Anda di halaman 1dari 13

KINERJA PEGAWAI DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KECAMATAN

MARORE KABUPATEN SANGIHE

JENJUAIN MAHALING
110813138

ABSTARK

Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Fungsi utama
pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat. dalam rangka meningkatkan koordinasi
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Penjelasan
undang-undang tersebut selaras dengan tuntutan rakyat yang menghendaki suatu
penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan beiwibawa serta berwawasan pelayanan kepada
masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya masih terdapat kantor kecamatan yang kurang
memperhatikan bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal ini dapat
dilihat pada karakter birokrasi perangkat kecamatan yang belum sesuai harapan di wilayahnya.
Sejalan dengan otonomi luas, nyata dan bertanggunug jawab dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah sebagai mana di sebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sabagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah menitik beratkan peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Kinerja merupakan terjemahan dari performance, yang diartikan sebagai perbuatan,
pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan berdaya guna. " performance is
defined as the record of outcomes produced on a spesifrc job function or activity during a spec f
c time period ". arti kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcomes yang dihasilkan
dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu" (Bemadlan, fl-ton dan Jolje E.A
Russel, dikutip oleh Sedamaryanti,2001:4). Sedangkan kinerja (performace) dalam arti yang
sederhana adalah prestasi kerja (Sadu Wasistiono,2002:45). Hal ini menunjukan bahwa kinerja
merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Kinerja aparat kantor kecamatan yang cukup tinggi diharapkan dapat mewujudkan suatu
efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan sebagai bentuk kesiapan aparat
kantor kecamatan dalam menghadapi perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kata Kunci : Kinerja, Pegawai, Pelayanan Publik
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Fungsi utama
pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat. dalam rangka meningkatkan koordinasi
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat
Penjelasan undang-undang tersebut selaras dengan tuntutan rakyat yang menghendaki suatu
penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan beiwibawa serta berwawasan pelayanan kepada
masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya masih terdapat kantor kecamatan yang kurang
memperhatikan bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal ini dapat
dilihat pada karakter birokrasi perangkat kecamatan yang belum sesuai harapan di wilayahnya.
Sejalan dengan otonomi luas, nyata dan bertanggunug jawab dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah sebagai mana di sebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sabagai
konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah menitik beratkan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Perbaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan harus dilakukan, terutama
bagaimana menimbulkan dan menguatkan kinerja aparat kantor kecamatan sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat yang mau tidak mau harus berupaya meningkatkan kemampuan kerjanya
semaksimal mungkin, karena pelaksanaan tugas pelayanan oleh pemerintah kecamatan sangat
tergantung pada kinerja aparatnya. Sedangkan masyarakat hanya dapat menilai kinerja kantor
kecamatan dari kualitas pelayanan yang di terimanya.
Sehubungan dengan jumlah aparat kantor kacamatan yang kurang memadai atau tidak
sebanding dengan volume/beban kerja yang diterima, terutama dalam hal pelayanan kepada
masyarakat, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kinerja aparat kantor kecamatan
terhadap pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya pelayanan yang baik dari kantor
kecamatan.
Kinerja merupakan terjemahan dari performance, yang diartikan sebagai perbuatan,
pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan berdaya guna. " performance is
defined as the record of outcomes produced on a spesifrc job function or activity during a spec f
c time period ". arti kinerja didefinisikan sebagai catatan mengenai outcomes yang dihasilkan
dari suatu aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu" (Bemadlan, fl-ton dan Jolje E.A
Russel, dikutip oleh Sedamaryanti,2001:4). Sedangkan kinerja (performace) dalam arti yang
sederhana adalah prestasi kerja (Sadu Wasistiono,2002:45). Hal ini menunjukan bahwa kinerja
merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Kinerja aparat kantor kecamatan yang cukup tinggi diharapkan dapat mewujudkan suatu
efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan sebagai bentuk kesiapan aparat
kantor kecamatan dalam menghadapi perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan yang menjadi tuntutan masyarakat harus dipenuhi oleh aparat
kecamatan sebagai penyelenggara pemerintah di kecamatan. Karena pada dasarnya menerima
pelayanan yang memuaskan dari aparat pemerintah merupakan hak yang dimiliki setiap warga
masyarakat. Dengan pelayanan yang diteriina tersebut maka diharapkan masyarakat akan
berpartisipasi aktif dalam mendukung tugas-tugas aparat pemerintah, sehingga terjadi
keseimbangan antara hak yang ditetapkan oleh masyarakat dan kewajiban yang harus dijalankan
sebagai warga negara.
Pelayanan yang diberikan tanpa memandang status, pangkat, dan golongan dari suatu
masyarakat. Pada saat yang sama masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pelayanan tersebut dengan landasan yang bersifat tuntutan dalam bentuk pedoman tata laksana
pelayanan umum.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dijelaskan
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.. Khusus diKecamatan Marore pemberian pelayanan masyarakat memerlukan
perhatian yang serius dan tanggungg jawab moral yang tinggi. Karena kenyataan yang ada
menunjukkan bahwa kinerja aparatur di kantor Kecamatan Marore dalam pelayanan publik
sangat lemah meskipun telah ditunjang dengan fasilitas yang tergolong memadai untuk suatu
daerah pulau. Pelayanan yang diberikan sangat lambat dan berbelit-belit. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya keluhan dari masyarakat di Kecamatan ketika harus berurusan dengan kantor
Kecamatan. Hal itu merupakan tantangan tersendiri bagi aparatur pemerintah, khususnya yang
bertugas dikantor kecamatan untuk selalu memperlihatkan kinerja yang optimal dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Kinerja pegawai kantor Kecamatan dalam
pelayanan publik di kantor Kecamatan Marore Kabupaten Sangihe”

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kinerja Pegawai kantor kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat di kecamatan Marore.

TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP KINERJA
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Amstrong (1991: 397) mengartikan kinerja sebagai berikut:
"Manajemen kinerja berarti mendapatkan hasil yang lebih baik dan organisasi, kelompok dan
perorangan lewat pengertian dan pertimbangan yang terdiri dari pola rencana kerja untuk
mewujudkan tujuan secara objektif dan sesuai dengan standar"
Penjelasan dan definisi diatas bahwa kinerja merupakan suatu proses untuk pencapaian suatu
hasil. Berbicara mengenai, kinerja personil erat kaitanya dengan mengadakan peinilaian terhadap
pekerjaan seseorang, sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau performance.
Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika merupakan arti kinerja atau performance, hal ini diungkapkan Prawirosentoso dalam
Kebijakan Kinerja Karyawan,(1997: 186) yang mengartikan kinerja dalam bahasa Inggris
sebagai perfomance. Pengukuran harus diadakan dalam menentukan kinerja organisasi. Kinerja
yang akan diukur adalah kinerja seluruh organisasi, kemudia unit-unit organisasi yang
mendukungnya dan selanjutnya kinerja orang yang berperan di dalamnya. Jadi pokok utama
yang harus dinilai kinerjanya adalah unsur manusia. Manusia merupakan salah satu sumber daya
yang sangat berperan di dalam menentukan kinerja organisasi. Sehingga kinerja para pelaku
organisasi harus dinilai. Seorang pemimpin harus menentukan dasar ukuran untuk menilai. Oleh
sebab itu maka seorang pemimpin harus menentukan standar ukurannya terlebih dahulu dengan
cara sebagai berikut:
a. Menentukan sistem dan nilai standar.
b. Pelaksanaan dan pengawasan standar kinerja
c. Ukuran kinerja perorangan
Penyusunan kinerja perorangan sebagai pelaku dalam organisasi diperlukan suatu standar
ukuran kerja terlebih dahulu. Standar ukuran kinerja yang dibuat harus sesuai dengan tujuan
organisasi. Standar ukuran kinerja suatu organisasi hasil diproyeksesikan ke dalam standar
kinerja para pelaku dalam unit-unit kinerja bersangkutan.
Setelah seluruh standar kinerja tersebut ditentukan, selanjutnya digu nakan untuk
dibandingkan dengan kinerja sebenarnya (actual peiformance). Evaluasi atas kinerja harus
dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Indikator kinerja menurut Yousa dkk,(2002:47) adalah: " Besaran atau variabel yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan" Selanjutnya menurtt Kevin dalam
Dwiyanto, (1995:7) mengatakan bahwa : " Ada 3 konsep yang bisa di gunakan sebagai indikator
kinerja organisasi pemerintah antara lain resfonsivenes,responsibility dan accontabilitty". Ketiga
indikator ini, oleh penulis dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pengkajian tingkatan
kinerja aparat pemerintah kecamatan Marore.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah perbuatan, penampilan,
prestasi, daya guna dan unjuk kerja dari suatu organisasi atau individu yang dapat ditujukan
secara nyata dan dapat diukur.
Adapun beberapa jenis kinerja menurut Aman Sudarto (1999:3) :
1. Kinerja organisasi, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari organisasi dan dapat
dipengaruhi oleh kinerja sebagai alat ukur, sehingga ukuran kinerja tersebut dapat bersifat
kuantitatif atau kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi orang.
2. Kinerja proses, yaitu hasil kerja konkrit yang dapat diukur dari bekerjanya mekanisme kerja
organisasi dipengaruhi oleh kinerja individu dan membutuhkan standart kinerja sebagai alat
ukur sehingga ukuran kinerja lebih bersifat kualitatif dan tidak selalu mencerminkan potensi
organisasi.
3. Kinerja individu, yaitu hasil kerja konkrit dan dapat diukur dari hasil kerja individu
(produktivitas kerja), dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam diri individu yang
membutuhkan standart kerja sebagai alat ukur sehingga ukuran kinerja bersifat kualitatif dan
tidak selalu mencerminkan potensi individu.
Dengan adanya beberapa kinerja yang telah disebutkan diatas, kinerja perseorangan harus
lebih diperhatikan karena kinerja orang merupakan hasil kumpulan kinerja seseorang.
Hal ini menunjukan bahwa pegawai mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam
suatu organisasi, oleh karena itu pegawai perlu berada pada kondisi unggul. Artinya mampu
mewujudkan perubahan dengan secara inovaif dan proaktif. Untuk melihat apakah pegawai dapat
memenuhi kriteria unggul dengan kinerja yang tinggi, menurut Sondang P. Siagian (1997:56) :
1. Pegawai yang menampilkan kinerja unggul dapat diuji dengan standart eksternal dan bukan
hanya standart internal. Yang dimaksud standart eksternal ialah standart yang dituntut oleh
masyarakat dan praktek-praktek kerja yang terjadi dalam berbagai organisasi diluar birokrasi
pemerintahan. Misalnya dalam pemberian pelayanan, standart yang diharapkan oleh
masyarakat adalah kecepatan, keramahan dan kecermatan. Jika birokrasi menggunakan
pendekatan legalistik dalam pemberian pelayanan, kecenderungan terpenuhinya persyaratan
kecermatan memang tinggi akan tetapi, sering terjadi kelambanan dan sikap yang kaku.
Kenyataan bahwa birokrasi bekerja lamban dan berbelit-belit sering mengemukakan dalam
bentuk keluhan yang timbul di masyarakat. Yang dimaksud dengan praktek-praktek yang
terjadi diluar organisasi birokrasi adalah cara kerja dunia bisnis dan berinteraksi dengan para
pelanggannya selalu bekerja cepat, tidak bertele-tele. Hal itu dimaksudkan sebagai bagian
dari kritikal dari upaya memuaskan konsumen karena kinerja suatu perusahaan terutama
diukur dari tngkat kepuasan pelanggan.
2. Kinerja yang nyatanya ditampilkan sedekat mungkin dengan kinerja potensial. Harus diakui
bahwa sulit menentukan organisasi dimanapun yang kinerjanya setara betul dengan
kemampuan potensial yang dimilikinya. Artinya, biasa terdapat kesenjangan antara kinerja
nyata dengan kinerja yang sesungguhnya dapat ditampilkan. Pentingnya peningkatan kinerja
birokrasi pemerintah harus dilihat dari sudut ini. Dengan kata lain, peningkatan kinerja
diarahkan pada pengurangan kesenjangan. Kondisi idealnya adalah kesenjangan dapat
dihilangkan. Dengan sasaran seperti itu, lambat laun birokrasi akan terus berupaya
meningkatkan kinerjanya.
3. Harus diupayakan agar birokrasi tidak cepat merasa puas. Artinya, meskipun kinerjanya di
masa lalu dianggap sudah cukup memuaskan, perlu ditanamkan kesadaran bahwa kinerja
yang memuasakan di masa lalu belum tentu dapat diterima sebagai kinerja yang memuaskan
di masa yang akan datang. Alasannya ialah karena tuntutan masyarakat yang semakin
meningkat, baik dalam arti intensitasnya maupun frekuensinya.
4. Dalam lingkungan birokrasi perlu ditumbuhkan dan dipelihara iklim persaingan yang positif.
Biasanya dalam lingkungan birokrasi terdapat satuan yang dianggap hebat kinerjanya.
Kehebatan tersebut memang harus berdasarkan penelitian dan penilaian kenerja
organisasional, juga harus bersikap netral dan merupakan pihak yang tidak berkepentingan
sehingga penilaiaannya bersifat obyektif. Dengan demikian, yang dimaksud dengan iklim
persaingan ialah bahwa berbagai instansi berupaya menampilkan kinerja yang sama bahkan
lebih dari kinerja yang dianggap hebat itu.
5. Peningkatan kinerja harus selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi. Artinya, dalam
upaya menampilkan kinerja yang memuaskan, suatu sistem bekerja sedemikian rupa sehingga
hanya menggunakan sebagian saranan, daya, dan dana yang dialokasikan untuk
menyelenggarakan fungsinya. Jadi prinsip efisiensi yang lebih tepat ialah sasaran yang
ditetapkan baginya tercapai tanpa harus menghabiskan sarana, daya dan dana yang tersedia.
6. Organisasi dengan kinerja tinggi menjadi contoh bagi organisasi lain dan sekaligus menjadi
sumber ide bagi mereka. Dengan kata lain, satuan organisasi dengan kinerja tinggi
mempunyai karakteristik yang khas, yaitu mampu menampilkan kinerja yang paling tinggi
dibandingkan dengan berbagai satuan kerja lainnya.
7. Organisasi dengan kinerja tinggi mampu memenuhi persyaratan ideal yang dituntut oleh
kondisi budaya organisasi itu berada dan bergerak. Faktor ini penting mendapatkan tekanan
karena, meskipun setiap organisasi mempunyai budaya sendiri, budaya tersebut harus digali
dan diangkat dari budaya nasional. Budaya nasional membuat suatu masyarakat bangsa
mempunyai jati diri sendiri yang tercerminkan pula pada birokrasinya. Dalam kaitan ini,
harus ditekankan bahwa budaya organisasi harus kuat sehingga dipersepsikan mempunyai
makna yang sama bagi seluruh anggotanya. Di lain pihak, masih memungkinkan modifikasi
elemen tertentu di dalamnya apabila dituntut oleh perubahan yang terjadi dilingkungan.

KONSEP PEGAWAI NEGERI SIPIL


Menurut Kamus Umum bahasa Indonesia W. J. S. Poerwadarminta, kata pegawai berarti:
“orang yang bekerja pada Pemerintah (perusahan dan sebagainya)”, sedangkan “negeri” berarti :
Negara atau pemerintah. Jadi Pegawai Negeri adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau
Negara (Poerwadarminta, 1961 : 514).
Sementara menurut Moekijat, Pegawai Negeri adalah warga Negara yang memegang jabatan
negeri yang tidak bersifat sementara dan gajinya dibayar dari anggaran Negara menurut
Peraturan Pegawai Negeri yang berlaku (Moekijat, 1974:32).
Untuk mendapatkan kejelasan pengertian Pegawai Negeri yang berlaku secara umum dan
dipakai sebagai pedoman adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 sub (a) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974, yang merumuskan pengertian Pegawai Negeri adalah mereka yang telah
memenuhi syarat-syarat ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas
Negara lainnya, yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari rumusan di atas dapat ditarik kesimpulan, unsure-unsur yang harus dipenuhi agar
seseorang dapat disebut Pegawai Negeri adalah :
 Seseorang yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundangan yang berlaku;
 Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
 Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas Negara lainnya;
 Digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku.

KONSEP KECAMATAN
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 221
(1) Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat
Desa/kelurahan. (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Perda
Kabupaten/Kota berpedoman pada peraturan pemerintah. (3) Rancangan Perda Kabupaten/Kota
tentang pembentukan Kecamatan yang telah mendapatkan persetujuan bersama bupati/wali kota
dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan oleh bupati/ wali kota disampaikan kepada
Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan.
Menurut Noordholt dalam Wasistiono, kajian tentang Kecamatan berarti meliputi tiga
lingkungan kerja yaitu :
1. Kecamatan dalam arti kantor camat.
2. Kecamatan dalam arti wilayah, dalam arti seorang Camat sebagai kepalanya.
3. Camat sebagai bapak “Pengetua” wilayahnya.(Wasistiono, 1992 : 12)
Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis
kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat. Dalam peraturan
pemerintah No 19 tahun 2008 tentang kecamatan (Lampiran 5), di jelaskan pada pasal 15 sebagai
berikut :
(1) Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:
a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang
belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

KONSEP PELAYANAN PUBLIK


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Pulik dikatakan
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Dalam pelaksanaannya pelayanan public mempuyani 3 (tiga) ruang lingkup yakni dalam
pasal 3 PP no. 96 tahun 2012 menyebutkan :
Ruang lingkup Pelayanan Publik meliputi:
a. pelayanan barang publik;
b. pelayanan jasa publik; dan
c. pelayanan administratif.
Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau
badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi Misi
Negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
langsung (Moenir, 1997:17) merupakan konsep yang senantiasa actual dalam berbagai aspek
kelembagaan.
Pelayanan publik atau publik services untuk masa sekarang ini masih menjadi persoalan
yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komerhensif hal ini dibuktikan ketika
timbul berbagai tuntunan pelayanan publik sebagi tanda ketidakpuasan masyarakat. Harus
diakui, bahwapelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus mengalami
pembaharuan baik dari sisi paradigma maupun dari format pelayanan seiring dengan
meningkatnya tuntunan masyarakat dan perubahan didalm pemerintah itu sendiri. Meskipun
demikian, pembaharuan yang dilihat dari kedua sisi belumlah memasukan bahkan masyarakat
masih di posisikan sebagai pihak yang tidak berdaya. Kecendrungan seperti ini terjadi karena
masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Oleh karena
itu pada dasarnya dibutuhkan reformasi pelayanan publik dengan mengembalikan dan
mendudukan “pelayanan” dan yang “dilayani” ke pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan
yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan
masyarakat pada Negara (Inu Kencana Syafiie, 1995:5) meskipun sesungguhnya Negara berdiri
untuk kepentingan masyarakat.
Menurut Kurniawan pelayan publik, diartikan sebagi pemberian layanan
(melayani)keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai denmgan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.
Selanjutnya menurut Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksnakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
Dengan demikian pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat
oleh penyelenggara Negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan
agar dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
METODE PENELITIAN
JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini, berangkat dari rumusan masalah dan disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai, maka jenis penelitian ini menggunakan jenis atau metode penelitian kualitatif.
Model penelitian kualitatif ini biasanya digunakan dalam pengamatan dan penelitian sosial.
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000) metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa informasi tertulis dan lisan dari seseorang
dan prilaku yang dapat diamati.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu jenis penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian suatu keadaan pada objek yang diteliti. Data yang terkumpul akan
dianalisa secara kualitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata,
kalimat dan gabar (Sugiyono, 2002:15).

FOKUS PENELITIAN
Yang menjadi focus dalam penelitian ini tentang pelayanan legalisir Kartu Tanda Penduduk
(KTP) menggunakan teori Kevin dalam Dwiyanto, (1995:7) mengatakan bahwa : "Ada 3 konsep
yang bisa di gunakan sebagai indikator kinerja organisasi pemerintah antara lain resfonsivenes,
responsibility dan accontability". melihat kinerja aparat pemerintah kecamatan Marore dikaitkan
dengan Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
penyelenggaraan Pelayanan Publik tentang prinsip-prinsip pelayanan publik dengan pengurusan
pelayanan legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP).

PEMBAHASAN

PELAKSANAAN PELAYANAN LEGALISIR KARTU TANDA PENDUDUK (KTP) DI


KECAMATAN MARORE KABUPATEN SANGIHE
Pelayanan Publik merupakan kebutuhan pokok setiap warga Negara yakni pengurusan
berbagai macam surat menyurat, legalitas, keterangan serta kebutuhan yang menyangkut
kewarganegaraan. Setiap warga Negara diwajibkan memiliki kartu tanda penduduk, dan apabila
mengurus sesuatu seperti melamar pekerjaa, sekolah harus melegalisir kartu tersebut, pelayanan
ini begitu jamak ditemukan dikantor kecamatan mengingat hal ini begitu banyak diurus oleh
masyarakat, maka dibutuhkan kualitas pelayanan yang maksimal sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Negara ini.
Kualitas pelayanan hanya akan didapatkan apabila memenuhi seluruh item/syarat-syarat yang
dibutuhkan dalam memperlancar kegiatan pelayanan kepada masyarakat, seperti Faktor Sarana
Prasarana dari pihak pemerintah yang menyiapkan peralatan guna mendukung lancarnya proses
pelayanan, kemudian Kualitas sumber daya manusia dibutuhkan daya tangkap yang baik guna
menerima respon dari masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan serta tingginya
tanggung jawab para pelaksana tugas pelayanan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat.
Dalam penelitian ini menggunakan teori Kevin dalam Dwiyanto yakni daya tanggap, dan
bertanggung jawab tentang pelayanan kepada masyarakat khususnya pelayanan legalisir Kartu
Tanda Penduduk.
Dalam memberikan pelayanan pengurusan dokumen-dokumen seringkali dihadapkan pada
mekanisme dan prosedur pelayanan yang kurang sinkron antara tersedianya data yang dimiliki
Kantor Kecamatan dan Kecamatan yang dimiliki oleh masyarakat yang akan dilayani, sehingga
menyebabkan berbelit-belitnya kondisi pelayanan dan warga yang dilayani merasakan adanya
diskriminasi pada waktu pelayanan, bahkan biaya pelayanan seperti adanya biaya administrasi
yang bersifat tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

KINERJA PEGAWAI DALAM PELAYANAN LEGALISIR KARTU TANDA


PENDUDUK (KTP) DI KECAMATAN MARORE KABUPATEN SANGIHE
Tanggung jawab merupakan salah satu indokator dari kinerja seseorang. Legalisir Kartu
Tanda Penduduk (KTP) merupakan dokumen yang diperlukan oleh masyarakat yang tidak
mampu untuk mengurus berbagai keperluan, seperti untuk meringankan biaya di rumah sakit,
beasiswa dan lainnya
Dari focus penelitian tentang kinerja pelayanan public dilihat dari Keputusan Menteri PAN
Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum penyelenggaraan Pelayanan Publik
tentang prinsip-prinsip pelayanan public :
a) Kesederhanaan Pelayanan
Kesederhanaan pelayanan di Tingkat Kecamatan Marore Kabupaten Sangihe dapat dikatakan
berjalan baik yakni pengurusan Legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP).
b) Kejelasan dan Kepastian Pelayanan
Kejelasan dan kepastian dalam pelayanan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi
masyarakat. Oleh karena itu, aparat pelaksana pelayanan diharapkan dapat tanggap dan
bertangggung jawab dengan tugas serta tanggung jawabnya sebagai pemberi pelayanan. Pihak
pelaksana pelayanan harus bisa menjelaskan secar rinci prosedur serta persyaratan yang harus
dilengkapi untuk mengurus Legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berhubungan dengan
Kantor Kecamatan diminta atau tidak diminta aparat pelaksana harus melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya.
c) Keamanan dalam Pelayanan
Masyarakat pada dasarnya ingin memperoleh pelayanan yang maksimal, dimana dalam hal
ini setiap masyarakat ingin memperoleh haknya dengan mendapat pengakuan dari daerah tempat
tinggalnya. Pengurusan Legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan hal yang sangat
penting bagi yang memerlukan, oleh karena itu dari pihak masyarakat mengharapkan pihak
pemerintah setempat lebih memperhatikan kepastian dalam hal pengurusan pengantar pembuatan
Legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP)
d) Keterbukaan dalam Pelayanan
Keterbukaan dalam pelayanan sangat berpengaruh, dimana setiap pelayanan yang akan
diberikan pihak Kantor kecamatan wajib di informasikan dan di sosialisasikan agar masyarakat
setempat dapat mengetahui prosedur dan tata cara dalam proses pelayanan.
e) Efisiensi dalam Pelayanan
Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan
dengan produk pelayanan yang diberikan. Mencegah adanya pengulangan pemenuhan
persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi Pemerintah lain yang terkait. Tetapi pada kenyataannya yang terjadi di lapangan
aparat/pegawai kantor Kecamatan selaku pihak pelayanan tidak menajalankan tugasnya dengan
baik. Dimana sering terjadi kesalahan yang dapat merugikan masyarakat setempat.
f) Ekonomis dalam Pelayanan
Biaya dalam penyelenggaraan pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan
memperhatikan : Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan menuntut biaya yang
terlalu tinggi di luar kewajaran; Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar; dan
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun ada beberapa pihak tertentu
yang menggunakan “kesempatan dalam kesempitan” untuk mendapatkan keuntungan lebih dari
yang telah ditentukan.
g) Keadilan yang Merata dalam Pelayanan
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus mencakup seluruh lapisan masyarakat
dan mengutamakan kepuasan dalam pelayanan. Namun kadangkala terjadi perselisihan antara
masyarakat dan aparat pemberi pelayanan, hal ini sering terjadi karena kurangnya komunikasi
antara penerima dan pemberi pelayanan secara berkesinambungan dan terbuka
h) Ketepatan Waktu dalam Pelayanan
Pemberian pelayanan di Kantor Kecamatan harus efektif dan efisien sehingga masyarakat
memperoleh pelayanan yang maksimal dan memuaskan.

PENUTUP
KESIMPULAN
- Kesederhanaan, Kejelasan dan kepastian pelayanan yang dilakukan oleh aparat berdasarkan
hasil penelitian berjalan dengan baik, hal ini tidak lepas dari standard operasional prosedur
yang jelas yang dikeluarkan oleh pimpinan
- Keterbukaan merupakan salah satu indicator penting dalam pelayanan masyarakat, dengan
adanya keterbukaan masyarakat dapat lebih memahami dengan cepat apa-apa yang akan
dilakukan, sikap keterbukaan yang ditunjukkan oleh pegawai kecamatan marore cukup baik
menurut masyarakat.
- Pertanggungjawaban dan daya tanggap aparat kecamatan terhadap pekerjaan yang diberikan
dijalankan dengan baik, terlihat dari beberapa wawancara dengan para informan mengenai
pelayanan legalisir Kartu tanda penduduk.
- Dalam efesiensi pelayanan, masih ada beberapa masalah yang terjadi di kecamatan marore,
dimana ada beberapa oknum pegawai yang bekerja tidak maksimal atau masih malas-malasan
sehingga memperlambat kinerja mereka.
- Ekonomi dalam pelayanan, keadilan dan ketepatan waktu dalam pelayanan merupakan hal-hal
yang tidak dapat dikesampingkan dalam sebuah pelayanan, tetapi sayangnya pelayanan di
kantor camat marore dalam legalisir KTP masih tidak ekonomis mengakibatkan ketidakadilan
serta memperlambat proses pelayanan, seperti masih ada beberapa oknum pegawai yang
menawarkan pelayanan yang cepat dengan meminta sejumlah uang.

SARAN
Dalam kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran yang dapat menjadi
bahan masukan dan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan
datang dalam usaha pemerintah Kabupaten Sangihe khususnya aparat Kecamatan Marore dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai
berikut:
- Aparat pemerintah Kecamatan Marore Kabupaten Sangihe diberi kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan baik yang bersifat teknis maupun Non Teknis dengan
harapan, terciptanya tenaga kerja yang terampil dan selanjutnya akan menciptakan kepuasan
pelayanan bagi masyarakat.
- Pihak pemerintah Kecamatan Marore Kabupaten Sangihe sebaiknya lebih banyak
melakukan evaluasi terhadap kinerja dan akuntabilitas aparat pelaksana pelayanan umum di
Kantor Kecamatan Marore Kabupaten Sangihe agar pelayanan umum yang mengutamakan
kepuasan masyarakat dapat terlaksana
- Perlu ditingkatkan kemampuan aparat dalam menggunakan alat-alat modern serta
meningkatkan kualitas peralatan seperti computer, printer serta peralatan lainnya yang
mendukung kelancaran pelayanan.
- Pimpinan Kecamatan sebaiknya melakukan tindakan terhadap pegawai yang mempunyai
mental yang kurang baik memberikan hukuman kepada pegawai yang malas-malasan seperti
surat peringatan atau dimutasi dan memberikan penghargaan kepada pegawai yang
berprestasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aman, Sudarto, 1999. Analisis Kinerja. Surabaya : Diklat Prop. Dati I Jatim.
Armstrong, M. and Baron, A. 1991. Performance Management – The New Realities. London:
Institute of Personnel and Development.
Agus, Dharma,. 2001. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta. Gajah Mada
Dwiyanto. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
All, Faried. 1997. Metodologi Penlitian Sosial dalam Bidang hum Administrasi Pancasila.
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek Jakarta, Rineka Cipta.
Asyari, Safari Imam. 1983. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya, Usaha Nasional.
Beratha, I Nyoman. 1982. Desa: Masyarakat Desa dan Pembangrman Desa. Jakarta, Ghalia
Indonesia.
Dwiyanto. 1995. Kinerja Publik. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Moenir, HAS. 2002. Manajemen Pelayanan Urmrm di Indonesia. Jakarta, Bium Aksara.
Musa, Muhanunad dan Titi Nurfitri. 1988. mletodologi Penelitian. Jakarta, CV. Fajar Agung.
Moekijat, Drs. 1974. Management Kepegawaian. Alumni Bandung.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia.
Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat mempersiapkan Masvarakat Tinggal
Landas. Jakarta, Rineka Cipta.
Osborne, David and Gaebler, Ted. 1997. Mengusahakan Birokrasi (Mentransformasi Semangat
Wirausaha ke dalam Sektor Publik). Jakarta, PT. Pustaka Binaman Presido.
Prawirosentono, Suryadi. 1997. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.
Rasyid, Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan Tirjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan.
Jakarta, PT. Yarsif Watampone.
Sedarmayanti. 2001. Organisasi Manajemen Pemerintahan dalam Kondisi Era Globalisasi.
Bandung,
Siagian S.P. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
Soetopo. 1999. Pelavanan Prima. Jakarta, LANRI.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, Alfabeta.
Soellartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial Lainnva. Bandung, PT. Remaja Rosdakalya.
Supriatna, Tjahya. 1999. Legitimasi Pemerintahan dalam Konteks Administrasi Publik dalam
Rangka Memasuki Era Indonesia Barn. Bandung, CV. Maulana.
Suradinata, Ennaya. 1996. Organisasi Manajemen Pemerintahan dalam Kondisi Era Globalisasi.
Bandung, Ramadan. 1997. Pemintpin dan Kepentimpinan Pemerintahan. Jakarta, Gramedia
Pustaka Utaina.
Thoha, Miftah. 1990. Dimensi-Dimensi Prima ilmu Adminsitrasi. Jakarta, Rajawali.
Tjiptono, Fandy. 2000. Prinsip-Prinsip Total Quality Service (TQS). Yogyakarta,Andi.
Wasistiono, Sadu. 2002. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Edisikedua).
Bandung, Fok-usmedia.
Wijaya, E. Juliana. 1999. Pelayanan Prima. Bandung, CV. Annico.
Yousa, Aim dkk. 2002. Menata Ulang Kelembagaan Pemerintah Kecamatan. Bandung,
Citra Pindo.
Sumber-Sumber Lain :
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
Pedoman Umum penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Anda mungkin juga menyukai