Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN HARIAN KEPERAWATAN DASAR

“KEBUTUHAN HARGA DIRI & KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI ”

OLEH :

NAMA :REZKI MESI AMELIA

NIM : P00620218040

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWTAN BIMA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MATARAM
2020
KONSEP HARGA DIRI

A. Harga diri
1. Pengertian harga diri
Salah satu perkembangan psikologis yang dialami oleh remaja adalah

perkembangan sosio-emosi yang salah satunya adalah harga diri, yang merupakan

keseluruhan cara yang digunakan untuk mengevaluasi diri kita, dimana harga diri

merupakan perbandingan antara ideal-self dengan real-self (Santrock, 2012).

Harga diri adalah sikap yang dimiliki tentang dirinya sendiri, baik positif maupun

negatif (Rosenberg, 1965).

Menurut Coopersmith (dalam Lestari & Koentjoro, 2002) mengatakan bahwa

harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang

diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu

sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya

bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standart dan nilai

pribadinya. Harga diri adalah gagasan mengenai diri secara global yang

mengacu pada keseluruhan evaluasi diri sebagai individu, atau bagaimana orang

merasakan mengenai diri mereka sendiri dalam arti yang komprehensif

(Verkuyten, 2003).

Baron & Byrne (2012) juga berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri

yang dibuat oleh setiap individu, sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang

dimensi positif sampai negatif. Baron & Byrne menegaskan harga diri merujuk

pada sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, mulai dari sangat negatif sampai

sangat positif, individu yang ditampilkan nampak memiliki sikap negatif terhadap
dirinya sendiri. Harga diri yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya

sendiri, evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian

berdasarkan dari pengalaman spesifik. Sikap terhadap diri sendiri dimulai

dengan interaksi paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain,

perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi harga diri seseorang.

Menurut Kwan dan Singelis (dalam Baron & Byrne, 2012) harmoni dalam

hubungan interpersonal merupakan elemen yang penting bagi budaya individualis.

Tingkah laku individu dengan harga diri yang relatif rendah lebih mudah

diprediksikan dari pada individu dengan harga diri yang tinggi, hal ini dikarenakan

skema diri yang negatif diorganisasikan lebih ketat dari pada skema diri yang positif

(Malle & Horowitz dalam Baron & Byrne, 2012).

2. Faktor faktor harga diri

Menurut Michener, DeLamater & Myers (dalam Anggraeni, 2010) menyebutkan

bahwa terdapat tiga faktor dari harga diri, yaitu family experience, performance

feedback, dan social comparison.

a. Dalam family experience, hubungan orang tua-anak dikatakan penting untuk

perkembangan harga diri. Pengaruh keluarga terhadap harga diri

menunjukkan bahwa self-concept yang dibangun mencerminkan gambaran diri

yang dikomunikasikan atau disampaikan oleh orang-orang terpenting dalam

hidupnya (significant others).

b. Dalam performance feedback, umpan balik yang terus menerus terhadap kualitas

performa kita seperti kesuksesan dan kegagalan, dapat mempengaruhi harga diri.
c. Dalam social comparison, sangat penting untuk harga diri karena perasaan

memiliki kompetensi tertentu didasarkan pada hasil performa yang dibandingkan

baik dengan hasil yang diharapkan diri sendiri maupun hasil performa orang

lain.

Menurut Coopersmith (Anindyajati & Karima, 2004) terdapat empat faktor

yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu:

a. Penerimaan atau penghinaan terhadap diri. Individu yang merasa dirinya

berharga akan memiliki penilaian yang lebih baik atau positif terhadap

dirinya dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut.

Individu yang memiliki harga diri yang baik akan mampu menghargai

dirinya sendiri, menerima diri, tidak menganggap rendah dirinya,

melainkan mengenali keterbatasan dirinya sendiri dan mempunyai harapan

untuk maju dan memahami potensi yang dimilikinya, sebaliknya individu

dengan harga diri rendah umumnya akan menghindar dari persahabatan,

cenderung menyendiri, tidak puas akan dirinya, walaupun sesungguhnya

orang yang memiliki harga diri yang rendah memerlukan dukungan.

b. Kepemimpinan atau popularitas. Penilaian atau keberartian diri diperoleh

seseorang pada saat individu tersebut harus berperilaku sesuai dengan

tuntutan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya yautu kemampuan

seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya.

c. Keluarga dan orang tua. Keluarga dan orang tua memiliki porsi terbesar

yang mempengaruhi harga diri, ini dikarenakan keluarga merupakan

modal pertama dalam proses imitasi. Alasan lainnya kareana perasaan


dihargai dalam keluarga merupakan nilai pentinga dalam mempengaruhi

harga diri.

d. Keterbukaan dan kecemasan. Individu cenderung terbuka dalam menerima

keyakinan, nilai-nilai, sikap, moral dari seseorang maupun lingkungan

lainnya jika dirinya diterima dan dihargai. Sebaliknya seseorang akan

mengalami kekecewaan bila ditolak lingkungannya.


KONSEP AKTUALIASASI DIRI

A. Aktualisasi diri

1. Pengertian aktualisasi diri

Maslow (1954) Hierarchy of Needs menggunakan istilah aktualisasi diri (self

actualization) sebagai kebutuhan dan pencapaian tertinggi seorang manusia.

Maslow (1970) dalam Arianto (2009:139) menjelaskan aktualisasi diri adalah

proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi

psikologis yang unik.. Menurut Maslow (2014) seorang individu siap untuk

bertindak sesuai kebutuhan pertumbuhan jika dan hanya jika kebutuhan

kekurangan terpenuhi, konseptualisasi awal Maslow hanya mencakup satu

kebutuhan pertumbuhan - aktualisasi diri. Orang- orang yang teraktualisasi diri

dicirikan oleh: 1) fokus pada masalah; 2) menggabungkan kesegaran apresiasi

hidup yang terus berlanjut; 3) keprihatinan tentang pertumbuhan pribadi; dan

4) kemampuan untuk memiliki pengalaman puncak. Maslow (1970)

menemukan bahwa tanpa memandang suku asal-usul seseorang, setiap manusia

mengalami tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam

kehidupannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan

keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan

penghargan, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Organisme manusia mencaku semua pengalaman yang tersedia pada saat

tertentu, baik sadar maupun tidak sadar (Rogers 1959). Seiring perkembangan

sebagian bidang ini menjadi berbeda dan ini menjadi "diri" seseorang, diri adalah
konstruksi sentral, ini berkembang melalui interaksi dengan orang lain

dan melibatkan kesadaran akan keberadaan dan fungsi (Hall & Lindzey,

1985; Rogers,1959). Bentuk psikologis yang jelas dari kecenderungan aktual

yang terkait dengan diri ini adalah kecenderungan aktualisasi diri, ini melibatkan

aktualisasi dari bagian pengalaman yang dilambangkan dalam diri (Rogers,

1959). Hal ini dapat dilihat sebagai dorongan untuk mengalami diri sendiri

dengan cara yang konsisten dengan pandangan seseorang tentang beberapa hal

(Maddi, 1996). Terhubung dengan pengembangan konsep diri dan aktualisasi

diri adalah kebutuhan sekunder (diasumsikan kemungkinan dapat dipelajari di

masa kanak-kanak): kebutuhan untuk hal positif dari orang lain dan kebutuhan

akan penghargaan diri yang positif, hal ini mengarah pada mendukungnya suatu

perilaku yang konsisten dengan konsep diri seseorang (Maddi, 1996).

2. Aspek aktualisasi diri

Berdasarkan dari teori aspek-aspek proses perkembangan seseorang untuk

mewujudkan aktualisasi dirinya, antara lain (Maslow,1954 dalam Motivation

and personality):

a. Kreativitas (creativity), merupakan sikap yang diharapkan ada pada

orang yang beraktualisasi diri. Sifat kreatif nyaris memiliki arti sama

dengan kesehatan, aktualisasi diri dan sifat manusiawi yang penuh. Sifat –

sifat yang dikaitkan dengan kreativitas ini adalah fleksibilitas, spontanitas,

keberanian, berani membuat kesalahan, keterbukaan dan kerendahan hati

(BegheTo Kozbelt, A & Runco 2010). Orang kreatif biasanya energik dan

penuh ide, individu ini ditandai dengan memiliki keinginan untuk tumbuh
dan kemampuan untuk menjadi spontan, pemikir yang berbeda, terbuka

terhadap pengalaman baru, gigih, dan pekerja keras. Studi yang dilakukan

oleh Chavez- Eakle, Lara, dan Cruz (2006) tentang perilaku individu kreatif

menemukan bahwa orang kreatif memiliki rasa eksplorasi saat menghadapi

hal baru, bersikap optimis, toleran terhadap ketidakpastian, dan mengejar

tujuan dengan intensitas tinggi.

b. Moralitas (morality), merupakan kemampuan manusia melihat hidup lebih

jernih, melihat hidup apa adanya bukan menurutkan keinginan. Kemampuan

melihat secara lebih efisien ,menilai secara lebih tepat “manusiawi secara

penuh” yang ternyata merembes pula ke banyak bidang kehidupan lainnya.

melindungi zona pilihan individu yang bebas dan untuk mempromosikan

pelaksanaan kehendak individu dalam mengejar preferensi pribadi.

(Richerson& Boyd, 2005) mengasumsikan bahwa moralitas manusia muncul

dari koevolusi gen dan inovasi budaya, bahwa budaya telah menemukan

banyak cara untuk membangun potensi pikiran manusia yang luas untuk

menekan keegoisan dan membentuk komunitas.

c. Penerimaan diri (self acceptance), banyak kualitas pribadi yang dapat

dirasakan di permukaan yang tampak bervariasi dan tidak berhubungan

kemudian dapat dipahami sebagai manifestasi atau turunan dari sikap yang

lebih mendasar yaitu relatif kurangnya rasa bersalah, melumpuhkan rasa

malu dan kecemasan dalam kategori berat. Manusia yang sehat dirasa

mungkin untuk menerima diri sendiri dan alam diri sendiri tanpa

kekecewaan atau keluhan dalam hal ini bahkan tanpa berpikir tentang hal ini
sangat banyak. Individu bisa menerima sifat manusia dengan semua

kekurangan, serta semua perbedaan dari citra ideal tanpa merasa

kekhawatiran dalam kehidupan nyata. Orang yang mengaktualisasikan diri

cenderung baik, hangat dan menikmati diri sendiri tanpa penyesalan,rasa

malu atau permintaan maaf. Menurut Maslow (1954) bahwa individu yang

teraktualisasikan sendiri dapat mencatat dan mengamati apa yang terjadi,

tanpa memperdebatkan masalah atau menuntut hal itu sebaliknya demikian

juga orang yang aktualisasi diri cenderung memandang manusia, alam di

dalam dirinya dan orang lain. Dengan menghilangkan penilaian diri

dan memperkuat penerimaan diri individu menjadi terbebas dari

kecemasan, perasaan tidak mampu dan takut akan kritik dan penolakan,

serta bebas untuk mengeksplorasi dan mengejar hal-hal yang benar-benar

membuat individu senang (Bernard, 2011).

Anda mungkin juga menyukai