Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK CHILD ABUSE

NUR ASNAH SITOHANG

Program Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini sering kita dengar terjadinya penganiayaan/perlakuan salah


terhadap anak, baik yang dilakukan oleh keluarga ataupun oleh pihak-pihak lain.
Dalam bidang kedokteran sendiri, child abuse ini pertama kali dilaporkan pada
tahun 1860, di Perancis. Dimana 320 orang anak meninggal dengan kecurigaan
akibat perlakuan yang salah.
Memang sangat sukar kita percayai bahwa seseorang anak yang
seharusnya menjadi tempat curahan kasih sayang dari orang tua dan
keluarganya, malah mendapatkan penganiayaan sampai harus dirawat di Rumah
Sakit ataupun sampai meninggal dunia.
Insidennya :
1. Hampir 3 juta kasus penganiayaan fisik dan seksual pada anak terjadi pada
tahun 1992
2. Sebanyak 45 dari setiap 100 anak dapat mengalami penganiayaan
3. Lebih dari 100 anak meninggal setiap tahunnya karena penganiayaan dan
pengabaian
4. Penganiayaan seksual paling sering terjadi pada anak perempuan, keluarga
tiri, anak-anak yang tinggal dengan satu orang tua atau pria yang bukan
keluarga

Di Indonesia ditemukan 160 kasus penganiyaan fisik,72 kasusu


penganiyaan mental,dan 27 kasus penganiyaan seksual ( diteliti oleh Heddy Shri
Ahimsa Putra,Tahun 1999 ). Sedangkan menurut YKAI didapatkan data pada
tahun 1994 tercatat 172 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 421 dan tahun
1996 menjadi 476 kasus.

Setiap negara bagian mempunyai undang-undang yang menjelaskan


tanggung jawab legal untuk melaporkan jika terdapat kecurigaan penganiayaan
anak. Kecurigaan penganiayaan anak harus dilaporkan ke lembaga layanan
perlindungan anak setempat. Pelapor yang diberi mandat untuk melapor adalah
perawat, dokter, dokter gigi, dokter anak, psikologi dan ahli terapi wicara,
peneliti sebab kematian, dokter, karyawan lembaga penitipan anak, pekerja
layanan anak-anak, pekerja sosial, guru sekolah. Kegagalan seseorang untuk
melaporkan orang tersebut didenda atau diberi hukuman lain, sesuai dengan
status masing-masing.
Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan anak tertera dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pasalnya berkaitan dengan
jenis dan akibat pencederaan anak.
Kemunculan Undang – undang no.23/2002 tentang Perlindungan Anak
menjadi secercah cahaya untuk mengurangi terjadinya child abuse .

©2004 Digitized by USU digital library 1


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Defenisi
- Child Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga
tidak optimal lagi (David Gill, 1973)
- Child Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak,
menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan
seksual (Synder, 1983)
- Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap
anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap
anak

2.Klasifikasi
Terdapat 2 golongan besar, yaitu :
1) Dalam keluarga
- Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser –
laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera
fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian
racun
- Penelantaran anak/kelalaian, yaitu : kegiatan atau behavior yang
langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan
perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa :
a. Pemeliharaan yang kurang memadai
Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang,
gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan.
b. Pengawasan yang kurang memadai
Menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma
fisik dan jiwa
c. Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan
Kegagalan dalam merawat anak dengan baik
d. Kelalaian dalam pendidikan
Meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan
lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari
nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah
- Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak
mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti
bentuk penganiayaan lain
- Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan
pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan
sexual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas
seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest. (The
Child Abuse & Prevention Act / Public Law 100-294).

2) Di luar rumah.
Dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.

3. Aspek Hukum Pencederaan Anak di Indonesia


Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas
terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun social
(Pasal 9 UU No.4/1979), UU No. 12 tahun 2002 menjelaskan tentang
penganiayaan fisik pada anak, Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan

©2004 Digitized by USU digital library 2


anak tertera dalam Kitab UU hukum pidana (KUHP) yang pasal-pasalnya
berkaitan dengan jenis & akibat pencederaan anak.
Peranan professional khususnya dari yang menangani, menolong,
mengobati anak diduga akibat pencederaan anak, pelaporannya kepada yang
berwajib dilindungi UU.
Dalam KUHP penerapan pasal-pasalnya tergantung dari jenis & akibat
pencederaannya.
• Pencederaan anak yang bersifat penganiayaan dan bersifat menimbulkan
cidera fisik diterapkan dalam pasal 351 ayat 1 (ancaman hukuman penjara
paling lama 2 tahun 8 bulan). Ayat 2 bila mengakibatkan luka-luka berat
(ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun). Ayat 3 bila mengakibatkan
mati (ancaman hukuman penjara paling lama 7 tahun)
• Bagi orang tua sebagai pelaku pencederaan anak (fisik) hukuman dapat
ditambah dengan sepertiga (pasal 356)
• Bila pencederaan anak berupa penelantaran sehingga anak terlantar pasal 1
butir 7 tahun 1979, dapat kemungkinan diterapkan. Pasal 301 (ancaman
hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun). Pasal 304 (ancaman pidana
penjara paling lama 5 tahun 6 bulan). Pasal 306 ayat 1 bila mengakibatkan
luka (ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun). Bagi orang tua sebagai
pelaku ancaman pidana pada pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan 1/3
(pasal 307)
• Pencederaan anak bersifat seksual
Pasal yang diterapkan pasal 287 (ancaman pidana penjara paling lama 9
tahun). Pasal 290 butir 3 (ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun).

©2004 Digitized by USU digital library 3


4. Faktor-faktor penyebab

Faktor Sosiokultural

1. Nilai/norma yang ada di masyarakat


2. Hubungan antar manusia
3. Kemajuan zaman

Stress berasal dari Stress keluarga Stress berasal dari orang


anak tua
Fisik berbeda Kemiskinan Rendah diri
Mental berbeda pengangguran Waktu kecil mendapat
Temperamen mobilitas, isolasi, perlakuan salah
berbeda perumahan tidak Depresi
Tingkah laku memadai Harapan pada anak yang
berbeda Hubungan orang tua tidak realistis
Anak angkat anak stress prenatal, Kelainan
anak yang tidak karakter/gangguan jiwa
diharapkan premature,
dll
Perceraian

Situasi Pencetus
• Disiplin
• Konflik keluarga/pertengkaran
• Masalah keluarga

Sikap/perbuatan yang keliru


• Penganiayaan
• Keracunan
• Teror mental

©2004 Digitized by USU digital library 4


5. Manifestasi Klinis dari Penganiayaan dan Pengabaian Anak
Cidera Kulit
Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum
dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah
lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar
multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan
bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam berbagai
tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi berulang kali.
Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu kebetulan.

Kerontokan Rambut Traumatik


Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau
dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala dapat
memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah dapat
membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan atau
non-penganiayaan.

Jatuh
Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang
tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan
trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan
terhadap anak.

Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut


Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar,
bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua
mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat mengindikasikan adanya
penganiayaan.

Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya


Luka bakar terculap, dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecil-kecil
dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka
bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya memberikan kesan adanya
tindakan jahat yang disengaja.

Sindroma Bayi Terguncang


Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak,
menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat
menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti
cidera eksternal.

Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan


Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral
atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera pada
anak yang tidak terjadi secara kebetulan.

6. Dampak Penganiayaan dan Kekerasan Pada Anak


Dampak penganiayaan dan kekerasan pada anak akan mengakibatkan
gangguan bio-psiko-sosial anak. Hal ini dapat terjadi dalam jangka pendek dan
jangka panjang. Anak mempunyai masa depan yang masih panjang sehingga
perlu pemantauan dan program tindakan yang terus-menerus bagi anak korban
penganiayaan dan kekerasan. Indikator yang perlu diperhatikan akibat

©2004 Digitized by USU digital library 5


penganiayaan dan kekerasan pada anak dapat dilihat pada tabel 1. Diharapkan
tindakan/program dilakukan tanpa menunggu tanda/indikator muncul.

Tabel 1. Indikator fisik dan perilaku pada penganiayaan anak (Child Abuse)
Indikator Fisik Indikator Perilaku
Aniaya Fisik Aniaya Fisik
Kerusakan kulit • Takut kontak dengan orang
• Memar dengan berbagai tingkat dewasa
penyembuhan • Prihatin jika ada anak menangis
• Luka bakar • Waspada/ketakutan
• Lecet dan goresan • Agresif/pasif/menarik diri

Kerusakan Skeletal
• Fraktur
• Luka pada mulut, bibir, rahang,
mata, perineal

Penelantaran/Pengabaian Penelantaran/Pengabaian
• Kelaparan • Pengemis
• Kebersihan diri kurang • Sendiri tanpa pengasuh pada
• Pekaian tidak terurus waktu yang panjang
• Tidak diurus dalam waktu lama • Penjahat
• Tidak pernah periksa kesehatan • Pencuri
• Datang cepat dan pulang lambat
dari sekolah
• Melaporkan tidak ada pengasuh
• Pasif, agresif
• Penuntut

Aniaya Seksual Aniaya Seksual


• Sukar jalan dan duduk • Harga diri negatif
• Pakaian dalam berdarah, bernoda • Tidak percaya pada orang lain
• Genital gatal (sukar dekat dengan orang lain)
• Memar dan berdarah pada daerah • Disfungsi kognitif dan motorik
perineal • Defisit kemampuan personal dan
• Penyakit kelamin sosial
• Ketergantungan obat • Penjahat atau lari dari rumah
• Pertumbuhan dan perkembangan • Ketergantungan obat
terlambat • Ide bunuh diri dan depresi
• Hamil pada usia remaja • Melaporkan aniaya seksual
• Psikotik
Aniaya Emosional Aniaya Emosional
• gagal dalam perkembangan • Perilaku yang ekstrim : pasif
• pertumbuhan fisik tertinggal sampai agresif
• gangguan bicara • Kebiasaan yang tergang-
gu/destruktif
• Neurotik
• Percobaan bunuh diri

©2004 Digitized by USU digital library 6


7. Pencegahan dan Penanggulangan Penganiayaan dan Kekerasan pada
Anak
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
merupakan tanggung jawab semua pihak.

Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat. Secara rinci dapat
dilihat pada tabel 2.

Pendidik
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga
tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di
sekolah.
Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya
fisik dan pengabaian perawatan pada anak.

Penegak Hukum dan Keamanan


Hendaknya Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak
cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua
bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak
berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

Media Massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti
oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun panjang diberitakan agar program pencegahan lebih
ditekankan.

©2004 Digitized by USU digital library 7


Tabel 2. Komponen program penurunan perilaku kekerasan pada
individu, keluarga dan komunitas

Individu Keluarga Komunitas


Prevensi primer-tujuan : Promosi orang tua dan keluarga sejahtera
• Pendidikan • Kelas persiapan • Pendidikan
kehidupan keluarga menjadi orang tua di kesehatan tentang
di sekolah, tempat rumah sakit, sekolah kekerasan dalam
ibadah dan dan institusi di keluarga
masyarakat masyarakat • Mengurangi media
• Pendidikan pada • Memfasilitasi jalinan yang berisi
anak tentang cara kasih sayang pada kekerasan
penyelesaian konflik orang tua baru • Mengembangkan
• Pendidikan seksual • Rujuk orang tua baru pelayanan dukungan
pada remaja yang pada perawat masyarakat, seperti
resiko PUSKESMAS untuk : pelayanan krisis,
• Pendidikan tindak lanjut (follow tempat
perawatan bayi agi up) penampungan
remaja yang • Pelayanan sosial anak/keluarga/usia
merawat bayi untuk keluarga lanjut/wanita yang
• Pelayanan reverensi dianiaya
kesehatan jiwa • Kontrol pemegang
• Pelatihan bagi senjata api dan
tenaga profesional tajam
untuk deteksi dini
perilaku kekerasan

Prevensi sekunder –tujuan : diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress
• Pengkajian yang • Pelayanan • Semua profesi kese-
lengkap pada tiap masyarakat untuk hatan terampil mem-
kejadian kekerasan individu dan berikan pelayanan
pada keluarga pada keluarga pada korban dengan
tiap pelayanan • Rujuk pada menggunakan
kesehatan kelompok pendukung standard prosedur
• Rencana di masyarakat (self- dalam menolong
penyelamat-an diri help group), korban
bagi korban secara misalnya : kelompok • Unit gawat
adekuat pemerhati keluarga daruratdan unit
• Pengetahuan tentang sejahtera layanan 24 jam
hukuman untuk • Rujuk pada memberi respon,
minta bantuan dan lembaga/ institusi di melaporkan,
perlindungan masyara-kat yang pelayanan kasus,
• Tempat perawatan memberikan koordinasi dengan
atau “foster home” pelayanan pada penegak
untuk korban korban hukum/dinas sosial
untuk memberi
pelayanan segera
• Tim pemeriksa
mayat akibat
kecelakaan/ cidera,
khususnya bayi dan
anak
• Peran serta pemerin-

©2004 Digitized by USU digital library 8


tah : polisi, penga-
dilan dan pemerintah
setempat
• Pendekatan
epidemio-logi untuk
evaluasi
• Kontrol pemegang
senjata api dan
tajam

Prevensi tertier-tujuan : reedukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan


• Strategi pemulihan • Reedukasi orang tua • “Foster home”,
kekuatan dan dalam pola asuh tempat perlindungan
percaya diri bagi anak • Peran serta
korban • Konseling profesional pemerintah
• Konseling profesional bagi keluarga • “Follow up” pda
pada individu • “Self-help-group” kasus penganiayaan
(kelompok peduli) dan kekerasan.
• Kontrol pemegang
senjata api dan
tajam

8. ASUHAN KEPERAWATAN
8.1. Pengkajian
• Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor dan psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

• Muskuloskletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)

• Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) Perdarahan per vagina
3) Luka pada vagina/penis
4) Nyeri waktu mikasi
5) Laserasi pada organ enetalia eksternal, vagina & anus

• Intergumen
1) Lesi sirculasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pad kulit, memar atau abrasi
3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Trauma yang tidak dijelaskan
5) Bengkak

©2004 Digitized by USU digital library 9


8.2.Rencana asuhan keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Tidak efektifnya koping Mekanisme koping 1. Identifikasi faktor-faktor 1. Dengan mengidentifikasi
keluarga; kompromi keluarga menjadi efektif yang menyebabkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan rusaknya mekanisme dilakukan intervensi yang
faktor-faktor yang koping pada keluarga, usia dibutuhkan dan
menyebabkan Child orang tua, anak ke berapa penyerahan pada pejabat
Abuse dalam keluarga, status yang berwenang pada
sosial ekonomi terhadap pelayanan kesehatan dan
perkembangan keluarga, organisasi sosial
adanya support system dan
kejadian lainnya
2. Konsulkan pada pekerja 2. Keluarga dengan Child
sosial dan pelayanan Abuse & neglect biasanya
kesehatan pribadi yang memerlukan kerja sama
tepat mengenai problem multi disiplin, support
keluarga, tawarkan terapi kelompok dapat
untuk individu atau membantu, memecahkan
keluarga masalah yang spesifik.

3. Dengan mendorong
3. Dorong anak dan keluarga keluar-ga dengan
untuk mengungkapkan mendiskusikan masalah
perasaan tentang apa yang mereka maka dapat dicari
mungkin menyebabkan jalan keluar untuk
perilaku kekerasan. memodifikasi perilaku
mereka.
4. Ajarkan orang tua tentang 4. orang tua mungkin
perkembangan & pertum- mempunyai harapan yang
buhan anak sesuai tingkat tidak realistis tentang
umur. Ajarkan kemampuan pertumbuhan dan perkem-
merawat spesifik dan bangan anak
terapkan tehnik disiplin
2 Perubahan Perkembangan kognitif 1. Diskusikan hasil test kepada 1. Orang tua dan anak akan
pertumbuhan dan anak, psikomotor dan orang tua dan anak menyadari, sehingga

©2004 Digitized by USU digital library 10


perkembangan anak psikososial dapat disesuai- mereka dapat
berhubungan dengan kan dengan tingkatan merencanakan tujuan
tidak adekuatnya umurnya jangka panjang dan jangka
perawatan pendek
2. Melakukan aktivitas (seperti, 2. Kekerasan pada anak akan
membaca, bermain sepeda, menyebabkan
dll) antara orang tua dan keterlambatan
anak untuk meningkatkan perkembangan karena
per-kembangan dari tugas keluarga. Aktivitas
penurunan kemampuan dapat engkoreksi masalah
kognitif psikomotor dan perkembangan akibat dari
psikososial hubungan yang terganggu
3. Tentukan tahap
perkembang-an anak seperti 3. Dengan menentukan tahap
1 bulan, 2 bulan, 6 bulan perkembangan anak dapat
dan 1 tahun membantu perkembangan
yang diharapkan
4. Libatkan keterlambatan per- 4. Program stimulasi dapat
kembangan dan membantu meningkatkan
pertumbuhan yang normal perkembangan
menentukan intervensi
yang tepat
3 Resiko perilaku keke- Perilaku kekerasan pada 1. Identifikasi perilaku kekeras- 1. Dengan mengidentifikasi
rasan oleh anggota ke- keluarga dapat berkurang. an, saat menggunakan/ perilaku kekerasan dapat
luarga yang lain ber- mengkonsumsi alkohol atau membantu menentukan
hubungan dengan kela- obat atau saat menganggur. intervensi yang tepat
kuan yang maladaptive. 2. Selidiki faktor yang dapat 2. Dengan mengidentifikasi
mempengaruhi perilaku faktor-faktor yang menye-
kekerasan seperti minum babkan perilaku kekerasan
alkohol atau obat-obatan akan lebih memberikan
kesadaran akan tipe situasi
yang mempengaruhi
perilku, membantu dirinya
mencegah kekambuhan
3. lakukan konsuling kerjasama 3. konseling dapat membantu
multidisiplin, termasuk perkembangan koping yang
organisasi komunitas dan efektif.
psikolologis

©2004 Digitized by USU digital library 11


4. Menyarankan keluarga 4. Terapi keluarga menekan
kepada seorang terapi dan memberikan support
keluarga yang tepat kepada seluruh keluarga
untuk mencegah
kebiasaan yang terdahulu.
5. Melaporkan seluruh kejadian 5. Perawat mempunyai tang-
yang aktual yang mungkin gung jawab legal untuk
terjadi kepada pejabat melaporkan semua kasus
berwenang dan menyimpan
keakuratan data untuk
investigasi
4 Peran orang tua Perilaku orang tua yang 1. Diskusikan ikatan yang wajar 1. Menyadarkan orang tua
berubah berhubungan kasar dapat menjadi lebih dan perikatan dengan orang akan perikatan normal dan
dengan ikatan keluarga efektif tua yang keras proses pengikatan akan
yang terganggu. membantu dalam
mengembangkan keahlian
menjadi orang tua yang
tepat
2. Berikan model peranan 2. Model peranan untuk
untuk orang tua orang tua, memungkinkan
orang tua untuk
menciptakan perilaku
orang tua yang tepat
3. Dukung pasien untuk 3. Kelas akan memberikan
mendaftarkan dalam kelas teladan & forum praktek
yang mengajarkan keahlian untuk mengembangkan
orang tua tepat keahlian orang tua yang
efektif
4. Arahkan orang tua ke 4. Kelas akan memberikan
pelayanan kesehatan yang teladan & forum praktek
tepat untuk konsultasi dan untuk mengembangkan
intervensi seperlunya keahlian orang tua yang
efektif

©2004 Digitized by USU digital library 12


8.3.Implementasi sesuai dengan perencanaan
8.4. Evaluasi :
1. Mekanisme koping keluarga menjadi efektif
2. Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat
disesuaikan dengan tingkatan umurnya
3. Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang
4. Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif

BAB III
TINJAUAN KASUS

Di Jawa Timur, Tepatnya di Mojokerto, sekitar bulan Maret 2000 terjadi


penganiayaan terhadap dua bocah kakak beradik, yaitu P (9 tahun) dan WP (5
tahun). Sejak ditinggal pergi kedua orang tuanya, diperkirakan 6 bulan lalu,
mereka memperoleh perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari buliknya
sendiri (Ny. N, 40 tahun), dan sepupunya (S, 16 tahun).
Di tubuh kedua bocah tersebut membekas luka-luka bekas sundutan rokok
dan sutil panas. Bibirnya juga nyaris sumbing akibat hajaran benda keras.
Demikian pula di bagian kepala mereka. Yang tidak kalah biadab, mereka
dilaporkan juga pernah dipaksa makan kotorannya sendiri dan diancam akan
dihajar jika tidak mau menuruti perintah buliknya. Terakhir, sebelum tragedi
kemanusiaan ini terbongkar warga setempat, kedua bocah itu diketahui sedang
dimasukkan ke dalam karung dan hendak ditenggelamkan di sebuah sungai,
sembari dihajar berkali-kali.
(sumber : Krisis dan Child Abuse oleh Suyatno B).

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Integumen :
• Terdapat bekas luka-luka sundutan rokok dan sutil panas.
• Luka atau robek pada bibir
- Psikologis :
• Takut
• Cemas
• Trauma
• Harga diri rendah
• Perasaan tidak aman dan nyaman
• Depresi

2. Diagnosa dan Intervensi


Diagnosa I
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka akibat trauma fisik
ditandai dengan robekan pada bibir dan bekas trauma pada kepala.
Hasil yang diharapkan :
- Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
- Menunjukkan sikap rileks dan dapat tidur / istirahat dengan tepat.

©2004 Digitized by USU digital library 13


Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan Untuk mengetahui tingkat nyeri yang
oleh anak. dirasakan anak.
2. Observasi tanda-tanda vital. Mengetahui perkembangan keadaan
umum anak, sehingga dapat
menentukan tindakan selanjutnya.
3. Ciptakan suasana tenang, dan Suasana yang aman dan nyaman anak
lakukan pendekatan secara lemah mendukung psikis anak sehingga
lembut ketika memberikan mempercepat penyembuhan.
perawatan pada anak.

Diagnosa II:
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka akibat trauma fisik ditandai
dengan luka terbuka / robekan pada bibir.
Hasil yang diharapkan :
- Suhu normal dan bebas tanda-tanda infeksi.
- Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan teknik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang Deteksi dini perkembangan infeksi
mengalami kerusakan, catat memungkinkan untuk melakukan
karakteristik dari drainase dan tindakan dengan segera dan
inflamasi yang ada. pencegahan terhadap komplikasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, Dapat mengindikasikan perkembangan
catat adanya demam, mengiggil, sepsis yang selanjutnya memerlukan
diaforesis, dan perubahan fungsi evaluasi atau tindakan segera.
metnal (penurunan kesadaran).
4. Batasi pengunjung yang dapat Menurunkan pemajanan terhadap
menularkan infeksi., ‘pembawa kuman penyebab infeksi’.
Kolaborasi
1. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Terapi profilaktik dapat digunakan pada
pasien yang mengalami trauma
(perlukaan).
2. Ambil bahan pemeriksaan Dilakukan untuk memastikan adanya
(spesimen) sesuai indikasi. infeksi dan mengidentifikasi organisme
penyebab dan untuk menentukan obat
pilihan yang sesuai.

Diagnosa III:
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, krisis situasional, dan
stimuli lingkungan ditandai dengan adanya luka-luka penganiayaan fisik.
Hasil yang diharapkan :
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang
dapat diatasi.
- Mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.

©2004 Digitized by USU digital library 14


Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji tingkat ansietas pasien, Membantu dalam mengidentifikasi eku
identifikasi bagaimana pasien dan keterampilan yang mungkin
menangani masalahnya di masa membantu pasien mengatasi
yang lalu dan koping pasien dengan keadaannya sekarang dan atau
masalah yang dihadapi sekarang. kemungkinan lain untuk memberi
bantuan yang sesuai.
2. Beri informasi yang akurat dan Memungkinkan pasien untuk membuat
jawab dengan jujur. keputusan yang didasarkan atas
pengetahuan.
3. Beri kesempatan pada pasien untuk Respon yang akurat tehr masalah
mengungkapkan masalah yang pasien dapat meningkatkan koping
dihadapinya. terhadap situasi yang sedang
dihadapinya.
4. Catat perilaku dari orang terdekat / Orang terdekat / keluarga mungkin
keluarga yang meningkatkan peran secara tidak sadar memungkinkan
sakit pasien. pasien untuk mempertahankan
ketergantungannya.
Kolaborasi
Rujuk pada kelompok pendukung yang Memberi dukungan untuk beradaptasi
ada, pelayanan sosial, psikoterapi, dan pada perubahan dan memberikan
sebagainya. sumber-sumber untuk mengatasi
masalah.

Diagnosa IV:
Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan penampilan ditandai
dengan adanya bekas luka pada tubuh dan robekan pada bibir.
Hasil yang diharapkan :
- Bicara dengan keluarga / orang terdekat tentang situasi, perubahan yang
terjadi.

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Terima dan akui ekspresi frustasi Penerimaan perasaan sebagai respons
dan kedukaan. Perhatikan perilaku normal terhadap apa yang terjadi
menarik diri. membantu perbaikan.
2. Bersikap realistis dan positif selama Meningkatkan kepercayaan dan
pengobatan dan penyuluhan kese- mengadakan hubungan baik antara
hatan. pasien dan perawat.
3. Berikan penguatan positif terhadap Kata-kata penguatan dapat mendukung
kemajuan dan dorong usaha untuk terjadinya perilaku koping positif.
mengikuti rehabilitasi.
4. Beri informasi kepada kelompok Meningkatkan ventilasi perasaan dan
pendukung atau orang terdekat memungkinkan respon yang lebih
tentang bagaimana mereka dapat membantu pasien.
membantu pasien.
Kolaborasi
Rujuk kepada psikiatrik, psikolog sesuai Membantu dalam identifikasi cara untuk
kebutuhan. meningkatkan kemandirian. Pasien akan
memerlukan bantuan lanjut untuk
mengatasi masalah emosi mereka .

©2004 Digitized by USU digital library 15


Diagnosa V:
Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor-faktor yang
menyebabkan child abuse ditandai dengan tingkah laku destruktif terhadap
orang lain.
Hasil yang diharapkan :
- Keluarga dapat menunjukkan mekanisme koping yang baik setelah
diadakan pendekatan.
- Mengunjungi secara teratur dan berpartisipasi secara positif dalam
perawatan pasien.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat ansietas yang muncul Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum
pada keluarga / orang terdekat. pemecahan masalah dapat dimulai.
Individu mungkin akan terpreokupasi
dengan reaksinya sendiri pada situasi
dimana mereka tidak mampu untuk
memberikan respons terhadap
kebutuhan orang lain.
2. Kaji masalah yang mungkin Informasi mengenai masalah keluarga
mengganggu perawatan / proses akan membantu dalam mengembangkan
penyembuhan pasien. rencana perawatan yang sesuai.
3. Ikutsertakan orang terdekat dalam Hubungan saling percaya dapat
pembangunan informasi, ditingkatkan dan akan mempermudah
pemecahan amsalah dan perawatan proses pengobatan.
pasien.
4. Kaji tindakan orang terdekat Orang terdekat mungkin berusaha untuk
sekarang ini dan bagaimana mereka membantu namun tidak diekspresikan
diterima oleh pasien. sebagai bantuan oleh pasien. Mungkin
karena sikap terlalu protektif.

Pembahasan Kasus
• Dari aspek hukum
Dari segi hukum, kasus kekerasan dan tindak pelanggaran terhadap hak-
hak anak adalah sebuah perbuatan tercela. Dari kasus diatas, si pelaku telah
melanggar pasal 351 KUHP ayat 1: “Pencideraan anak yang bersifat
penganiayaan dan bersifat menimbulkan cedera fisik” (ancaman hukuman
penjara paling lama 2 tahun 8 bulan), dan ayat 2: “Bila mengakibatkan luka-
luka berat” (ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun).

• Dari aspek psikologis


Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang
dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang
lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan
tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban.
Wujud konkrit, kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah : penggunaan
kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di
depan orang lain, atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-
kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban akan
merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam
membuat keputusan (decision making).

©2004 Digitized by USU digital library 16


• Aspek keperawatan
Sebagai seorang perawat, dalam menangani kasus child abuse, perawat
harus mengkaji kondisi fisik si anak, selain itu perawat juga harus
memperhatikan kondisi psikisnya dan membantu pasien untuk
mengungkapkan perasaannya.
Kepada orang terdekat si pasien, perawat perlu melakukan pendekatan-
pendekatan. Karena dengan pendekatan tersebut diharapkan orang tersebut
bersedia berkomunikasi dan sharing kepada pasien untuk membantu
membentuk koping yang adaptif.
Bagi pelaku child abuse, perawat perlu membagi informasi mengenai
dampak penganiayaan yang dilakukannya dan diharapkan mau bekerjasama
dalam membantu kesempatan si pasien dan berusaha menyadarkan dia
bahwa tindakannya itu tidak manusiawi.

BAB IV
KESIMPULAN
Child abuse adalah segala perlakuan buruk yang dilakuakn terhadap
anaka atupun remaja oleh para orang tua,wali atau orang lain yang seharusnya
memelihara dan merawat orang tersebut.
Child abuse ini dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu di dalam keluarga dan
diluar keluarga
Diagnosa keperawatan pada child abuse ditegakkan berdasarkan :
☺ Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
☺ Penganiyaan fisik
☺ Pemeriksaan Laboratorium
☺ Pemeriksaan radiologi
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
merupakan hal serius yang segera harus dilakukan oleh semua pihak, yaitu
orang tua/keluarga, pendidik, penegak hukum, penanggung jawab keamanan,
mass media dan pelayanan kesehatan
Mengingat dampak penganiayaan dan kekerasan akan mengganggu
proses kehidupan anak yang panjang hendaknya upaya pencegahan lebih
diprioritaskan. Terlebih atas anak adalah masa depan suatu bangsa.
Diharapkan dengan adanya Undang – undang no.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak ,maka angka kejadian child abuse bisa berkurang bahakan
hilang dari permukaan Negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, ., Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak, FIK UI, 1998
Ennis Sharon Axton,Pediatric Nursing Care Plans,2nd Edition,Pearson
Education,New Jersey,2003
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999
Whaley’s and Wong, Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition,Mosby
Company,1996
Sowden Betz Cicilia, , Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC, 2002
Hhttp://www.ri.go.id/produk uu/isi/uu2002/uu22”02.htm
http://www.tempointeraktif.com
http://www.Balipost.com

©2004 Digitized by USU digital library 17

Anda mungkin juga menyukai