DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN 2020
EVIANA PERMANA PUTRI
NIM.P07220118080
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS C BALIKPAPAN KALIMANTAR TIMUR 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya merupakan penyakit sekunter terhadap penyakit lain. Kemungkinan penyebab efusi antara lain penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebih kedalam rongga pleura, sangat menurunnya tekanan osmotic kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebih, infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan kedalam rongga secara cepat. Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum. Penumpukan cairan di rongga paru berakibat pada penekanan paru – paru sehingga pengembangan atau ekspansi paru akan menurun dan mengakibatkan ketidakefektifan pola nafas. Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses sistem pernafasan: inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi terkena penyakit paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura. Efusi pleura digolongkan dalam tipe transudat dan eksudat, berdasarkan mekanisme terbentuknya cairan dan biokimiawi cairan pleura. Transudat timbul karena akibat ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik, sementara eksudat timbul akibat peradangan pleura atau berkurangnya drainase limfatik. Pada beberapa kasus, cairan pleura yang dihasilkan dapat saja menunjukkan kombinasi sifat transudat dan eksudat. Langkah awal dalam mencari penyebab efusi adalah dengan menentukan apakah cairan itu transudat atau eksudat. Jika ternyata hasilnya adalah transudat, maka kemungkinan penyebabnya relatif lebih sedikit, oleh karenanya tidak perlu dilakukan prosedur diagnostik yang lebih jauh lagi terhadap cairan pleura tersebut. Namun jika hasilnya adalah eksudat, ada banyak kemungkinan penyebab yang mendasarinya sehingga pemeriksaan diagnostik selanjutnya perlu dilakukan. Kriteria yang paling umum diterima untuk membedakan eksudat dan transudat adalah dengan pengukuran kadar total protein dan Laktat Dehidrogenase (LDH) di dalam serum dan di cairan pleura. Kriteria ini disusun oleh Light et al di tahun 1972, dengan sensitivitas 99% dan spesifisitas 98%. Kriteria ini menetapkan bahwa cairan efusi pleura exudatif setidaknya memiliki satu dari 3 hal berikut, yakni rasio protein pada cairan pleura dibanding serum >0,5, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,6 dan kadar LDH cairan pleura > 2/3 batas atas LDH serum normal. Setelah menetapkan efusi pleura exudatif, barulah kita lanjutkan dengan mencari tahu penyakit tersering yang menjadi penyebabnya, antara lain pneumonia(efusi pleura parapneumonik = EPP), tuberkulosis (TB), keganasan dan tromboemboli paru (Porcell dan Light, 2013). Untuk menentukan penyebab efusi pleura exudatif, beberapa studi sebelumnya telah mengajukan parameter seperti pH, kadar amilase, kadar rheumatoidfactor, adenosindeaminase (ADA) dan analisa lipid. Sayangnya, tidaklah murah untuk memasukan tes-tes ini ke dalam pemeriksaan rutin efusi pleura Efusi pleura terjadi pada 30 % penderita TB paru dan merupakan penyebab morbiditas terbesar akibat TB ekstra paru. Penderita dengan Efusi pleura banyak di temui pada kelompok umur 44-49 tahun keatas (30,7%), serta lebih banyak terjadi pada laki-laki (54,7%) dibandingakn perempuan (45,3%). Tingginya insiden efusi pleura disebabkan oleh TB paru dan Tumor paru. Infeksi pleura (baik efusi parapneumonik maupun empyema) telah ada sejak dulu, dilaporkan dalam teks-teks medis Yunani Kuno. Diperkirakan 4 juta orang terkena pneumonia setiap tahunnya, dengan hampir separuhnya terkena efusi parapneumonik. Infeksi pleura merupakan komplikasi pneumonia, dilaporkan menyerang 65 ribu pasien per tahunnya di AS dan Inggris. Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau datar saat perkusi di area nyang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat yang sakit. Umunya pasien datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat di temukan abnormalitas dengan bunyi redup pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat di gunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura Beberapa hasil penelitian menyebutkan 42-77% efusi pleura eksudativa disebabkan proses keganasan (Sato, 2006). Gagal jantung kongestif merupakan penyebab dari hampir 50 persen dari semua pleura efusi. Keganasan, pneumonia, dan emboli paru adalah tiga penyebab utama dari efusi pleura. Dari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20cc cairan yang merupakan lapisan tipis erosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. Tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura adalah pemasangan WSD untuk mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura kembali normal. WSD adalah suatu sistem drainage yang menggunakan water sealed untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura) tujuannya adalah untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut, dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura/ lubricant. Permasalahan efusi pleura pasca pemasangan WSD, antara lain nyeri akut berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD, pola napas tidak efektif, gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang, risiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi/invansif akibat pemasangan selang WSD kesakitan ketika bernafas dan mendadak merasakan sesak. Sesak nafas terjadi karena masih adanya timbunan cairan dalam ronga paru yang akan memberikan kompresi patologi pada paru sehingga ekspensinya terganggu, dan berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi oleh cairan Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotif misalnya memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit efusi pleural, preventif misalnya mengurangi merokok dan 4 mengurangi minum – minuman beralkohol, kuratif misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan Water Seal Drainage (WSD) bila diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan. Pengetahuan dan pengenalan yang lebih jauh tentang penyakit efusi pleura. Tidak kalah pentingnya yang dapat menjadi pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan dalam rangka mengurangi angka kejadian dari penyakit Efusi Pleural. Dampak yang terjadi jika efusi pleura tidak segera di tangani yaitu menyebabkan terjadinya atelektasis pengembangan paru yang tidak sempurna 2 yang di sebabkan oleh penekanan akibat penumpukan cairan pleura, fibrosis paru dimana keadaan patologis tedapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan, empisema dimana terdapat kumpulan nanah dalam rongga antar paru- paru dan kolaps paru.,,