Anda di halaman 1dari 8

KEMISKINAN

1. Definisi

Secara harfiah , kemiskinan berasal dari kata miskin yang memiliki arti tidak berharta.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , kemiskinan memiliki kesamaan arti dengan kata
kefakiran. Biasanya kata miskin dan fakir disebutkan secara bersamaan yakni fakir miskin
yang memiliki arti sangat kekurangan. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan
secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah yang
ditandai dengan kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa
pangan, sandang, maupun papan. Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi
ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu
untuk menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004: 122).

Beberapa ahli mendifiniskan kemiskinan dengan arti yang berbeda-beda, antara lain :

a. Benyamin White mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan


kemiskinan adalah perbedaan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat
dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.
b. Parsudi Suparlan mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu standar tingkat

hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada
sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan
yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
c. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan kemiskinan
sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar
minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002).

Adapun berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah


kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Dilihat dari perspektif sosial, kemiskinan dimaknai sebagai kurangnya
jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung seseorang untuk mendapatkan
kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dalam pengertian yang lebih
luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara
individu, keluarga, maupun kelompok, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya
permasalahan sosial yang lain. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.

Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan


kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada
prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan
maupun pendidikan. Persoalan kemiskinan masyarakat di negara-negara
ini tidak hanya sekedar bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah
meluas pada bentuk ketidakberdayaan secara sosial maupun politik (Suryawati,
2004).

2. Ciri-Ciri

Secara Umum, ciri-ciri yang dipakai hingga saat ini untuk menentukan kondisi miskin adalah:

 Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan


kerja, dan ketrampilan yang memadai.
 Tingkat pendidikan yang relatif rendah.
 Bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil atau disebut juga bekerja di
lingkungan sektor informal sehingga mereka ini terkadang disebut juga
setengah menganggur.
 Berada di kawasan pedesaan atau di kawasan yang jauh dari pusat-pusat
pertumbuhan regional atau berada pada kawasan tertentu di perkotaan
(slum area)
 Memiliki kesempatan yang relatif rendah dalam memperoleh bahan
kebutuhan pokok yang mencukupi termasuk dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai dengan standar kesejahteraan
pada umumnya.
Pada tingkat regional, menurut World Bank karakteristik yang terkait dengan kemiskinan
lebih mengarah pada spesifik negara tersebut. Secara umum, World Bank kemiskinan pada
daerah-daerah yang ada dicirikan dengan :

 Isolasi terhadap geografis


 Basis sumber daya yang rendah
 Curah hujan yang rendah
 Serta kondisi iklim yang tidak ramah

3. Contoh

Sebagai contoh, banyak yang berpendapat bahwa pembangunan ekonomi di Bangladesh


sangat terbelakang karena kerentanannya terhadap banjir tahunan dan provinsi Nghe An di
Vietnam utara-tengah miskin karena secara teratur terkena topan, yang menghancurkan
bagian penting dari akumulasi modal. Di banyak bagian dunia, keterpencilan daerah
pedesaan menurunkan harga yang diterima petani untuk barang-barang mereka dan
menaikkan harga yang mereka bayarkan untuk pembelian, karena biaya transportasi yang
tinggi - bertanggung jawab untuk menciptakan kerawanan pangan di antara orang miskin.
Pelayanan publik yang tidak memadai, komunikasi dan infrastruktur yang lemah, serta pasar
yang belum berkembang adalah fitur dominan kehidupan di pedesaan Kamboja, seperti di
banyak bagian lain dunia, dan jelas berkontribusi terhadap kemiskinan.

Contoh lainnya adalah umumnya ditetapkan bahwa rumah tangga miskin hidup lebih
genting, kurang saniter lingkungan, yang berkontribusi pada kesehatan yang lebih buruk dan
produktivitas anggota rumah tangga yang lebih rendah. Untuk mengilustrasikan: data dari
Survei Sosial Ekonomi Kamboja 1993/94 menunjukkan bahwa air dan sanitasi merupakan
pengaruh yang sangat penting terhadap status kesehatan dan gizi. CSES menunjukkan
bahwa hanya 4 persen dari kuintil termiskin yang memiliki akses ke air leding, sementara
lebih dari 17% kuintil terkaya memiliki yang sama. Perbedaan serupa terlihat dalam akses
terhadap sanitasi. Hanya 9% dari orang miskin memiliki akses ke toilet di rumah, sementara
sekitar setengah dari kuintil terkaya. Indikator lain dari standar perumahan adalah akses ke
listrik. Di sini sekali lagi akses kaum miskin tertinggal jauh di belakang. Akses ke listrik dari
generator atau sambungan saluran meningkat tajam dengan pendapatan, dari hanya 1
persen di antara orang-orang di kuintil bawah hingga 37 persen orang Kamboja di kuintil
terkaya. Indikator lain dari kekayaan rumah tangga termasuk kepemilikan transportasi.
Akses ke sepeda cukup merata, dengan setidaknya satu setengah rumah tangga memiliki
sepeda di setiap kuintil, bahkan yang termiskin. Namun, akses ke mobil, jip atau sepeda
motor sangat jarang di antara orang miskin dan meningkat tajam dengan pendapatan.

KERENTANAN

1. Definisi
Secara umum, kerentanan memiliki arti suatu kondisi tidak aman yang ditentukan oleh
proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang meningkatkan kerawanan (susceptibility).

Adapun yang mendefiniskan kerentanan sebagai sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat
keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana.

Beberapa ahli juga mendifiniskan kerentanan , antara lain :

 Menurut Bakornas (2007) kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas
atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakampuan dalam
menghadapi ancaman bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan memperburuk
kondisi masyarakat.
 Menurut UN/ISDR (2005) kerentanan sebagai kondisikondisi yang ditentukan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan, yang bisa
meningkatkan rawannya sebuah komunitas terhadap dampak bahaya.

2. Ciri-Ciri
 Tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi resiko
 Tidak adanya keamaan
 Keadaan rawan
 Kondisi buruk
 Tidak dapat melakukan upaya penanggulangan

3. Contoh

a) Gempabumi di Tabriz, Iran, 2012, Warga tinggal di lokasi dengan aktivitas


tektonik yang tinggi sementara bangunan rumahnya tidak didukung dengan
struktur tahan gempa. Manakala gempa melanda, bangunan pun runtuh.
Sekolah yang turut runtuh menyebabkan murid-murid menjadi korban; kondisi
ini dapat menjadi persoalan politik yang serius. Di sana terdapat  kekurangan
dalam hal kinerja pemerintahan, lemahnya dukungan, dan kurangnya kapasitas.

b) Topan Nargis di Delta Myanmar, 2008, Topan menerjang kawasan pesisir


selatan Myanmar yang datar. Selain itu, bentuk lahan delta di sana memiliki
ketinggian hanya satu meter di atas permukaan air laut. Masyarakat yang
terdampak bencana memiliki kerentanan karena beberapa kondisi berikut ini:

 Ekonomi,
 Sosial,
 Kurang pengalaman,
 Tidak ada rencana pengurangan risiko bencana
 TIdak ada rencana evakuasi
 Tidak ada peringatan dini sebelum topan melanda

Selain beberapa faktor di atas, kondisi infrastruktur di lokasi bencana juga


sangat menyulitkan untuk upaya pengiriman bantuan. Arsitektur rumah-rumah
warga dengan kayu dan bambu cukup kuat saat menghadapi gempa bumi,
namun tak berdaya untuk menghadapi topan. Pembelajaran lain dari lokasi
adalah adanya hutan Mangrove yang mampu untuk melindungi kawasan di
belakangnya dari terpaan topan. Setelah terjadinya bencana, jejaring sosial dan
budaya pun musnah. Sayangnya, rumah-rumah yang dibangun oleh NGO tidak
sesuai dengan budaya mereka sehingga warga merasa tidak nyaman
menempatinya. Korban yang selamat memiliki kesibukan untuk mencari bahan
pangan, sehingga ketahanan pangan menjadi isu yang sangat penting pada saat
bencana melanda. Dalam bidang mata pencaharian, bencana topan yang
melanda menghapus industri garam di pesisir itu. Warga tidak bersedia kembali
ke industri garam karena khawatir diterjang topan lagi.

c) Rusaknya Laut Aral, Di Kazakhstan, Laut Aral yang menjadi sumber air di sana
mengering karena pengambilan air berlebih untuk pertanian. Proses
pemanfaatan air yang tidak bertanggung jawab ini telah mengabaikan
pengelolaan lingkungan yang lestari. Setelah Laut Aral mengering, maka
masyarakat pun tidak lagi memiliki mata pencaharian. Pembelajaran penting:
ada hubungan antara mata pencaharian dengan pengelolaan lingkungan yang
lestari.

Sumber :
 Dillon H.S dan Hermanto, Kemiskinan di Negara Berkembang Masalah Krusial Global,
(Jakarta: LP3ES, 1993), 10.
 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993),
x.
 Wahyuli AN , Kemiskinan, (Surabaya : Universitas Islam Negeri Surabaya).
 Wini H, Kemiskinan, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta).
 World Bank, Understanding the Determinants of Poverty (Chapter 8)
 Jaswadi , R. Rijanta dan Pramono Hadi, TINGKAT KERENTANAN DAN KAPASITAS
MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RISIKO BANJIR DI KECAMATAN PASARKLIWON
KOTA SURAKARTA, Fakultas Geografi,Universitas Gadjah Mada.
 Pinuji, Sridewanto, Contoh Kerentanan Bencana Alam,x.
 Totok Wahyu Wibowo, Djati Mardiatno, Sunarto, PENILAIAN KERENTANAN
BANGUNAN TERHADAP BENCANA TSUNAMI MELALUI IDENTIFIKASI BENTUK ATAP
PADA CITRA RESOLUSI TINGGI, Fakultas Geografi,Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai