1. Rinoskopi posterior dengan menggunakan cermin
Cermin dihangatkan, biasanya diatas suatu lampu alcohol sehingga pada saat
pasien bernapas tidak berkabut dan mengaburkan pandangan. Pemeriksa
memeriksa suhu cermin dengan menempelkan pada punggung tangan sebelum
memasukkan ke dalam mulut pasien. Lidah ditekan seperti pada pemeriksaan
faring dan cermin ditempatkan dalam faring. Sepertiga posterior lidah sebaiknya
tidak boleh tersenuh untuk mengurangi kemungkinan rangsangan reflek muntah.
Dinding faring posterior kurang sensitive dibandingkan lidah dan palatum mole
paling tidak tidak sensitive. Sementara cermin di dalam orofaring, pasien di
beritahu, “pikirkan untuk bernapas melalui hidung”. Palatum mole akan turun dan
nasofaring dapat diteliti dengan cermin.
2. Endoskopi hidung
Alat ini mirip teleskop yang dapat memperbesar bayangan nasofaring.
Dimasukkan lewat hidung setelah daerah tersebut dianestesi. Nasofaring dapt
langsung dilihat lewat mulut dengan cara menarik palatum mole. Untuk keperluan
ini tersedia beberapa alat mekanis. Suatu cara yang mudah yaitu dengan
memasukkan suatu kateter lunak melalui hidung sampai terlihat di dalam faring.
Suatu hemostat digunakan untuk, mengambil dan menarik ujung kateter tersebut
keluar dari mulut. Tarikan pelan pada kedua ujung kateter akan menarik palatum
mole dan memungkinkan pemandangan langsung nasofaring.anestesi topical yang
memadai harus dgunakan selama tindakan ini. Dalam banyak hal, endoskopi 90%
lebih menguntungkan karena dapat melihat nasofaring pada stadium awal dengan
menilai adanya bentukan peninggian asimetri yang ringan. Karena kegunaannya
yang dapat memeriksa nasofaring secara lebih teliti dan lebih rinci, alat ini sangat
berguna dalam deteksi dini pada lapisan mukosa di daerah endemik dan berfungsi
dalam deteksi dini suatu kekambuhan.
3. Biopsi nasofaring
Dapat dilakukan dengan lokal anestesi maupun anestesi umum. Biopsi harus
dilakukan secara ''avoe.''
4. Patologi jaringan biopsi oleh seorang ahli patologi anatomi.
5. Pemeriksaan serologis
Diperkenalkan saat ini sebagai salah satu cara untuk deteksi dini kanker
nasofaring. Dengan masuknya virus ke dalam sel manusia, badan akan
membentuk suatu reaksi imunologi atau kekebalan tubuh terhadap antigen-antigen
yang ada di dalam virus.

Penyelidikan reaksi imunologi terhadap antigen virus Epstein Barr ini telah
berhasil mengindentifikasi beberapa antigen khusus yang dijumpai pada
karsinoma nasofaring.
1. Antibodi Ig G dan Ig A terhadap Viral Capsid Antigen (VCA). Sampai saat ini,
pemeriksaan titer Ig A - VCA dianggap yang paling spesifik dan sensitif untuk
diagnosa dini kanker nasofaring. Uji ini juga dianggap metode pilihan untuk
keadaan occolt primary yaitu keadaan ditemukannya kelainan berupa
pembesaran kelenjar servikal atau destruksi dasar tengkorak atau kelumpuhan
saraf otak tanpa adanya tumor di nasofaring.
2. Ig G anti Farly Antigen (FA). Untuk deteksi dini kanker nasofaring, uji ini
kurang sensitif jika dibandingkan dengan Ig A - VCA.
3. Antibody Dependent Cellular Cytotoxicty (ADCC). Pemeriksaan ADCC dapat
menentukan perjalanan penyakit serta prognosis berdasarkan tinggi rendahnya
titer pada waktu diagnosis.

Sebagai sarana diagnosis dini, uji Ig A-VCA merupakan uji yang paling
sensitif untuk deteksi dini kanker nasofaring, namun dianjurkan untuk melakukan
kombinasi dengan Ig G - EA supaya lebih spesifik dan sensitif. Untuk diagnosa pasti
kanker nasofaring, memang tetap harus dilakukan biopsi serta pemeriksaan patologi-
anatomi, sedangkan pemeriksaan serologi sebagai salah satu petunjuk deteksi dini
kanker nasofaring.

G. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma
nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau
pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher
radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik
dan serologi.2,3,8-12 Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang
dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring
yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat
diberikan imunoterapi.

H. Komplikasi
Komplikasi radioterapi
1. Komplikasi dini, Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah
radioterapi, seperti :
 Xerostomia - Mual-muntah
 Mukositis - Anoreksi
 Dermatitis
 Eritema
2. Komplikasi lanjut, Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti:
Kontraktur, Gangguan pertumbuhan
I. Pathway

Ikan asin Zat karsinogenik

↑ zat nitrosamin Mengiritasi epitel


squamosa gepeng
Aktivasi virus
Epstein Barr

Infeksi pada nasofaring

Menyerang epitel
squamosa gepeng
Memicu proliferasi sel

Proliferasi sel epitel


squamosa gepeng
(bersifat ganas)

Ca Nasofaring

Bentuk ulkus Eksofilik

Tumbuh pada Meluas pd fossa Tumbuh pada Mengisi cavum


fossa rossenmuler cerebralis area euathacius nasofaring

Mempengaruhi Infiltrasi
saraf cranium sekitar tuba

Obliterasi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CA NASOFARING

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan
 Riwayat individu
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadap lingkungan karsinogen, penyakit
paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut
dan fibrosis pada jaringan paru.
 Riwayat keturunan atau ras
 Riwayat pekerjaan
2. Pemeriksaan fisik pada pernapasan
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi
kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi
sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan
berulang, nyeri dada karena penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila
tumor mengganggu dinding paru, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
3. Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea
karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan
4. Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vena cava)
Tanda : Takikardi, jari tabuh
5. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut, takut hasil pembedahan
Tanda : Menolak keganasan
6. Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, nyeri bahu tangan, nyeri tulang sendi, nyeri abdomen hilang
timbul
7. Pernafasan
Gejala : Batuk ringan/perubahan pola batuk dari biasanya, nafas pendek, bekerja
terpasang polutan, debu industri, serak (paralisis pita suara), riwayat
merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan bekerja, peningkatan premitus taktil, krekels
pada pada inspirasi atau ekspirasi, mengi menetap, penyimpangan
trahkeal.
8. Keamanan
Deman, kemerahan, kulit pucat.
9. Seksualitas
Ginekomastia, (ca sel besar), amenore/impoten
10. Penyuluhan/pembelajaran
Faktor resiko kanker pada keluarga, TB paru
11. Nutrisi /cairan
Penurunan BB, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, kesulitan
menelan, haus, kurus, kerempeng, edema wajah, glukosa dalam urine.
12. Diare hilang timbul, peningkatan frekwensi bak/ jumlah urine.
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia
13. Psikososial
Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan.
14. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, takipnea
15. Tentukan symptom
16. Pemeriksaan mata dan syaraf
17. Kaji kebiasaan diet buruk
18. Seringnya individu mengkonsumsi ikan asin
19. Life style
20. Sosial ekonomi
21. Kaji nyeri
22. Menentukan sistem TNM
Berdasarkan :
TNM INTERPETASI
T Tumor primer
T1 Tumor terbatas pada nasofaring
T2 Tumor meluas pada fasa nasalis, orofaring/otot/syaraf di bawah tulang
basis kranii
T3 Tumor meluas pada organ
T3A Melibatkan tulang di bawah tulang basis kranii termasuk dasar sinus
speinoidalis
T3B Melibatkan tulang basis kranii
T3C Melibatkan syaraf cranial
T3D Melibatkan orbita, laringorofaring, ataupun infratemporalis
N Pembesaran KGB (kelenjar getah bening)
N0 KGB di leher tidak teraba
N1 Pembesaran KGB di daerah proksimal, yaitu daerah di atas garis yang
menghubungkan lekukan dengan penonjolan laring
N2 Pembesaran KGB di daerah antara lekukan sengan fosa klavikularis
N3 Pembagian KGB di daerah bagian atas klavikula
M Metastasis pada organ jauh
M0 Tidak ada metastasis pada organ lain
M1 Ada metastasis jauh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan dinding tuba, penekanan tulang.
2. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan indra pendengaran dan penglihatan.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake nutrisi tidak
adekuat.
4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
5. Syok hipovolemik b/d perdarahan berlebih
6. Gangguan body image b/d pembesaran leher, kebotakan (anoloplesia)
7. Kerusakan integritas kulit b/d efek medikasi
8. Resti infeksi b/d penurunan imunitas total
9. Resti kurang volume cairan b/d mual.muntah
10. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d insisi
11. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan secret pada jalan nafas
12. Intoleransi aktivitas b/d penurunan fungsi organ
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan Mendiri :
nyeri b/d penekanan keperawatan diharapkan rasa nyeri  Tentukan riwayat nyeri, misalnya  Inforasi memberikan data
dinding tuba, penekanan klien hilang atau berkurang lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dasar untuk mengevaluasi
tulang dengan kriteria hasil : dan intensitas (skala 0-10), dan kebutuhan/keefektifan
 Melaporkan penghilangan tindakan penghilang yang intervensi.
nyeri maksimal/control dengan digunakan.
pengaruh minimal.  Evaluasi/sadari terapi tertentu  Ketidaknyamanan rentang
 Mengikuti aturan farmakologis mis, Pembedahan, radiasi luas adalah umum (mis,
yang ditentukan kemoterapi, bioterapi. Ajarkan nyeri insisi, kulit terbakar,
 Mendemonstrasikan pasien atau orang terdekat apa nyeri punggung bawah,
penggunaan ketrampilan yang diajarkan. sakit kepala), tergantung
relaksasi dan aktivitas hiburan pada prosedur yang
sesusai indikasi untuk situasi digunakan.
individu  Berikan tindakan kenyamanan  Meningkatkan relaksasi
dasar (mis, reposisi, gosokan dan membantu
punggung) dan aktivitas hiburan memfokuskan kembali
(mis, music, televisi) perhatian.
 Dorong penggunaan ketrampilan  Memungkinkan pasien
manajemen (mis, tehnik untuk berpartisipasi secara
relaksasi) aktif dan meningkatkan
rasa control.

Kolaborasi :  Rencana terorganisasi


 Kembangkan rencana manajemen mengembangkan
nyeri dengan pasien/dokter. kesempatan untuk control
nyeri.
 Nyeri adalah komplikasi
 Berikan analgesic sesuai indikasi sering dari kanker,
meskipun respon
individual berbeda.
2 Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
sensori b/d gangguan keperawatan diharapkan : masalah  Kaji derajat sensori atau  Karena keterlibatan otak
indra pendengaran dan klien dapat teratasi, dengan kriteria gangguan depresi dan bagaimana biasanya global, yaitu
penglihatan hasil : hal tersebut mempengaruhi dalam presentase yang
 mendemonstrasikan respon individu yang termasuk kecil mungkin
yang meningkat/sesuai dengan didalamnya adalah penurunan memperlihatkan masalah
stimulasi. penglihatan/pendengaran. yang bersifst asimetrik
yang menyebabkan pasien
kehilangan kemampuan
pada salah satu sisi
tubuhnya (gengguan
uniteral)
 Anjurkan untuk menggunakan  Dapat meningkatkan
kaca mata atau alat bantu masukan sensori,
pendengara sesuai keperluan. membatasi atau
menurunkan kesalahan
interpretasi stimulasi.
 Berikan lingkungan tenang dan  Membantu untuk
tidak kacau jika diperlukan menghindarkan masukan
seperti musik yang lembut, sensori
gambar/dinding cat sederhana. penglihatan/pendengaran
yang berlebihan dengan
mengutamakan kualitas
yang tenang, konsisten
 Libatkan aktivitas dengan yang  Memberikan kesempatan
lain sesuai indikasi dengan terhadap stimulasi
keadaan tertentu, seperti satu partisipasi dengan orang
kesatu pengunjung. lain mungkin dapat
mempertahankan
beberapa tingkatan dari
interaksi sosial.
3 Gangguan keseimbangan Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan klien  Pantau masukan makanan setiap  Mengidentifikasi
kebutuhan b/d intake mendapat intake nutrisi yang hari. kekuatan/defesiensi
nutrisi tidak adekuat. adekuat, dengan kriteria hasil : nutrisi.
 Mendemonatrasikan berat  Ukur tinggi, berat badan, dan  Membantu dalam
badan stabil ketebalan lipatan kulit trisep (atau mengidentifikasi
 Pengungkapan pengaruh pengukuran antopometrik lain malnutrisi protein kalori
individu pada masukan adekuat sesuai indikasi) khususnya bila berat
 Berpartisipasi dalam intervensi badan dan pengukuran
spesifik untuk merangsang antopometrik kurang dari
nafsu makan/peningktan normal.
masukan diet.  Dorong pasien untuk makan diet  Kebutuhan jaringan
tinggi kalori kaya nutrient, metabolic ditingkatkan
dengan masukan cairan adekuat. begitu juga cairan (untuk
Dorong penggunaan suplemen menghilangkan produk
dan makanan sering/lebih sedikit sisa). Suplemen dapat
yang dibagi-bagi selama sehari memainkan peran penting
dalam mempertahankan
masukan kalori dan
protein adekuat.
 Nilai diet sebelumnya dan segera  Keefektifan panilaian diet
setelah pengobatan. Berikan sangat individual dalam
cairan 1 jam sebelum atau 1 jam penghilangan mual pasca
setelah makan. terapi.
 Control faktor lingkungan (mis,  Dapat mentriger respon
bau kuat tidak sedap atau mual/muntah
kebisingan) hindari terlalu manis,
berlemak atau makana pedas.

Kolaborasi :
 Tinjau ulang pemeriksaan  Membantu
laboratorium sesuai indikasi mis, mengidentifikasi derajat
jumlah limfosit total, tranferin keseimbangan
serum adan albumin. biokimia/malnutrisi dan
mempengaruhi pilihan
intervensi diet.
 Berikan obat-obat sesuai indikasi:  Kebanyakan anti emetic
 - fenotiazin mis, proklorperazin bekerja untuk
(Compazine), mempengaruhi stimulasi
tietilperazin(Torecan) kemoreseptor metriger
agen zona juga bertindak
secara perifer untuk
menghambat peristaltic
balik
4 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
b/d penurunan ekspansi keperawatan diharapkan pola  Pertahankan jalan udara pasien  Mencegah obstruksi jalan
paru napas klien efektif, dengan kriteria dengan memiringkan kepala, napas
hasil : hiperekstensi rahang, aliran udara
 Menetapkan pola napas yang faringeal oral.
normal/efektif dan babas dari  Auskultasi suara napas  Kurangnya suara napas
sianosis atau tanda-tanda adalah indikasi adanya
hipoksia lainnya. obstruksi oleh mucus atau
lidah dan dapat dibenahi
dengan mengubah posisi
ataupun penghisapan.
Berkurangnya suara
pernapasan diperkiran
telah terjadi atelektasis.
 Observasi frekuensi dan  Dilakukan untuk
kedalaman pernapasan pemakaian memastikan efektifitas
otot Bantu pernapasan, perluasan pernapasan sehingga
rongga dada, retreksi atau upaya untuk
pernapasan cuping hidung, warna memperbaikinya dapat
kulit dan aliran udara. segera dilakukan
 Pantau TTV secara terus-  Meningkatnya
menerus pernapasan, takikardia,
dan atau brakikardia
menunjukan terjadinya
hipoksia
 Letakkan pasien pada posisi  Elevasi kepala dan posisi
sesuai miring akan mencegah
terjadinya aspirasi dari
muntah, posisi yang benar
akan mendorong ventilasi
pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan
tekanan diafragma.
 Lakukan latihan gerak sesegera  Ventilasi dalm yang aktif
mungkin pada pasien yang reaktif membuka alveolus,
dan lanjutkan pada periode pasca mengeluarkan sekresi,
operasi. meningkat pengangkutan
oksigen, membuang gas
anastesi, batuk membantu
mengeluarkan sekresi dan
sistem pernapasan.
 Lakukan penghisapan lendir jika  Dilakukan tergantung
diperlukan. pada penyebab depresi
pernapasan atau jenis
pembedahan.
Kolaborasi :
 Berikan tambahan oksigen sesuai  Latihan pernapasan
indikasi maksimal akan
 Berikan/pertahankan alat bantu menurunkan terjadinya
pernapasan (ventilator) atelektasis dan infeksi
 Bantu dalam menggunakan alat
bantu pernapasan lainnya seperti
spirometer insentif, balon

5 Syok hipovolemik b/d Setelah dilakukan asuhan Mandiri :


perdarahan berlebih keperawatan diharapkan volume  Awasi masukan dan haluaran  Dokumentasi yang akurat
cairan klien adekuat, dengan akan membantu dalam
kriteria hasil : mengidentifikasi
 TTV stabil pengeluaran cairan
 Nadi teraba kebutuhan penggantian
 Haluaran urine dan berat jenis dan pilihan-pilihan yang
dalam keadaan batas normal mempengaruhi intervensi
 Timbang berat badab setiap hari  Mengukur keadaan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal
 Awasi TD dan frekuensi jantung  Perubahan dapat
menunjukkan efek
hipovolemia
(perdarahan/dehirasi)
 Evaluasi turgor kulit, pengisian  Indikasi umum status
kapiler , dan kondisi umum cairan/hidrasi
membrane mukosa
6 Gangguan body image Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
b/d pembesaran leher, keperawatan diharapkan persepsi  Kaji makna  Episode traumatic
kebotakan (anoloplesia) dan konsep diri klien meningkat, kehilangan/perubahan pada mengakibatkan perubahan
dengan kriteria hasil : pasien/orang terdekat tiba-tiba, diantisipasi,
 Menyatakan penerimaan situasi membuat perasaan
diri kehilangan pada
 Bicara dengan keluarga/orang kehilangan actual yang
terdekat tentang situasi, dirasakan
perubahan yang terjadi  Terima dan akui ekspresi frustasi,  Penerimaan perasaan
 Memasukan perubahan dalam ketergantungan, kemaraha. sebagai respon normal
konsep diri tanpa harga diri Perhatikan perilaku menarik diri terhadap apa yang terjadi
negative. dan penggunaan penyangkalan membantu perbaikan
 Susun pembatasan perilaku  Pasien dan orang terdekat
maladaptive (contoh cenderung menerima
manipulasi/agresif). krisis ini dengan cara
yang sama dimana mereka
telah mengalaminya
waktu lalu
 Bersikap realistis dan positif  Meningktakan
selama pengobatan pada kepercayaan dan
penyuluhan kesehatan, dan mengadakan hubungan
menyusun tujuan dalam antara pasien dan perawat
keterbatasan.
 Berikan harapan dalam parameter  Meningkatkan perilaku
situasi individu, jangan positif dan memberikan
memberikan keyakinan yang kesempatan untuk
salah menyusun tujuan dan
rencana untuk masa depan
berdasarkan realitas
 Berikan penguatan positif  Kata-kata penguatan dapat
terhadap kemajuan dan dorong mendukung terjadinya
usaha untuk mengikuti tujuan perilaku koping positif
rehabilitasi
 Dorong interaksi keluarga dan  Mempertahankan/membu
dengan timrehabilitasi ka garis komunikasi dan
memberikan dukungan
terus menerus pada pasien
dan keluarga
Kolaborasi :
 Rujuk ke terapi fisik atau  Membantu dalam
kejuruan, konsul kejuruan, dan odentifikasi cara/alat
konsul psikiatrik contoh klinik untuk
spesialis perawat psikiatrik meningkatkan/mempengar
pelayanan sosial, psikologi sesuai uhi kemandirian
kebutuhan
7 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
b/d efek medikasi keperawatan diharapakan klien  Beri penguatan pada balutan  Lindungi luka dari
dapat : awal/penggantin sesuai indikasi. perlukaan mekanis dan
 Mencapai penyembuhan luka Gunakan teknik aseptic yang kontaminasi
 Mendemontrasikan tingkah ketat
laku/teknik untuk  Secara hati-hati lepaskan perekat  Mengurangi resiko trauma
meningkatkan kesembuhan dan (sesuai arah pertumbuhan kulit dan gangguan pada
untuk mencegah komplikasi rambut) dan pembalut pada waktu luka
mengganti
 Gunakan sealant barier kulit  Menurunkan resiko
sebelum perekat jika diperlukan teruma kulit dan gangguan
pada luka
 Periksa tegangan balutan  Dapat menganggu atau
membendung sirkulasi
pada luka sekaligus
bagian distal dari
ekstremitas
 Periksa luka secara teratur. Catat  Pengenalan akan adanya
karakteristik dan integritas kulit kegagalan proses
penyembuhan
luka/berkembangnya
komlikasi secara dini
dapat mencegah terjadinya
kondisi yang serius.
 Menurutnya vairan
 Kaji jumlah dan karakterisrik menandakan adanya
luka proses penyembuhan,
apabila pengeluaran cairan
terus menerus atau adanya
eksudat yang bau
menunjukkan terjadinya
komplikasi
 Fasilitasi letak kantong
 Pertahankan ketepatan saluran dekat luka, menurunkan
pengeluaran cairan resiko terjadinya infeksi
dan kecelakaan secara
kimiawi pada
jaringan/kulit
 Meningkatkan
 Tinggikan daerah yang dioperasi pengembalian aliran vena
sesuai kebutuhan dan menurunkan
pembentukan edema.
 Menetralisasi tekanan
 Tekan area atau insisi abdominal pada luka, minimalkan
dan dada dengan menggunakan resiko terjadinya
bantal selama batuk atau bergerak rupture/dehisens
 Mencegah kontaminasi
 Ingatkan pasien untuk tidak luka
menyentuh luka  Membantu mengeringkan
 Biarkan terjadi kontak antara luka luka dan memfasilitasi
dengan udara sesegera mungkin proses penyembuhan.
atau tutup dengan kain kasa
tipis/bantalan telfa sesuai
kebutuhan  Menurunkan kontaminasi
 Bersihkan permukaan kulit kulit, membantu dalam
dengan menggunakan hydrogen membersihkan eksudat.
peroksida atau dengan air yang
mengalir dan sabun lunak setelah
daerah insisi ditutup
Kolaborasi :  Menurunkan
 Berikan es pada daerah luka jika pembentukan edema yang
dibutuhkan mungkin menyebabkan
tekanan yang tidak dapat
diidentifikasi pada luka
selama periode pasca
operasi tertentu
 Memberi pengencangan
 Gunakan korset pada abdominal tambahan pada insisi yang
jika dibutuhkan beresiko tinggi (mis, pada
pasien yang obesitas)
 Membuang jaringan
 Irigasi luka, bantu dengan nekrotik/luka eksudat
melakukan debdemen sesuai untuk meningkatkan
kebutuhan penyembuhan.
8 Resti infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
penurunan imunitas total keperawatan diharapkan klien :  Tempatkan pada ruangan khusus  Melindungi dari sumber
 Menunjukkan teknik perubahan potensial
pola hidup untuk meningkatkan  Berikan protokol untuk mencuci  Mencegah
keamanan lingkungan, tangan yang baik untuk semua kontaminasi/menurunkan
meningkatkan penyembuhan petugas dan pengunjung resiko infeksi
mukosa mulut  Awasi suhu  Hipertermia lanjut pada
 Tingkatkan kebersihan perianal beberapa tipe infeksi dan
 Berikan periode istirahat tanpa demam
gangguan  Cegah menggigil tingkatan  Mencegah stasi secret
 Dorong penigkatan masukan cairan, berikan mandi kompres pernapasan
makanan tinggi protein dan  Dorong sering mengubah posisi,  Intervensi dini penting
cairan napas dalam, batuk untuk mencegah
Hinder batasi prosedur invasive sepsis/septisemia pada
(contoh, tusukan jarum dan individu imunosupresi
injeksi) bila mungkin  Auskultasi bunyi napas,  Mencegah rasa terbakar
Kolaborasi : perhatikan gemercik, ronki
Awasi pemeriksaan laboratorium  Rawat pasien dengan lembut.  Mengindikasikan infeksi
Hitung darah lengkap, perhatikan lokal
apakah SDP turun tiba-tiba terjadi  Perhatikan linen kering/tidak  Ronggga mulut adalah
perubahan neutrofil kusut medium yang baik untuk
Kultur gram/sensitivitas pertumbuhan organisme
Berikan obat sesuai indikasi,  Inspeksi kulit untuk nyeri tekan  Meningkatkan kebersihan,
contoh antibiotic
menurunkan resiko abses
perianal, meningkatkan
sirkulasi dan
 Inspeksi membrane mukosa
penyembuhan
mulut
 Menghambat energi untuk
penyembuhan, regenerasi
 Tingkatkan kebersihan perianal
seluler
 Mendorong peningkatan
 Berikan periode istirahat tanpa antibodi dan mencegah
gangguan dehirasi
 Kulit robek dapat
 Dorong penigkatan masukan memberikan jalan masuk
makanan tinggi protein dan cairan patogenik
 Penurunan jumlah SDP
normal/matur dapat
diakibatkan oleh proses
penyakit atau kemoterapi,
melibatkan respon imun
dan peningkatan resiko
 Hinder batasi prosedur invansif tinggi infeksi
(contoh, tusukan jarum dan  Meyakinkan adanya
injeksi) bila mungkin infeksi,
mengidentifikasikan
organisme spesifik dan
Kolaborasi : terapi yang tepat.
 Awasi pemeriksaan laboratorium
SDP turun tiba-tiba terjadi  Dapat diberikan secara
perubahan neitrofil prolaktik atau mengobati
 Kultur gram/sensitifitas infeksi khusus
 Berikan obat sesuai indikasi,
antibiotic
9 Resti kurang volume Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
cairan b/d mual.muntah keperawatan diharapkan klien :  Ukur dan catat pemasukan dan  Dokumentasi yang akurat
 Mendemontrasikan pengeluaran akan membantu dalam
keseimbangan cairan yang mengidentifikasi
adekuat pengeluaran cairan
hemoragi
 Pantau sushu kulit, palpasi denyut  Kulit yang dingin atau
perifer lembab, denyut yang
lemah
mengidentifikasikan
penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan
untuk penggantian cairan
Kolaborasi : tambahan
 Berikan cairan parental, produksi  Gantikan kehiilangan
darah atau plasma ekspender cairab yang telah
sesuai petunjuk didokumentasikan
 Pemasukan oral
bergantung kepada
pengembalian fungsi
gastrointestinal
 Menghilangkan
 Berikan kembali pemasuukan mual/muntah, yang dapat
oral secara berangsur-angsur menyebabkan
ketidakseimbangan
 Berikan anti emetik sesuai kebutuhan penggantian
kebutuhan dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi
 Mungkin akan tejadi
 Kaji pengeluaran urinarius penurunan ataupun
terutama untuk tipe prosedur penghilangan setelah
operasi yang dilakukan prosedur pada sistem
genitorinarius dan struktur
yang berdekatan
 Wanita, pasien dengan
obesitas dan mereka yang
 Catat munculnya mual/muntah, memiliki resiko
riwayat pasien mabuk perjalanan mual/muntah yang lebih
tinggi pada masa pasca
operasi
 Perdarahan yang
berlebihan dapat mengacu
kepada hipovolemia atau
 Periksa pembalut, alat drein pada Flothane dan Ethrane yng
interval regular tidak memiliki efek
analgesic residual
 Sediakan informasi
mengenai kebutuhan
efektifitas intervensi
 Evaluasi rasa sakit secara regular
(misalnya setiap 2 jam x 120 catat  Perhatikan hal-hal yang
karakteristik, lokasi dan intensitas tidak diketahuindan / atau
(skala 0-10) persiapan inadekuat dapat
memperburuk persepsi
pasien akan rasa sakit
 Catat munculnya rasa  Dapat mengindikasikan
cemas/takut dan hubungkan rasa sakit akut dan
dengan lingkungan dan persiapan ketidaknyamanan
untuk prosedur  Ketidaknyamananan
 Kaji tanda-tanda vital, perhatikan mungkin disebabkan
takikardia, hipertensi dan diperburuk dengan
peningkatan pernapasan pemasukan
 Indikator hidrasi atau
volume sirkulasi
 Kaji penyebab ketidaknyamanan

 Pantau studi laboratorium


misalnya Hb, Ht

10 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan Mandiri :


nyeri b/d insisi keperawwatan diharapkan nyeri  Catat umur dan berat pasien,  Pendekatan pada
pasien hilang atau berkurang, masalah medis/psikologis yang manajemen rasa sakit
dengan kriteria : muncul kembali, sensitifitas pasca operasi didasarkan
 Mengatakan bahwa rasa sakit idiosionkratik analgesic dan pada faktor-faktor variasi
telah terkontrol dihilangkan. proses intraoperasi (misal multiple
 Tampak santai, dapat ukuran/lokasi, insisi penggantian
beristirahat dan ikut serta dalam saluran, zat-zat anastesi) yang
aktivitas sesuai kemampuan. digunakan
 Ulangi ulangan intraoperasi/ruang  Munculnya narkotik dan
penyembuhan untuk tipe anastesi droperidol pada sistem
dan medikasi yang diberikan dapat menyebabkan
sebelumnya prosedur operasi narkotik dimana pasien
dibius dengan penekanan
pada kateter indwelling
yang tidak tetap, selang
NG, jalur parental
 Lakukan reposisi sesuai petunjuk,  Mungkin mengurangi rasa
misalnya semi fowler; miring sakit dan mengurangi
sirkulasi
 Dorong penggunaan teknik  Lepaskan tegangan
relaksasi, misalnya latihan nafas emosional dan otot
dalam, bimbingan imajinasi, tingkatkan perasaan
visualisasi control yang mungkin
dapat meningkat
kemampuan koping
 Observasi efek analgesic  Respirasi mungkin
menurun pada pemberian
narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek
sinergistik dan zat-zat
anastesi

Kolaborasi :  Analgesic mungkin


 Prosedur operasi diinjeksikan ke dalam
lokasi operasi atau syaraf
ke lokasi yang mungkin
 Lakukan reposisi sesuai petunjuk, tetap terlindungi pada
misalnya semi flowler; miring pasca operasi yang segera
 Lakukan reposisi sesuai petunjuk, untuk mencegah rasa sakit
misalnya semi fowler; miring
 Dorong penggunaan teknik
relaksasi, misalnya latihan nafas
dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi
 Observasi efek analgesic
Kolaborasi :
 Anastesi lokal, misalnya blok
epidermal
11 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
efektif b/d penumpukan keperawatan diharapkan bersihan  Auskultasi bunti nafas  Beberapa derajat spasme
secret pada jalan nafas jalan napas pasien efektif dengan bronkus terjadi dengan
kriteria hasil : obtruksi jalan nafas dan
Mempertahankan jalan naps pasien dapat/ tak
dengan bunyi napas bersih jelas. dimanifestasikan adanya
Menunjukkan perilaku untuk bunyi nafas adventius
memperbaiki bersihan jalan napas  Kaji/pantau frekuensi pernafasan  Takipnea biasanya ada
pada derajat dan dapat
ditentukan selama stress/
adanya proses infeksi
akut
 Berikan obat sesuai petunjuk.  Analgesic IV dengan
Analgesik IV (setelah mengulangi segera mencapai pusat
catatan anastesi untuk rasa sakit, menimbulkan
kontraindikasi dan atau penghilangan yang lebih
munculnya zat-zat yang dapat efektif dengan obat dosis
menyebabkan analgesia) kecil
 Analgesik dikontrol pasien  Penggunaan ADP
(ADP) toleransi jantung mengharuskan intruksi
secara detail pada metode
penggunaannya dan harus
dipantau secara ketat,
namun dianggap sangat
efektif dalam mengatasi
rasa sakit pasca operasi
dengan jumlah narkotik
yang lebih sedikit secret,
mempermudah
pengeluaran

Kolaborasi :  Merileksasikan otot halus


 Berikan obat sesuai indikasi. dan ,menurunkan kongesti
Bronkodilator, misalnya ß-gonis lokal, menurunkan spasme
 Kromolin (intal), flunisolida jalan nafas, mengi dan
(aerobid) produksi mukosa

12 Intoleransi aktivitas b/d  Catat adanya/derajat dispnea  Disfungsi pernafasan


penurunan fungsi organ adalah variabel yang
tergantung pada tahap
proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan
perawatan dirumah sakit
 Memberikan pasien
 Dorong/bantu latihan nafas dalam beberapa cara untuk
abdomen atau bibir mengatasi dan mengontrol
dispne dan menurunkan
jebakan udara
 Batuk dapat menetap
 Observasi karakteristik batuk tetapi tidak efektif,
khususnya bila pasien
lansia, sakit akut, atau
kelemahan
 Hidrasi membantu
 Tingkatkan masukan cairan menurunkan kekentalan
sampai 300ml/hari sesuai
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. (1997). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
dr. Mediana dan dr Amriyatun Sp THT. Senin, 24 Mei 2004. Kanker Tenggorok Sulit
Terdeteksi. Semarang-35 : FK Undip. Suara Merdeka
dr. sulistiawan/ dr. ayu trisna. Deteksi Dini Kanker ''Nasofaring'' di ambil dari
http://www.bali-travelnews.com/
Harry a. Asroel. (2002). Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring.
Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan
Hidung Dan Telinga. Diambil dari
http://www.tatalaksana_radioterapi_karsinoma_naso-faring/h
Mansjoer, Arief. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Suara Merdeka. Kanker Tenggorok Sulit Terdeteksi. Diambil dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/24/x_nas.html pada 15 Maret 2008
17:08:51

Anda mungkin juga menyukai