Anda di halaman 1dari 7

Nama : Suci Prischa Ramadhanty

Nim/ Bp : 18052125/2018

Mata Kuliah : Pendidikan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dosen Pengampu : Dr. Akmal, SH, M.Si.

Sesi : Jumat, Pukul 13.20-15.00 UNP 23306

Kode Sesi : 201920520067 atau PKn.1.61.4304

Hari/Tanggal :Selasa ,14 April 2020

TUGAS MATERI XII PENDIDIKAN HUKUM DAN HAM

1. KASUS PELANGGARAN HAK SIPIL DAN POLITIK DALAM NASIONAL


2. KASUS PELANGGARAN HAM BERUPA HAK EKONOMI,SOSIAL DAN
BUDAYA
JAWAB
1. KASUS PELANGGARAN HAK SIPIL DAN POLITIK DALAM NASIONAL

Negara wajib menghormati, melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) hak asasi
manusia yang terkandung didalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
Pemerintah Indonesia dibawah rezim Joko Widodo punya kewajiban dan tanggung jawab
terhadap hak-hak sipil dan politik di Papua. Berikut kewajiban negara dalam melaksanakan
hak-hak sipil dan politik:.Wajib melindungi setiap hak, baik dengan hukum dan
kebijakannya;Negara tidak diperkenankan mengganggu, membatasi, apalagi melarang
kebebasan orang untuk melaksanakan kegiatan pribadi dan politiknya, Negara melalui aparat
kepolisian wajib mengambil tindakan semestinya ketika terjadi perbuatan kriminal; Negara
melalui aparat pengadilan wajib melaksanakan proses hukum terhadap orang-orang yang
diduga melakukan kejahatan. Apabila negara tidak menunaikan keempat kewajiban itu, maka
dapat dipastikan bahwa negara bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia.1

1 Naya Amin Zaini.(2016).Jurnal Panorama Hukum.”Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kajian Hukum Terhadap Kewajiban Pemenuhan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Konstitusi Indonesia).Volume 1,Nomor 2,Desember 2016,Halaman 15-45.
Selain mempunyai kewajiban, negara juga bertanggung jawab terhadap perlindungan dan
pemenuhan hak-hak sipil dan politik didalam yurisdiksinya. Sumber pokok hukum
internasional tentang hak-hak sipil dan politik adalah Konvensi Anti Penyiksaan (CAT).
Dalam komvenan itu, terkandung 22 jenis hak sipil dan politik yang wajib dilindungi setiap
negara, yaitu pasal 6 sampai pasal 27. Setiap Negara dalam yurisdiksinya wajib melindungi
22 hak tersebut tanpa diskriminasi. Dengan demikian pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak
sipil dan politik dapat dipantau, diselidiki, dan dipublikasikan.Rumusan normatifnya
keseluruhan hak itu tidak boleh diingkari atau dibatasi oleh siapapun. Semua hak itu pun
sama bagi siapa saja tanpa diskriminasi. Meskipun demikian, fakta saat ini berbicara lain di
Papua. Hak hidup terancam, terjadi penyiksaan warga sipil dan tahanan politik, kebebasan
dibelenggu dengan moncong senjata serta dijebloskan ke penjara. Di sejumlah kabupaten,
kebebasan bergerak dan berdomisili dibatasi. Proses pengadilan tidak independen lagi karena
para hakim diancam oleh aparat keamanan. Hingga hari ini suara dan aktivitas politik di
Papua dibungkam. Sungguh sangat ironi. Dengan demikian,komvenan terkandung 22 jenis
hak sipil dan politik yang wajib dilindungi setiap negara, yaitu pasal 6 sampai pasal 27
dengan bunyinya sebagai berikut: Pasal 6, hak untuk hidup. Pasal 7, hak untuk tidak disiksa
dan diperlakukan secara kejam. Pasal 8, hak untuk tidak diperbudak dan dipekerjakan secara
paksa. Pasal 9, hak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Pasal 10, hak atas orang yang
ditahan untuk diperlakukan secara manusiawi. Pasal 11, hak untuk tidak dipenjara karena
utang. Pasal 12, hak atas kebebasan bergerak dan berdomisili. Pasal 13, hak atas kebebasan
bagi warga asing. Pasal 14, hak atas pengadilan yang independen dan memihak. Pasal 15, hak
atas perlindungan dari kesewenang-wenangan hukum pidana. Pasal 16, hak atas pengakuan
yang sama sebagai subjek hukum. Pasal 17, hak atas kebebasan pribadi, keluarga, dan rumah
tangganya. Pasal 18, hak atas kebebasan pikiran, keyakinan dan agama. Pasal 19, hak atas
kebebasan menyampaikan pendapat dan berekspresi. Pasal 20, hak untuk bebas atas
propaganda perang dan diskriminasi. Pasal 21, hak atas kebebasan berkumpul. Pasal 22, hak
atas kebebasan berserikat. Pasal 23, hak untuk menikah dan membentuk keluarga. Pasal 24,
hak untuk mendapat perlindungan. Pasal 25, hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
berpolitik. Pasal 26, hak atas kesamaan dimuka hukum.  Pasal 27, hak atas golongan
minoritas.2

Penyiksaan dan Pembunuhan Tanpa Pengadilan


2 Undang-Undangf Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pelanggaran hak asasi manusia aparat keamanan selama kurun waktu beberapa tahun
lebih ini meningkat. Jumlah warga sipil yang disiksa yang mengakibatkan cacat fisik dan
meninggal dunia tanpa melalui proses hukum terus bertambah. Aparat keamanan (TNI-
POLRI), yang melakukan penyiksaan itu tidak di sentuh oleh hukum, kecuali kasus
penyiksaan warga sipil di Kabupaten Puncak Jaya Papua oleh tentara yang diajukan ke meja
pengadilan militer, yang disebabkan oleh besarnya desakan dan tekanan publik, baik nasional
maupun internasional. Karena diadili di pengadilan militer bukan pengadilan hak asasi
manusia, maka pelakunya dijatuhi hukuman ringan, yaitu hukuman penjara antara 8-10 bulan
saja.
A.1. Penyiksaan Berat
Pemerintah Republik Indonesia sebagai Anggota Komisi HAM PBB mempunyai
kewajiban memberikan laporan periodik tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 tahun
1998 untuk pertama kali pada tahun 2001, dalam sidang ke 27, 12-23 November lalu,
pemerintah Indonesia memberikan laporan Indonesia dalam pelaksanaan Konvensi melawan
Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, tidak Manusiawi atau yang
Merendahkan Martabat lainnya kepada Komisi Anti Penyiksaan yang berada di bawah
Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss. Sejak itu
secara periodik pemerintah Indonesia menyampaikan laporan tentang pelaksanaan konvensi
anti penyiksaan dan penghapusannya.3
Meski sudah 14 tahun Indonesia mengadopsi Konvensi Anti Penyiksaan dalam UU
No. 5 Tahun 1998, namun fakta dilapangan kekerasan masih saja terjadi di berbagai tempat,
khususnya di Tanah Papua. Fakta-fakta pada beberapa tahun belakangan ini dengan jelas
memperlihatkan aparat keamanan TNI dan POLRI masih saja melakukan penyiksaan berat
terhadap rakyat Papua. Penyiksaan berat sebagaimana dimaksudkan, terlihat dari beberapa
fakta di bahwa ini:
 1 Februari 2008, anggota Kopassus menyiksa Nathan (24) yang sedang berjalan
dengan kakaknya, Patrick (29) dan seorang teman mereka. Ketika seorang anggota
TNI naik sepeda motor melewati mereka, teman Nathan menghentikan tentara itu dan
minta rokok. Beberapa saat kemudian temannya itu menyusul mereka setelah dapat
rokok. Tiba-tiba, muncul dua anggota Kopassus kejar mereka, berteriak, dan
mengeluarkan tembakan peringatan ke udara. Mereka pun lari, tapi dua anggota
3 Rizky Ariestandi.2013.Hukum,Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.Yogyakarta :Graha Ilmu
Halaman 69
Kopassus itu terus mengejar dan menemukan Nathan dan kakaknya yang sedang
bersembunyi di sebuah rumah. Dalam perjalanan menuju Mess Kopassus mereka di
pukul hingga berdarah. Tangan Patrick diikat dengan tali anjing. Banyak warga yang
melihat kejadian itu tapi tidak ada yang berani membantu. Mereka disiksa 1 jam dan
menelepon polisi untuk diproses. Tanpa suatu proses atau tuduhan apapun mereka
dibebaskan.
 29 Juni 2008, kekerasan dilakukan oleh anggota TNI Kostrad 413. Kejadian bermula
ketika seorang bernama Hengky bersama istrinya sedang membeli pinang di
kompleks Pasar Lama Sarmi. Saat itu anggota TNI Kostrad 413 lewat dan Hengky
menawari pinang namun anggota TNI ini membalasnya dengan pukulan. Karena
warga banyak maka aparat ini lari ke posnya. Kemudian mereka kembali mencari
Hengky namun pelaku tidak ada, maka mereka memukul seorang mama dengan
usianya cukup tua. Saat itu korban sedang membeli rokok di salah satu warung
terdengar tembakan dan korban mencoba mengetahui arah tembakan itu. Korban
melihat mama dikeroyok oleh 6 anggota TNI AD itu, akhirnya korban memutuskan
untuk menengarai karena mama yang dipukulinya juga sebagai menantu Cristian.
Anggota TNI AD itu mengalihkan pukulan pada Cristian hingga mengalami pada
kepala, telinga, dan hidungnya mengeluarkan darah. Korban selanjutnya dirujuk ke
Rumah Sakit Umum Dok II setelah penanganan di RSUD Sarmi4

2. KASUS PELANGGARAN HAM BERUPA HAK EKONOMI,SOSIAL DAN


BUDAYA

Cara yang sangat sering dilakukan negara dalam melanggar isi kovenan adalah melalui
kebijakan, undang-undang, program atau tindakan diskriminasi terhadap kelompok tertentu.
Secara umum yang disebut dengan pelanggaran dalam kovenan ini, Gagal mengambil
tindakan untuk melindungi hak yang sudah ada

Menurut Peter Uvin berikut adalah cara-cara yang digunakan adalah sebagai berikut :

4 Tenang Haryanto (2008).Jurnal Hak Asasi Manusia “Sejarah Pemikiran Ham dan Aplikasi
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Nasional Menyangkut Hak Sipil dan Politik” Vol. 8
No. 2.,Mei 2008
1. Tidak mengambil tindakan cepat untuk mencegah halangan yang menyebabkan gagal
terpenuhinya suatu hak secara total
2. Gagal memenuhi suatu kewajiban yang diharuskan kovenan agar segera dilaksanakan
langsung
3. Tidak berhasil mencapai pemenuhan hak dalam tingkat yang minimum, padahal
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat. Misal negara negara lebih memilih
mengeluarkan banyak dana untuk membangun sarana umum yang baru, atau lebih
memilih untuk memajukan lagi perkembangan komputer atau senjata. Pengeluaran ini
tak mungkin membantu warga negara, yang bahkan pada tingkat esensial minimum
hak asasinya tidak terpenuhi
4. Membatasi suatu hak yang diakui dalam kovenan dengan cara yang tidak dibolehkan
oleh kovenan. Misalnya dengan melakukan diskirminasi terhadap wanita atau
kelompok minoritas
5. Dengan sengaja memperlambat atau menghentikan perkembangan bertahap dalam
pemenuhan hak
6. Membatalkan atau mengurangi hukum atau program yang telah membantu
terpenuhinya suatu kovenan (dengan kata lain memutar kembali kemajuan ekenomi,
sosial dan budaya yang sebelumnya sudah dicapai)
7. Gagal mengumpulkan informasi kepada PBB yang dibutuhkan di bawah Kovenan 5

Korupsi sebagai pelanggaran Hak Ekonomi Sosial dan Budaya

Dari semua kualifikasi dijelaskan di atas untuk melihat apakah dalam kasus-kasus
korupsi telah terjadi pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, penulis mengunakan 2
alasan, yaitu belum adanya instrumen hukum yang cukup memadai untuk mencegah
perbuatan korupsi dan yang kedua adalah dengan melihat dampak korupsi di masyarakat.

Pada alasan yang pertama, tindakan yang selalu dilakukan oleh pemerintah (negara)
adalah memberantas korupsi, artinya yang di utamakan adalah tindakan represif, begitu
perbuatan korupsi terjadi maka aparat penegak hukum langsung bertindak. Hal ini bisa dilihat
dari munculnya UU Korupsi dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi, yang memiliki tugas
begitu luas dalam menyelidiki kasus hingga menuntutnya ke pangadilan. Padahal kasus
korupsi tidak saja menyangkut pelanggaran pidana, tapi juga menyangkut pelanggaran
5 Uvin, Peter. 2004. Human Rights and Development. Bloomfoeld: Kumarian Press
administrasi dalam pelayanan publik, yang setiap hari dirasakan oleh masyarakat secara
langsung. 6

Tindakan represif oleh negara justru tidak menimbulkan dampak yang berarti bagi
bagi masyarakat banyak, ia hanya berdampak bagi pelaku dan keluarganya. Tindakan represif
justru melahirkan modus baru dalam perbuatan korupsi, yang jauh lebih sulit untuk
dibuktikan. Pada konteks ini sesungguhnya hukum pidana hanya berguna sebagian untuk
memberikan efek jera bagi pelakunya, sementara yang menyangkut sistem dalam birokrasi
pemerintahan harusnya diupayakan dengan pendekatan atau cara yang berbeda.

Disinilah kemudian dibutuhkan tindakan preventif, yang menyangkut perbaikan sistem dalam
birokrasi pemerintahan, dari yang paling atas hingga yang paling bawah dalam semua
kekuasaan (Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif), yang justru manfaatnya bisa dinikmati oleh
masyarakat banyak. Aturan hukum yang seperti inilah yang tidak dimiliki bangsa ini. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini sesungguhnya negara telah melakukan
pelanggaran HAM, karena membiarkan perbuatan korupsi terus terjadi, tanpa membuat
aturan hukum yang mampu mencegah perbuatan tersebut.

Alasan yang kedua adalah dengan melihat dampak yang ditimbulkan oleh korupsi,
yang dirasakan di hampir semua lapisan masyarakat. Bagi kalangan pengusaha korupsi
menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar pengusaha karena semua proses harus
melalui uang pelicin dan memerlukan waktu yang lama. Bagi masyarakat bawah korupsi
justru menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi, harga-harga menjadi mahal akibatnya
muncul banyak pengemis, penganguran, pemerasan, hingga pembunuhan yang sumber
utamnya adalah duit, hanya dengan satu alasan untuk hidup. Belum lagi jika dikaitkan dengan
persoalan dasar masyarakat yaitu pendidikan dan kesehatan, akan terbentang bagaimana
dampak korupsi, melahirkan generasi bodoh, yang putus sekolah dan sakit-sakitan. Inilah
yang menyebabkan korupsi dikualifikasikan sebagai pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan
masyarakat banyak..

6 Rizky Ariestandi.2013.Hukum,Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.Yogyakarta :Graha Ilmu


Halaman 69

Anda mungkin juga menyukai