Anda di halaman 1dari 11

Dua Wajah Pertambangan Indonesia

Karya Tulis Ilmiah Ini di susun untuk mengikuti event beasiswa


Al-Khairat writing skills
Yang di selenggarakan Oleh LP2M IAI Al-Khairat Pamekasan 2020

Di tulis Oleh :
Muhammad Nurul Ikromi

Asal prodi dan fakultas :


Prodi Ekonomi Syariah

Fakultas Ekononomi dan Bisnis Islam


Institut Agama Islam Al-Khairat Pamekasan
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, salah satunya hasil
tambang (batubara, minyak bumi, gas alam, timah). Di era globalisasi ini, setiap negara
membangun perekonomiannya melalui kegiatan industri dengan mengolah sumber daya alam
yang ada di negaranya. Hal ini dilakukan agar dapat bersaing dengan negara lain dan
memajukan perekonomiannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan dari sektor privat maupun
sektor swasta yang mengolah hasil tambang untuk diproduksi.
Hingga saat ini, tambang atau pertambangan kerap kali dianggap negatif oleh
masyarakat. Memang benar dan harus diakui kalau pertambangan itu memberi dampak
negatif terhadap lingkungan, namun kalau dipikir-pikir lagi ternyata tambang tak semuanya
punya dampak negatif saja. Faktanya, tambang juga memiliki peran dan sisi positif untuk
kehidupan. Maka dari itu, kita harus berfikir lebih objektif atas berbagai masalah yang ada
seputar isu pertambangan.
Pertambangan di indonesia memiliki dua wajah yang perlu kita ketahui, yakni wajah
terang (sisi positif) dan wajah gelap (sisi negatif). Kedua hal tersebut sangat perlu kita kaji
secara mendalam.
Berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mengatur pertambangan
sebagai sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan
pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, ekplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Seluruh kegiatan pertambangan di Indonesia telah
di atur oleh Undang-Undang dan di lasanakan oleh perusahaan tambang yang memiliki izin
resmi dari pemerintah, meskipun tidak jarang di temukan juga perusahaan tambang yang
tidak memiliki izin resmi dan juga masyarakat yang menambang secara ilegal. Berdasarkan
data dari Bareskrim Mabes Polri mereka telah menindak sebanyak 1.384 tambang ilegal
selama 5 tahun terakhir, maraknya tambang ilegal seperti ini memang seharusnya cepat di
tindak tegas oleh pemerintah setempat. Karena selain menimbulkan kerusakan pada
lingkungan, tambang ilegal juga tidak membayar biaya pajak pada pemerintah dan merusak
harga pasaran, karena mereka menjual hasil tambang dengan harga di bawah pasaran. Dengan
adanya hal seperti ini, stigma stigma buruk masyarakat mulai bermunculan. Konflik terkait
agraria khususnya mengenai pertambangan terus terjadi setiap tahunnya, berdasarkan data
Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) antara 2015-2018 sudah terjadi sekitar 1.771 konflik
agraria dan 41% di antaranya merupakan konflik pertambangan yang akhirnya megakibatkan
41 orang tewas, 546 orang di aniaya, dan 940 orang dikriminalisasi, hal seperti ini sungguh
miris ketika terjadi di sekitar kita mengingat kita semua adalah saudara satu bangsa.
Terlepas dari itu semua. Layaknya sebuah koin, pertambangan juga memiliki dua sisi.
Yakni, sisi positif yang sangat menguntungkan bagi kita dan juga sisi negatif yang juga
begitu besar dampak dan resikonya. Tentu, agar kita sebagai rakyat indonesia lebih bisa
berfikir jernih dan menganalisa sendiri seperti apa dampak pertambangan untuk kita semua,
maka mari kita lihat dari dua sisi seperti apa pertambangan tersebut.
Wajah Terang Pertambangan
- Kontribusi terhadap perekonomian
Sektor pertambangan merupakan salah satu penunjang utama dalam prekonomian di
Indonesia. Berdasarkan data dari peta sektor pertambangan (2006) sumbangan sektor
pertambangan & penggalian terhadap pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1968
mencapai 21,31%. Pada tahun2005, sektor pertambangan & penggalian hanya memberikan
sumbangan sebesar 0,15% terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 5,60% atau 11,34% dari
pertumbuhan ekonomi, dan terus meningkat. Hingga pada 2018 Realisasi Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) atas sektor mineral dan batu bara tercatat mencapai Rp50 triliun
(economic.okezon.com). Dari pertumbuhan PDB pun mereka sangat menyumbang
pertumbuhan PDB, Selama kurun waktu 4 (empat) dekade sejak 1960, pangsa terbesar sektor
pertambangan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dicapai pada periode 1976 -1980. Share
sektor pertambangan mulai meningkat pada tahun 1974 dan mencapai puncaknya pada tahun
1980 sebesar 27,6%, yang terutama disebabkan oleh kenaikan produksi minyak bumi secara
besar-besaran. Pada periode tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor
minyak bumi terbesar di dunia, Share sektor pertambangan pada tahun 1993 s.d. 2005 relatif
stabil berkisar 9% dan pada tahun 2005 PDB sektor pertambangan mencapai Rp 198.306,3
miliar atau pangsa terhadap PDB sebesar 9,4%.
Dan juga pertumbuhan ekonomi suatu negara akan maju apabila pendapatan negara
tersebut tinggi, berdasarkan data dari BI (Bank Indonesia) Pendapatan pemerintah dari
penerimaan sumber daya alami pada tahun 2005 mencapai Rp 91.389 miliar. Pangsa
penerimaan sumber daya alami terhadap penerimaan dalam negeri pada tahun 2005 sebesar
22,34% dan sebagian besar disumbang oleh penerimaan minyak bumi 14,73%, Pendapatan
pemerintah dari penerimaan perpajakan dalam negeri khususnya PPN (Pajak Pertambahan
Nilai) dari migas pada tahun 2005 mencapai Rp 22.947 miliar. Pangsa PPH (Pajak
Penghasilan) migas terhadap penerimaan pajak dalam negeri adalah sebesar 8,56%,
sedangkan pangsa PPH migas terhadap penerimaan PPH adalah sebesar 17,01%.
Berdasarkan dari data di atas menunjukkan betapa besarnya kontribusi sektor
pertambangan dalam perkembangan perekonomian di indonesia. Dan kita semua tak bisa
menutup mata terhadap kebergantungan perekeonomian kita terhadap tambang.
- Kontribusi terhadap sosial budaya
Jika di lihat dari kacamata sosial, sektor pertambangan cukup memberikan dampak
yang besar bagi masyarakat. Seperti masyarakat sekitar dapat memperoleh pekerjaan dari
pertambangan tersebut, memacu pembangunan daerah, dan akhirnya akan berimbas secara
berkelanjutan terhadap kebutuhan insfrastruktur sosial seperti tempat ibadah, ekonomi berupa
perbankan dan pasar, serta sarana pendidikan.
Seperti yang terjadi di kabupaten berau kalimantan timur. Bupati Berau, Muharram
tak membantah, Berau masih ketergantungan dengan sektor pertambangan. Bahkan, investasi
itu telah memberikan kontribusi besar bagi pendapatan daerah Kabupaten Berau, terutama
royalti dari sektor pertambangan mencapai 62%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Berau
mencatat, laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berau seri 2010
menurut lapangan usaha (%), sektor batu bara dan lignit tahun 2015 di angka 3,81 %,
kemudian di 2016 menurun 4,56%. Namun, pada 2017 naik3,27 %, 2018 sempat turun 0,31
% dan 2019 naik cukup signifikan 6,42% (diswaykaltim.com). Sehingga keadaan sosial
masyarakat berau menjadi meningkat pesat, baik dari taraf pendidikan hingga pembangunan
dan perekonomian. Hal ini merupakan contoh kecil dari kontribusi sektor pertambangan
terhadap keadaan sosial masyarakat.
Pertambangan juga dapat memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, seperti smartphone.
Benda ini adalah favorit yang dimiliki semua orang, tapi siapa sangka kalau sebagian besar
komponennya adalah hasil pertambangan. Selain smartphone, banyak juga benda-benda hasil
tambang lain yang sering menghantui kehidupan kita misalnya, televisi, kabel listrik, bahan
bakar minyak, kuali, perhiasan dan lainnya. Meskipun sebernarnya untuk memenuhi
kebutuhan listrik harian kita sudah ada energi yang terbarukan seperti energi listrik tenaga
surya, air, dan angin, akan tetapi penggunaan energi tersebut masih kurang dampaknya dan
kurang perhatian pemerintah terhadapnya.

Wajah gelap pertambangan


Wajah gelap (Dampak Negatif) pertambangan lebih terasa pada rusaknya lingkungan
sekitar. Seperti, ketika Kegiatan penambangan yang terjadi di kawasan hutan. Maka, kegiatan
penambangan tersebut dapat merusak ekosistem hutan, sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan dalam bentuk pencemaran air, tanah, dan udara yang disebabkan oleh
benda-benda asing sebagai akibat pertambangan, sehingga mengakibatkan lingkungan
tersebut tidak berfungsi seperti semula. Di lansir dari Mongabay.co.id Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) memperkirakan, sekitar 70 % kerusakan lingkungan Indonesia karena
operasi pertambangan.  Sekitar 3,97 juta hektare kawasan lindung terancam pertambangan,
termasuk keragaman hayati di sana. Tak hanya itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak parah
meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108 rusak parah.
Tidak hanya itu, Usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat
mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), baik dari lahan yg
berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada permukaan lahan
khususnya terjadi pada jenis surface mining (Penambangan Terbuka), sehingga dapat
mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya. Penggunaan lahan yang
berubah menjadi pertambangan dalam kurun 2004-2014 adalah hutan belukar, perkebunan
rakyat, kebun campuran, rawa, semak, danau/telaga, hutan lebat, dan lahan terbuka
(Yunito,2016), hal seperti ini dapat mengakibatkan hilangnya vegetasi alami yang pada
akhirnya akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keaneka ragaman hayati, dan habitat
satwa-pun akhirnya berkurang. dan juga pada musim hujan, erosi dan sendimentasi tak dapat
terelakkan. perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng yang curam akan
memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi sehingga sangat besar
kemungkinan untuk terjadinya longsor. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat
beroperasi, air dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang dieksploitasi
untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak beroperasi, aktivitas
sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah berubah yang mengindikasikan
pengurangan cadangan air tanah untuk keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air
akibat tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun
(Nurlaili dina, 2015). Kegiatan penambangan seperti galian c juga mengakibatkan kehilangan
sumber air bawah tanah bagi keperluan pertanian dan sehari-hari warga sekitar, sehingga
mereka kesulitan untuk menuai panen yang baik atau lebih buruknya lagi mereka tidak bisa
menanam lagi karena sangat kesulitan air. Bayangkan, penduduk Indonesia yang merupakan
negara yang memiliki tanah yang subur dengan pertanian sebagain pekerjaan paling dominan,
akan kehilangan pekerjaannya sebagai petani jika mereka tidak bisa menanam di tanahnya
lagi, belum lagi sektor pertanian merupakan sektor kedua paling berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia setelah sektor pengolahan tambang, jika pertanian merosot tentunya
perokenomian juga akan sedikit merosot, hal ini sungguh harus sangat di hindari. Dan juga
kondisi air sekitar tambang sangat menurun kualitasnya sehingga tidak bisa di katakan
sebagai air minum yang sehat, akhirnya muncullah berbagai macam penyakit di akibatkan
meminum air tercemar tersebut. Air tercemar banyak di temui di lingkungan tambang batu
bara, Proses penambangan batubara menghasilkan cairan asam yang cukup banyak.
Pembuangan larutan/cairan asam ke lingkungan akan berpengaruh pada penurunan kualitas
aliran air tanah, unsure beracun, tingginya kandungan padatan terlarut dalam drainase air
tambang, sehingga akan meningkatkan beban sedimen yang dibuang ke sungai. Selain itu
tumpukan sampah dan tumpukan penyimpanan batubara dapat menghasilkan sedimentasi
pada sungai, dan air sisa yang dihasilkan dari tumpukan batubara tersebut bersifat asam dan
mengandung unsur beracun lainnya (Akhmad Khusyairi, 2012).
Kerusakan lingkungan alam akibat pertambangan tidak hanya terjadi di daratan saja,
bahkan di perairan laut pun timbul kerusakan. Kerusakan yang terjadi seperti rusaknya
terumbu karang yang merupakan rumah bagi banyak jenis makhluk hidup di laut. Terumbu
karang bagaikan oase dipadang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman
yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya dan
berlindung. Untuk manusia ini artinya terumbu karang memiliki potensial perikanan yang
sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Untuk
diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunya
(gurupendidikan.co.id). Tentunya dengan rusaknya terumbu karang penghasilan nelayan pun
akan berkurang karena tempat ikan tumbuh dan berkembang biak telah di rusak. Kerusakan
terumbu karang terjadi akibat adanya endapan lumpur yang menempel. Lumpur tersebut
berasal dari sisa penambangan timah di laut dan sungai. Regenerasi terumbu karang juga
tidak terjadi karena lumpur menempel pada anak dan telur karang. Pertumbuhannya sulit
karena anak dan telur karang harus menempel di karang yang kuat. Di lansir dari
republika.co.id Kondisi karang di Indonesia pada saat ini adalah empat % dalam kondisi
kritis, 46 % telah mengalami kerusakan, 33 % kondisinya masih bagus dan sekitar tujuh %
kondisinya bagus sekali.
Dampak yang terjadi akibat pertambangan juga tampak pada keadaan sosial budaya
masyarakat sekitar tambang. Seperti, Terganggunya arus jalan umum, konflik lahan hingga
pergeseran sosial-budaya masyarakat. berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh
mahasiswa UNIB mereka memperoleh hasil penelitian sebagai berikut: dilihat dari aspek cara
hidup: telah terjadi perubahan cara hidup, baik itu cara bekerja, bermain, dan berinteraksi,
masyarakat merasa tidak nyaman dengan kondisi lingkungan dan juga tekanan akibat adanya
pertambangan. Dilihat dari aspek budaya (sistem nilai, norma dan kepercayaan): telah terjadi
perubahan budaya yang biasa dimplementasikan dalam sistem nilai dan tradisi kerjasama,
gotong royong, tolong menolong dan kegiatan keagamaan, perubahan budaya tersebut
disebabkan oleh adanya konflik internal di tengah masyarakat (kartika, 2011). Banyak hal
yang terjadi akibat pemilik tambang yang tidak mengelola lahan pertambangan dengan baik,
seperti membiarkan bekas lahan pascatambang tanpa di reklamasi, berdasarkan (PP) No. 78
Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang Pemerintah mewajibkan pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi untuk melakukan reklamasi,
Reklamasi dan Pascatambang adalah konsep yang dianut dalam UU No. 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara. Reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi kembali  sesuai peruntukannya.
Perbuatan semena-mena yang melanggar peraturan tersebut menjadikan masyarakat sekitar
tambang banyak tertimpa bencana. seperti yang di dokumentasikan oleh watchdog dalam film
dokumenternya yang berjudul Sexy Killers, banyak nyawa anak-anak sekitar danau
pascatambang yang tidak di reklamasi melayang akibat bermain di sekitar lahan
pascatambang tersebut. Berdasarkan data yang mereka peoleh, sekitar 35 jiwa selama satu
tahun terakhir yang melayang di daerah tersebut (kalimantan timur). Dan secara nasional,
selama 2014-2018 sebanyak 105 jiwa melayang akibat lahan pascatambang yang tidak di
reklamasi. Seandainya saja mereka mereklamasi lahan pascatambang tentunya sangat banyak
manfaat yang di dapatkan dan tak banyak mudharat yang di hasilkan.

Kesimpulan
Usaha pertambangan memang memiliki peranan yang sangat penting untuk
mendukung perekonomian nasional serta dapat memberikan kontribusi yang signifikan
kepada masyarakat, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa usaha pertambangan juga berpotensi
menyebabkan gangguan lingkungan dan sosial.
Kita sebagai bangsa Indonesia, harus lebih bijak lagi menghadapi keadaan
pertambangan yang ada di Indonesia saat ini. Saya sendiri sebagai umat islam yang berwarga
negara indonesia memandang pertambangan yang memiliki dua wajah tersebut dengan
sebuah kaidah arab yang berbunyi : (‫ )تحتم ل أخ ف المفس دتين ل دفع أعظمهما‬artinya “Mafsadat
(kerusakan) yang lebih ringan harus di jalani untuk menolak mafsadat yang lebih besar”
(Ibnu Najm, 1419 H). Maksudnya begini, pertambangan di Indonesia memiliki dua mafsadat.
Yaitu, pertama mafsadat apabila pertambangan tidak di kelola dan kedua mafsadat apabila
pertambangan di kelola.
Pertama, mafsadat apabila tidak mengelola pertambangan. Berbagai macam mafsadat
akan timbul di indonesia, seperti negara indonesia akan sulit menjadi negara berkembang
apalagi untuk menjadi negara maju. Seperti yang telah kita ketahui, indonesia tumbuh dengan
pertumbuhan yang cukup signifikan berkat pertambangan, seluruh pembangunan infrastuktur
di indonesia baik dari infrastruktur perekonomian, pendidikan, dan keagamaan banyak dari
tambang sebagaimana yang telah kita bahas di atas. Penerimaan negara seperti PDB, PNBP,
PPN, dan PPH terus berkembang berkat pertambangan, negara Indonesia di kenal di dunia
juga salah satunya berkat pertambangan. Kehidupan sehari-hari kita nyaman dengan
pencahayaan lampu yang di tenagai listrik juga berkat pertambangan, kebutuhan sehari-hari
kita juga berasal dari pertambangan. Maka akan timbul mafsadat apabila kita tidak mengelola
pertambangan.
Kedua, mafsadat apabila kita mengelola tambang. Mafsadat yang timbul dari
pengelolaan tambang sangat tampak pada lingkungan dan sosial. Seperti rusaknya alam
sekitar, hilangnya lahan pertanian, tercemarnya air minum, mudahnya longsor dan banjir,
polusi udara, terjadi pemanasan global, semakin langkanya satwa liar, berkurangnya
pendapatan nelayan akibat rusaknya terumbu karang, terjadi konflik agraria, rusaknya jalan
transportasi masyarakat, dll. Itu semua terjadi akibat pertambangan. Maka akan timbul
mafsadat juga apabila kita mengelola pertambangan.
Maka sesuai dengan kaidah arab di atas, kita harus menjalani mafsadat yang lebih
kecil untuk menghindari mafsadat yang lebih besar. Pertanyaannya, apa mafsadat yang lebih
kecil tersebut ?. Menurut hemat saya, mafsadat yang kecil adalah dengan mengelola tambang.
Alasannya, kenapa mafsadat ini lebih kecil. Karena, ketika tambang tidak di kelola, negara
indonesia akan kesulitan untuk mencari alat untuk meningkatkan perekonomiannya, karena
sekitar 53,4% yang berati separuh pendapatan negara berasal dari pertambangan. seandainya
saja ada sektor yang lebih besar sumbangannya terhadap penghasilan negara, maka kita
boleh boleh saja mengacuhkan pertambangan dan tidak mengelolanya. Lantas bagaimana
dengan mafsadat yang di timbulkan oleh pengelolaan tambang ?. Mafsadat yang di timbulkan
oleh pengelolaan tambang itu masih bisa kita tutupi dengan beberapa hal, salah satunya
yakni dengan penerapan CSR (Corporate Social Responsibility) secara maksimal. Setiap
perusahaan harus memiliki tanggung jawab sosial, CSR harus di terapkan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan yang artinya memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus
mengorbankan kebutuhan generasi masa depan.
Indonesia mengamanatkan agar perusahaan melakukan CSR, hal itu tercantum di
Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU
PT”) yang berbunyi:
 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
bewasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum,
sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada
(Nurdizal, 2011).
Tentu saja tidak semua perusahaan akan melakukan kegiatan tersebut, karena
mungkin menurut mereka kegiata seperti hanya akan membuang buang uang. Maka dari itu
harus ada sanksi yang jelas jika perusahaan tambang tersebut tidak melaksanakan CSR.
Berdasarkan UU PT dan PP 47/2012, perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
peraturan perundang-undangan yang dimaksud mengacu ke PP 23/2010 beserta
perubahannya. Terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban
tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral
atau batubara; dan/atau
c. pencabutan IUP atau IUPK.
Sanksi administratif tersebut diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batubara, gubernur, atau bupati/walikota.
sesuai dengan kewenangannya (Pasal 110 ayat (3) jo. Pasal 1 angka 9 PP 23/2010).
Segala peraturan di atas harus di terapkan oleh perusahaan tambang sehingga dampak
terhadap lingkungan akibat pertambangan bisa lebih di minimalisir. Dan kita sebagai
masyarakat tidak resah lagi dengan adanya pertambangan tersebut.

Daftar Pustaka
Pemerintah Indonesia, 2009. Undang Undang No.4 Tahun 2009 Yang Mengatur Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No.4.
Sekretariat Negara. Jakarta
CNN, 2019. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190819144117-85-422695/ada-1384-
tambang-ilegal-pada-2013-2017-ditindak-bareskrim. Di akses 23 Desember 2020
KPA,2019.http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_pers/98/Empat_Tahun_Implementasi_Reform
a_Agraria. Di akses 23 Desember 2020
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, 2006. Pemetaan Sektor Ekonomi (Sektor
Petambangan) 2006. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter. Jakarta
Okezone, 2019. https://economy.okezone.com/read/2019/01/09/20/2002050/lampaui-target-
pnbp-sektor-pertambangan-2018-capai-rp50-triliun Di akses 23 Desember 2020
Diswaykaltim, 2020. https://diswaykaltim.com/2020/03/02/kontribusi-tambang-masih-besar-
untuk-pembangunan/ . Di akses 24 Desember 2020
Mongabay, 2012. https://www.mongabay.co.id/2012/09/28/jatam-70-persen-kerusakan-
lingkungan-akibat-tambang/ . Di akses 24 Desember 2020
Yunito,MR, Santosa LW, 2016. Kajian perubahan penggunaan lahan akibat penambangan
timah berdasarkan analisis neraca sumberdaya lahan spasial di kabupaten bangka.
Analisis Pertambangan. 5(1): 1
Dina Nurlaili, 2015. Analisis Pertambangan Batu Kumbung Dalam Perspektif Agama Islam.
Jurnal Studi Islam. 10(2): 55
Khusyairi Akhmad, M,Eng. 2012. dampak hidrologi tambang batubara. www.nuonline.co.id
di akses pada 24 Desember 2020
Kartika, 2011. Analisis Dampak Sosial Pertambangan Pada Masyarakat Lokal [Tesis].
Bengkulu (ID). Universitas Bengkulu
Pemerintah Indonesia, 2010. Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2010 Yang Mengatur
Tentang Reklamasi dan Pascatambang. Lembaran Negara RI Tahun 2010, No.138.
Sekretariat Negara. Jakarta
Laksono,D. (Sutradara) 2019. Sexy Killers. Watchdog di Youtube. Jakarta. 128 Menit
Ibnu Najm, 1999. Al-asybah Wa An-nadzairi ‘Ala Madzahibi Abi Hanifah An-nu’man hal
287. Darul Kitab Al-Alamiyah. Riyadh
Pemerintah Indonesia, 2007. Undang Undang No.40 Tahun 2007 Yang Mengatur Tentang
Perseroan Terbatas. Lembaran Negara RI Tahun 2007, No.106. Sekretariat Negara.
Jakarta
Rahman, Nurdizal M, dkk. 2011. Panduan lengkap pelaksanaan CSR. Penebar Swadaya.
Jakarta
Pemerintah Indonesia, 2012. Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012 Yang Mengatur
Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Lembaran
Negara RI, No.89. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia, 2010. Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 Yang Mengatur
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Lembaran Negara RI, No.29. Sekretariat Negara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai