Anda di halaman 1dari 7

Nama : Riesky Maulana Ramadhan

NIM : 180511625558

No.absen : 21

S1 PTM / A3

Pendidikan Kurikulum Kejuruan (Pak Purnomo)

Bab 12 Penerapan Kuirkulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Untuk menghasilkan kurikulum yang bermutu, maka perlu dilakukan pengkajian atas
pendekatan pelaksanaan pendidikan baik yang sedang berkembang maupun yang konvensional
terutama dalam bidang pendidikan teknologi dan kejuruan. Salah satu pendekatan yang banyak
mendapat dukungan dari para pakar pendidikan, perindustrian dan dunia usaha adalah kurikulum
yang dapat mendekatkan transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Di Amerika Serikat,
beberapa perubahan telah berkontribusi dalam menumbuhkan iklim pembelajaran di sekolah
dengan dunia kerja.Salah satu faktor adalah menurunnya daya saing Amerika Serikat dalam
perekonomian dunia.

Terdapat beberapa aspek yang membedakan PPBK dengan pembelajaran berbasis


sekolah (school-based leamingl. Aspek-aspek tersebut mencakup: sifat dari konpetensi, kriteria
yang digunakan untuk menilai kompetensi, cara menilai kompetensi siswa, kemajuan siswa
dalam program, dan sasaran program.

a. Kompetensi
Inti dari PPBK adalah pencapaian kompetensi. Kompetensi didefinisikan sebagai: "... are
those tasks, skills, attitudes, values and appreciation that are deemed critical to successful
employment (Finch & Crunkilton, 1979: 220). Namun perlu diperhatikan bahwa, tidak
semua yang dikerjakan oleh karyawan dalam suatu perusahaan secara otomatis
diklasifikasikan sebagai kompetensi. Dalam kenyataan setiap karyawan harus menyadari
bahwa, kompetensi merupakan aspek kritis yang harus dikuasai agar dapat bekerja dalam
suatu pekerjaan dan harus dibuktikan dengan dimilikinya sertifikat kompetensi dari
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Setiap kompetensi berkaitan dengan peran
karyawan dalam suatu pekerjaan. Dengan demikian kompetensi siswa harus dinilai
dengan cara-cara yang sama dengan penilaian kompetensi karyawan dalam suatu
perusahaan.
b. Kriteria
Dalam hubungan ini guru atauinstruktur perlu memiliki dokumen tentang kriteria
(specific criteria) yang menjelaskan kriteria dari setiap kompetensi. Kriteria yang
berkaitan dengan setiap kompetensi harus mencerminkan tingkat kinerja (tingkat
penguasaan atau mastery) yang memenuhi syarat dan kondisi lingkungan kerja yang
berkaitan dengan saat pekerjaan dilakukan.
c. Penilaian Kompetensi
Pada saat penilaian kompetensi siswa, pertimbangan utama harus difokuskan pada
penerapan; hal ini berkaitan dengan kondisi apabila tidak memugkinkan menilai kinerja
siswa dalam suasana (setting) kerja yang sebenarnya dalam suatu perusahaan. Namun
penilaian tetap dilakukan berdasarkan standar kerja yang berlaku.
d. Kemajuan Siswa
Kemajuan siswa dapat dipercepat apabila materi pembelajaran disusun dalam bentuk
modul sehingga siswa dapat belajar secara mandiri dan mengatur pencapaian sasaran
pembelajaran selaras dengan kemampuan masing-masing.
e. Sasaran Program
Dalam praktik, banyak program lebih difokuskan pada upaya membantu bagaimana agar
para siswa dapat mencapai kompetensi yang diprogramkan atas kesadaran masing-
masing. Berbagai pendekatan yang dikembangkan adalah, individualisasi pembelajaran
dan modularisasi pembelajaran.

Pendekatan Individualisasi pembelajaran dikembangkan berdasarkan pemikiran Plato,


Aristotle, Rousseau dan Froebel tentang pentingnya memperhatikan kebutuhan individu dalam
proses pembelajaran. Individualisasi pembelajaran sckurang-kurangnya memiliki lima
komponen, yakni: peserta didik, lingkungan belajar, materi pembelajaran, sarana pembelajaran
dan strategi pembelajaran. Namun perlu diingat bahwa, individualisasi pembelajaran dan PPBK
tidaklah searti (synonym). Dengan demikian individualisasi pembelajaran dapat dipandang
sebagai suatu sarana untuk meningkatkan mutu PPBK sedemikian sehingga menjamin terjamin
kebutuhan individual setiap siswa dan memberi pengalaman belajar yang selaras dengan
kemampuan mereka.
Modularisasi pembelajaran telah lama dipilih sebagai alternatif pembelajaran
konvensional. Pendekatan ini dipilih berdasarkan premis bahwa, peserta didik dapat belajar lebih
baik jika mereka belajar berdasarkan kecepatan masing-masing dalam mengkaji mata-mata
pelajaran yang terfokus langsung untuk untuk menguasai (mastery) satu atau sejumlah tujuan
pembelajaran. Pada umumnya pejabat yang berwewenang menetapkan individualisasi
pembelajaran dengan kurikulum berbasis kompetensi telah mengetahui potensi modularisasi
pembelajaran karena pendekatan ini tampak terfokus langsung pada kebutuhan peserta didik
untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja. Oleh sebab itu,
setiap pendidik yang bermaksud menggunakan pendekatan modularisasi pembelajaran harus
sadar atas karakteristik serta keunggulan dan keterbatasan yang berkaitan dengan modularisasi
pembelajaran.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2006 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 26 butir (3) tertulis: "Standar kompetensi lulusan pada pendidikan menengah kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya."
Diktum ini mengisyaratkan kurikulum PPBK perlu memiliki muatan akademik yang
mcmungkinkan para lulusan SMK melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini selaras
perkembangan PPBK di Amerika Serikat yang dilakukan dengan "...by providing academic
content in vocational education contexts and vocational content in academic contexts." (Finch &
Crunkilton, 1999: 264). Keuntungan yang potensial dari pengintergrasian itu adalah para siswa
dapat menguasai baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan; dengan demikian
para lulusan disiapkan dengan lebih baik untuk memasuki dunia kerja sekaligus bila suatu ketika
menginginkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Penyelenggaraan sekolah berbasis perusahaan adalah suatu pendekatan yang lebih


realistik untuk menyiapkan para siswa memahimi kegiatan operasional suatu perusahaan
midslnys, restoran, perhotelan, atau jasa pemeliharaan. Dalam hubungan ini Sekolah Berbasis
Perusahaan (SBP) didefinisikan sebagai ". . formal activities under the auspices of a school that
involve students in producing goods or providing services to persons other than the students
themselves, " (Finch & Crunkilton, 1999: 267).
Nama : Riesky Maulana Ramadhan

NIM : 180511625558

No.absen : 21

S1 PTM / A3

Pendidikan Kurikulum Kejuruan (Pak Purnomo)

Bab 13 Penilaian Kurikulum

Proses yang digunakan untuk memilih dan menentukan mutu kurikulum tidak kalah
pentingnya. Oleh scbab itu peran penilaian (assessment) dalam pengembangan kurikulum tidak
perlu berlebihan. Apabila dilaksanakan secara benar, penilaian dapat membantu memastikan
mutu suatu kurikulum, sementara kekurangan kekurangannya dapat diidentifikasi agar tidak
menimbulkan permasalahan dalam penerapannya.

Finch dan Crunkilton (1999: 271) mengemukakan bahwa, "Within the context of
curriculum development, assessment may be defined as the determination of the merit or worth
of a curriculum.. .It includes gathering information for use in judging the merit of the curriculum,
program,or curiculum materials." Dalam konteks pengembangan kurikulum, penilaian dapat
didefinisikan sebagai penentuan tingkat kegunaan suatu kurikulum, termasuk kegiatan
pengumpulan informasi untuk yang diperlukan untuk menentukan tingkat kegunaan suatu
kurikulum, program atau materi kurikulum. Banyak pakar pendidikan berpendapat bahwa,
penilaian memiliki makna yang sama dengan evaluasi seperti tersirat dalam pernyataan Worthen
dan Sanders (1987: 22): “Others define evaluation as the assessment of the specific objectives
have been attained... Evaluation is the determination of a thing”s value or worth.” Penilaian atas
sebuah kurikulum lengkap merupakan kegiatan yang kompleks dan memerlukanwaktu lama.
Oleh sebab itu, penilaian cenderung difokuskan pada program dan meteri kurikulum. Penilaian
atas suatu program dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif.
Keputusan untuk menggunakan peendekatan kuantitatif atau kualitatif sangat tergantung pada
filosofi dan kepakaran penilai (assessor’s). Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk
membekali para pengembang kurikulum dengan landasan untuk menyelenggarakan kegiatan
penilaian kurikulum yang bermakna (meaningful curriculum assessment).
. Pada kenyataannya, pada saat pengembangan kurikulum dilakukan secara bersamaan
dapat menjadi bagian dari upaya penilaian kurikulum apabila mengacu pada suatu standar dan
prosedur yang dibakukan. Dalam kaitan dengan kepakaran (expertise), seyogianya pada setiap
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya memiliki seorang pejabat yang memiliki
pengetahuan tentang pengembangan dan penilaian kurikulum. Para kepala sekolah, administrator
dan penyelia pendidikan seharusnya mengetahui makna penting dari penilaian kurikulum yang
terintegrasi dengan rekayasa kurikulum, pengembangan kurikulum dan kegiatan penyempurnaan
kurikulum.

Salah satu pendekatan agar pengintegrasian itu berlangsung adalah dengan menggunakan
kerangka penilaian yang komprehensif (menyeluruh) dengan memperhatikan semua aspek
perencanaan kurikulum, pengembangan, penerapan dan penyempurnaan. Dalam hubungan ini
dapat digunakan The Context, Input, Process, Product (CIPP) Evaluation Model yang
kembangkan olch Stufflebeam dan Alkin (1971). Dengan memasukkan aspek-aspek penilaian
kurikulum yang terdiri dari aspek-aspek perencanaan, pengembangan, operasional dan
penyempurnaan.

Penilaian Kontektual. Penilaian kontektual atau context assessment merupakan basis


proses pengembangan kurikulum karena erat hubungannya dengan pengambilan keputusan,
apakah suatu kurrikulum akan digunakan dan dengan tujuan institusional serta tujuan
pembelajaran apa yang ingin dicapai.

Penilaian Masukan (Input Assessment). Penilaian masukan terfokus pada sumber dan
pengambilan keputusan. Penilaian masukan dimaksudkan untuk membantu pengambilan
keputusan yang obyektif tentang bagaimana muatan kurikulum disiapkan untuk para siswa.
Penilaian masukan digunakan untuk menetapkan bagaimana sumber-sumber dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan kurikulum.

Penilaian Proses. Penilaian proses erat hubungannya dengan pembelajaran (instruction).


Sementara semua penilaian memfokuskan pada bagaimana suatu kurikulum membantu para
siswa memperoleh pengalaman belajar, namun pada penilaian prose tampaknya akan lebih tepat
apabila pengkajian diarahkan pada hasil langsung dari pembelajaran.
Penilaian Hasil. Penilaian hasil perlu diperluas, bukan hanya difokuskan pada kinerja
para siswa disekolah, tetapi juga terhadap bagaimana kurikulum telah membantu para alumni.
Penilaian hasil menggunakan para alumni sebagai titik fokal dalam menentukan aspek mutu
kurikulum. Penilaian hasil suatu program pendidikan pada umumnya berlangsung di lapangan
berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari para pimpinan perusahaan, penyelia dan karyawan
di mana alumni bekerja.

Tingkat Penilaian. CCIP termasuk model penilaian yang komprehensif, namun dalam
beberapa situasi diperlukan informasi tentang yang lebih spesifik untuk mengetahui sejauh mana
penilaian itu selaras dengan unsur-unsur context, input, process, dan product. Untuk merespon
kebutuhan tersebut Kirckpatrick (1994) menganjurkan untuk menitikberatkan penilaian pada
dampak kurikulum pada empat tingkatan yang berbeda.

Mutu suatu penilaian sangat erat hubungannya dengan bagaimana perencanaan penilaian.
Untuk membuat perencanaan penilaian kurikulum yang baik diperlukan pemikiran dan upaya
yang sistematik agar semua aspek-aspek penilaian dapat diungkapkan. Proses perencanaan terdiri
dari beberapa elemen kunci yang mencakup penetapan tujuan penilaian dan standar, serta
pengembangan rencana penilaian yang komprehensif. Aspek penilaian kurikulum yang paling
penting adalah mengidentifikasi instrumen penilaian yang dapat dipakai guna menetapkan
apakah standar penilaian dapat dicapai atau tidak. Pemilihan instrument harus selaaras dengan
sasaran dan mutu kurikulum yang diharapkan. Terdapat banyak jenis instrumen yang digunakan
untuk menilai mutu materi kurikulum sehingga pengembang kurikulum menghadapi kesulitan
dalam memilih instrumen yang cocok untuk dipakai.

Penilaian atas Penyelenggaraan Program dapat dilakukan dengan menggunakan CIPP


Model dengan fokus utama pada keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
suatu program, misalnya program pelatihan untuk mencapai standar kompetensi dalam bidang
kejuruan tertentu. Secara sederhana kerangka penilaian diuraikan sebagai berikut, Penilaian
Kontektual, Penilaian Masukan, Penilaian Proses, Penilaian Hasil.

Pada saat membahas penilaian atas materi kurikulum, adalah penting untuk membedakan
dua tingkat penilaian, yakni penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk
penyempurnaan materi pada saat memformulasikan dan pengembangan. Kegiatan ini lazimnya
dilakukan oien pengembang kurikulum yang telah mengenal cakupan materi. Sedangkan
penilalan sumatif mencakup pengkajian dampak penggunaan keseluruhan materi berupa
perubahan perilaku dan kesanggupan (ability). Penilaian atas materi kurikulum difokuskan pada
mutu materi dengan jalan menggali informasi yang, berkaitan dengan dimensi-dimensi
elektivitas, efisiensi, tingkat kegunaan, kepraktisan dan cakupan materi.

Penilaian kurikulum akan berguna jika memberikan hasil yang berdampak positif atas
kurikulum, program atau materi pembelajaran. Kekuatan dari suatu penilaian terletak pada
sejauh mana hasil penilaian itu mernberi dampak yang secara potensial dapat meningkatkan
mutu pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai