Anda di halaman 1dari 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara


Udara dalam keadaan normal yang belum tercemar memiliki susunan
atau komposisi tertentu, diantaranya adalah nitrogen (78.09%), oksigen
(21.94%), argon (0.93%), karbondioksida (0.03%) dan lain-lain. Udara yang
tercemar adalah udara yang komposisi zat penyusunnya mulai berubah
menjadi tidak normal. Hal tersebut disebabkan karena adanya suatu zat asing
bukan penyusun udara yang masuk ke dalam udara. (Rukaesih, 2004:56)
Berdasarkan uraian di atas definisi pencemaran udara menurut
peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 adalah masuk atau dimasukkannya
bahan-bahan atau zat-zat asing ke dalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Zat-zat asing tersebut
mengubah komposisi udara dari keadaan normalnya dan jika berlangsung
lama akan mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
(Rukaesih, 2004:120)
Zat-zat pencemar udara terdapat dalam bentuk gas atau partikel, kedua
bentuk zat pencemar itu berada di atmosfer secara simultan, tetapi seluruh zat
pencemar udara 90% berbentuk gas. Bentuk-bentuk zat pencemar yang sering
terdapat dalam atmosfer, antara lain :
a. Gas : keadaan gas dari cairan atau bahan padatan
b. Embun : tetesan cairan yang sangat halus yang tersuspensi di udara
c. Uap : keadaan gas dari zat padat volatile atau cairan
d. Awan : uap yang dibentuk pada tempat yang tinggi
e. Kabut : awan yang terdapat diketinggian yang rendah
f. Debu : padatan yang tersuspensi dalam udara dari pemecahan
bahan
g. Haze : partikel-partikel debu atau garam yang tersuspensi dalam
tetes air
h. Asap : padatan dalam gas yang berasal dari pembakaran tidak
sempurna. (Rukaesih, 2004:121)

http://digilid.unimus.ac.id
2.1.1. Penyebab Pencemaran Udara
Pertambahan jumlah kendaraan bermotor di jalan raya semakin
meningkat, hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah polusi
yang akan dihasilkan kendaraan bermotor. Selain kendaraan bermotor
dengan bahan bakar fosilnya, pabrik-pabrik atau industri juga ikut
berperan serta sebagai pencemar udara. (Rukaesih, 2004: 121)
Pada umumnya penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu :
a. Faktor internal (peristiwa alam), seperti :
1) Debu yang beterbangan
2) Abu dari gunung berapi berikut gas-gas vulkaniknya
3) Proses pembusukan sampah organik, dll.
b. Faktor eksternal (aktifitas manusia), seperti :
1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil
2) Debu/serbuk hasil kegiatan industri
3) Pemakaian zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Tabel 2.1 Sumber-sumber pencemar udara


Sumber Polutan ( ton/tahun)
CO Partikulat SOx HC NOx Total
Trasnportasi 69.1 1.4 0.9 7.8 9.1 88.3
Pembakaran bahan bakar 2.1 1.4 19.0 0.3 10.6 33.3
Proses industry 5.8 3.7 3.8 10.8 0.7 24.8
Pembuangan limbah padat 2.2 0.4 0.0 0.6 0.1 3.3
Pembakaran alami 6.2 0.9 0.0 2.4 0.2 9.7
Total 85.4 7.8 23.7 21.8 20.7 159.4
(Sumber : Peavey, 1985)

http://digilid.unimus.ac.id
2.1.2. Pemakaian Bahan Bakar Fosil
Dampak pencemaran lingkungan tidak hanya disebabkan kegiatan
industri maupun teknologi, melainkan disebabkan pula oleh kegiatan
penunjang industri dan teknologi yaitu kegiatan transportasi dan
penyediaan listrik. Kegiatan penunjang tersebut merupakan pengguna
terbesar bahan bakar fosil baik berupa batubara maupun minyak bumi.
Perkembangan jaman semakin maju, tuntutan akan kegiatan industri
dan teknologi semakin meningkat yang menyebabkan meningkatnya
kegiatan penunjang berupa kegiatan transportasi dan penyediaan listrik.
Meningkatnya kegiatan industri, teknologi beserta kegiatan penunjang
maka meningkat pula kebutuhan akan bahan bakar fosil. Penggunaan
bahan bakar fosil yang berlebihan tanpa dikendalikan dapat
mengakibatkan berkurangnya daya dukung alam dan meluasnya dampak
pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara. (Wardhana, 2004)

2.1.3. Komponen Pencemaran Udara dan Dampaknya


Pencemaran udara sebagian besar berasal dari gas buangan hasil
pembakaran bahan bakar fosil. Prosentase komponen pencemar udara
berasal dari sumber transportasi di Indonesia terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Prosentase komponen pencemar udara.


Komponen Pencemar Prosentase
CO (Carbon Monoksida) 70,50 %
NOx (Nitrogen Oksida) 8,89 %
SOx (Belerang Oksida) 0,88 %
HC (Hidrokarbon) 18,34 %
Partikel 1,33 %
Total 100 %
(Sumber : Wardhana, 2004)

Dari tabel 2.2 diperoleh kesimpulan bahwa zat CO dan HC


merupakan zat pencemar yang paling banyak (utama) dihasilkan dari emisi

http://digilid.unimus.ac.id
gas buang transportasi di Indonesia. Komponen pencemar udara tersebut
dapat menjadi racun secara sendiri-sendiri ataupun secara bersamaan.
Berikut adalah dampak pencemar udara (CO dan HC) yang
diakibatkan oleh masing-masing komponen pencemar udara.
a) Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa
dan juga tidak berwarna oleh karena itu lingkungan yang telah
tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Sudah
sejak lama diketahui bahwa gas CO dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan bahkan dapat menimbulkan
kematian.
Dampak konsentrasi gas karbon monoksida (CO) bagi
kesehatan tubuh manusia adalah gas CO yang terhisap oleh manusia
akan masuk ke dalam paru-paru kemudian melalui peredaraan darah
akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh. Hal ini
terjadi karena gas CO bersifat racun metabolis, ikut bereaksi secara
metabolis dalam darah. (Wardhana, 2004) Ambang batas WHO gas
CO dilampui dapat mengurangi oksigen dalam darah, mengganggu hati
dan sakit kepala. CO dapat juga memperlambat refleksi dan radang
tenggorokan. (Warju, 2009)
Tabel 2.3 Pengaruh CO di udara pada kesehatan manusia.
Konsentrasi CO di Konsentrasi COHb Gangguan pada
udara (ppm) dalam darah (%) tubuh
3 0,98 Tidak ada
5 1,3 Belum begitu terasa
10 2,1 Sistem syaraf sentral
20 3,7 Panca indra
40 6,9 Fungsi jantung
60 10,1 Sakit kepala
80 13,3 Sulit bernafas
100 16,5 Pingsan – kematian
(Sumber : Wardhana, 2004)

http://digilid.unimus.ac.id
Tabel 2.4 Pengaruh Kenaikan Kosentrasi CO Dalam Darah
Kosentrasi Persen konvensi Pengaruh terhadap manusia
CO (ppm) O₂Hb → COHb
10 2 Gangguan perasa, penglihatan
100 15 Sakit kepala, pusing, capai
250 32 Kehilangan kesadaran
750 60 Setelah beberapa jam mati
1000 66 Cepat mati
(Sumber : Rukaesih, 2004)

b) Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon (HC) dalam jumlah sedikit tidak membahayakan
kesehatan manusia meskipun HC juga bersifat toksik. Namun, HC
dalam jumlah yang banyak dan tercampur dengan zat pencemar lain
akan berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat toksik di dalam
HC semakin meningkat.
HC terdiri dari dua jenis, yaitu padatan HC (partikel) dan HC
cairan. Dua jenis HC tersebut akan membentuk suatu ikatan-ikatan
baru dengan bahan pencemar lainnya yang disebut PAH (polycylic
Aromatic Hydrocarbon). PAH sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia karena PAH yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan
merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Sumber utama timbulnya
PAH adalah buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil. (Wardhana,
2004).
Toksisitas dua buah senyawa HC aromatik yaitu Benzena
(C6H6) dan senyawa Toluena (C7H8) terhadap tubuh manusia dapat
dilihat pada tabel 2.5.

http://digilid.unimus.ac.id
Tabel 2.5. Toksisitas Benzena dan Toluena
Senyawa HC Konsentrasi (ppm) Pengaruhnya terhadap tubuh
100 Iritasi terhadap mukosa
3.000 Lemas (0,5 – 1 jam)
Benzena
7.500 Paralysys (0,5 – 1 jam)
20.000 Kematian (5 – 10 menit)
Pusing, lemas, pandangan kabur
200
setelah 8 jam
Toluene Gangguan saraf dan dapat
600 diikuti kematian setelah kontak
dalam waktu yang lama
(Sumber : Fardiaz, 1992)

Selain itu gas HC dapat menyebabkan iritasi mata, batuk, rasa


mengantuk dan bercak kulit. HC yang beraroma pada konsumsi rendah
dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan dapat meracuni urat
saraf. (Warju, 2009).

2.2. Proses Pembakaran Dalam Motor Bensin 4 Langkah


Yang dimaksud dengan mesin empat langkah adalah mesin untuk
menghasilkan satu siklus kerja dibutuhkan empat kali gerakan torak atau dua
kali putaran poros engkol.
Lebih jelasnya, prinsip kerja mesin empat langkah dijelaskan sebagai
berikut.
2.2.1. Langkah Hisap (Intake Stroke)
a. Katub masuk (intake valve) terbuka dan katub buang (exhaust valve)
tertutup.
b. Torak bergerak dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah
(TMB). Akibatnya, ruang bakar (combussion chamber) menjadi
vakum tekanannya. Pada mesin bensin berteknologi karburator,
campuran udara bahan bakar yang berupa kabut dari karburator

http://digilid.unimus.ac.id
masuk ke dalam silinder karena tekanannya lebih rendah dari
tekanan atmosfir (< 1 atm)

2.2.2. Langkah Kompresi (compression stroke)


a. Katub masuk dan katub buang dalam keadaan tertutup.
b. Torak bergerak dari TMB ke TMA. Pada mesin berteknologi
karburator dan EFI, campuran udara bahan bakar yang telah
dimasukkan ke dalam silinder dikompresikan ke ruang bakar
sehingga tekanan dan temperaturnya meningkat akibat volume ruang
yang dipersempit. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA
(5-10°), busi (spark plug) memercikkan bunga api sehingga
campuran udara bahan bakar yang dikompresikan terbakar.

2.2.3. Langkah Ekspansi (expansion stroke)


a. Katub masuk dan katub buang masih dalam keadaan tertutup.
b. Torak bergerak dari TMA ke TMB sebagai akibat desakan dari gas
hasil pembakaran tadi.
c. Akibat dari proses pembakaran di ruang bakar, ledakan pembakaran
akan memberikan gaya tekan pada kepala torak (piston crown)
sehingga mendorong torak ke TMB.
d. Torak yang didororng dari TMA ke TMB akan memutar poros
engkol (crank shaft) sehingga akan dihasilkan torsi (torque) untuk
menggerakkan kendaraan.
e. Gas sisa hasil pembakaran diekspansikan ke volume ruangan yang
lebih besar.

2.2.4. Langkah Buang (exhaust stroke)


a. Katub masuk tertutup dan katub buang terbuka.
b. Torak bergerak dari TMB ke TMA.
c. Pada akhir ekspansi tekanan gas dalam silinder masih lebih tinggi
dari tekanan atmosfir sehingga ketika katub buang terbuka, gas sisa

http://digilid.unimus.ac.id
hasil pembakaran segera mengalir keluar dari dalam silinder menuju
sistem pembuangan (exhaust sistem).
d. Selanjutnya gerakan torak dari TMB ke TMA akan ikut
mempercepat pembuangan gas sisa hasil pembakaran tadi.

Berakhirnya langkah torak yang keempat di atas, telah menyelesaikan


satu siklus kerja dan proses akan terus berlangsung selama mesin berjalan.
Perlu diketahui bahwa katub masuk dibuka lebih awal dan ditutup lebih akhir,
begitu juga dengan katub buang. Oleh karena itu, pada mesin empat langkah
terjadi kedua katub sama-sama terbuka (overlapping).
Prinsip kerja mesin empat langkah secara jelas dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut ini.

Gambar 2.1 Proses Kerja Mesin 4 Langkah Otto

Terjadinya pembakaran dikarenakan ada tiga komponen yang bereaksi,


yaitu bahan bakar, oksigen dan panas, dan apabila salah satu komponen
tersebut tidak ada maka tidak akan timbul reaksi pembakaran.
Reaksi pembakaran dapat dikatakan sempurna, jika semua bensin
diasumsikan terbakar sempurna dengan perbandingan udara dan bahan bakar
14,7:1. Seperti terlihat pada gambar 2.2.

http://digilid.unimus.ac.id
Energi + Gas Buang

Pembakaran

Bahan bakar + Oksigen + Panas

Gambar 2.2 Skema Pembakaran Sempurna pada Mesin Bensin


(Sumber : Syaharani, 2006)

Persamaan reaksi pembakaran sempurna adalah sebagai berikut :


2C8H18 + 25O2 16CO2 +18H2O ...(2.1)
C8H18 adalah bahan bakar yang digunakan adalah bensin,
kemudian oksigen (O2) dari udara. Setelah pembakaran berlangsung maka
terbentuk yang namanya gas buang yaitu karbondioksida (CO2) yang
lepas ke udara dan air (H2O). (Syahrani, A. 2006)

2.3. Siklus Aktual Motor Bensin Empat Langkah


Proses termodinamika dan kimia yang terjadi di dalam mesin
pembakaran dalam (internal combustion) khususnya motor torak sangat
kompleks untuk dianalisa secara teori diperlukan asumsi bahwa proses
tersebut berlangsung dalam keadaan ideal. Makin ideal suatu keadaan makin
mudah dianalisa, akan tetapi dengan sendirinya makin jauh menyimpang dari
keadaan yang sebenarnya. (Arismunandar, 2002, 14)
Untuk menganalisa secara teori motor bakar dipergunakan Siklus
udara volume-konstan (siklus otto) atau diagram P-V.

Gambar 2.3 Diagram Siklus Otto (Sumber : Arismunandar, 2005)

http://digilid.unimus.ac.id
Pada kenyatannya bentuk diagram P-V dari siklus yang aktual tidak
sama dengan bentuk diagram P-V pada siklus ideal. Siklus aktual motor
bensin empat langkah tidak pernah merupakan siklus Volume Konstan seperti
terlihat pada gambar 2.3. hal ini disebabkan karena adanya penyimpangan
yang menimbulkan kerugian energi. Menurut (Arismunandar, 2005:29-30),
penyimpangan dari siklus udara ideal terjadi kerugian yang antara lain
disebabkan oleh :
1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan cincin torak dan katup tidak
dapat sempurna.
2. Penutupan dan pembukaan katub tidak tepat di TMA dan TMB, karena
pertimbangan dinamika mekanisme katub dan kelembaman fluida kerja.
3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal
dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung.
4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di
TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara.
Kenaikan tekanan dan temperatur fluida disebabkan oleh proses
pembakaran bahan bakar.
5. Proses pembakaran memerlukan waktu. Jadi, tidak berlangsung
sekaligus. Akibatnya proses pembakaran berlangsung pada volume yang
berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian, proses
pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum
torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah
torak di TMB. Jadi proses pembakaran tidak berlangsung pada volume
atau tekanan yang konstan. Selain itu pada kenyataannya tidak pernah
terjadi pembakarn sempurna. Oleh karena itu daya dan efisienya
sangatlah tergantung pada perbandingan campuran bahan bakar udara,
kesempurnaan campuran bahan bakar udara tersebut bercampur dan
timing penyalaan.
6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari
fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi,
ekspansi dan pada waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan
kalor tersebut terjadi karena perbedaan temperatur antara fluida kerja dan

http://digilid.unimus.ac.id
fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan untuk mendinginkan
bagian mesin yang menjadi panas sehingga dapat mencegah terjadinya
kerusakan.
7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa gas buang dari dalam
silinder ke atmosfir sekitarnya.
8. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan
dinding salurannya.
Berdasarkan kerugian di atas, bentuk diagram P vs v pada siklus aktual
tidak sama dengan bentuk diagram siklus ideal. Siklus aktual tidak pernah
merupakan siklus volume konstan, siklus tekanan konstan atau siklus tekanan
terbatas.

2.4. Nilai AFR dan Lambda


Perbandingan antara campuran bahan bakar dengan udara sangat
mempengaruhi emisi gas buang yang dihasilkan, untuk mengetahui kadar
emisi gas buang alat uji emisi harus dilengkapi dengan pengukuran nilai λ
(lambda) atau AFR (air-fuel-ratio) yang dapat mengindikasikan campuran
tersebut. (Swisscontact, 2000). Lamda adalah suatu perbandingan antara
kebutuhan teoritis udara dan kondisi nyata dari suatu campuran bahan bakar
dengan udara. (Warju, 2006)
Dikatakan pada teori stoichimetric, dimana membakar 1 gram bensin
dengan sempurna dibutuhkan 14,7 gram udara. Dengan kata lain
perbandingan campuran ideal adalah 14,7 : 1. Perbandingan ini disebut AFR
atau λ. Secara sederhana untuk membandingkan antara teori dan kondisi
nyata dituliskan sebagai berikut :

Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7 maka :


λ = 14,7 / 14,7 :1
λ = 14,7 / 14,7
λ=1

http://digilid.unimus.ac.id
keterangan :
λ = 1 campuran ideal
λ > 1 campuran kurus atau miskin
λ < 1 campuran gemuk atau kaya

Gambar 2.4 Grafik efisiensi perbandingan udara dengan bahan bakar


(Lassi, U. 2003)

Gambar di atas menjelaskan konversi tinggi (> 80-90%) dari CO, HC


dan NOx yang dicapai secara bersamaan. Jika A / F-rasio di bawah 14,7 gas
buang mengandung reaktan lebih mengurangi (CO, HC) dari reaktan
pengoksidasi (O2, NOx) dan mesin yang beroperasi di bawah kondisi yang
kaya. Jika A / F-rasio melebihi 14,7, mesin beroperasi di bawah kondisi
ramping. Reaksi reduksi dari NOx disukai dalam kondisi kaya, sedangkan
kondisi lain mendukung reaksi oksidasi katalitik dari CO dan hidrokarbon.
Hubungan antara AFR dengan gas buang diasumsikan mesin dalam
kondisi normal dengan kecepatan konstan, pada kondisi AFR kurus dimana
konsentrasi CO dan HC menurun pada saat NOx meningkat, sebaliknya AFR
kaya NOx menurun tetapi CO dan HC meningkat. Hal ini berarti pada mesin
bensin sangat sulit untuk mencari upaya penurunan emisi CO, HC dan NOx
pada waktu bersamaan, apalagi dengan mengubah campurannya saja.
http://digilid.unimus.ac.id
Pada dasarnya campuran bahan bakar dengan udara itu harus selalu
mendekati 1 untuk menjaga dari emisi gas buang yang tinggi selain itu juga
mudah untuk perawatan dan pemeliharaan mesinnya.
Persamaan AFR dan λ dapat dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini.

Tabel 2.6 Persamaan AFR dan Lambda (λ)


AFR Lambda (λ) AFR Lambda (λ)
5 0,340 15 1,020
6 0,408 15,5 1,054
7 0,476 16 1,088
8 0,544 16,5 1,122
9 0,612 17 1,156
10 0,680 17,5 1,190
11 0,748 18 1,224
12 0,816 18,5 1,259
13 0,884 19 1,293
14 0,952 19,5 1,327
14,7 1,000 20 1,361
(Syahrani, A. 2006)

2.5. Sumber Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor


Emisi gas buang adalah polutan yang keluar dari hasil pembakaran
pada motor pembakaran dalam. Pembakaran yang sempurna akan mereduksi
karbon dan hydrogen menjadi CO₂ dan H₂O. Pembakaran yang terjadi tidak
selalu sempurna, pembakaran yang tidak sempurna akan menimbulkan
terbentuknya polutan berbahaya seperti karbon monoksida (CO) dan
hidrokarbon (HC).
Ada empat sumber polusi yang berasal dari kendaraan bermotor, yaitu :
a. Pipa gas buang (knalpot) adalah sumber yang paling utama (65-85%)
dan mengeluarkan hidrokarbon (HC) yang terbakar maupun tidak
terbakar, bermacam-macam nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida

http://digilid.unimus.ac.id
(CO) dan campuran alkohol, aldehida, keton, penol, asam, ester, ether,
epoksida, peroksida dan oksigen yang lain.
b. Bak oli adalah sumber kedua (20%) dan mengeluarkan hidrokarbon
yang terbakar maupun tidak yang dikarenakan blowby.
c. Tangki bahan bakar adalah faktor yang disebabkan oleh cuaca panas
dengan kerugian penguapan hidrokarbon mentah (5%).
d. Karburator adalah faktor lainnya, terutama saat berkendara pada posisi
stop and go (kondisi macet) dengan cuaca panas, dengan kerugian
penguapan dan bahan bakar mentah (5-10%). (Warju, 2009:111)

Gambar 2.5 Sumber emisi gas buang kendaraan bermotor


(Irawan, B. 2012)

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini kontribusi gas buang kendaraan
bermotor tanpa kontrol emisi.

Tabel 2.7 kontribusi gas kendaraan bermotor tanpa control emisi.


Sumber Polutan CO (%) NOx (%) HC (%)
Ruang engkol 1-2 1-2 25
System bahan bakar 0 0 10
Gas buang 98-99 98-99 65
(Sumber : Arismunandar, 2005)

http://digilid.unimus.ac.id
Standar emisi gas buang kendaraan bermotor yang telah ditetapkan
oleh pemerintah berdasarkan keputusan menteri lingkungan hidup nomor :
35/MENLH/10/1993 tanggal 15 Oktober 1993 tentang ambang batas emisi
gas buang kendaraan bermotor, nampak pada tabel 2.9 dibawah ini :

Tabel 2.8 Ambang Batas Baku Mutu Emisi


Baku Mutu Emisi
Tipe kendaraan BBM CO (%) HC Asap (%)
(ppm)
Mobil Bensin 4,5 1200 -
Mobil Gas 4,5 1200 -
Mobil/Bus/Truk Solar - - 50
Sepeda Motor 4 tak Bensin 4,5 1200 -
Sepeda Motor 2 tak Bensin 4,5 1200 -
Keterangan : bahan bakar bensin dengan bilangan oktana > 87, bahan
bakar solar dengan bilangan cetana < 45
Asap : ketebalan asap
Sumber : Kep. 35/MENLH/10/1993

Sejatinya emisi gas sangat bergantung pada perbandingan bahan bakar


udara yang digunakan. Pada motor bensin yang konvensional dengan
perbandingan bahan bakar udara yang kaya, kadar NOх dalam gas buang
turun, akan tetapi kadar CO dan HC naik. Jika digunakan perbandingan bahan
bakar udara yang miskin, kadar CO dan HC turun, tetapi kadar NOх naik.
Sedangkan jika digunakan perbandingan campuran yang sangat miskin, kadar
CO dan NOх turun, tetapi kadar HC bertambah besar. Hal tersebut
disebabkan karena terjadinya kesulitan penyalaan, kecepatan pembakaran
yang rendah serta pembakaran yang tidak stabil. (Arismunandar, 2005:141)
Sejauh ini gas buang yang dihasilkan dari kendaraan bermotor sangat
menarik perhatian karena dapat mencemari udara di atmosfer, bahkan dapat
mengganggu kesehatan bagi manusia.

http://digilid.unimus.ac.id
Gas buang yang menganggu kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Karbon monoksida (CO)

Perbandingan bahan bakar dan udara menentukan banyaknya CO


yang dihasilkan dari gas buang kendaraan bermotor. Dengan demikian
perbandingan secara teoritis 14,7 : 1 dapat dicapai. Besarnya perbandingan
ini pada waktu motor berjalan jarang dipertahankan, karena kualitas
campuran selalu berubah-ubah dengan frekuensi putar dan pembebanan
motor.
Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan bahwa presentase
karbonmonoksida pada motor diesel bila dibandingkan dengan motor otto
praktis diabaikan. Ini disebabkan karena motor diesel selalu bekerja
dengan udara lebih yang dapat mengakibatkan pembakaran sempurna dari
bahan bakarnya. (Arends, 1980)

Tabel 2.9. Prosentase Perbandingan CO Motor Otto dan Motor Diesel.


Motor Otto Motor Diesel
Bagian-bagian gas
Jalan di Beban Beban Jalan di Beban Beban
buang
tempat setengah penuh tempat setengah penuh
Air dalam bentuk 7 – 10 % 10 – 11 % 10-11 % 4% 3,9 % 6%
uap (H2O) 6,5-8% 9-11% 12-13 % 4,3% 4,12% 7%
Karbonmonoksida 2–6% 3 – 5,5 % 0,2-1,4 % 0,2 % 0,1 % 0,1 %
(CO)
Zat asam 1- 1,5 % 0,5-1 % 0,1-0,4 % 14 % 14 % 10 %
Zat air (H2) 0,5-4 % 0,2 % 0,1-0,2 % - 0,1 % -
Zat nitrogen (N) Kira2 71% Kira2 74% Kira2 76% Kira2 77% Kira2 77% Kira2 77%
Sumber : (Arends, 1980:73)

Berdasarkan tabel 2.4 bahwa kadar CO pada motor bensin lebih tinggi
dari pada motor diesel pada kondisi stasioner. Hal ini disebabkan karena
perbandingan campuran berkisar 13 : 1. Disebabkan pula oleh frekuensi

http://digilid.unimus.ac.id
putaran rendah, derajat isian tidak sempurna dan tekanan kompresi yang
rendah sehingga mengakibatkan pembakaran tidak sempurna.
Tingginya prosentase zat asam dalam gas buang motor diesel terlihat
secara signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pemakaian udara lebih selama
pembakaran. Pada grafik di bawah ini terihat bahwa pembakaran pada
perbandingan 14,7 : 1 menghasilkan karbon monoksida menjadi nihil.
Namun, jika semakin miskin campuran maka akan meningkat presentase zat
asam. Apabila karbon di dalam bahan bakar terbakar habis dengan sempurna,
maka terjadi reaksi sebagai berikut:
C + O₂ → CO₂……. (2.3)

Namun, jika unsur oksigen (udara) tidak cukup, maka terjadi proses
pembakaran yang tidak sempurna yang menghasilkan CO seperti pada reaksi
di bawah ini.
C + ½ O₂ → CO…...(2.4)

Jumlah gas CO yang dikeluarkan oleh mesin kendaraan dipengaruhi


oleh perbandingan antara udara dan bahan bakar yang dihisap oleh mesin ke
dalam ruang bakar. Pada saat campuran kaya (kekurangan udara) emisi gas
buang CO cenderung naik. Hal ini dikarenakan atom karbon (CO) yang
berasal dari bahan bakar kekurangan oksigen (O₂) yang berasal dari udara
untuk berikatan melalui reaksi kimia di dalam ruang bakar dan berubah
menjadi karbon dioksida (CO₂). Sedangkan pada kondisi campuran miskin
(kelebihan udara) konsentrasi CO berbanding lurus dengan campuran bahan
bakar dan udara yang dihisap sehingga konsentrasi CO akan turun, karena
oksigen yang berasal dari udara cukup untuk memenuhi reaksi dengan karbon
membentuk CO₂. (Warju, 2009)

http://digilid.unimus.ac.id
Gambar 2.6 Grafik hubungan lambda terhadap emisi CO dengan variasi
timing pengapian.
(Sumber : Irawan B, 2012)

2. Hidrokarbon (HC)
Sumber dari emisi HC adalah bahan bakar yang belum terbakar
tetapi sudah keluar bersama-sama gas buang ke atmosfer, karena bahan
bakar yang dipakai pada motor bensin terbuat dari hidrokarbon. Selain itu
disebabkan oleh pembakaran yang kurang sempurna, karena kekuarangan
oksigen sehingga ada sebagian bahan bakar yang belum terbakar dan
keluar masih dalam bentuk hidrokarbon atau juga terjadi karena
penguapan dari tangki bahan bakar dan bak oli.

Gambar 2.7 Grafik hubungan lambda terhadap emisi HC dengan variasi


timing pengapian.
(Sumber : Irawan, B. 2012)

http://digilid.unimus.ac.id
Apabila campuran kurus, maka kosentrasi HC menjadi naik, hal
ini disebabkan kurangnya pasokan bahan bakar sehingga menyebabkan
rambatan bunga api menjadi lambat dan bahan bakar akan segera keluar
sebelum terbakar dengan sempurna dan juga pada kondisi campuran kaya
konsentrasi HC akan naik akibat dari adanya bahan bakar yang belum
bereaksi dengan udara yang dikarenakan pasokan udara tidak cukup
untuk bereaksi menjadi sempurna, sehingga ada sebagian hidrokarbon
yang keluar pada saat proses pembuangan.
Selain itu emisi gas buang hidrokarbon timbul oleh sebab-sebab
di bawah ini :
1) Dinding ruang bakar yang bertemperatur rendah sehingga
mengakibatkan HC di sekitar dinding tidak terbakar dan keluar
bersama gas buang.
2) Pembakaran yang tidak merata (ever misfire).
3) Adanya overlap intake valve (kedua katup bersama-sama membuka)
sehingga HC berfungsi sebagai gas pembilas/pembersih.
(Swisscontact, 2001)
Terdapat zat hidrokarbon dalam gas buang yang belum terbakar.
Banyaknya tergantung dari keadaan waktu berjalan seperti yang
ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.10 HC dalam situasi pembakaran.


Situasi pembakaran Prosentase HC yang belum terbakar
Stasioner 17 %
Akselerasi 7%
Kecepatan normal 13 %
Mengerem mendadak 63 %
(Sumber : Arends , B. 1980)

Situasi saat motor direm akan mencapai presentase tinggi sekali,


penyebabnya adalah kehampaan di katup gas lebih tinggi dari berputar
stasioner.

http://digilid.unimus.ac.id
2.6. Teknologi Pengontrol Emisi
Pengontrolan emisi gas buang adalah usaha untuk membatasi atau
mengontrol emisi yang keluar dari kendaraan bermotor. Pengontrolan emisi
gas buang pada motor bensin bertujuan untuk mereduksi kosentrasi karbon
monoksida (CO), hidrokarbon (HC) pada gas buang.
Guna mereduksi emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut terdapat
beberapa metode yang biasa digunakan antara lain :
1. Modifikasi mesin.
2. Modifikasi pada saluran gas buang.
3. Modifikasi penggunaan bahan bakar
Pada tugas akhir ini metode ke dua yang dipakai untuk mereduksi
emisi gas buang kendaraan bermotor yaitu dengan pembuatan dan
pemasangan catalytic converter pada saluran gas buang.

2.7. Gambaran Umum Catalytic Converter


2.7.1. Tabung Katalis
Tabung katalis merupakan alat untuk memasang plat katalis itu
sendiri yaitu dengan memasukkan katalis ke dalam lubang yang telah di
sesuaikan dengan ukuran plat, dipasang dengan posisi zig-zag. Jarak antara
plat katalis 1 hingga 1,5 cm dengan tujuan supaya katalis dapat menahan
gas yang keluar dengan lebih sempurna dan supaya cepat panas. Biasanya
tabung ini terbuat dari stainles stell supaya tahan terhadap korosi.

2.7.2. Katalis
Katalis (catalyst) adalah bahan yang mempercepat terjadinya reaksi
kimia yang tidak mempengaruhi keadaan akhir kesetimbangan reaksi dan
komposisi kimia katalis tersebut tidak berubah. Bisa juga dikatakan katalis
adalah suatu zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa ikut terpakai.
Katalis dapat bereaksi membentuk zat antara, tetapi akan diperoleh
kembali dalam tahap reaksi berikutnya. Di dunia industri katalis telah
digunakan secara luas, terutama pada industri kimia. Dalam dunia
otomotif, katalis juga dapat digunakan terutama untuk menangani masalah

http://digilid.unimus.ac.id
emisi gas buang. Dalam catalytic converter, katalis yang digunakan
berupa tembaga (Cu) berlapis mangan (Mn).

2.7.3. Catalytic Converter


Menurut (Heisler, 1995) catalytic converter adalah salah satu
teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan polutan dari
emisi kendaraan bermotor, khususnya untuk motor berbahan bakar bensin
(Warju, 2006). Fungsi catalytic converter yaitu untuk mempercepat
oksidasi emisi hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO). Tujuan dari
pemasangan catalytic converter adalah merubah polutan-polutan
berbahaya seperti CO, HC menjadi gas yang tidak berbahaya sperti
karbondioksida (CO₂), uap air (H₂O).
(Obert, 1973) menjelaskan pengkonversian polutan-polutan
tersebut tergambar pada reaksi sebagai berikut :
1. CO CO₂……………..(2.5)
2. HC H₂O + CO₂..........(2.6) (Warju, 2006)
Reaksi di atas menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi (penambahan
oksigen).

Gambar 2.8 Posisi penempatan catalytic converter pada sistem gas buang
(Sumber : Mursyid, M. dkk, 2003)

Bahan aktif yang digunakan untuk oksidasi CO, HC atau


pengurangan NOх (biasanya berupa logam mulia) harus dirancang agar
emisi yang didistribusikan dapat melalui luas area permukaan katalis,
sehingga karakteristik transfer massa antara fasa gas dan permukaan

http://digilid.unimus.ac.id
katalis aktif yang cukup untuk memungkinkan hampir 100% terkonversi
menjadi gas buang yang tidak membahayakan dengan aktivitas katalitik
yang tinggi.
Catalytic converter ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu
penyangga dan inti logam aktif yang berfungsi sebagai katalis. Bahan yang
sering dipakai sebagai inti logam aktif adalah platina (Pt), rhodium (Rh),
paladium (Pd) dan keramik monolith. Logam Pt dan Pd sangat efektif
untuk mereduksi CO dan HC, sedangkan logam Rh mampu
“menjinakkan” NOx. Paduan Rhodium (Rh) dan platina (Pt) akan
membentuk catalytic converter yang disebut Three-Way Catalyist (TWC)
yang sangat efektif mereduksi sekaligus mengoksidasi CO, NOx maupun
HC. (Ellyanie, 2011)
Logam yang diketahui efektif sebagai katalis oksidasi dan reduksi
dari yang besar sampai yang kecil adalah Pt, Pd, Ru > Mn, Cu > Ni > Fe >
Cr > Zn dan oksidasi dari logam-logam tersebut. (Dowden, 1970)

2.8. Prinsip Kerja Catalytic Converter


a. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada Catalytic Converter adalah
reduction catalyst.
Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk membantu
mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2 bersinggungan
dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul
dan menahannya. Sementara oksigen yang ada diubah ke bentuk O2.
Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan
atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya
sebagai berikut:
2NO => N2 + O2 atau 2NO2 => N2 + 2O2. ...... (2.7)

b. Tahap kedua dari proses di dalam catalytic converter adalah oxidization


catalyst.
Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang
bakar dan CO dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum

http://digilid.unimus.ac.id
dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen
yang ada di dalam gas buang. Reaksinya sebagai berikut:
2CO + O2 => 2CO2...... (2.8)

c. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas


buang.
Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem
injeksi bahan bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum
catalytic converter dan cenderung lebih dekat ke mesin daripada
konverter itu sendiri. Sensor ini memberi informasi ke Electronic Control
System (ECS) seberapa banyak oksigen yang ada di saluran gas buang.
ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai rasio
udara-bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan
kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan
oksigen di dalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO
yang belum terbakar. (Ellyanie 2011)

Tahapan ke 3 tidak berlaku pada penelitian tugas akhir ini. Hal ini
disebabkan engine pengujian masih manganut sistem pembakaran
konvensional (karburator) sehingga tidak dilengkapi Electronic Control
System (ECS).
Pada pembakaran yang sebenarnya, motor bensin tidak dapat bekerja
pada daerah operasi yang sempit tersebut, maka digunakan sistem
pengendalian loop tertutup, yaitu sistem pengendalian yang menjaga
komposisi campuran udara-bahan bakar yang masuk ke ruang bakar tetap
pada daerah lambda yang diinginkan (λ = 1 ± 1%). Sebagai pendeteksi gas
buang digunakan sensor lambda. Sensor ini akan mendeteksi apakah
campuran lebih kaya atau lebih miskin dari λ = 1
Berikut memperlihatkan daerah operasi katalitik oksidasi dan katalitik
oksidasi. Daerah yang gelap merupakan daerah operasi sekitar λ = 1 ± 1%.

http://digilid.unimus.ac.id
Gambar 2.9 Daerah operasi Three Way Catalytic Converter

2.9. Mekanisme Reaksi Catalytic Converter


Reaksi oksidasi karbonmonooksida dengan katalis campuran oksida
logam transisi dapat berlangsung dengan menggunakan oksigen sebagai
oksidator. Reaksi tersebut dapat berlangsung pada permukaan katalis oksida
logam tersebut. Reaksi pada permukaan katalis dapat diuraikan menurut :
2.9.1. Mekanisme Mars-Van Krevelen
Oksidasi karbon monooksida berlangsung melalui adsorpsi CO
pada katalis, diikuti terjadinya reaksi CO dengan atom O2 dari katalis
kemudian desorpsi CO2 sebagai hasil reaksi. Reaksi ini terjadi pada
permukaan bagian dalam. (Razif, M. 2005)
2.9.2. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood
Molekul karbonmonooksida dapat mengalami kondensasi di atas
permukaan katalis dan atom oksigen berada disampingnya, selanjutnya
keduanya berinteraksi. Reaksi terjadi antara molekul oksigen dengan
molekul karbonmonooksida yang keduanya teradsorpsi di permukaan
katalis. (Razif, M. 2005)

http://digilid.unimus.ac.id
Gambar 2.10 Mekanisme reaksi oksidasi CO menurut Langmuir-Hinshelwood

2.9.3. Mekanisme Eley-Rideal


Hanya oksigen teradsorpsi pada permukaan katalis, sedangkan
karbon monoksida dapat mengalami ikatan dengan oksigen selama proses
tumbukan. Mekanisme ini terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.11 Skema mekanisme reaksi oksidasi CO menurut Eley-Rideal


(Razif, M. 2005)

2.10. Tipe Catalytic Converter


Cataytic converter memiliki berbagai macam bentuk, namun secara
garis besar dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

2.10.1. Cataytic Converter Oksidasi (Oxidation Catalytic Converter)


Catalytic jenis ini beroperasi pada keadan udara berlebih dan
mengubah HC dan CO menjadi H₂O dan CO₂. Udara berlebih yang
digunakan untuk proses oksidasi dapat melalui pengaturan campuran
miskin (λ > 1). (Irawan, B. 2003)

http://digilid.unimus.ac.id
Gambar 2.12 Cataytic Converter Oksidasi

2.10.2. Cataytic Converter Dua Jalan (Two-way Cataytic Converter )


Sistem ini terdiri dari dua sistem katalis yang dipasang segaris.
Dimana gas buang pertama mengalir melalui catalytic reduksi dan
kemudian catalytic oksida. Sistem pertama (bagian depan) merupakan
catalytic reduksi yang akan berperan dalam menurunkan emisi NOx,
sedangkan sistem kedua merupakan kemudian catalytic oksida yang dapat
menurunkan emisi HC dan CO. Mesin yang dilengkapi dengan sistem ini
biasanya dioperasikan dengan campuran kaya (λ < 1). (Irawan, B. 2003)

Gambar 2.13 Two-way Cataytic Converter

2.10.3. Catalytic Converter Tiga Jalan (Three-way Cataytic Converter)


Sistem ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan seperti
CO, HC dan NOx yang keluar dari sistem gas buang dengan cara
mengubah melalui reaksi kima sehingga menjadi CO2 , uap air (H2O) dan

http://digilid.unimus.ac.id
Nitrogen (N2). Sistem ini menggunakan kontrol (lamda sensor) yang dapat
mengatur nilai λ sehingga dapat berfungsi secara optimal. (Irawan, B.
2003)

Gambar 2.14 Three-way Cataytic Converter

2.10.4. Denok Catalytic Converter (Learn Burn)


Sistem ini memiliki sistem yang hampir sama dengan three-way
catalytic converter, tetapi NOx yang ada diubah pada daerah udara yang
berlebih. Catalytic converter ini memiliki efisiensi penurunan NOx hingga
50%. (Warju, 2006)

2.11. Katalis
2.11.1. Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan salah satu unsur logam transisi yang
berwarna coklat kemerahan. Tembaga adalah salah satu dari sederetan
logam yang mempunyai termal ataupun electric conductivity terbaik.
Tembaga adalah termasuk logam mulia dengan logam yang cukup lama
dikenal manusia. Ia mempunyai sifat-sifat tahan karat non asam, mampu
mengalirkan panas serta listrik dengan baik. (Suharto, 1995)
(Ananta dan Purbianto, 1989) diketahui bahwa Cu termasuk
logam yang dapat digunakan sebagai katalis, dimana Cu memiliki elektron
terluar “d” dan termasuk unsur transisi dalam sistem periodek unsur-unsur.
(Warju, 2006)

http://digilid.unimus.ac.id
Sifat-sifat Cu sebagai berikut :
a. Bersifat logam
b. Persenyawaannya dengan unsur lain memiliki bilangan oksidasi
positif
c. Dapat menghantarkan listrik dan panas
d. Titik didih dan titik leburnya cukup tinggi
e. Electron-elektron pada orbital d yang tidak penuh memungkinkan
untuk berpindah tempat
f. Dijelaskan (Incropera dan De Witt, 2004) bahwa sifat-sifat Cu
berdasarkan thermophisical adalah Melting point : 1358 K/1100°C,
massa jenis : 8933 kg/m³, Cp : 385 J/kg.K, kondukvisitas panas (k) :
401 W/m.K, serta difusitas panasnya (ᾰ ) : 117 x m²/s. (Warju,
2006)

2.11.2. Mangan (Mn)


Mangan merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VII B
yang berwana putih perak. Mangan didapat dengan mereduksikan karbon
di dalam dapur pelebur. Mangan murni memiliki sifat keras dan rapuh.
Mangan seperti halnya paduan Nikel bisa membersihkan sulfur dalam
baja, meningkatnkan tegangan paduan baja, meningkatkan ketahanan
gesek. (Sunardi, 2006)
Sifat-sifat mangan sebagai berikut :
a. Mudah larut dalam asam
b. Berat jenisnya 7,4
c. Titik cairnya 1260°C
Sedangkan sifat-sifat Mn menurut (Katalog Mandel) berdasarkan
thermophisical propertinya adalah sebagai berikut : melting point 1260°C,
Boiling Point 1900°C, M = 54,94 g/mol, massa jenis 7,2 g/cm³ (20°C),
konduktivitas panas (k) : 7,82 W/m.K. (Warju, 2006)

http://digilid.unimus.ac.id
2.12. Pelapisan Tembaga (Cu) dengan Mangan (mn)
2.12.1. Persiapan Spesimen Plat Tembaga (Cu)
Langkah awal dimulai dengan membersihkan spesimen (plat
tembaga) dari minyak maupun kotoran lain. Spesimen dibersihkan
menggunakan sikat dan kain dengan bantuan larutan degresing (larutan
sabun) yang dicampur dengan air. Perbandingannya adalah 10 : 1 (10 air :
1 degresing).

2.12.2. Persiapan Pelapisan dan Proses Pelapisan


Mangan serbuk yang bebas dari kotoran dicampurkan dengan air
menggunakan perbandingan 1 : 1 kemudian dipanaskan sampai dengan
temperatur 100 °C hingga larutan benar-benar homogen atau tercampur
dengan baik.
Siapkan tempat baru untuk mencampurkan larutan mangan yang
sudah homogen dengan tiner dengan perbandingan 1 : 1. Larutkan hingga
benar-benar tercampur merata.
Siapkan plat tembaga yang sudah kering dan bersih dari kotoran.
Semprotkan larutan mangan dengan bantuan kompresor ke seluruh
permukaan tembaga hingga larutan bisa melekat dengan baik.

2.13. Orifice Plate Flowmeter


2.13.1. Pengertian Orifice
Pengukuran aliran adalah untuk mengukur kapasitas aliran, massa
laju aliran, volume aliran. Pemilihan alat ukur aliran tergantung pada
ketelitian, kemampuan pengukuran, harga, kemudahan pembacaan,
kesederhanaan dan keawetan alat ukur tersebut. Dalam pengukuran fluida
termasuk penentuan tekanan, kecepatan, debit, gradien kecepatan,
turbulensi dan viskositas. Terdapat banyak cara melaksanakan
pengukuran-pengukuran.
Orifice adalah salah satu alat pengukur aliran fluida yang
menghasilkan perbedaan tekanan udara untuk menentukan laju aliran
masa dari aliran.

http://digilid.unimus.ac.id
Concentric Orifice merupakan jenis orifice yang paling banyak
digunakan. Profil lubang orifice ini mempuyai takik (bevel) dengan
kemiringan 45° pada tepi bagian downstream (lihat gambar 2.12 di
bawah). Hal ini akan mengurangi jarak tempuh dari aliran tersebut
mengalami perbedaan tekanan melintang. Setelah aliran melewati orifice
akan terjadi penurunan tekanan dan kemudian mencoba kembali ke
tekanan semula tetapi terjadi sedikit tekanan yang hilang permanen
(permanent pressure loss) sehingga perbedaan tekanan upstream dan
downstream tidak terlalu besar.
Perbandingan diameter orifice dan diameter dalam pipa
dilambangkan dengan “β”. Orifice jenis ini memiliki ketentuan untuk nilai
β = d / D yaitu antara 0.2-0.7 karena akurasinya akan berkurang untuk
nilai diluar batas tersebut. (Retrieved 08 April, 2013)

Gambar 2.15 Concentric Orifice

Dilihatkan pada gambar 2.16 bahwa piranti dasar dari orifice yang
pemakaiannya disarankan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi
(ISO). (White, F.M. 1986)

http://digilid.unimus.ac.id
Tebal plat orifice: ≤ 0.1 D

Arah Aliran D Tebal pinggiran:


d ≤ 0,02D

45°-60° Sudut Lereng

Gambar 2.16 Profil lubang plat tipis / plat Orifice


(Sumber :Victor L Streeter, E. B. W. 1995.)

2.13.2. Prinsip dan Persamaan Dasar


Pada dasarnya orifice berupa plat tipis dengan lubang di bagian
tertentu (umumnya di tengah). Fluida yang mengalir melalui pipa ketika
sampai pada orifice akan dipaksa untuk melewati lubang pada orifice. Hal
itu menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan tekanan. Titik
dimana terjadi kecepatan maksimum dan tekanan minimum disebut vena
contracta. Setelah melewati vena contracta kecepatan dan tekanan akan
mengalami perubahan lagi. Dengan mengetahui perbedaan tekanan pada
pipa normal dan tekanan pada vena contracta, laju aliran volume dan laju
aliran massa dapat diperoleh dengan persamaan bernoulli dan persamaan
kontinuitas.

Gambar 2.17 Perubahan Kecepatan dan Tekanan melalui Meteran Penghalang


Bernouli. (White, F.M. 1986)

http://digilid.unimus.ac.id
Beda tekanan pada manometer pipa (P1 – P2)

Persamaan Bernouli :
2 2
P1 V1 P2 V2
gz1 gz2 (2.10)
2 2
2 2
V2 V2
P1 P2 1 (2.11)
2 V1

Subtitusi persamaan :
2 2
V2 A2
P1 P2 1
2 A1

Sehingga V2 teoritis:

Persamaan Kontinuitas :
 
0 d V .dA
t CV CS

0 V A1
1 1 V A2
2 2

V1 A1 V2 A2
2 2 4
V1 A2 D2
(2.13)
V2 A1 D1

Dimana :

(2.14)

http://digilid.unimus.ac.id
Persamaan diatas kurang akurat karena diabaikan bebeperapa
faktor seperti gaya gesek, oleh karena itu untuk mengurangi
ketidaksesuaian tersebut ditambahkan satu koefisien baru yaitu:
Cd (discharge coefficient), dan β sehingga

Untuk nilai Cd ASME merekomendasikan persamaan yang


dikembangkan oleh ISO adalah sebagai berikut.

Gambar 2.18 Berbagai Tipe Taping pada Orifice Flowmeter.

Nilai F1 dan F2 berdasar posisi tap seperti pada Gambar 2.10


adalah:
Corner taps : F1 =0 F2 =0

D; 1/2D taps : F1 =0,4333 F2 =0,47

Flange taps : F1 =1/D (in) F2 =1/D (in) (2.17)

http://digilid.unimus.ac.id
Dan teoritis adalah :
2 P1 P2
m teoritis V2 A2 2
A2
A2
1
A1

C d A2
m 2 P1 P2
4
1

http://digilid.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai