1. Deskripsi Topik
Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman
banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta
telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah
terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir
sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah
gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan kali
Grogol jebol.
Hingga kini banjir pun belum berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim
penghujan telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah di
Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga
Jakarta tidak berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini.
Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka
berbagai masalah penyebab banjir pun mulai muncul dari masalah sampah, curah hujan
yang tinggi, peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, serapan air yang
buruk, hingga pemukiman liar dan pemukiman padat penduduk.
2. Permasalahan Yang Dihadapi
a. Limpasan Permukaan (Surface Runoff)
Menurut jurnal ilmiah Santi Sari, limpasan permukaan terjadi karena jumlah
hujan melampaui laju infiltrasi (daya resap air di site 0,00105 m3/hari, menurut
jurnal penelitian Arie Herlambang). Saat terjadi pemenuhan laju infiltrasi atau
dikatakan jenuh, maka air akan mengalir dengan bebas di permukaan tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu elemen meterologi dan elemen fisik daerah pengaliran
(Sosrodarsono & Takeda, 1978:135). Elemen metereologi meliputi jenis
prespitasi, intensitas hujan, dan durasi hujan sedangkan elemen fisik daerah
pengaliran melitputi tata guna lahan (Land use), jenis tanah, dan kondisi topografi
daerah pengaliran (Catchment). Elemen sifat fisik dapat dikategorikan sebagi
aspek statis sedangkan elemen meterologi merupakan aspek dinamis yang dapat
berubah terhadap waktu.
b. Ruang Resapan Air Hujan
Menurut Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementrian Pekerjaan Umum, telah
meluncurkan pemaparan lapangan mengenai kolam resapan air hujan (Rainwater
Storage Infiltration Facility) atau disingkat RSIF. RSIF ini mirip dengan sebuah bendungan
kecil yang menyimpan air hujan sementara dalam ruang kosong sebagai suatu bejana
untuk meresapkannya ke dalam tanah. Dikarenakan berkurangnya daya resap air hujan
ke tanah dan meningkatnya runoff / aliran air di permukaan tanah sebagai akibat dari
kelebihan kapasitas kandungan air tanah. Dan Bertujuan untuk mengurangi aliran banjir
dan besarnya runoff dengan mengisi kembali air tanah dan melestarikan siklusg
hidrologi yang sehat di daerah aliran sungai. Menurut kepala BBWS Ciliwung –Cisadane,
pengelolaan banjir dengan cara RSIF ini dapat diterapkan di lapangan parkir.
c. Drainase yang Buruk
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti drainase adalah saluran air / penyaluran
air / pengatusan. Ada beberapa sistem drainase seperti aerasi, alamiah, bawah
permukaan, induk, lapangan, permukaan, dan terbuka.
• Aerasi adalah drainase tertutup untuk memperbaiki aerasi tanah agar proses
mikrobiologi dapat berlangsung di dalam tanah dengan baik dan dapat
mengubah sifat kimia tanah
• Alamiah adalah pembuangan air permukaan suatu daerah secara alamiah (sifat
anomali air)
• Bawah permukaan adalah drainase alam ata buatan yang terdapat di bawah
permukaan tanah
• Induk adalah drainase yang bertalian dengan saluran induk
3. Kajian Pustaka
Secara alamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian
penting dari mekanisme pembentukan dataran di Bumi. Melalui banjir, muatan sedimen
tertransportasikan dari daerah sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke daratan yang
lebih rendah, sehingga di tempat yang lebih rendah itu terjadi pengendapan dan
terbentuklah dataran. Melalui banjir pula muatan sedimen tertransportasi masuk ke laut
untuk kemudian diendapkan diendapkan di tepi pantai sehingga terbentuk daratan, atau
terus masuk ke laut dan mengendap di dasar laut. Banjir yang terjadi secara alamiah ini
sangat ditentukan oleh curah hujan.
Perlu di sadari bahwa banjir itu melibatkan air, udara dan bumi. Ketiga hal itu
hadir di alam ini dengan mengikuti hukum-hukum alam tertentu yang selalu dipatuhinya.
Seperti, air mengalir dari atas ke bawah, apabila air ditampung di suatu tempat dan
tempat itu penuh sedang air terus dimasukkan maka air akan meluap.
Berdasarkan peta administratif dan batas DAS/Sub DAS 58 % (85.650 ha) berada
diluar wilayah DKI Jakarta serta 42 % (62.730 ha) berada di wilayah administratif DKI
Jakarta, sehingga dengan demikian penyebab banjir di DKI Jakarta tidak terlepas dengan
perkembangan pembangunan dan perubahan tataguna lahan dan penutupan lahan yang
ada di luar DKI –Jakarta. Data sebaran luas DAS di masing-masing DAS/Sub DAS tahun
2002 secara lengkap disajikan pada Tabel di bawah ini.
Bencana banjir bisa menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana, karena banjir yang
menerjang bisa merusak rumah penduduk, gedung, kendaraan dan juga merusak
fasilitas sosial
Banjir yang meluap hingga di jalanan dapat menimbulkan masalah, salah satunya
adalah lumpuhnya jalur transportasi. Sehingga warga baik pejalan kaki ataupun
pengguna kendaraan tidak bisa melewati dan tentu hal ini akan menimbulkan
kerugian
Pencemaran Lingkungan
Luapan air karena banjir akan membuat lingkungan menjadi kotor dan tidak sedikit
sampah yang berserakan tentu hal ini akan mencemari lingkungan dan juga
menimbulkan berbagai macam penyakit.
terjadi akibat krisis iklim. Hujan ekstrim ini, seharusnya menjadi acuan
c. Sistem Drainase.
Sistem drainase di Jakarta juga masih mengandalkan pompa. Hal ini
menyebabkan proporsi jumlah air hujan yang dikonversi langsung menjadi aliran
permukaan atau direct run-off meningkat
Menurut dia, 30-40 persen wilayah Jakarta saat ini berada di bawah permukaan
laut.
d. Pembuangan Sampah ke Sungai
Masyarakat masih memandang sungai sebagai bagian belakang,