Istilah kinerja secara mentah dapat diartikan sebagai suatu penilaian untuk mengetahui tujuan
akhir yang ingin dicapai oleh individu, kelompok maupun organisasi. Dalam arti ini kinerja merupakan
suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat prestasi atau kebijakan kelompok maupun
individu. Beberapa pendapat mengenai kinerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
Menurut Keban (2004) kinerja merupakan terjemahan dari performanceyang sering diartikan
sebagai “penampilan”, “unjuk rasa” atau “prestasi”. Hal ini juga sependapat dengan yang dikatakan
Mangkunegara (2008 : 67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance yakni prestasi kerja atau prestasi yang ingin dicapai.
Menurut Keban (2004 : 183) pencapaian hasil (kinerja) dapat dinilai menurut pelaku yaitu:
1. Kinerja individu yang menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang telah melaksanakan tugas
pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang telah ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
2. Kinerja kelompok, yaitu menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang elah melaksanakan tugas
pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang telah ditetapkan oleh kelompok atau instansi.
3. Kinerja organisasi, yaitu menggambarkan sampai seberapa jauh satu kelompok telah melaksanakan
semua kegiatan pokok sehingga mencapai visi dan misi institusi.
4. Kinerja program, yaitu berkenaan dengan sampai seberapa jauh kegiatan-kegiatan dalam program yang
telah dilaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan dari program tersebut.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun, 2006 :25).
Kinerja adalah seperangkat keluaran (outcome) yang dihasilkan oleh pelaksanaan fungsi tertentu
selama kurun waktu tertentu (Tangkilisan, 2003 : 109).
Menurut The Scibner Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada tahun
1979 (dalam Widodo, 2005 : 77-78) kinerja diartikan sebagai berikut :
Dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy tahun 2003, Kinerja
menggambarkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil ketika dibandingkan dengan
kinerjanya terdahulu (previous performance) dibandingkan dengan organisasi lain (brenchmarking) dan
sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan.” (dalam Keban, 2004 : 193).
Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (dalam Pasolong, 2007 : 175)
menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,
program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Menurut Prawirosentono (dalam Pasolong, 2007: 176 berpendapat bahwa kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau kelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa konsep kinerja adalah gambaran
mengenai pencapaian oleh pegawai atau kelompok dalam suatu organisasi dalam pelaksanaan kegiatan,
program, kebijaksanaan guna mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Hal ini menjelaskan pula bahwa konsep kinerja berhubungan erat dengan konsep organisasi.
Adapun pengertian organisasi dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
Menurut Reitz dalam Prastowo (1999 : 20) yang menyatakan suatu organisasi adalah unit sosial
yang dibentuk mencapai tujuan atau beberapa tujuan. Pengertian sebuah organisasi bergantung dari sudut
pandang yang digunakan untuk melihat hal tersebut. Dua pendekatan dalam memahami pengertian
organisasi yang umumnya yaitu pandangan obyektif dan subyektif.
1. Pandangan obyektif mengatakan bahwa sebuah organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik dan
konkrit, dan merupakan sebuah struktur.
2. Pandangan subyektif memandang organisasi sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan orang-orang dari
tindakan-tindakan, interaksi dan transaksi yang melibatkan orang-orang. (Paca dan Faules, 2000 :11).
Menurut Mooney (dalam Wursanto, 2005 : 52), menyatakan bahwa “Organization is the form of
every human association for the attainment of common purpose” (organisasi merupakan bentuk dari
setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama).
Mahsun (2006 : 1) memberikan konsep organisasi yaitu Organisasi sering dipahami sebagai
kelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan
atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Kumpulan pedagang, kumpulan
mahasiswa, kumpulan pegawai, kumpulan pengusaha, bahkan kumpulan para pengangguran pun
merupakan suatu organisasi jika mereka mempunyai tujuan dan sasaran tertentu yang hendak dicapai.
Menurut Hodges (dalam Sutarto, 1993 : 27) mengemukakan Organization was defined as the
procces of building, for any enterprise, a structure that will provide for the separation of activities to be
performed and for the arrangement of the activities in a framework which indicated their hierarchical
importance and fungsional associations.
KINERJA ORGANISASI
Dua pengertian konsep sebelumnya setidaknya menjelaskan dimana posisi kinerja dan dimana
posisi organisasi ketika dua konsep tersebut masih berjalan secara terpisah. Jika digabungkan, konsep
kinerja dan organisasi membentuk satu variabel baru yaitu kinerja organisasi adalah kemampuan
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada organisasi dengan sebaik-baiknya guna mencapai
sasaran yang telah disepakati. Jadi disini bukan hanya menitikberatkan pada pencapaian tujuan belaka
melainkan juga pada proses mengelola sub-sub tujuan dan hasil evaluasinya, kondisi intern organisasi
pengaruh lingkungan luar dan tenaga kerja atau pihak-pihak yang terlibat.
Menurut Swanson (dalam Keban, 2004 : 193) Kinerja organisasi adalah mempertanyakan apakah
tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, politik, dan
budaya yang ada; apakah struktur dan kebijakannya mendukung kinerja yang diinginkan; apakah
memiliki kepemimpinan, modal dan infrastuktur dalam mencapai misinya; apakah kebijakan, budaya dan
sistem insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan; dan apakah organisasi tersebut
menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan pelatihan, dan sumber dayanya.
Kinerja organisasi oleh Bastian ( 2001:329) sebagai gambaran mengenai tingkaat pencapaian
pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi tersebut
Kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam mencapai
tujuannya yang tentu saja akan dipengeruhi oleh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber daya manusia maupun nonfisik seperti
peraturan, informasi, dan kebijakan, maka untuk lebih memahami mengenai faktor-faktor yang mampu
mempengaruhi sebuah kinerja organisasi. Konsep kinerja organisasi juga menggambarkan bahwa setiap
organisasi publik memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dapat dilakukan pengukuran kinerjanya
dengan menggunakan indikator-indikator kinerja yang ada untuk melihat apakah organisasi tersebut
sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan untuk mengetahui tujuannya sudah tercapai atau belum.
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian sasaran/tujuan ( Bastian 2001 : 33 dalam buku manajemen publik ) yang telah ditetapkan
dengan memperhitungkan elemen – elemen indikator berikut ini :
1. Indikator masukan ( inputs ) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan
produknya, baik barang atau jasa yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan
sebagainya.
2. Indikator keluaran ( outputs ) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator hasil ( outcomes ) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan.
4. Indikator dampak ( impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap
tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
Dalam pembahasan kinerja organisasi selalu dibicarakan dan dibedakan mengenai organisasi
privat dan organisasi publik. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi antara privat
dan publik pun secara khusus juga dapat dikatakan berbeda. Untuk membedakan suatu organisasi tertentu
adalah organisasi privat atau organisasi publik juga ada indikatornya.
Ada 3 indikator yang umumnya digunakan sebagai ukuran sejauh mana kinerja organisasi
berorientasi keuntungan ( profit oriented ), ( Bastian, 2001 : 335 – 336 dalam buku manajemen publik )
adalah sebagai berikut :
1. Efektifitas adalah hubungan antara input dan output dimana penggunaan barang dan jasa dibeli oleh
organisasi untuk mencapai output tertentu.
2. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa
jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input, dimana pembelian barang dan jasa dilakukan pada
kualitas yang diinginkan dan harga terbaik yang dimungkinkan.
Berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi, Ruky ( 2001 : 158 – 159 ) mengemukakan bahwa
penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil yang sebenarnya
diperoleh dengan yang direncanakan. Sasaran yang ingin dicapai organisasi diteliti, mana yang yang telah
dicapai sepenuhnya ( 100% ), mana yang di atas standart ( target ) dan mana yang dibawah target atau
tidak tercapai sepenuhnya.
INDIKATOR PENGUKURAN KINERJA DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA
SURABAYA
Berdasarkan tugas – tugas pokok dan profil dinas kebersihan dan pertamanan kota Surabaya
indikator bagi kinerja organisasi dinas kebersihan dan pertamanan kota Surabaya dapat dilihat dan diukur
melalui 2 bidang besar yang mewakili keseluruhan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Surabaya.
1. BIDANG OTONOMI DAERAH
Bidang otonomi daerah sesuai indikator kinerja organisasi yang telah dibahas di atas, bidang ini
merupakan bidang yang masuk dalam indikator inputs. Bidang otonomi yang dimaksud dalam hal ini
meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan yang ada dalam Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Surabaya. Sesuai dengan tugas DKP Surabaya yang menyangkut pelaksanaan urusan
kepemerintahan dibidang pekerjaan umum dan otonomi daerah, menurut kelompok kami DKP surabaya
sudah dapat dikatakan berhasil. Menurut kami, yang dimaksud otonomi disini adalah kesempatan DKP
untuk mengurus kebutuhannya sendiri dari berbagai segi masalah yaitu masalah keuangan, administrasi,
pengelolaan ketatausahaan, perumusan kebijakan masalah teknis dan sebagainya, namun semua itu harus
terbatas di bidangnya yaitu bidang kebersihan dan pertamanan dan tugas – tugas lain yang sesuai bidang
yang diperintahkan oleh kepala daerah. Kewenangan ini membuat DKP Surabaya mempunyai struktur
organisasi sendiri diluar Pemerintah Daerah walaupun sebenarnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota
Surabaya ini merupakan bagian dari pemerintahan daerah Surabaya. Struktur Organisasi DKP Surabaya
2. SEGI UNIT KERJA DKP
Bidang lain yang dapat digunakan sebagai alat ukur dinas kebersihan dan pertamanan kota
Surabaya adalah unit kerja DKP Surabaya secara keseluruhan. Unit kerja ini berdasarkan teori indikator
kinerja di atas adalah indikator outputs. Untuk selanjutnya ketika kegiatan itu sudah ada hasil dan
pengaruh yang ditimbulkan akan berkaitan juga dengan dua indikator lainnya yaitu indikator outcomes
dan indikator dampak. Ada 4 unit kerja Dinas kebersihan dan pertamanan kota Surabaya yang menurut
kami menunjukkan keberhasilan kinerja sektor publik daerah ini, walaupun dalam perjalanannya
seringkali terjadi penyalahgunaan – penyalahgunaan yang seolah olah menunjukkan bahwa kinerja salah
satu sektor publik ini buruk di mata sebagian masyarakat. Unit kerja dari Dinas kebersihan dan
pertamanan kota Surabaya yang sudah tidak asing lagi bagi kita adalah IPLT atau instalasi pengolahan
limbah tinja, pertamanan, penerangan jalan umum atau PJU, lokasi pembuangan akhir atau LPA.
1. IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja)
Kali ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ingin sedikit memberikan wacana
tentang keberadaaan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Keputih dalam usaha mengolah limbah
tinja yang berasal dari masyarakat.
IPLT Keputih merupakan salah satu UPTD di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya yang
mempunyai tugas mengelola limbah tinja menjadi pupuk kompos dalam upaya meningkatkan kualitas
lingkungan khususnxa kualitas perairan yang disebabkan oleh pencemaran air.
Harapan Pemerintah Kota Surabaya semoga dengan adanya IPLT Keputih merupakan bentuk kepedulian
pelayanan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berwawasan
lingkungan.
Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang dimiliki Pemerintah Kota Surabaya sejak tahun 1991
merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk menyempurnakan sistem pembuangan limbah tinja.
IPLT menggunakan sistem biologi dengan kolam oksidasi yang dilengkapi motor dan mempunyai
kapasitas olah maksimum sebesar 400 M3/hari.
Bangunan pengolahan terdiri dari:
1. Bak Pemisah Lumpur (Solid Separation Chamber/SSC).
2. Bak Pengumpul Filtrat (Sump Well).
3. Balancing Tank / Equalization Tank.
4. Parit Oksidasi (Oxidation Ditch).
5. Bak Distribusi (Distribution Box).
6. Bak Pengendap Air (Clarifier).
7. Bak Pengering Lumpur (Sludge Driving Bed).
8. Kolam Pengering Lumpur (Drying Area).
9. Bak Penampung Air Limbah Olah.
Hasil olah IPLT baik air maupun lumpur dapat dikembalikan ke alam dengan aman. Sampai s`at
ini biro jasa penyedot tinja yang memperoleh ijin pembuangan ke IPLT sebanyak 28 Biro Jasa
(Perusahaan).
Tujuan pengolahan limba tinja sendiri adalah untuk mengurangi tingkat pencemaran yang
disebabkan oleh limbah tinja, mengingat limbah tinja sangat berbahaya bagi lingkungan khususnya
kualitas air.
Manfaat dari pengolahan limbah tinja ini dapat diperoleh dari hasil olahan yang dihasilkan. Lumpur hasil
pengolahan, dapat digunakan untuk pembuatan kompos (budidaya pertanian). Selain itu, dapat digunakan
untuk meningkatkakan kualitas lingkungan, khusunya kualitas air (perairan).
2. Pertamanan
Taman dalam pengertian terbatas merupakan sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa
sehingga mempunyai keindahan dan kenyamanan, dan keamanan bagi pemilik atau penggunanya.
Berdasarkan skala dan entuknya, taman dapat disebut garden, park, atau landscape.
Akhir-akhir ini tampak kecenderungan masyarakat, baik di kota maupun di desa, merasa puas dan
bangga apabila membangun taman dihalaman rumahnya. Mereka membuatnya seindah mungkin, baik
taman berbunga dan hamparan rumput hijau, taman gizi, dan dapur hidup yang terdiri dari sayur-sayuran,
maupun tanaman apotek hidup.
Kecenderungan tersebut tidak hanya melanda masyarakat penghuni rumah secara pribadi saja,
tetapi juga masyarakat dalam suatu lingkungan, seperti di kompleks perumahan. Adanya taman
lingkungan (community park) dan taman bermain (play ground) di perumahan dijadikan salah satu taktik
developer untuk menarik pembeli.
Upaya pelayanan Ruang terbuka Hijau (RTH), juga sedang digencarkan oleh Dinas Kebersihan
dan pertamanan Kota Surabaya saat ini. Banyaknya lahan-lahan kosong ditengah kota, kini dijadikan
taman kota dan hutan kota. Surabaya pun makin mantap melaju sebagai city of tomorrow (kota masa
depan) dari aspek lingkungan. Meski, berdasar catatan banyak kalangan, kerja keras teman-teman Dinas
Kebersihan dan Pertamanan masih menyentuh angka 12 persen atau 20 persen dari ruang terbuka hijau
yang di garap bersama REI dan yang lain. Sesungguhnya pencapaian ini masih jauh dari kondisi ideal.
Sebab, melihat luas wilayah Surabaya 32.636.768 ha selayaknya kota ini memiliki ruang terbuka hijau
seluas 4.8951.52 ha. Tapi dalam waktu cukup singkat, persentase capaian itu sudah layak mendapat
apresiasi. Bukan tak mungkin bila komitmen dan kerja keras teman-teman pemerintah kota tetap sesuai
standar persentase ideal yang diharapkan bakal tercapai dalam periode selanjutnya.
Setidaknya, apa yang dicapai sekarang sudah mampu mengembalikan fungsi ruang terbuka hijau
selayaknya. Fungsi sebagai filter udara, daerah tangkapan air mengurangi kadar zat pencemar udara, dan
menambah kenyamanan kota sudah bisa di rasakan. Termasuk fungsi untuk mengurangi efek-efek
dimatological healt pada pusat-pusat bangunan tinggi dan polusi udara dari kendaraan bermotor yang
berakibat pada timbulnya anomali pergerakan zat pencemar udara yang berdampak destruktif baik
terhadap fisik bangunan maupun makhluk hidup.
Pengembalian fungsi terbuka hijau yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Surabaya, selain memaksimalkan tiap jengkal tanah kosong juga menghiasnya dengan tanaman dengan
bunga warna-warni yang tidak saja cantik tapi juga fungsional. Tanaman dan bunga yang menghias jalan-
jalan Kota Surabaya dipilih bukan hanya karena bentuknya yang indah. Tapi bunga dan tanaman itu
memang memiliki fungsi ganda, indah untuk kecantikan kota sekaligus mereduksi pencemaran udara
untuk kesehatan warga kota. satu contoh bunga sansiviera (bunga pedang pedangan).”Mungkin tidak
cantik, tapi fungsinya berpengaruh besar mampu menyerap polusi”. Padahal satu taman bisa berhias
puluhan tanaman dan bunga sebagaimana dapat dilihat dalam website ini. Website ini dibuat tanpa
potensi berlebihan. Ia hanya merupakan rekaman dari upaya serius dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kota Surabaya untuk menciptakan kondisi kota yang ideal. Kota metropolitan yang senantiasa menjaga
iklim dan lingkungan kota tetap sejuk dan sehat bagi warga kotanya. Berikut beberapa gambaran taman
yang ada di kota Surabaya yang telah di ciptakan dan dikelola oleh DKP Surabaya untuk kesejahteraan
masyarakat.
3. Penerangan Jalan Umum (PJU)
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya merupakan dinas yang mempunyai tugas yang
berkaitan dengan PJU. Adapun yang dimaksud dengan PJU adalah:
Lampu Penerangan Jalan yang dipasang untuk kepentingan umum / bersama / yang bersifat
publik, termasuk lampu-lampu yang dipasang pada taman-taman, air mancur, serta lampu-lampu dekorasi
untuk keindahan kota dan lingkungan.
Penerangan jalan yang ada pada Kota Surabaya berdasarkan kepemilikan dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Milik Pemkot
2. Fasilitas penerangan jalan yang dipasang dan dikelola oleh PEMKOT Surabaya untuk kepentingan
umum.
3. Milik Pengembang
4. Fasilitas Penerangan Jalan yang disediakan / dipasang dan dikelola oleh pengembang / developer untuk
menerangi jalan-jalan di lingkungan perumahan yang mereka bangun.
5. Milik Warga Masyarakat
6. Fasilitas Penerangan jalan yang dipasang dan dikelola oleh warga masyarakat secara swadaya untuk
menerangi jalan di lingkungan mereka sendiri.
Penerangan Jalan Berdasarkan Kondisinya.
1. Penerangan Jalan Legal.
Penerangan jalan yang sudah terdaftar pada PT. PLN pengelola / pemiliknya mempunya kewajiban
membayar rekeningnya.
2. Penerangan Jalan Ilegal.
Penerangan jalan yang tidak terdaftar pada PT. PLN, sehingga pemiliknya tidak membayar pemakaian
energi listriknya.
Program PJU Pemkot Suarabaya
1. Pelaksanaan Program Pemasangan PJU
Program ini diprioritaskan pada jalan-jalan umum, dan jalan-jalan yang dilalui oleh mobil penumpang
umum. Secara umum pemasangan PJU berasal dari :
Perencanaan yg telah ditetapkan oleh PEMKOT (disesuaikan dgn kemampuan anggaran / APBD).
Usulan warga melalui Surat masuk / Musrenbang.
Bangunan ini dilengkapi dengan perangkat-perangkat komputer dan elektronik, yang berfungsi sebagai
sarana dan media untuk mengetahui besaran volume (tonase) sampah yang diangkut masuk kedalam LPA
Benowo. Dengan adanya jembatan timbang ini dapat diketahui asal atau sumber sampah, nama sopir
pengangkut sampah dan nomor polisi kendaraan pengangkut sampah. Data-data tersebut dimasukkan
kedalam database, dan menghasilkan laporan (report) yang kemudian dikirimkan di kantor pusat Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.
2. IPAL I
Di bangunan ini dilakukan pengolahan air limbah, atau sering disebut juga sebagai air lindi, dengan
menggunakan metode kimiawi. Artinya, pengolahan air lindi dilakukan dengan mencampurkan bahan-
bahan kimia seperti tawas dan juga bahan kimia yang lain. Metode Kimiawi ini dilakukan dengan dua
cara yaitu, cara manual dan menggunakan mesin.
3. IPAL II
Pada bangunan ini juga dilakukan pengolahan air lindi, namun metode yang digunakan adalah metode
mikrobiologi. Metode ini dilkakukan dengan teknologi tertentu, dimana hasil lindi tersebut akan diberi
bakteri patogen.
4. Terminal Dumping
REFERENSI :
(Performance) merupakan sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishtment, oleh karena
itu, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan
yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kinerja merupakan hasil dari kegiatan
kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kinerja Organisasi ?
Mithaaryani
Sep '18
Kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada
pada organisasi. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya memberikan
informasi mengenai prestasi pelaksanaan dari unit-unit organisasi, dimana organisasi memerlukan
penyesuaian-penyesuaian atas seluruh aktivitas sesuai dengan tujuan organisasi.
Dengan munculnya berbagai paradigma, organisasi harus digerakkan oleh customer focus,
suatu sistem kinerja organisasi yang efektif memiliki beberapa syarat (Lynch dan Cross), sebagai berikut.
1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan
perspektif pelanggannya.
2. Evaluasi atas berbagai aktivitas dengan menggunakan pandangan dan orientasi pada
kebutuhan pelanggan.
3. Membutuhkan penilaian yang menyeluruh dari berbagai aspek kinerja aktivitas yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan.
4. Kinerja organisasi harus diketahui oleh seluruh anggota organisasi sebagai umpan balik bagi
mereka untuk mengenali masalah-masalah yang dihadpi organisasi.
Pengetahuan mengenai kinerja organisasi menjadi penting sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc
Manan dan Nanni, sebagai berikut.
1. Menelusuri kinerja organisasi terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa organisasi
dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh anggota organisasi terlibat dalam upaya
memberikan kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada para pelanggan secara maksimal.
3. Mengidentifikasi berbagai faktor yang ada yang secara langsung mempengaruhi
hasil kinerja organisasi.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang dapat dicapai untuk mempertinggi kepuasan pelanggan.
5. Membangun konsensus bagi intervensi terencana bagi pengembangan organisasi.
Yuwono dkk menyebutkan bahwa kinerja suatu organisasi akan maksimal jika memperhatikan faktor-
faktor budaya organisasi, kepemimpinan dan koordinasi, karena ketiga faktor ini akan menentukan lancar
tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Ruky (2001),
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi
adalah sebagai berikut :
1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi
yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruang dan kebersihan.
4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang
bersangkutan.
5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai
dengan standar dan tujuan organisasi.
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan
lainnya.
Soesilo (2000), mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi birokrasi dimasa depan dipengaruhi
faktor-faktor berikut ini :
1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan
aktivitas organisasi.
2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi
3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya
secara optimal.
4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan
dalam mempertinggi kinerja organisasi.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi
penyelenggara organisasi pada setiap aktivitas organisasi.
Sedangkan Atmosoeprapto (2001), mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal seperti berikut.
1. Faktor eksternal yang terdiri dari:
o Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang
berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi
untuk berkarya secara maksimal,
o Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat
pendapatan masyarakat, daya beli, untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai
suatu sistem ekonomi yang lebih besar, dan
o Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang ditengah masyarakat yang mempengaruhi
pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
2. Faktor internal yang terdiri dari:
o Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu
organisasi,
o Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi
dengan struktur formal yang ada.
o Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak
jalannya organisasi secara keseluruhan, dan
o Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan
menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, tergantung dari sudut pandang dan titik
tolak yang digunakan. Faktor-faktor tersebut berada dalam suatu lingkungan saling mempengaruhi.
Analisis terhadap faktor-faktor ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa perspektif atau
pendekatan, baik dari perspektif proses atau kegiatan organisasi, perspektif metode atau teknik
menyelesaiakan suatu masalah, perspektif aktor (stakeholder) atau perspektif yang merupakan kombinasi
diantaranya.
Perspektif proses, berangkat dari pemikiran bahwa konsep kinerja organisasi itu dapat dipandang
sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Jadi
suatu organisasi dikatakan memiliki kinerja tinggi apabila terdapat serangkaian kegiatan yang teratur yang
dilakukan oleh orang-orang dalam suatu organisasi sehingga tercapai tujuan yang diinginkan tersebut.
Perspektif ini biasanya menganalisis fungsi-fungsi manajemen yang dianggap sebagai faktor yang
menentukan suatu organisasi sukses atau gagal.
Perspektif teknik atau metode, merupakan sudut pandang yang melihat pencapaian kinerja organisasi
dari segi tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan teknik atau metode tertentu untuk mengatasi persoalan
yang terjadi dalam organisasi. Teknik ini dapat berdiri tunggal maupun suatu teknik yang terpadu yang
jika dilakukan akan memberikan dampak yang besar terhadap kinerja organisasi. Contoh, penjadwalan
waktu kerja merupakan teknik sederhana untuk memecahkan giliran dan waktu kerja karyawan.
Perspektif aktor atau stakeholder menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi
dari segi institusi atau antar organisasi yang saling berhubungan, saling membutuhkan dalam suatu
jaringan lingkungan yang lebih besar.
PATOLOGI
PEMBAHASAN
PATOLOGI ORGANISASI DAN PENYEHATAN ORGANISASI
Patologi merupakan bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti “ilmu
tentang penyakit”.Risman K. Umar (2002) mendefinisikan bahwa patologi organisasi adalah penyakit
atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam organisasi. Prof. Dr. Sondang P.
Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya patologi ialah agar diketahui berbagai jenis
penyakit yang mungkin diderita oleh manusia.
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga
dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk
menyediakan barang-barang dan jasa. [1]Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur
mekanisme pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap
organ atau alat di dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan
tujuan organisasi. Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah
organisasi yang matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari,
menghadapi, dan menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai
pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem
atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga
menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik. Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang
apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit-
penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila
penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi,
bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan
kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-penyakit ini sudah menular.
B. Jenis-Jenis Patologi Organisasi
1. Tujuan organisasi telah ditetapkan, namun tidak dirumuskan secara jelas dan rinci (tidak membumi).
2. Aturan dan tujuan telah ditetapkan, namun individu masa bodoh atau tidak patuh pada aturan.
3. Pembagian tugas dan wewenang yang tidak tuntas, atau tidak jelas.
4. Para pengambil keputusan yang tidak memahami aturan dan tujuan Organisasi
5. Mekanisme pengambilan keputusan yang tidak matang, masih bersifat subyektif.
6. Perasaan bahwa bidang atau divisinya yang paling penting.
7. Tidak seimbangnya tanggung jawab dg wewenangnya.
8. Semata-mata bekerja sesuai dengan tugasnya saja tanpa kerjasama antar
9. Divisi atau bidang.
10. Merasa pintar alias sok tahu, hanya menjadi penonton
11. Bukannya ikut berpartisipasi dan memberi contoh yang lebih baik, tetapi
12. malah menjadi penonton dan komentator
13. Terlalu banyak anggota atau bawahan hingga sulit diawasi
14. Bawahan diberi satu tugas dari atasan yang berbeda dengan perintah yg berbeda
C. Jenis Patologi Pelaku Organisasi
a. Penyakit Nepotisme
Penyakit nepotisme pada mulanya lebih banyak di terjadi di organisasi, kemudian berkembang
lebih lanjut kedalam berbagai aspek kehidupan pada manusia lainnya. Mengapa terjadi nepotisme dalam
organisasi, karena tidak tercapainya kepuasan yang diharapkan semula yang dikarena tidak terpenuhinya
kebutuhan karyawan dalam organisasi.[2]
Penyakit nepotisme dalam administrasi juga menciptakan suatu perubahan dalam sebuah bentuk
kerja sama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada perubahan negative. Penyakit
nepotsime dalam administrasi sangat berpengaruh negative dalam pengembangan konseptual teoritis,
actual empiris, dan etika administrasi sehingga wawasan keilmuan untuk menciptakan kecerdasan
beripikir dan keterampilan untuk menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta suatu saat
akan terkubur.
Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya dilakukan secara terus
menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu
merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi wawasan
keilmuan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman. Oleh sebab itu kita semua harus senantiasa
menjunjung tinggi niali kebenaran sehingga virus-virus penyakit nepotisme itu tidak akan mengancam
kehidupan kita setiap saat. Sebaikanya semua manusia yang terlibat dalam kerja sama untuk melakukan
aktivitas adminsitrasi saling mengontorol dan mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang
bahanya virus penyakit nepotisme.
b. Penyakit Korupsi
penyakit atau patologi korupsi dalam organisasi merupakan suatu penyakit yang sangat ditakuti
oleh semua ikatan bentuk kerjasama manusia melalui organisasi internasional , Negara, pemerintah,
sampai kepada organisasi swasta pun, semuanya ketakutan bila terjangkit virus-virus penyakit atau
patologi korupsi yang dapat mematikan aktivitas administrasi. Penyakit korupsi yang begitu ditakuti oleh
semua pihak mulai dari anggota ikatan kerjasama yang terendah sampai kepada anggota yang tertinggi,
atau mulai dari anggota masyarakat terendah sampai kepada anggota masyarakat yang tertinggi.
Korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang baik statusnya sebagai
bawahan maupun pejabat dalam suatu organisasi yang melakukan pelanggaran etika, moralitas,
rasionalitas, keyakinan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mendapatkan sesuatu
keuntungan dalam rangka memenuhi keinginan dan kebutuhan seseorang atau beberapa orang yang dapat
berakibat merugikan orang lain atau Negara.
c. Penyakit Stres
Stres merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau
mengancam kesehatan seseorang.[3] Stres juga merupakan penderitaan jasmani, mental, atau emosional
yang diakibatkan interpretasi atau suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda seorang
individu.[4] Kita sering mendengar bahwa stres merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-
orang merasa stres karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi
yang terlalu bserat atau karena mengikuti pekerbangan zaman.
Penyebab stres Stresor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat
penampungan fisik dan emosional pada seseorang. Terdapat banyak stressor dalam organisasi dan
aktifitas hidup lainnya. Stresor yang berhubungan pekerjaan terbagi menjadi beberapa tipe salah satunya
organisasi, banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi pengurangan jumlah
pegawai merupakan salah satu penyebab stres yang tidak hanya untuk mereka kehilangan pekerjaan,
namun juga untuk mereka yang masih tinggal.[5] Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami
peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman, dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan
rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan
perusahaan yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus mengahadapi peningkatan ketidak
amanan dalam bekerja, bimbang dalam tuntunan pekerjaan yang semakin banyak dan bentuk-bentuk baru
dari konflik antar pribadi.
Akibat dari stres bisa dilihat pada 3 aspek yaitu: fisik, psikis, dan perilaku. Akibat stres bisa
dikenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya tingkat kecelakaan kerja, salah dalam mengambil
keputusan, tingkat absensi kerja tinggi, dan agresi ditempat kerja.
d. Penyakit Egoisme
penyakit atau patologi egois terhadap pelaksanaan kegiatan di organisasi adalah sifat-sifat manusia
yang terkait dalam bentuk kerjasama yang selalu ingin menang sendiri ketika mendiskusikan sesuatu
pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran terhadap suatu penyelesaian permasalahan atau
kegiatan. Egoisme sebenarnya adalah suatu virus penyakit atau patologi dalam pelaksanaan organisasi.
Jika terlalu kuat pengaruh manusia yang memiliki sifat egoisme sangat memungkinkan aktivitas dalam
organisasi yang dilakukan dalam bentuk kerjasama itu akan bersifat negative dan tidak mustahil dapat
mematikan atau membubarkan suatu bentuk kerjasama yang dituntuk oleh administrasi.
Contohnya dalam penyakit emosi, penyakit emosi seseorang adalah keadaan yang dicirikan oleh
rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan perasaan subjektif.[6] Kata
emosi memiliki arti “bergerak”. Tubuh secara fisik dirangsang selama pengerahan emosi.[7] Alasan yang
mendasari pemeriksaan emosi adalah titik dimana emosi saling dihubungkan dengan periaku adaktif dasar
seperti membantu orang lain, mengasingkan diri, mencari wilayah kerja yang nyaman, dan menyerang
sesorang secara verbal karena memulai rumor yang tidak benar. Akan tetapi emosi memiliki efek negatif.
Rasa benci dan takut dapat merusak perilaku dalam hubungan organisasi.
Dalam organisasi kerja emosional mungkin melibatkan dan meningkatkan, pemasukan, atau
menekan ke emosi untuk memodifikasi ekspresi emosional. Aturan atau norma berkenaan dengan
ekspektasi mengenai ekspresi emosional dapat diperoleh dengan mengamati rekan kerja atau dinyatakan
dalam seleksi atau pelatihan.
Dalam dunia kerja atau organisasi sering terjadi peristiwa negatif, terdapat kemungkinan lebih
banyak kerja emosional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak peraturan-peraturan kerja maka
semakin besar stres. Walau kerja emosional bisa efektif secara organisasi, mungkin terdapat efek terhadap
karyawan. Untuk mengtasi emosional beberapa peneliti berasumsi bahwa mengelola emosi memerlukan
usaha, waktu, dan energi. Organisasi yang berusaha untuk mengatur emosi, sesuatu yang sangat pribadi
dan akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam diri karyawan mereka.[8]
e. Penyakit Keserakahan
penyakit atau patologi keserakahan dalam organisasi adalah suatu metode teknik dan taktik yang
dilakukan seseorang anggota yang terkait dalam ikatan bentuk kerjasama berpikir dan bertindak untuk
dapat menguasai sebagian atau bahkan kalau bisa keseluruhan factor-faktor kenikmatan khususnya yang
berupa material dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya penyakit mata duitan pada pelaku organisasi, organisasi yang memiliki penyakit mata
duitan sering mendapat manfaat dari suatu pemahaman yang jelas akan tujuan serta kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk mencapai tujuan. Akan tetapi penyakit mata duitan ini ada
manfaatnya juga salah atunya dalam bisnis organisasi yang beroperasi di dalam ekonomi pasar kompetitif
adalah jelas.[9] Tetapi banyak sisi gelapnya lagi dari penyakit mata duitan ini. Kcendrungan dari penyakit
ini adalah hanya menfokuskan diri pada kinerja yang dapat diukur dan mengabaikan hal-hal yang tidak
dapat diukur. Solusi terhadap penyakit mata duitan ini adalah menciptakan peluang untuk
menghubungkan aktivitas, memberikan imbalan secara terbuka, menganalisis strategik untuk masa depan,
mengintrospeksi diri, dan memberikan pelatihan kepada karyawan dalam ketrampilan menyelesaikan
konflik.
Penyakit atau patologi keserakahan manusia sebenarnya adalah suatu penyakit yang sangat kejam
karena dapat menghancurkan ikatan kerjasama dan bahkan mematikannya. Penyakit atau patologi
keserakahan bukan semata mata hanya mengumpulkan harta benda yang melimpah untuk memenuhi
kebutuhan, tetapi lebih banyak diarahkan kepada pemenuhan keinginan. Keinginan yang berlebihan
hanya menimbun harta benda saja dengan memperolehnya tidak wajar.
Penanganan virus patologi keserakahan dalam organisasi diperlukan ketegasan dan kejujuran
secara individual disamping harus pula diperlakukan atau dengan katalain dispesialisasikan untuk dapat
memahami bahwa keserakahan dengan merampas hak orang lain disamping mendapat hukuman moral
juga mendapatkan jeratan hukum yang berlaku.
SIMPULAN
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga
dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk
menyediakan barang-barang dan jasa. Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur mekanisme
pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap organ atau alat di
dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan tujuan organisasi.
Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah organisasi yang
matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari, menghadapi, dan
menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai
pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem
atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga
menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik.
Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan
menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit- penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang
bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi
maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi, bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus
dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-
penyakit ini sudah menular. Banyak patologi organisasi yaitu korupsi, nepotisme, keserakahan, stress, dan
lainnya.
REFERENSI
Pace, Wayne dan Don Faules. 2001. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gibson, Ivancevich,dkk. 1985. Organisasi: Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Ivancevich, M. John, Robert Konopaske, dkk. 2007. Prilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta:
Erlangga.
Sopiah, 2008. Prilaku Organisai. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Davis, Keith dan John W. Newstrom. 1985 Prilaku dalam Organisasi, Jakarta: Erlangga.
Subir Chowdhury. 2003. Organisasi Abad 21. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
H.Makmur, M.si Prof. 2011.Patologi Serta Terapinya Dal Ilmu Administrasi Dan Organisasi. Jakarta: PT
Gramedia.
Kusdi. 2011. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika
Hmiznthi.2015.Penyakit-Penyakit Organisasi http:// documents. tips/documents/ penyakit-penyakit-
organisasi.html. diakses pada 15 Desembar 2015
Parassetya,Aridha.2011.Prilakumanajemen(penyakitorganisasi).http://www.papanputih.
com/2011/01/penyakit-organisasi-psychological.html
b. Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi menurut Burke (1998) dalam Winardi, (2017:198) adalah sebuah
proses perubahan yang direncanakan didalam kultur suatu organisasi, melalui pemanfaatan teknologi ilmu
behavioral, riset dan teknologi. Dengan adanya pengembangan organisasi maka suatu organisasi akan
mengalami peningkatan efektifitas, permasalahan-permasalahan keorganisasian akan terpecahkan dan
terselesaikan, adanya strategi adaptasi untuk masa yang akan datang.
Adapun aktor pengembangan organisasi adalah deisebut dengan agen perubahan atau konsultan
OD. Menurut Syamsir, (2016:149) agen perubahan bekerja mendiaknosa masalah masalah yang spesifik,
memberikan umpan balik kepada para anggota organisasi serta membantu mereka dalam
mengembangkan strategi dan intervensi guna perbaikan secara keseluruhan.
Dengan adanya pengembangan organisasi, maka patologi organisasi yang bersumber dari perilaku
organisasi akan tersehatkan, sehingga organisasi akan berjalan dengan lancer dan dapat mencapai tujuan
dengan efektif dan efisien.
c. Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi adalah kegiatan memberikan motivasi kepada anggota organisasi oleh pihak
manajerial. Motivasi menurut Robbins dalam Badeni (2014:77) adalah kemauan untuk mengeluarkan
upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sedangkan menurut Citra, dkk (2016:3) motivasi adalah
sebuah dorongan baik itu dari dalam maupun dari luar yang memepengaruhi seseorang untuk berbuat
sesuatu.
Jadi dapat dipahami bahwa dengan adanya pemberian motivasi oleh pihak manajerial kepada
anggota organisasi maka anggota organisasi akan termotivasi untuk untuk bekerja lebih baik sehingga
patologi organisasi seperti buruknya kinerja anggota organisasi akan tersehatkan, dengan begitu apabila
patologi dalam organisasi tersehatkan maka tujuan organisasi akan tercapai.
d. Peningkatan Pengawasan
Pengawasan menurut Syamsir, (2016:97) adalah salah satu fungsi manajemen untuk menjamin
keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan program sesuia dengan tujuan yang diharapkan atau
tidak. Karena banyaknya patologi yang menyerang organisasi yang berkaitan dengan pengawasan seperti
anggota organisasi yang tidak disiplin dan tidak mematuhi peraturan, maka penyehatannya adalah dengan
cara meningkatkan pengawasan, karena dengan adanya pengawasan yang ekstra maka anggota organisasi
akan mematuhi aturan dan akan disiplin sehingga tujuan organisasi dapat dicapai seefektif mungkin.
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan pengawasan menurut Andri, (2015:3) adalah
dengan melakukan empat macam pengawasan, yaitu :
a. Pengawasan dari Dalam
Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan atau unit pengawasan di
bentuk oleh organisasi itu sendiri. Pengawasan dari dalam dapat langsung dilakukan oleh atasan terhadap
kinerja anggota yang ada dalam organisasi.
b. Pengawasan dari Luar
Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang atau unit pengawasan
dari luar organisasi. Pengawasan ini dilakukan oleh pihak eksternal organisasi yang memang berhak
melakukan pengawasan. Adapun contohnya adalah BPK yang melakukan pengawasan terhadap seluruh
departemen yangaada di lingkungan negara Indonesia.
c. Pengawasan Formal
Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang diberi
wewenang untuk melakukan pengawasan secara internal dan eksternal. Dalam melakukan pengawasan
pengawas formal akan melaporkan hasil pengawasannya serta memberikan saran-saran perbaikan dan
penyempurnaannya.
d. Pengawasan Informal
Pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung dan nantinya apabila masyarakat melihat adanya kesalahan yang dilakukan
anggota organisasi, maka masyarakat dapat melaporkannya pada pihak manajerial.
Dengan dilakukannya empat macam pengawasan tersebut, maka patologi organisasi
seperti penurunan kinerja organisasi dapat disehatkan, sehingga setelah dilakukannya empat pengawasan
tersebut maka organisasi kedepannya akan mengalami peningkatan kinerja sehingga tujuan organisasi
dapat dicapai secara efektif dan efisien.
e. Pelatihan Sumber Daya Manusia Organisasi
Pelatihan sumber daya organisasi adalah upaya penyehatan organisasi dari patologi organisasi
seperti kurang kompeten dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota organisasi. Pelatihan
menurut Bangun dalam Trawardani, dkk (2015:2) adalah proses untuk mempertahankan
atau memperbaiki keterampilan karyawan untuk menghasilkann pekerjaan yang efektif.
Adapun tujuan di adakannya pelatihan sumber daya manusia organisasi menurut Nitisemitro
(2000) dalam Dhita, dkk (2012:5) adalah menambah pengetahuan, keterampilan dan merubah sikap
anggota organisasi ke arah yang lebih baik agar dapat menjamin penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna.
Jadi dapat dipahami bahwa pelatihan berguna untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan pekerjaan dan membantu meningkatkan efektifitas serta produktifitas dalam
perusahaan. Dengan dilakukannya pelatihan pada anggota organisasi maka intelektual, keterampilan dan
kompetensi anggota organisasi akan meningkat. Sehingga patologi organisasi seperti kurang cakap dan
kompetennya anggota organisasi dalam melaksanakan tugas akan tersehatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Andri, Eko Saputra. 2015. Peranan Pengawasan dalam Meningkatkan Efektifitas Kerja Karyawan pada PT.
Kereta Api. Jurnal Media Wahana Elektronika Vol. 12 No. 1 : Universitas PGRI Palembang
(http://download.portal.garuda.article).
Badeni. 2014. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Bandung : Alfabeta.
Bramantyo. 2004. Restruksirisasi Perusahaan Berbasis Nilai. Jakarta : PPM.
Citra, Dwi Jatiningrum dkk. 2016. Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi dan Kemampuan terhadap Kinerja
(Studi pada Karyawan dan Agen PT. Asuransi Jiwasraya Branch Office Malang). Jurnal Administrasi
Publik. Vol.39. No.1: Universitas Brawijaya (http://download.portal.garuda.article).
Dewi, Sartika. 2014. Analisis Kebijakan Penyehatan Perusahaan Daerah Pergudangan Dan Aneka Usaha (Pd
Pau) Kota Samarinda. Jurnal Widyariset, Vol 17. No 1 : Pusat Kajian Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
III Samarinda.
Dhita, Ayu Meithaningrum, dkk. 2012. Efektivitas Pendidikan dan Pelatihan dalam Meningkatkan Kinerja
Pegawai ( Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik.
Vol.1 No. 3 : Universitas Brawijaya (http://download.portal.garuda.article).
Fikri, Firmansyah Farid, dkk. 2015. Gambaran Restrukturusasi Organisasi : Studi pada PT. Telekomunikasi,
Tbk. Witel Malang tentan Bentuk, Jenis, Faktor Pendorong, Faktor Penghambat restrukturisasi dan
desain struktur organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis Vol 1 No. 2: Universitas Brawijaya.
(http://download.portal.garuda.article).
Syamsir, Torang. 2016. Organisasi dan Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan
Organisasi). Bandung : Alfabeta.
Trawardani, Isa Bharoka, dkk. 2015. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kemampuan Kerja yang Berdampak pada
Kinerja Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 29 No.1 : Universitas Brawijaya
(hhtp://download.portal.garuda.article).
Winardi. 2017. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
1.PENDAHULUAN
Dalam perjalanan Bangsa Indonesia birokrasi tidak bisa dilepaskan dalam system pemerintahan.
Keberadaan birokrasi sampai saat masih membawa polemic yang berkepanjangan. Tuntutan reformasi
setidaknya telah merubah wajah birokrasi Indonesia meskipun belum terlalu signifikan. Agenda reformasi
dalam tubuh birokrasi di Indonesia ditujukan bukan lagi sekedar untuk membangun Institusi birokrasi
yang professional secara menejerial, namun pada bagaimana birokrasi tersebut mampu merepresentasikan
konfigurasi social yang ada untuk menjamin keterwakilan masing – masing komunitas social yang telah
mengakar kuat di dalam tubuh birokrasi. Pendeteksian penyakit birokrasi atau yang sering disebut
patologi dalam dunia medis sebainya juga dilakukan kepada birokrasi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan
agar penyakit – penyakit yang ada dalam tubuh birokrasi di Indonesia tidak menular ke yang lainnya
sebagi upaya preventif bahkan lebih dari itu bisa disembuhkan secara total meskipun membutuhkan
waktu yang lama. Upaya meminimalisir penyakit yang terjadi di birokrasi dihrapkan dapt membawa
perubahan terhadap pelayanan public yang prima.
Persoalan patologi atau penyakit birokrasi bersumber dari rekruitmen dan penempatan birokrat yang tidak
berdasarkan merit system (berdasarkan jenjang karir). Selain itu keterlibatan birokrasi dalam politik
dianggap sebagai hal yang harus diwaspadai karena birokrasi bukanlah institusi atau lembaga yang bisa
mewakilkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Secara makro atau nasional persoalan
birokrasi di Indonesia lebih di dominasi karena kurangnya pemisahan atau segresi yang jelas antara
kepentingan politik dan administrasi. Masih seriong dijumpai birokrat terlibat secara aktif dalam kegiatan
politik dan juga adanya politisi yang selalu mendominasi proses – proses birokrasi sehinggga kebijakan
yang diambil dalam birokrasi merupakan kebijakan politik dari orang – orang yang memiliki kepentingan
tertentu. Reformasi birokrasi di Indonesia masih bergulir namun sampai saat ini belum ada regulasi
(peraturan) yang menjamin depolitisasi birokrasi secara subtansial. Persoalan tersebut seperti mengurai
benang kusut karena ke depan bila model birokrasi yang seperti it uterus dijalankan akan dapat
memunculkan konflik tertutama menimbulkan praktik kolusi dan nepotisme dalam rekruitmen,
penempatan, promosi dan mutasi birokrasi masih sering terjadi. Praktik – praktik yang seperti ini pada
kenyataannya sudah menjadi rahasia umum yang pada akhirnya praktik – praktik korupsi dan
pengamanan sumber –sumber ekonomi termasuk keuangan Negara dari kelompok yang sedang berkuasa
dengan menjalin korporasi menjadi sebuah system yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sistem model birokrasi Weber dianggap juga sebuah system yang kurang efektif untuk dijalankan di
Indonesia karena hal ini sangat berhubungan dengan kultur budaya di Indonesia yaitu patron klien. Model
tersebut, dianggap menyuburkan korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. Tuntutan merit system
dalam rekruitmen birokrasi terutama di daerah ternyata sulit dipenuhi karena persoalan primordialisme.
Rekruitmen pegawai baru maupun penempatan jabatan public lebih ditentukan oleh penguasa daerah
(kepala daerah atau kekuatan birokrasi dominan). Praktik ini semakin meminggirkan kelompok lain
sehingga memunculkan kecemburuan dan bahkan kebencian kepada kelompok yang sedang berkuasa.
Pada akhirnya konfliklah yang terjadi baik vertical maupun horizontal karena motif kepentingan. Dengan
penyakit yang seperti diungkapkan diatas perlu penanganan yang serius agar tidak mewabah tentunya
dengan regulasi yang jelas dan merubah kultur birokrasi agar tidak terjadi penyimpangan – penyimpangan
dalam bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. MEMAHAMI BIROKRASI
Menurut beberapa orang menganggap bahwa birokrasi adalah sebuah organisasi yang paling efesien
namun dilapangan hal ini menjadi berbeda. Menurut Pichot cir- ciri birokrasi yang birokratis adalah
sebagai berikut :
Rantai Komando yang hirearkhis
Struktur organisasi birokratis bebentuk piramida dengan kekuasaan seorang pemimpin di puncak yang
membagi – bagi keseluruhan tugas – tugas dalam organisasi serta memberikan tanggung jawab bagi sub
tugas kepada setiap sub pemimpin melalui rantai komando yang tidak terputus. Dalam system yang
hirearkhis seperti ini keputusan diperoleh langsung dari atasan yang terkadanmg kurang menyerap
aspirasi bawahan karena bawahan hanyalah pelaksana yang harus melaksanakan tugas yang diperintah
oleh atasan. Birokrasi yang hirearkhis ini juga memberikan peluang kepada orang untuk melakukan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme karena budaya yang dibangun adalah budaya patron clien dimana seorang
bawahan harus siap melaksanakan segala sesuatu yang diperintah oleh atasan. Peluang juga akan muncul
manakala kekuasaan yang dimiliki akan disalah gunakan untuk kepentingannya sendiri yaitu mengeruk
sebesar – besarnya untuk kepentingan pribadi dengan mengenyampingkan kepentingan umum. Motif
ekonomi juga menjadi dasar bagi para pemegang kekuasaan dengan kekuatannya sebagi seorang atasan
karena wewenangnya yang diberikan penuh oleh system.
Spesialisasi berdasarkan fungsi
Struktur organisasi yan birokratis diciptakan dengan membagi tugas – tugas ke dalam spesialisasi atau
fungsi yang jelas. Hal ini memungkinkan setiap karyawan untuk berkonsentrasi hanya kepada aspek –
aspek yang kecil dari keseluruhan aktivitas organisasi. Dengan spesialisasi pekerjaan dilihat dari sisi
positifnya memberikan kemampuan kepada karyawan agar tefokus pada bidang tertentu ini berarti adanya
skill khusus dalam mengerjakan sesuatu namun dari negatifnya dengan adanya spesialisasi karyawan
menjadi kurang mampu menguasai bidang – bidang yang lainnya. Pembagian kerja ini juga
mengakibatkan tidak adanya budaya saling membantu terhadap bidang yang lain dikarenakan masing –
masing bidang hanya akan mengurusi wilayah kerjanya sendiri.
Peraturan tertulis dan kebijkan yang seragam
Pemimpin bertanggungjawab terhadap keseluruhan tindakan – tindakan bawahannya serta memilki hak
untuk memberikan perintah yang wajib dipatuhi oleh bawahan. Kebijakan merupakan sebuah tindakan
yang dilakukan untunk mebuat decision yang akan berimbas kepada publik namun bisa dipastikan dalam
birokrasi kebijakan yang dibuat oleh atasan hampir seragam. Kebijakan ini membuat para pengguna
kebijakan menjadi tidak memilki peluang untuk menyampaikan aspirasinya. Model keseragaman ini
setidaknya meminimalisir bawahan untuk terlalu ikut campur atau melakukan pengawasan terhadap
atasan sehingga ada keleluasaan dari atasan untuk berbuat segala sesuatunya karena kurangnya
pengawasan. Dampak dari pemngambilan keputusan yang salah akan langsung berimbas ke publik karena
model keseragam yang diterapkan di setiap instansi pemerintah adalah sama.
Prosedur yang terstandarisasi dalam pekerjaan
Hal ini kadang – kadang terjadi bahkan sampai kepada tingkat yang paling detail.Prosedur yang standar
ini bermanfaat untuk mengatasi resistensi yang tidak rasional sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi
lebih efektif. Dalam menjalannkan tugasnya seorang karyawan harus bekerja dengan instruksi pimpinan
dan juga berdasarkan tugas, pokok dan fungsi. Adanya standarisasi seharusnya menjadikan birokrasi
bekerja dengan optimal dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Berikut akan disampaikan cara kerja birokrasi model tradisional dan cara kerja birokrasi baru.
1. Cara Kerja Tradisional
Cara kerja tradisional ini mewarnai kehidupan manejemen baik di pemerintah maupun dimasyarakat, cara
seperti ini sudah tidak efisien lagi, karena sanagt lamban dan menghambat perubahan. Menurut J.C
Tukiman Taruna pada suatu seminar yang dsimuat di surat MEDIA tanggal 10 April 1994 menyebutkan
antara lain bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat feodalistik, ketat peraturan, lebih menyenangi
tertutup, lebih mempersulit pelayanan kepada orang lain menghadapi orang lain dengan penuh curiga
dalam keadaan tertentu suka main hakim sendiri, suka membuat peraturan yang menguntungkan atau
untuk memperkuat dirinya. Keadaan seperti ini seharusnya berubah karena tantangan sudah lain dan
oleh Prof.Dr.Muadi dari UNDIP pada surat kabar yang sama menyatakan perlu paradigma baru seperti
dalam menentukan tujuan itu harus fleksibel,komunikasi harus terbuka, kebijaksanaan harus rasional dan
bersifat partisipatif. Lebih lanjut dikatakan oleh Dr.Lukman Sutrisno dari UGM ciri tuntutan masa depan
tersebut antara lain berorientasi pada demokrasi dan hak – hak asasi manusia serta prestasi, menghormati
hukum, tidak cepat puas dan solidaritas sosial tinggi. Menurut Prof.Dr.Warren Bennis keadaan seperti
yang dikemukakan oleh J.C Tukiman Taruna tersebut disebut matinya birokrasi karena bersifat kaku dan
lamban sehingga tidak mampu lagi mengakomodasi tuntutan – tuntutan baru yang bersifat cepat dan
mendasar. Disebut mendasar karena menyangkut perubahan sikap dan perilaku SDM dalam upaya
merubah perilaku menejemen baru yang lebih dinamis dan fleksibel. Namun perubahan sikap dan
perilaku SDM tersebut memerlukan proses waktu yang cukup lama agar menjadi budaya baru.
2. Cara Kerja Baru
Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru yang lebih efektif dan
efisien, lebih demkratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel dan lebih terdesentralisasi. Dalam
perubahan menejemen tersebut dapat dikelola dengan baik maka akan dipetik keuntungan yang berupa
tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam kreatifitas dan dorongan partisipasi yang makin besar.
Pertumbuhan semacam itu akan mendorong terwujudnya kemandirian yang enjadi ciri utama
pembangunan dalam rangka menghadapai kehidupan masa depan. Untuk itu manajemen harus
berorientasi pada tujuan agar lebih efektif dan efisien dengan cara seperti :
A. merumuskan tujuan dan sasran organisasi secara jelas adan rinci
B. tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalam bentuk kebijaksanaan dan strategi yang
operasional
C. dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak baik yang berupa kerjasama maupun
koordinasi
D. pelaksanaan tersebut terus dikendalikan temuannya dianalisis kemudian ditibdaklanjuti
berupa perbaikan atau penyempurnaan terus menerus
Perubahan tersebut akan dapat terlaksana bilamana didahului oleh perubahan sikap dan perilaku SDM
yang akan menjadi pendukung utama perubahan tersebut. Untuk itu diperlukan langkah kegiatan yang
berupa mencari nilai – nilai baru kemudian dimasyarakatkan atau dilatihkan, dilaksanakan,
disempurnakan terus menjadi kebiasaan kerja dan akhirnya baru menjadi budaya yang dimilikinya. Unsur
yang terkandung dalam upaya perubahan tersebut meliputi kekuatan motivasi, motivasi tidak akan berarti
kalau tidak memiliki ketrampilan atau profesional, memiliki motivasi, ketrampilan kebribadian tidak
cukup kalu bisa berperan atau berbuat memiliki motivasi ketrampilan dan kepribadian peran tidak bisa
optimal bilamana tidak memperhatikan faktor manusiawi berupa kejenuhan
Oleh karena itu yang dimaksud dengan produktivitas budaya kerja adalah sikap mental yang selalu
mencari perbaikan atau menyempurnakan apa yang telah dicapai dengan menerapkan teori – teori atau
metode – metode baru serta yakin akan kemajuan umat manusia. Dalam hal ini dapat dilihat kaitan antara
kepribadian itu terkandung unsur bakat, ketrampilan, minat, sifat, gairah dan nilai – nilai kepribadian
tersebut menjadi sikap kemudian menjadi perilaku yang mengandung unsur semangat, disiplin, rajin,
jujur, tanggungjawab, hemat, integritas sehingga hasil kerja akan mencapai kualitas yang tinggi atau
memuaskan.
Perilaku menejemen yang menghasilkan produk bermutu tinggi tersebut dapat dinilai dari unsur antara
lain kepemimpinan, perencanaan,pengorganisasian,penentuan
prioritas,pendelegasian,pengendalian,pemecahan masalah, pengambilan keputusan, komunikasi lisan,
komunikasi tertulis, ketrampilan administrasi, hubungan antar pribadi, pemeliharaan keselamatan,
kerumahtanggaan, ketepatan waktu dan kehadiran.
Karier profesional
Dalam organisasi yang birokratis, ukuran kesuksesan karier ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk
naik ke tingkat yang lebih tinggi dalam rantai komando. Naiknya jabatan seseorang ke jenjang yang
leebih tinggi akan meningkatakan status seseorang di masyarakat. Promosi dicapai melalui kemampuan
teknis.Penentuan karier dalam jabatan birokrasi lebih ditentukan kepada lama masa kerja dan jenjang
pendidikan namun kurang memeperhatikan prestasi kerja seseorang. Hal yang dipahami bersama
mekanisme dalam pemberian reward dan punisment masih kabur karena kerja birokrasi yang hampir
sama jadi kurang memperhatikan jenis sanksi dan penghargaan bagi pegawai yang berprestasi dan
melanggar aturan. Penilaian dalam kerja semata – mata hanya digunakan untuk naik ke tingkat yang lebih
tinggi.
Hubungan yang impersonal
Hubungan antar pegawai lebih didasarkan pada peran. Struktur organisasi dan uraian jabatan menentukan
apa yang menjadi ekspektasi dari seorang karyawan berdasarkan peran yang dimilikinya dan pemegang
suatu peran diharapkn untuk menjalankan tanggungjawabnya dengan cara – cara yang rasional dan tidak
emosional.
Koordinasi dilakukan oleh mereka yang berada pada tingkat yang lebih tinggi
Karyawan tidak perlu memikirkan bagaimana harus mengkordinasi pekerjaan dengan rekan mereka.
Pimpinan membagi – bagi pekerjaan serta menjelaskan tugas – tugas yang harus dilakukan oleh setiap
orang. Demikian juga yang dilakukan oleh pimpinan yang lebih atas lagi, dan seterusnya. Karyawan tidak
perlu berfikir secara luas. Mereka dilarang untuk berkoordinasi dengan rekan kerja mereka.
Tabel berikut ini mengungkapkan ciri – ciri keberhasilan masa lalu ketidakrelevanannya dengan situasi
masa kini, serta sistem yang menggantikannya seperti yang dikemukakan oleh Pinchot
Ciri – ciri Alasan Penyebab
organisasi keberhasilan kegagalan dimasa Kecenderungan
birokratis dimasa lalu kini dimasa depan
Respon yang
lamban terhadap
perubahan kurang
baik dalam
Dapat menangani Self direction dan
menggunakan kompleksitas tidak self managemen
tenaga kerja tanpa mendorong kekuatan pasar dan
Prosedur standar keahlian interkoneksi komunitas yang etis
Hubungan yang
kuat diantara
Membantu Pekerjaan padat seluruh karyawan
menegakkan informasi Opsi dan alternatif
disiplin serta memerlukan dorongan yang kuat
Hubungan membuat keputusan hubungan yang bagi pencapaian
impersonal yang sulit lebih mendalam hasil
Arahan bagi
pekerja tanpa
keahlian (unskilled
worker) supevisi
yang kuat,
diperlukan bagi Karyawan yang Self Managing
pekerjaan dengan terdidik siap Team Komunikasi
Koordinasi dari turnover cepat dan untuk self- dan kolaborasi
atas membosankan management lateral
Menurut ciri – ciri birokrasi diatas memang terdapat ketidak nyamanan bagi sebagian orang karena
pengaturannya jelas menguntungkan orang – orang yang memegang kekuasaan sehingga menyebabkan
kerja birokrasi menjadi kurang efektif dan lamban.
Reformasi Birokrasi
Pichot memperkenalkan apa yang disebut dengan organisasi berbasis intelegensi (intelegensi
organization). Dalam organisasi jenis ini karyawan mengerahkan segala pikiran dan kemampuan mereka
untuk menemukan dan memenfaatkan peluang secara otimal, menciptakan produk, dan
memecahkan permasalahan.Para karyawan menjalankan tanggung jawab yang diberikan layaknya sebuah
perusahaan kecil, melayani pelanggan internal dan eksternal mereka penuh perhatian saerta bekerja
dengan orang lain dari seluruh organisasi guna memastikan bahwa seluruh sistem berjalan dengan baik.
Setiap orang menunjukan intelegensi dan tanggungjawabnya terhadap pekerjaan.
Organisasi berbasis intelegensi dirancang untuk meningkatkan kecerdasan dari beragam talenta yang
dimiliki oleh setiap anggotanya. Sebagai hasilnya organisasi ini dapat melakukan hal – hal berikut :
menghadapi berbagai isu pada yang sama seperti memberi perhatian terhadap satu sama lain,
pelanggan, kota dan komunitas
mampu menghadapi persaingan secara simultan dan efektif
mengimplementasikan pemikiran yang whole system tanpa menunggu fleksibilitas lokal
mampu mengidentifikasi isu – isu utama secara lebih baik untuk kemudian dapat ditangani secara
cepat
belajar dari pengalaman mengenai bagaimana melakukan hal – hal baru
mampu secara cepat mengaplikasikan apa yang telah dipelajari
menginternalisasikan pembelajaran yang diperoleh keseluruh organisasi serta memanfaatkannya
secara kreatif dan fleksibel
menunjang kompetensi yang dapat menghasilkan efisiensi biaya dan kinerja yang superior
3. PATOLOGI BIROKRASI
Setelah memahami birokrasi bisa dianalisis fenomena penyakit yang menjangkiti birokrasi di Indonesia.
Di dalam dunia medis dikenal dengan istilah patologi yang memiliki pengertian penyakit. Dari pengertian
diatas mungkin ada ketidaksinkronan dalam pemaduan dua kata namun itu hanyalah sekedar istilah untuk
menggambarkan bahwa dalam birokrasi di Indonesia masih belum tertata dengan baik. Bahayanya
manakala penyakit tersebut tidak segera di ”periksa”ke ahlinya maka akan menggejala dalam sebuah
sistem yang tidak ada ujung dan pangkalnya. Dalam birokrasi ada sebuah sistem yang sulit ditembus
karena permasalahan kultur. Melihatbirokrasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan budaya politik
yang ada di Indonesia. Budaya inilah yang sangat sulit dirubah karena berkaitan dengan moral Sumber
Daya Manusia. Ini menjadi gejala awal ”penyakit” karena meskipun perekrutan dilaksanakan secara
terbuka namun masih ada fenomena kecenderungan ke arah patronase. Sebuah pola yang memanfaatkan
”simbiosis mutualisme” (hubungan yang bersifat menguntungkan).Maka dari itu perlu penataan kembali
birokrasi di Indonesia agar terwujud pelayanan prima.
Simbiois mutualisme yang terjadi dengan mempertukarkan atau bisa jadi sebuah hubungan atau relasi
kekeluargaan yang mengesampingkan kualitas sehingga pada saat mereka melakukan pelayanan publik
kurang optimal karena keterbatasan kemampuanakibat perekrutan yang dilakukan sebuah formalitas
belaka. Mental yang dimilikipun sudah ada ”bawaan” mental korup karena pada saat memasuki sistemada
sumber daya yang mereka pertukarkan dengan si patron (orang yang memiliki kekuasaan). Pada akhirnya
mental sebagai abdi negara tidak muncul yang ada hanyalah mental yang taat pada ”si patron” sehingga
kepentingan publik menjadi terbengkalai. Hubungan ini bisa diibaratkan seperti lingkaran setan.
Untuk memangkas rantai ini bukan hal yang mudah karena perekrutan yang dilaksanakan secara terbuka
bahkan tanpa mempertukarkan sumber dayapun dapat terjangkiti penyakit karena ”orang sehat” masuk ke
tempat yang kotor atau tempat yang banyak menghasilkan bibit penyakit dan menularkan penyakit sangat
mampu membuat orang yang sehat menjadi sakit dan menyebarkan virus ke yang lainnya. Untuk itulah
diperlukan sebuah kekebalan atau imunitas agar virus itu tidak menggerogoti yang lain. Bagi yang sudah
terkena penyakit hendaklah disembuhkan terlebih dahulu. Mencari format baru untuk menata birokrasi
Indonesia bisa dilakukan dengan pembangunan mental (mental building) yang berorientasi kepada
kepentingan masyarakat.
Propf.Dr.Sondang P.Siagian MPA dalam bukunya ”Patologi Birokrasi: Analisis,Identifikasi dan
Terapinya” (1994) menyebut serangkaian contoh penyakit (patologi) birokrasi yang lazim dijumpai.
Penyakit – penyakit tersebut dapat dikategorikan dalam lima macam :
1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial para pejabat dilingkungan birokrasi
2. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan para petugas
pelaksana berbagai kegiatan operasional
3. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar norma hukum dan
peraturan perundang – undangan yang berlaku
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau
negatif
5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di lingkungan pemerintah
Berikut alternatif pemecahan masalah patologi di tubuh birokrasi di Indonesia dalam membangun
pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel dan transparan perlu ditetapkan kebijkan yang
menjadi pedoman perilaku aparat birokrasi pemerintah sebagai berikut :
1. Dalam hubungan dengan berpola patron- klien tidak memiliki standar pelayanan yang jelas/pasti,
tidak kreatif.Perlu membuat peraturan Undang – Undang- Undang pelayanan publik yang
memihak pada rakyat
2. Dalam hubungan dengan struktur yang gemuk, kinerja berbelit – belit, perlu dilakukan
restrukturisasi brokrasi pelayanan publik
3. Untuk mengatasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme selain hal diatas diharapkan pemerintah
menetapkan perundangan dibidang infomatika (IT) sebagai bagian pengembangan dan
pemanfaatan e Goverment agar penyelenggaraan pelayanan publik terdapat transparasi dan saling
kontrol.
4. Setiap daerah provinsi dan kabupaten dituntut membuat Perda yang jelas mengatur secara
seimbang hak dan kewajiban dari penyelenggara dan pengguna pelayanan publik
5. Setiap daerah diperlukan lembaga Ombusman. Lembaga ini bisa berfungsiingin mendudukan
warga pada pelayanan yang prima. Ombusman harus diberikan kewenangan yang memadai untuk
melakukan investigasi dan mencari penyelesaian yang adil terhadap perselisihan antara pengguna
jasa dan penyelenggara dalam proses pelayanan publik.
6. Peran kualitas sumber daya aparatur sangat mempengaruhi kualitas pelayanan, untuk itu
kemampuan kognitif yang bersumber dari intelegensi dan pengalaman,skill atau ketrampilan, yang
didukung oleh sikap (attitude) merupakan faktor yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah patologi atau penyakit birokrasi yang berhubungan dengan pelayanan publik di Indonesia.
Untuk itu pelatihan diharapkan mampu menjadi program yang berkelanjutan agar sumber daya
aparatur memeliki kecerdasan inteltual,emosional dan spiritual sebagai landasan dalam pelayanan
publik.
4. PENUTUP
Pengembangan sumber daya aparatur bukanlah satu – satunya cara untuk keluar dari kemelut birokrasi.
Tetapi sebagai sebuah usaha tentu ada hasilnya, keseluruhan pembinaan kualitas birokrasi atau aparatur
pemerintah setidaknya ada setitik pencerahan, namun harus tetap ditingkatkan secara terus menerus agar
dapat diciptakan sosok birokrasi atau aparatur yang profesional dan berkarakter. Dengan usaha – usaha
yang seperti telas disampaikan pada pembahasan diatas diharapkan dapat mewujudkan Good Governance.
Meningkatkan profesionalisme birokrasi melalui perubahan paradigma, perilaku dan orientasi pelayanan
kepada publik.
DAFTAR PUSTAKA
Perubahan organisasi modifikasi substantif pada beberapa bagian organisasi.[1] Oleh sebab itu
perubahan dapat melibatkan hampir semua aspek dari suatu organisasi, daintaranya: jadwal pekerjaan,
dasar untuk dapertemetalisasi, rentang manajemen, mesin-mesin, rancangan organisasi, orang-orang
dalam organisasi itu sendiri, dan lain sebagainya. Devinisi perubahan organiasi menurut para ahli yaitu:
Gareth R. Jones berpendapat bawa perubahan keorganisasian yaitu proses dengan apa
organisasi-organisasi beralih dengan keadaan sekarang mereka menuju keadaan yang diinginkan pada
masa mendatang, dengan tujuan meningkatkan efektivitas mereka (Jones, 1993: 511). [2] Sedangkan
menurut Don Hellriegel, John W. Slocum Jr menyatakan bahwa “perubahan keorganisasian yang
direncanakan adalah upaya yang diarahakan kepada tujuan tertentu yang dilakukan suatu organisassi
untuk mempengaruhi kondisi status quonya sendiri atau status quo organisasi lain” (Hellriegel, dkk,
1979:538).[3]
Jadi perubahan adalah transformasi dari keadaan yang sekarang menuju keadaan yang
diharapkan di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik, atau sebagai bagian dan bidang
proses organisasional, dan tidak ada pembahasan tentang organisasi akan lengkap tanpa pembicaraan
topik yang kompleks ini. Sasarannya jelas untuk menciptakan sistem organisasi yang mampu tetap hidup
dan berkembang, baik secara internal maupun eksternal. Manajemen perubahan merupakan bagian
integral berfungsinya organisasi. Porter, Lawler, dan Heckman menyatakan bahwa “kecepatan perubahan
akan berbeda dari satu organisasi dengan organisasi lainnya, tetapi fakta tentang perubahan tidak”.[4]
Dikutip dari Wikipedia, Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk
tujuan bersama. Sedangkan menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut:
Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-
orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama.
Ernes Dale mendefinisikan organisasi sebagai suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan,
pengembangan dan pemeliharaan suatu struktur atau pola hubungan-hubungan kerja dari orang-orang
dalam suatu kelompok kerja.[5]
Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yangbekerja atas
dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Cyril Soffer mendefinisikan organisasi itu adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi
peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja dalam mana pekerjaan itu diperinci
menjadi tugas-tugas, dibagikan di antara pemegang peranan dan kemudian digabung kedalam beberapa
bentuk hasil (organisasi sebagai suatu sistem peranan).[6]
Organisasi berfungsi dengan berbagai struktur dan proses yang saling tergantung. Struktur dan
proses-proses organisasi adalah tidak tetap, atau statistik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan
yang berubah secara kontinyus dalam suatu kegiatan sosial yang lebih luas. Oleh karena itu, perubahan
adalah suatu aspek universal dan kontinual semua organisasi. Tidak peduli karakteristik strukturalnya,
tidak ada organisasi yang terkecualidari perubahan. Sebagai suatu sistem yang terbuka, organisasi harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan, teknologi yang dipakai,
dan prilaku manusia.[7]
Pengembangan Inovasi, pengembangan inovasi meliputi evaluasi, modifikasi, dan penigkatan ide-ide
kreatif. Pengembangan inovasi dapat mengubah suatu produk atau jasa yang hanya memiliki potensi
sederhana menjadi suatu produk atau jasa dengan potensi signifikan.
Penerapan Inovasi, adalah suatu tahap dimana suatu organisasi mengambil suatu ide yang
dikembangkan dan menggunakannya dalam rancangan, manufaktur dan pengantaran produk, jasa atau
proses baru. Pada tahap ini inovasi muncul dari laboratorium dan diubah menjadi barang berwujud atau
jasa.
Peluncuran atau aplikasi Inovasi, adalah tahap dimana suatu organisasi memperkenalkan produk atau
jasa baru ke pasar. Akan tetapi walaupun terdapat pengembangan dan aplikasi, produk dan jasa baru
masih mungkin gagal pada tahap peluncuran.
Pertumbuhan Inovasi, ketika suatu inovasi telah diluncurkan dengan sangat berhasil, inovasi tersebut
kemudian memasuki tahap pertumbuhan. Priode ini merupakan salah satu kinerja ekonomi tinggi untuk
suatu organisasi karena permintaan atas produk atau jasa sering kali lebih besar dari pasokan.
Kematangan Inovasi, kematangan inovasi adalah tahap dimana sebagian besar organisasi dalam suatu
industri memiliki akses terhadap suatu inovasi dan menerapkannya dengan cara yang kurang lebih sama.
Penurunan Inovasi, penurunan inovasi adalah tahap dimana permintaan untuk suatu inovasi menurun
dan inovasi pengganti dikembangkan dan diterapkan.
I. Bentuk Inovasi
si Radikal dan Inovasi Bertahap
Inovasi radikal adalah produk, jasa atau teknologi baru yang dikembangkan oleh suatu organisasi
yang sepenuhnya mengganti produk, jasa, atau teknologi yanga ada dalam suatu
industri.[25] Sedangkan Inovasi bertahap adalah produk, jasa atau teknologi baru yang memodifikasi
produk, jasa atau teknologi yang ada.
Perusahaan yang mengimplementasikan inovasi redikal menggeser secara fundamental sifat dari
persaingan dan iteraksi perusahaan dalam lingkungan. Perusahaan yang mengimplementasikan inovasi
bertahap memperbaiki tapi tidak secara fundamental mengubah interaksi persaingan dalam suatu industri
b. Inovasi Teknikal dan Inovasi Manajerial
Inovasi teknikal adalah perubahan dalam penampilan fisik atau kinerja dari suatu produk atau jasa,
atau proses fisik dimana suatu produk atau jasa dibuat. Dan Inovasi manajerial adalah prubahan dalam
proses manajemen dimana produk dan jasa disusun, dibangun, dan diberikan kepada konsumen. Inovasi
manajerial tidak sepenuhnya mempengaruhi penampilan fisik atau kinerja dari suatu produk atau jasa
secara langsung.
SIMPULAN
Organisasi berfungsi dengan berbagai struktur dan proses yang salinhg tergantung. Struktur dan
proses-proses organisasi adalah tidak tetap, atau statistik, tetapi lebih merupakan pola-pola hubungan
yang berubah secara kontinyus dalam suatu kegiatan sosial yang lebih luas. Oleh karena itu, perubahan
adalah suatu aspek universal dan kontinual semua organisasi. Tidak peduli karakteristik strukturalnya,
tidak ada organisasi yang terkecualidari perubahan. Sebagai suatu sistem yang terbuka, organisasi harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan, teknologi yang dipakai,
dan prilaku manusia.
perubahan organisasi merupakan upaya atau usaha merubah organisasi dari bentuk yang satu
dengan bentuk yang lain secara sistematis dan juga hal yang mesti terjadi didalam sebuah organisasi.
Disamping itu perlu evaluasi yang berkelanjutan dan yang terpenting adalah bagaimana komponen-
komponen yang ada didalam nya dapat berinteraksi dengan harmonis.
Inovasi adalah memikirkan dan melakukan sesuatu yang baru yang menambah atau menciptakan
nilai-nilai manfaat social maupun ekonomi. Proses inovasi terdiri dari tiga tahap yaitu Pencarian ide,
Pemanenan ide dan Pengembangan serta implementasi ide.
Inovasi yang efektif membutuhkan Pencampuran ide-ide yang baru, Kemampuan untuk membuat
segala sesuatu selesai, Pengiklanan yang baik, Fokus pembeli dan Iklim organisasi yang kondusif.
REFERENSI
Reksohadiprodjo, Sukanto dan Hani Handoko.1982. Organisasi Perusahaan Teori, Struktur dan
Perilaku. Yogyakarta: BPFE.
Moorhead. 2013. Prilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Mnusia dan Organisasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Abdul Jawwad, Muhammad. 2004. Menjadi Menejer Sukses. Jakarta: Gema Insani
Kusdi. 2011. Terori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika
Stiawan, Doni. Teori Organisasi Umum Perkembangan dan Perubahan Organisasi. 03 Oktober
2014. file:///F:/makalah 20oooo.html. diakses pada 02 Desember 2015
FAIZAL, MUHAMMAD. MENGELOLA PERUBAHAN DAN INOVASI. SELASA, 06 NOVEMBER
2012. FILE:///D:/TUGASS/MA KAALAH20ORGA .HTML . DIAKSES PADA 02 DESEMBER
2015
PEMBAHASAN
TEKNOLOGI ORGANISASI
Teknologi adalah sekelompok proses dan sistem yang digunakan oleh organisasi untuk mengubah
sumber daya menjadi produk atau jasa. Teknologi yang dimaksud oleh para ahli organisasi tidak sama
dengan pengertian umum teknologi yang kita ketahui. Yang kita ketahui teknologi itu dalam konteks yang
sangat spesifik, misalnya, mesin-mesin pabrik, alat-alat elektronik dalam rumah tangga, sarana-sarana
transportasi modren seperti mobil, kapal, kereta api, dan lainnya. Atau seperti komputer, stelit, dan lain
sebaginya.
Para ahli organisasi justru sebaliknya, para ahli biasanya menggunakan teknologi secara umum.
Apa pun sarana dan prangkat yang diperlukan organisasi dalam menjalankan aktivitasnya, maka hal
tersebut dapat dikategorikan teknologi organisasi. Jadi walaupun suatu organisasi tidak menggunakan
peralatan canggih dalam memproses input-output yang diinginkan tetap dikatakan teknologi. Misalnya, di
kantor kelurahan terdapat mesin ketik, telepon, speda motor dinas, stempel dan alat-alat tulis, maka bagi
para ahli itu termasuk kedalam teknologi.[1]
Menurut Perrow, teknologi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, alat-alat, tehnik dan kegiatan,
yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Dan Robbins (1994:194) menyatakan, teknologi
merujuk pada informasi, peralatan, teknik, dan proses yang dibutuhkan untuk mengubah masukan
menjadi keluaran dalam organisasi. Teknologi merujuk pada informasi, peralatan, teknik dan proses yang
dibutuhkan untuk mengubah masukan menjadi keluaran dalam organisasi. Artinya teknologi melihat
bagaimana masukan diubah menjadi pengeluaran. Konsep teknologi yaitu walaupun mempunyai konotasi
mekanik atau atau manufaktur, dapat diaplikasikan pada semua jenis organisasi.[2]
Secara umum teknologi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi tiga unsur (Hatch: 1997: 128).
a. Benda-benda atau objek-objek fisik yang meliputi bahan-bahan, peralatan dan sarana-sarana yang
diperlukan untuk melakukan produksi.
b. Aktivitas atau proses yang digunakan sebagai metode produksi.
c. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan mengoprasikan peralatan sarana produksi,
atau metode khusus yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu.
Teknologi juga terkait cara bagaimana sebuah produk dari sebuah organisasi bisnis yang
dihasilkan atau cara bagaimana pekerjaan dapat dilakukan.[3] Jadi dapat dipahami bahwa rumusan
teknologi yang dimaksud dalam teori organisasi tidak hanya menyangkut alat-alat. Hal ini juga mencakup
berbagai aktivitas dan pengetahuan atau ketrampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas-
aktivitas tersebut.
B. Jenis-Jenis Teknologi Organisasi
a. Teknologi Manufaktur
Beragam bentuk teknologi manufaktur digunakan dalam organisasi. Woodward menemukan tiga
bentuk teknologi yaitu: bath kecil, bath besar atau produksi massal, dan proses kontiniu.[4] Tiap bentuk
teknologi dianggap terkait dengan tipe struktur organisasi tertentu. Dua bentuk teknologi terbaru adalah
otomasi dan manufaktur dengan bantuan komputer.
Otomasi adalah proses perancanagn pekerjaan sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat
seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan oleh mesin. Karena mesin otomatis dapat beroprasi dengan
cepat dan membuat sedikit kesalahan, maka otomasi meningkatkan volume output. Jadi otomasi
membantu meningkatkan kualitas produk dan jasa, serta menumbuhkan inovasi. Otomasi adalah langkah
terkini dalam perkembangan mesin dan peralatan yang dikendalikan oleh mesin.
Otomasi bergantung pada umpan balik, informasi, sensor dan mekanisme pengendalian. Umpan
balik adalah aliran informasi dari mesin kembali ke sensor. Sensor adalah bagian dari sistem yang
mengumpulkan informasi dan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan. Mekanisme
pengendalian adalah perangkat yang mengirimkan instruksi ke mesin otomatis.
Dampak otomasi terhadap manusia ditempat kerja bisa dikatakan kopleks. Dalam jangka pendek,
orang-orang yang pekerjaannya diotomasikan bisa kehilangan pekerjaan. Namun dalam jangka panjang,
lebih banyak pekerjaan yang tercipta dibanding yang hilang. meskipun demikan, tidak semua perusahaan
mampu membantu para pekerja yang kehilangan pekerjaannya menemukan pekerjaan baru karena
biayanya kadang-kadang tinggi.
Dalam industri batubara misalnya, otomosi umumnya digunakan dalam penambangan. Jiaka output
pernambangan telah meningkat secara dramatis dan permintaan akan batubara telah menurun dan
peningkatan produktifitas yang ditimbulkan oleh otomasi telah mengurangi kebutuhan akan penambang.
Konsekuensinya banyak pekerja kehilangan pekerjaan dan industri batubara tidak dapat menyerap
mereka. Dan sebaliknya, dalam industri elektronik, kenaikan permintaan akan produk-produk elektronik
telah menaikan lapangan kerja meskipun otomasi dipakai secara luas di industri lain.[5]
Manufaktur dengan bantuan komputer adalah teknologi yang mengandalkan komputer untuk
merancang atau menciptakan produk. Dalam manufaktur ada yang dikenal dengan flexibel manufacturing
syatems (FMS) merupakan bentuk-bentuk sistem pengangkutan yang dikendalikan komputer lain untuk
memindahkan bahan baku dari satu bagian sistem ke bagian yang lain, misalnya di perusahaan Ford
Motor Company yang mengguankan FMS untuk mengubah suatu pabrik. Jika perusahaan tersebut
mengubah pabrik tersebut maka perusahaan itu bisa menggunakan pabrik yang ada dan melakukan
produksi secara kontiniu sementara peralatan baru dipasang dan para pekerja dilatih ulang dalam group-
group kecil. [6]
b. Teknologi Jasa
Teknologi jasa juga berkembang dengan capat, dan teknologi ini juga bergerak ke arah sistem dan
prosedur yang semakin otomatis. Misalnya, dalam industri perbankan yang mempermudah pemindahan
dana antarrekening atau antarbank yang berbeda dan lain sebagainya, hotel juga mengguankan teknologi
yang semakin canggih untuk meneriam dan mereservasi kamar, universitas dan rumah sakit. Karena
semakin besarnya peranan organisasi jasa dalam perekonomian saat ini, akan semakin banyak juga
inovasi teknologi yang akan muncul.[7]
Kategori yang dibuat oleh Woordward menggambarkan tingkat kompleksitas teknologi, dimana
teknologi produksi unit adalah teknologi yang paling sederhana sementara teknologi produksi proses
adalah yang paling rumit. Contoh dari tipe tersebut misalnya, produksi unit, seperti perusahaan yang
membuat produk secara tunggal. Contoh penjahit pakaian, produksi masa, seperti perusahaan yang
membuat produk dalam jumlah besar atau massal. Contohny perusahaan pembuat televisi, mobil,
minuman kaleng dan sebagainya, produksi proses, seperti perusahaan yang membuat produk dengan
teknik produksi secara bertahap. Contohnya industri penyulingan minyak, dan industri bahan kimia.
b. Tipologi Perrow
Untuk menganalisis teknologi dalam organisasi secara lebih umum, kita membutuhkan perluasan
definisi teknologi agar mencakup organisasi-organisasi pelayanan. Dengan perkataan lain, konsep
teknologi produksi sebagaimana yang dipergunakan Woordward perlu diperluas, yaitu mencakup hal-hal
di luar teknik produksi. Dengan demikian, konsep teknologi dapat diperlakukan juga pada organisasi
pelayanan hal ini dapat di sebut teknologi pengetahuan.[9]
Perrow lebih memperhatikan teknologi pengetahuan. Perrow mendefinisikan teknologi sebagai
“tindakan yang dilakukan seorang individu terhadap sebuah objek, dengan atau tanpa bantuan alat atau
perlengkapan mekanis, untuk membuat perubahan tertentu pada objek tersebut”.[10]
Perrow melihat ada dua dimensi disini. Pertama, apakah tugas-tugas yang dilakukan membutuhkan
banyak pengecualian atau sesuatu yang rutin. Dimensi ini disebut variabilitas tugas-tugas (taks
variability). Kedua, apakah tugas-tugas itu mudah dianalisis atau tidak. Ada kadang tugas yang terdefinisi
dengan baik sehingga mudah untuk dianalisis, tetapi ada pula tugas yang sulit didefinisikan (ill-defined).
Perrow menyebutnya sebagai dimensi keteanalisisan masalah (problem analyzability).
Kita dapat membayangkan kedua dimensi teknologi Perrow ini dapat diberlakukan pada organisasi
manufaktur maupun pelayanan. Pada organisasi pelayanan, kita dapat membedakan adanya organisasi-
organisasipelayanan yang memiliki tugas- tugas yang beraneka ragam dan berubah-ubah variasinya
(misalnya, pelayanan-pelayanan medis di rumah sakit), ada pula yang rutin (misalnya, birokrasi perizinan,
kasir bank dan lainnya). Demikian pula dalam keteranalisisan masalah, ada jasa-jasa pelayanan yang
masalahnya terdefenisi dengan baik (misalnya, akuntan pajak, biro hukum, dan lainnya), ada pula yang
terdefinisi dengan baik (misalnya, jasa periklanan, konsultan, dan lainnya).
Berdasarkan karakteristik tugas-tugas tersebut, maka dalam tipologi menurut Perrow ada empat
macam teknologi, yaitu teknologi kerajinan (craft technologies), teknologi rekayasa (engineering
technologies), teknologi rutin (routine technologies), dan teknologi non-rutin (nonroutine technologies).
c. Tipologi Thompson
Kedua ahli terdahulu menekankan pengaruh teknologi terhadap struktur, bahwa teknologi
menentukan struktur tertentu dalam organisasi, atau disebut juga pemikiran imperatif teknologi.
Thompson tidak mengikuti alur pemikiran semacam ini. Ia lebih menekankan pada tingkat ketidakpastian
yang disebabkan oleh teknologi. Tingkat ketidak pastian ini mengharuskan pengambilan keputusan
memiliki strategi tertentu dan pengaturan struktural tertentu pula untuk mengurangi ketidakpastian
tersebut. Ada tiga konstribusi utama terhadap literatur teknologi struktur diberikan oleh James
Thompson.[11] Ia membedakan ada tiga tipe teknologi yaitu:
1. Long-linked technology (teknologi rantai panjang)
Input
Output
Berdasarkan gambar diatas yang meruapakan proses teknologi rantai panjang yang menunjukan
bahwa tugas-tugas dalam organisasi harus dilakukan secara berurutan. Setelah input-input telah
dikerjakan oleh bagian A maka di lanjut prosesnya oleh bagin B, kemudian hasil dari B di operasikan oleh
bagian C, demikian seterusnya sampai akhirnya diperoleh output yang diinginkan.
2. Mediating technology (teknologi mediasi)
Berdasarkan gambar diatas yang merupakan proses teknologi mediasi yang menunjukan tugasnya
yaitu mempertemukan dua unsur atau kelompok yang terpisah. Kebutuhan klien A dipertemukan dengan
kebutuhan Klien B, sehingga kedua belah pihak memperoleh kepuasan.
3. Intensive technology (teknologi intensif)
Resorces
A
B
C
D
Inputs
Output
Feedback
Berdasrkan gambar diatas yang merupakan proses teknologi intensif yang menunjukan tugasnya
yaitu sejumlah sumber daya harus dikombinasikan, dan adanya umpan balik (feedback) dan saling
berkoordinasi antara pelaksan dengan sumber day tersebut untuk menghasilkan suatu output. Misalnya
pada rumah sakit untuk menangani seorang pasien gawat darurat, rumah sakit sekaligus membutuhkan
serangkaian produkdan jasa yang berbeda, mulai dari rontgen, laboratorium dan sebagainnya.
D. Teknologi dan Struktur Organisasi
Menurut Robbins (1990:194) pola hubungan yang lengkap antara teknologi dan struktur dapat
dilihat dari gambar di bawah ini.[12]
Jadi pola hubungannya yang pertama-tama jenis industri memengaruhi teknologi. Di sini kita bisa
membedakan antara antara industri manufaktur dan jasa, walaupun perincian yang lebih detail pada
masing-masing kelompok. Jenis industri biasanya membatasi pilihan-pilihan teknologi yang digunakan
oleh suatu organisasi. Selanjutnya, teknologi dan ukuran organisasi saling memengaruhi. Teknologi yang
kompleks biasanya hanya dimungkinkan apabila organisasi mencapai ukuran tertentu. Hubungan antara
teknologi dan ukuran organisasi menjadi timbal balik. Karena, penggunaan teknologi biasanya
membutuhkan ukuran organisasi yang lebih besar agar ekonomis. Dari hubungan timbal balik antara
teknologi dan ukuran organisasi inilah diperoleh suatu keterkaitan dengan struktur organisasi.
Hubungan teknologi dan struktur organisasi dapat ditinjau dari tiga dimensi struktur: kompleksitas,
formalisasi, dan sentralisasi. Meskipun semua klasifikasi telah disebutkan sebelumnya.
Teknologi dan Kompleksitas, meskipun bukti kurang meyakinkan, menunjukan bahwa teknologi
rutin positif berhubungan dengan kopleksitas yang rendah. Makin besar rutinitad, maka makin sedikt
jumlah kelompok pemegang jabatan (pekerjaan) dan makin sedikit pelatihan yang didapat para
profesional[13] atau makin sedikt dibutuhkan keahlian profesional di dalamnya. Hubungan tersebut akan
lebih mungkin berlaku bagi aktivitas struktural di dalam seperti proporsi pegawai bagian pemeliharaan
dan rentang kendali para supervisor tingkat pertama.
Yang sebaliknya pun berlaku, artinya, teknologi nonrutin kemungkinan membawa kompleksitas
yang tinggi. Sedangkan pekerjaan itu menjadi lebih canggih dan lebih disesuaikan dengan keinginan,
rentang kendali akan menyempit dan diverensiasi vertikal meningkat.[14] Hal ini tentunya secara intuitif
adalah logis. Tanggapan yang disesuaikan dengan permintaan akan meminta pengguna yang lebih besar
dari para spesialis, dan menejer membutuhkan sebuah rentang kendali yang lebih kecil, yang tidak
diprogramkan.
Teknologi dan Formalisasi, berbagai penelitian menunjukan bahwa teknologi rutin berkorelasi
positif dengan formalisasi. Namun, bila dikontrol dengan ukuran organisasi, maka korelasi tersebut
biasanya hilang. Teknologi rutin berkaitan erat dengan adanya manual peraturan, job desctiption dan
derajat spesifikasi dari job deskription tersebut. Sebaliknya pada teknologi non-rutin lebih dibutuhkan
ruang dan fleksibelitas, sehingga tingkat formalisasi biasanya rendah.[15]
Teknologi dan Sentralisasi, hubungan teknologi sentralisasi membuahkan hasil yang tidak
konsisten. Argumentasi yang adalah bahwa teknologi rutin akan dihubungkan dengan struktur yang
didesntralisasi, sedangkan teknologi non-rutin membutuhkan lebih banyak pengetahuan spesialis
sehingga keputusan-keputusan perlu lebih banyak didesentralisasikan atau didelegasikan. Posisi tersebut
cukup mendapat dukungan.[16]
KESIMPULAN
Teknologi adalah sekelompok proses dan sistem yang digunakan oleh organisasi untuk mengubah
sumber daya menjadi produk atau jasa. Teknologi yang dimaksud oleh para ahli organisasi tidak sama
dengan pengertian umum teknologi yang kita ketahui. Teknologi dalam organisasi dapat dibedakan
menjadi tiga unsur: benda-benda atau objek, aktivitas atau proses yang digunakan dan pengetahuan yang
dibutuhkan.
Menurut Weick, teknologi baru dicirikan oleh sifatnya yang stochastic (teknologi yang bekerja
secara non-determinan, artinya peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan cenderung tidak bisa diantisipasi,
tidak terulang dan lebih kurang bersifat acak), Continous (dimana teknologi bersifat otomatis artinya
dalam sistem ini, efisiensi diatur sendiri oleh mesin sedangkan petugas hanya berfungsi
mengontrol), Abstract (paada teknologi ini seorang pekerja bekerja lewat simbol ketimbang proses
aktual).
Ada beberapa elemen yang bertujuan melihat teknologi dalam sudut pandang yang lebih luas. hal
ini penting bagi level pengambil keputusan dalam organisasi yang bertugas merumuskan teknologi
organisasi. peran administrasi dalam perumusan teknologi organisasi perlu dipertimbangkan aspek-aspek
barau dalam berbagai tipe teknologi canggih yang berkembang saat ini.
REFERENSI
[1] Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hlm. 148.
[2] Stephen P. Robbins Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi (Jakarta: Arcan, 1994),.
Hlm, 194.
[3] Ernie Trisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen (Jakarta: Kencana,
2010)., hlm. 160
[4] Joan Woodward, Industrial Organization: Theori and Practice (Landon: Oxford University
Press, 1965) dalam Ricky W. Griffin. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Hlm. 200
[5] Ricky W. Griffin. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2004), Hlm. 201
[6] Ibid, hlm. 202
[7] James Brian Quinn dan Martin Neil Baily, Information Technologi. Dalam Ricky W.
Griffin. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Hlm. 204
[8] Robbins, S., Organization Theory: Structure, Design and Applications., dalam Kusdi, Teori
Organisasi dan Administrasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hlm 150
[9] Kusdi. Op.Cit. Hlm. 152
[10]Charles Perrow, “A Framework for the Comparative Analysis of Organizations,” American
Sociological Review. Dalam Stephen P. Robbins Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi
(Jakarta: Arcan, 1994),. Hlm, 200
[11] James D. Thompson, Organization in Action. Dalam Stephen P. Robbins Teori Organisasi:
Struktur, Desain dan Aplikasi (Jakarta: Arcan, 1994),. Hlm, 206.
[12] Robbins, S. Op.Cit., hlm. 194 dalam Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi (Jakarta:
Salemba Humanika, 2011), hlm. 158
[13] Hage dan Aiken, “Routine Technologi,” hlm 366. Dalam Stephen P. Robbins, Teori
Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi (Jakarta: Arcan, 1994),. Hlm, 218.
[14] Stanley H. Udy, Jr., Organization of Work,. Hlm. 235, dalam Ibid.
[15] Kusdi, Op,Cit. Hlm, 160
[16] Andrew Van de Ven, dkk. “Determinants of Coordination Modes within Organization”.
Dalam Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi (Jakarta: Arcan, 1994),.
Hlm, 219.
[17] Hatch, M.J. Organization Theory: Modern, Symbolic, and Post-modern Perspective (Oxford:
Oxford Univ Press, 1997). Dalam Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), hlm. 162.
[18] Kusdi, Op.Cit., hlm. 162
[19] Moris, Steve, John Meed, dan Neil Svensen, “The Intelligent Manager: Adding Value in the
Information Age”, (London, UK: Pitman Publishing, 1996), dalam Richardus Eko Indrajit, Manajemen
Organisasi dan Tata Kelola Teknologi Informasi, (Aptikom: 2014), hlm. 5 .
[20] Pfeffer, J. Organizational Design, (Arlington Heights: AMH Publishing, 1978), Dalam
Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hlm. 163.
Penulis Syima
PEMBAHASAN
PATOLOGI ORGANISASI DAN PENYEHATAN ORGANISASI
Patologi merupakan bahasa kedokteran yang secara etimologi memiliki arti “ilmu
tentang penyakit”.Risman K. Umar (2002) mendefinisikan bahwa patologi organisasi adalah penyakit
atau bentuk perilaku organisasi yang menyimpang dari nilai-nilai etis, aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dalam organisasi. Prof. Dr. Sondang P.
Siagian, MPA., (1988) mengatakan bahwa pentingnya patologi ialah agar diketahui berbagai jenis
penyakit yang mungkin diderita oleh manusia.
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga
dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk
menyediakan barang-barang dan jasa. [1]Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur
mekanisme pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap
organ atau alat di dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan
tujuan organisasi. Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah
organisasi yang matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari,
menghadapi, dan menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai
pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem
atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga
menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik. Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang
apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit-
penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila
penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi,
bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan
kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-penyakit ini sudah menular.
B. Jenis-Jenis Patologi Organisasi
1. Tujuan organisasi telah ditetapkan, namun tidak dirumuskan secara jelas dan rinci (tidak membumi).
2. Aturan dan tujuan telah ditetapkan, namun individu masa bodoh atau tidak patuh pada aturan.
3. Pembagian tugas dan wewenang yang tidak tuntas, atau tidak jelas.
4. Para pengambil keputusan yang tidak memahami aturan dan tujuan Organisasi
5. Mekanisme pengambilan keputusan yang tidak matang, masih bersifat subyektif.
6. Perasaan bahwa bidang atau divisinya yang paling penting.
7. Tidak seimbangnya tanggung jawab dg wewenangnya.
8. Semata-mata bekerja sesuai dengan tugasnya saja tanpa kerjasama antar
9. Divisi atau bidang.
10. Merasa pintar alias sok tahu, hanya menjadi penonton
11. Bukannya ikut berpartisipasi dan memberi contoh yang lebih baik, tetapi
12. malah menjadi penonton dan komentator
13. Terlalu banyak anggota atau bawahan hingga sulit diawasi
14. Bawahan diberi satu tugas dari atasan yang berbeda dengan perintah yg berbeda
C. Jenis Patologi Pelaku Organisasi
a. Penyakit Nepotisme
Penyakit nepotisme pada mulanya lebih banyak di terjadi di organisasi, kemudian berkembang
lebih lanjut kedalam berbagai aspek kehidupan pada manusia lainnya. Mengapa terjadi nepotisme dalam
organisasi, karena tidak tercapainya kepuasan yang diharapkan semula yang dikarena tidak terpenuhinya
kebutuhan karyawan dalam organisasi.[2]
Penyakit nepotisme dalam administrasi juga menciptakan suatu perubahan dalam sebuah bentuk
kerja sama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada perubahan negative. Penyakit
nepotsime dalam administrasi sangat berpengaruh negative dalam pengembangan konseptual teoritis,
actual empiris, dan etika administrasi sehingga wawasan keilmuan untuk menciptakan kecerdasan
beripikir dan keterampilan untuk menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta suatu saat
akan terkubur.
Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya dilakukan secara terus
menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu
merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi wawasan
keilmuan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman. Oleh sebab itu kita semua harus senantiasa
menjunjung tinggi niali kebenaran sehingga virus-virus penyakit nepotisme itu tidak akan mengancam
kehidupan kita setiap saat. Sebaikanya semua manusia yang terlibat dalam kerja sama untuk melakukan
aktivitas adminsitrasi saling mengontorol dan mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang
bahanya virus penyakit nepotisme.
b. Penyakit Korupsi
penyakit atau patologi korupsi dalam organisasi merupakan suatu penyakit yang sangat ditakuti
oleh semua ikatan bentuk kerjasama manusia melalui organisasi internasional , Negara, pemerintah,
sampai kepada organisasi swasta pun, semuanya ketakutan bila terjangkit virus-virus penyakit atau
patologi korupsi yang dapat mematikan aktivitas administrasi. Penyakit korupsi yang begitu ditakuti oleh
semua pihak mulai dari anggota ikatan kerjasama yang terendah sampai kepada anggota yang tertinggi,
atau mulai dari anggota masyarakat terendah sampai kepada anggota masyarakat yang tertinggi.
Korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang baik statusnya sebagai
bawahan maupun pejabat dalam suatu organisasi yang melakukan pelanggaran etika, moralitas,
rasionalitas, keyakinan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mendapatkan sesuatu
keuntungan dalam rangka memenuhi keinginan dan kebutuhan seseorang atau beberapa orang yang dapat
berakibat merugikan orang lain atau Negara.
c. Penyakit Stres
Stres merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau
mengancam kesehatan seseorang.[3] Stres juga merupakan penderitaan jasmani, mental, atau emosional
yang diakibatkan interpretasi atau suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda seorang
individu.[4] Kita sering mendengar bahwa stres merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-
orang merasa stres karena terlalu banyak pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi
yang terlalu bserat atau karena mengikuti pekerbangan zaman.
Penyebab stres Stresor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat
penampungan fisik dan emosional pada seseorang. Terdapat banyak stressor dalam organisasi dan
aktifitas hidup lainnya. Stresor yang berhubungan pekerjaan terbagi menjadi beberapa tipe salah satunya
organisasi, banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi pengurangan jumlah
pegawai merupakan salah satu penyebab stres yang tidak hanya untuk mereka kehilangan pekerjaan,
namun juga untuk mereka yang masih tinggal.[5] Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami
peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman, dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan
rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan
perusahaan yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus mengahadapi peningkatan ketidak
amanan dalam bekerja, bimbang dalam tuntunan pekerjaan yang semakin banyak dan bentuk-bentuk baru
dari konflik antar pribadi.
Akibat dari stres bisa dilihat pada 3 aspek yaitu: fisik, psikis, dan perilaku. Akibat stres bisa
dikenali dari perilaku, yaitu kinerja rendah, naiknya tingkat kecelakaan kerja, salah dalam mengambil
keputusan, tingkat absensi kerja tinggi, dan agresi ditempat kerja.
d. Penyakit Egoisme
penyakit atau patologi egois terhadap pelaksanaan kegiatan di organisasi adalah sifat-sifat manusia
yang terkait dalam bentuk kerjasama yang selalu ingin menang sendiri ketika mendiskusikan sesuatu
pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran terhadap suatu penyelesaian permasalahan atau
kegiatan. Egoisme sebenarnya adalah suatu virus penyakit atau patologi dalam pelaksanaan organisasi.
Jika terlalu kuat pengaruh manusia yang memiliki sifat egoisme sangat memungkinkan aktivitas dalam
organisasi yang dilakukan dalam bentuk kerjasama itu akan bersifat negative dan tidak mustahil dapat
mematikan atau membubarkan suatu bentuk kerjasama yang dituntuk oleh administrasi.
Contohnya dalam penyakit emosi, penyakit emosi seseorang adalah keadaan yang dicirikan oleh
rangsangan psikologis dan perubahan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan perasaan subjektif.[6] Kata
emosi memiliki arti “bergerak”. Tubuh secara fisik dirangsang selama pengerahan emosi.[7] Alasan yang
mendasari pemeriksaan emosi adalah titik dimana emosi saling dihubungkan dengan periaku adaktif dasar
seperti membantu orang lain, mengasingkan diri, mencari wilayah kerja yang nyaman, dan menyerang
sesorang secara verbal karena memulai rumor yang tidak benar. Akan tetapi emosi memiliki efek negatif.
Rasa benci dan takut dapat merusak perilaku dalam hubungan organisasi.
Dalam organisasi kerja emosional mungkin melibatkan dan meningkatkan, pemasukan, atau
menekan ke emosi untuk memodifikasi ekspresi emosional. Aturan atau norma berkenaan dengan
ekspektasi mengenai ekspresi emosional dapat diperoleh dengan mengamati rekan kerja atau dinyatakan
dalam seleksi atau pelatihan.
Dalam dunia kerja atau organisasi sering terjadi peristiwa negatif, terdapat kemungkinan lebih
banyak kerja emosional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak peraturan-peraturan kerja maka
semakin besar stres. Walau kerja emosional bisa efektif secara organisasi, mungkin terdapat efek terhadap
karyawan. Untuk mengtasi emosional beberapa peneliti berasumsi bahwa mengelola emosi memerlukan
usaha, waktu, dan energi. Organisasi yang berusaha untuk mengatur emosi, sesuatu yang sangat pribadi
dan akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam diri karyawan mereka.[8]
e. Penyakit Keserakahan
penyakit atau patologi keserakahan dalam organisasi adalah suatu metode teknik dan taktik yang
dilakukan seseorang anggota yang terkait dalam ikatan bentuk kerjasama berpikir dan bertindak untuk
dapat menguasai sebagian atau bahkan kalau bisa keseluruhan factor-faktor kenikmatan khususnya yang
berupa material dengan mengorbankan orang lain.
Misalnya penyakit mata duitan pada pelaku organisasi, organisasi yang memiliki penyakit mata
duitan sering mendapat manfaat dari suatu pemahaman yang jelas akan tujuan serta kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk mencapai tujuan. Akan tetapi penyakit mata duitan ini ada
manfaatnya juga salah atunya dalam bisnis organisasi yang beroperasi di dalam ekonomi pasar kompetitif
adalah jelas.[9] Tetapi banyak sisi gelapnya lagi dari penyakit mata duitan ini. Kcendrungan dari penyakit
ini adalah hanya menfokuskan diri pada kinerja yang dapat diukur dan mengabaikan hal-hal yang tidak
dapat diukur. Solusi terhadap penyakit mata duitan ini adalah menciptakan peluang untuk
menghubungkan aktivitas, memberikan imbalan secara terbuka, menganalisis strategik untuk masa depan,
mengintrospeksi diri, dan memberikan pelatihan kepada karyawan dalam ketrampilan menyelesaikan
konflik.
Penyakit atau patologi keserakahan manusia sebenarnya adalah suatu penyakit yang sangat kejam
karena dapat menghancurkan ikatan kerjasama dan bahkan mematikannya. Penyakit atau patologi
keserakahan bukan semata mata hanya mengumpulkan harta benda yang melimpah untuk memenuhi
kebutuhan, tetapi lebih banyak diarahkan kepada pemenuhan keinginan. Keinginan yang berlebihan
hanya menimbun harta benda saja dengan memperolehnya tidak wajar.
Penanganan virus patologi keserakahan dalam organisasi diperlukan ketegasan dan kejujuran
secara individual disamping harus pula diperlakukan atau dengan katalain dispesialisasikan untuk dapat
memahami bahwa keserakahan dengan merampas hak orang lain disamping mendapat hukuman moral
juga mendapatkan jeratan hukum yang berlaku.
SIMPULAN
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan bersama. Organisasi juga
dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, akan tetapi organisasi lebih dari sekedar alat untuk
menyediakan barang-barang dan jasa. Untuk mengatur pencapaian tujuan maka perlu diatur mekanisme
pembagian tugas, pembagian wewenang, dan siapa yang bertanggung jawab, agar setiap organ atau alat di
dalam organisasi itu bertindak dan berperilaku yang sejalan dengan misi, maksud, dan tujuan organisasi.
Menjalankan roda organisasi tentunya akan menemui halangan dan rintangan. Sebuah organisasi yang
matang dan berpengalaman, membekali para kadernya dengan cara-cara menghindari, menghadapi, dan
menyelesaikan permasalahan yang ditemui.
Untuk itulah, organisasi yang sehat tentunya memiliki sistem (aturan main) yang berguna sebagai
pedoman ketika menjalankan program dan kegiatan, dan ketika menyelesaikan konflik. Sehingga, sistem
atau peraturan itu dibuat tidak saja sekedar untuk mengikat para anggota untuk patuh, namun juga
menawarkan solusi (penyelesaian) apabila terjadi konflik.
Ada beberapa penyakit dalam organisasi yang apabila penyakit ini berkembang dan meluas akan
menjadi penghambat organisasi. Mulanya penyakit- penyakit ini ditunjukkan lewat gejala-gejala yang
bisa langsung terdeteksi maupun tidak. Namun apabila penyakit ini sudah mengidap di tubuh organisasi
maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada organisasi, bahkan kematian. Penyakit-penyakit ini harus
dihindarkan sehingga bisa meminimalisir biaya dan kerugian yang mesti ditanggung apabila penyakit-
penyakit ini sudah menular. Banyak patologi organisasi yaitu korupsi, nepotisme, keserakahan, stress, dan
lainnya.
REFERENSI
Pace, Wayne dan Don Faules. 2001. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gibson, Ivancevich,dkk. 1985. Organisasi: Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Ivancevich, M. John, Robert Konopaske, dkk. 2007. Prilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta:
Erlangga.
Sopiah, 2008. Prilaku Organisai. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Davis, Keith dan John W. Newstrom. 1985 Prilaku dalam Organisasi, Jakarta: Erlangga.
Subir Chowdhury. 2003. Organisasi Abad 21. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
H.Makmur, M.si Prof. 2011.Patologi Serta Terapinya Dal Ilmu Administrasi Dan Organisasi. Jakarta: PT
Gramedia.
Kusdi. 2011. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika
Hmiznthi.2015.Penyakit-Penyakit Organisasi http:// documents. tips/documents/ penyakit-penyakit-
organisasi.html. diakses pada 15 Desembar 2015
Parassetya,Aridha.2011.Prilakumanajemen(penyakitorganisasi).http://www.papanputih.
com/2011/01/penyakit-organisasi-psychological.html
[1] L. F. Urwick, “That Word Organization”, Academy of Management Review, (1976), hlm. 89-
91. Dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly, Organisasi: Prilaku, Struktur, Proses, (Jakarta: Erlangga,
1985), hlm, 7
[2] H.Makmur, Patologi Serta Terapinya Dal Ilmu Administrasi Dan Organi, (Jakarta:PT Gramedia, 2011).
Hlm. 49
Penyelesaian
Konflik yang
bersifat
Disfungsional
4
Ketidak
sesuaian
Tujuan
Konflik
Manfaat yang dicapai oleh organisasi-organisasi dari tingkat-tingkat energi yang meningkat adalah:
a. Output yang meningkat
b. Munculnya ide-ide inovatif untuk melaksanakan tugas-tugas lebih baik. (Nadler, et.al., 1979: Chapter
12)
2. Kohesi kelompok meningkat[5]
Hasil riset menunjukkan, apabila kelompok-kelompok terlibat dalam sebuah konflik, maka kohesi
(persatuan) internal merek meningkat. Kelompok yang ditentang dianggap sebagai “musuh” dan sumber-
sumber daya kelompok dimobilisasi guna menghadapi ancaman dari “luar”. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka pertengkaran- pertengkaran didalam kelompok yang bersangkutan perlu ditiadakan dan
semua energi harus ditujukan untuk melawan “musuh”.
Adapun alasan mengapa dianggap bahwa kohesi yang meningkat dianggap sebagai hasil positif
dari konflik, adalah bahwa kelompok-kelompok dengan kohesivitas tinggi (rasa persatuan tinggi, apabila
mereka menunjang tujuan manajemen.
3. Problem-problem terungkapkan sewaktu konflik terjadi
Sewaktu konflik berkembang, maka pihak manajemen dapat segera melihat bahwa ada sesuatu
yang tidak beres dan mereka dapat merancang sebuah program untuk menyelesaikan konflik yang ada.
4. Konflik motivasi kelompok-kelompok yang terlibat di dalamnya untuk mengklarifikasi sasaran-sasaran
Hal tersebut menyebabkan ditingkatkannya pemahaman kelompok tentang tujuannya. Kelompok-
kelompok seringkali bersikap apatis tentang fungsi khusus mereka, sampai muncul suatu ancaman
eksternal. Apabila ancaman menjadi kenyataan, maka anggota-anggota kelompok mulai secara serius
memikirkan tujuan kelompok mereka.
Tipe analisis tersebut dapat menyebabkan dicapainya cara-cara lebih baik melaksanakan tugas-
tugas dan menyebabkan kelompok tersebut menjadi efektif. Pada sebuah organisasi, dimana dua
kelompok saling berkonflik, maka apabila massing-masing kelompok dimotivasi untuk merenungkan
sasaran-sasaran mereka, hal tersebut akan menyebabkan bahwa seluruh organisasi akan mencapai
manfaatnya. Konflik dapat pula menyebabkan timbulnya pembagian kerja lebih efesien.
5. Konflik merangsang kelompok-kelompok untuk mempertahankan nilai-nilai yang dianggap penting[6]
Berbagai macam kelompok memandang diri mereka sebagai “pelindung” nilai-nilai tertentu. Di
dalam organisasi tertentu, kelompok pemasaran misalnya sangat menekankan kualitas tinggi, sedangkan
kelompok produksi lebih meningkatkan biaya rendah per unit. Walaupun nilai-nilai tersebut agak
kontrakdiktoris upaya menyelesaikan konflik macam ini mungkin menghasilkan sebuah pemecahan atau
solusi yang dapat menguntungkan seluruh organisasi.
6. Individu-individu atau kelompok-kelompok termotivasi untuk mempersatukan informasi yang relevan
bagi konflik yang ada
Informasi demikian terpengaruh oleh persepsi-persepsi subjektif pihak-pihak yang terlibat di dalam
konflik, biasanya disajikan informasi adisional yang dapat berguna untuk menyelesaikan problem yang
dihadapi. Seandainya tidak ada konflik, mungkin tidak ada motivasi untuk mengumpulkan informasi
tambahan atau mencari cara-cara lain untuk melakssanakan tugas lebih baik.
7. Konflik dapat meningkatkan efektivitas menyeluruh sesuatu organisasi karena kelompok-kelompok atau
individu-individu dipaksa olehnyaa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal yang berubah
Banyak diantara konflik yang timbul dimotivasi secara politik, sewaktu para individu berupaya
untuk mencapai bagian lebih besar dari sumber-sumber daya organisasi mereka untuk diri mereka
ssendiri.
2. Hasil Negatif[7]
Hasil-hasil negatif yang timbul dari konflik adalah sebagai berikut:
1. Terjadinya Penyusutan dalam komunikasi antara pihak yang berkonflik
Apabila individu-individu atau kelompok-kelompok saling bentrok, gejala yang lazim terlihat
adalah mereka berhenti berbicara satu sama lain. Hal tersebut bersifat sangat disfungsional, karena
konflik sering bereskalasi apabila sedikit sekali informasi yang mengalir antara mereka yang terlibat di
dalam konflik yang ada.
2. Sikap bermusuhan dan pengembangan agresi
Adalah reaksi manusia tipikal untuk merasa sikap bermusuhan terhadap seseorang yang
menghalangi usaha mereka untuk mencapai tujuan tertentu. Agresi (baik yang bersifat fisikal maupun
verbal), juga merupakan perilaku umum yang berhubungan sikap bermusuhan. Sekalipun hal tersebut
dapat memuaskan kecenderungan orang yang bersangkutan untuk menyerang orang yang
menghalanginya, dipandang dari sudut pandang , dipandang dari sudut pandangan organisasi, hal tersebut
sangat merugikan, karena menyalurkan perilaku kebidang-bidang yang tidak produktif.
3. Konformitas berlebihan terhadap tuntutan-tuntutan kelompok
Konflik dapat menyebabkan kelompok-kelompok menjadi lebih kohesif. Hal itu dapat
menyebabkan produktivitas makin meningkat. Kita harus pula mngingat bahwa anggota-anggota
kelompok, apabila mereka menghadapi sebuah ancaman dari luar dapat mencapai konformitas berlebihan
terhadap tuntutan-tuntutan kelompok mereka.
Hal tersebut antara lain mencakup ketaatan buta terhadap penafsiran para pemimpin dari kelompok
yang menentang dan tidak akan muncul pemikiran untuk memecahkan masalah oleh siapa saja yang ada
dalam kelompok yang bersangkutan. Hal itu menyebabkan konflik menjadi berkepanjangan dan konflik
menjadi intensif. Dengan berlangsung nya waktu, kelompok tersebut tidak mampu memandang pihak
oposisi dengan objektif dan persepsi mereka menjadi sangat kacau.
D. Pandangan Pembelajaran dan Inovasi
pembelajaran organisasi sebenarnya tidak memiliki keterkaitan dengan perubahan dan inovasi.
Akan tetapi, proses pembelajaran dalam organisasi biasanya menuntut perubahan-perubahan dalam
struktur dan pola-pola pengelolaan organisasi. Demikian pula inovasi. Artinya, ada struktur dan pola-pola
pengelolaan organisasi yang mendukung pembelajaran dan inovasi, dan adapula cendrung
menghambatnya.
Bagi pengelola organisasi saat ini, kedua aspek ini sangat penting. Pemebelajaran dan inovasi
merupakan dua hal yang dapat menentukan “hidup-matinya” organisasi, dalam kadar tertentu. Artinya
sejauh dimungkinkan oleh kondisi-kondisi yang ada, pengelolaan organisasi seharusnya mendorong
terjadinya proses pembelajaran dan inovasi di dalam organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan
suatu struktur dan pola-pola pengelolaan organisasi yang mendukung kedua hal tersebut.
Inovasi dapat dibedakan menjadi dua macam (Robbins, 1990: 399).[8] Pertama, inovasi
teknologis, yaitu menyangkut penggunaan alat, teknik, mesin, atau sistem-sistem baru yang ditunjukan
untuk menghasilkan produk atau jasa yang lebih unggul. Kedua, inovasi administratif, yaitu implementasi
berbagai perubahan pada struktur dan proses administratif dalam pengelolaan organisasi.
Inovasi adalah “kemampuan untuk menciptakan, atau menggunakan keahlian dalam melakukan
atau mengembangkan suatu pekerjaan tertentu.” Inovasi memerlukan kekuatan imajinasi dalam
menghadapi masalah-masalah.[9] Proses inovsi organisasi terdiri dari pengembangan, penerapan,
peluncuran, pertumbuhan, dan pengelolaan kematangan dan penurunan ide-ide kreatif. Kreatif adalah
sebagai “proses yaang didirinya terlahir produk baru yang disenangi masyarakat atau diterima masyarakat
sebagai sesuatu yang bermanfaat.[10]
Inovasi merupakan memikirkan dan melakukan sesuatu yang baru yang menambah atau
menciptakan nilai-nilai manfaat social maupun ekonomi. Untuk menghasilkan perilaku inovatif seseorang
harus melihat inovasi secara mendasar sebagai proses yang dapat dikelola (John Adair,1996).
Inovasi juga merupakan usaha yang terkelola dari suatu organisasi untuk mengembangkan produk
atau asa baru, atau kegunaan baru dari produk atau jasa yang ada. Inovasi sangat penting karena tanpa
produk atau jasa baru, setiap organisasi akan tertinggal jauh di belakang pesaingnya.[11]
Secara umum, untuk mengembangkan inovasi dibutuhkan perubahan struktural ke arah organisasi
yang lebih organik. Artinya ciri-ciri organisasi mekanistik seperti prosedur dan aturan-aturan yang ketat,
hirarkai dan kontrol, sentralisasi pengambilan keputusan, sedapat mungkin perlu dikurangi. Tentu saja
menyesuaikan dengan karakteristik tugas yang dijalankan organisasi itu sendiri. Artinya kadar organik-
mekanistik suatu organisasi tentunya tidak lepas dari pertimbangan-pertimbangan khusus dari tipe dan
karakteristik organisasi itu sendiri. Secara langsung. Tidak mungkin suatu organisasi lembaga
pemasyarakatan yang noteben adalah organisasi publik yang bertipe pelayanan regulatif sama inovatifnya
dengan organisasi yang bergerak di bidang riset atau teknologi informasi. Dibawah ini perbedaan
organisasi abad ke-20 dan abad ke-21 yaitu:[12]
Organisasi abad ke-20 Organisasi abad ke-21
1. Berfokus ke dalam 1. beriorentasi ke luar
2. Tersentralisasi 2. memberdayakan
3. Lambat dalam membuat keputusan 3. cepat dalam mengambil keputusan
4. Politis 4. terbuka dan jujur
5. Tidak berani mengambil resiko 5. lebih berani mengambil resiko
Akan tetapi, secara umum memang ada perubahan kearah itu. Scheiner dan Beatty (1994:331)
mengembangkan organisasi tradisional sebagai “ tall organization” yang berlawanan dengan organisasi
masa depan yang lebih “datar”. Dengan kata lain, proses inovasi menuntut suatu perubahan struktural ke
arah struktur organisasi yang lebih “datar”, yaitu dengan rentang kendali lebih lebar, struktur jabatan lebih
besar dan bersifat lintas fungsional, serta distribusi pengambilan keputusan, pembangunan pengetahuan,
dan kapabilitas dilevel individual maupun organisasi. Demikian pula halnya dengan proses pembelajaran.
Mengenai pembelajaran di tingkat organisasi merupakan ide dari Petter Sange (1990)[13] dia
menyatakan sebagai organisasi pembelajar. Dalam hal ini sange menganggap bahawa tuntutan kebutuhan
diera informasi sekarang tidak cukup dijawab dengan mengembangkan individu-individu pemblajar.
Sejak dulu, organisasi selalu mencari dan mengharapkan individu-individu yang senantiasa mau
belajar dan haus pengetahuan, karena mereka umumnya lebih dapat memberikan sumbangan gagasan,
konsep, dan pembaruan didalam organisasi ketimbang individu-individu yang malas belajar. Akan tetapi
sekarang hal itu tidak lagi cukup. Organisasi harus mengembangkan pembelajaran ditingkat
organisational. Tujuannya adalah memperbesar kapasitas organisasi dalam menangani berbagai
perubahan dan dan kemampuan mendayagunakan aset pengetahuan, keterampilan dan skill yang dimiliki
anggotanya secara lintas-fungsi. Adanya individu-individu pembelajar dalam organisasi akan
mengahsilkan pilar dalam organisasi pembelajar[14] yaitu:
a. Pribadi yang mumpuni
b. Perubahan dan sikap kritis terhadap pola pikir
c. Membangun visi bersama, bukan visi yang dipaksakan
d. Melakukan pembelajaran secara tim atau bersama-sama
e. Berfikir sistem.
E. pembelajaran Organisasi Sebagai Evaluasi dan Motivasi
Tujuan dasar dari Evaluasi adalah untuk menyediakan informasi mengenai kinerja pekerjaan[15] .
Evaluasi kinerja merupakan fungsi Sumber daya manusia yang paling penting dalam sebuah
organisasi[16]. Mengembangkan sistem evaluasi yang efektif merupakan tgas yang penting dan sulit bagi
manajemen. Ini berarti, salah satunya memaksimalkan penggunaan dan penerimaan dari evaluasi akan
meminimalkan ketidakpuasan terhadap aspek apapun dari sistem. Evaluasi kinerja ditujukan untuk
mempengaruhi perilaku dri anggota organisasi. Evaluasi kinerja merupaka suatu usaha untuk memperkuat
dilanjutkannya atau diberhentikannya tindakan tertentu.
Motivasi berasal dari kata movore yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang
menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Stephen P. Robbins dan Mary Counter (1999:50)
menyatakan motivasi kerja sebagai kesedian untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-
tujuan keorgnisasian yang dikoordinasikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan
individual tertentu.[17] Jika motivasi ingin didorong, dipertahankan, dan diarahkan, menajer harus tahu
mengenai kebutuhan, intensi,mpreferensi, tujuan dan perbandingan, dan mereka harus bertindakatas
pengetahuan tersebut. Motivasi terbentuk setidaknya oleh tiga komponen yang berbeda. Arah merujuk
pada apa yang dipilih untuk dilakukan oleh seorang individu ketika disajikan sejumlah tindakan
alternatif. Intensitas merujuk pada kekuatan yang memetap dari perilaku, atau berapa lama seorang akan
memdedikasikan usaha.[18]
F. Manajemen Konflik sebagai pembelajaran Organisasi
Konflik yang tinggi bisa mempengaruhi pada produktivitas yang dihasilkan, produktifitas yang
tinggi juga harus turut didukung oleh kondisi kerja yang kondusif atau jauh dari konflik. Ini sebagaimana
dikemukakan oleh winardi[19] “...faktor-faktor yang dominan dapat mempengaruhi produktifitas dalam
organisasi adalah suasana kerja yang kondusif, perbaikan atau penggunaan alat-alat, dan teknik
manajerial.”
Oleh karena itu bagi seorang manajer disuat perusahaan perlu memikirkan bentuk pendekatan
budaya organisasi yang mampu memperkecil konflik, termasuk dengan memikirkan penerapan
manajemen konflik. Ini sebagaimana dikemukakan oleh wahyudi[20] bahwa, “penggunaan manajemen
konflik yang tepat, maka konflik yang terjadi akan berdampak positif dan fungsional bagi peningkatan
performasi kerja anggota dan produktivitas organisasi secara keseluruhan.” Ilmu dan konsep manajemen
konflik harus mengalami masa adaptasi agar terwujud dalam tataran yang resprentif, jika tidak maka
manajemen konflik yang dimiliki tidak mampu berjalan secara baik dan sesuai yang diharapkan.
Menurut T. Hani Handoko ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu
dominasi atau penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif. Metode-metode ini berbeda
dalam hal efektivitas dan kreatifitas penyelesaian konflik serta pencegahan situasi konflik dimasa
mendatang.[21]
SIMPULAN
organisasi pembelajaran sebagian berasal dari gerakan “In Search of Excellence” dan selanjutnya
digunakan oleh Garrat (Dale, 2003). Namun Geoffrey Holland (Dale, 2003) menyatakan bahwa “jika kita
mau bertahan hidup secara individual atau sebagai perusahaan, ataupun sebagai bangsa kita harus
menciptakan tradisi perusahaan pembelajaran.” Statemen-nya ini mengacu pada usaha mencari contoh-
contoh praktek terbaik sehingga organisasi pembelajaran bisa dijiplak dan diperbanyak.
1. Karakteristik organisasi pembelajaran diantaranya yaitu sebagai berikut:
2. Strategi pembelajaran.
3. Pembuatan kebijakan partisipatif.
4. Pemberian informasi.
5. Akunting formatif.
6. Pertukaran internal.
7. Kelenturan penghargaan.
8. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan.
9. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan.
10. Pembelajaran antarperusahaan.
11. Suasana belajar.
Pengembangan diri bagi semua orang. Meskipun melakukan semua hal di atas, tidak otomatis
suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar
Untuk organisasi pembelajaran berhubungan dengan yaitu: Inovasi, yaitu merupakan usaha yang
terkelola dari suatu organisasi untuk mengembangkan produk atau asa baru, atau kegunaan baru dari
produk atau jasa yang ada. Inovasi sangat penting karena tanpa produk atau jasa baru, setiap organisasi
akan tertinggal jauh di belakang pesaingnya. Evaluasi, yaitu ditujukan untuk mempengaruhi perilaku dri
anggota organisasi. Evaluasi kinerja merupaka suatu usaha untuk memperkuat dilanjutkannya atau
diberhentikannya tindakan tertentu. Motivasi, Motivasi berasal dari kata movore yang berarti dorongan,
daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan.
REFERENSI
No Organisasi Organisasi
Publik Privat
1. Tujuan laba non laba
2. Produk yang Publics goods Privat goods
dihasilkan
3. Cara pengambilan demokratis Strategis bisnis
keputusan
4. Ukuran kinerja Social welfare efisiensi
5. Misi organisasi “melakukan “untung rugi”
kebaikan”
Tujuan
Jelas Tidak Jelas
Pasti A: Efisiensi Ekonomi C: Legitimasi Kelembagaan
Hubungan kausal Tidak Pasti B: Kriteria Judgmental D: Legitimasi Kelembagaan
Menurut Sorensen (dalam Elliassen dan Kooiman, 1993:225-6), organisasi publik terbagi dalam
empat kategori.
Organisasi publik kategori A adalah organisasi – organisasi publik yang memiliki berbagai tujuan
yang terdefinisi secara jelas serta hubungan sebab-akibat yang diketahui dengan pasti dalam
memproduksi public goods yang ditugaskan kepadanya. Tipe ini biasanya kita temukan pada perusahaan
– perusahaan milik negara.
Organisasi publik kategori B adalah organisasi-organisasi publik dimana tujuan – tujuan yang
harus dicapai cukup jelas, tetapi hubungan sebab-akibat dalam proses operasional tidak diketahui dengan
pasti. Untuk organisasi publik semacam ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran – ukuran kinerja yang
semata – mata bersifat ekonomis. Biasanya penilaian kinerja dilakukan melalui pendapat para ahli.
Organisasi publik kategori C adalah organisasi- organisasi publik diman tujuan-tujuan organisasi
tidak secara jelas bisa didefinisikan , tetai hubungan sebab akibat dalam kegiatan operasional organisasi
dapat ditentukan secara pasti.
Organisasi publik kategori D adalah organisasi-organisasi publik dimana baik tujuan – tujuan
organisasi maupun hubungan sebab-akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas. Di sini
tercakup badan-badan pemerintah seperti departemen-departemen, kepolisian, tentara, dan lain lain.
Untuk kedua tipe ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran –ukuran ekonomis maupun judgmental,
melainkan legitimasi kelembagaan.
PENGERTIAN ORGANISASI PUBLIK DAN PRIVAT
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Didalam organisasi publik terdapat beberapa lingkungan yang mencerminkan organisasi publik, yaitu:
Lingkungan otorisasi, artinya untuk melakukan sesuatu, organisasi publik terlebih dahulu harus
mendapat izin atau legalitas.
Sumber pendanaan dan wewenang diperoleh melalui lingkungan otorisasi tersebut. Misal, dalam
pengajuan anggaran kepada DPR, untuk mendapat pengabsahan atas suatu rencana kegiatan pemerintah.
Ini merupakan dasar bagi organisasi publik untuk membangun kapasitas organisasi dan kemampuan
operasionalnya.
Proses penciptaan nilai dalam organisasi publik, bukan didasarkan pada hukum penawaran dan
permintaan pasar, melainkan melalui proses birokratis, yaitu izin dari lingkungan otorisasi.
Setelah kita pelajari pengertian dari masing-masing jenis organisasi di atas, maka kita dapat melihat
perbedaan-perbedaan diantara ketiganya, yang antara lainnya adalah sebagai berikut:
1) Orientasi
Organisasi laba berorientasi pada laba atau untung, sedang organisasi public berorientasi pada pelayanan
kepada masyarakat (tidak mencari untung). Sementara organisasi nirlaba hanya sebagai
suatu organisasi yang didirikan untuk mendukung suatu isu di dalam menarik perhatian publik untuk
suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba
(moneter).
2) Kepemilikan
Kepemilikan organisasi nirlaba tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi apakah anggota,
klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya.
Sementara pemilikan organisasi public adalah milik Negara yang dimana telah diatur oleh konstitusi.
3) Dalam hal donatur
Organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang
telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya, sedangkan organisasi
public didanai oleh pendapatan Negara atau daerah yang didapat dari pajak.
4) Dalam hal penyebaran tanggung jawab
Pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang
Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan
Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi, sementara di organisasi public yang bertanggung jawab adalah
Negara yang didelgasikan kepada pejabat atau orang tertentu untuk mengelolanya dan kalau tidak maka
dikenai sanksi.
Sekedar perbandingan, kita dapat melihat pendapat Baber mengenai perbadaan organisasi publik dan
privat, yaitu:
1. Organisasi Publik lebih banyak menghadapi masalah dalam implementasi keputusan.
2. Organisasi Publik memperkerjakan lebih banyak pegawai dengan motivasi beragam.
3. Organisasi Publik lebih memperhatikan bagaimana mengamankan peluang/kapasitas yang ada.
4. Organisasi Publik lebih memperhatikan usaha kompensasi kegagalan pasar.
5. Organisasi Publik lebih banyak kegiatan dengan signifikan simbolis lebih besar.
Sebelum lebih jauh kita membahas tentang perbedaan antara ke jenis organisasi tersebut di atas, perlu
kiranya kita sudah memahami secara baik pengertian yang juga mencakup tujuan dan ciri-ciri serta
orientasi dari kedua jenis organisasi itu yang tentunya berbeda-beda. Dengan demikian kita akan dengan
mudah mengetahui dan memahami dimana letak perbedaan dan persamaan dari kedua organisasi tersebut
di atas.
Dalam hal ini, paling tidak ada empat (4) unsure yang mendorong atau mempengaruhi pengembangan
organisasi, yaitu:
1. Manusia/perilaku
Unsur ini penting karena aktivitas organisasi antarindividu atau antarkelompok, norma-norma informal,
persepsi, peranm kepemimpinan, konflik dalam kelompok dan sebagainya.
2. Teknologi
Secara luas teknologi berarti “penerapan pengetahuan untuk melaksanakan pekerjaan”.
3. Tugas (task)
Efisiensi organisasi dapat dicapai dengan menyusun tugas dan pekerjaan secara sistematis.
4. Struktur
Struktur digunakan untuk mengendalikan orgaanisasi dan membedakann bagian-bagiannya guna
mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian, dalam hal kebutuhan akan system informasi yang lebih efisian dan dapat diandalkan
dalam membuat keputusan manajemen, unsure utama yang berpengaruh adalah unsure teknologi, yaitu
teknologi otomasi atau komputerasasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pengembangan organisasi yang
dipicu oleh tersedianya teknologi otomasi atau teknologi computer tidak begitu saja dapat dilaksanakan
hanya dengan pengetahuan dasar tentang perangkat kerasnya.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan dari data diatas kami menyimpulkan bahwa: Istilah publik berasal dari bahasa
Latin “of people” (yang berkenaan dengan masyarakat). Sasaran organisasi publik ditujukan kepada
masyarakat umum. Organisasi publik adalah tipe organisasi yang bertujuan menghasilkan pelayanan
kepada masyarakat, tanpa membedakan status dan kedudukannya.
Organisasi swasta atau organisasi laba adalah organisasi yang juga bergerak di bidang pelayanan barang
dan atau jasa yang kepemilikannya oleh satu orang atau lebih yang berorientasi pada keuntungan / laba.
Dengan demikian, jelas organisasi ini mempunyai tujuan utamanya adalah untuk mencari laba atau
untung sebesar-besarnya.
Mengenai perbedaan antara organisasi public dan swasta, ada beberapa dasar teoritis yang digunakan
dalam merumuskan perbedaan tersebut, yaitu:
Pertama, penelitian membandingkan beberapa hasil tulisan yang membahas tentang organisasi public dan
swasta.
Kedua, mengarahkan secara spesifik organisasi public dalam konteks administrasi negara. Proporsi yang
diajukan pada sub-sub ini adlah klaim wilayah administrasi negara selain organisasi public ternyata
mencakup juga organisasi swasta.
Ketiga, mendiskusikan kedua langkah tersebut dengan mempertimbangkan variable pokok mengenai
variable lingkungan, variable system informasi dan ukuran tentang kinerja SIM dalam organisasi.
Pengertian organisasi publi
Istilah pablik berasal dari bahasa latin “of people” yang berkenan dangan masyarakat. Sasaran
organisasi pablik ini ditujuan pada masyarakat secara umum . Organisasi pablik adalah tipe organisasi
yang bertujuan menghasilan pelayanan kepada masyarakat tampa membedakan status dan kedudukan
Lingkungan organisasi
1.1. Lingupan otorisasi yang artinya untuk melauan sesuatu organisasi pablik terlebih dahulu harus mendapat
izin atau legalitas.
1.2.Sumber pendanaan dan wewenang di peroleh melalui lingkupan otorisasi tersebut.
1.3.Proses penciptaan nilai dalam organisasi pablik buan di dasarkan pada hukum penewaran dan permintaan
pasar melainan melalui proses birokratis.
Faktor – faktor yang berpengaruh dalam kwalitas pelayanan publik antaralain adalah:
1. Faktor keramahan pelayanan pablik
2. Faktor kedisiplinan
3. Faktor sarana dan prasaranan
Organisasi privat
Istilah privat berasal dari bahasa latin “ set apart”
{yang terpisah} sasaran organisasi ini di tujukan pada hal – hal yang terpisah dari masyarakat secara
umum .
Persamaan sektor publik dan sektor swasta, antara lain:
Kedua sector, baik sector public maupun sector swasta merupakan bagian integral dari system ekonomi, di
suatu Negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi.
Keduanya menghadapi masalahn yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of
resources), sehingga baik sector public maupun sector swasta dituntut untuk menggunakan sumber daya
organisasi secara ekonomis , efisien dan efektif.
Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama di kedua sector.
Kedua sector tersebut membutuhkan informasi yang handal, relevan untuk melaksanakan fungsi
manajemen.
Pada beberapa hal, kedua sector menghasilkan produk yang sama, seperti sama-sama bergerak di bidang
transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya.
Kedua sector terikat pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum lain yang disyaratkan.
Pada beberapa hal, kedua sector menghasilkan produk yang sama, seperti sama-sama bergerak di bidang
transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya.
Kedua sector terikat pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan hokum lain yang disyaratkan.
Dari segi struktur organisasi publik sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksterna. Termasuk dalam
konteks ini adalah kuatnya faktor politik dari lembaga-lembaga terkait.
Struktur internal mungkin saja mengalami perubahan-perubahan karena tekanan dari lingkungan melalui
proses politik. Yang pada akhirnya mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Struktur organisasi publik sangat tersentralisasi, hal ini dapat dilihat dari kewenangan pimpinan puncak
yang sangat besar, sehingga aliran informasi dalam rangka pembutan keputusan juga tidak berjalan
merata namun sering kenyataan ini ditutup dengan pendekatan pembuatan keputusan yang rasional.
Pendekatan ini sering menghalangi kepuasan dari berbagai kelompok, sehingga keputusanpun meskipun
rasional tetap memiliki derajat efektivitas yang rendah karena dukungan internal yang tidak menyeluruh,
sekaligus benih konflik selalu tampak pada struktur yang demikian.
Dari organisasi swasta faktor lingkungan dalam penelitian tidak begitu banyak disinggung sebagai
variabel yang berpengaruh pada proses organisasi secara keseluruhan, meskipun pada kenyataan
sesungguhnya sangat relevanuntuk dipertimbangkan.
Dari segi proses dapat dilihat pada faktor manajemen yang meliputi masalah kepemimpinan, semangat
kerja, komitmen, kepuasan kerja dll. Manajer pada organisasi swasta lebih memiliki kopetensi yang tinggi
pada penentuan tujuan dan pelaksanaan. Karena memang ukuran keberhasilan pada organisasi swasta
lebih tegas dan tidak bervariasi, sedang ukuran keberhasilan pada organisasi publik tidak jelas dan
menyangkut banyak hal yang luas. Kopetensi kepemimpinan pada organisasi swasta dengan demikian
menjadi sangat menentukan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kompetensi kepemimpinan pada
organsasi swasta lebih tinggi daripada organisasi publik.
Kalau dilihat dari segi manajemen organisasi swasta dikelola dengan proses yang dinamis. Struktur
oraganisasi mungkin juga birokratis, namun ditunjang dengan proses manajemen yang lebih lugas dan
responsif.
Kemudian dari proses kesimpulan yang didapat terhadap penelitian tersebut Wahyudi Kumorotomo dan
Subandi Agus Margono memberikan 5 penekantan untuk mengidentifikasikan organsiasi publik yaitu :
2. Identifikasi organisasi publik didasarkan dengan peraturan negara, dibiayai oleh keuangan negara,
dan dioperasionalisasikan oleh aparat yang mempunyai jenjang kariri tertentu
Konsekuensi pertama dari realitas ini adalah bahwa kewenangan publik menjadi dibawah kontrol politik.
Departemen-departemen pemerintahan akan menjadi lembaga-lembaga yang sangat diatur oleh peraturan
yang sering membatasi pencapaian tujuan pada pelayanan publik itu sendiri. Kenyataan bahwa antara
negara yang satu dengan negara lain dalam pelayanan ada perbedaan seperti di Inggris misalnya
pemerintah telah bekerja sama dengan organisasi sosial lainnya dalam rangka pelayanan pada publik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa administrasi negara bukan sinonim dengan organisasi
pemerintah. Karena administrasi negara akhirnya mencakup semua organisasi sosial, organisasi swasta
yang bersama-sama melaksanakan aspek-aspek kebijakan publik (publik policy).
4. Melihat administrasi negara berbentuk organisasi publik memiliki ciri khusus dalam melaksanakan
kebijakan publik seperti control politik, akuntabilitas, pemakian birokrasi pemerintah, pembuatan
kebijakan pemerintah an penegakan hukum yang berbeda dilakukan oleh swasta
Pada hakekatnya pelayanan publik bukan monopoli pemerintah seperti yang telah dikatakan diatas
organisasi swastapun mampu juga melakukan pelayanan publik. Hanya pada sifat-sifat tertgentu
sebagaimana yang diungkapkan pada pendekatan keempat hal ini menjadi monopoli pemerintah.
2. Komunikasi Keatas
Komunikasi keatas mempunyai beberapafungsi atau nilai tertentu, seperti yang
dikemukakan menurut Pace (1989) fungsinya adalah :
a. Supervisor dapat mengetahui kapan bawahannya siap untuk diberi informasi dari mereka dan
bagaimana baiknya menerima apa yang disampaikan karyawan.
b. Arus komunikasi keatas memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan.
c. Memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap organisasi.
3. Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan
otoritasnya didalam organisasi. Pesan yang mengalir menurut fungsi dalam organisasi diarahkan secara
horizontal. Horizontal Misalnya dapat terjadi antara pegawai atau unit yang mempunyai garis hirarki yang
sama dalam organisasi.[4]
Tujuan komunikasi horiontal, yaitu:
a. Mengkoordinasikan tugas-tugas.
b. Saling membagi informasi untu perencanaan dan aktivitas-aktivitas.
c. Memecahkan massalah-masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam tingkatan yang
sama.
Konsep stakeholer konon baru dikenal tahun 1963 dari memo internal di the standford research
institute. Istilah stakeholer tersebut diciptakan untuk membantah pandangan tradisional bahwa pemilik
adalah satu-satunya pihak yang memiliki kepentingan.[9]
Kreditor mengharapkan perusahaan tersebut membayar hutang, sedangkan pelanggan
menginginkan produk atau jasa yang berkualita tinggi dengan harga yang pantas. Komunitas
menginginkan pekerjaan bagi pekerja lokal dan mengharapkan agar perusahaan tersebut menyumbang
kepada komunitas secara umum. Sementara karyawan menginginkan lingkungan kerja yang
menyenangkan.
Semua Stakeholder memiliki kepentingan yang berlainan. Beberapa diantaranya mungkin saling
berbenturan. Bila pemegang saham menginginkan laba dari investasi mereka (disebut juga sebagai
pemaksimalan kekayaan), pelanggan menginginkan harga yang baik, yang berarti uang untuk para
pemegang saham lebih sedikit.
b. Pelanggan
Perusahaan harus mempertahankan pelanggan yang sudah dipunya. Perusahaan harus memandang
setiap kontak dengan pelanggan sebagai peluang untuk melanjutkan dan memperluas hubungan ini.
Mendapatkan pelanggan baru berarti mengalokasikan biaya tambahan untuk pemasaran, penjualan, dan
pengiklanan. Biaya untuk menarik pelanggan baru ini lima kali lipat biaya untuk mempertahankan.
Membangun hubungan dengan pelanggan membuat mereka besar kemungkinan tidak akan meninggalkan
perusahaan. Perusahaan tidak bisa sekedar membuat pelanggan mengetahui produk atau jasa perusahaan.
Perlu lebih dari itu. Ada sejumlah tips yang bisa membantu anda agar lebih efektif dalam membangun dan
mempertahankan hubungan dengan pelanggan, Yaitu:
1. Pastikan bahwa layanan pelanggan adalah nilai inti dari budaya organisasi (mulai dari manajemen
puncak).
2. Rekrut pegawai yang memiliki kecakapan antar pribadi yang kuat dan mudah bergaul.
3. Sampaikan pada pelanggan bahwa perusahaan menyadari bertapa penting nya pelanggan.
4. Tentukan tingkat layanan pelanggan yang dianggap unggul oleh pelanggan.
5. Tentukan tingkat layanan pelanggan secara berkelanjutan.
6. Perkuat keputusan pelanggan setelah penjualan untuk membantu mereka nyaman dengan pilihannya.
7. Kontak pelanggan anda secara reguler. Setap kontak dengan pelanggan adalah peluang untuk
memberikan layanan yang unggul.
8. Pelajari Kemajuan perusahaan dalam hubungan dengan perusahaan.
c. Kontraktor Independen, Subkontak, dan pekerja alternatif
Karena bisnis semakin terkonsentrasi pada kompetensi-kompetensi inti, fungsi-fungsi yang tidak
penting mulai disubkontakkan. Para konsultan disebut juga sebagai kontator independen bisa
dipekerjakan bila keahlian yang diperlukan untuk jangka pendek tidak tersedia dalam organisasi sendiri.
Fungsi-fungsi ini bisa dijalankan oleh para kontaraktor independen hubngan ini harus dikeloa dengan
cermat untuk memastika keberhasilan.
Perusahaan harus memilih kontraktor independen (untuk memastikan kecocokan antara dua
budaya). Perusahaan harus mengomunikasikan haraan (khususnya tingkat layangan yang diharapkan) dan
mengukur kinerja kontraktor secara reguler. Tentukan batas-batas, tenggang waktu dan penalti bila
tingkat layanan tidak terpenuhi. Pastikan bahwa perusahaan menjabarkan visi dengan jelas.
Perusahaan harus mengintegrasikan kontraktor dengan unit kerja perusahaan. Dengan cara
memberi peluang pada mereka untuk menghadiri rapat dalam unuit perusahaan dan berinteraksi dengan
para pegawai.
G. Jenis jenis jejaring organisasi [10]
Berdasarkan observasi, ada tiga jenis jejaring yang berbeda tetapi saling berhubungan, yaitu:
1. Jejaring Operasional
Dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan internal saat ini. Anda harus membangun hubungan
kerja yang baik dengan semua pihak yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaan. Yang termasuk
dalam network operasional ini adalah semua anggota tim kerja, sesama kolega di kantor, serta semua tim
internal yang mempunyai kemampuan untuk mendukung atau menggagalkan pekerjaan. Pihak luar,
seperti pemasok, distributor, dan pelanggan termasuk juga dalam jejaring operasional. Tujuan jejaring ini
adalah untuk koordinasi dan kerja sama antara semua pihak yang harus saling mengenal dan saling
percaya agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
2. Jejaring Personal
Diperlukan untuk pengembangan diri. Melalui asosiasi profesi, ikatan alumni, dan berbagai
perkumpulan, Anda dapat memperoleh perspektif baru yang dapat membantu untuk meningkatkan karir.
Kontak yang dibangun dapat memberi referensi dan informasi; serta seringkali pengembangan diri
melalui coaching dan mentoring. Datang ke pertemuan sosial yang tepat dapat membantu membangun
jejaring personal ini. Agar efektif, disarankan sebelum menghadiri pertemuan, tanyakan siapa saja yang
akan hadir dan lakukan riset kecil tentang latar belakang mereka sehingga Anda dapat mempersiapkan
diri untuk memulai suatu pembicaraan. Menurut prinsip six degrees separation, kontak personal kita
sangat berharga dalam menjangkau orang yang memiliki informasi yang kita butuhkan secepat mungkin.
3. Jejaring Strategis
Membuka mata Anda pada arah bisnis baru dan para pemangku kepentingan yang perlu
dilibatkan. Ketika Anda naik ke posisi pimpinan suatu unit bisnis, Anda harus mulai memperhatikan
masalah strategis yang lebih luas. Relasi lateral dan vertikal dengan pimpinan unit bisnis lain serta pihak-
pihak di luar unit bisnis Anda menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana unit bisnis yang Anda
pimpin memberikan kontribusi dalam konteks yang lebih besar. Jejaring strategis adalah relasi dan
sumber informasi yang memberikan kekuatan pada Anda untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi
kedepan.
Yang membedakan para pemimpin dari para manager adalah kemampuan mereka untuk
menentukan arah ke depan serta kemampuan mereka melibatkan pihak-pihak yang dibutuhkan untuk
sampai ke sana. Karena itu, jejaringnya pun perlu diarahkan ke luar dan ke arah masa depan. Kebanyakan
orang belum memanfaatkan jejaring strategis ini dengan baik.
SIMPULAN
Jejaring adalah membangun hubungan dengan orang atau organisasi lain. Kesuksesan jejaring
organisasi tidak dapat terukur secara kuantitatif akan tetapi secara kualitatif Kemampuan membagun
jejaring organisasi merupakan kebutuhan bagi orang yang berorganisasi. Dalam memanfaatkan jejaring
organisasi akan mendapatkan hal-hal yang menguntungkan bagi individu ataupun organisasi tersebut.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan di dalam suatu organisasi atau perusahaan , maka
sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam tetapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan
individu – individu yang tergabung di dalam organisasi atau perusahaan tersebut.
Komunikasi dan Interaksi yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing –
masing individu untuk memperoleh hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kelanjutan
hidup mereka
DAFTAR PUATAKA
[1]Bernard W. Taylor III, Sains Manjemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hlm, 550
[2] Ricky w griffin, Manajemen, (Jakarta: Erlangga, 2004),hlm. 245
[3] Morissan, Teori Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 50-55.
[4] Komang Ardana,dkk, Perilaku Keorganisasian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 116.
[5] Muhammad Arni, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 21
[6] Ricky w griffin, Loc. Cit
[7] Patricia Buhler, Management Skills, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm, 144-148
[8] Gudono,Teori Organisasi, (Yogyakarta: BPFE, 2014), hlm, 269
[9] Sebetulnya bowon tahun 1953 mengenalkan konsep “social responsibility” untuk menunjukkan
bahwa perusahaan punya tanggung jawab yang lebih luas dari sekedar mencari laba. Tahun1960 dan
1970-an kalangan akademisi menaruh perhatian yang lebih besar pada bidang tanggung jawab sosial
perusahaan. Dalam, Gudono,Teori Organisasi, (Yogyakarta: BPFE, 2014), hlm, 270
[10] Arenawati. Bahan Ajar Teori Organisasi. (Serang:Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2012)
Penulis : Syima
Jejaring Organisasi
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan kita sehari-hari komunikasi merupakan suatu tindakan yang memungkinkan kita
mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Secara
teoritis, kita mengenal berbagai tindakan komunikasi berdasarkan pada konteks di mana komunikasi
tersebut dilakukan, yaitu konteks komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikais organisasi
dan komunikasi massa.
Komunikasi sangat penting dan layak untuk dipelajari, karena sekarang ini banyak orang yang
tertarik dan memberi perhatian kepadanya guna mengetahui prinsip dan keahlian komunikasi yang dapat
dimanfaatkan untuk mewujudkan tujuan organisasi, baik organisasi komersial seperti lembaga rumah
sakit maupun instuisi pendidikan.Di dalam unsur-unsur komunikasi tentu terdapat unsur utama
komunikasi, yang salah satunya adalah pesan atau informasi. Jika di dalam suatu organisasi mendapatkan
suatu pesan komunikasi, akan selalu ada penyebaran dalam organisasi tersebut. Karena di dalam
komukasi pesan haruslah sampai pada komunikan.
Sebagai makhluk sosial , di dalam kehidupannya sehari – hari , manusia harus melakukan
komunikasi dan interaksi dengan orang lain . Dalam komunikasi , manusia membutuhkan orang lain atau
suatu kelompok untuk melakukan interaksi . Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar
pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesame kelompok dan masyarakat . Di dalam
organisasi atau perusahaan tersebut biasanya selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan
masalah penting untuk kelangsungan berjalannya suatu organisasi atau perusahaan , yang terdiri dari
pimpinan dan karyawan atau anggota.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam Bab ini akan dijelaskan terkait konsep jejaring organisasi, kegunaan, manfaat, jenis struktural
jejaring organisasi dan jenis-jenis jejaring organisasi.
Yang membedakan para pemimpin dari para manager adalah kemampuan mereka untuk menentukan arah
ke depan serta kemampuan mereka melibatkan pihak-pihak yang dibutuhkan untuk sampai ke sana.
Karena itu, jejaringnya pun perlu diarahkan ke luar dan ke arah masa depan. Kebanyakan orang belum
memanfaatkan jejaring strategis ini dengan baik.
Marge dan teman-teman (krep, 1986 : 219) mengemukakan tiga atribut struktural penting dalam jaringan
komunikasi organisasi :
Kedua, Pimpinan opini adalah pimpinan impormal. Tidak perlu mereka ini sebagai pemegang otoritas
formal dalam organisasi. Namun ia membimbing tingkah laku anggota-anggota organisasi dan
mempengaruhi keputusan anggota-anggota organisasi.
Ketiga, Penjaga puntu adalah individu-individu yang mengontrol aliran komunikasi antara anggota-
anggota organisasi. Mereka ini berbeda di tengah jaringan dan menyampai impormasi dari satu orang
kepada orang lainnya, atau menyimpan impormasi. Pemjagaan pintu ini dapat membantu anggota kunci
organisasi, seperti misalnya pimpinan-pimpinan, untuk menghindari beban imformasi dengan jalan
menyalurkan hanya pesan-pesan penting pada mereka. Tentu saja penjaga pintulah yang mempunyai
kekuasaan untuk memutuskan bahwa satu imformasi itu penting atau tidak penting, maka orang yang
seharusnya mendapat imformasi itu akan tinggal tidak diberi imformasi. Peran penjaga pintu ini adalah
amat penting, dan harus di embank oleh imdividu yang bertangung jawab.
Keempat, kosmopolit, adalah individu-individu yang menghubungkan organisasi denganlingkungan,
mereka mengumpulkan impormasi dari linkungan dan sebaliknya menyampaikan imformasi organisasi
kepada wakil dari lingkungan.
Kelima, Jembatan, adalah anggota-anggota organisasi yang menghubungkan suatu klik, yaitu klik
mereka, dengan anggota-anggota klik lainnya. Individu-individu ini membantu membagi informasi antara
kedua klik, dan memfasilitasi koordinasi antar kelompok-kelompok.
Keenam, Penghubung (liaison), adalah sangat mirip dengan jembatan. Mereka adalah anggota-anggota
organisasi yang menghubungkan dua klik dimana mereka bukanlah anggota kedua klik tersebut. Individu-
individu ini juga membantu membagi informasi relevan antar klik-klik.
2.5 Tujuan Membangun Jejaring Organisasi
Untuk koordinasi dan kerja sama antara semua pihak yang harus saling mengenal dan saling percaya
dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
a. Alokasi waktu diri sendiri untuk membangun jejaring
b. Mulai membangun jejaring dari sekarang
c. Cari kesempatan untuk memberi dan menerima dalam jejaring yang sudah dibangun
d. Bukan hanya jumlah jejaring yang menentukan, kualitas yang menentukan, kualitas
hubungan sangat penting
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jejaring adalah membangun hubungan dengan orang atau organisasi lain.Kesuksesan jejaring
organisasi tidak dapat terukur secara kuantitatif akan tetapi secarakualitatif Kemampuan membagun
jejaring organisasi merupakan kebutuhan bagi orangyang berorganisasi. Dalam memanfaatkan jejaring
organisasi akan mendapatkan hal-hal yang menguntungkan bagi individu ataupun organisasi tersebut. Bila
sasaran komunikasi dapat diterapkan di dalam suatu organisasi atau perusahaan , maka sasaran yang
dituju pun akan beraneka ragam tetapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu –
individu yang tergabung di dalam organisasi atau perusahaan tersebut, Komunikasi dan Interaksi yang
terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing – masing individu untuk memperoleh
hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kelanjutan hidup mereka..
3.2. Saran
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti
penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut
terhadap masyarakat, tidak kalah penting dan berpengaruh pun suatu komunikasi. Jejaring organisasi
seharusnya terus dan dapat ditingkan lagi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat khusus nya
masyarakat yang berorganisasi, kegiatan tersebut tidak kalah penting dengan hal-hal lain dalam suatu
organisasi. Seharusnya dapat dibiasakan agar menjadi suatu budaya yang dapat dilakukan secara
kebiasaan dalam suatu organisasi demi tercapai nya suatu tujuan yang dituju.
DAFTAR PUSTAKA