Anda di halaman 1dari 13

LECTURE NOTES

Character Building: Agama

Week 5

HATI NURANI

CHAR6021 – Character Building: Agama


LEARNING OUTCOMES

LO4 : Menjelaskan hati nurani dan sikap kritis menghadapi formalisme agama

OUTLINE MATERI (Sub-Topic):

 Pengertian hati nurani


 Pentingnya mentaati hati nurani
 Menjelaskan cara-cara mengembangkan hati nurani
 Tantangan yang dihadapi dalam membina hati nurani

CHAR6021 – Character Building: Agama


HATI NURANI

A. PENDAHULUAN

Hati Nurani adalah salah satu bagian penting dari setiap diri manusia. Setiap manusia
memiliki hati nurani. Hati nurani untuk setiap orang beriman memiliki tempat tersendiri
sebagai pedoman hidup. Prilaku orang beriman tidak hanya dituntun oleh oleh nilai, norma
atau berbagai ajaran-ajaran yang berada di luar dirinya. Perilaku orang beriman juga dituntun
oleh hati nuraninya sendiri.

Ada sebuah pandangan umum bahwa hati nurani merupakan salah satu media Tuhan
mewahyukan dirinya sendiri (Gea, Rachmat dan Wulandari, 2006:290). Oleh karena hati
nurani diakui sebagai media melalui mana Tuhan mewahyukan dirinya, semua orang beriman
dianjurkan untuk selalu memperhatikan suara yang ada dalam hatinya sendiri. Bila dalam
satu situasi tertentu yang tidak pasti, situasi yang membingungkan, dan tidak ada panduan
bagi manusia bagaimana ia haru keluar dari kebingungan tersebut, biasanya disarankan untuk
mendengar suara hati.

Tetapi, meskipun orang beriman yang mengakui bahwa suara hati merupakan media
bagi pewahyuan Tuhan, tidak semua orang beriman selalu mau mendengarkan suara hatinya
sendiri, atau kalaupun ia berusaha mendengarkan suara hatinya, pilihan-pilihan untuk
mengambil keputusan lebih dideterminasi oleh pikiran, atau pengalaman. Padahal tidak
pernah diungkapkan bahwa pikiran dan pengalaman merupakan tempat instimewa Tuhan
mewahyukan diri-Nya secara hidup. Yang nyata dari pikiran dan pengalaman manusia adalah
pikiran dan pengalaman manusia itu sendiri, dan bukan suara Allah.

Orang beriman seharusnya, selalu mengandalkan suara hatinya sendiri. Sebab suara
hati merupakan tempat melalui mana Tuhan mewahyukan dirinya dengan cara yang paling
hidup. Hati nurani tidak pernah berbohong, seperti Tuhan yang tidak pernah berbohong.
Sebagai contoh, bila anda terlambat dalang kuliah karena terlambat bangun, dosen anda
bertanya mengapa anda terlambat? Pikiran anda mengkalkulasi jawabannya sebagai berikut;
(1) kalau saya menjawab “saya terlambat bangun, dosen saya akan memberi saya hukuman”,
(2) kalau saya menjawab, “saya terlambat karena dalam perjalanan ke kampus saya menolong

CHAR6021 – Character Building: Agama


orang yang mengalamai kesulitan di jalan”, dosen saya akan memahami keterlambatan saya,
dan dia tidak memberi saya hukuman. Pikiran anda cenderung akan memilih jawaban kedua
karena sifat dasar dari pilihan yang berdasarkan pikiran adalah pilihan yang menguntungkan.
Ketika anda memilih alternatif kedua, anda tidak dihukum oleh dosen, karena dosen anda
memahami alasan anda, tetapi meskipun dosen anda tidak menghukum anda, hati nurani anda
akan mengatakan bahwa anda berbohong. Ada suara dalam hati anda mengatakan bahwa
anda berbohong. Apakah suara dalam hati itu adalah suara anda yang ada di dalam hati,
ataukah suara Allah yang ada di dalam hati anda?

Biasanya jauh dari Tuhan dialami oleh orang beriman dapat membuatnya menjadi
gelisah. Gelisah dalam konteks ini menandakan terputusnya hubungan dengan Tuhan.
Orang yang suka berbohong biasanya mengalami kegelisahan dalam hatinya. Kegelisahan
dalam konteks ini merupakan tanda bahwa kita jauh dari Tuhan karena berbohong
bertentangan dengan perintah Tuhan sebagaimana yang diajarkan oleh hampir semua agama.
Berbohong adalah dosa. Dosa menyebabkan terputusnya hubungan antara manusia dengan
Tuhannya. Untuk memulihkan hubungan itu, maka manusia harus berlaku jujur, mengatakan
apa yang sungguh terjadi. Mungkin ia dihukum oleh manusia karena kejujuran itu, tetapi
sebagai orang beriman, ia membesarkan jiwanya dihadapan Tuhan.

B. PENGERTIAN HATI NURANI

Para filsuf biasanya menempatkan suara hati sebagai kesadaran moral


(Suseno, 1987:53) dalam sebuah situasi yang konkrit. Dalam konteks ini kita akan selalu
sadar mengenai peristiwa yang berada di luar kita. Terhadap berbagai pristiwa-peristiwa
tersebut ada semacam suara yang ada dalam hati kita untuk melakukan apa yang wajib kita
lakukan terhadap peristiwa itu. Suara hati dalam konteks ini menuntun kita bagaimana kita
merespons peristiwa yang berada di luar kita. Bila kita sedang berhadapan dengan teman,
saudara, seorang sahabat atau kekasih kita yang perilakunya tidak sesuai dengan apa yang
kita harapkan, biasanya kalau kita memperhatikannya dengan sungguh-sungguh atau
berusaha menyadari suara itu dalam hati kita, akan kita dengar atau alami sebuah tuntunan
bagaimana kita harus memberi respon terhadap peristiwa itu.

CHAR6021 – Character Building: Agama


Dalam konteks deskripsi singkat tersebut, kalau kita memahami suara hati sebagai
tempat Allah mewahyukan diri secara hidup dalam hati kita, maka respon kita terhadap
peristiwa yang tidak menyenangkan yang lahir dari perilaku teman, saudara, sahabat atau
kekasih kita, maka respon kita pasti selalu positif. Mungkin kita tidak memberi respon negatif
kepada mereka, melainkan sebaliknya respon yang positif. Seperti mungkin saja perilaku
mereka yang buruk membantu saya untuk dapat mengembangkan sikap sabar atau
memaafkan. Sabar dan memaafkan merupakan bagian penting dari pesan setiap agama.
Hampir semua agama mengajarkan umatnya bahwa orang yang sabar akan disayangi Tuhan,
atau orang yang memaafkan akan dimaafkan oleh Tuhan. Sebagai umat beragama kita perlu
wajib mendengarkan dan menaati suara hati kita yang meskipun oleh para filsuf dimaknai
sebagai kesadaran moral. Kesadaran moral ini berisfat mutlak, tegas dan oleh karena itu
sering diakui sebagai pusat otonomi manusia. Sifat kemutlakan suara hati merujuk pada sifat
Tuhan yang mutlak (bdk. Suseno, 1987:78). Jadi kemutlakan suara hati merujuk pada Tuhan.
Dalam fenoman suara hati kita betul-betul memiliki suatu pengelaman tentang transendensi,
tentang Tuhan yang mengatasi segala ciptaan. Kita tidak melihat Tuhan secara langsung,
tetapi kita seakan-akan dan bahkan sungguh-sungguh nyata mengalami Tuhan itu yang
menyapa kita melalui suara hati kita. Dalam pengalam seperti ini, suara hati merupakan
media perjumpaan Tuhan dengan manusia, media yang memungkinkan manusia dapat
mengalami Allah secara sungguh-sungguh nyata.

C. MENGEMBANGKAN SUARA HATI

Suara hati perlu dikembangkan secara terus menerus sebagaimana juga manusia terus
mengembangkan dirinya dalam menguasai ilmu pengetahuan dengan menggunakan akal
pikirannya. Bagaimana kita dapat mengembangkan suara hati kita?

Sebagai orang beriman, suara hati dapat dikembangkan dengan membangun relasi
yang terus menerus dengan Tuhan, sesama dan alam. Relasi dengan Tuhan bersifat vertical
dan relasi dengan sesame dan alam berifat horizontal. Relasi vertical dengan Tuhan dapat
dilakukan dengan doa yang secara umum setiap orang beragama menunjukkannya dalam
bentuk permohonan dan puji-pujian. Namun, di sini juga dalam kaitannya dengan suara hati,

CHAR6021 – Character Building: Agama


doa juga mesti dipahami dengan mendengarkan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita
lakukan dalam hidup kita.

Doa mendengarkan ini dapat kita lakukan seperti dalam contoh ini. Bila seorang ibu
misalnya memiliki seorang anak. Anak tersebut dalam penilaiannya sangat nakal. Suatu
ketika anak tersebut secara tidak sengaja memecahkan gelas. Reaksi kimiawi manusia pada
umumnya atau ibu tersebut khususnya mungkin saja marah pada anak tersebut. Tetapi sikap
orang beriman yang mau secara terus menerus membina relasi dengan Tuhan, pasti akan
menahan diri. Ia bertanya dulu dalam hatinya pada Tuhannya. “Tuhan apa respon saya
terhadap anak ku ini”. Semua orang beriman pada khususnya atau orang beragama pada
umumnya tahu bahwa Tuhan itu adalah kasih, penyanyang, sabar dan memaafkan. Sifat-sifat
Tuhan seperti ini mungkin saja dibagikan kepada ibu yang sedang menghadapi anak yang
dalam kategorinya nakal. Oleh karena itu, ibu tersebut mungkin saja mendapat suara dalam
hatinya yang mengatakan bahwa anda jangan marah, peristiwa ini hendak mengajarkan anda
untuk sabar. Sabar dapat membesarkan jiwa anda, atau suara lain dalam hati anda mungkin
saja mengatakan bahwa anda harus memaafkannya, karena ia sedang belajar memaafkan”.
Jawaban-jawaban seperti ini tidak saja positif bagi ibu tersebut, tetapi juga positif bagi sang
anak. Sang anak kemudian menjadi tahu dan mendapat model dari sang ibu mengenai dalam
situasi apa sabar sangat dibutuhkan dan bahwa kesalahan orang lain perlu dimaafkan. Kelak
dikemudian hari sang anak tersebut memiliki perbendaharaan positif yang banyak dalam
hidupnya. Ia tidak memiliki perbendaharaan negatif bila mengahadapi masa-masa sulit dalam
berhubungan dengan ibunya. Sebab dari kecil ia mendapat nutrisi jiwa dari sang ibu seperti
memaafkan dan sabar.

Setiap hari setiap orang beriman berhadapan dengan begitu banyak peristiwa hidup
yang menuntut untuk memberi respon. Orang beriman seharusnya selalu berdialog dengan
Tuhan untuk mengetahui bagaiman ia harus memberi respon. Tuhan yang baik akan memberi
respon yang perlu dan dibutuhkan oleh manusia untuk menghadapi situasi yang konkret
tersebut. Oleh karena itu berusahalah untuk terus belajar mendengarkan suara Tuhan dalam
hati sebelum merespon suatu peristiwa. Melalui cara itu, anda terus membina hari nurani
anda sebagai tempat Tuhan mewahyukan dirinya.

CHAR6021 – Character Building: Agama


Relasi kedua yang perlu bagi setiap orang beriman adalah relasi horizontal.
Relasi horizontal berkaitan dengan relasi dengan sesama manusia dan lingkungan.
Relasi yang positif dengan sesama dan lingkungan akan sangat membantu
menumbuhkembangkan hati nurani anda. Sebab melalui relasi yang baik itu, setiap orang
beriman mengisi perbendaharaan pengalamannya dengan hal-hal yang baik melalui
pengalaman berelasi dengan sesama dan alam. Tentu kita dapat mempersoalkan bahwa tidak
semua orang sebagai sesama dapat memberi kita situasi yang positif, bahkan mereka dapat
mempengaruhi kita secara negatif. Hal ini tentu saja benar. Namun, kita harus mengakui
bahwa seburuk-buruknya peritiwa yang kita alami dari sesama dan alam, peristiwa itu tentu
tidak pernah menjadi lebih buruk bila respon kita adalah positif. Jadi peristiwa buruk tersebut
juga adalah kesempatan bagi untuk untuk terus mempertegas sikap-sikap positif kita yang
kita timba pertama-tama dari relasi yang kita bangun dengan terus mendengarkan apa yang
Tuhan maui untuk kita lakukan melalui suara hati kita.

Uraian singkat mengenai mengembangkan suara hati dengan membangun relasi


dengan Tuhan, sesama dan alam sebetulnya merupakan sebuah ikhtiar untuk membiasakan
diri hal-hal yang baik. Setiap orang yang terus menerus membiasakan diri dengan hal-hal
yang baik akan secara otomatis dapat merespon setiap peristiwa yang berada di luar dirinya
dengan respon-respon yang positif.

Sayangnya tidak semua orang beriman dapat memberi respon yang positif untuk
menghadapi setiap peristiwa yang berada di luar dirinya. Banyak orang beriman memberi
respon negatif terhadap setiap peristiwa yang berada di luar dirinya, apa lagi kalau peristiwa
tersebut tidak masuk dalam ukurannya mengenai apa yang baik menurut dirinya. Karena itu
tidak mengherankan, orang beriman hanya kelihatan spiritual pada hari-hari tertentu, waktu-
waktu tertentu atau saat-saat tertentu. Sedangkan di luar waktu-waktu, saat-saat, hari-hari
tertentu itu, orang beriman cenderung memberikan respon negatif terhadap berbagai peristiwa
buruk yang berada di luar dirinya.

Respon negatif terhadap berbagai perisitiwa yang berada di luar dirinya tentu saja
tidak akan pernah membantunya untuk menemukan jalan terbaik untuk memecahkan
persoalan yang dihadapinya sebagai suatu peristiwa yang menuntut respon tertentu. Malas,
marah, putus asa, cemas, takut merupakan sebagian sedikit dari begitu banyak pilihan respon

CHAR6021 – Character Building: Agama


negatif yang biasa ditunjukan oleh orang beriman dalam menghadapi sebuah situasi yang
buruk. Respon seperti negatif menandakan bahwa orang beriman belum cukup belajar untuk
selalu membangun relasi dengan Tuhan, sesama dan alam. Bila relasi orang beriman dengan
Tuhan, sesama dan alam baik, maka responnya mungkin berupa sikap memaafkan,
bersyukur, rajin, optimis dan berbagai sikap-sikap positif yang lainnya.

D. TANTANGAN MENGEMBANGKAN SUARA HATI

Tantangan-tantangan untuk mengembangkan suara hati tentu sangat banyak.


Namun di sini dapat kita identifikasi beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh orang-
orang beriman. Beberapa tantangan tersebut berupa ilmu pengetahuan, materialism, dan
kebudayaan.

1. Ilmu Pengetahuan
Kita tidak bermaksud mengguggat peran penting ilmu pengetahuan bagi
perkembangan peradaban manusia. Ilmu pengetahuan telah banyak berjasa membantu
membawa manusia pada puncak-puncak peradabannya. Sekarang ini kita menjadi lebih bebas
untuk memobilisasi diri. Kita dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya
dengan begitu mudah, cepat, efisien dan efektif. Semua ini tentu berkat jasa ilmu
pengetahuan di bidang teknologi. Selain itu, dewsa ini kita juga dapat menyaksikan berbagai
peristiwa dari berbagai belahan dunia dalam hitungan menit dan bahkan detik melalui
teknologi informasi. Demikian juga dengan peran ilmu pengetahuan di bidang-bidang lainnya
seperti bidang kesehatan, infrastruktur, pangan, sandang dan papan. Singkatnya, peran
teknologi untuk memajukan peradaban manusia tidak dapat disangkal signifikansinya.

Bagi orang beriman, kemajuan ilmu pengetahuan tersebut harus dilihat dalam konteks
peran Allah yang terlibat dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
manusia. Namun, sayangnya banyak orang beriman yang berusaha mengakui dan mengalami
bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan salah satu bentuk peran Allah bagi
pembebasan manusia. Orang beriman justru memusatkan perhatiannya pada ilmu
pengetahuan tersebut dan bukan pada Tuhan yang memungkinkan ilmu pengetahuan itu

CHAR6021 – Character Building: Agama


bertumbuh dan berkembang bagi manusia. Orang beriman kebanyakan mengganti peran
Allah dengan peran ilmu pengetahuan.

Namun apakah ilmu pengetahuan dapat memecahkan semua masalah manusia?


Seharusnya dewasa ini ancaman penderitaan karena sakit harus berkurang karena tekonologi
kedokteran sudah sangat berkembang, demikian juga dengan ancaman kelaparan karena ilmu
pengetahuan di bidang pangan telah sangat canggih. Orang beriman dewasa ini harus menjadi
lebih bahagia. Namun apa yang terjadi? Manusia terus dihantui oleh berbagai macam
ketakutan. Banyak ketakutan tersebut justru dihasilkan oleh ilmu pengetahuan.

Sikap yang benar seharusnya bagi orang beriman adalah terus menerus membangun
dialog dengan Tuhan untuk memecahkan masalah hidupnya, bukannya menggantikan peran
Allah dengan ilmu pengetahuan. Bila manusia terus menerus membangun relasinya dengan
Allah untuk memecahkan masalahnya, maka manusia dapat menggunakan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya dalam tuntunan Allah. Di bidang kesehatan misalnya, bila seseorang
mengalami sakit jantung, dari sisi ilmu pengetahuan akan ada metode untuk mengobatinya.
Namun bila anda bertanya pada Tuhan terlebih dahulu tentang apa yang harus anda lakukan
dengan penderitaan anda, mungkan jawabannya adalah anda jangan dendam dan marah sebab
sikap-sikap seperti itu tidak baik baik kesehatan jantungmu. Jadi jawabannya sangat berbeda
dan tidak harus diselesaikan dengan ilmu pengetahuan. Anda cukup belajar untuk bersukacita
dalam setiap situasi terutama situasi yang sulit, maka jantung anda sehat. Demikian juga
untuk kasus-kasus yang lainnya.

2. Materialisme

Materialisme merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh orang beriman
dewasa ini untuk mengembangkan hati nuraninya. Materialisme merupakan sebuah sikap
yang menempatkan materi sebagai yang utama bagi hidup manusia. Materialisme nampak
dalam berbagai sikap hidup manusia seperti membeda-bedakan orang berdasarkan harta
kekayaan yang dimilikinya. Bila ada orang yang memiliki kekayaan yang lebi besar atau
menggunakan barang-barang atau fasilitas yang mewah dan eksklusif, kepadanya semua

CHAR6021 – Character Building: Agama


kesempatan dan tempat yang terutama diberikan, tetapi bila ada orang miskin yang masuk
dalam rumah kita kita cenderung menerimanya dengan setengah hati. Korupsi merupakan
wajah lain materialisme. Dengan korupsi, mengmabil apa yang tidak menjadi haknya atau
menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai
yang diajarkan dalam agama. Korupsi merupakan tindakan menumpuk harta benda dengan
mengabaikan hak-hak orang lain. Tentu masih banyak tindakan yang mencerminkan
materialisme.

Materialisme mengabaikan nilai-nila spiritual. Seperti telah diuraikan, nilai-nilai


spiritual diperoleh melalui hubungan atau relasi dengan Tuhan. Materialisme dalam konteks
ini menggantikan peran Tuhan dengan benda-benda materi. Jadi penekanannya adalah
menggantikan peran Tuhan dengan semua hal yang bersifat material. Penekanan tersebut
mengindikasikan bahwa materi tetap penting bagi hidup manusia, Materi yang dimiliki oleh
manusia juga merupakan tanda berkat Tuhan bagi manusia. Melalu materi yang dimiliki oleh
manusia, Tuhan membebaskan manusia dari kemiskinan, dan bahkan melalui mataeri yang
diberkan oleh Tuhan kepada manusia, manusia dapat meningkatkan kebajikan hidupnya.

Namun persoalannya, adalah bahwa banyak orang beriman telah menggantikan peran
Tuhan dengan materi. Materi menjadi ukuran untuk semua prilaku. Rakus makan sebagai
contoh lain misalnya merupakan wajah materialisme. Orang yang rakus tidak berusaha
mengurangi kebutuhannya supaya dia menjadi berkelebihan untuk dibagikan kepada orang
lain. Kerakusan seperti ini akan memandag rendah praktek-praktek aksetisme, puasa dan lain
sebagainya.

Semakin orang beriman tenggelam dalam materialisme, semakin dia kurang


menempatkan Tuhan sebagai subyek yang perlu didengarkan petunjuk-petunjuk-Nya yang
disampaikan melalui hati nurani. Bagi orang beriman, yang mengutamakan materialisme,
materi merupakan dasar dari seluruh perilakunya. Namun persoalannya adalah apakah
materialisme dapat menciptakan kebahagiaan bagi manusia? Dari berbagai berita televisi atau
koran kita dapat menyaksikan bahwa banyak orang beriman menjadi cemas karena barang-
barang material yang mereka miliki atau bahkan yang mereka tidak miliki. Bagi yang
memilikinya, dia takut rusak, dia cemas akan dicuri orang. Kecemasan dan ketakutan dalam
hal ini mendesaknya untuk melihat setiap orang lain sebagai yang perlu diwaspadai. Bahkan

CHAR6021 – Character Building: Agama


ia lebih memilih marah demi barang-barangnya dari pada berusaha untuk memaafkan dan
berbagai sikap yang dapat membesarkan jiwanya. Sementara itu, bagi orang yang tidak
memiliki materi yang cukup, ia dapat saja tergoda untuk mencuri atau merampok.

Dengan membangun relasi yang baik dengan Tuhan, dengan secara terus menerus
melatih diri dengan berusaha mendengarkan suara hati kita yang kita akui sebagai ruang di
mana Tuhan berbicara kepada kita, kita menjadi tahu, bagaimana kita memperlakukan barang
materi yang kita miliki, atau bagaimana kita harus memenuhi kebutuhan hidup kita.,

3. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan wajah peradaban manusia. Cara berpikir, nilai-nilai, norma,


kebiasaan, perilaku dan berbagai produk yang diciptakan oleh manusia merupakan wajah
kebudayaan yang melalui itu manusia mengafirmasi peradabannya sendiri. Namun tidak
setiap kebudayaan manusia dapat menuntun setiap orang beriman untuk mengembangkan
suara hatinya sebagai media melalui mana Tuhan mewahyukan dirinya.

Secara struktural dapat dijelaskan bahwa setiap orang lahir dalam konteks budaya
tertentu. Jadi setiap orang yang lahir ke dunia ini sudah ada budaya yang menuntun
hidupnya, budaya yang mengatur bagaimana ia berperilaku, bagaimana itu bertutur kata,
bagaimana ia merespon segala perisitiwa yang berada di luar dirinya. Hal ini tentu saja baik
bagi setiap manusia, karena dengan itu, keteraturan sosial dapat terjadi.

Tetapi bagi orang beriman, mengikuti tuntutan budaya saja tidak cukup. Budaya tidak
dapat menggantikan peran Tuhan yang terus membimbing hidupnya. Oleh karena itu, setiap
orang beriman tidak cukup menjalani hari-hari hidupnya berdasarkan tuntunan budaya.
Orang beriman juga harus selalu berjuang mendengarkan suara Tuhan melalui hati
nuraninya. Kebudayaan biasanya merupakan produk yang diwariskan, jadi kebudayaan
diciptakan dalam konteks tertentu di masa lalu. Masa sekarang tentu saja sudah berubah.
Oleh karena itu, mengandalkan budaya yang merupakan produk masa lalu sebagai satu-
satunya tuntunan hidup tidak tepat bagi setiap orang beriman. Setiap orang beriman
seharusnya tidak menggantikan peran Tuhan yang berbicara padanya melalu hati nuraninya
untuk merespon situasi konkrit yang dialaminya saat sekarang.

CHAR6021 – Character Building: Agama


KESIMPULAN

Hati nurani merupakan sesuatu yang penting bagi setiap orang beriman. Setiap orang
beriman tidak hanya mengandalkan ilmu pengetahuan, materi, dan kebudayaan sebagai dasar
untuk merespon berbagai peristiwa konkrit yang berada di luar dirinya. Kalau orang beriman
berperilaku demikian apa bedanya orang beriman dengan orang yang tidak berman?

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hati nurani merupakan ruang melalui
mana Tuhan mewahyukan diri-Nya. Dalam ruang itulah, Tuhan berbicara kepada setiap
orang beriman mengenai bagaiman ia harus merespon setiap situasi atau peristiwa konkrit
yang dihadapinya setiap hari. Oleh karena itu maka sikap dasar orang beriman adalah
mendengarkan tuntutan Tuhan melalui suara hatinya untuk merespon setiap situasi atau
peristiwa yang berada di luar dirinya.

CHAR6021 – Character Building: Agama


DAFTAR PUSTAKA

Frans Magnis-Suseno (1987). Etika Dasar, Masalah-Masalah pokok Filsafat Moral.


Yogyakarta: Kanisius

Porat Antonius & Max Biae Dae (2015). Eksegese Orang Jalanan. Tahun Liturgi A Jilid 1;
Tahun Liturgi C Jilid 1 dan 2, Kupang: Lembaga Jasa Psikologi Terapan

CHAR6021 – Character Building: Agama

Anda mungkin juga menyukai