Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG

PERAWATAN GANGREN DENGAN KESIAPAN

PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS

DI RSU SUFINA AZIZ MEDAN

TAHUN 2020

PROPOSAL

Oleh :

Lestari Ningsih

1914201173 B

PROGRAM STUDI NERS-S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA

MEDAN

2020

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya pembangunan di segala bidang dan adanya pola perubahan hidup,

membawa dampak tersendiri bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Peningkatan

kesejahteraan karena adanya kemajuan ekonomi, menimbulkan perubahan pola konsumsi

masyarakat yang kemudian berdampak pada masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang

dulunya lebih banyak pada penyakit infeksi mulai beralih ke penyakit degenerative salah

satunya adalah diabetes mellitus (Suyono,2009).

Menurut American Diabetes Association (2005) Diabetes Mellitus adalah

penyakit kronis serius yang disebabkan oleh factor keturunan atau lingkungan, dan

diabetes mellitus juga terjadi karena gangguan metabolism karbihidrat, lemak dan protein

yang berhubungan dengan defesiensi relative atau absolute kerja insulin dan atau

defesiensi relative dan absolute sekresi insulin yang di tandai dengan hiperglikemia.

Carthy dan Zimmet, jumlah pasien diabetes mellitus di dunia akan mencapai 21,3

juta jiwa pada tahun 2030. Di kawasan ASEAN sendiri juga didapatkan pola peningkatan

serupa. Jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 8,4

juta jiwa dan meningkat menjadi 19,3 juta jiwa pada tahun 2010 (Misnadiarly,2006).

Data epidemiologi Amerika Serikat menyebutkan bahwa setiap tahun, lebih dari

satu juta orang penderita diabetes mellitus kehilangan salah satu kakinya sebagai

komplikasi diabetes mellitus. Ini berarti bahwa setiap 30 detik, satu tungkai bawah hilang

karena diabetes mellitus di suatu tempat di dunia. Dari semua amputasi tungkai bawah,

40-70 % berkaitan dengan diabetes mellitus, pada banyak studi insiden amputasi tungkai
bawah diperkirakan 5-25/100.000 orang/tahun. Sedangkan diantara penderita diabetes

mellitus, jumlah penderita yang diamputasi sebanyak 6-8/1000 orang. Sebagian besar

amputasi pada kaki diabetic bermula dari ulkus pada kulit. Bila dilakukan deteksi dini dan

pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi kejadian tindakan amputasi. Kasus-

kasus tersebut diperkirakan dapat dicegah bila diajarkan tindakan preventif untuk

merawat kaki dan dipraktekkkan setiap hari dan mengikuti diet yang dianjurkan. Karena

status gizi, pengontrolan kadar gula darah dan pemeriksaan kaki secara berkala menjadi

bagian dari pencegahan ulkus kaki diabetes (Gultom,2009)

Di Indonesia sendiri masalah diabetes mellitus sudah merupakan masalah

masyarakat karena prevalensinya yang meningkat 2-3 kali lipat lebih cepat dari Negara

maju (Depkes RI,2005). Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation)

tecantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan

asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6 %. Berdasarkan pola pertambahan

penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti aka nada jumlah 178 juta

penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalansi diabetes mellitus sebesar

4,6 % akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes mellitus (Suyono,2009).

Apabila tidak ditangani dengan baik diabetes mellitus akan menimbulkan berbagai

macam komplikasi, baik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi kronik yang serius

dan paling ditakuti adalah gangrene diabetes (Waspdji,2009). Penderita diabetes mellitus

mempunyai resiko terjadinya gangrene 50 kali lebih muda daripada yang bukan penderita

diabetes mellitus. Ini disebabkan karena lingkungan dengan glukosa yang tinggi

mempermudahkan perkembangbiakan bakteri dan kuman, dan ketidaktahuan pasien dan

eluarga membuat ulkus bertambah parah dan menjadi gangrene yang mudah terinfeksi,
karena itu diperlukan penyuluhan bagi penderita diabetes mellitus dengan komplikasi

gengren beserta keluarganya mutlak diperlukan (Suyono,2006).

Angka-angka mengenai komplikasi kronik diabetes mellitus sangat bervariasi.

Penderita gangrene ditemukan pada 2,4 % dari kesekuruhan kasus diabetes mellitus.

Komplikasi ini pulalah yang merupakan penyebab perawatan rumah sakit terbanyak

untuk diabetes mellitus (Suyono,2006).

Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita diabetes mellitus, angka

kejadian kaki diabetic, seperti : ulkus, infeksi dan gangrene kaki serta artropati charcot

semakin meningkat. Diperkirakan sekitar 15 % penderita diabetes mellitus dalam

perjalananpenyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus kaki

diabetika. Sekitar 14-24 % di antara penderita kaki dianetika tersebut memerlukan

tindakan amputasi. (Mariana,2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) di RSUD Koja didaptkan selama

periode 2000-2004 gangren diabetes menempati posisi kedua dalam jenis komplikasi

diabetes mellitus terbanyak yang dirawat inap di Rumah Sakit tersebut yaitu 18,96%.

Sedangkan alas an rawat inap terbanyak adalah luka yang tidak sembuh-sembuh.

Terjadinya gangrene diawali adanya hiperglikemia pada penderia diabetes

mellitus yang menyebabkan kelainan neuropati sensorik maupun motorik dan autonomic

akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian

menyababkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapan kaki dan selanjutnya

akan mempermudah terjadinya gangrene. Adanya kerentanan terhadap infeksi mudah

merebak menjadi infeksi yang luas, ditambah lagi dengan factor aliran darah yang kurang

(Waspadji,2009). Keadaan gangrene yang sudah lanjut jika tidak ditangani dengan baik
dan tepat akan berkembang menjadi tindakan amputasi kaki. Karena infeksi dapat

menyebar sangat cepat.

Berdasarkan hasil survey awal melalui wawancara dengan pasien diabetes

mellitus pada tanggal 25 sampai 30 maret 2020 di RS Sufina Aziz dari 15 pasien hanya 5

orang yang mengetahui perawatan gangrene, sedangkan 10 orang lagi tidak mengetahui

perawatan gangrene. Dan hanya 3 orang yang siap untuk melakukan perawatan lanjutan

di rumah sedangkan 12 lagi tidak siap untuk melanjutkan perawatan di rumah dan lebih

memilih untuk melanjutkan perawatan di RS Sufina Aziz.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Gangren Dengan Kesiapan

Perawatan Lanjutan Di Rumah Pada Pasien Diabetes Mellitus Di RS Sufina Aziz

Medan”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam

makalah ini adalah “Apakah ada hubungan Pengetahuan pasien tentang perawatan

gangrene dengan kesiapan perawatan lanjutan di rumah pada pasien diabetes mellitus di

RS Sufina Aziz?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menhetahui hubungan pengetahuan pasien tentang perawatan gangrene

dengan kesiapan perawatan lanjutan di rumah pada pasien diabetes mellitus di RS Sufina

Aziz.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan pasien tentang perawatan gangrene pada

pasien diabetes mellitus di RS Sufina Aziz

b. Untuk mengetahui kesiapan perawatan gangrene lanjutan di rumah pada

pasien diabetes mellitus di RS Sufina Aziz

c. Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan pasien dengan kesiapan

perawatan lanjutan dirumah ppada pasien diabetes mellitus di RS Sufina Aziz.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Tempat penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat

untuk dapat memberikan penyuluhan tentang diabetes mellitus serta

diharapkan dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja dalam memberikan

pelayanan asuhan keperawatan klien ulkus diabetic.

2. Institusi Pendidikan

Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penelitian terutama tentang

perawatan gangrene dengan kesiapan perawatan lanjutan di rumah pada pasien

diabetes mellitus.

3. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

mahasiswa/mahasiswi dan dapat dijadikan sebagai dokumentasi ilmiah untuk

perbandingan peneliti selnajutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Defenisi

Pengetahuan (Knowledge) hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab

“what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmojo,2005,hal

3). Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmojo,2005,hal

27).

2.1.2 Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Cara traditional untuk memperoleh pengetahuan.

Cara kuno atau traditional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan antara lain:

a. Cara coba-salah (Trial and Error) cara coba-salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam mencegah masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.

b. Cara kekuasaan (Otoriter)


Sumber pengetahuan dapat berupa pimpinan masyarakat baik formal

maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah dan sebagainya.

Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas

atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah dan sebagainya.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hasil ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu.

d. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir

manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalaran dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata

lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah

menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara Modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sintesis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih

popular disebut metodologi penelitian (Notoatmojo,2005,hal 18).


2.1.3 Faktor – Faktor yang Memperngaruhi Pengetahuan

1. Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga

makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang

kurang menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang

baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-

ibu mempunya pengaruh terhadap kehidupan sehingga ibu tidak mempunyai

waktu untuk mendapatkan informasi. Sehingga pengetahuan yang dimiliki

menjadi terbatas.

3. Informasi

Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu

keseluruhan makna yang menunjang amanat. Pengatahuan diperoleh memalui

informasi yaitu kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri,

misalnya membaca surat kabar, mendengar radio, ,elihat film atau televise dan

sebagainya.

Semakin sering seseorang memperoleh informasi yang didapat dari media cetak

atau elektronik dengan melihat dan mendengar sendiri, maka semakin bertambah

oula informasi yang didapat dam membuat pengetahuan seseorang semakin

bertambah dan sebaliknya jika seseorang jarang atau tidak pernah memperoleh

informasi maka pengetahuan yang dimiliki terbatas.


2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Defenisi

Diabetes Melitus adalah penyakit metabolic (kebanyakan herediter) sebagai akibat

dari kurangnya efektif insulin (ada diabetes mellitus tipe 2) atau insulin absolute (pada

diabetes mellitus tipe 1) di dalam tubuh, dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria,

disertai dengan gejala klinik akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan) dan gejala

kronik atau kadang-kadang tanpa gejala, gangguan primer terletak pada metebolisme

karbihidrat dan sekunder pada metabolism lemak dan protein (Tjokroprawiro A,2001).

2.2.2 Etiologi Diabetes Melitus

Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau

sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau langerhans pada panckreas yang berfungsi

menghasilkan insulin, akibatnya tejadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes

mellitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi indulin dalam memasukkan

glukosa kedalam sel. Gangguan ini dapat terjadi kerana kegemukan atau sebab lain yang

belum dikeahui.

2.2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus

Pankreas yang disebut kelenjar parut, adalah kelenjar penghasil insulin yang

terletak dinelakang lambung. Didalmnya terdapat kumpulan sel yang terbentuk seperti

pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang

mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar gula darah.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel-sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang

dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel
glukosa tersebut dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa

dalam darah meningkat. Kemudian inilah yang mengakibatkan terjadinya Diabetes

mellitus tipe I.

Pada keadaan diabetes mellitus tipe II, kerja insulin bisa normal, bahkan lebih

banyak, tetapi jumlah reseptor (penagkap) insulin dipermukaan sel berkurang. Beda

antara diabetes mellitus tipe I dan II adalah pada diabetes mellitus tipe II bisa ditemukan

jumlah insulin cukup atau bahkan lebih tetapi kualitas nya kurang baik, sehingga gagal

membawa glukosa masuk ke dalam sel.

2.2.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Tjokroprawiro klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

a. Diabetes Melitus Tipe I

5 %-10% penderita diabetic adalah tipe I. sel-sel beta dari pancreas yang

normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.

Diperlukan suntikan untuk mengontrol kadar gula darah. Tipe ini

mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

b. Diabetes Melitus Tipe II

90%-95% penderita diabetic adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah

dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar gula darah menetap,

suplemen dengan preparat hipoglikemiak (suntikan insulin dibutuhkan,

jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling


sering pada mereka yang berusia lebh dari 30 tahun dan pada mereka yang

obesitas.

2.2.5 Faktor-faktor resiko tinggi untuk Diabetes Melitus

Berikut ini adalah urutan yang menunjukkan siapa saja yang mempunyai

kemungkinan akan menderita penyakit diabetes mellitus, yaitu :

a. Kedua orang tuanya mengidap diabetes mellitus

b. Salah satu orang tuanya atau saudara kandungnya mengidap diabetes

melitus

c. Pernah melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4 kg

d. Pada waktu pemeriksaan kesehatan pernah ditemukan kadar glukosa darah

melebihi antara 140-200 mh/dl

e. Menderita penyakit lever (hati) kronik atau agak berat

f. Terlalu lama minum obat-obatan, mendapat suntikan atau minum tablet

golongan kortikosteroid (sering digunakan penderita asma, penyakit kulit,

penyakit reumatik, dan lain-lain) misalnya prednisone, orodexon, kenacort,

rheumacyl, kortison, hidrokortison).

g. Terkena infeksi virus tertentu misalnya virus morbili, virus yang

menyerang kelenjar ludah dan lain-lain.

h. Terkena obat-obatan anti serangga (inteksida).


2.2.6 Gejala Klinik Diabetes Melitus

a) Gejala Acute

1) Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu : banyak

makan (polifagia), banyak minum (polidipsi), banyak kencing (poliuria). Dalam

fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus naik karena pada

saat ini jumlah insulin masih mencukupi.

2) Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul gejala yang

disebabkan oleh kurangnya insulin. Jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl

kadang-kadang timbul mual, mudah lelah, berat badan turun 5-10 kg dalam 2-4

minggu, bahkan penderita akan mengalami koma diabetic.

b) Gejala Kronik

Seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala seperti kesemutan, kulit

terasa panas, kram, mudah mengantuk, kelemahan tubuh, mata kabur, kemampuan

seksual menurun, bahkan impoten dan kelainan ginekologis.

2.2.7 Diagnosa Diabetes Melitus

Tindakan diagnostic dilakukan untuk menentukan apakah seseorang telah

menderita penyakit diabetes mellitus atau belum. Diagnosis pada umumnya ditegakkan

berdasarkan keluhan penderita yang khas dan adanya peninggian kadar glukosa darah

yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dasar terapi diabetes mellitus “Pantologi Terapi Diabetes

Melitus” menurut Tjokroprawiro, A (2000) sebagai berikut : diet dan mengatur pola
makan, latihan fisik (olah raga), pengontrolan kadar gula darah, obat hipoglikemia (OHO

dan insulin) contoh : glibenclamid, daonil, regular insulin dan cangkok pancreas.

2.2.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dapat merusak pembuluh darah,

saraf dan struktur internal lainnya.terbentuk zat komplek yang terdiri dari gula di dalam

dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran

akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang terutama menuju kulit dan saraf.

Karena hal tersebut, maka penderita diabetes mellitus biasa mengalami berbagai

komplikasi yaitu komplikasi mikrovaskuler diantaranya retinopati diabetic. Komplikasi

makrovaskular diantaranya penyakit arteri koroner, stroke, gagal ginjal, disfungsi ereksi,

penyakit vascular perifer yang dapat menyebabkan insidens gangrene.

2.3 Perawatan Gangren Pada Pasien Diabetes Melitus

2.3.1 Defenisi Luka Gangren

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik

terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

Luka gangrene diabetic adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat

penyakit diabetes mellitus yang mengakibatkan gangguan pada saraf peripheral dan

autonomic. Biasanya gangrene tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai

dengan pertukaran sekulitis dan timbunya vasikula atau bula yang hemoragik kuman yang

biasa menginfeksi pada gangrene diabetic adalah streptococcus.


2.3.2 Etiologi Gangren

Banyak factor yang berpengaruh pada tingkat kejadian dan hasil paengelolaan

kaki diabetic. Diantaranya factor neuropati atau gangguan urat saraf seperti kelemahan

otot, iskemik akibat kelainan pembuluh darah dan infeksi. Ketiganya saling

mempengaruhi satu sama lain. Kaki pasien diabetes mellitus sangat rentan terhadap

kelainan pembuluh darah dan neuropatik. Interaksi kedia hal tersebut yang akan

menimbulkan kelainan local pada kuku, kerusakan kulit, deformitas kaki, ditambah

dengan timbulnya infeksi, semua akan mempengaruhi timbulnya gangrene diabetic dan

akhirnya dapat mengakibatkan perlunya tindakan amputasi, bahkan kematian penderita

(Waspadji,2009).

2.3.3 Patofisiologi Gangren

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemi pada penyandang diabetes

mellitus yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah akibat

tersumbatnya pembulu darah sehingga menghambat aliran darah, mengganggu suplai

oksigen, bahkan makanan atau obat antibiotic yang dapat mengganggu proses

penyembuhan luka. Neoropati, baik neuropati sensori maupun motorik dan autonomic

akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian

menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekana pada telapak kaki dan selnjutnya

akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi mudah

meretak menjadi infeksi yang luas. Bila pengobatan infeksi ini tidak sempurna dapat

menyebabkan pembusukan (gangrene) bahkan dapat diamputasi.


2.3.4 Gejala Gangren Yang Sering Dikeluhkan

Rasa nyeri seperti terbakar, tidak berasa, rasa tebal pada kaki dan perasaan panas

atau dingin. Penurunan ambang rasa sakit-mati rasa, terhadap rasa suhu dan produksi

keringat yang menurun, kulit kering dan pecah-pecah juga kaki terasa lebih hangat.

2.3.5 Stadium Luka Gangren

Menurut Wagner, luka kaki diabetic dibagi menjadi 6 bagian, yaitu :

a. Grade 0 : tidak ada luka

b. Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit

c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

d. Grade III : terjadi abses

e. Grade IV : ganren pada kaki, bagian distal

f. Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.3.6 Manifestasi Klinik

a. Umumnya pada daerah plantar kaki.

b. kelainan bentuk pada kaki ; deformitas kaki.

c. Berjalan yang kurang seimbang.

d. Adanya fisura dan kering pada kulit

e. Pambentukan kalus pada area yang tertekan

f. Tekana nadi pada area kaki kemungkinan normal

g. ABI (Ankle Bronchial Index) normal


h. Luka biasanya dalam dan berlubang

i. Sekeliling kulit dapat terjadi selulitis

j. Hilang atau berkurang sensasi nyeri

k. Xerosis (keringnya kulit krinik)

l. Hyperkeratosis pada sekeliling luka

2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Ulkus dan Amputai Kaki Diabetik

Gangguan saraf dan kelainan bentuk kaki dengan peningkatan tekanan/beban pada

kaki dan kelainan tulang-tulang kaki, gangguan pembuluh darah dan riwayat luka pada

kaki. Kelaina pertumbuhan kuku dan pemakaian sepatu yang tidk sesuai.

Jika terjadi komplikasi saraf, maka pengobatan yang dilakukan adalah mengontrol

kadar gula darah semaksimal mungkin untuk memperlambat perburukan.

2.4 Perawatan Gangren

Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan

jaringan yang mati berwarna kehitaman dam membau karena desertai pembusukan oleh

bakteri.

Adapun pada penderita diabetes mellitus, jenis gangrene basah (diabetic gangrene)

dan umumnya terdapat dikaki. Pada penderita diabetes mellitus, gangrene disebabkan

oleh neuropathy, angiopathy dan komplikasi lainnya. Untuk merawat agar luka gangrene

tidak lebih parah, berikut ini beberpa tips merawat luka gangrene.
2.4.1 Tips Merawat Luka Gangrene Pada Pasein Diabetic :

a. Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan kotor

atau tidak, ada pus atau jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji barulah

dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan

antiseptic (NaCl) dan kassa steril.

b. Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting sedikit demi

sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai

tumbuh).

c. Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes mellitus dilihat apakah terdapat sinus

(luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada baiknya

disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus

terdapat banyak kuman.

d. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah

dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi,

(pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl).

e. Setelah luka dibersihkan, lalu tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl

lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa, jaga agar jaringan

luar luka tidaj tertutup. Sebab juka jaringan luar luka ikut tertutup akan

menimbulkan masrari (pembengkakan).

f. Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup kembali

dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.

g. Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi (pertumbuhan jaringan kulit

yang baik/ bagus yang membuat luka rata), selanjutnya aka nada penutupan luka
tahap kedua (skin draw), biasanya diambil dari kulit paha. Penanganan luka

diabet, harus ekstra agresif sebab pada luka diabet kuman akan terus menyebar

dan memperparah luka. (Lia,2009).

2.4.2 Pengendalian gula darah

Perawatan gangrene mencangkup pengendalian gula darah dan tekhnik perawatan

gangrene (Mirza,2008). Dalam ilmu kedokteran gula darah adalah istilah yang mengacu

kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat serum diatur

dengan tekat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama

energy untuk sel-sel tubuh.

Pengendalian gula darah sangat penting dalam perawatan gangrene karena kadar

hula darah mempengaruhi proses kesembuhan gangrene. Ppenderita diabetes mellitus

kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan tetapi semakin

mendekati kisaran normal. Pemantauan gula darah ini penting karena membantu

menentukan penanganan medis yang optimal sehingga mengurangi resiko berat dan

meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes mellitus (Mirza,2008). Pengendalian gula

darah meliputi 3 hal penting yaitu pengaturan diet/perencanaan makanan, terapi insulin

dan olah rga bila memungkinkan. Pasien dengan komplikasi gengren tidak

memungkinkan lagi utuk melakukan olah raga karena karena pada umumnya ada

gangrene pada ekstremitas bawah.

2.4.3 Diet/Perencanaan Makanan

Pengaturan pola makan merupakan pilar terpenting bagi penanganan gangrene

diabetes yang kemudian didukung dengan aktivitas atau olahraga. Pengaturan pola makan
maksudnya merancang sedemikian rupa makanan yang jumlahnya sesuai dengan

kebutuhan sehingga insulin yang tersedia mencukupi. Pada umumnya, pola makan untuk

diabetes diatur berdasarkan jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makan.

(Sukardji,2009).

2.4.4 Terapi Insulin

Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin.

Dengan demikian, insulin eksogen harus diberikan dalam jumlah yang tak terbatas. Pada

diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk

mengendalikan kadar gula darah.

2.4.5 Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin, sehingga memperbaiki kendali gula darah. Latihan yang

dimaksud adalah senam, jalan, bersepeda santai, jogging, berenang.

2.4.6 Proses Penyembuhan

Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak

dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan

sembuh apabila permukaannya dapat bersatu kembali dan didapatkan kekuatan jaringan

yang mencapai normal. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang

rusak serta penyebab luka tersebut. Fase penyembuhan luka meliputi inflamasi, proliferasi

dan fase remodeling atau maturasi (Gitarja,2008).


2.5 Edukasi KesehatanPada Penderita Luka Diabetes Melitus dan Keluarga

Penyuluhan dan tatalaksana merupakan bagian yang integral dari terapi pasien

diabetes mellitus dengan luka diabetic. Mengingat bahwa tidak semua penyandang

diabetes mellitus dapat secara teratur berobat ke dokter, maka penyuluhan ini sebaiknya

juga diberikan pada keluarga pasien. Metode dalam memberikan edukasi tergantung dari

pengalaman dan fasilitas yang ada di tempat tersebut. Edukasi dilakukan dengan

pengajaran individu pada pasien dan keluarganya yang dapat diikuti dengan pemberian

pedoman tertulis, booklet, atau cara lain yang sesuai dengan pendidikan, ekonomi, waktu

dan kesiapan belajar dari pasien maupun keluarga. Penyuluhan terhadap pasien diabetes

mellitus dan keluarga nya harus dilakukan secara berkala agar tujuan penatalaksanaan

pasien diabetes mellitus dengan luka diabetic ini dapat tercapai. Secara garis besar

penyuluhan edukasi pada pasien diabetes mellitus dan keluarga dengan luka diabetic

tersebut adalah :

a. Perencanaan makanan yang baik dan seimbang

b. Kegiatan jasmani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien

c. Obat-obatan

d. Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai diabetes mellitus dan

penyulitnya agar kemudian didaptkan pengertian yang baik dan keikutsertaan

pasien dalam usaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dan bagaimana

perawatan luka diabetic.


2.6 Kerangka Konsep

Dari hasil tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan serta masalah penelitian yang

telah dirumuskan perlu dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka

konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui pnelitian-penelitian yang digunakan.

(Notoadmojo,2003).

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka konseptual penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan pasien tentang Kesiapan Perawatan Lanjutan


perawatan luka gangren di rumah

Skema 1.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang diatas bahwa terlihat objek yang diteliti

adalah hubungan pengetahuan pasien tentang perawatan gangrene dengan kriteria baik,

cukup dan buruk. Dengan kesiapan perawatan lanjutan dengan perawatan lanjutan dengan

kriteria siap, kurang siap, dan tidak siap.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan pasien tentang

perawatan luka gangrene dengan kesiapan perawatan lanjutan di rumah pada pasien

diabetes mellitus di RS Sufina Aziz pada Tahun 2020.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan

prosedur penelitian (Aziz Alimul Hidayat,2007). Desain yang digunakan dalam penelitian

ini adalah penelitian korelasi, yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan

pengetahuan pasien tentang perawatan gangrene dengan kesiapan perawatan lanjutan di

rumah pada pasien diabetes mellitus di RSU Sufina Aziz Medan Tahun 2020.

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober 2020 . Penelitian ini

dilaksanakan di RSU Sufina Aziz Medan.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus yang

dirawat inap di RSU Sufina Aziz Medan pada Tahun 2020 yang rata-rata berjumlah 50

orang setiap bulannya.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang berobat ke RSU Sufina Aziz

Medan. Tekhnik penarikan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling dengan

kriteria inklusi ciri responden yaitu yang menderita diabetes mellitus dan dirawat inap di
RSU Sufina Aziz dengan perawatan luka gangrene. Dengan jumlah sampel sebanyak 30

orang, jumlah sampel ini diambil untuk memenuhi uji parametric yang digunakan.

3.4 Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Opearasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skor Nilai Skala


Operasional
1 Variabel
Independen :
Pengetahuan Pemahaman pasien Kuesioner Skor Nilai : Ordinal
Pasien tentang DM tentang 52-62 : Baik
perawatan luka perawatan luka 41-51 : Cukup
gangren gangren 31-40 : Kurang

2 Variabel
Dependen :
Kesiapan Pasien mampu Kuesioner Skor Nilai : Ordinal
perawatan melakukan 21-27 : Siap
lanjutan perawatan lanjutan 16-20 : Kurang Siap
dirumah dirumah 9-15 : tidak siap

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah terlebih dahulu peneliti mengajukan

permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Stikes Flora Medan)

dan kemudian permohonan izin penelitian yang telah diperoleh dikirimkan ketempat

penelitian (RS Sufina Aziz). Peneliti menentukan responden berdasarkan criteria yang

telah ditentukan. Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan pada responden

tentang tujuan , amnfaat dan proses pengisian kuesioner. Kemuadian responden diminta

untuk menanda tangani surat persetujuaan atau dengan memberikan persetujuan secara

verbal atau lisan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan

oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti.
Setelah semua responden mengisi kuesioner yang dibagikan, maka peneliti

mengumpulkan data untuk dianalisa.

3.6 Instrumen Penelitian

1. Tingkat Pengetahuan pasien Tentang Perawatan Luka gangren

Untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan luka gangrene


yang meliputi konsep luka gangrene, pengendalian gula darah dan cara perawatan luka
gangrene diajukan 31 pertanyaan dengan jawaban benar skor 2 dan salah skor 1, sehingga
skor tertinggi adalah 62 skor dan skor terendah 31. Untuk menghitung panjang kelas
dihitung dengan menggunakan rumus Sudjana (2005) yaitu :

P= Rentang
Banyak kelas

62 - 31
3
P = 10,3 = 10
Keterangan :
P = Panjang Kelas
Rentang = Nilai tertinggi – nilai terendah
Banyak Kelas = Jumlah Kategori
Jadi tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan luka gangrene di kategorikan atas
interval sebagai berikut :
Baik : mendapat nilai 52-62
Cukup : mendapat nilai 41-51
Kurang : mendapat nilai 31-40

2. Kesiapan Perawatan Lanjutan di rumah

Untuk mengukur kesiapan perawatan lanjutan di rumah diajukan 9 pernyataan


dengan jawaban siap diberi skor 3 dan tidak siap diberi skor 1, sehingga skor tertinggi
adalah 27 dan skor terendah adalah 9. Untuk menghitung panjang kelas dihitung dengan
menggunakan rumus Sudjana (2005) yaitu :

P= Rentang
Banyak kelas

27 - 9
3
P=6
Keterangan :
a. Siap = 21-27
b. Kurang siap = 16-20
c. Tidak siap = 9-15

3.7 Uji Instrumen Penelitian

3.7.1 Uji Validitas

Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat, tinggi rendahnya

validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan orang yang

menyimpang dari gambaran validitas yang dimaksud.

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang telah dikembangkan oleh

peneliti sebelumnya.

3.8 Uji Instrumen Penelitian

3.8.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan computer program

statistical for the social science (SPSS) dengan langkah –langkag sebagai berikut :
a. Editing (Edit)

Dilakukan untuk memeriksa Kuesioner yang telah diisi oleh responden apakah

pertanyaan sudah ada jawabannya dan diisi sesuai dengan petunjuk.

b. Coding (Kode)

Yaitu member kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah

peneliti saat mengadakan tabulasi data.

c. Entry (Masuk)

Yaitu memasukkan semua data kedalam computer dengan pengolahan

menggunakan teknik komputerisasi.

d. Tabulating (Tabel)

Yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dan disajikan dalam bentuk

distribusi frekwensi dan persentasi dengan menggunakan teknik komputerisasi

atau system SPSS.

3.8.2 Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekwensi dari variable

independent ( variable bebas) dan variable dependen (variable terikat).

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan

pasien terhadap perawatan luka gangrene dan kesiapan perawatan lanjutan di

rumah, dianalisa dengan menggunakan uji statistic Chi-Square dengan derajat


kepercayaan 95 %. Hubungan dua variable dikatakan ada hubungan apabila

senilai P ≤ 0,05.

Anda mungkin juga menyukai