Anda di halaman 1dari 10

Journal Homepage: https://e-journal.unair.ac.

id/PMNJ/index
INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY This is an Open Access article
distribute under

HEALTH NURSING the terms of the


Creative Commons Attribution

(Jurnal Keperawatan Komunitas)


4.0 International License

Vol. 4, No. 1 Februari 2019

Laman Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/IJCHN

PENGALAMAN KLIEN TB PARU YANG MENJALANI PENGOBATAN FASE


INTENSIF DI PUSKESMAS TAJI KABUPATEN MAGETAN
(Experiences of Pulmonary TB Clients That Achieve Intensive Phase Treatment in Taji
Puskesmas Magetan District)
RR Dian Tristiana, Richa Kumalasari and Makhfudli
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

ABSTRAK
RIWAYAT ARTIKEL
Diterima: 14 Maret 2019 Pendahuluan: Klien TB paru yang menjalani pengobatan fase intensif sering kali merasa
Disetujui: 22 April 2019 sedih, bosan, menolak keadaan, tidak berguna dan tidak berdaya, mengeluh dengan
perubahan kondisi yang dialami. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pengalaman klien TB paru yang menjalani pengobatan fase intensif di wilayah kerja
KONTAK PENULIS Puskesmas Taji Kabupaten Magetan
Richa Kumalasari Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif pendekatan
richamarentika@gmail.com fenomenologi dengan metode in-depth interview terhadap 15 partisipan dengan kriteria
Fakultas Keperawatan, inklusi klien TB paru berusia ≥16 tahun, klien baru terdiagnosa TB paru, klien sudah
Universitas Airlangga menjalani pengobatan TB paru fase intensif selama 1 bulan. Sedangkan kriteria eksklusi
klien TB paru yang sedang hamil, TB-HIV, TB-MDR, TB ekstra paru, klien dengan penyakit
penyerta seperti diabetes mellitus, hipertensi, skizofrenia, dan penyakit kronis lainnya.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik sembilan langkah Colaizzi.
Hasil: Hasil penelitian ini didapatkan sebelas tema yaitu: 1) Perubahan di lingkungan
keluarga, 2) Perubahan di lingkungan kerja, 3) Menjaga kegiatan sosial, 4) Efek samping
setelah minum obat TB paru, 5) Upaya mencegah penularan TB paru, 6) Upaya mencapai
kesembuhan, 7) Jenis dukungan selama pengobatan TB paru, 8) Sumber dukungan
selama pengobatan TB paru, 9) Hambatan selama pengobatan TB paru, 10) Upaya
mengatasi hambatan selama pengobatan TB paru, 11) Harapan selama pengobatan TB
paru.
Kesimpulan: Pengalaman klien TB paru selama menjalani pengobatan fase intensif
memerlukan berbagai dukungan baik dari diri sendiri dan orang lain seperti keluarga,
tetangga, teman, dan petugas kesehatan untuk mengatasi hambatan yang dilalui.
Diharapkan bahwa penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut
tentang promosi kesehatan dan pendampingan berkelanjutan terhadap klien TB paru
yang menjalani pengobatan fase intensif dengan melibatkan keluarga dan masyarakat.
Kata Kunci
pengalaman, paien TB Paru, pengobatan fase intensive

ABSTRACT
Introduction: Pulmonary TB clients who undergoing intensive phase treatment often
feel sad, bored, reject conditions, useless and helpless, complaining about changes in
conditions experienced. This study aims to describe the experience of pulmonary TB
clients who undergoing intensive phase treatment in Taji Community Health Center of
Magetan District
Method: This research used qualitative research design of phenomenological approach
with in-depth interview method on 15 participants with inclusion criteria for pulmonary
TB clients aged ≥16 years, new clients were diagnosed with pulmonary TB, clients had
undergone intensive phase pulmonary TB treatment for 1 month. While the exclusion
criteria for pulmonary TB clients who are pregnant, TB-HIV, MDR TB, extrapulmonary
TB, clients with comorbidities such as diabetes mellitus, hypertension, schizophrenia,
and other chronic diseases. Data analysis in this study used technique nine steps Colaizzi.

http://e-journal.unair.ac.id/IJCHN | 1
RR. D. TRISTIANA ET AL.

Result: This research used qualitative research design of phenomenological approach


with in-depth interview method on 15 participants with inclusion criteria for pulmonary
TB clients aged ≥16 years, new clients were diagnosed with pulmonary TB, clients had
undergone intensive phase pulmonary TB treatment for 1 month. While the exclusion
criteria for pulmonary TB clients who are pregnant, TB-HIV, MDR TB, extrapulmonary
TB, clients with comorbidities such as diabetes mellitus, hypertension, schizophrenia,
and other chronic diseases. Data analysis in this study used technique nine steps Colaizzi.
Conclusion: The experience of pulmonary TB clients who undergoing intensive phase
treatment needs of various support from themselves and others such as family,
neighbors, friends, and health workers to overcome the obstacles transversed. It is hoped
that this research could be the basis for further research on health promotion and
sustainable accompaniment to pulmonary TB clients who undergoing intensive phase
treatment by involving family and community.
Keywords
experience; pulmonary TB clients; intensive phase of treatment

Kutip sebagai: Tristiana, RR. D., Kumalasari, R., & Makhfudli, M (2019). Hubungan Smartphone
Addiction dan Self-Efficacy dengan Prestasi Akademik pada Remaja Pengalaman Klien TB
Paru yang Menjalani Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas Taji Kabupaten
Magetan. Indonesian J. of Community Health Nurs. J., 4(1), 1-10. Doi:
10.20473/ijchn.v4i1.12353

1. PENDAHULUAN 2015) menunjukkan bahwa alasan klien mengalami


drop out adalah karena merasa sudah sehat (45,7%),
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit menular mengalami efek samping obat (17,1%), bosan minum
yang masih menjadi masalah kesehatan utama di obat (11,4%), tidak ada biaya (8,5%), dan alasan
Indonesia karena berpengaruh besar terhadap lainnya sebesar (17,1%). Penelitian (Prawulandari,
penurunan produktivitas kerja. Penyakit TB paru 2018) terkait pengalaman pasien Multi Drug
merupakan kasus yang perlu diperhatikan Resistent Tuberculosis (TB-MDR) dalam
penanggulangan dan pengobatannya, sehingga untuk keberhasilan pengobatan di wilayah Kota Semarang
mengoptimalkannya dibuatlah sebuah standar menunjukkan bahwa banyak pasien yang tidak setuju
nasional oleh Kementerian Kesehatan Republik menghadapi realita, cemas berkepanjangan sehingga
Indonesia yang kemudian menjadi acuan bagi para mengganggu interaksi dengan lingkungan sosial,
tenaga kesehatan di unit-unit pelayanan kesehatan stress, merasa bosan karena harus minum obat.
masyarakat (puskesmas) di Indonesia dalam Penelitian (Rejeki, Nursasi dan Permatasari, 2012)
melaksanakan pengendalian dan pengobatan TB paru terkait pengalaman menjalani pengobatan TB
(Kemenkes RI, 2016). Pengobatan TB paru pada fase kategori 2 di wilayah Kabupaten Pekalongan Jawa
intensif, klien mendapat obat setiap hari dan perlu Tengah menunjukkan bahwa sebanyak tujuh pasien
diawasi setiap hari untuk mencegah terjadinya mengalami masalah fisik, psikologis, finansial, dan
resistensi obat. Bila pengobatan pada fase ini masalah dengan pelayanan kesehatan. Laporan WHO
dilakukan secara tepat maka klien TB paru menjadi tahun 2016 menunjukkan prevalensi TB paru dunia
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, dan yang mencapai 10,4 juta dan jumlah prevalensi
sebagian besar klien TB paru BTA (Bakteri Tahan tahunan dari semua kasus TB paru sebesar 140 per
Asam) positif menjadi BTA negatif dalam waktu 2 100.000 penduduk, dengan proporsi 45% di kawasan
bulan, sehingga klien tidak mengalami drop out dan Asia Selatan, 25% kawasan Afrika, 17% di kawasan
pengobatan ulang (Kemenkes RI, 2015). Pasifik Barat, 7% di kawasaan Mediterania Timur, 3%
Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya drop di kawasan Eropa, dan 3% di kawasan Amerika.
out adalah pengetahuan, motivasi, peran PMO, akses, Indonesia menduduki urutan kedua di dunia dengan
dukungan keluarga, jarak, motivasi penderita, dan penderita TB paru terbanyak setelah India (WHO,
efek samping obat (Nuraidah et al., 2016). Penelitian 2017). Pada tahun 2016, Jawa Timur menempati
yang dilakukan oleh (Natalya dan Anwar, 2013) juga urutan kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa
menyebutkan bahwa klien yang tidak didampingi Barat dalam jumlah penemuan penderita TB paru
PMO terdapat 26,3% patuh dan 21,2% tidak patuh BTA positif kasus baru sebanyak 21.606 penderita
(drop out) pada fase intensif. Sedangkan klien yang dan jumlah kasus TB paru BTA positif yang berhasil
didampingi PMO terdapat 82,1% patuh dan 3,6% diobati sebanyak 20.128 kasus (Kemenkes, 2017).
tidak patuh. Ketidakpatuhan berobat pada fase Pada tahun 2017, Jawa Timur masih tetap menempati
intensif dikarenakan klien merasa bosan dan mual urutan kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa
pada saat minum obat setiap harinya, ada juga yang Barat dalam jumlah penemuan penderita TB paru
memberi alasan bahwa dirinya merasa sembuh. BTA positif kasus baru sebanyak 22.585 penderita
Penelitian (Himawan, Hadisaputro dan Suprihati,

2 | Volume 4 No 1 FEBRUARI 2019


INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY HEALTH NURSING

dan jumlah kasus TB paru BTA positif yang berhasil Peneliti tertarik menggunakan metode kualitatif
diobati sebanyak 21.311 kasus (Kemenkes RI, 2018). dengan desain fenomenologi untuk melihat proses,
Kabupaten Magetan pada tahun 2016 terdapat kasus makna, dan pemahaman seseorang. Selain itu,
tuberkulosis sebanyak 492 kasus dan 304 peneliti ingin menggambarkan dan mengeksplorasi
diantaranya adalah tuberkulosis paru BTA positif. serta menjelaskan pengalaman klien TB paru yang
Adapun penemuan kasus baru tuberkulosis BTA menjalani pengobatan fase intensif di wilayah kerja
positif tahun 2016 sebesar 48,41% (Dinkes Magetan, Puskesmas Taji Kabupaten Magetan.
2017).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di 2. METODE
Puskesmas Taji Kabupaten Magetan yang dilakukan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
pada bulan September tahun 2018 terdapat 22 orang
fenomenologi dengan pendekatan triangulasi.
penderita TB paru yang menjalani pengobatan fase
Pendekatan ini dipilih karena penelitian kualitatif
intensif dengan rentan usia 18-70 tahun, dan 12
merupakan metode untuk mengeksplorasi dan
orang fase lanjutan. Hasil wawancara dengan perawat
memahami arti dan makna pengalaman klien dalam
pemegang program TB paru di Puskesmas Taji
menjalani pengobatan TB paru. Peneliti memperoleh
Kabupaten Magetan, mengungkapkan bahwa tidak
15 partisipan dan menuliskan inisial setiap partisipan
ada klien TB paru yang mengalami drop out. Namun
mulai P1 sampai dengan P15. Peneliti dalam
sering kali klien merasa sedih, bosan, menolak
menentukan partisipan menggunakan teknik
keadaan, tidak berguna dan tidak berdaya, banyak
purposive sampling yang memenuhi kriteria sebagai
mengeluh dengan perubahan kondisi kesehatan yang
berikut: pasien baru terdiagnosis TB paru yang
mereka alami saat ini, terkadang perawat sedikit
menjalani pengobatan TB paru fase intensif selama 1
cerewet mengingatkan klien untuk kunjungan
bulan, dengan usia partisipan ≥ 16 tahun. Penelitian
kontrol ke puskesmas. Penelitian (Chrisnawati, Beda
ini sudah dilakukan uji etik di Fakultas Keperawatan
dan Maratning, 2017) menunjukkan bahwa kualitas
Universitas Airlangga dengan nomor 1179-KEPK dan
hidup pasien TB yang menjalani pengobatan
dilaksanakan di Puskesmas Taji Kabupaten Magetan
bergantung pada kondisi fisik yang dialami, tekanan
pada tanggal 8 Nopember – 22 Nopember 2018.
emosional, koping individu dan keluarga, dukungan
Proses pengambilan dan pengumpulan data
sosial yang diperoleh dari keluarga maupun orang
dilakukan dengan cara wawancara dan observasi.
sekitar, serta lingkungan yang mendukung pasien TB
Sebelum dilakukan wawancara, peneliti kontrak
paru dalam menjalani hidup. Hasil penelitian
waktu terlebih dahulu dengan partisipan melalui
kualitatif (Prawulandari, 2018) menunjukkan bahwa
kunjungan ke rumah ditemani dengan perawat
cara adaptasi yang baik dalam menjalani kejenuhan
pemegang program TB paru di Puskesmas Taji.
dan hambatan selama menjalani pengobatan yang
Wawancara dan observasi dilakukan satu kali saat
panjang pada pasien TB-MDR didasari pada proses
partisipan mengambil obat ke puskesmas sesuai
penyadaran tentang diri sendiri berupa menciptakan
kontrak yang sudah ditentukan. Wawancara
motivasi untuk berubah, kuatnya sistem pendukung,
dilakukan dengan cara tanya jawab sambil duduk
adanya upaya pembinaan yang terus-menerus dan
berhadapan antara pewawancara dan partisipan
berkelanjutan.
dengan jarak 100 cm. Alat bantu pengumpulan data
Melihat latar belakang di atas apabila kesedihan,
berupa voice recorder diletakkan dengan jarak 30-50
kebosanan, perasaan tak berdaya dan tak berguna
cm dari partisipan. Proses wawancara dilakukan
pada klien TB paru dibiarkan, maka klien berisiko
selama 30-60 menit untuk setiap partisipan.
tidak mematuhi pengobatan karena pengobatan
Selanjutnya peneliti melakukan observasi dengan
memakan waktu yang lama. Sehingga klien harus
cara menuliskan suasana, ekspresi wajah, perilaku
melakukan pengobatan ulang. Telah banyak
dan respon non verbal partisipan selama proses
penelitian kuantitatif tentang pengobatan fase
wawancara kedalam catatan lapangan. Instrumen
intensif TB paru, sudah ada penelitian kualitatif
penelitian yang digunakan adalah pedoman
tentang pengalaman menjalani pengobatan TB
wawancara mendalam dan catatan lapangan yang
kategori 2, dan pengalaman pengalaman pasien Multi
digunakan saat observasi. Analisis data pada
Drug Resistent Tuberculosis (TB-MDR) dalam
penelitian ini menggunakan 9 langkah dari teori
keberhasilan pengobatan. Tetapi belum ada
Colaizzi (1978), sebagai berikut: mendeskripsikan
penelitian mendalam tentang pengalaman klien TB
fenomena yang diteliti, mengumpulkan deskripsi
paru yang menjalani pengobatan fase intensif. Oleh
fenomena, membaca keseluruhan deskripsi
karena itu, peneliti tertarik untuk menggali lebih
partisipan tentang fenomena yang sedang diteliti,
mendalam mengenai klien TB paru yang menjalani
memisahkan pernyataan-pernyataan signifikan,
pengobatan fase intensif ditinjau dari segi proses
mengidentifikasi makna setiap pernyataan yang
adaptasi, sistem pendukung, hambatan yang dilalui,
signifikan, mengelompokkan setiap makna dalam
dan harapan dalam menjalani pengobatan fase
tema, mengintegrasikan setiap tema menjadi
intensif kedepannya agar klien memiliki kekuatan,
deskripsi yang lengkap, memvalidasi pernyataan
motivasi yang baik, keyakinan, dan percaya diri
yang mendalam kepada partisipan, menggabungkan
dalam menjalani pengobatan TB secara teratur
hasil analisis dengan data validasi kedalam bentuk
hingga dinyatakan sembuh agar tidak terjadi
deskripsi final yang mendalam. Peneliti membuat
pengobatan ulang dan resistensi terhadap OAT.

http://e-journal.unair.ac.id/IJCHN| 3
RR. D. TRISTIANA ET AL.

transkrip setelah dilakukannya wawancara oleh teman kerjanya, justru mereka memberikan
mendalam dan observasi dalam bentuk tulisan yang dukungan agar partisipan tidak terlalu kelelahan saat
rinci dengan menggunakan bahasa sesuai hasil bekerja. Hal ini dibuktikan pada kutipan wawancara
wawancara. Kemudian peneliti membaca seluruh berikut:
hasil transkrip dan membuat catatan di pinggir atau “Berbicara saat ada keperluan saja mbak. Tetapi
menandai pernyataan yang signifikan. Setelah itu teman saya juga bisa mengerti, memberikan motivasi
peneliti menguraikan arti yang ada dalam pernyataan dan saya selalu menggunakan masker”(P4).
signifikan kemudian menemukan dan
mengelompokkan makna pernyataan yang memiliki Tema 3 menjaga kegiatan sosial
nilai sama. Pernyataan yang tidak relevan dengan Semua partisipan tetap menjaga interaksi dengan
topik atau pernyataan yang bersifat tumpang tindih lingkungan sekitar meskipun dalam keadaan sakit.
dihilangkan. Setelah itu peneliti mengorganisir Seperti mengikuti kerja bakti di masjid setiap Hari
kumpulan makna kedalam kelompok tema, kemudian Jumat.
peneliti menuliskan deskripsi yang lengkap untuk “Selalu ikut kerja bakti tiap Hari Jumat mbak,
divalidasi ke partisipan. Peneliti menggabungkan membersihkan lingkungan pondok, masjid, kamar
hasil analisis data dengan hasil validasi kedalam dan lain-lain”(P4).
bentuk deskripsi final. Setiap Hari Minggu gotong royong membersihkan
jalan desa dan selokan di sawah.
3. HASIL “Saben Minggu nimbrung kerja bakti ngresiki
kalenan neng sawah mbak, ben banyune iso mili
Karakteristik partisipan
banter neng kedokan (Bahasa Jawa: setiap Minggu
Penelitian ini melibatkan 15 klien TB paru yang
ikut kerja bakti di sawah membersihkan kali kecil
menjalani pengobatan fase intensif di wilayah kerja
supaya air bisa mengalir ke petakan sawah secara
Puskesmas Taji Kabupaten Magetan. Setiap
deras)”(P8).
partisipan dilakukan satu kali wawancara dan dua
“Melu kerja bakti neng deso mbak, ngresiki
kali validasi data, bahasa yang digunakan Bahasa
kalenan, mbubuti suket seng ora kanggo ngonokui
Indonesia dan Bahasa Jawa. Sembilan partisipan
(Bahasa Jawa: ikut kerja bakti di desa mbak,
berjenis kelamin laki-laki dan enam partisipan
membersihkan kali, mencabuti rumput yang tidak
berjenis kelamin perempuan. Usia partisipan 16
terpakai begitu)”(P14).
tahun sampai 70 tahun, semua partisipan beragama
Mengikuti pengajian setiap Hari Kamis dari rumah
Islam dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan
ke rumah secara bergantian yang diadakan oleh Ibu
Karas. Pendidikan terakhir partisipan dua orang
PKK. Partisipan laki-laki mengikuti kegiatan
pendidikan SD, lima orang SMP, enam orang SMA,
syukuran orang mantenan dan tahlilan membacakan
satu orang MA, dan satu orang pendidikan Sarjana.
do’a untuk orang yang meninggal.
Pekerjaan partisipan empat orang ibu rumah tangga,
“Ben Kamis aku melu pengajian rutin ibu-ibu RT
dua orang pedagang, tiga orang pelajar, satu guru, dan
mbak, mubeng gentian saben omah (Bahasa Jawa:
lima orang petani. Status perkawinan tiga orang
setiap Kamis saya ikut pengajian rutin ibu-ibu RT,
belum kawin dan dua belas orang status kawin.
bergantian setiap rumah)”(P1).
“Kadang nak diundang slametan wong mantu yo
Tema 1 perubahan di lingkungan keluarga
teko mbak, mbuh pitung dino utowo matang puluh
Perubahan yang dialami partisipan di lingkungan
wong kepaten (Bahasa Jawa: kadang kalau diundang
keluarga berupa menjaga jarak saat berkomunikasi.
syukuran orang nikahan ya datang mbak, entah tujuh
Hal ini dibuktikan pada kutipan wawancara berikut:
hari atau 40 hari orang meninggal)”(P7).
“Iya, saya merubah cara bicara dengan orangtua..
Biasanya berbicara dengan bersandar ke Ibu,
Tema 4 efek samping setelah minum obat
sekarang ya agak menjauh” (P6).
Selama menjalani pengobatan, empat partisipan
Merubah kebiasaan makan dengan keluarga.
merasakan mual setelah minum obat. Tiga partisipan
Selain faktor dari partisipan hal ini juga dikarenakan
muntah setelah minum obat, dan selebihnya tidak
kesibukan dari anggota keluarganya. Sehingga
mengalami efek samping setelah minum obat. Hal ini
partisipan hanya memiliki waktu bersama keluarga
dibuktikan pada beberapa kutipan berikut:
hanya setiap malam saat makan bersama. hal ini
“Mari ngombe obat mual mbak, trus ra doyan
dapat dilihat dari kutipan berikut:
mangan tapi yo tak pekso sitik-sitik (Bahasa Jawa:
“Nak bengi mesti mangan bareng mbak, isuk awan
setelah minum obat mual mbak, terus tidak nafsu
bojo anakku sek kerjo lan sekolah dadi isone bengi
makan tetapi ya saya paksa sedikit-sedikit)” (P2).
tok (Bahasa Jawa: kalau malam pasti makan bersama
“Awale muntah mbak, trus soyo sue ora opo-opo
mbak, pagi siang suami dan anak masih kerja dan
marine ngombe obat (Bahasa Jawa: awalnya muntah
sekolah jadi bisanya malam saja)”(P5).
mbak, terus lama-kelamaan tidak merasakan efek
samping)”(P5).
Tema 2 perubahan di lingkungan kerja
Partisipan mengurangi komunikasi dengan teman
Tema 5 upaya mencegah penularan TB paru
kerja dengan cara berkomunikasi saat ada keperluan
saja. Meskipun demikian partisipan tidak dikucilkan

4 | Volume 4 No 1 FEBRUARI 2019


INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY HEALTH NURSING

Semua partisipan menjaga diri dan lingkungan Dukungan instrumental berupa diantar ke
sekitar dengan cara menerapkan etika batuk sesuai puskesmas oleh keluarganya untuk berobat. Hal ini
nasihat dari petugas kesehatan di puskesmas. dilakukan oleh keluarga dengan alasan agar anaknya
“Saat saya mau batuk, saya batukkan ke lengan tetap semangat dalam menjalani pengobatan.
bagian dalam sesuai anjuran perawatnya mbak”(P4). “Anak biasane ngeterke aku neng puskesmas
Menggunakan masker bedah saat berkomunikasi jupok obat mbak (Bahasa Jawa: anak mengantar saya
dengan tetangga, anggota keluarga dan saat keluar ke puskesmas mengambil obat mbak)” (P13).
rumah. Dukungan finansial berupa uang yang dikirim oleh
“Aku wes ora watuk mbak, sabendinane mesti anaknya setiap bulan untuk kebutuhan sehari-hari
gawe masker mbak, mergo loroku lagi wae. Ngesakne dan kebutuhan pengobatan. Sehingga partisipan
nak keluarga utowo tonggoku tularan (Bahasa Jawa: tidak mengalami stress finansial selama menjalani
saya setiap harinya memakai masker mbak karena pengobatan.
saya baru saja sakitnya. Kasihan kalau keluarga dan “Alhamdulillah mbak, ben sasi anak wedok ngirimi
tetangga saya tertular)”(P15). duit kanggo aku lan bojo, yo gawe urip sebulan
Partisipan tidak menggunakan masker khusus TB (Bahasa Jawa: Alhamdulillah mbak, setiap bulan anak
paru dikarenakan biayanya yang cukup mahal. Selain perempuan mengirim uang buat saya dan istri, ya
itu partisipan juga menjaga ventilasi rumah dengan untuk keperluan hidup selama satu bulan)” (P15).
membuka jendela setiap pagi agar sirkulasi udara Dukungan informasional berupa edukasi yang
dapat bergantian dan lantai tidak terasa lembab. diberikan oleh petugas kesehatan di puskesmas
terkait TB paru dan pengobatannya, selain itu
Tema 6 upaya mencapai kesembuhan partisipan juga mendapatkan edukasi dari
Upaya untuk mencapai kesembuhan dalam tetangganya berupa motivasi untuk selalu menjaga
menjalani pengobatan TB paru, partisipan selalu kesehatan meskipun dalam keadaan sakit.
rutin minum obat dengan pendampingan anggota “Karo perawate kon mangan seng akeh,buah sayur
keluarganya. mbendino, ngombe putih seng akeh ben bobotku
“Oralah mbak nak berhenti berobat, kulo kepingin mundak (Bahasa Jawa: sama perawatnya disuruh
ndang mari. Yo aku ngombe obat rutin (Bahasa Jawa: makan yang banyak, buah dan sayur setiap hari,
tidaklah mbak kalau berhenti berobat, saya ingin minum air putih yang banyak supaya berat saya
sembuh jadi harus minum obat teratur)”(P7). naik)” (P11).
Partisipan juga rutin kontrol berobat ke
puskesmas apabila obatnya sudah habis. Mereka Tema 8 sumber dukungan selama pengobatan TB
pergi ke puskesmas setiap seminggu hingga dua paru
minggu sekali. Keadaan ini tidak membuat semangat Dukungan yang didapatkan partisipan berasal
partisipan memudar. Meskipun sekarang sakit, dari dirinya sendiri dan orang lain. Dari diri sendiri
namun mereka berupaya untuk bisa sembuh dan partisipan memiliki keyakinan untuk sembuh
pulih kembali seperti semula. sehingga bisa beraktivitas seperti semula tanpa
“Wayahe kontrol yo aku budal neng puskesmas adanya gangguan.
mbak, pokok ojo sampek telat obate (Bahasa Jawa: “Aku kudu mari mbak, ora oleh nglokro. Semangat
saatnya kontrol ya saya berangkat ke puskesmas terus berobat nganti bar (Bahasa Jawa: saya harus
mbak, pokoknya jangan sampai telat minum sembuh mbak, tidak boleh menegeluh. Semangat
obat)”(P2). berobat hingga selesai)” (P13).
Dari orang lain partisipan mendapatkan semangat
Tema 7 jenis dukungan selama pengobatan TB dari suami, istri, anak, tetangga dan teman kerja.
paru Hala ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Terdapat empat jenis dukungan yang diperoleh “Ya orangtua dan kakak memberikan dukungan
partisipan diantaranya dukungan emosional, kepada saya agar terus berjuang untuk sembuh” (P6).
dukungan instrumental, dukungan finansial, dan “Nak aku ngopi, karo Pak Wir mesti diwenehi
dukungan informasional. Dari dukungan emosional semangat kon sabar lan ikhlas, kudu semangat
partisipan mendapatkan perhatian dari anaknya yang nglakoni pengobatan (Bahasa Jawa: kalau saya ngopi,
setiap Hari Sabtu menelepon untuk menanyakan sama Pak Wir pasti diberi semangat supaya sabar dan
kondisi. Perhatian dari suami atau istri berupa ikhlas, harus semangat menjalani pengobatan)”
menyediakan dan mengambilkan makanan, dan (P14).
perhatian dari tetangga berupa dijenguk saat sedang
dirawat di rumah sakit dengan membawakan roti, Tema 9 hambatan selama pengobatan TB paru
susu, makanan, dan buah-buahan. Hal ini dibuktikan Terdapat enam partisipan mengalami beban
dengan kutipan berikut: psikologis. Selalu memikirkan sakit yang menimpa
“Ibu PKK ngendangi aku gawakne buah (Bahasa dirinya.
Jawa: Ibu PKK menjenguk membawakan buah)” (P5). “Iyo mbak, tapi nak tak pikir nemen-nemen yo
“Tetangga rumah dan teman-teman menjenguk di malah stress. Mending tak lakoni kanti sabar (Bahasa
rumah sakit mbak, bawakan makanan, roti, buah, Jawa: iya mbak, tetapi kalau terlalu saya pikir ya
susu” (P6). stress. Lebih baik saya jalani dengan sabar)” (P7).

http://e-journal.unair.ac.id/IJCHN| 5
RR. D. TRISTIANA ET AL.

Selain itu dua partisipan merasa malu dengan Serta bersosialisasi dengan tetangga untuk
tetangganya meskipun hal ini tidak mempengaruhi mengatasi kejenuhan dibandingkan dengan berdiam
proses komunikasi. diri di rumah.
“Aku isin mbak karo tonggoku. Masio tonggoku “Neng warung nggolek kopi lan jaduman karo
biasa wae tapi aku ngroso enek seng bedo (Bahasa konco ben ra spaneng (Bahasa Jawa: ke warung
Jawa: Saya malu mbak dengan tetanggaku. Meskipun mencari kopi dan berkomunikasi dengan teman
tetanggaku biasa saja tetapi saya merasa ada yang supaya tidak tegang pikiran)” (P14).
berbeda)” (P13).
Partisipan juga mengalami dampak yang sangat Tema 11 harapan selama pengobatan TB paru
berpengaruh terkait jadwal pengambilan obat. Semua partisipan memiliki harapan untuk
Seharusnya pagi hari sudah berangkat kerja, namun sembuh setelah menjalani pengobatan TB paru. tidak
apabila jadwalnya mengambil obat maka partisipan ada pengobatan ulang maupun kekambuhan. Hal ini
merelakan waktunya sebentar untuk pergi ke dapat dilihat pada kutipan berikut:
puskesmas dan setelah itu dilanjutkan kerja. “Pengen mari,iso kumpul ro koncoku, dolanan voli
“Masio jarak neng puskesmas cedek yo mbak, maneh (Bahasa Jawa: ingin sembuh, bisa berkumpul
wayahe ngajar muridku tapi kudu neng puskesmas, dengan teman, bermain voli lagi)” (P10).
yo rodo molor lahku ngajar neng kelas (Bahasa Jawa: “Lorone ilang, sehat selawase (Bahasa Jawa:
meskipun jarak ke puskemsmas dekat ya mbak, sakitnya hilang, sehat selamanya)” (P11).
saatnya mengajar murid saya tetapi harus ke
puskesmas, ya agak terlambat saya mengajarnya di 4. PEMBAHASAN
kelas)” (P12).
Tema 1 Perubahan di lingkungan keluarga
Dampak yang dirasakan seperti penurunan
Selama menjalani pengobatan, partisipan
pendapatan, berkurangnya ilmu karena ketinggalan
merubah cara berkomunikasi dengan keluarga
pelajaran, dan berkurangnya jam kerja. Dapat dilihat
seperti menjaga jarak saat berkomunikasi. Hasil
dari kutipan berikut:
penelitian (Dodor, 2015) menyatakan bahwa hidup
“Nak wayahe jupok obat isuk neng puskesmas
serumah dengan klien TB paru akan menyebabkan
disek, trus mari kui budal neng pasar dodolan. Yo
perubahan didalam lingkungan keluarga. Selain itu
rodo sudo mbak, sedino biasane iso 300 maleh 240.
partisipan mengalami perubahan kebiasaan makan
(Bahasa Jawa: saatnya ambil obat, pagi ke puskesmas
dengan keluarga. Sebelum sakit makan bersama
dulu, terus lanjut jualan di pasar. Ya agak berkurang
dilakukan setiap pagi dan malam, tetapi setelah sakit
mbak, sehari biasanya bisa 300 ribu sekarang
partisipan makan bersama keluarga hanya setiap
menjadi 240 ribu)” (P2).
malam. Penelitian (Behzadifar et al., 2015)
menyatakan bahwa klien TB yang sedang menjalani
Tema 10 upaya mengatasi hambatan selama
pengobatan akan merubah sikap dan perilakunya
pengobatan TB paru
baik di dalam keluarga maupun di masyarakat. Hal ini
Partisipan melakukan upaya yang sesuai untuk
dilakukan partisipan dengan tujuan untuk
mengatasi hambatan yang dialami. Disaat
mengurangi risiko penularan bakteri TB akibat
ketinggalam pelajaran, maka partisipan menambah
percikan.
ilmu pengetahuan dengan belajar secara mandiri
maupun berkelompok.
Tema 2 Perubahan di lingkungan kerja
“Ya setelah ambil obat, saya kembali ke pondok,
Selama menjalani pengobatan, partisipan
Tanya ke teman tentang pelajaran yang ketinggalan
berkomunikasi dengan teman kerja hanya saat ada
dan belajar bersama” (P4).
keperluan saja. Partisipan tetap memakai masker saat
Empat partisipan meningkatkan kualitas tidur
bekerja maupun berkomunikasi dengan temannya.
disaat merasa kelelahan dan tidak enak badan.
Mereka cenderung menyelesaikan pekerjaannya
“Yo sare mbak, ben awak kroso penak (Bahasa
masing-masing. Meskipun mengalami perubahan,
Jawa: ya tidur mbak supaya di badan terasa enakan)”
teman kerja dari partisipan memaklumi dan tidak
(P7).
mengisolasi partisipan karena hal tersebut bertujuan
Tiga partisipan yang selalu meluangkan waktunya
baik supaya tidak tertular. Penelitian (Angélica et al.,
untuk beribadah dan berdo’a agar selalu diberikan
2013) menyatakan bahwa klien TB akan mengurangi
kesabaran, keikhlasan selama menjalani pengobatan
berkomunikasi dengan orang lain baik itu teman
sehingga tidak terjadi putus berobat.
maupun masyarakat untuk menurunkan penularan
“Sabar, ora gang ndongone, sholate, ngajine mbak
bakteri TB kepada orang lain.
ben ayem (Bahasa Jawa: sabar, tak lupa berdo’a,
shalat, mengaji mbak supaya tenteram di hati)” (P9).
Tema 3 Menjaga kegiatan sosial
Dua partisipan berolahraga ditemani anggota
Semua partisipan menjaga kegiatan sosial dengan
keluarganya untuk melatih pergerakan otot dan
cara menjaga interaksi dengan lingkungan sekitar.
kebugaran jasmani.
Terdapat lima partisipan mengikuti kegiatan kerja
“Olahraga neng lapangan mbak, karo ngirup howo
bakti seperti membersihkan masjid, kamar dan
seger dikancani bojoku (Bahasa Jawa: olahraga di
lingkungan masjid. Tujuh partisipan mengikuti
lapangan mbak menghirup udara segar ditemani
pengajian dari rumah ke rumah secara bergantian
suamiku)” (P11).

6 | Volume 4 No 1 FEBRUARI 2019


INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY HEALTH NURSING

setiap Hari Kamis. Tiga partisipan mengikuti kegiatan kuman TB sangat peka terhadap panas, sinar
syukuran ketika ada orang mantenan dan tahlilan matahari dan sinar ultra violet. Paparan terhadap
orang meninggal..mengikuti pengajian setiap Hari sinar ultra violet secara langsung mengakibatkan
Kamis malam dan Jumat pagi. Mengikuti syukuran sebagian kuman akan mati dalam waktu beberapa
yang diadakan oleh tetangganya. Hal tersebut menit. Sehingga penularan TB dapat berkurang.
dilakukan oleh partisipan dengan alasan karena Semua partisipan melakukan upaya pencegahan
mereka tidak ingin diasingkan oleh masyarakat dengan mengunakan masker saat berkomunikasi
sekitar. Selain itu, partisipan mengungkapkan kepada dengan keluarga dan tetangga. penelitian (Yuliastuti,
tetangganya bahwa saat ini dirinya sedang sakit TB Novita, dan Narsih, 2013) bahwa penggunaan masker
paru, namun tetangga tidak terlalu dapat diterapkan ketika akan berinteraksi dengan
mempermasalahkan dan tetap berinteraksi seperti klien TB paru yang dapat mencegah penularan. Selain
biasanya. Disaat berinteraksi, partisipan tetap itu penggunaan masker sebaiknya satu kali
melindungi diri dan tetangganya agar tidak tertular pemakaian dalam sehari atau jika sudah tidak
dengan menggunakan masker. Respon dari nyaman dalam waktu satu hari bisa diganti. Droplet
masyarakat terhadap patisipan yang menggunakan yang keluar dari klien TB saat berbicara, bersin, atau
masker saat berkomunikasi sangat baik. Masyarakat batuk memiliki ukuran yang berbeda. Droplet yang
sadar bahwa TB paru adalah penyakit yang menular. besar akan menetap dan droplet yang kecil akan
Masyarakat tidak heran dan tidak takut untuk tertahan di udara. Oleh karena itu penggunaan
berkomunikasi dengan partisipan, sehingga stigma masker saat berinteraksi dengan klien TB sangat
terhadap klien TB paru dapat diminimalisasikan serta dianjurkan untuk mencegah terjadinya penularan.
masyarakat lebih peduli tehadap pencegahan
penularan TB paru. Hal ini sesuai dengan penelitian Tema 6 Upaya mencapai kesembuhan
(Angélica et al., 2013) yang dilakukan di Brazil yang Semua partisipan berupaya untuk mencapai
mana partisipan memiliki kesadaran untuk kesembuhan setelah menjalani pengobatan TB paru.
mengungkapkan kepada orang lain bahwa dirinya Mereka rutin minum obat setiap hari dengan
sakit TB paru dan menjelaskan terkait penyakitnya, didampingi anggota keluarganya. Partisipan juga
dengan harapan orang lain mengetahui bahaya dan kontrol berobat secara teratur ke puskesmas jika
cara untuk berinteraksi dengan klien TB paru. obatnya sudah habis. Menurut (Kemenkes, 2016)
klien TB kontrol berobat ke puskesmas seminggu
Tema 4 Efek samping setelah minum obat TB paru sekali sampai dua minggu sekali untuk mengambil
Beberapa partisipan mengalami gangguan obat, dengan harapan partisipan dapat menjalani
gastrointestinal setelah minum obat. Sebanyak empat pengobatan sampai sembuh dan tidak mengalami
partisipan merasakan mual setelah minum obat. Tiga kekambuhan.
partisipan muntah setelah minum obat dan delapan
partisipan tidak merasakan efek samping setelah Tema 7 Jenis dukungan selama pengobatan TB
minum obat. Namun keadaan ini tidak membuat paru
partisipan putus semangat untuk rutin minum obat. Semua partisipan mendapat dukungan dari
Hasil penelitian (Rejeki, Nursasi and Permatasari, berbagai pihak selama menjalani pengobatan.
2012) menyatakan bahwa dampak yang dirasakan Diantaranya dukungan emosional, dukungan
klien TB setelah minum obat adalah rasa mual-mual instrumental, dukungan finansial, dan dukungan
hingga muntah yang dapat menyebabkan nafsu informasional. Dukungan emosional yang didapat
makan menurun. Meski demikian, masyarakat tidak oleh partisipan berupa perhatian dari anaknya yang
berobat untuk menghilangkan rasa mual dan muntah setiap Hari Sabtu selalu menelepon untuk
yang dialami, dikarenakan partisipan hanya menanyakan kabar dan kondisinya saat itu, perhatian
mengalami efek samping obat selama dua minggu di dari suami atau istri berupa menyediakan dan
awal pengobatan saja. mengambilkan makanan, dan perhatian dari tetangga
berupa dijenguk saat sedang dirawat di rumah sakit
Tema 5 Upaya mencegah penularan TB paru dengan membawakan roti, susu, makanan, dan buah-
Upaya yang dilakukan oleh semua partisipan buahan. Menurut (Friedman, 2010) bahwa dukungan
untuk mencegah penularan TB paru dengan cara emosional sebagai wadah yang aman dan damai
menjaga diri sendiri dan lingkungan sekitar. Terdapat untuk diberikan sebuah perhatian guna mencapai
lima partisipan menerapkan etika batuk dengan pemulihan terhadap suatu permasalahan. Hasil
benar. Mereka menyiapkan tisu untuk meludahkan penelitian (Rejeki, Nursasi and Permatasari, 2012)
sputumnya kemudian ditaruh di plastik dan dibuang yang menyatakan bahwa dukungan emosional yang
ke tempat sampah. Menurut (Kemenkes, 2016) yang diberikan oleh keluarga maupun orang lain dapat
menyatakan bahwa upaya untuk pencegahan TB dijadikan sebagai faktor pendukung utama dalam
dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat kesembuhan klien TB.
dengan cara menjaga lingkungan sehat dan Dukungan instrumental berupa diantar ke
menjalankan etika batuk secara benar. Tiga puskesmas oleh keluarganya untuk berobat. Hal ini
partisipan menjaga ventilasi udara yang baik dengan dilakukan oleh keluarga dengan alasan agar anaknya
cara membuka jendela kamar setiap pagi hari. Sesuai tetap semangat dalam menjalani pengobatan.
dengan (Kemenkes, 2016) yang menyatakan bahwa Menurut (Friedman, 2010) bahwa dukungan

http://e-journal.unair.ac.id/IJCHN| 7
RR. D. TRISTIANA ET AL.

instrumental merupakan sumber pertolongan yang bahwa seseorang yang sedang menjalani pengobatan
praktis dan konkrit dalam mencapai sebuah tujuan. TB akan mengalami berbagai kesulitan salah satunya
Sehingga individu yang mengalami permasalahan masalah psikologis. Selain itu, partisipan juga
dapat terbantu. Dukungan finansial berupa uang merasakan dampak yang buruk selama menjalani
yang dikirim oleh anaknya setiap bulan untuk pengobatan seperti penurunan pendapatan
kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pengobatan. dikarenakan harus berobat ke puskesmas terlebih
Sehingga partisipan tidak mengalami stress finansial dahulu dan setelah itu berangkat ke tempat kerja.
selama menjalani pengobatan. Menurut (Friedman, Waktu bekerja mereka terpotong dikarenakan harus
2010) apabila dukungan finansial ini tidak dapat ke puskesmas mengambil obat pagi hari dan setelah
terpenuhi dapat mengakibatkan stress finansial yang itu dilanjutkan berangkat kerja. Hasil penelitian
biasanya mempengaruhi sistem yang ada di (Dodor, 2015) yang menyatakan bahwa seseorang
dalamnya. Dukungan informasional berupa edukasi yang menjalani pengobatan TB akan mengalami
yang diberikan oleh petugas kesehatan di puskesmas kesulitan di bidang ekonomi salah satunya
terkait TB paru dan pengobatannya, selain itu penurunan pendapatan. Beberapa partisipan yang
partisipan juga mendapatkan edukasi dari masih sekolah juga harus merelakan waktu
tetangganya berupa motivasi untuk selalu menjaga belajarnya di sekolah untuk mengambil obat di
kesehatan meskipun dalam keadaan sakit, rutin puskesmas, sehingga harus ketinggalan pelajaran dan
minum obat, makan sayur dan buah setiap hari, memerlukan waktu belajar ulang dengan teman
jangan terlalu melakukan aktivitas terlalu berat sekelasnya. Hasil penelitian (Dodor, 2015) yang
dengan maksud agar partisipan dapat menjalani menyatakan bahwa seseorang yang menjalani
pengobatan sampai dinyatakan sembuh sehingga pengobatan TB akan mengalami pengurangan jam
tidak ada kekambuhan dan pengobatan ulang. kerja karena harus menjalani pengobatan yang lama.
Menurut (Friedman, 2010) dukungan informasional Mereka harus mengurangi jam kerjanya sampai
berisi solusi melalui penyediaan informasi, pengobatan selesai. Dari berbagai hambatan yang
memberikan saran baik secara langsung maupun dialami meskipun terkadang merasa bosan dan
tidak langsung dan memberikan umpan balik kepada mengalami kejenuhan, namun semua partisipan tetap
setiap individu. selalu sabar dalam berobat. menjalani pengobatan dengan baik dan teratur. Hal
ini diyakini oleh partisipan bahwa jika hanya
Tema 8 Sumber dukungan selama pengobatan TB mengandalkan dukungan dari orang lain tanpa ada
paru penguatan dari diri sendiri tidak mungkin bisa
Sebanyak lima partisipan mendapatkan dukungan menjalani pengobatan hingga selesai. Pernyataan
dari dirinya sendiri berupa penghargaan positif, diatas didukung oleh penelitian (Prawulandari, 2018)
semangat, dan memotivasi diri untuk tetap sabar dan bahwa cara adaptasi yang baik dalam menjalani
ikhlas yang semuanya dijadikan sebagai bentuk kejenuhan dan hambatan selama menjalani
penguatan selama menjalani pengobatan. Bagi pengobatan yang panjang pada pasien TB didasari
mereka, apabila tidak memiliki semangat dalam diri pada proses penyadaran tentang diri sendiri berupa
maka dikhawatirkan akan mengalami kegagalan menciptakan motivasi untuk berubah, kuatnya sistem
pengobatan. Hal ini didukung oleh (Potter dan Perry, pendukung, adanya upaya pembinaan yang terus-
2005) yang menyatakan jika kebutuhan tidak menerus dan berkelanjutan.
terpenuhi, makan setiap individu akan merasa tidak
berdaya dan rendah diri. tujuh partisipan Tema 10 Upaya mengatasi hambatan selama
mendapatkan dukungan dari orang lain seperti pengobatan TB paru
suami, istri, teman kerja, dan tetangganya berupa Distraksi adalah upaya yang dilakukan oleh semua
semangat dalam menjalani pengobatan. Menurut partisipan dalam mengatasi hambatan selama
(Kaufiman dan Kosberg, 2010) yang mengungkapkan menjalani pengobatan. Tiga partisipan melakukan
bahwa dukungan sosial informal merupakan bantuan upaya seperti menambah ilmu pengetahuan disaat
yang diberikan oleh keluarga, teman, masyarakat mereka ketinggalan pelajaran, empat partisipan
sekitar didasarkan pada perhatian dan tanggung meningkatkan kualitas tidur disaat mereka banyak
jawab personal kepada orang yang membutuhkan pikiran dan kelelahan. Penelitian (Rejeki, Nursasi and
bantuan. Dukungan dari diri sendiri maupun orang Permatasari, 2012) menjelaskan bahwa pada klien TB
lain sama-sama memberikan makna tersendiri bagi sering kali mengalami kelelahan akibat beban
partisipan sebagai bentuk penguatan selama psikologis yang dialaminya. Sehingga diperlukan
menjalani pengobatan TB paru. istirahat yang cukup untuk memulihkan kondisinya.
Tiga partisipan selalu beribadah dan berdo’a untuk
Tema 9 Hambatan selama pengobatan TB paru menenangkan kondisi fisik dan batinnya. Tujuannya
Beberapa partisipan mengalami beban psikologis. agar partisipan merasakan ketenangan dan
Selalu memikirkan tentang sakit yang dialaminya. kedamaian dalam memaknai kehidupan yang
Merasa bosan dan terkadang menolak keadaan dihadapi. Mereka meyakini bahwa semua penyakit
karena harus minum obat setiap hari dengan ukuran ada obatnya, sehingga dengan beribadah dan berdo’a
yang besar belum lagi waktu pengobatannya yang akan diberikan pertolongan dan petunjuk oleh Sang
lama selama enam bulan. Hasil penelitian (Rejeki, Pencipta untuk mencapai kesembuhan. Penelitian
Nursasi and Permatasari, 2012) yang menyatakan (Sedjati, 2012) menyatakan bahwa klien TB sering

8 | Volume 4 No 1 FEBRUARI 2019


INDONESIAN JOURNAL OF COMMUNITY HEALTH NURSING

kali mengalami tekanan batin karena TB adalah paru, sumber dukungan selama pengobatan TB paru,
penyakit yang memalukan, membuat klien diisolasi hambatan selama pengobatan TB paru, upaya
dan dikucilkan karena adanya stigma. Sehingga mengatasi hambatan selama pengobatan TB paru,
diperlukan upaya untuk memaknai kehidupan yang dan harapan selama pengobatan TB paru. Selama
hakiki melalui ibadah dan do’a kepada Sang Pencipta. menjalani pengobatan TB paru fase intensif, semua
Dua partisipan meningkatkan kebugaran jasmani partisipan dapat mengikuti dengan baik, teratur
dengan cara lari kecil di pagi dan sore hari ditemani berobat meskipun terdapat berbagai hambatan baik
anggota keluarganya. Penelitian (Rejeki, Nursasi and dari diri sendiri maupun orang lain. Meskipun
Permatasari, 2012) menyatakan bahwa dengan demikian dukungan dari keluarga, tetangga, petugas
memenuhi kebutuhan latihan gerak badan atau kesehatan dapat memberikan motivasi dan
olahraga dapat melemaskan otot-otot dan peredaran menumbuhkan semangat partisipan untuk tetap
darah lancar sehingga tubuh menjadi segar, pikiran optimis menjalani pengobatan TB paru hingga
jadi tenang, dan daya tahan tubuh meningkat yang mencapai kesembuhan.
akan mendukung penyembuhan. Dua partisipan
bersosialisasi dengan tetangga sekitar untuk DAFTAR PUSTAKA
menghilangkan kejenuhan dan segala permasalahan
yang dihadapi dibandingkan dengan berdiam diri di Angelica, A., Maria, D., Ribeiro, E. (2013) Life
rumah. Terkadang saat berkumpul, teman juga Experience of Patients Who Have Completed
memberikan dukungan untuk mempertahankan
Tuberculosis Treatment a Qualitative Investigation
kehidupan selama menjalani pengobatan. Penelitian
(Chrisnawati, Beda and Maratning, 2017) in Southeast Brazil. BMC Public Health 13: 595
menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien TB yang Behzadifar, M. Mirzaei, M. Keshavarzi, A. et al. (2015)
menjalani pengobatan bergantung pada kondisi fisik Patients Experience of Tuberculosis Treatment
yang dialami, tekanan emosional, koping individu dan Using Directly Observed Treatment Short-Course
keluarga, dukungan sosial yang diperoleh dari (DOTS) a Quality Study. Iran: Iran Red Crescent
keluarga maupun orang sekitar, serta lingkungan Med. J. 17(4).doi: 10.5812/ircmj.17(4)2015.20277
yang mendukung pasien TB paru dalam menjalani
Chrisnawati, Beda, V. dan Maratning, A. (2017)
hidup dan meningkatkan kualitas hidup.
‘Pengalaman Hidup Pasien Tuberkulosis yang
Tema 11 Harapan selama pengobatan TB paru Menjalani Pengobatan OAT (Obat Anti
Selama satu bulan menjalani pengobatan, Tuberkulosis) di Wilayah Kerja Puskesmas
partisipan tidak ada yang putus berobat. Mereka rutin Pekauma Banjarmasin Tahun 2017’:Banjarmasin
kontrol ke puskesmas dan minum obat secara teratur Dinkes, Magetan. (2017) Profil Kesehatan Kabupaten
dengan harapan setelah menjalani pengobatan TB
Magetan Tahun 2016: Dinkes Kabupaten Magetan.
paru partisipan bisa sembuh. penelitian (Rejeki,
Dodor, E. (2012) The Feelings and Experience of
Nursasi and Permatasari, 2012) yang menyatakan
bahwa harapan yang diinginkan dari klien TB setelah Patients with Tuberculosis in The Sekondi-Takoradi
menjalani pengobatan yaitu dapat mencapai Metropolitan District Implications for TB
kesembuhan. ControlEfforts. Ghana Medical Journal 46(4)
Harapan memberikan daya tahan yang lebih baik Friedman, M. . (2010) Family Nursing Research Theory
dalam menghadapi segala permasalahan. Harapan and Practice. 5th edn. Stamford: Appieton & Lange.
dapat dijadikan sebagai pemicu seseorang untuk Himawan, A., Hadisaputro, S. dan Suprihati (2015)
mencapai hal yang diinginkan. Seseorang dikatakan ‘Berbagai Faktor Risiko Kejadian TB Paru Drop Out
memiliki tujuan dalam hidup dan perasan terarah (Studi Kasus di Kabupaten Jepara dan Pati)’, Jurnal
apabila dapat memaknai kehidupan dengan baik Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1), pp. 57–63.
sesuai hati nuraninya. Hal ini didukung oleh (Sedjati,
Kaufman, A. . and Kosberg, J. . (2010) ‘Sosial Support,
2012) yang menyatakan bahwa apabila seseorang
mampu memaknai terhadap hal-hal yang dianggap Caregiver Burden & Life Satisfaction in a Sample of
penting dan berharga maka akan menyebabkan Rural African American and White Caregiver of
seseorang tersebut merasakan kehidupan yang Older Persons with Dementia.’, Journal of
berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan Gerontological Social Work, 53, pp. 251–269.
perasaan bahagia. Kemenkes, RI. (2015) Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta. Kemenkes
5. KESIMPULAN
RI
Pengalaman klien TB paru yang menjalani Kemenkes, RI. (2016) Peraturan Menteri Kesehatan
pengobatan fase intensif menghasilkan 11 tema, Republik Indonesia No. 67 Tahun 2016 Tentang
diantaranya perubahan di lingkungan keluarga,
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Kemenkes
perubahan di lingkungan kerja, menjaga kegiatan
sosial, efek samping setelah minum obat TB paru, RI
upaya mencegah penularan TB paru, upaya mencapai Kemenkes, RI. (2017) Data dan Informasi Profil
kesembuhan, jenis dukungan selama pengobatan TB Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta. Kemenkes RI

http://e-journal.unair.ac.id/IJCHN| 9
RR. D. TRISTIANA ET AL.

Kemenkes, RI. (2018) Data dan Informasi Profil Rejeki, H., Nursasi, A. dan Permatasari, H. (2012)
Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta. Kemenkes RI ‘Pengalaman Menjalani Pengobatan TB Kategori II
Natalya, W. dan Anwar, K. (2013) ‘Perbedaan di Wilayah Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah’,
Kepatuhan Berobat Pada Penderita TB Paru yang Jurnal Ilmiah Kesehatan, IV(1). Universitas
Didampingi PMO dan Tidak Didampingi PMO di Indonesia
Wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali’. Sedjati, F. (2012) Hubungan Antara Efikasi Diri dan
Nuraidah, L. F. et al. (2016) ‘Gambaran Penderita Drop Dukungan Sosial dengan Kebermaknaan Hidup
Out Pengobatan Tuberkulosis Yang Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Balai
Kembali Di Kota Surabaya Jember: Universitas Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Yogyakarta:
Jember Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahan
Potter, P. and Perry, A. (2005) Buku Ajar Fundamental WHO (2017) Global Tuberculosis Report 2017.
Keperawatan Konsep, Proses, & Praktek. Jakarta: Yuliastuti, Novita, dan Narsih (2013). Tingkat
EGC. Pengetahuan TB Paru Mempengaruhi Penggunaan
Prawulandari, A. (2018) Pengalaman Pasien Multi Masker Pada Penderita TB Paru. Surabaya: STIKES
Drug Resistant Tuberculosis ( Tb-Mdr ) Dalam Hang Tuah Surabaya
Keberhasilan Pengobatan Di Wilayah Kota
Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.

10 | Volume 4 No 1 FEBRUARI 2019

Anda mungkin juga menyukai