NIM : 1813020036
KELAS : MSP B
Tumbuhan lamun merupakan tumbuhan laut yang mempunyai sebaran cukup luas mulai
dari benua Artik sampai ke benua Afrika dan Selandia Baru. Jumlah jenis tumbuhan ini
mencapai 58 jenis di seluruh dunk (Kuo dan Me. Comb 1989) dengan konsentrasi utama
didapatkan di wilayah Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut 16 jenis dari 7 marga diantaranya
ditemukan di perairan Asia Tenggara, dimana jumlah jenis terbesar ditemukan di perairan
Filipina (16 jenis) atau semua jenis yang ada di perairan Asia Tenggara ditemukan juga di
Filipina.
Dua hipotesis yang saling bertolak belakang yang digunakan untuk menjelaskan
penyebaran lamun adalah : 1. Hipotesis Vikarians dan 2. hipotesis pusat asal usul. Hipotesis
vikarians yang dikemukakan oleh McCoy dan Heck (1976), berdasarkan lempeng tektonik,
perubahan iklim, dan juga pertimbangan ekologi seperti kepunahan dan hubungan spesies-
habitat. Berdasarkan penyebaran terumbu karang (sklerektinia), lamun, dan mangrove, McCoy
dan Heck ( 1976) menyimpulkan bahwa:
Pola biogeography lebih baik dijelaskan oleh keberadaan penyebaran biota secara luas
pada waktu sebelumnya yang telah mengalami perubahan akibat kejadian tektonik, speciation,
dan kepunahan, bersama dengan geologi modern dan teori biogeografi. Sedangkan hipotesis
pusat asal usul berpendapat bahwa pola distribusi lamun dapat dijelaskan dari penyebarannya
yang merupakan radiasi yang berasal dari lokasi yang memiliki keanekaragaman yang paling
tinggi yang disebut pusat asal usul (den Hartog, 1970). Hipotesis ini berpendapat bahwa
“Malinesia” (termasuk kepulauan Indonesia, Kalimantan-Malaysia, Papua Nugini, dan Utara
Australia) merupakan pusat asal usul penyebaran lamun.
Mukai (1993) menunjukkan bahwa pola penyebaran modern dari lamun di barat Pasifik
merupakan fungsi dari arus laut dan jarak dari pusat asal usul (Malesia). Datanya menjelaskan
bahwa jika mengikuti arus laut utama yang berasal dari pusat asal usul (Malesia) dengan
keanekaragaman lamun tinggi. Maka akan terjadi penurunan keanekaragaman lamun secara
progresif kearah tepi (Jepang, Selatan Quensland, Fiji) yang memiliki lebih sedikit jenis lamun
tropis. Yang perlu dicermati bahwa distribusi lamun sepanjang utara-mengalirnya Kuroshio dan
selatan-aliran timur arus Australia juga merefleksikan gradient lintang. Hal lainnya adalah
penyebaran lamun sepanjang gradient ini juga dipengaruhi oleh temperatur.
Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah dibandingkan
Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7 marga. Namun demikian terdapat dua jenis lamun yang
diduga ada di Indonesia namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii dan Ruppia maritime*
(Kiswara 1997). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat jenis lamun kayu
(Thalassodendron ciliatum) yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur
perairan Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Padang_lamun
- Salinitas
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat
menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan \
hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk
pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35.Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap
biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis
antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan
lebar daun semakin menurun (Walker 1985).Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, Mellors et
al. (1993) dan Nateekarnchanalarp dan Sudara (1992) yang melakukan penelitian di Thailand tidak
menemukan adanya pengaruh salinitas yang berarti terhadap faktor-faktor biotik lamun.
- Kekeruhan
Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun karena dapat
menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis masuk ke dalam air.
Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-partikel hidup
seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya.
Erftemeijer (1993) mendapatkan intensitas cahaya pada perairan yang jernih di Pulau Barang Lompo
mencapai 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter. Sedangkan di Gusung Tallang yang mempunyai
perairan keruh didapatkan intensitas cahaya sebesar 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter. Pada
perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun
(Hutomo 1997). Hamid (1996) melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap pertumbuhan
panjang dan bobot E. acoroides.
- Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona
intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30m. Zona intertidal dicirikan oleh
tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia,
Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Selain itu,
kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs
(1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi.
Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinwn tertinggi pada kedalaman sekhar
100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985).
- Nutrien
Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem
lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun
pada perairan yang jernih (Hutomo 1997). Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air
antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang
dapat dimanfeatkan oleh lamun (Udy dan Dennison 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen
kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen
hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi. Di Pulau Barang Lompo kadar nitrat dan
fosfet di air antara lebih besar dibanding di air kolom, dimana di air antara ditemukan sebesar 45,5 uM
(nitrat) dan 7,1118 uM (fosfet), sedangkan di air kolom sebesar 21,75 uM (nitrat) dan 0,8397 uM (fosfet)
(Noor et al 1996). Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun
umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan
dilakukan oleh akar lamun (Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya
hubungan antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air.
- Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun
dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang
hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara
1997). Sedangkan di kepulauan Spermonde Makassar, Erftemeijer (1993) menemukan lamun tumbuh
pada rataan terumbu dan paparan terumbu yang didominasi oleh sedimen karbonat (pecahan karang dan
pasir koral halus), teluk dangkal yang didominasi oleh pasir hitam terrigenous dan pantai intertidal datar
yang didominasi oleh lumpur halus terrigenous. Selanjutnya Noor (1993) melaporkan adanya perbedaan
penting antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigen dalam hal
struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa. Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun
(Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis
substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 :
7 pada pasir kasar (Burkholder et al. 1959 dalam Zieman 1986).
https://damnloveit.blogspot.com/2015/09/zona-subtidal.html
b. Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan (Bengen,
2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang
mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.)
untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang
mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
o Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
o Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan
garam.
o Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara
mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal
yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk
mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
c. Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai
faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia:
o Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi
oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh
pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
o Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona
ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
o Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi
oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
2. Ekosistem Padang Lamun
Lamun ( sea grass ) adalah Tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri
untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari Rhizome,daun dan akar.
Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-
buku. pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan
berbunga. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri
dengan kokoh di dasar laut hingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus.
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang hidupnya terbenam di dalam laut.Padang
lamun ini merupakan ekosistem yang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Fungsi
ekologi yang penting yaitu sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery
ground beberapa jenis hewan yaitu udang dan ikan baranong, sebagai peredam arus
sehingga perairan dan sekitarnya menjadi tenang.
Meskipun padang lamun merupakan ekosistim yang penting namun pemanfaatan langsung
tumbuhan lamun untuk kebutuhan manusia tidak banyak di lakukan. Beberapa jenis lamun
dapat digunakan sebagai bahan makanan, samo-samo ( Enhalus acoroides) misalnya di
manfaatkan bijinya oleh penduduk pulau-pulau seribu sebagai bahan makanan.
Adapun ancaman terhadap padang lamun, diantaranya sebagai berikut :
o Pengerukan dan pengurugan dari aktivitas pembangunan (pemukiman pinggir
laut,pelabuhan,industri dan saluran navigasi).
o Pencemaran limbah industri terutama logam berat dan senyawa organoklorin
o Pencemaran minyak dan industri.
a. Upaya pelestarian Padang Lamun Mencegah terjadinya pengrusakan akibat
pengerukan dan pengurugan kawasan lamun
b. Mencegah terjadinya pengrusakan akibat kegiatan konstruksi di wilayah pesisir
c. Mencegah terjadinya pembuangan limbah dari kegiatan industri, buangan termal serta
limbah pemukiman
d. Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara destruktif yang membahayakan lamun
e. Memelihara salinitas perairan agar sesuai batas salinitas padang lamun
f. Mencegah terjadinya pencemaran minyak di kawasan lamun
3. Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktivitas
tinggi (Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah
tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan
laut sub tropis maupun kutub (Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988). Ekosistem ini mempunyai
sifat yang menonjol karena produktivitas dan keaneka- ragaman jenis biotanya yang tinggi.
Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa besarnya produktivitas yang dimiliki terumbu
karang disebabkan oleh adanya pendauran ulang zat-zat hara melalui proses hayati.
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat
(CaCO3) dan terutama dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo
Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-
organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami perubahan
terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang berasal dari luar
terumbu. Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan karang adalah : cahaya, diperlukan
oleh Zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis dalam jaringan karang. Suhu dapat
merupakan faktor pembatas yang umum bagi karang. Pertumbuhan karang yang optimum
terjadi pada perairan yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 23 – 25 oC, akan tetapi karang
juga dapat mentoleransi suhu pada kisaran 20oC, sampai dengan 36 – 40oC (Nybakken, 1988).
Hubungan
1. Sifat fisik air Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari
pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi sebagai
penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya. Ini merupakan
salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap mangrove sehingga
mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat. Hutan mangrove kaya akan
sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem
lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat banyak dan terus menerus
oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan mangrove maupun pasang surut dapat
mengeruhkan perairan, maka ini akan mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan
zooxanthela yang hidup pada karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan
berdampak pada berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya
yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran
dan kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan horizontal.
2. Partikel organik yang berasal dari serasah lamun dan mangrove dapat mempengaruhi
pertumbuhan dari terumbu karang. Tingginya partikel organik yang tersuspensi
diperairan dapat menurunkan fotosintesis dari lamun dan zooxanthela di perairan.
Partikel organik ini akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan lamun
dan zooxanthella untuk proses fotosintesis. Selain itu partikel organik yang terbawa dari
ekosistem mangrove ke ekosistem lamun dan terumbu karang merupakan makanan bagi
biota-biota perairan seperti filter feeder dan detritus feeder. Khusunya ekosistem
mangrove, arus dan gelombang disekitarnya cukup kuat sehingga berfungsi
mencernihkan perairan. Sedangkan ekosistem lamun yang berdekatan dengan ekosistem
mangrove yang kaya sedimen, mempunyai rhizoma yang saling menyilang untuk
menahan substrat dasar. Penebangan hutan, pembukaan jalan, pembukaan lahan pertanian
dapat meningkatkan partikel organik diperiaran. Partikel yang tersuspensi terutama dalam
bentuk partikel halus maupun kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota
perairan pesisir dan lautan. Misalnya partikel tersebut menutupi sistem pernafasan yang
mengakibatkan biota tersebut susah bernafas.
3. Nutrien Terlarut
Nutrien diperiaran penting bagi produsen primer untuk proses fotosintesis. Nutrien di
perairan dapat berasal dari batuan-batuan maupun serasah tumbuhan dan organisme-
organisme yang mati, dan kemudian didekomposisi oleh bakteri menjadi zat anorganik yang
diserap oleh produsen primer. Mangrove kaya akan nutrien yang biasanya terbawa ke
ekosistem lamun dan terumbu karang melalui aliran sungai maupun efek pasang surut.
Nutrien ini diserap langsung oleh lamun melalui perakarannya, dan zooxanthella
memperoleh nutrien tersebut juga.Batuan-batuan karang yang pecah juga merupakan nutrien
yang dibutuhkan bagi organisme yang ada disekitar mangrove yang bisanya membentuk
cangkang. Nutrien ini juga bisanya dibawa oleh arus dan ombak untuk diserap oleh lamun.
1. MigrasiFauna
Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu ekosistem,
berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan dalam memperbutkan
makanan, tempat persembunyian yang aman, dll. Ketika ekosistem mangrove dalam
keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun oleh pengaruh alam, maka
biota-biota/fauna yang hidupnya disekitar mangrove akan beralih tempat ke ekositem
lamunmaupun terumbukarang untuk memperoleh perlindungan. Apabila dalam ekosistem
lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam memperbutkan makanan, maka fauna-fauna
disekitarnya akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk memperoleh makanan yang
banyak. Ketika terjadi kekeruhan di ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka
fauna-fauna yang hidup disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut
dan menempati ekosistem terumbu karang yang tidak kecerahan lebih baik.
4.DampakManusia
B. Keterkaitan Ekosistem secara Biologis
Hubungan keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang sudah
diduga sejak lama oleh para ahli ekologi. Namun kepastian tentang bentuk keterkaitan antara
ketiga ekosistem tersebut secara biologis masih belum banyak dibuktikan. Salah satu penelitian
yang dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan
terumbu karang tersebut dilaksanakan oleh Nagelkerken et al., (2000), di Pulau Curacao,
Karibia.
Penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan apakah daerah mangrove dan lamun
benar-benar secara mutlak (obligat) dibutuhkan oleh ikan karang untuk membesarkan ikan
yang masih juvenil ataukah hanya sebagai tempat alternatif (fakulatif) saja untuk memijah.
Lokasi penelitian dibagi menjadi 4 jenis biotope (habitat) yang berbeda, yaitu : daerah padang
lamun di teluk yang ditumbuhi komunitas mangrove, daerah padang lamun di teluk yang tidak
ditumbuhi mangrove (tanpa mangrove), daerah berlumpur di teluk yang ditumbuhi lamun dan
mangrove serta daerah berlumpur di teluk yang tidak ditumbuhi lamun dan mangrove (daerah
kosong tanpa vegetasi).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Nagelkerken et al., (2000) melaporkan
bahwa beberapa spesies ikan menggunakan daerah lamun dan mangrove sebagai daerah asuhan
tempat membesarkan juvenile (nursery ground). Kelimpahan dan kekayaan jenis (species
richness) tertinggi ditemukan di daerah padang lamun dan daerah berlumpur yang sekelilingnya
ditumbuhi oleh vegetasi mangrove.
Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu
variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis organisme. Hal ini membuktikan
adanya pengaruh tepi (edge effect) seperti tampak pada penelitian Nagelkerken et al. (2000).
Adanya variasi habitat menciptakan daerah tepi yang saling tumpang tindih. Hal ini
menimbulkan suatu daerah pertemuan antar spesies sehingga meningkatkan keanekaragaman
jenis organisme di daerah tersebut.
C. Keterkaitan ekositem secara Ekologis
Secara ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan
serta ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Hal ini disebabkan karena terumbu
karang berada dekat dengan ekosistem tersebut serta daratan dan lautan. Berbagai dampak
kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas atau di sekitar padang lamun atau hutan
mangrove akan menimbulkan dampak pula pada ekosistem terumbu karang. Demikian pula
dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti: kegiatan pengeboran minyak lepas
pantai, pembuangan limbah dan perhubungan laut.
DAFTAR PUSTAKA
Naamin, N. 2001. Oseanology (Parameter fisik, Kimia dan Biologi) Dari Terumbu Karang.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta.
Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali. 53 halaman
Sukarno, M., M. Hutomo, K. Moosa, dan P. Darsono,. 1986. Terumbu Karang di Indonesia :
Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam
Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. LON-LIPI. Jakarta
Suharsono. 1998. Standard Monitoring Terumbu Karang. Puslitbang – LIPI. Jakarta
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Umum Jakarta,
Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali.
Yayasan Terangi. 2005. Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Jakarta
http://shifadini.wordpress.com/2010/04/15/56/
http://www.shttp://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/
0027%20Bio%201-6b.htmmkjeunieb.co.cc/2010/08/keterkaitan-ekosistem-secara-biologis.html
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/kel4_012.htm
4. Mengapa perairan disekitar padang lamun relatif tenang?
Secara ekologis, kebun rumput-rumputan laut mempunyai beberapa fungsi penting di
daerah pesisir. Mereka merupakan sumber utama produktivitas primer di perairan dangkal di
seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme (dalam bentuk
detritus). Selain itu, tumbuhan ini juga berfungsi menstabilkan dasar-dasar lunak dimana
kebanyak spesies tumbuh, terutama dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang
sehingga mampu bertahan dari badan dan topan sekaligus. Menurut Hutomo (1997) dan
Kiswara (1997) dalam Asriyani (2012), daun lamun yang lebat akan memperlambat gerakan air
yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang.
Rimpang dan akar lamun juga dapat manahan dan mengikat sedimen sehingga dapat
menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun berfungsi sebagai
penangkap sedimen dan pencegah erosi.
https://www.google.com/search?safe=strict&client=ms-android-
oppo&sxsrf=ALeKk00f1cCAoxxrfsskR1nE9I_-oNuqxA
%3A1588256382826&ei=ft6qXsb8MZr59QOVqLAY&q=cara+pola+adaptasi+lamun&oq=car
a+pola+adaptasi+lamun&gs_lcp=ChNtb2JpbGUtZ3dzLXdpei1zZXJwEAMyBQgAEM0COgQ
IABBHOgcIIxCwAhAnUN2hAVjIrQFgmbABaABwAXgAgAG9A4gBrg2SAQkwLjUuMi4w
LjGYAQCgAQE&sclient=mobile-gws-wiz-serp
ADAPTASI LAMUN
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk
toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai
jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam.
Lamun juga memiliki karakteristik tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis,
perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar.
Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu
kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.
http://kebutsemalam.blogspot.com/2013/03/bentuk-adaptasi-lamun-seagrass.html
10. Bagaimana peran padang lamun penting dalam mitigasi perubahan iklim?
Pemanfaatan padang lamun sebagai bagian dari mitigasi dampak perubahan
iklim, hingga saat ini masih belum dilakukan oleh dunia. Padahal, bersama dengan
tanaman bakau (mangrove), potensi tumbuhan di perairan laut itu diketahui sangat
besar. Untuk bisa menyerap karbon sebanyak mungkin, maka kemampuan vegetasi
di darat dan laut harus tetap dipertahankan. Di laut, mangrove dan lamun bisa
diandalkan untuk melakukan tugas itu. Vegetasi pesisir berkontribusi sampai 50
persen penimbunan karbon di sedimen,” jelasnya.
Cadangan karbon pada lamun itu tersimpan pada substrat yang ada di bawah
permukaan pasir laut dan menyatu dengan akar lamun. Cadangan tersebut, mampu
bertahan dalam kurun waktu lama jika kawasan pesisir tidak mengalami kerusakan
karena berbagai hal.
Namun, Aan mengingatkan, walau ada cadangan yang besar, tetap perlu
dilakukan pengukuran secara kontinu berapa cadangan biomassa yang tersimpan dan
berapa kemampuan serapan karbon dari lamun yang ada. Cara itu harus dilakukan,
karena diyakini pemetaan padang lamun untuk menyerap karbondioksida bisa terus
terjaga baik kualitas maupun kuantitas.
Di sisi lain, walau lamun memiliki potensi besar untuk menyerap karbon,
kondisinya saat ini semakin memprihatinkan. Dari 293.464 ha padang lamun yang
sudah tervalidasi, tercatat hanya 15,35 persen saja yang kondisinya bagus atau sehat.
Sementara, 53,8 persen dinyatakan kurang sehat dan 30,77 persen dinyatakan
miskin.
Fakta itu diungkapkan Peneliti Padang Lamun P2O Dhewani Mirah Sjafrie
di tempat yang sama. Menurut dia, merujuk pada Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No.200/2004, padang lamun yang masuk kategori sehat harus memiliki
tutupan minimal 60 persen. Sementara, untuk kondisi sekarang, tutupan padang
lamun di Indonesia rerata mencapai 42,23 persen.
https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2018/10/03/pentingnya-padang-
lamun-mitigasi-perubahan-iklim-sayangnya/amp/