Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Medis

2.1.1. Pengertian

1. Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).

2. Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap
bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan
mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).

3. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).

4. Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA,
Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus, 2000)

5. Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalm
tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga
dapat tumbuh menyebar masuk ke dalam jaringan ( Suzanne c. Smeltzer, 2001 KMB volume 3, Hal
2167 ).

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

ANATOMI OTAK

Anatomi-otak.jpg

Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima,
menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf
mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ
manusia.

Bagian_otak

a. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system):

Mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol otot
rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan
aktif dan menyadari keadaan diluar tubuh kita dan secara sadar mengendalikannya.

b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system):

Saraf ini menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti : hati, paru-paru,
jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme,
sirkulasi darah dan pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf
otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan
susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).

Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:

* Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.

* Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi


mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

* Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, penden-

Garan dan ingatan jangka pendek.

 Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.

Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistim efektor
perifer tubuh, sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar
dan tingkah laku. Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan
pelindung yang paling luar adalah tengkorak.

Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1. Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).

a. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan medulla spinalis.
Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka.
Di medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan yang disebut jalan/ traktus
poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian
kanan tubuh dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di
medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan, denyut jantung
dan tonus pembuluh darah.

b. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang menghubungkan korteks
serebri dan serebllum.

c. Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla oblongata dan
diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation retikularis, suatu rangkaian penting yang antara
lain mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.

2. Otak kecil (cerebelum)

Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian belakang batang otak.
Cerebllum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang
diterima dari segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang keregangan otot
dan tanda serta posisi-posisi sendi.

3. Otak besar (cerebrum)

Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu :

Hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper dipisahkan oleh pistula longitu-

Dinal dan sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).

4. Diensefalon

Dibagi menjadi empat wilayah :

1. Thalamus

Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari seluruh tubuh lalu
memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang lebih tinggi.

Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari
serebri dan dikompres kedalam rongga yang kecil.

2. Hipotalamus

Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi


metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan
kelenjar pitviteri.

3. Subtalamus

Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan
diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.

4. Epitalamus

Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi
informasi olfaktorius.
Pembuluh darah yang mendarahi otak terdiri dari :

a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba dileher
depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke
rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga yaitu: sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri
anterior). Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior). Sebagian menuju otak bagian
dalam (arteri serebri interior). Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang
disebut arteri komunikan posterior.

b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh
karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini
mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling
berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.

2.1.3. Klasifikasi

1. Berdasarkan jenis tumor

1) Jinak

- Acoustic neuroma

- Meningioma

- Pituitary adenoma

- Astrocytoma (grade I)

2) Malignant

- Astrocytoma (grade 2,3,4)

- Oligodendroglioma

- Apendymoma

2. Berdasarkan lokasi

1) Tumor intradural

a. Ekstramedular

- Cleurofibroma

- Meningioma

b. Intramedular

- Apendymoma

- Astrocytoma

- Oligodendroglioma

- Hemangioblastoma

2) Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan
lambung.

2.1.4. Etiologi

1. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose
atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti
yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai


morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

3. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma
pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

5. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat
ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf
pusat.

6. Substansi-substansi karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa
ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.

7. Trauma Kepala

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh
trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.

2.1.5. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh dan berkembang dengan cara yang tersusun
untuk membentuk sel-sel baru. Apabila sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk mengawal
pertumbuhannya, ia akan tumbuh dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh berlebihan tanpa
dikontrol ini akhirnya menjadi tumor. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak
dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan
suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara
akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan
mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema
dalam jaruingan otak. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari
ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.

2.1.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi secara umum pada tumor otak antara lain:

1. Nyeri kepala

Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah
bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur
beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval
semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau
mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu
posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi)
pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala
merupakan gejala permulaan pada tumor otak yang terletak di daerah lobus oksipitalis.

2. Perubahan Status Mental

Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya
inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala
ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.

3. Seizure

Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian
tumor pada lobus parietal dan temporal.

4. Edema Papil

Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging
tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan
bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak
menetap. Penyebab edema papil ini biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya
menekan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocephallus

5. Muntah

Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana
muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.

6. Vertigo

Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.

7. Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik. Kejang yang
sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya
umum atau general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama
kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.

Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

· Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

· Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal

· Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

· Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy

· Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

· Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym

· Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

· Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau
halusinasi

· Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

· Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,
parkinsonism.

4. Lobus oksipital

· Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan


· Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi
hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan
serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala,
penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

· Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

· Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran

· Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

· Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

· Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada


anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

· Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil
udem

· Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal

9. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya
merupakan gejala awal dari medulloblastoma.

2.1.7. Komplikasi

1. Edema Serebral

Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa
yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel
(sitotoksik).

2. Hidrosefalus

Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalamrongga cranium yang tertutup
dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.

3. Herniasi Otak

Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Kematian

Kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif
dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau
terkena pembedahan maupun radioterapi.

5. Gangguan kognitif dan neurobehavior

Sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena
pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif
dan lokasi / lesi tertentu di otak.

6. Disartria

Gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab
dalam proses bicara.

8. Disfagi

Merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena
hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal.
Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi
pula karena muntahnya makanan ke paru.

9. Kelemahan otot

Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya
ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.

2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik

1. CT scan dan MRI

Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita
menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah
satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari
abses ataupun proses lainnya.

2. Foto polos dada

Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan
gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.

3. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk
membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

4. Biopsi stereotaktik

Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-
dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral

Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

6. Elektroensefalogram (EEG)

Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan
untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

2.1.9. Penatalaksanaan Medik

1. Surgery

Therapy pre-surgery seperti:

· Steroid untuk menghilangkan swelling

Contoh obat: dexamethazone.

· Anticonvulsan untuk mencegah dan mengontrol kejang

Contoh obat: carbamazephine

· Shunt untuk mengalirkan cairan serebrospinal

2. Pembedahan

Pembedahan pada tumor otak dilakukan untuk mengangkat tumor dan dikompresi dengan cara
mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi.

3. Radiotherapy

Merupakan salah satu modalitas penting dalam pelaksanaan proses keganasan.

4. Pembedahan

Tindakan ini bertujuan untuk membunuh sel tumor. Diberikan secara oral IV atau secara shunt.

2.1.10. Pencegahan

1. Hindari stress dan terapkan koping yang efektif terhadap stress

2. Terapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan
olahraga secara teratur

3. Hindari menggunakan telepon seluler yang terlalu lama dan penggunaan headset ketika
berkomunikasi dengan orang lain melalui telepon

4. Hindari rokok
2.1.11. Prognosis

Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker
biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.

Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.

2.2. Konsep Dasar Askep

2..2.1. Pengkajian

a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan identitas penanggung jawab.
c. Riwayat Sakit dan Kesehatan

· Keluhan utama

Biasanya klien mengeluh nyeri kepala

· Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.

· Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami pembedahan kepala

· Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor otak.

· Pengkajian psiko-sosio-spirituab

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.

d. Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

V Pernafasan B1 (breathing)

Bentuk dada : normal

Pola napas : tidak teratur

Suara napas : normal

Sesak napas : ya

Batuk : tidak

Retraksi otot bantu napas; ya

Alat bantu pernapasan: ya (O2 2 lpm)

V Kardiovaskular B2 (blooding)

Irama jantung : irregular

Nyeri dada : tidak

Bunyi jantung ; normal

Akral : hangat
Nadi : Bradikardi

Tekanan darah Meningkat

V Persyarafan B3 (brain)

Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.

Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal

Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal

Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)

Gangguan neurologi:

1. Afasia: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan
berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.

2. Ekstremitas: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex
tendon.

3. GCS: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam
kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung
responnya yaitu :

a. Eye (respon membuka mata)

(4) : Spontan

(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : Tidak ada respon

b. Verbal (respon verbal)

(5) : Orientasi baik

(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : Suara tanpa arti (mengerang)

(1) : Tidak ada respon

c. Motor (respon motorik)

(6) : Mengikuti perintah

(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)

(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).

(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : Tidak ada respon

V Perkemihan B4 (bladder)

1. Kebersihan : bersih

2. Bentuk alat kelamin : normal

3. Uretra : normal

4. Produksi urin: normal

V Pencernaan B5 (bowel)

1. Nafsu makan : menurun

2. Porsi makan : setengah

3. Mulut : bersih

4. Mukosa : lembap

V Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas

2. Kondisi tubuh: kelelahan

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,


pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia seebral.

3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan.

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi,
kerusakan sirkulasi verbal.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak nafsu makan.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d ketidakmampuan


mengenai informasi.

2.2.3. Intervensi
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang

Kriteria Hasil:

 Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2
 O Klien tidak merasa kesakitan.
 Klien tidak gelisah
 Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk
dan meredakan.

R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik
nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital.

R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.

3) Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.

R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.

4) Berikan kompres dingin pada kepala.

R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

5) Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi

R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.

6) Kolaborasi pemberian analgesic.

R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

Dx 2: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,


pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia seebral.

Tujuan: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil

Kriteria hasil:

 Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-
rata 80-100mmHg
 O Menunjukkan tingkat kesadaran normal
 Orientasi pasien baik
 O RR 16-20x/menit
 Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
 Intervensi:
1) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

2) Pantau tanda vital tiap 4 jam.

R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilangan


autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh.

3) Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.

R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah
vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.

4) Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran
mukosa.

R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.

5) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang


dipaksakan/mengejan.

R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat
meningkatkan TIK.

6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang
tidak sesuai lainnya.

R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau menandakan adanya nyeri
ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.

7) Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
 R/ Memenuhi kebutuhan oksigen
 Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
 R/ Mengurangi peningkatan TIK

Dx 3: Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan

Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria Hasil :

Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.

Intervensi:

1) Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan


( 0-4 )

R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.

2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.

R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.

3) Bantu untuk melakukan rentang gerak

R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.

4) Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan

R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan pasien
dalam perencanaan dan keberhasilan.

5) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.

R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit

Dx 4: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi,
kerusakan sirkulasi verbal

Tujuan: Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan

Kriteria Hasil :

 Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi


 O Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
 Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
 Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mangalami
kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri

R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien
dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.

2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.

3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana

R/ Menilai adanya kerusakan motorik.

4) Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang

R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang
lebih banyak pada satu waktu tertentu.
Dx 5: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak nafsu makan.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan

Kriteria Hasil:

 Nutrisi klien terpenuhi


 O Mual berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi:

1) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.

R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.

2) Kaji kebiasaan makan klien.

R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.

3) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.

R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.

4) Timbang berat badan bila memungkinkan.

R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin

R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak

Dx 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan


mengenal informasi.

Tujuan: dapat menyatakan pemahamannya menggenai penyakit, tindakan pengobatan dan


prognosisnya.

Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan,


memulai perubahan perilaku yang tepat.

Intervensi:

1) Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.

R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan.

2) Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi.

R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan.

3) Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal.


R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan
dari tubuh dengan sangat berarti.

4) Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.

R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk terapi
yang lain.

2.2.4. Implementasi

Sesuai intervensi

2.2.5. Evaluasi

Sesuai tujuan

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak. Yang terdiri atas
Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di
dalam otak, tetapi tidak ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang
berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar
(metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA
repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika
kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan
pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri.
Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.

Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.Pemilihan jenis terapi pada
tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita, tersedianya alat
yang lengkap, pengertian penderita dan keluarganya, luasnya metastasis. Adapun terapi yang
dilakukan, meliputi terapi steroid, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai