Pengelola Perbatasan
Reporter:
Tempo.co
Editor:
Tempo.co
Rabu, 20 Juli 2011 16:45 WIB
Perbat
Tak Diperhatikan, Warga Perbatasan
Ancam Jadi WN Malaysia
Reporter:
Tempo.co
Editor:
Endri Kurniawati
Rabu, 3 Agustus 2016 19:24 WIB
0
file:///C:/Users/User/Downloads/Perlindungan_Hukum_Terhadap_Wilayah_P
erb.pdf (untuk tulisan oksep dan irman)
Oleh harmen batubara
Karena situasi yang sudah kritis, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyiapkan dua kapal untuk distribusi
barang dan kebutuhan pokok ke pulau terluar di daerah itu. Selama ini warga di pulau-pulau terdepan, seperti
Kepulauan Natuna dan Anambas, sangat menggantungkan pasokan bahan kebutuhan pokok kepada Batam dan
Tanjung Pinang. Kedua kapal itu, kata Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani di Batam, kompas
(30/1/2015), masih bisa untuk memenuhi kebutuhan. Pekan lalu pasokan bahan kebutuhan pokok ke arah pulau
terluar memang tertunda akibat cuaca buruk. ”Saat ini kapal distribusi dan kapal swasta sudah bisa
mengunjungi wilayah-wilayah tersebut,” katanya.
Tersiar kabar, krisis sembako telah terjadi di Midai, Kabupaten Natuna dan sudah memasuki tingkat
memprihatinkan. Semakin minimnya pasokan sembako di sejumlah toko di daerah tersebut kian meresahkan
warga. Hal ini disampaikan Alim, salah seorang pedagang sembako terbesar di Midai saat dihubungi via
ponsel, Kompas Com (29/1/2015). Menurut Alim, sudah 10 hari belakangan ini kekosongan sembako terjadi di
Midai. Tak hanya berkurang, tapi stok yang ada di toko-toko memang sudah kosong sama sekali. “Seminggu
yang lalu ada kapal dari Tanjungpinang masuk, tapi itu hanya sampai Natuna dan Ranai, Untuk wilayah Midai
belum ada masuk kapal yang mengangkut pasokan sembako dari Tanjungpinang,” ujarnya.
Kabar kedatangan kapal yang mensuply sembako ke darah Midai diperoleh sekitar satu minggu atau 10 hari
mendatang. Untuk menunggu suply sembako tersebut, kata Alim, dikhawatirkan berefek buruk terhadap
kelangsungan hidup masyarakat. “Apa kami harus menunggu dan menunggu lagi. Kami sangat memohon
kepada pemerintah agar cepat merespon dan mengambil tindakan dalam hal ini,” kata Alim.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Prov Kepri, Sofyan Syamsir, menyikapi hal itu menyebutkan bahwa
pemerintah terkesan lambat dalam mengatasi masalah ini. Sudah lama kondisi itu terjadi di Midai, namun
realisasinya belum berjalan. “Saya harap pemerintah segera turun tangan dalam mengatasi masalah ini. Jangan
tunggu sampai saudara kita yang di sana (Midai-red) terkena musibah kelaparan baru bertindak,” tegas Sofyan.
Menurut Gubernur Kepri ”Kapal sudah jalan dan sudah sampai, hanya saja kemarin kesulitan karena kondisi
cuaca. Saat ini baru satu kapal yang sudah beroperasi,” katanya lagi.Gubernur menjelaskan, satu kapal yang
telah beroperasi itu bagian dari realisasi dua kapal yang dijanjikan pemerintah pusat. Kapal tersebut
dioperasikan oleh Pelni.Gubernur menjanjikan kapal lain milik swasta pekan ini juga beroperasi kembali
setelah pekan lalu tidak dapat berlayar ke pulau terluar membawa bahan pokok.”Pengadaan kapal-kapal itu
merupakan bagian dari program Pemerintah Kepri untuk pembangunan maritim sehingga pemerintah pusat
tidak sulit dan cepat menyetujui untuk merealisasikannya,” katanya.
Kompas menuliskan, Pemprov Kepri semula menganggarkan pembelian kapal senilai Rp 22 miliar per unit,
tetapi rencana itu dibatalkan. Namun, Pemprov Kepri dan dan pemerintah kabupaten masih tetap
menganggarkan untuk pembelian kapal kecil untuk kebutuhan antarpulau.”Jadi, untuk jarak jauh menggunakan
kapal besar bantuan pemerintah, sedangkan jarak pendek antarpulau menggunakan kapal pemprov,” kata
Sani.Rizal Saputra dari Humas Pemprov Kepri menambahkan, pekan lalu cuaca buruk dan gelombang tinggi
hingga enam meter membuat kapal-kapal antarpulau dan kapal Pelni tak dapat beroperasi.
Rizal menjelaskan, Kapal Motor Kawa Ranai, meskipun tetap berlayar mulai dari Tanjung Pinang, ibu kota
Kepri, tidak dapat menyinggahi sejumlah pulau, yaitu Pulau Midai, Pulau Tiga, Sedanau, Kelarik, Pulau Laut,
dan Pulau Ranai. Kapal itu malah berlayar ke Pulau Natuna dan tidak menyinggahi rute seperti biasanya.
Masyarakat di pulau-pulau yang seharusnya disinggahi kemudian tidak mendapatkan pasokan kebutuhan
pokok. Rizal menegaskan, seiring cuaca yang membaik, pasokan bahan kebutuhan pokok sudah berjalan
kembali. (Kompas, ODY,2 februari 2015)
Daei sisi Geografis Kabupaten Natuna terdiri dari 98,84 persen berupa lautan. Keadaan tersebut menempatkan
angkutan laut menjadi sarana utama untuk menghubungkan suatu pulau dengan pulau lain, dari desa ke ibu
kota kecamatan dan dari kecamatan ke ibu kota kabupaten. Sarana perhubungan di sektor angkutan laut terlihat
semakin baik dengan bertambahnya jumlah kapal dan frekuensi pelayaran untuk menghubungkan Pulau-pulau
yang ada di wilayah Kabupaten Natuna. Pada saat ini, setidaknya ada 6 (enam) transportasi laut (Kapal) yang
dipergunakan untuk angkutan umum masyarakat, yaitu :KM. bukit raya; KM. kawaranae 2; KM. sabuk
nusantara 39; KM. trigas 3;KM. ceria 8; dan KM. bahari 5 tetapi semua itu lewat jalur Kepulauan Riau.
Pengalaman penulis pada tahun 1991, saat memetakan kepulauan Natuna kita sepenuhnya memanfaatkan jalur
Tanjung Datu sebagai pemasok logistik. Artinya kita menyewa kapal dan sekaligus menjadikannya logistik
terapung dengan mengandalkan suplai Logistik dari Entikong. Ternyata kalau dibandingkan dari sisi waktu,
biaya dan kemudahan justeru jauh lebih murah jika dibandingkan kalau kita memanfaatkan Tanjung Pinang
sebagai pasar pemasok.
Karena itu alangkah baiknya serta dikaitkan dengan pembukaan wilayah perbatasan di sepanjang perbatasan
RI-Malaysia di Kalimantan maka pengembangan Natuna justeru lebih dekat dan lebih sinergis bila
memanfaatkan jalur Tanjung Datu-Entikong. Karena itu kita menyarakan agar Pemda Kalimantan Barat lewat
Kabupaten terkait untuk membuka Pelabuhan di Tanjung Datu. Dengan adanya rencana pemerintah Jokowi-JK
yang akan membuka jalan raya paralel perbatasan, maka sesungguhnya pusat perekonomian baru dan
menjanjikan adalah dengan membuka Pelabuhan Besar di Tanjung Datu. Di percaya hal ini akan menjadikan
pengembangan Natuna ke depan akan lebih bersinergi, terutama kalau suatu saat nanti sudah ada perusahaan
yang akan memanfaatkan potensi Gas di Natuna. (http://www.wilayahperbatasan.com/wilayah-perbatasan-
poros-maritim-kepri-perlu-memanfaatkan-tanjung-datu-entikong-natuna/) 17.58 Wib.
Para mahasiswa dan wartawan saat mengikuti diskusi publik yang digelar Forum Pimred Kepri dan BTP
Batam. (Foto: Saibansah)
Saat ini, baru 77,34 % seluruh wilayah di Provinsi Kepri yang telah terlistriki. Ditargetkan, pada
2019 mendatang, seluruh desa dan kota di Provinsi Kepri bakal terlistriki. Meskipun sejumlah
kendala masih menghadang hingga hari ini.
Demikian ungkap PLT Manager, PLN UP2K Kepri, Yuniar Budi Satrio, ST pada diskusi
bertajuk, "Peran Media Memotret 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Perbatasan Kepri" yang
digelar di kampus Batam Tourism Polytechnic (BTP) Batam, Jum'at 27 Oktober 2017.
Diantara kendala yang dihadapi PT PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau dalam membangun
infrastruktur kelistrikan di perbatasan Kepri adalah, kondisi geografis yang mayoritas laut, faktor
cuaca dan iklim di Kepri yang tidak menentu dan tak ada fasilitas bongkar muat pelabuhan.
"Untuk ke Pulau Laut dari Natuna itu memakan waktu 7 jam naik pompong dari Natuna," ujar
pria kelahiran Tulungagung itu.
Selain Yuniar Budi, hadir juga tiga orang pembicara. Yaitu, Kepala Dinas Komunikasi dan
Informasi Kepri Guntur Sakti, Kepala Biro Pemerintahan dan Perbatasan Kepri Haryono dan
Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Kepri Richard Nainggolan.
Diskusi yang dihadiri lebih dari 100 orang mahasiswa dan wartawan itu, dibuka oleh Direktur
BTP Batam, M. Nur A Nasution, S.Sos., M.Pd., CHA yang tampil sebagai keynote speaker.
"Media sangat penting bagi pariwisata, tanpa media, pariwisata Kepri tidak akan ada-apanya,"
ujarnya.
Maka, untuk ikut berkontribusi memajukan pariwisata Kepri, lanjut M. Nur Nasution, pada
tanggal 23 November 2017 mendatang, kampus BPT Batam akan mengundang seorang tokoh
MICE dari Inggris untuk mendapatkan masukan bagaimana memajukan Kepri dengan event-
event.
Selain itu, pihaknya juga akan mengundang tokoh soal destinasi dari Australia. Semua itu perlu
dukungan media," tegas Direktur BTP Batam.
Sementara itu, Kadis Kominfo Kepri Guntur Sakti dalam paparannya mengatakan, sejak Jokowi-
JK memimpin, adakah kebijakan yang mendukung daya saing Kepri? Ternyata ada. Yaitu PP
105 yang memudahkan masuknya kapal-kapal yard asing ke Indonesia.
"Saat ini, ada 4000 yard yang parkir di Singapura, itu adalah pasar besar di depan mata kita.
Selama ini, mereka masih bermain di Filipina dan daerah lain. Padahal kita punya destinasi yang
jauh lebih luas dan indah, kita juga punya jalur equator di Lingga," papar Guntur Sakti.
Kemudian, Jokowi-JK mengeluarkan kebijakan bebas visa. Dulu hanya 15 negara bebas visa,
kini 169 negara bebas visa masuk ke Indonesia. Dengan kebijakan ini, Kepri paling dapat rejeki
nomplok, karena Kepri memiliki 17 pelabuhan fery internasional. "Pertanyaannya adalah,
dengan dua kebijakan Jokowii itu, apakah Kepri bisa memanfaatkan peluang tersebut," tanya
Guntur Sakti.
Sedangkan Kepala Biro Pemerintahan dan Perbatasan Kepri Haryono mengungkapkan, Presiden
Jokowi telah memberikan perhatian lebih terhadap Natuna. Karena memang wilayahnya yang
strategis, berbatasan langsung dengan Vietnam dan Cina.
Dalam membangun wilayah perbatasan, ungkap Haryono, kita mengenal istilah, pendekatan
keamanan dan pendekatan kesejahteraan. Bahkan ada tokoh yang mengatakan, pendekatan
tembok dan mangkok.
Sayangnya, kewenangan dan kebijakan Biro Perbatasan Kepri untuk membantun wilayah
perbatasan sangat terbatas. "Sejumlah pembangunan di Kepri, dilakukan oleh kementerian
pusat," tegas Haryono.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Provinsi
Kepri, Richard Nainggolan menjelaskan, sebagai wartwan pihaknya hanya akan memotret tiga
tahun pemerintah Jokowi-JK itu dari kaca mata media. Yaitu, memotret fakta.
"Sumatera dulu mimpi punya tol, sekarang sudah dibangun dan sedang berjalan. Kalau dulu
Jawa sentris, sekarang tidak lagi. Sekarang di Sulawesi sedang dibangun jalan kereta api. Semua
itu adalah hal yang nyata," paparnya.
Kemudian, lanjut Rihchard, apakah di Kepri dibangun jalan tol, tidak ada. Karena Kepri banyak
laut. Makanya, dibuat program tol laut. Itu nyata. Artinya, kalau kita membandingkan secara
kasat mata, banyak kemajuan.
Tim VIVA
VIVA.co.id – Pemerintah pusat menganggarkan dana sebesar Rp1,61 triliun pada 2017
ini untuk membangun wilayah perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau. Sekretaris Badan
Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Hadi Prabowo, mengungkapkan komitmen
tersebut dimulai dengan adanya pencanangan program Gerakan Pembangunan
Terpadu Kawasan Perbatasan (Gerbangdutas) di Kabupaten Natuna, Kepri.
Tujuannya untuk mensosialisasikan kebijakan dan program kegiatan pembangunan
kawasan perbatasan negara. Termasuk juga dalam rangka peninjauan lapangan atas
masalah dan kendala pembangunan daerah, untuk mencari solusinya.
Nantinya kata Hadi, akan ada lima kabupaten/kota yang akan memperoleh anggaran
pembangunan dari dana tersebut antara lain, Kabupaten Natuna Rp470 miliar,
Kabupaten Bintan Rp158 miliar, Kabupaten Anambas Rp168 miliar, Kabupaten Rp159
miliar dan Kota Batam Rp296 miliar.
Menteri Dalam Negeri sekaligus Kepala BNPP, Tjahjo Kumolo mengatakan, Kabupaten
Natuna di Kepri masuk dalam proyeksi pembangunan nasional 2017–2018. Dua tahun
ini, pemerintah menargetkan pembangunan sejumlah aspek.
"Untuk aspek sosialnya, akan dibangun tahun ini seperti pasar, sekolah dan
puskesmas. Tahun depan diharapkan bisa rampung pembangunan beberapa aspek
lainnya, misal aspek sosial dan ekonominya," kata Tjahjo. (ren)
http://www.viva.co.id/berita/bisnis/892215-proyek-perbatasan-di-kepulauan-riau-
berbiaya-rp1-61-triliun 18.08 Wib
file:///C:/Users/User/Downloads/53-1-99-1-10-20151220.pdf utk tulisan djoko sulistiyono