Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang
amat penting di Indonesia. Puskesmas merupakan unit yang strategis
dalam mendukung terwujudnya perubahan status kesehatan
masyarakat menuju peningkatan derajat kesehatan yang optimal.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal tentu diperlukan
upaya pembangunan sistem pelayanan kesehatan dasar yang mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pelayanan kesehatan bermutu yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan atau pasien menjadi strategi utama bagi
organisasi kesehatan di Indonesia, agar tetap eksis ditengah
persaingan global yang semakin kuat. Salah satu strategi yang paling
tepat dalam mengantisipasi adanya persaingan terbuka melalui
pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada proses pelayanan
bermutu, dan hasil pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
keinginan pelanggan atau pasien. Dimensi mutu tersebut menyangkut
mutu bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, maupun
penyelenggara pelayanan kesehatan.
Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas
pelayanan. Dan banyaknya pengunjung pasien ke Puskesmas tidak
lepas dari kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kepuasan
pelanggan yang diperoleh berdasar pengalaman sebelumnya.
Penilaian keberhasilan puskesmas dapat dilakukan oleh internal
organisasi puskesmas yaitu berupa penilaian kinerja puskesmas
mencakup manajemen sumber daya tenaga, alat obat, keuangan, dan
sistem informasi manajemen puskesmas.
Untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan kinerja
dan penerapan manajemen resiko dilaksanakan secara
berkesinambungan, maka perlu dilaksanakan penilaian oleh pihak
eksternal dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan
melalui mekanisme akreditasi.

B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman bagi kepala puskesmas, penanggung
jawab dan pelaksana pelayanan, dalam melakukan pelayanan
dipuskesmas,sehingga pelayanan dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana serta memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat, untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar,
menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat diwilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok dan membina peran serta masyarakat.
Pengertian dari pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh dan
terpadu disini, adalah upaya pengobatan penyakit (kuratif), Upaya
pencegahan (Preventif), Upaya peningkatan kesehatan (Promotif),
dan Upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang ditujukan kepada
semua penduduk.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
puskesmas yaitu :
1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat diwilayah
kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya dalam
rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya.
Sedangkan unit pelaksana teknis fungsional puskesmas dibagi
menjadi :
1. Upaya Kesehatan masyarakat
2. Upaya kesehatan perorangan

Dengan jaringan pelayanan puskesmas adalah :


1. Puskesmas pembantu
2. Puskesmas Keliling
3. Posbindu

D. Batasan Operasional Pelayanan Unit Kerja


Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui
puskesmas, yakni terwujudnya menuju indonesia sehat, puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
perorangan dan keluarga. sedangkan pelayanan kesehatan
masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
Batasan operasional untuk pelayanan kesehatan perorangan
meliputi :
1. Pendaftaran pasien
Pendaftaran pasien adalah pelayanan rutin untuk
menertibkan urutan pelayanan dan memudahkan mendapatkan
informasi rekam medis bagi seluruh fasilitas pelayanan yang
tersedia dipuskesmas. Yang dimulai dari persiapan, kedatangan
pasien, sampai dengan pengiriman kartu rekam medis kemasing –
masing unit pemeriksaan, kemudian mengembalikan lagi kartu
rekam medis ke dalam tempat semula.
2. Pelayanan Klinis
Pelayanan klinis adalah pelayanan perorangan yang
dilakukan untuk pasien dengan melibatkan seluruh tim kesehatan
sesuai dengan masalah kesehatan pasien. Kegiatan pelayana
klinis dimulai dari anamnesa sampai dengan tindakan dan atau
pengobatan yang sesuai dengan diagnosanya.
Pelayanan klinis meliputi :
a. Pelayanan Umum
b. Pelayanan Gigi
c. Pelayanan KIA
d. Pelayanan Mtbs
e. Pelayanan KB

3. Pelayanan laboratorium
Pelayanan laboratorium adalah salah satu pelayanan
penunjang yang dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa
suatu penyakit. Kegiatan pelayanan laboratorium dilaksanakan
dimulai dari permintaan pemeriksaan sampai diperoleh hasil
laboratorium. Permintaan pemeriksaan berasal dari rujukan
internal maupun eksternal.
Jenis – jenis pemeriksaan Lab terdiridari :
a. Pemeriksaan darah rutin.
b. Pemeriksaan urine rutin.
c. Pemeriksaan Kimia Darah.

4. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya
(SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi, dan perbekalan
kesehatan serta adminsitrasi) dan pelayanan farmasi klinis
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi
obat, dan pencatatan atau penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga,dana, prasarana, sarana, dan metode tata
laksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan diluar gedung berupa pendekatan promotif,
preventif.

Kegiatan upaya meliputi :


1. Upaya KIA
Upaya KIA adalah upaya dibidang kesehatan yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak pra
sekolah.
Upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga
kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

2. Upaya P2P
Pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan
tidak menular yaitu upaya pelayanan kesehatan puskesmas
untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit
menular/infeksi. Untuk melindungi masyarakat dari
tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat
dan atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak
sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.
Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah malaria, DBD dengue, diare, Polio, FilariIa, Kusta,
TBC, HIV / AIDS, Pnemonia, dan penyakit – penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi
adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, Diabetes
melitus, Kanker.
3. Upaya Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan yaitu upaya pelayanan
kesehatan lingkungan puskesmas untuk meningkatkan
kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi
dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat
umumtermasuk pengendalian pencemaran lingkungan
dengan peningkatan peran serta masyarakat. Untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,
kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi – tingginya.

4. Upaya Promkes
Promkes adalah salah satu program puskesmas yang
berfokus pada pelayanan preventif dan promotif kepada
masyarakat. kegiatannya meliputi penyuluhan kesehatan
dan pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Diantara kegiatannya juga meliputi pembinaan desa siaga
kesehatan, kerjasama lintas sektor dan upaya dalam
merumuskan kebijakan bersama dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

5. Upaya Perbaikan Gizi


Upaya perbaikan gizi masyarakat adalah salah satu
upaya pokok puskesmas yaitu kegiata yang meliputi
peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan kurang energi
protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium
(GAKY), kurang Vit A,keadaan zat gizi lebih, peningkatan
surveilans gizi, dan pemberdayaan usaha perbaikan Gizi
keluarga atau masyarakat.
Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk
peningkatan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat.Kegiatan upaya dilaksanakan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

E. Landasan Hukum
1. Undang – undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
3. Permenkes No 46 tahun 2015 tentang Akreditasi FKTP
4. Permenkes No 44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia kesehatan merupakan tatanan yang
menghimpun berbagai upaya perencanaan,pendidikan, dan pelatihan
serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi – tingginya. yang dimaksud dengan kualifikasi SDM, sama
halnya dengan job spesifikasi yaitu minimal golongan/jabatan, masa
kerja minimal, pengalaman kerja,nilai kinerja, dan standar kompetensi.
Secara umum kebijakan tentang tenaga kesehatan, khususnya
yang berkaitan dengan kualitas atau mutu, antara lain dapat dilihat
pada peraturan pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan , dalam PP ini antara lain dinyatakan :
1. Tenaga Kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan
dibidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga
pendidikan (pasal 3)
2. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi tenaga kesehatan
(pasal 21)

Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh sistem dan tenaga


pelayanan. Ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi kendala
dalam hal jumlah, sebaran, mutu dan kualifikasi SDM.

Untuk Puskesmas Muara Wahau II, kualifikasi SDM sudah sesuai,


walaupun masih ada beberapa tenaga yang belum melanjutkan
kejenjang yang diharapkan. Namun masih terus diupayakan agar
semua tenaga mencapai kualitas seperti yang diharapkan.
B. Distribusi Ketenagaan Puskesmas Pemurus Dalam

Puskesmas
No Jenis Tenaga
Yang ada Kurang
1 Dokter Umum 2 1
2 Dokter Gigi 1 -
3 Apoteker 0 1
4 Perawat 18 -
5 Perawat gigi 0 -
6 Bidan 18 -
7 Asisten Apoteker 1 -
8 Sanitarian 1 -
9 Nutrisionis 1 -
10 Labkes 2 -
11 Ka.Sub Bag. TU 1 -
12 Staf Administrasi 3 -
13 Cleaning Service 4 -
14 Security 1 1
15 Sopir 1 -

C. Jadual Kegiatan UPT Puskesmas Muara Wahau II

No Jenis Pelayanan Waktu Keterangan


1 Pelayana Umum dan 08.00 – 12.00
Pelayanan Tindakan WITA
2 Pelayanan Gigi 08.00 – 12.00 Jadual
WITA pelayanan rawat
3 Pelayanan KIA / KB 08.00 – 12.00 jalan khusus
WITA hari jum`at
4 Pelayanan Konsultasi (Gizi, 08.00 – 12.00 sampai jam
Kesling,Lansia,dsb) WITA 11.00 wita dan
5 Pelayanan Laboratorium 08.00 – 12.00 hari sabtu
WITA sampai jam
6 Pelayanan Obat 08.00 – 12.00 12.30 wita.
WITA
7 Pelayanan persalinan, UGD 24 Jam
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Gedung dan Ruang

B. Standar Fasilitas
Surat Keputusan Menkes Nomor 128/2008 tentang kebijakan
dasar pusat kesehatan masyarakat, menyatakan bahwa puskesmas
adalah unit pelaksana teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
disuatu wilayah kerja. Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Terlihat bahwa puskesmas dan jaringannya
merupakan ujung tombak dinas kesehatan dalam upaya mewujudkan
target . Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni :
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan komitmen nasional , regional, dan global
serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada diwilayah
Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah :
a. Upaya Promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya KIA / KB
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang
ditemukan dimasyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih
dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada,
yakni :
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan olahraga
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan kerja
e. Upaya kesehatan gigi dan mulut
f. Upaya kesehatan jiwa
g. Upaya kesehatan Mata
h. Upaya kesehatan usia lanjut
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
3. Upaya laboratorium medis dan upaya pencatatan dan pelaporan
merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan
pengembangan UPT Puskesmas Muara Wahau II
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Tata laksana pelayanan di UPT Puskesmas Muara Wahau II di awali di


loket pendaftaran, dimana pasien mengambil Nomor Urut Pendaftaran.

- Bagi pasien lama (pasien yang sudah pernah berobat ke puskesmas)


pendaftaran dilakukan dengan menunjukkan kartu berobat UPT
Puskesmas Muara Wahau II.
- Bagi pasien baru (pasien yang belum pernah berobat kepuskesmas)
pendaftaran dilakukan dengan menunjukkkan Kartu BPJS atau Copy
KTP/Kartu keluarga.
- Bagi pasien dengan kasus kegawat daruratan langsung dibawa ke
UGD untuk mendapatkan penanganan. Salah satu keluarga atau
yang mengantarkan pasien dapat mengurus pendaftaran.
- Bagi pasien BPJS harus menunjukkan kartu BPJS sebagai bukti
kepesertaan.
Petugas pendaftaran mengambil rekam medis berdasarkan
identitas pasien. Bagi pasien umum (tidak memiliki kartu BPJS dan dari
luar wilayah ) setelah mendapatkan rekam medis pasien diminta untuk
membayar retribusi. Kemudian pasien diminta menunggu di depan ruang
pelayanan yang dituju (R Umum, Gigi, Anak, KIA, Labkes,dsb).
Pemeriksaan kesehatan pasien dilakukan di unit pelayanan masing–
masing.
- Bila dari pemeriksaan awal diperlukan pemeriksaan penunjang
diagnostik, maka pasien diberikan rujukan internal ke Labkes Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang, pasien kembali ke unit pelayanan
sebelumnya untuk mendapatkan resep sesuai dengan diagnostik
penyakitnya.
- Bila diperlukan konsultasi ke unit pelayanan terkait, maka pasien
diberikan rujukan internal ke unit pelayanan terkait (misal pasien dari
poli gigi dengan hipertensi, maka dikonsultasikan ke Poli Umum).
- Bila dari pemeriksaan awal diperlukan untuk pemeriksaan lanjutan ke
rumah sakit, maka pasien diberikan rujukan eksternal kerumah sakit
yang dituju.
- Bila pasien tidak mendapatkan rujukan internal maupun eksternal,
maka pasien mendapatkan resep untuk mengambil obat di ruang
obat.
BAB V
LOGISTIK

Manajemen Logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan seni


serta proses mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat
kesehatan. Tujuan dari manajemen logistik adalah tersediannya bahan
setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas yang
dibutuhkan secara efisien. Dengan demikian manajemen logistic dapat
dipahami sebagai proses penggerakkan dan pemberdayaan semua
sumber daya yang dimiliki dan atau potensial untuk dimanfaatkan, untuk
operasional, secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk menilai
apakah pengelolaan logistic sudah memadai adalah dengan menilai
apakah sering terjadi keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan
tidak tersedia, berapa kali frekuensinya, berapa banyak persediaan yang
menganggur (idle stock) dan berapa lama hal itu terjadi. Berapa banyak
bahan yang kadaluarsa atau rusak atau tidak dipakai lagi.
Manajemen logistic sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan – kegiatan:
A. Perencanaan Kebutuhan
Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung
berapa besar kebutuhan bahan logistik yang diperlukan untuk periode
waktu tertentu, biasanya untuk satu tahun. Ada dua cara pendekatan
yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat, yaitu:
1. Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah nyata
dipergunakan dalam periode waktu yang lalu:
a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b. Jumlah pembelian pada periode waktu
c. Jumlah bahan logistic yang terpakai selama periode
d. Membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistic,
misalnya frekuensi barang yang diminta *habis* atau tidak
ada persediaan , jumlah barang yang menumpuk, serta
penyebab terjadinya keadaan tersebut.
2. Dengan melihat program kerja yang akan datang:
a. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang
pelaksana kegiatan pada periode waktu yang akan datang,
yang berorientasi kepada program pelayanan, pola penyakit,
target kinerja pelayanan
b. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi
bahan, ataupun kebijakan dalam pengadaan. (untuk obat
misalnya ada Formularium, untuk pengadaan diPuskesmas)
c. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan
persediaan awal, baik meliputi jenis, jumlah maupun
spesifikasi logistik
d. Memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan
barang.

B. Penggangguran
Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan diatas dengan
harga satuan (dapat berdasarkan harga pembeli waktu yang lalu
atau menurut informasi yang terbaru), sehingga akan diketahui
kebutuhan anggaran untuk pengadaan bahan logistic tersebut.

C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang
dilakukan untuk mengadakan bahan logistik yang telah
direncanakan, baik melalui prosedur :
1. Pembelian
2. Produksi sendiri, maupun dengan
3. Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat
Untuk pengadaan obat di Puskesmas dilakukan oleh Gudang
Farmasi Dinas Kesehatan berdasarkan usulan kebutuhan obat dari
Puskesmas.
D. Penyimpanan
Fungsi penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi
penerimaan barang, yang sebenarnya juga mempunyai peran
strategi. Secara garis besar yang harus dicek kebenaraanya adalah:
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta
waktu penyerahan barang terhadap surat pesan (SP), surat
perintah kerja (SPK) atau purchase order (PO).
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan,
bau, Noda dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas
bahan.
3. Kesesuaian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu
SP/PO

Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita


acara penerimaan (BAP) barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan
barang/bahan logistic ada beberapa jenis barang logistik, yang
biasanya tidak langsung disimpan digudang, akan tetapi diterimakan
langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa mekanisme
ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check
(saling uji secara otomatis) yang memadai, yang ditetapkan oleh
yang berwenang (Pimpinan).
Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran
distribusi. Beberapa keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini
adalah:
1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktual, karena sering
terjadi kesulitan memperkirakan kebutuhan secara akurat
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan
harga bahan
4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap dipakai
5. Untuk mempercepat pendistribusian
Ada beberapa teori tentang pengendalian persediaan logistik,
namun dalam penerapannya harus hati-hati . misalnya saja untuk
menerapkan teori pengendalian persediaan ada beberapa syarat,
antara lain :
1. Kebutuhan bahan dapat diperkirakan dan dihitung dengan pasti.
2. Kesinambungan pemasok dapat dijamin
3. Sistem informasi logistic yang terintegrasi dalam sistem informasi
manajemen, memadai
4. Pengawasan internal (internal auditor) berjalan dengan baik dan
konsekuen
5. Membudayakan pelaksanaan kerja yang tertib dan sehat
6. Reward dan punishment sistem yang konsisten dan konsekuen
7. Tersedia gudang dan pengelolaan yang memadai
8. Anggaran yang cukup.
Metode yang sering digunakan dalam pengendalian
persediaan di Puskesmas adalah dengan memperhatikan sifat
barang/obat, apakah termasuk barang vital, essensial atau Normal
(VEN system), digabungkan dengan apakah barang tersebut
termasuk fast atau slow moving kombinasi kedua metode ini selama
periode tertentu kemudian dihitung kebutuhan atau penggunaannya
akan diketahui rata-rata penggunaanya perbulan, dan juga fluktasi
permintaannya. Dari perhitungan itu secara empiris, dapat ditentukan
berapa besar jumlah :
1. Persediaan minimal/jenis barang per bulan
2. Persediaan maksimal/jenis barang per bulan
3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)
Untuk menghitung ini, yang perlu diperhatikan adalah berapa
lama (durasi) waktu penyediaan sejak pesanan diterima
rekanan/supplier sampai barang diterima oleh Puskesmas (ini
disebut Lead Time) dan berapa kebutuhan barang selama periode
tersebut.
Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first
out). Khusus di puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai
first expired first out (FEFO), manan yang mempunyai masa
kadaluarsa pendek/singkat harus dikeluarkan terlebih dahulu, tidak
tergantung kapan diterimanya digudang.

E. Pendistribusian
Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara
tidak langsung akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan
penyediaan oleh karena itu harus ditetapkan prosedur yang baku
pendistribusian bahan logistik, meliputi:
1. Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab mengenai
kebenaran dan kewajaran permintaan bahan, baik mengenai
jumlah, spesifikasi maupun penyerahannya. Hal ini sangat
penting agar tidak terjadi pemborosan atau pengeluaran yang
tidak perlu.
2. Siapa yang berwenang dan bertanggung jawab menyetujui
permintaan dan pengeluaran barang dari gudang.
F. Penghapusan
Penghapusan adalah proses penghapusan tanggung jawab
bendahara barang atas bahan atau barang tertentu sekaligus
mengeluarkan dari catatan/pembukuan yang berlaku, penghapusan
barang diperlukan karena :
1. Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2. Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis
untuk didaur ulang
3. Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expired date)
4. Bahan/barang hilang karena pencurian atau sebab lain

Penghapusan barang dapat dilakukan dengan :


1. Pemusnahan, yaitu dibakar atau dipendam/ditanam
2. Dijual/dilelang untuk instansi pemerintah, hasil penjualan dari
pelelangan harus disetor ke kas Negara.
Setelah penghapusan dilaksanakan, maka dibuat berita acara
pengahapusan, yang tembusnya dikirim ke Dinas Kesehatan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi yang


meminimalkan tindakan yang tidak aman dalam system pelayanan
kesehatan sebisa mungkin melalui praktik yang terbaik untuk luaran klinis
yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003).
Keselamatan pasien menghindarkan pasien dari cedera/cedera potensial
dalam pelayanan yang bertujuan untuk membantu pasien.
Tujuan Patient Safety terciptanya budaya keselamatan pasien di
Puskesmas, meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) puskesmas
terhadap pasien dan
Masyarakat, menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) di
Puskesmas, terlaksananya program – program pencegahan, sehingga
tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).

Sistem Patient Safety :

 Assessment resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien
 Pelaporan dan analisa insiden
 Kemampuan belajar dari insiden yang tindak lanjutnya
 Implementeasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko

Solusi : mencegah terjadinya CEDERA akibat kesalahan suatu


tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan

Adverse Event /KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) :


Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tindak
bertindak (omission) ketimbang dari pada “underlying desscase” atau
kondisi pasien (KPP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah (unprevetable
adverse event) yaitu suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat
dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir.

Near miss/KNC (Kejadian Nyaris Cedera) :


Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien tetapi cedera serius tidak
terjadi karena keberuntungan*), karena pencegahan**), atau karena
peringanan***).
Misal:
*) Pasien menerima obat yang sebenarnya kontra indikasi tetapi tidak
timbul ereksi .
**) Obat dengan lethal overdosis akan diberikan tetapi diketahui staf lain
dan membatalkannya sebelum obat dikonsumsi pasien.
***) Obat dengan lethal overdosis diberikan tetapi diketahui secara dini
dan diberikan antidotumnya

Tujuh standar keselamatan Pasien :

1. Hak pasien: pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat


informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan KTD,
2. Mendidik pasien dan keluarga : Puskesmas harus mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien,
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan: Puskesmas
menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan,
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien: Puskesmas
harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien,
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien:
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi melalui penerapan tujuh
langkah menuju KPRS. Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan pasien dan
program menekan atau mengurangi KTD. Pimpinan mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien. Pimpinan mengalikasikan sumber daya yang ada kuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja Puskesmas serta
meningkatkan keselamatan pasien, pimpinan mengukur dan
mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
Puskesmas dan keselamatan pasien,
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Puskesmas memiliki
,proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan untuk meningkatkan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf yang untuk mencapai
keselamatan pasien: Puskesmas merencanakan dan mendesain
proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal dan eksternal. Transmisi data dan
informasi harus tepat waktu dan akurat

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien :

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: Ciptakan


kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil,
2. Pimpin dan dukung staf anda: bangun komitmen dan fokus
yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien,
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko: kembangkan sistem dan
proses pengelolaan serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang
potensial bermasalah,
4. Kembangkan sistem pelaporan: Pastikan staf agar mudah dapat
melaporakan kejadian/insiden, serta Puskesmas mengatur pelaporan
kepada KKPRS,
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien: Kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien,
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:
Dorong staf untuk melakukan analisis pakar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
7. Cegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien:
gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan sistem pelayanan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,


pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus dilaksanakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang.
Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa
Puskesmas termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat
Menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para
pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit – penyakitinfeksi
juga ada potensi bahaya – bahayalain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di Puskesmas, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan, yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-
sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya,
gangguan psikososial dan ergonomic. Semua potensi bahaya tersebut di
atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
diPuskesmas, para pasien maupun pengunjung yang ada dilingkungan
Puskesmas.
Dalam pekerjaan sehari – hari petugas kesehatan selalu
dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius,
reagensia yang toksis, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan.
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam Puskesmas atau instansi
kesehatan dapat digolongkan dalam:
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar
atau meledak(obat-obatan);
2. Bahan beracun, korosif, dan kaustik;
3. Bahaya radiasi;
4. Luka bakar;
5. Syok akibat aliran listrik;
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah pada benda tajam;
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya
bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,
antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja diPuskesmas atau instansi
kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh
karena itu K3 Puskesmas perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 Puskesmas lebih efektif, efisien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di Puskesmas, baik bagi
pengelola maupun karyawan Puskesmas.
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan
sebelumnya, dengan mmpergunakan bantuan orang lain. Hal initersebut
diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan
(malpraktek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja. Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
laboratorium seperti proses manajemen umumnya adalah penerapan
berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan
dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan,
dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai,
menganalisa data, fakta dan

Informasi, merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi


berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian
penempatan staf, pendanaan serta implementasi program. Fungsi terakhir
ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil
kegiatan serta pengendalian.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu


merupakan suatu system kegiatan teknis yang bersifat rutin yang
dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk atau jasa yang
diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan
kesehatan diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya
sehingga memuasakan masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu
pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui berbagai model
manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat
digunakan adalah model

PDCA (Plan Do Check, Action) yang akan menghasilkan


pengembangan berkelanjutan (contimous improvement) atau kaizen mutu
pelayanan kesehatan.

Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep “trilogy” mutu dan


mengidentifikasi dalam tiga kegiatan:

1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya,


meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses
untuk suatu produksi,
2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi
perbedaan antara kinerja aktual dan tujuan,
3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk
melaksanakan peningkatan mutu.

Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah – langkahyang


semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu.
Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat
yang tepat oleh mereka yang bertanggung jawab melalui langkah-langkah
sebagai berikut :
Langkah 1 :
Mengidentifikasi, memilih, dan mendefinisikan masalah, kenali hal-
hal yang berpotensi masalah dan kaji situasi dimana staf mungkin dapat
memperbaikinya.Tentukan kriteria untuk memilih masalah yang paling
penting. Definisakan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya,
bagaimana staf mengetahui bahwa masalah sudah terpecahkan, dengan
cara menentukan kriteria keberhasilan pemecahan masalah.

Langkah 2 :
Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek.
Tentukan dimana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya
masalah.

Langkah 3 :
Temukan sebab masalah yang pokok.Tentukan factor-faktor yang
menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan masalah. Gunakan
metode untuk mengetes hipotesis tentang sebab-sebab yangmungkin
menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan data untuk mengetes
hipotesis dan untuk menentukan factor penyebab yang paling dominan.

Langkah 4 :
Identifikasi semua solusi yang mungkin. Berfikirlah secara kreatif
untuk menangani sebab-sebab masalah yang mungkin dapat diatasi.

Langkah 5 :

Pilih solusi yang dapat dilaksanakan. Analisis cara-cara


pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari aspek kriteria
keberhasilan memecahkan masalah, biaya yangdiperlukan, kemungkinan
solusi dapat dilaksanaakannya, atau kriteria lainnya.

Langkah 6 :
Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas denganPDCA
Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektf, yaitu:
a. Merencanakan (PLAN) : Sebelumdilaksanakan solusi, perlu
ditentukan tujuan dan apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus
memutuskan “ siapa, apa, dimana, dan bagaiamana” solusi akan
dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan penjelasan tentang
berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya
penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Di sini harus sudah
diputuskan tentang data yang harus sudah dikumpulkan untuk
memantau keberhasilan pelaksanaan solusi masalah.
b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan
pelatihan, termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk
memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat
kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi. Amati bagaimana
solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan tentang segala sesuatu
yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap masalah atau
kesalahan yang muncul dalam proses ini harus diartikan sebagai
kesempatan untuk membuat perbaikan.
c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan
pelajaran apa yang diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
d. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis sesuai
denganpelajaran yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil :
“Lanjutkan proses solusi, atau hentikan, atau ulang kembali tindakan
dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi”.
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan kesehatan bermutu berorientasi pada kepuasan


pelanggan atau pasien. Dimensi mutu tersebut menyangkut mutu bagi
pemakai jasa pelayanan kesehatan, maupun penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
Kepuasan pasien merupakan salah satu indicator kualitas
pelayanan. Dan banyaknya kunjungan pasien ke Puskesmas tidak lepas
dari kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
Kualitas pelayanan public sangat ditentukan oleh system dan
tenaga pelayanan. Namun ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi
kendala dalam hal
Jumlah, sebaran, mutu dan kualifikasi, system pengembangan
karir, dan kesejahteraan tenaga pelaksana pelayanan. Permasalahan
yang muncul menimbulkan resepsi rendahnya kualitas pelayanan, yang
berawal dari kesenjangan antara aturan dan standar yang ada dengan
pelaksanaan pelayanan yang tidak bisa menyesuaikan.
Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu, manajemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan
dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Pedoman ini menyampaikan hasil kajian ketenagaan sarana dan
pengendalian mutu pelayanan puskesmas, agar puskesmas dapat
menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, kinerja
pelayanan proses pelayanan maupun sumberdaya yang digunakan
PEDOMAN PELAYANAN UNIT KERJA
TAHUN 2019

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR


DINAS KESEHATAN

UPT PUSKESMAS MUARA WAHAU II


Jl. Raya Wahau - Kongbeng Kec. Muara Wahau 75655

Telp (0549) 2031404, EMail:pusk.muarawahau2@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai