Anda di halaman 1dari 58

DESAIN JALAN REL 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita.


Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan orang dan atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk memindahkannya.
Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya di
daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang
kehidupan perekonomian.
Jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih macam alat transportasi
yang mungkin berbeda media dan modanya, apakah hanya jalan saja atau merupakan
gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan transportasi air atau kombinasi lainnya.
Untuk mengefisienkan pergerakan yang terjadi di dalam jaringan tersebut, maka sistem
jaringan perlu didesain secara terhirarki sesuai dengan besarnya arus lalu lintas yang
melalui jaringan tersebut.
Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang cukup
efisien, karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar dan pergerakannya tidak
terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan di jalan raya. Ada dua tipe dasar angkutan
jalan rel, yaitu sistem angkutan jalan rel perkotaan dan angkutan jalan rel antar kota.
Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkuan orang dan angkutan
barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi dari karakteristik
pelayanan. Atribut untuk angkutan penumpang adalah keselamatan dan keamanan,
kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya yang relatif rendah, sedang untuk
angkutan barang kenyamanan bukanlah menjadi hal yang utama.
Untuk angkutan penumpang jalan rel ini dalam menentukan rute suatu
pelayanan didasarkan pada beberapa criteria antara lain:
1. Ukuran pasar, diukur dengan jumlah populasi dari kota-kota yang dilalui oleh
rute dan total lalu lintas angkutan (apakah barang atau orang) antara dua kota
pada rute tersebut.
2. Karakteristik fisik, diukur dengan kilometer, kecepatan rata-rata kereta yang
ditetapkan, waktu tempuh perjalanan, dan lalu lintas barangnya.
3. Arus penumpang, diukur dengan penumpang kilometer per tahun, penumpang
kilometer per kereta, dan jumlah kereta per minggu.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Pelayanan angkutan kereta ini dapat dibagi menjadi angkutan kereta antar kota
dan angkutan kereta perkotaan. Untuk angkutan penumpang perkotaan dikenal berbagai
macam sistem angkutan jalan rel perkotaan, seperti Rapid Rail Transit (LRT), Personal
Rail Transit (PRT), serta beberapa teknologi baru misalnya monorail dan aeromovel.
RRT merupakan sistem dengan ROW tersendiri dan mempunyai teknologi yang cukup
modern, LRT merupakan sistem yang ROW-nya bias dipunyai sendiri atau bersama
dengan moda lainnya, sedang PRT adalah sistem yang beroperasi pada jalur khususnya,
otomatis dan demandresponsive. Jadi kereta ini bergerak bila ada penumpang yang
perlu.
Jalan rel ini dapat dibagi menjadi jalan umum dan jalan khusus. Yang
dimaksudkan dengan jalan rel pribadi adalah jalan rel yang digunakan dan dipunyai oleh
badan tertentu seperti pabrik gula, pertambangan misalnya dan jalan rel ini khusus
melayani keperluan angkutan di pabrik gula atau pertambangan itu sendiri. Sedang jalan
rel umum adalah jalan rel yang digunakan kereta untuk umum.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

BAB II
PERMASALAHAN

Dalam perencanaan jalan rel, dititikberatkan pada perencanaannya. Adapun


masalah-masalah tersebut harus dianalisa, didesain dan dikalkulasikan oleh seorang
perencana.
Berdasarkan topografi akan ditentukan lintasan jalan rel yang akan
menghubungkan titik C ke titik K dengan data-data sebagai berikut:
1. Peta kontur dengan skala 1 : 50000
2. Titik yang dihubungkan:
 Titik C : (9648,3776 ; 8775,7868)
 Titik O : (11758,3189 ; 8904,0041)
 Titik P : (15222,7266 ; 7454,4903)
 Titik K : (16910,4285 ; 7784,0838)
3. Masa pembangunan (asumsi) : 2 tahun
4. Umur rencana : 20 tahun
5. Kelas jalan rel :V
6. CBR tanah dasar :
5,4 % 2,0 % 2,6 % 3,7 % 4,2 % 7,7 % 8,1 % 4,9 %
4,0 % 2,2 % 4,7 % 6,1 % 5,0 % 4,4 % 7,2 % 8,6 %
3,9 % 4,3 % 5,7 % 3,9 % 4,7 % 3,6 % 4,1 % 7,1 %

7. Curah hujan rata-rata : 1235 mm/tahun


Adapun permasalahan dalam desain ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk perencanaan geometri jalan rel yang dapat memenuhi syarat
teknis dan ekonomis, sehingga dalam perencanaannya dapat:
 Nyaman : tidak banyak tikungan, tidak terjal, tanpa gangguan
 Aman : tidak terjadi kecelakaan
 Pendek : jarak dan waktu tempuh relatif singkat
2. Apa yang harus dilakukan dalam perencanaan geometrik jalan rel agar masalah-
masalah sosial yang timbul akibat kebisingan, polusi udara dan kecelakaan dapat
dihindari.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

BAB III
LANDASAN TEORI

2.1 Ketentuan Umum


Lintas kereta api direncanakan untuk melewatkan berbagai jumlah angkutan
barang dan/atau penumpang dalam suatu jangka waktu tertentu. Perencanaan konstruksi
jalan rel harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara teknis dan ekonomis. Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus
dapat dilalui oleh kendaraan rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu
selama umur konstruksinya. Secara eknomis diharapkan agar pembangunan dan
pemeliharaan konstruksi tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya yang sekecil
mungkin dimana masih memungkinkan terjaminnya keamanan dan tingkat
kenyamanan. Perencanaan konstruksi jalan rel diperngaruhi oleh jumlah beban,
kecepatan maksimum, beban gandar dan pola operasi. Atas dasar ini diadakan
klasifikasi jalan rel, sehingga perencanaan dapat dibuat secara tepat guna.

2.1.1 Kecepatan dan Beban Gandar

a. Kecepatan.
1) Kecepatan Rencana.
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk
merencanakankonstruksi jalan rel.
a) Untuk perencanaan struktur jalan rel.
V rencana = 1,25 x V maks.
b) Untuk perencanaan peninggian

c = 1,25
Ni = Jumlah Kereta api yang lewat.
Vi = Kecepatan Operasi
c) Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung
peralihan
Vrencana = Vmaks

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

2) Kecepatan Maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan
untuk operasisuatu rangkaian kereta pada lintas tertentu.
3) Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada
petak jalan tertentu.
4) Kecepatan Komersil
Kecepatan komersil kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil
pembagian jaraktempuh dengan waktu tempuh.
b. Beban Gandar.
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari satu
gandar. Untuksemua kelas, beban gandar maksimum adalah 18 ton.

2.1.2 Standar Jalan Rel


a. Klasifikasi
Tabel 3.1 Kelas Jalan Rel dan Komponennya
Tebal Lebar
Daya Angkut Pmaks
Kelas Vmaks Jenis Bantalan Jenis Balas Bahu
Lalu Lintas gandar Tipe rel
Jalan (km/jam) Jarak (mm) Penambat Atas Balas
(ton/tahun) (ton)
(cm) (cm)
Beton
I >20.106 120 18 R.60/R.54 EG 30 50
600
Beton/Kayu
II 10.106-20.106 110 18 R.54/R.50 EG 30 50
600
R.54/R.50/ Beton/Kayu/Baja
III 5.106-10.106 100 18 EG 30 40
R.42 600
R.54/R.50/ Beton/Kayu/Baja
IV 2,5.106-5.106 90 18 EG/ET 25 40
R.42 600
Kayu/Baja
V <2,5.106 80 18 R.42 ET 25 35
600
Sumber: PD 10

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

b. Daya Angkut Lalu Lintas


Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati
suatu lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas
mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang
lewat di lintas yang bersangkutan. Daya angkut disebut daya angkut T
dengan satuan ton/ tahun.

2.1.3 Ruang Bebas dan Ruang Bangun


Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari segala
rintangan dan benda penghalang; ruang ini disediakan untuk lalu lintas rangkaian kereta
api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda, baik pada bagian lintas
yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas elektrifikasi dan non elektrifikasi.
Ukuran-ukuran tersebut telah memperhatikan dipergunakannya gerbong kontener/ peti
kemas ISO (Iso Container Size) tipe “Standard Height”.
Ruang bangun adalah ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas dari segala
bangunan tetap seperti antara lain tiang semboyan, tiang listrik dan pagar. Batas ruang
bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter sampai 3,55 meter.
Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut :
a. Pada lintas bebas :
2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur.
b. Pada emplasemen :
1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur
c. Pada jembatan :
2,15 m di kiri kanan sumbu sepur.

2.1.4 Perlintasan Sebidang


a. Umum
Pada perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus
tersedia jarak pandangan yang memadai bagi kedua belah pihak, terutama
bagi pengendara kendaraan. Daerah pandangan pada perlintasan merupakan
daerah pandangan segitiga di mana jarak-jaraknya ditentukan berdasarkan
pada kecepatan rencana kedua belah pihak.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

b. Konstruksi Perlintasan Sebidang.


Lebar perlintasan sebidang bagi jalan raya dalam keadaan pintu
terbuka atau tanpapintu, harus sama dengan lebar perkerasan jalan raya yang
bersangkutan.Perlintasan sebidang yang dijaga dilengkapi dengan rel-rel
lawan untuk menjamintetap adanya alur untuk flens roda kecuali untuk
konstruksi lain yang tidakmemerlukan rel lawan.Lebar alur adalah sebesar
40 mm dan harus selalu bersih benda-benda penghalang.Panjang rel lawan
adalah sampai 0,8 meter di luar lebar perlintasan dan dibengkokanke dalam
agar tidak terjadi tumbukan dengan roda dari rangkaian. Sambungan rel
didalam perlintasan harus dihindari. Konstruksi perlintasan sebidang dapat
dibuat dari bahan beton semen, aspal dan kayu.

2.2 Geometri Jalan Rel


2.2.1 Umum
Geometri jalan rel direncanakan berdasar pada kecepatan rencana serta ukuran-
ukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan,
ekonomi dan kesertaan dengan lingkungan sekitarnya.

2.2.2 Lebar Sepur


Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang merupakan jarak
terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan
teratas kepala rel.

2.2.3 Lengkung Horizontal


Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang horizontal,
alinemen horizontal terdiri dari garis lurus dan lengkungan.

a. Lengkung Lingkaran
Dua bagian lurus, yang perpanjangannya saling membentuk sudut
harus dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran, dengan atau
tanpa lengkung-lengkung peralihan. Untuk berbagai kecepatan rencana,
besar jari-jari minimum yang diijinkan.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Tabel 3.2 Persyaratan jari-jari minimum lengkung horizontal


Kecepatan Jari-jari mnimum Jari-jari minimum
perancangan lengkung lingkaran lengkung lingkaran yang
(km/jam) tanpa lengkung transisi diijinkan dengan
(m) lengkung transisi (m)
120 2370 780
110 1990 660
100 1650 550
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200
Sumber: PD 10

b. Lengkung Peralihan.
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang
berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara
bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua
jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan dipergunakan pada jari-
jari lengkung yang relatif kecil, lihat Tabel 3.2. Panjang minimum dari
lengkung peralihan ditetapkan dengan rumus berikut :
Lh = 0,01 hv
Dimana Lh = panjang minimal lengkung peralihan
h = pertinggian relative antara dua bagian yang dihubungkan
(mm)
v = kecepatan rencana untuk lengkungan peralihan (km/jam)

c. Lengkung S
Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda
arah lengkungnya terletak bersambungan. Antara kedua lengkung yang
berbeda arah ini harus ada bagian lurus sepanjang paling sedikit 20 meter di
luar lengkung peralihan.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

d. Pelebaran Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati
lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan
menggeser rel dalam kearah dalam. Besar Pelebaran sepur untuk berbagai
jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pelebaran Sepur


Pelebaran sepur (mm) Jari-jari tikungan (m)
0 R ≥ 600
5 550 < R < 600
10 400 < R < 550
15 350 < R < 400
20 100 < R < 350
Sumber: PD 10

Pelebaran sepur maksimum yang diijinkan adalah 20 mm. Pelebaran


sepur dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung
peralihan.

e. Peninggian Rel.
Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi dari pada rel
dalam untukmengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian
kereta.Peninggian rel dicapai dengan menepatkan rel dalam pada tinggi
semestinya danrel luar lebih tinggi.
Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang
lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung peralihan peninggian rel
dicapai secara berangsur tepat di luar lengkung lingkaran sepanjang suatu
panjang peralihan.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

2.2.4 Landai
a. Pengelompokan Lintas
Berdasar pada kelandaian dari sumbu jalan rel dapat dibedakan atas 4
(Empat) kelompok seperti yang tercantum dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Pengelompokan lintas berdasar pada kelandaian


Kelompok Kelandaian
Emplasemen 0 sampai 1,5‰
Lintas datar 0 sampai 10‰
Lintas pegunungan 10‰sampai40‰
Lintas dengan rel gigi 40‰ sampai 80‰
Sumber: PD 10

b. Landai Penentu
Landai penentu adalah suatu kelandaian (Pendakian) yang terbesar
yang ada pada suatu lintas lurus. Besar landai penentu terutama berpengaruh
pada kombinasi daya tarik lok dan rangkaian yang dioperasikan. Untuk
masing-masing kelas jalan rel, besar landai penentu adalah seperti yang
tercantum dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Landai penentu maksimum


Kelas jalan rel Landai penentu maksimum
1 10‰
2 10‰
3 20‰
4 25‰
5 25‰
Sumber: PD 10

c. Landai Curam
Dalam keadaan yang memaksa kelandaian (Pendakian) dari lintas
lurus dapat melebihi landai penentu. Kelandaian ini disebut landai curam;

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

panjang maksimum landai curam dapat ditentukan melalui rumus


pendekatan sebagai berikut :

( )
Dimana:
ℓ = Panjang maximum landai curam (m).
Va = Kecepatan minimum yang diijinkan dikaki landai curam m/detik.
Vb = Kecepatan minimum dipuncak landai curam (m/detik) vb ≥ ½ va.
g = Percepatan gravitasi.
Sk = Besar landai curam ( ‰ ).
Sm = Besar landai penentu ( ‰ ).

2.2.5 Landai pada Lengkung atau Terowongan


Apabila di suatu kelandaian terdapat lengkung atau terowongan, maka
kelandaian di lengkung atau terowongan itu harus dikurangi sehingga jumlah
tahanannya tetap.

2.2.6 Lengkung Vertikal


Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut; alinemen vertikal terdiri dari garis lurus, dengan atau
tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran. Besar jari-jari
minimum dari lengkung vertikal bergantung pada besar kecepatan rencana dan adalah
seperti yang tercantum dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Jari-jari minimum lengkung vertikal


Kecepatan rencana Jari-jari minimum
(km/jam) lengkung vertikal (m)
Lebih besar dari 100 8000
Sampai 100 6000
Sumber : PD 10

Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berimpit atau bertumpangan dengan


lengkung horizontal.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

2.2.7 Penampang Melintang


Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah
tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-ukuran jalan rel
dalam arah melintang.
Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah
tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-ukuran jalan rel
dalam arah melintang.

Tabel 3.7 Penampang melintang jalan rel pada lengkung jalur ganda
Kelas Vmax d1 b c k1 d2 e k2 a
jalan rel (km/jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1st 120 30 150 235 265-315 15-50 25 375 185-237
2nd 110 30 150 254 265-315 15-50 25 375 185-237
3rd 100 30 140 244 240-270 15-50 22 325 170-200
4th 90 25 140 234 240-250 15-35 20 300 170-190
4th s 80 25 135 211 240-250 15-35 20 300 170-190
Sumber : PD 10

2.3 Susunan Jalan Rel


2.3.1 Rel
a. Umum
Rel yang dimaksud dalam peraturan ini adalah rel berat untuk jalan rel.
b. Tipe dan Karekteristik Penampang
Tabel 3.8 Kelas jalan dan tipe relnya
Kelas Jalan Tipe Rel
I R60/R54
II R54/R50
III R54/R50/R42
IV R54/R50/R42
V R42
Sumber : PD 10
c. Jenis, Komposisi Kimia, Kekuatan dan Kekerasan
Jenis rel yang dipakai adalah rel tahan aus yang sejenis dengan rel UIC-

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

WRA.
Tabel 3.9 Komposisi kimia rel
C 0,60% - 0,80%
Si 0,15% - 0,35%
Ma 0,90% - 1,10%
P Max. 0,035%
S Max. 0,025%
Sumber : PD 10

Tabel 3.10 Karakteristik Penampang Rel


Besaran Tipe Rel
Geometri
R42 R50 R54 R60
Rel
H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00
B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00
C (mm) 68,50 65,00 72,20 74,30
D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50
E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00
F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50
G (mm) 72,00 76,00 74,97 80,95
R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00
2
A (cm ) 54,26 64,20 69,34 76,86
W (kg/m) 42,59 50,40 54,43 60,34
Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95
Ix (cm4) 1,263 1,860 2,345 3,066
A : Luas penampang
W : Berat rel per meter
Yb : Momen inersia terhadap sumbu X
Ix : Jarak tepi bawah rel ke garis netral
Sumber : PD 10

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Gambar 3.1 Detail Rel


Kuat tarik minimum rel adalah 90 kg/mm2 dengan perpanjangan
minimum 10%. Kekerasan kepala rel tidak boleh kurang dari pada 240
Brinell.
d. Jenis Rel Menurut Panjangnya
Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu :
1) Rel standar adalah rel yang panjangnya 25 meter.
2) Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 m.
3) Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya
pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Panjang minimum rel panjang
Tipe rel
Jenis bantalan
R42 R50 R54 R60
Bantalan kayu 325 m 375 m 400 m 450 m
Bantalan beton 200 m 225 m 250 m 275 m
Sumber : PD 10
e. Sambungan Rel
Sambungan rel adalah konstruksi yang mengikat dua ujung rel
sedemikianrupa sehingga operasi kereta api tetap aman dan nyaman.Dari
kedudukan terhadap bantalan dibedakan dua macam sambungan rel, yaitu
a) Sambungan melayang
b) Sambungan menumpu
f. Celah
Di sambungan rel harus ada celah untuk menampung timbulnya
perubahanpanjang rel akibat perubahan suhu.Besar celah ditentukan
sebagai berikut :

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

1) Untuk semua tipe rel, besar celah pada sambungan rel standard dan rel
pendektercantum pada table 3.12.
2) Pada sambungan rel panjang, besar celah dipengaruhi juga oleh tipe
reldanjenis bantalan.
a) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu, besar celah
tercantumpada Tabel 3.13.
b) Untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton, besar celah
tercantumpada Tabel 3.14.
Tabel 3.12 Besar celah untuk semua tipe rel pada sambungan rel standard dan rel
pendek
Suhu Panjang rel (m)
pemasangan (0C) 25 50 75 100
≤ 20 8 14 16 16
22 7 13 16 16
24 6 12 16 16
26 6 10 15 16
28 5 9 13 16
30 4 8 11 14
32 4 7 9 12
34 3 6 7 9
36 3 4 6 7
38 2 3 4 4
40 2 2 2 2
42 1 1 0 0
44 0 0 0 0
≥ 46 0 0 0 0
Sumber : PD 10
g. Suhu Pemasangan
Yang dimaksud dengan suhu pemasangan adalah suhu rel waktu
pemasangan.
1) Batas suhu pemasangan rel standard dan rel pendek tercantum
pada Tabel 3.12.
2) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

tercantum dalam tabel 3.15.


3) Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton tercantum pada
tabel 3.16.

Tabel 3.13 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu
Suhu Panjang rel (m)
0
pemasangan ( C) R42 R50 R54 R60
≤ 28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 48 2 2 2 2
Sumber : PD 10
Tabel 3.14 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton
Suhu Panjang rel (m)
pemasangan (0C) R42 R50 R54 R60
≤ 22 16 16 16 16
24 14 16 16 16
26 13 14 15 16
28 13 12 13 14
30 10 11 11 12
32 8 9 10 10
34 7 8 8 9
36 6 6 7 7
38 5 5 5 6
40 4 4 4 5
42 3 3 3 4

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

44 3 3 3 3
≥ 46 2 2 2 2
Sumber : PD 10

h. Kedudukan Rel
Kecuali pada wesel dan di emplasemen dengan kecepatan kereta lambat,
reldipasang miring ke dalam dengan kemiringan 1:40.

Gambar 3.2 Kedudukan Rel

2.3.2 Wesel
Fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur ke sepur yang
lain.
a. Jenis Wesel :
1) Wesel biasa.
(a). Wesel Biasa
(1) Wesel biasa kiri
(2) Wesel biasa kanan
(b). Wesel dalam lengkung
(1) Wesel serah lengkung
(2) Wesel berlawanan arah lengkung
(3) Wesel simetris
2) Wesel tiga jalan
(a). Wesel Biasa

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

(1) Wesel biasa searah


(2) Wesel biasa berlawanan arah
(b). Wesel dalam lengkung.
(1) Wesel serah tergeser
(2) Wesel berlawanan arah tergeser
3) Wesel Inggris.
Wesel Inggris adalah wesel yang dilengkapi dengan gerakan-
gerakan lidah
serta sepur-sepur bengkok.

b. Komponen Wesel
Wesel terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:
1) Lidah
2) Jarum beserta sayap-sayapnya
3) Rel lantak
4) Rel paksa
5) Sistem penggerak

Gambar 3.3 Komponen Wesel

1) Lidah
a) Lidah adalah bagian dari wesel yang dapat bergerak pangkal lidah disebut
akar.
b) Jenis Lidah

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

(1) Lidah berputar adalah lidah yang mempunyai engsel diakarnya.


(2) Lidah berpegas adalah lidah yang akarnya dijepit sehingga melentur
c) Sudut Tumpu (β)
Sudut tumpu adalah sudut antara lidah dengan rel lantak, sudut
tumpudinyatakan dengan tangennya, yakni tg = 1 : m, dimana harga m
berkisar antara 25 sampai 100.
2) Jarum dan sayap-sayapnya
a) Jarum adalah bagian wesel yang memberi kemungkinan kepada flens roda
melalui perpotongan bidang-bidang jalan yang terputus antara dua rel.
b) Sudut kelancipan jarum (α) disebut sudut samping arah.
c) Jenis jarum.
(1) Jarum-kaku dibaut (bolted rigid frogs) terbuat dari potongan-
potonganrel standar yang dibuat (gambar 3.23).
(2) Jarum–rel–pegas (spring rail frogs)
(3) Jarum-baja–mangan–cor (cast manganese steel frogs). Dipakai
untuklintas dengan tonase beban yang berat atau lintas yang
frekuensikeretanya tinggi.
(4) Jarum – keras – terpusat (hard centered frogs).
3) Rel lantak
Suatu rel yang diperkuat badannya yang berguna untuk bersandarnya lidahwesel.
4) Rel paksa
Dibuat dari rel biasa yang kedua ujungnya dibengok ke dalam. Rel paksa luar
biasanya dibuat pada rel lantak dengan menempatkan blok pemisahdiantaranya.
5) Sistem penggerak atau pembalik wesel
Pembalik wesel adalah mekanisme untuk menggerakkan ujung lidah.

c. Nomor dan kecepatan ijin pada wesel


1) Nomor wesel, n, menyatakan tangent sudut simpang yakni : tg = 1: n.
2) Kecepatan ijin pada wesel tercantum pada tabel 3.14.

Tabel 3.15 Tangen sudut simpang arah, nomor wesel dan kecepatan izin
tg. α 1:8 1 : 10 1 : 12 1 : 14 1 : 16 1 : 18
Nomor Wesel W8 W10 W12 W14 W16 W18

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Kecepatanizin(km/jam) 25 35 45 50 60 70
Sumber : PD 10

2.3.3 Penambat Rel


Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalansedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak
bergeser.
a. Jenis Penambat
Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastic dan
penambat kaku.Penambat kaku terdiri atas tirpon , mur dan baut. Penambat
elastik tunggal danpenambat elastik ganda.Penambat elastik ganda terdiri
dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik,alas rel, tarpon, mur dan
baut.Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini
tebalkaret las (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan kecepatan
maksimum.
b. Penggunaan penambat
Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kalas jalan rel.
Penambatelastik tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan
kelas 5.Penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas jalan
rel, tetapitidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5.
c. Model penambat
Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penambat elastic ganda
mempunyaiberbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Pemilihan model
penambat harusdisetujui oleh pemberi tugas.
d. Persyaratan Bahan
Persyaratan bahan untuk penambat harus memenuhi persyaratan
bahan padaPeraturan Bahan Jalan Rel Indonesia atau peraturan Dinas No.
10 C.

2.3.4 Bantalan
Bantalan berfungsi meneruskan bahan dari rel ke balas, menahan
lebarsepur dan stabilitas kearah luar jalan rel.Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja
ataupun beton. Pemilihan didasarkanpada kelas yang sesuai dengan klasifikasi jalan

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

rel Indonesia.

2.3.5 Balas
Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan
terletakdi daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu
lintaskereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentukanya harus
sangatterpilih.Fungsi Utama balas adalah untuk:
1) Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar
2) Mengokohkan kedudukan bantalan
3) Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitarbantalan rel.
Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi
menjadidua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang sangat baik
danlapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik
materialpembentuk lapisan balas atas.
a. Lapisan Balas Atas
Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan
bersudut tajam(”angular”) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta
memenuhi syaratsyaratlain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel
Indonesia (PBJRI).Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik.

b. Lapisan Balas Bawah


Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau
pasir kasaryang memenuhi syarat–syarat yang tercantum dalam Peraturan
Bahan Jalan relIndonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan
penyaring (filter) antaratanah dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat
mengalirkan air dengan baik.Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15
cm.

2.3.6 Perencanaan Tubuh Jalan rel


Tubuh jalan merupakan lapisan tanah, baik dalam keadaan asli maupun
dalambentuk diperbaiki ataupun dalam bentuk buatan yang memikul beban
yangdikerjakan oleh lapisan balas atas dan balas bawah.Secara umum jalan rel bisa
berada di pedataran, perbukitan atau pegunungan.Tubuh jalan biasa berada di
daerah galian atau timbunan : ia bisa menumpupada endapan tanah atau endapan
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

batuan (rock). Tubuh jalan pada timbunanterdiri dari tanah dasar (subgrade). Tanah
timbunan asli, sedangkan badan jalanpada galian terdiri dari tanah dasar (subgrade)
dari tanah asli. Pada umumnyajalan rel akan melintasi suatu daerah yang sangat
panjang dimana keadaan tanahdan formasi geologisnya bisa sangat bervariasi.
Kerena itu penelaahan geologipada penyelidikan tanah yang terperinci sangat
diperlukan untuk perencanaangeometric dan tubuh jalan.Selain faktor geoteknik,
harus juga ditelaah faktor hidrologinya. Hal inipenting, tidak hanya untuk kebaikan
tubuh jalan itu sendiri, melainkan juga bagi daerah-daerah di kedua sisi tubuh jalan,
terutama bertalian dengankemungkinan terjadinya penggenangan akibat
dibangunnya jalan kereta api.Perencanaan Tanah dasar dan tubuh jalan selalu
dikaitkan dengan perencanaanbalas.

a. Data –data yang diperlukan


Data yang diperlukan untuk perencanaan tubuh jalan rel dapat
digolongkan sbb:
1) Data geologi
2) Data hidrologi
3) Data tanah

1) Data geologi
Data geologi digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi secara
umum yangditinjau dari disiplin ilmu geologi.Hal-hal yang perlu diketahui
dari data-data geologi adalah :
a) Jenis bentuk geologi dan sejarahnya
b) Deskripsi permukaan tanah dan batuan
c) Deskripsi masa tanah terutama mengenai sesar atau lipatan-
lipatan.
d) Bentuk lereng dan evaluasinya serta kemungkinan adanya proses-
prosesyang masih berjalan seperti gerakan tanah dan pelapukan bantuan
serta pengikisan permukaan
e) Kemiringan dan panjang rel, baik di tempat-tempat yang sudah
stabilmaupun yang memperlihatkan tanda-tanda kelongsoran.
f) Keadaan- keadaan khusus dari permukaan, seperti lembah,
jurang,sungai, danau dan hal-hal khusus lainnya.
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

Data geologi umumnya dapat diperoleh dari jawatan geologi.

2) Data hidrologi
Data hidrologi digunakan untuk merencanakan pematusan dari badan
jalan,dengan tujuan untuk mencegah kerusakan badan jalan tersebut
akibatpengaruh air.Kerusakan ini umumnya berupa timbulnya kelongsoran
dari badan jalantersebut akibat berkurangnya kekuatan tanah akibat
pengaruh air.
a) Cata curah hujan harian maupun tahunan
b) Keadaan vegetasi
c) Parit-parit dan sungai-sungai.
Data hidrologi dapat diperoleh dari Jawatan Mateorologi dan Geofisika.
3) Data tanah
Data-data tanah diperlukan untuk perencanaan terperinci dari duatu
badanjalan kereta api.Data-data tanah dapat diperoleh dengan melakukan
penyelidikan tanahdilapangan dan di laboratorium.
a) Penyelidikan tanah dilapangan
Penyelidikan tanah dilapangan berupa:
(1) Bor tanah
Interval jarak dapat diambil + 200 meter bila tanah
diperkirakansejenis, dan lebih pendek lagi jika tanah bervariasi
secara datar.Kedalaman pemboran yang perlu diketahui
diperkirakan + 10 meteratau minimum sedalam tinggi timbunan,
diukur dari elevasipermukaan tanah asli.
(2) CBR (California Bearing Ratio) atau Plate Bearing Test.
Pengeboran tanah dilakuan pada beberapa titik, agar
dapatdiperoleh hubungan data antara semua lintas sehingga
untukperencanaan kelak akan lebih ringan dan sedikit
penyelidikandiperlukan. Bersamaan dengan uji coba ini juga
dilakukanpengambilan contoh tanah terganggu untuk test
klasifikasi sehinggakejelasan sifat tanah makin diketahui dan
dengan demikian usahaperbaikan tanah bila diperlukan dengan
metoda ASTM D. 1883.
(3) ”Portable Cone Penetrometer”
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

Di beberapa tempat dilakukan test CBR/ plate Bearing


Test, untukmenganalisis data antara semuanya sehingga untuk
perencanaanatupun perbaikan dikemudian hari akan makin mudah
dan cepat.
b) Penyelidikan Tanah di Laboratorium
Penyelidikan Tanah di laboratorium berupa :
(1) Sifat-sifat indeks
Termasuk dalam sifat-sifat ini adalah:
(a). Kadar air
(b). Berat isi tanah
(c). Berat jenis tanah
(d). Angka pori tanah
(e). Derajat kejenuhan tanah
(2) Sifat-sifat karakteristik
Termasuk dalam sifat-sifat ini adalah:
(a). Gradasi, pemeriksaan dengan analisis saringan, dan
bila perludiikuti dengan analisis hydrometer, yang
dilakukan berdasarkanmetoda ASTM D. 422
(b). Batas-batas Atterberg, yang meliputi batas cair, batas
plastisdan susut, yang dilakukan berdasarkan metoda
ASTM D.423dan D.424.
(3) Sifat sifat fisik
Termasuk dalam sifat-sifat ini adalah:
(a). Kohesi (C) dan sudut geser (Φ)
Penyelidikan dengan alat Triaxial dan/atau Direct
Shearberdasarkan metoda ASTM D.2580 dan D. 3080
(b). Qu dan sensitivitas (St)
Penyelidikan dengan alat ”Unconfined compression
test”berdasarkan metoda ASTM D. 2166
(c). Modulus Elastisitas (E)
Penyelidikan dengan alat uji modulus elastisitas
berdasarkanmetoda ASTM D. 2435.
(4) Sifat-sifat lain
Selain sifat-sifat diatas, juga perlu diketahui:
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

(a). Koefisien kompresi (Cc) dan kefisien konsolidasi


(Cv), yangdiperoleh dari test berdasarkan metoda ASTM
D 2435.
(b). Koefisiensi permeabilitas (k), yang diperoleh dari
testpermeabilitas berdasarkan metoda ASTM D. 2434.
(5) Tanah timbunan
Khusus untuk tanah timbunan, pada contoh tanah
terganggu perludiperiksa di laboratorium hal-hal berikut:
(a). Berat jenis
(b). Gradasi
(c). Batas-batas Atterberg
(d). Pemadatan untuk mengetahui gambar lengkung
berdasarkanmetoda ASTM D.698
(e). CBR terendam dan / atu tidak terendam.
c) Daya dukung Tanah Dasar
1) Tanah dasar harus mempunyai daya dukung yang cukup.
Menurutpercobaan CBR (ASTM D. 1883) kekuatan minimum
adalah 8 %untuk tanah dasar.
2) Tebal tanah dasar yang harus memnuhi harga CBR
tersebutminimum 30 cm.
3) Untuk menghindari pengkotoran balas akibat terisapnya
Lumpur
Kedalam balas, maka tanah dasar memenuhi persyaratan tertentu.

2.4 Pematusan
Sistem pematusan, yaitu sistem pengaliran pembuangan air disuatu
daerah jalan relagar tidak sampai terjadi penggenangan.
Sistem pematusan berfungsi :
a. Mengurangi pengaruh air yang dapat merubah konsistensi tanah
sehinggatubuh jalan selalu dalam kondisi firm (mantap, keras dan padat).
Akibatnyapembentukan kantong-kantong balas tidak terjadi.
b. Tidak ada genangan air pada jalan rel (baik mengenai daerah balas
maupuntubuh jalan), di mana ini akan menyebabkan terjadinya pembuangan
lempungdan gaya (efek) pompa disaat kereta api lewat yang bisa makin
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

memperlemah kestabilan dan kekuatan jalan rel.


c. Perjalanan kereta api tidak terganggu.
Perencanaan pematusan harus dikonsultasikan secara seksama kestaf
perencanaan jalan K.A.
Macam-macam Pematusan
Ada 3 (tiga) macam pematusan, yaitu:
a. Pematusan permukaan (Surface Drainage)
b. Pematusan bawah tanah (Sub- Drainage)
c. Pematusan lereng (Drainage of Slope)
Diperlukan setidaknya salah satu atau semua dari ketiga macam
pematusantersebut harus dianalisa dengan seksama.
a. Pematusan Permukaan
a. Macam
1) Pematusan memanjang (side-ditch)
2) Pematusan melintang (Cross drainage)
b. Perlu atau tidaknya pematusan permukaan bergantung pada topografi
dari daerahyang diperhatikan.
c. Pembuangan air ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak menggangu
pihak luarPJKA.
d. Data yang diperlukan untuk perencanaan pematusan permukaan adalah:
1) Data curah hujan dalam jam, harian maupun tahunan
2) Keadaan permukaan tanah (topografi) dan tata guna (landuse)
setempat.
3) Jenis tanah setempat
e. Bentuk saluran pematus
1) Pematusan memanjang bisa berupa saluran terbuka atau saluran
tertutup,dengan bentuk penampang trapezium, lingkaran atau
segitiga terbalik.
2) Pematusan melintang berupa gorong-gorong (culvert) tunggal
atau banyak.Aliran airnya bisa berupa aliran terbuka atau aliran
tertutup/ penuh.Pemilihan bergantung kepada kemudahan
pelaksanaan di lapangan namun harusmemenuhi persayaratan
hidrolik.
f. Bahan saluran pematus
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

1) Pemilihan bahan untuk saluran memanjang bergantung pada


kemiringantopografi dan jenis tanah setempat. Bila diperlukan
penguat saluran, dapatmenggunakan kayu/ susunan batu kosong/
susunan batu bata diplester/ acuanbeton, yang disesuaikan dengan
keadaan.
2) Saluran melintang dibuat dengan pasangan batu diplester
bertutupkanpelat beton bertulang, pipa beton bertulang atau pipa
baja gelombang.
3) Kekuatan saluran harus dijamin tahan terhadap pengaruh
setempat yangdapat merusak, maupun terhadap semua gaya yang
akan bekerja padanya.
g. Kemiringan saluran tanah harus direncanakan berdasarkan keadaan
lapangan dankecepatan aliran sehingga saluran tetap stabil.
h. Kecepatan aliran pembuangan air (V) tidak boleh terlalu besar untuk
mencegaherosi, dan juga tidak boleh terlalu lambat untuk mencegah
terjadinya pengendapan secara cepat.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Alinemen Horizontal


Beberapa kriteria perencanaan lintasan:
1. Jarak lintasan tidak terlalu panjang.
2. Pelaksanaan dan pemeliharaan operasional mudah dan efesien.
3. Ekonomis dari segi pelaksanaan, pemeliharaan dan operasionalnya.
4. Aman dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan operasionalnya.
5. Memenuhi perencanaan desain.

4.1.1 Perencanaan Alternatif Lintasan 1

B
I

C
J

Gambar 4.1 Alternatif Lintasan 1

Lintasan ini tidak memenuhi point 2 dan 3, tanpa memandang kondisi


topografi dan tanpa memperhitungkan volume galian dan timbunan serta tidak
sesuai dengan kriteria desain.
Setelah itu alternatif 1 ini juga tidak memenuhi syarat penyelesaian tugas
desain ini, yang diharapkan mehasiswa mampu menyelesaikan permasalahan dalam
merencanakan suatu lengkungan pada perencanaan alinemen horizontal.

4.1.2 Perencanaan Alternatif Lintasan 2


R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

B
I

C
J

Gambar 4.2 Alternatif Lintasan 2

Dipilih lintasan dengan dua tikungan. Perencanaan jalan dua tikungan ini
memenuhi semua kriteria persyaratan dan telah dianggap cukup efesien dan efektif
dimana telah disesuaikan dengan kondisi medan. Pada bentuk lintasan ini, jumlah
timbunan dan galian sudah hampir seimbang.

4.1.3 Klasifikasi Medan

B
I

O
20 21
18 19
17 22

C
15 16
13 14
11 12 23
8 9 10
6 7
4 5 24
2 3
C 1
25
26

J
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

D
39
40
41
42
43
44
45
46
47

K
48
49
50
K
51 75
74
52 73
72
53 71
70
54 69
68
67
55 66
65
56 64
63
57 62

E
61
58 P 60
59

Gambar 4.3 Sket Lintasan Keseluruhan dengan Prototif Titik Potong

Tabel 4.1 Penentuan Klasifikasi Medan


BEDA KEMIRINGAN
TITIK STA JARAK ELEVASI
TINGGI (‰)
C 0 + 000 0 87,000
1 0 + 100 100 87,198 0,198 1,978
2 0 + 200 100 87,457 0,259 2,594
3 0 + 300 100 87,145 0,312 3,119
4 0 + 400 100 86,316 0,829 8,288
5 0 + 500 100 85,337 0,979 9,792
6 0 + 600 100 85,247 0,091 0,905
7 0 + 700 100 84,108 1,139 11,389
BEDA KEMIRINGAN
TITIK STA JARAK ELEVASI
TINGGI (‰)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

8 0 + 800 100 84,489 0,382 3,816


9 0 + 900 100 84,156 0,334 3,336
10 1 + 000 100 83,152 1,003 10,034
11 1 + 100 100 83,100 0,053 0,529
12 1 + 200 100 84,013 0,914 9,137
13 1 + 300 100 83,157 0,856 8,560
14 1 + 400 100 83,470 0,313 3,131
15 1 + 500 100 83,203 0,267 2,673
16 1 + 600 100 83,029 0,174 1,739
17 1 + 700 100 82,102 0,927 9,269
18 1 + 800 100 82,288 0,186 1,857
19 1 + 900 100 82,278 0,010 0,099
20 2 + 000 100 82,116 0,162 1,616
21 2 + 100 100 82,011 0,106 1,056
O 2 + 113,83 13,833 83,000 0,989 9,891
22 2 + 200 86,167 82,135 0,865 8,648
23 2 + 300 100 82,277 0,142 1,423
24 2 + 400 100 82,427 0,149 1,490
25 2 + 500 100 82,623 0,196 1,962
26 2 + 600 100 82,852 0,229 2,289
27 2 + 700 100 82,057 0,795 7,946
28 2 + 800 100 82,673 0,617 6,166
29 2 + 900 100 82,178 0,496 4,956
30 3 + 000 100 82,319 0,141 1,412
31 3 + 100 100 82,444 0,125 1,253
32 3 + 200 100 82,632 0,187 1,872
33 3 + 300 100 82,941 0,309 3,091
34 3 + 400 100 83,113 0,172 1,719
35 3 + 500 100 83,258 0,146 1,457
36 3 + 600 100 83,407 0,148 1,481
37 3 + 700 100 83,551 0,145 1,448
38 3 + 800 100 83,891 0,339 3,393
39 3 + 900 100 84,462 0,571 5,714
40 4 + 000 100 84,556 0,094 0,945
41 4 + 100 100 84,663 0,106 1,063
42 4 + 200 100 84,813 0,150 1,502
43 4 + 300 100 84,992 0,179 1,793
44 4 + 400 100 85,499 0,507 5,072
45 4 + 500 100 86,990 1,491 14,906
46 4 + 600 100 86,148 0,842 8,423
47 4 + 700 100 86,287 0,139 1,392
48 4 + 800 100 86,955 0,668 6,677
49 4 + 900 100 87,190 0,235 2,354
50 5 + 000 100 87,657 0,467 4,673

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

TITIK STA JARAK ELEVASI BEDA KEMIRINGAN


TINGGI (‰)
51 5 + 100 100 87,459 0,199 1,986
52 5 + 200 100 87,968 0,509 5,088
53 5 + 300 100 88,640 0,672 6,723
54 5 + 400 100 88,413 0,227 2,272
55 5 + 500 100 88,219 0,193 1,933
56 5 + 600 100 88,037 0,183 1,829
57 5 + 700 100 89,306 1,269 12,693
58 5 + 800 100 89,684 0,378 3,784
P 5 + 869,26 69,258 90,000 0,316 3,158
59 5 + 900 30,742 90,073 0,073 0,730
60 6 + 000 100 90,304 0,231 2,313
61 6 + 100 100 90,498 0,194 1,935
62 6 + 200 100 90,591 0,093 0,934
63 6 + 300 100 90,463 0,128 1,282
64 6 + 400 100 90,233 0,230 2,304
65 6 + 500 100 89,028 1,204 12,043
66 6 + 600 100 89,209 0,181 1,807
67 6 + 700 100 89,378 0,169 1,694
68 6 + 800 100 89,047 0,331 3,314
69 6 + 900 100 89,288 0,241 2,408
70 7 + 000 100 89,400 0,112 1,124
71 7 + 100 100 89,433 0,033 0,332
72 7 + 200 100 90,034 0,600 6,004
73 7 + 300 100 91,383 1,349 13,494
74 7 + 400 100 93,994 2,611 26,108
75 7 + 500 100 93,565 0,429 4,293
K 7 + 600 100 93,260 0,305 3,052
TOTAL 33,60 335,96
KEMIRINGAN MEDAN 4,31
JENIS MEDAN Lintas Datar ( 0 ‰ sampai 10 ‰)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka jenis lintasan adalah lintas


datardengan kelandaian medan antara 0‰ sampai 10‰, yaitu dengan kalandaian
4,31‰ (PD 10).

4.2.1 Penentuan Titik Koordinat dan Grid


Dari peta kontur skala 1:50000, di mana 1 cm dipeta sama dengan 50000
cm di lapangan. Koordinat titik diperoleh:
 Titik C : (9648,3776 ; 8775,7868)
 Titik O : (11758,3189 ; 8904,0041)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

 Titik P : (15222,7266 ; 7454,4903)


 Titik K : (16910,4285 ; 7784,0838)

4.2.2 Perhitungan Jarak antar Titik dan Sudut Pertemuan Tikungan


1. Perhitungan Jarak Antar Titik
Dengan AutoCAD diperoleh:
dCO = 2113,833 m
dOP = 3755,424 m
dPK = 1719,584 m

2. Perhitungan Sudut Pertemuan Tikungan

B
I

C
26° J

E
34°
L

Gambar 4.4 Penentuan Titik Sudut Pertemuan Tikungan

Dengan AutoCAD diperoleh:


∆1= 260
∆2= 340

4.2.3 Perhitungan Lengkungan dan Diagram Superelevasi


1. Merencanakan T tersedia
B
I

C
26° J

D
146°
154°
K

E
34°
L

Gambar 4.5 Sket Sudut Pertemuan Tikungan

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

T1 = dCO = 2113,833 m
T2 + R + T3 = dOP = 3755,424 m
T4 = dPI = 1719,584 m
R = 700 m
( ) ( )

( ) ( )

Jadi,
 T1 = 2113,833 m
 T2 = m
 R = 700 m
 T3 = m
 T4 = 1719,584 m

2. Merencanakan Tikungan
TIKUNGAN O
Direncanakan dengan tikungan Full Circle
Data:
 Klasifikasi jalan rel : Kelas Jalan V
 Jenis Lintasan : Lintas datar
 Sudut Tikungan : 260
 Kecepatan maksimum : 80 km/jam
Penentuan Rmin
- Normal  Rmin = 0,08 . V2
= 0,08 . 802 = 512 m
- Dengan peninggian maksimum  Rmin = 0,054 . V2
= 0,054 . 802 = 345,6 m
- Tanpa peninggian  Rmin = 0,164 . V2
= 0,164 . 802 = 1049,6m

R dipakai adalah 1050 m(tanpa lengkung peralihan)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Menghitung tikungan:
- ( )

( )

- ( )

( )

- ( )

( )

TIKUNGAN P
Direncanakan dengan tikungan Full Circle
Data:
 Klasifikasi jalan rel : Kelas Jalan V
 Jenis Lintasan : Lintas Datar
 Sudut Tikungan : 340
 Kecepatan maksimum : 80 km/jam

Penentuan Rmin
- Normal  Rmin = 0,08 . V2
= 0,08 . 802 = 512 m
- Dengan peninggian maksimum  Rmin = 0,054 . V2
= 0,054 . 802 = 345,6 m
- Tanpa peninggian  Rmin = 0,164 . V2
= 0,164 . 802 = 1049,6m

R dipakai adalah 350 m (dengan lengkung peralihan)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Dipakai peninggian maksimum, yaitu 110 mm.

Menghitung tikungan:
- ( )

( )

- ( )

( )

- ( )

( )

Lengkung peralihan:

( )

Menentukan titik A:
Titik A berada di q/2.

4.2.4 Perhitungan Over Lapping


Tc (tikungan O) + Tc+Lh (tikungan P) < Jarak antara titik Tikungan O-P

242,412m + 107,006 + 88m <3755,424m


437,418m <3755,424m ............ok!!!

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Terdapat jarak antara 2 tikungan tersebut sebesar 3318,006 m, sehingga


tidak terjadi Overlapping.

4.2.5 Perhitungan Stasioning

Tabel 4.2 Perhitungan Stasioning


C TITIK AWAL 0 0

TC1 DCO – TC1 2113,833 – 242,412 1871,421

O STA TC1 + 0.5Lc1 1871,421 + (0,5 x 476,233) 2109,538

CT1 STA O + 0.5Lc1 2109,538 + (0,5 x 476,233) 2347,654

2347,654 + 3755,424 – (242,412+88+


ST2 STA CT1 + DOP- (Tc1+Lh2+Tc2)) 5665,660
107,006))

TC2 STA ST2+ Lh2 5665,660+ 88 5735,660

P STA TC2 + 0.5Lc2 5735,660 + (0,5 x 207,589) 5857,455

CT2 STA P + 0.5Lc2 5857,455 + (0,5 x 207,589) 5961,249

TS2 STA CT2 +Lh2 5961,249 + 88 6049,249

K STA TS2 + DPI - (Lh2+Tc2) 6049,249 + 1719,584 –(88 + 107,006) 7573,827

Setelah sketsa jalan rel yang berbentuk garis lurus diubah dengan diberi
lengkungan untuk keperluan tikungan maka terjadi perubahan data dibeberapa
titik yang berupa perubahan elevasi, yang mana disajikan dalam tabel dibawah
ini.

Tabel 4.3 Stasioning Jalan Rencana


BEDA KEMIRINGAN
TITIK STA JARAK ELEVASI
TINGGI (‰)
C 0 + 000 0 87
1 0 + 100 100 87,198 0,198 1,978
2 0 + 200 100 87,457 0,259 2,594
3 0 + 300 100 87,145 0,312 3,119
4 0 + 400 100 86,316 0,829 8,288
5 0 + 500 100 85,337 0,979 9,792
6 0 + 600 100 85,247 0,091 0,905
7 0 + 700 100 84,108 1,139 11,389
8 0 + 800 100 84,489 0,382 3,816

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

9 0 + 900 100 84,156 0,334 3,336


10 1 + 000 100 83,152 1,003 10,034
11 1 + 100 100 83,100 0,053 0,529
12 1 + 200 100 84,013 0,914 9,137
13 1 + 300 100 83,157 0,856 8,560
14 1 + 400 100 83,470 0,313 3,131
15 1 + 500 100 83,203 0,267 2,673
16 1 + 600 100 83,029 0,174 1,739
17 1 + 700 100 82,102 0,927 9,269
18 1 + 800 100 82,288 0,186 1,857
TC 1 + 871 71 82,301 0,013 0,126
19 1 + 900 29 82,279 0,022 0,219
20 2 + 000 100 82,162 0,116 1,164
21 2 + 100 100 82,153 0,010 0,096
O 2 + 110 10 83,000 0,847 8,475
22 2 + 200 90 82,204 0,796 7,956
23 2 + 300 100 82,295 0,091 0,910
CT 2 + 348 48 82,356 0,061 0,607
24 2 + 400 52 82,437 0,081 0,812
25 2 + 500 100 82,363 0,075 0,746
26 2 + 600 100 82,125 0,238 2,381
27 2 + 700 100 82,079 0,045 0,454
28 2 + 800 100 82,234 0,155 1,549
29 2 + 900 100 83,000 0,766 7,658
30 3 + 000 100 82,325 0,675 6,750
31 3 + 100 100 82,444 0,119 1,189
32 3 + 200 100 82,348 0,096 0,958
33 3 + 300 100 82,030 0,318 3,184
34 3 + 400 100 83,125 1,095 10,948
35 3 + 500 100 83,266 0,142 1,419
36 3 + 600 100 83,417 0,150 1,505
37 3 + 700 100 83,439 0,022 0,220
38 3 + 800 100 83,039 0,400 3,996
39 3 + 900 100 84,457 1,418 14,179
BEDA KEMIRINGAN
TITIK STA JARAK ELEVASI
TINGGI (‰)
40 4 + 000 100 84,457 0,001 0,007
41 4 + 100 100 84,337 0,119 1,191
42 4 + 200 100 84,172 0,165 1,654
43 4 + 300 100 84,007 0,165 1,654
44 4 + 400 100 85,167 1,160 11,604
45 4 + 500 100 86,023 0,856 8,563
46 4 + 600 100 86,166 0,143 1,431
47 4 + 700 100 86,307 0,141 1,408
48 4 + 800 100 87,016 0,709 7,091
49 4 + 900 100 87,209 0,193 1,929

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

50 5 + 000 100 87,312 0,102 1,025


51 5 + 100 100 87,521 0,210 2,097
52 5 + 200 100 88,518 0,997 9,965
53 5 + 300 100 88,453 0,065 0,647
54 5 + 400 100 88,361 0,092 0,924
55 5 + 500 100 88,203 0,158 1,579
56 5 + 600 100 88,022 0,181 1,813
ST 5 + 666 66 89,212 1,191 11,906
57 5 + 700 34 89,336 0,124 1,237
TC 5 + 754 54 89,468 0,132 1,320
58 5 + 800 46 89,270 0,197 1,975
P 5 + 858 58 90,000 0,730 7,295
59 5 + 900 42 90,070 0,070 0,698
CT 5 + 961 61 90,248 0,178 1,779
60 6 + 000 39 90,339 0,092 0,917
TS 6 + 49 49 90,452 0,113 1,128
61 6 + 100 51 90,462 0,010 0,098
62 6 + 200 100 90,430 0,032 0,324
63 6 + 300 100 90,439 0,009 0,090
64 6 + 400 100 90,197 0,242 2,417
65 6 + 500 100 89,043 1,153 11,535
66 6 + 600 100 89,211 0,167 1,673
67 6 + 700 100 89,380 0,169 1,695
68 6 + 800 100 89,060 0,320 3,202
69 6 + 900 100 89,283 0,223 2,225
70 7 + 000 100 89,444 0,161 1,610
71 7 + 100 100 89,436 0,007 0,073
72 7 + 200 100 90,086 0,650 6,501
73 7 + 300 100 91,141 1,055 10,550
74 7 + 400 100 93,144 2,002 20,023
75 7 + 500 100 93,464 0,321 3,207
K 7 + 574 74 93,260 0,205 2,048
TOTAL 31,976 319,756
KEMIRINGAN MEDAN (‰) 3,81
JENIS MEDAN Lintas Datar ( 0 ‰ sampai 10 ‰)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.2 Perencanaan Alinemen Vertikal


4.2.1 Perencanaan Profil
Adapun tujuan dari suatu perencanaan jalan rel adalah membuat jalan
yang ekonomis dan tentunya aman dan nyaman. Sebagaimana kita ketahui,
permukaan tanah tidak selalu datar. Tidak mungkin suatu kendaraan dapat
berjalan pada jalan yang bergelombang, namun untuk membuat suatu jalan yang
datar memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pengguna jalan sebagai pemakai
jalan menginginkan jalan yang dilaluinya aman dan nyaman sedangkan
pemerintah sebagai fasilitator memiliki keterbatasan dana dalam membangun
jalan yang datar. Untuk itu kita sebagai perencana jalan menjadi penengah dari
kedua permasalahan ini, dimana kita harus memikirkan bagaimana jalan yang
dibangun menjadi aman dan nyaman tetapi tetap bernilai ekonomis.

2 3

Gambar 4.11 Gambar Rencana Profil Melintang

4.2.3 Kelandaian
Tabel 4.4 Kelandaian
Kemiringan
Titik STA Jarak Elevasi φ
(%)
C 0 + 000 85,000
0,000
1 1 + 100 1100 85,000 0,074
-0,074
2 2 + 700 2700 83,000 0,074
0,000
3 4 + 200 4200 83,000 0,092
0,092
4 6 500 6500 89,000 0,092
0,000
K 7 + 574 7574 89,000

Dalam desain ini direncanakan dengan 4 lengkung vertikal.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.2.4 Lengkung Cembung


Jari-jari minimum lengkung vertikal yang digunakan adalah 6000 m
karena kecepatan perancangannya adalah 80 km/jam.
 Lengkung 1

Xm
1 Ym

R
R

Gambar 4.12 Lengkung 1


 Lengkung 4
R = 6000 m
V = 80 km/jam
φ = 0,279

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Xm
4 Ym

Gambar 4.13 Lengkung 4

4.2.5 Lengkung Cekung


Jari-jari minimum lengkung vertikal yang digunakan adalah 6000 m
karena kecepatan perancangannya adalah 80 km/jam.
 Lengkung 2
R = 6000 m
V = 80 km/jam
φ = 0,128

R
R

Ym
Xm
2
Gambar 4.14 Lengkung 2
R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)
DESAIN JALAN REL 2011

 Lengkung 3
R = 6000 m
V = 80 km/jam
φ = 0,128

Ym

Xm 3

Gambar 4.15 Lengkung 3

4.3 Perencanaan Konstruksi dan Komponen Jalan Rel


4.3.1 Rel
Berdasarkan Tabel 3.8, pada desain ini digunakan R54.

C=68.5 mm

E=49.4 mm

H=138 mm R=320 mm
D=13.5 mm

F=23.5 mm
B=110 mm

DETAIL REL

Gambar 4.15 Rel tipe R.54

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.3.2 Wesel
tg. α 1:8 1 : 10 1 : 12 1 : 14 1 : 16 1 : 18
Nomor Wesel W8 W10 W12 W14 W16 W18
Kecepatanizin(km/jam) 25 35 45 50 60 70

Berdasarkan Tabel 3.15, maka wesel yang digunakan adalah Nomor


wesel W10, dengan tg.α = 1 : 10, dan kecepatan izin 35 km/jam.
Panjang jarum:
tg.α = 1 : 10
( )
( )

( )
( )

Panjang lidah:
t>B cotg β
t>70 cotg 11.42
t>346.537 mm ≈ 500 mm

Jari-jari lengkung wesel:

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.3.3 Penambat
Pada desain ini digunakan jenis penambat elastic, yaitu jenis penambat
Nabla.

8.0000

45.0000

99.0000
25.0000
30.0000

158.0000

DETAIL PENAMBAT NABLA


Gambar Tidak Skalatis

Gambar 4.16 Detail Penambat Nabla


4.3.4 Balas
Tabel 4.5 Ukuran-ukuran pada lapisan balas
Kelas Jalan Rel
I II III IV V
d1(cm) 30 30 30 25 25
B (cm) 150 150 140 140 135
C (cm) 235 235 225 215 211
K1 (cm) 265-315 265-315 240-270 240-250 240-250
d2 (cm) 15-50 15-50 15-50 15-35 15-35
E (cm) 25 25 22 20 20
K2 (cm) 375 375 325 300 300
Sumber : Jalan Rel, Suryo Hapsoro Tri Utomo

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

C
B

d1
d2
Tanah Dasar
K1
K2

DETAIL BALAS PADA JALAN LURUS


Gambar Tidak Skalatis

4.17 Detail balas pada jalan lurus

C
E B

d1
d2
Tanah Dasar
K1
K2

DETAIL BALAS PADA TIKUNGAN


Gambar Tidak Skalatis

Gambar 4.18 Detail balas pada tikungan


4.3.5 Bantalan
Berdasarkan Tabel 3.8, maka jenis bantalan yang digunakan adalah
bantalan kayu. Ukuran bantalan kayu, dengan toleransinya adalah sebagai
berikut:
Bantalan kayu jalan lurus : Panjang :L = 2000 (+40, -20) mm
Lebar :b = 220 (+20, -10) mm
Tinggi :t = 130 (+10, -0) mm

4.3.6 Sambungan Rel


Karena panjang jalan rencana jalan rel ini melebihi panjang dari rel,
maka harus digunakan sambungan untuk menyambung antar rel. Sambungan
yang digunakan adalah sambungan menumpu (supported joint). Rel yang

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

digunakan adalah rel pendek yang panjang maksimumnya adalah 100 m. Celah
sambungan rel dapat dihitung dengan rumus:
G = L x λ x (40 – t) + 2
Dengan : G = besarnya celah sambungan rel (mm)
L = panjang rel (mm)
λ = koefisien muai panjang rel (1,2 x 10-5)
t = suhu pemasangan rel (0C), lihat Tabel 3.12
Dengan batasan maksimum besar celah sambungan 16 mm.
G = 100000 x 1,2 x 10-5 x (40 – 20) + 2
G = 26 mm
Berarti, celah sambungan relnya adalah 26 mm. Pelat penyambung yang
digunakan adalah 20 mm, diameter lubang mur baut 24 mm, dan tinggi pelat
disesuikan dengan dimensi masing-masing rel.

DETAIL SAMBUNGAN REL

Gambar Tidak Skalatis

Gambar 4.19 Detail sambungan rel


4.3.7 Drainase
Diperkirakan daerah tangkapan hujan adalah 1000 m dari as jalan
rencana, dengan diskripsi lahan adalah hutan berbukit.
Diketahui :I = intensitas hujan = 1000 mm/tahun = 0,115 mm/jam
C = koefisien aliran = 0,30 (berdasarkan Tabel 4.6)
A = luas daerah tangkapan hujan = 290,56 ha (diperoleh dari
perhitungan AutoCAD)
n = koefisien kekasaran = 0,03 (berdasarkan Tabel 4.7)
S = kemiringan saluran = 3,5x10-4

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Tabel 4.6 Koefisien aliran


Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C
Perkerasan
Aspal dan beton 0,70 – 0,95
Batu bata, paving 0,50 – 0,70
Atap 0,75 – 0,95
Halaman, tanah berpasir
Datar 2% 0,05 – 0,10
Rata-rata, 2-7% 0,10 – 0,15
Curam, 7% 0 15 – 0,20
Halaman, tanah berat
Datar 2% 0,13 – 0,17
Rata-rata, 2-7% 0,18 – 0,22
Curam, 7% 0 25 – 0,35
Halaman kereta api 0,10 – 0,35
Taman tempat bermain 0,20 - 0,35
Taman, perkuburan 0,10 – 0,25
Hutan
Datar, 0-5% 0,10 – 0,40
Bergelombang, 5-10% 0,25 – 0,50
Berbukit, 10-30% 0,30 – 0,60
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Suripin

Tabel 4.7 Koefisien kekasaran saluran


Bahan saluran Permukaan saluran Koefisien kekasaran
Tanah 0,02 – 0,025
Tidak
Pasir dan kerikil 0,025 – 0,04
diperkuat
Cadas 0,025 – 0,035
Plesteran semen 0,01 – 0,013
Cor di tempat
Beton 0,013 – 0,018
Pipa beton bertulang 0,01 – 0,014
Pra-cetak
Pipa gelombang 0,016 -0,025
Sumber : PD 10

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

- Menghitung debit aliran


Q = 0,002778 . C . I . A
Q = 0,002778 . 0,3 . 0,115 . 371,89
Q = 0,036 m3/detik

- Menghitung dimensi saluran


Diasumsikan saluran berbentuk persegi dengan b=h
A = b.h = b2
P = 2b + h =3b
R = A/P = b2/3b = b/3

( ) ( )

≈ b = 0,5 m

(tinggi jagaan diambil 30 % dari kedalaman aliran)

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.3.8 Daya dukung Tanah Dasar


4.3.9 Data CBR
5,4 % 2,0 % 2,6 % 3,7 % 4,2 % 7,7 % 8,1 % 4,9 %
4,0 % 2,2 % 4,7 % 6,1 % 5,0 % 4,4 % 7,2 % 8,6 %
3,9 % 4,3 % 5,7 % 3,9 % 4,7 % 3,6 % 4,1 % 7,1 %

Tabel 4.8 Nilai R untuk Perhitungan


CBR Segmen
Jumlah titik pengamatan Nilai R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya,
Silvia Sukirman

Digunakan tanah dasar 30 cm.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

4.2 Perencanaan Stasiun


Stasiun direncanakan dengan layout sebagai berikut:

stasiun
peron

peron

Gambar 4.17layout Stasiun

Untuk merencanakan stasiun diperlukan data panjang kereta terpanjang yang


akan dilayani pada stasiun. Panjang kereta terpanjang dihitung berdasarkan :

 Panjang gerbong : 20 m.
 Jumlah gerbong pada kereta terpanjang : 12 gerbong.
 Panjang lokomotif : 19 m.

Diasumsikan kereta hanya memakai satu lokomotif.

Sehingga panjang kereta dapat dihitung sebagai berikut :

( )

( )

Perhitungan panjang jalan rel pada stasiun

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari perencanaan jalan rel di atas adalah:
a. Jalan yang direncanakan pada desain ini dimulai dari titik C dan berakhir di titik
K.
b. Terdapat 2 tikungan horizontal, yaitu:
 Tikungan C, tipe FC, STA 0+000
 Tikungan K, tipe FC, STA 7+574
c. Terdapat 3 lengkung vertikal:
 Lengkung cembung : Lengkung 1 dan 3
 Lengkung cekung : Lengkung 2
d. Konstruksi jalan rel
 Rel : R42
 Wesel : W10
 Penambat : Nabla
 Balas : Tabel 4.5
 Bantalan : kayu

5.2 Saran
Untuk membangun suatu jalan rel diperlukan ketelitian yang lebih cermat dalam
menentukan trase jalan, karena akan berpengaruh terhadap kontruksi rel tersebut.
Kecerobohan dalam menentukan trase dapat berakibat perencanaan yang dibuat
akan menelan dana yang besar sehingga tidak ekonomis.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Hedi, dkk. 2000. Pengantar Rekayasa Jalan Rel. Bandung: Penerbit ITB.
Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Penerbit
Nova.
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Utomo, Suryo Hapsoro Tri. Jalan Rel. Yogyakarta: Beta Offset.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

Analitis Grafis
2,764 2,45
3,113 3,6
3,48 3,8
Dari data diatas diperoleh

( )

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

( )

Lc > 25 m ... ok!

( )

( )

( )

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

( ) ( )

( )

( ) ( )

( )

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

From Wikipedia, the free encyclopedia

Stasiun kereta api adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api. Selain stasiun, pada masa lalu dikenal juga
dengan halte kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api.
Untuk daerah/kota yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan
sebagai halte kereta.

Fasilitas di stasiun kereta api


Fasilitas stasiun kereta api umumnya terdiri atas:

 Pelataran parkir di muka stasiun


 Tempat penjualan tiket, dan loket informasi
 Peron atau ruang tunggu

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)


DESAIN JALAN REL 2011

 Ruang kepala stasiun, dan


 Ruang PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya, seperti
sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon, telegraf, dan lain sebagainya.

Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih banyak daripada stasiun kecil
untuk menunjang kenyamanan penumpang maupun calon penumpang kereta api, seperti
ruang tunggu (VIP ber AC), restoran, toilet, mushola, area parkir, sarana keamanan
(polisi khusus kereta api), sarana komunikasi, dipo lokomotif, dan sarana pengisian
bahan bakar. Pada papan nama stasiun yang dibangun pada zaman Belanda, umumnya
dilengkapi dengan ukuran ketinggian rata-rata wilayah itu dari permukaan laut,
misalnya Stasiun Bandung di bawahnya ada tulisan plus-minus 709 meter.

Jalur rel
Pada umumnya, stasiun kecil memiliki tiga jalur relkereta api yang menyatu pada
ujung-ujungnya. Penyatuan jalur-jalur tersebut diatur dengan alat pemindah jalur yang
dikendalikan dari ruang PPKA. Selain sebagai tempat pemberhentian kereta api, stasiun
juga berfungsi bila terjadi persimpangan antar kereta api sementara jalur lainnya
digunakan untuk keperluan cadangan dan langsir. Pada stasiun besar, umumnya
memiliki lebih dari 4 jalur yang juga berguna untuk keperluan langsir. Pada halte
umumnya tidak diberi jalur tambahan serta percabangan. Pada masa lalu, setiap stasiun
memiliki pompa dan tangki air serta jembatan putar yang dibutuhkan pada masa kereta
api masih ditarik oleh lokomotif uap.

R.PUTRA KURNIAWAN (0707112331)

Anda mungkin juga menyukai