Anda di halaman 1dari 6

NAMA : RULI ZHANI NUR P

KELAS : IX E
NO : 11

Novel angkatan 20-an

AZAB DAN SENGSARA


Judul Buku : Azab dan Sengsara
Penulis : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000
Tebal Buku : 163 Halaman

Aminuddin seorang anak muda berumur delapan belas tahun.


Dia adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminu’ddin seorang kepala kampung yang
terkenal di seantero Sipirok. Harta bendanya sangat banyak. Adapun kekayaannya itu berasal
dari peninggalan orangtuanya tetapi karena rajin bekerja, maka hartanya bertambah banyak.
Ayah Aminu’ddin mempunyai budi yang baik. Sifat-sifatnya itu menurun pada anak laki-laki
satu-satunya, Aminu’ddin. Aminuddin bertabiat baik, pengiba, rajin, dan cerdas.
Setelah Aminu’ddin pulang, Mariamin pun masuk kedalam rumahnya untuk menyuapi
ibunya yang sedang sakit.

Mariamin tidak ingin membuat ibunya sedih oleh karena itu ia berusaha untuk
menyembunyikan kesedihannya karena harus berpisah dengan orang yang dicintainya
walaupun itu hanya sementara. Ibunya sangat mengenal gadis itu sehingga dia mengetahui
kalau Mariamin sedang bersedih. Ibunya mengira kesedihan anaknya itu karena dia sedang
sakit sebab sakitnya ibu Mariamin sudah lama sekali. Setelah selesai menyuapi ibunya,
Mariamin pergi ke kamarnya untuk tidur. Mariamin tidak dapat memejamkan matanya,
Pikirannya melayang mengingatkan masa lalunya ketika dia masih kecil.
Dahulu ayah Mariamin, Sutan Baringin adalah seorang yang terbilang hartawan dan
bangsawan di seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia suka berperkara, maka harta
yang banyak itu habis dan akhirnya jatuh miskin dan hina. Berapa kali Sutan Baringin
dilarang istrinya supaya berhenti berpengkara, tetapi tidak diindahkannya ia malah lebih
mendengarkan perkataan pokrol bambu tukang menghasut bernama Marah Sait. Ibu
Mariamin memang seorang perempuan yang penyabar, setia sederhana dan pengiba
berlawanan dengan Sutan Baringin, suaminya yang pemarah, malas, tamak , angkuh dan
bengis. Mariamin dan Aminu’ddin berteman karib sejak kecil apalagi mereka masih
mempunyai hubungan saudara sebab ibu Aminu’ddin adalah ibu kandung dari Sutan
Baringin, ayah Mariamin ditambah lagi Mariamin sangat berhutang budi kepada Aminu’ddin
karena telah menyelamatkan nyawanya ketika Mariamin hanyut di sungai.
Setelah 3 bulan Aminu’ddin berada di Medan, dia mengirimkan surat kepada Mariamin
memberitahukan kalau dia sudah mendapat pekerjaan, Mariamin pun membalas surat dari
Aminu’ddin tersebut.
Mariamin sangat bahagia menerima surat dari Aminu’ddin yang isinya menyuruh
Mariamin untuk berkemas karena Aminu’ddin telah mengirim surat kepada orangtuanya
untuk datang ke rumah Mariamin dan mengambil dia menjadi istrinya serta mengantarkannya
ke Medan. Tetapi ayah Aminu’ddin tidak menyetujui permintaan putranya itu, biarpun
istrinya membujuknya supaya memenuhi permintaan Aminu’ddin.

Mariamin sudah mempersiapkan jamuan untuk menyambut kedatangan orang tua


Aminu’ddin. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, malah yang datang adalah
surat permintaan maaf dari Aminu’ddin. Dalam surat itu memberitahukan kalau kedua orang
tua nya sudah berada di Medan dengan membawa gadis lain sebagai calon istrinya.
Aminuddin sangat kecewa dan hatinya hancur tetapi dia tidak bisa menolak karena tidak
ingin mempermalukan orang tuanya dan dia tidak mau durhaka pada orangtua
Mariamin gadis yang solehah itu menerima maaf Aminu’ddin, dia menerima semuanya
sebagai nasibnya dan harapannya untuk keluar dari kesengsaraan pun sudah pudar.
Setelah dua tahun lamanya Mariamin pun menikah dengan orang yang belum dikenalnya,
pria itu bernama Kasibun. Usia Kasibun agak tua, tidak tampan dan dia pintar dalam tipu
daya, selain itu dia juga mengidap penyakit mematikan yang mudah menular pada
pasangannya.Aminu’ddin mengunjungi Mariamin di rumah suaminya ketika itu suaminya
sedang bekerja di kantor. Kasibun sangat marah setelah dia mengetahui kedatangan
Aminu’ddin apalagi ketika Mariamin menolak berhubungan suami-istri. Suaminya yang
bengis itu tidak segan-segan menamparnya, memukulnya dan berbagai penyiksaan lainnya.
Akhirnya karena dia sudah tidak tahan lagi Mariamin melaporkan perbuatan suaminya itu
pada polisi. Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin terpaksa Pulang ke
negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa malu, menambah azab dan sengsara
yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir sungai Sipirok.

Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah berkesudahan.


Azab dan Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jazad badan yang
kasar itu
Novel angkatan 30-an

”KATAK HENDAK JADI LEMBU”

Judul                : Katak  Hendak Jadi Lembu


Penulis    : N.St.Iskandar
Tebal buku       : 176 halaman

        Suria namanya. Seorang laki-laki yang sangat angkuh, kasar, pongah, serta suka
berfoya-foya. Sebenarnya ayah dari Zubaedah istrinya yaitu Haji Hasbullah tidak
mengehendaki anaknya menikah dengan Suria, akan tetapi mengingat bahwa yang meminta
Zubaedah adalah sahabatnya sendiri yaitu Haji Zakaria, maka dinikahkan lah Zubaedah
anaknya itu dengan Suria anak dari sahabatnya. Benar saja, ketika orang tua Suria meninggal
dunia, ia semakin parah sifatnya. Suka berfoya-foya dan menghabiskan harta warisan
ayanhya sampai ia tidak memperhatikan Zubaedah. Selama tiga tahun ia meninggalkan
istrnya yang sedang mengandung sampai melahirkan anak pertamanya yaitu Abdulhalim.
Setelah Abdulhalim lahir, Suria kembali dan meminta maaf kepada Zubaedah karena telah
meninggalkannya. Dan Suria kembali karena harta warisan ayahnya sudah habis.
Permohonan maaf itu dikabulkan oleh Zubaedah dengan harapan agar suaminya benar-benar
telah menyesal dan tidak memperlakukan dia seperti itu lagi.
       
Sifat Suria mulai berubah menjadi bertanggung jawab dan membaik. Dia bekerja di
Residenan Kabupaten. Ia menjadi seorang juru tulis yang berpenghasilan pas-pasan yang
tidak cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Sehingga, anak pertamanya yaitu
Abdulhalim disekolahkan oleh orangtua Zubaedah. Lama-kelamaan sifat Suria kembali
seperti semula menjadi angkuh dan merasa dirinya adalah bangsawan muncul kembali. Ia tak
ingin kalah dengan mertuanya yang bisa menyekolahkan Abdulhalim, maka ia
menyekolahkan anak kedua dan ketiga nya yaitu Saleh dan Aminah di sekolah HIS Bandung.
Sebenarnya Zubaedah kurang setuju dengan penempatan keduan anaknya itu di HIS, karena
biaya yang dibutuhkan sangat besar. Untuk makan saja mereka susah, apalagi ditambah
tanggungan anak-anaknya yang sekolah di HIS. Tetapi, Suria menanggapi dengan biasa,
santai dan tenang-tenang saja. Dia dmerdasadd mendjadi orang yang disegani dan dihormati
di kampungnya, sehngga ia menyekolahkan anak-anak nya di HIS, agar ia dipandang sebagai
keluarga yang kaya dan tidak miskin. Mengingat bahwa biaya anak-anak mereka yaitu Saleh
dan Aminah yang sedang bersekolah di sekolah HIS yang biayanya tidak kecil. Sehingga,
Zubaedah sering mengirim surat kepada orang tuanya agar mau mengirimkan uang untuk
membayar sekolah, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan membayar hutang-hutangnya.
Tetapi, Zubaedah rikuh untuk meminta kepada kedua orang tuanya itu terus-terusan. Dan
anehnya Suria tetap saja tenang.
       
Hampir setiap hari penagih hutang datang ke rumahnya. Dan Zubaedah sangat pusing
dan bingung bagaimana menghadapi mereka. Sehingga ia seringkali menyuruh anak-anaknya
atau pembantunya mengatakan bahwa ia sedang tidur atau tidak berada di rumah. Akhirnya
dia memutuskan untuk berhemat. Walaupun keputusan Zubaedah itu sangat ditentang oleh
Suria yang hidupnya terbiasa dengan foya-foya tanpa memikirkan keluarganya, tetapi
Zubaedah berusaha untuk menerapkan itu. Suria yang tidak suka dengan hidup hemat yang
diterapkan oleh Zubaedah, mempunyai cara untuk menambah penghasilannya dengan
melamar pekerjaan yang lebih rendah jabatannya tetapi lebih besari gajinya.
      
Saingan dalam melamar jabatan baru Suria adalah pegawai magang muda yang baru
beberapa bulan masuk di kantornya. Terlihat sekali bagaimana cakap dan ulrtnya pemuda itu,
semua orang menyanjung nya, tetapi tidak dengan Suria. Ia tidak suka dengan pegawai yang
bernama Kosim itu. Dalam menunggu keputusan akhir bahwa ia akan diterima tau tidak surat
lamaran itu. Ia sangat optimis dapat mengalahkan Kosim. Sehingga ia berani mengikuti dan
membeli barang-barang yang dilelangkan oleh atasan di kantornya. Suria tidak memelinya
dengan tunai, melainkan dengan berhutang, sehingga tambah bertumpuklah hutang-hutang
Suria sebelum pekerjaan itu diterimanya. Pada saat mendengar bahwa Kosim lah yang dapat
menduduki jabatan itu, Suria sangat kecewa sekali, sehingga ia tidak semangat dalam
bekerja. Kosim tidak hanya membuat ia gagal dalam melamar jabatan itu, ia juga akan
menikah dengan seorang anak gadis dari seorang Haji dari desa Rancapurut yang sangat ingin
dinikahinya, walaupun ia sudah memiliki istri dan anak. Pekerjaan Suria pun berantakan dan
tidak aturan. Sampai pada akhirnya ia dipanggil oleh atasannya yang bertanya apakah yang
menyebabkan ia seperti ini dan Suria menjawab semuanya. Dan ia pun meminta untuk segera
berhenti dari pekerjaannya. Setelah perbincangan itu, atasan Suria mengecek buku kas
kabupaten, ternyata ada yang ganjil di dalamnya, Suria pun dipanggil dan dimintai penjelasan
akan hal itu. Ternyata Suria memakai uang kas itu untuk membayar hutang-hutangnya. Dan
sudah jelas bahwa sebelum Suria ketahuan memakai uang ka situ, ia sudah meminta berhenti
bekerja.
       
Setelah berhenti bekerja, Suria dan Zubaedah melelang barang-barang di rumahnya.
Mereka akan tinggal bersama Abdulhalim dan istrinya di Bandung. Hasil lelang barang-
barang itu mereka gunakan untuk membayar sisa hutang dan ongkos untuk ke Bandung.
       Abdulhalim dan istrinya senang keluarga mereka berkumpul di situ. Hari- hari mereka
sangat cera. Tetapi, lama-lama sifat Suria yang buruk itu keluar. Ia seolah-olah menjadi
kepala rumah tangga yang mengatur semua keperluan rumah itu. Ia tidak ingat bahwa ia
tinggal dirumah anaknya yang merupakan kepala rumah tangga di rumah tersebut.
Abdulhalim ingin sekali menegurnya, tetapi ia takut menjadi anak yang durhaka. Hingga
pada akhirnya istri Abdulhalim mengatakan bahwa ia sudah tak sanggup lagi dengan perangai
mertua laki-lakinya yang seperti itu. Zubaedah mendengar pembicaraan Abdulhalim dan
istrinya merasa terkejut dan terpukul karena ia merasa bahwa ia dan suaminya telah
merepotkan mereka. Akhirnya Zubaedah jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah kematian
istrinya, Suria merasa bersalah kepada semuanya. Semua orang, dari anaknya Abdulhalim
sampai mertuanya mengatakan kepadanya bahwa Zubaedah meninggal karena ulah Suria
yang tidak kunjung bisa menjadi laki-laki dan sosok suami yang baik budi pekertinya.
Sehingga, Suria marah kepada semua nya dan meninggalkan rumah Abdulhalim
Novel angkatan 45-an

ATHEIS
Judul Buku : Atheis
Penulis : Achdiat K. Mihardja ( Angkatan ’45 )
Tebal Buku : 232 halaman

Sinopsis Cerita

Hasan adalah seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampong di kota Bandung,
Kampung Panyeredan. Ayah dan ibunya tergolong orang yang sangat saleh. Sudah sedari
kecil hidupnya ditempuh dengan tasbih. Iman Islamnya sangat tebal. Lukisan inilah yang
menggambarkan latar keagamaan dalam kehidupan Hasan, kehidupan yang bernaung Islam.
 Setelah menjadi pemuda dewasa makin rajinlah Hasan melakukan perintah agama semua
tentang ajaran – ajaran agamanya makin menempel terus di dalam hatinya. Sampai – sampai
Hasan menjadi seorang penganut agama Islam yang fanatik.
 Hasan kemudian meninggalkan orang tuanya dan memulai kehidupan di kota Bandung
dengan tinggal bersama bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah,sebagai
penjual tiket kapal di Kota Praja.

Di tempat penjualan tiket inilah Hasan bertemu orang – orang yang akhirnya
mengubah jalan hidupnya. Berawal dari pertemuannya dengan Rusli, temannya pada saat
bersekolah di Sekolah Rakyat. Rusli mengajak untuk bertamu ke rumahnya dan terlebih lagi
ada perasaan tertentu yang menghinggapinya kala bertemu dengan Kartini, yang merupakan
saudara angkat Rusli. Hasan jadi sering mampir ke tempat Rusli.Dan mulailah Hasan
mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang merupakan
aktivis ideologi marxis.

 Hasan yang dahulunya tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun
berada di tengah-tengah kemodernan kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah
menyangkut sisi relijiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin sering ia
berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli dan kawan-kawannya, juga
semakin akrab ia dengan mereka, mulai semakin tak perlahan Hasan meninggalkan gaya
hidup lamanya. Tentu saja ideologi marxis akan sangat menubruk pemahaman keagamaan
yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan
masih sangat keras untuk berusaha melawan jalan pikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini
ditunjukkan dengan tekadnya suatu kali untuk menyadarkan Rusli guna kembali ke jalan
yang benar. Dengan semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kalah
berdebat.Hasan menyerah, ia terus menggabung dalam lingkunagan marxis itu dan terus
tambah terpengaruh. Sewaktu suatu saat kembali ke rumah orang tuanya di Desa Panyeredan,
kebetulan bersama Anwar (salah seorang rekan marxisnya yang paling gila), ia bahkan berani
berteus terang pada kedua orang tuanya tentang pemahaman keimanan terbarunya. Dan tentu
saja untuk itu Hasan harus membayar dengan perpisahan untuk selamanya.

Namun ketika menceburan Hasan ke dalam lingkungan Marxis, ia sebetulnya juga tak
sepenuhnya sanggup dan mau untuk mengikuti ideologi tersebut. Keberadaan seorang
Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus ada di komunitas yang membuat ia
kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling lempar wacana yang
ada. Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada awalnya berbahagia sentosa
raya. Tentu, tak lama pula, datanglah juga masa sengsara, Hasan dan Kartini mulai sering
bertengkar. Dan pertengkaran inipun berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah,
utamanya, ketidaksukaan Hasan pada gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam
cara pikir yang konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah. Dalam keterlibatan ia
berkecimpung di dunia pemikiran kaum “atheis”, ia masih sangat mendekap erat pandangan-
pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa hari-hari Hasan, yang
hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan keanggunan Kartini, tetapi selain itu
Hasan pun berhadap dengan penderitaan fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
Suatu hari Hasan mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa
Kartini, dalam marah, ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang
( Kusyu Heiho ) yang menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan
diakhir hayatnya ini Hasan masih sempat mengucapkan Allahu Akbar sebagai tanda
keimanannya.

Anda mungkin juga menyukai