Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Teknik Reaksi Kimia Dra.Yelmida, Msi

METANOLISIS MINYAK NABATI

Kelompok : VI (Enam)
Nama : Maria Simaremare (1507034848)
Nadya Eka Putri (1507036966)
Rahmat Ade Agustias (1507036341)

Tanggal Praktikum : 22 November 2017


Tanggal Penyerahan Laporan :

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017
Abstrak
Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat
dari minyak nabati atau lemak hewani, tidak mengandung sulfur dan tidak
beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak nabati dengan
alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu
atau reaksi transesterifikasi. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi biodiesel.
Percobaan ini dilakukan dengan menvariasikan waktu reaksi yaitu 30, 60, 90,
dan 120 menit, serta menentukan karakteristik biodiesel yaitu kadar air, densitas,
viskositas, dan uji nyala. Berdasarkan hasil percobaan, konversi yang dihasilkan
pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit secara berturut-turut didapat
sebesar 77%, 82%, 80% dan 75%. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada
waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit secara berturut-turut yaitu sebesar 0,87
gr/cm3, 0,868 gr/cm3, 0,863 gr/cm3, dan 0,859 gr/cm3. Viskositas biodiesel yang
diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit secara berturut-turut yaitu
sebesar 6,63 mm/s, 7,83 mm/s, 8,92 mm/s, dan 8,48 mm/s. Kadar air biodiesel
yang diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit secara berturut-turut
yaitu sebesar 2,46%, 1,69%, 1,42%, dan 4,7%. Titik nyala biodiesel yang
diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit secara berturut-turut
berada pada suhu 170 oC, 140 oC, 130 oC, dan 132 oC.
Kata Kunci: Biodiesel, minyak nabati, transesterifikasi, konversi, kadar air,
Berat jenis, viskositas, titik nyala
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari percobaan metanolisis minyak nabati yaitu untuk
mempelajari pengaruh waktu reaksi terhadap konversi minyak nabati menjadi
biodiesel.

1.2 Landasan Teori


1.2.1 Sejarah Biodiesel
Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar diesel yang diproses dari bahan
hayati terutama minyak nabati dan lemak hewan dan secara kimiawi dinyatakan
sebagai monoalkil ester dari asam lemak rantai panjang yang bersumber dari
golongan lipida. Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika Selatan sebelum
perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan
sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan
memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel.
Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan
biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk
mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah.
Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi
pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan metil ester
asam lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih
kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam
mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable
oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan
mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang
mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak metil ester (FAME).
Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan
bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel
(Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara
khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga
disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu
mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan diakibatkan oleh
kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oksigen di dalam
suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu
bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan
tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas.
Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian
Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu
produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak
untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini
menjadi inspirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel
dengan spesifikasi minyak diesel.
Bahan bakar nabati bioetanol dan biodiesel merupakan dua kandidat kuat
pengganti bensin dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan dan
implementasi dua macam bahan bakar tersebut, bukan hanya untuk
menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun juga sebagai salah satu
solusi kebangkitan ekonomi masyarakat.

1.2.2 Perkembangan Biodiesel


Peningkatan kebutuhan energi (BBM) yang sangat tinggi dewasa ini
mendorong industri-industri pengeboran dan pengolahan minyak untuk
meningkatkan produksi mereka. Peningkatan  ini akan terus terjadi setiap
tahunnya seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dan jumlah
penduduk yang semakin meningkat. Sayangnya, BBM yang tetap menjadi
tumpuan pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan energi tak terbarukan. Hal ini
berdampak besar bagi ketersediaan energi tersebut di masa depan. Oleh karena itu,
penelitian mengenai energi alternatif yang terbarukan serta penerapannya
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara
luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan
bakar berupa metil ester asam lemak yang dihasilkan dari proses kimia antara
minyak nabati dan alkohol. Sebagai bahan bakar, biodiesel mampu mengurangi
emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monoksida, sulfat, hidrokarbon polisiklik
aromatik, nitrat hidrokarbon polisiklik aromatik dan partikel padatan sehingga
biodiesel merupakan bahan bakar yang disukai disebabkan oleh sifatnya yang
ramah lingkungan. Di beberapa negara, biodiesel telah diproduksi dan dikonsumsi
dalam jumlah banyak. Pada tahun 2008 produksi biodiesel Amerika Serikat
mencapai 700 juta gallon. Sebagian besar bahan baku yang digunakan dalam
produksi biodiesel di negara-negara tersebut adalah minyak kedelai, minyak
kanola, minyak kelapa sawit, dan minyak biji bunga matahari. Namun,
penggunaan bahan baku tersebut menjadi kendala baru bagi pemenuhan
kebutuhan pangan. Selain itu, minyak jarak yang telah dikembangkan untuk
mengatasi masalah tersebut secara ekonomi belum layak untuk dikembangkan
lebih lanjut dalam skala besar disebabkan oleh diskontinuitas suplai. Oleh karena
itu, pencarian bahan baku baru untuk biodiesel sangat  diperlukan. Keuntungan
lain dari biodiesel antara lain :
a. Termasuk bahan bakar yang dapat diperbarui.
b. Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada.
c. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat.
d. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi
petroleum diesel.
e. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena
memberikan  lubrikasi lebih daripada bahan bakar petroleum.
f. Memiliki flash point yang tinggi, yaitu sekitar 200 0C, sedangkan bahan
bakar petroleum diesel flash pointnya hanya 70 0C.
g. Bilangan setana (cetane number) yang lebih tinggi daripada petroleum
diesel .
Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbarui karena diproduksi
dari hasil pertanian, antara lain : jarak pagar, kelapa, sawit, kedele, jagung, rape
seed, kapas, kacang tanah, dan sebagainya. Selain itu biodiesel juga bisa
dihasilkan dari lemak hewan dan minyak ikan.  Penggunaan biodiesel cukup
sederhana, dapat terurai (biodegradable), tidak beracun dan pada dasarnya bebas
kandungan belerang (sulfur).
1.2.3 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis
alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester
karena metanol mudah didapat dan  tidak mahal. Kondisi proses produksi
biodiesel dengan menggunakan katalis basa adalah :
a. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150°F
dan 2 psi).
b. Menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan
terjadinya reaksi samping yang minimal.
c. Konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap intermediate.
d. Tidak memerlukan konstruksi peralatan yang mahal.
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan
kalium hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati
dengan kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat)
untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya
emulsi selama proses pencucian.
Reaksi kimia yang terjadi pada pembuatan biodiesel adalah sebagai
berikut:
Gambar 1.1 Reaksi Transesterifikasi
(Sumber : Ketaren, 1986)

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :


1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut (ºK)
              R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)   
              Ea = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
             A = Faktor tumbukan (t-1)
              k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.

1.2.4 Sifat Fisik Biodiesel


Adapun sifat fisik dari biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.1 :
Tabel 1.1 Spesifikasi Bio-diesel Sesuai Standar Indonesia RSNI EB 020551
Parameter Kualitas Alternative
Batas Test Method
dan Units Method
Density at 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675
Kinem. Visc. at 40 oC, ISO 3104
2,3 – 6,0 ASTM D 445
mm/s (cSt)
ISO 5165
Cetane number min. 51 ASTM D 613
Flash point (closed cup) ISO 2710
min. 100 ASTM D 93
(oC)
-
Cloud point (oC) max. 18 ASTM D 2500
Cu strip corrosion ISO 2160
max. no. 3
(3 hr, 50 oC) ASTM D 130

Carbon residue (%-b), max. 0,05


ASTM D 4530 ISO 10370
- in original sample (max. 0,3)
- in 10 % distillation residue

Water and sediment, %-vol. max. 0,05 ASTM D 2709 -


90 % distillation
max. 360 -
temperature, oC ASTM D 1160
ISO 3987
Sulfated ash, %-w max. 0,02 ASTM D 874
ASTM D 5453 ISO 20884
Sulfur, ppm-w (mg/kg) max. 100
prEN
Phosphorous, ppm-w FBI-A05-03
max. 10 AOCS Ca 12-55
(mg/kg)
FBI-A01-03
Acid value, mg-KOH/g max. 0,8 AOCS Cd 3-63

Free glycerol, %-w max. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03


Total glycerol, %-w max. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Alkyl ester content, %-w min. 96,5 calculated FBI-A03-03


Iodine value, %-b (g-I2/100
max. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03
g)
Halphen test negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03
Sumber: T.H. Soerawidjaja, Raw Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, 8 Maret
2006, BPPT

1.2.5 Macam-Macam Katalis yang digunakan


Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu
reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Percobaan
untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada proses pembuatan
biodiesel dan disajikan pada Tabel 1.2 yang menunjukkan bahwa kandungan
silika yang banyak bersifat tidak aktif pada reaksi metanolisis dan yang sangat
aktif adalah katalis dengan kandungan senyawa komponen Kalsium dan Natrium.
Senyawa dengan nilai 10 memberi arti  katalis mampu mengkonversi hingga 95%,
tetapi pada kenyataannya katalis tersebut juga banyak sekali menghasilkan sabun.

Tabel 1.2. Katalis metanolisis dan produksi metil ester asam-asam lemak relatif.
Produksi metil ester
Katalis Komposisi
asam lemak relatif
MgO 9,8 % MgO -
SiO2 93% SiO2 ; 3 % Al2O3 -
CaO 7% CaO ; 72% Al2O3 -
CaO.MgO 9,22%  CaO ; 91% MgO 10
CaO. Al2O3 14,8% CaO ; 85,2%Al2O3 -
CaO.SiO2 12,6% CaO ; 87,4%SiO2 -
CaO bubuk 3
6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 0,5
CaO.MgO. Al2O3
86% Al2O3
K2CO3.MgO 4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO 5
K2CO3.Al2O3 14,2% K2CO3 ;85% Al2O3 4
K2CO3 bubuk 6
Na2CO3 bubuk 0,8
2,73% Fe2O3 .SiO2O; 97,3% -
Fe2O3.MgO
MgO
1,5% - 3,6% CH3ONa ; 98,5% 2
CH3ONa.SiO2
- 96,5% SiO2
Sumber : Peterson dan Scarrah, 1984 (dikutip dari Zahrina, 2000)
Katalis-katalis dengan komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik
digunakan sebagai katalis karena cenderung membentuk sabun (memiliki sifat
ganda).  Senyawa yang mengikat komponen Si, Mg dan Al cenderung berfungsi
sebagai penyangga katalis.  Katalis logam seperti Cu dan Sn pada reaksi
metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil ester. Katalis yang bersumber dari
limbah  seperti janjang sawit dan limbah sekam padi juga dapat digunakan sebagai
katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan komponen K dan Na, janjang
sawit banyak mengandung komponen K yang baik sebagai katalis.

1.2.6 Minyak Nabati Sebagai Komponen Biodiesel


Industri pengolahan minyak sawit menghasilkan fraksi olein dan stearin.
Fraksi olein lebih baik digunakan untuk pembuatan minyak goreng, karena asam
lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya lebih mudah dihancurkan di dalam
tubuh. Fraksi stearin biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pabrik
oleokimia dan untuk diekspor. Akan tetapi, saat ini ekspor stearin mendapat
saingan dari negara lain yang juga penghasil kelapa sawit seperti Malaysia.
Akibatnya, fraksi stearin akan terus berlimpah karena produksi oleokimia dalam
negeri sampai kini juga masih sangat sedikit dibanding produksi bahan baku yang
terus meningkat. Stearin memiliki asam lemak jenuh yang lebih banyak daripada
fraksi olein, karena itu fraksi stearin memiliki bilangan setana lebih besar. Kedua
alasan di atas menjadikan fraksi stearin sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan
bahan baku pembuatan biodiesel .
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan bahan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan metanolisis minyak nabati
adalah heating mantel, magnetic stirrer, labu alas bulat kapasitas 250 ml, corong
pisah, termometer, beaker glass, picnometer, viskosmeter oswald, hot plate, pipet
tetes, dan almunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan adalah metanol,
minyak goreng nabati, dan KOH.

2.2 Prosedur Kerja


a. Minyak dengan volume 50 ml terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu ±
60oC pada hot plate.
b. Katalis KOH pellet (0,75 gram) dilarutkan dengan 63,5 ml metanol pada
labu alas bulat (reaktor) menggunakan pengaduk magnetic hingga KOH
larut seluruhnya.
c. Selanjutnya ditambahkan minyak nabati sebanyak 50 ml yang telah
dipanaskan. Sistem dalam keadaan tertutup total untuk menghindari
penguapan metanol.
d. Campuran reaksi dipanaskan dan dijaga pada suhu sekitar titik didih
alkohol (sekitar 65-70oC) guna mempercepat reaksi. Pemanasan dilakukan
dengan variasi waktu: 30, 60, 90, dan 120 menit. Pemberian metanol
berlebih diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna. Hasil
reaksi didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah sampai
terbentuk lapisan.
e. Hasil pemisahan berupa metil ester (biodiesel) dan gliserol. Gliserol
dimasukkan ke dalam wadah dan dibuang, sedangkan biodiesel dibiarkan
di dalam corong pisah.
f. Biodiesel dimurnikan dengan air hangat untuk membuang sisa-sisa katalis
atau sabun. Lalu dikeringkan dalam oven (suhu 105oC).
g. Beberapa sifat fisika dari biodiesel yang diperoleh diuji dan dibandingkan
dengan spesifikasi biodiesel, yaitu berat jenis, viskositas, dan titik nyala.
h. Konversi biodiesel dihitung pada tiap kali percobaan dan ditabelkan hasil
yang diperoleh.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Hasil percobaan metanolisis minyak nabati pada berbagai variasi waktu
reaksi (30, 60, 90, dan 120 menit) disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil uji sifat fisika biodiesel
Waktu
Konversi Densitas Kadar Viskositas Titik
Reaksi pH
(%) (gr/ml) Air (%) (mm/s) Nyala
(min) (oC)
30 77 0,87 6 2,46 6,63 170
60 82 0,868 6 1,69 7,83 140
90 80 0,863 6 1,42 8,92 130
120 75 0,859 6 4,70 8,48 132

3.2 Pembahasan
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi,
dimana reaksi antara senyawa ester (CPO/minyak kelapa sawit) dengan senyawa
alkohol (metanol). Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester
(biodiesel) dan gliserin (Tim Penyusun, 2013). Proses transesterifikasi yang
umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati (biolipid) ada tiga macam,
yaitu:
a. Transesterifikasi dengan katalis basa
b. Transesterifikasi dengan katalis asam langsung
c. Transesterifikasi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan
menjadi biodiesel (Tim Penyusun, 2013).

Tahapan proses pembuatan biodiesel yaitu dengan melarutkan KOH pellet


sebanyak 0,75 gram dengan menggunakan metanol sebanyak 63,5 ml di dalam
labu alas bulat (sistem tertutup total) yang telah diberi magnetik stirer dan
dipanaskan di atas heating mantle. KOH berfungsi sebagai katalis yang akan
menurunkan energi aktivasi, sehingga mempercepat suatu reaksi. Katalis ini ikut
bereaksi, namun tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Katalis yang tepat
digunakan untuk mengkonversi minyak nabati menjadi biodiesel adalah katalis
heterogen, yaitu katalis yang berbeda fasa dengan reaktan dan produknya untuk
memudahkan proses pemisahan (Tim Penyusun, 2013). Oleh karena itu katalis
yang digunakan dalam percobaan ini berfasa padat. Di samping itu, jika katalis
yang digunakan berada dalam fasa cair, maka akan terdapat sejumlah air di dalam
sistem. Hal ini sangat tidak diinginkan, karena minyak akan terhidrolisis jika
bereaksi dengan air. Reaksi hidrolisis ini akan meningkatkan kadar ALB sehingga
akan terbentuk sabun.
KOH pada dasarnya merupakan senyawa anorganik, sedangkan metanol
merupakan senyawa organik. Karena adanya ikatan hidrogen diantara keduanya
maka metanol dapat melarutkan KOH dengan mudah. Campuran minyak-katalis-
metanol merupakan campuran yang immiscible (tidak saling larut), oleh karena itu
penggunaan magnetic stirer sebagai pengaduk serta proses pemanasan akan
mempercepat proses pencampuran antarsenyawa tersebut.
Minyak nabati (sabanyak 50 ml) dipanaskan terlebih dahulu di atas hot
plate sebelum dimasukkan ke dalam labu alas bulat, hal ini bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Campuran reaksi dipanaskan pada suhu sekitar titik didih
alkohol, yaitu sekitar 65 - 70 0C guna mempercepat reaksi. Sistem diberi
kondensor untuk mengkondensasi metanol yang menguap selama proses reaksi.
Labu alas bulat harus benar-benar tertutup (dilapisi alumunium foil) agar tidak
terjadi penguapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Sistem proses metanolisis minyak nabati


(Sumber: Arsip pribadi)
Pemanasan dilakukan dengan memvariasikan waktu reaksi, yaitu selama
30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Variasi waktu reaksi ini dilakukan
guna mengetahui karakterisitik biodiesel yang akan diperoleh serta konversinya.
Setelah proses pemanasan, hasil reaksi didiamkan di dalam corong pisah
hingga terbentuk dua lapisan, lapisan atas berwarna kuning jernih, sedangkan
lapisan bawah berwarna kuning keruh. Lapisan atas merupakan metil ester
(biodiesel) sedangkan lapisan bawah merupakan gliserol. Keduanya dapat terpisah
secara gravitasi karena adanya perbedaan densitas, dimana densitas gliserol lebih
besar dibandingkan densitas metil ester. Gliserol kemudian ditampung pada suatu
wadah dan dibuang.

Gambar 3.2 Pemisahan metil ester dan gliserol pada corong pisah
(Sumber: Arsip pribadi)

Biodiesel yang didapat bukanlah biodiesel murni, melainkan masih


terdapat sisa-sisa katalis, air, dan sabun didalamnya. Oleh karena itu, dilakukan
pencucian dengan menggunakan air hangat agar biodiesel yang didapat lebih
murni. Pencucian dilakukan beberapa kali sampai lapisan bawah, yaitu air tidak
berwarna lagi (bening), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Pembilasan/pencucian metil ester dengan air hangat
(Sumber: Arsip pribadi)

Biodiesel yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur,


dihitung volumenya guna mengetahui konversi biodiesel. Biodiesel yang didapat
pada waktu reaksi 30 menit sebanyak 38,5 ml, pada waktu reaksi 60 menit didapat
sebanyak 41 ml, pada waktu reaksi 90 menit didapat sebanyak 40 ml, dan pada
waktu reaksi 120 menit didapat sebanyak 37,5 ml. Biodiesel kemudian
dimasukkan ke dalam wadah dan dilakukan proses pengovenan pada suhu 105 0C.
Pengovenan dilakukan guna mengetahui persen kadar air yang terkandung di
dalam biodiesel yang didapat. Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji fisika
terhadap biodiesel yang didapat, yaitu berat jenis, viskositas, dan titik nyala.

3.2.1 Konversi Biodiesel


Percobaan metanolisis minyak nabati dilakukan dengan memvariasikan
waktu reaksi yaitu 30, 60, 90, dan 120 menit. Biodiesel yang didapat pada waktu
reaksi 30 menit sebanyak 38,5 ml, pada waktu reaksi 60 menit didapat sebanyak
41 ml, pada waktu reaksi 90 menit didapat sebanyak 40 ml, dan pada waktu reaksi
120 menit didapat sebanyak 37,5 ml. Konversi memiliki pengertian bahwa untuk
mengetahui sejauh mana reaksi telah berlangsung atau untuk mengetahui jumlah
mol hasil untuk setiap penggunaan mol salah satu pereaksi atau basis (Tim
Penyusun, 2013). Secara rumus dinyatakan:
mol A reactan
X a=
mol A feed

84

82

80
Konversi (%)

78

76

74

72

70
20 40 60 80 100 120 140
Waktu reaksi (min)

Pada percobaan ini, konversi didapat melalui perbandingan antara volume


biodiesel yang didapat dengan volume minyak nabati yang digunakan (sebanyak
50 ml) dikali 100%. Hasil konversi minyak nabati menjadi biodiesel yang didapat
dengan variasi waktu disajikan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Kurva hubungan waktu reaksi dengan konversi minyak
nabati menjadi biodiesel

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang semakin besar (Zahrina, 2000).
Berdasarkan Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa hasil konversi minyak nabati
menjadi biodiesel mengalami penurunan dari waktu reaksi 60 menit hingga 120
menit. Hal ini bisa disebabkan pada saat reaksi akan dimulai maupun selama
reaksi berlangsung, terdapat metanol yang menguap keluar dari sistem pada ujung
kondensor. Sehingga menyebabkan konversi minyak nabati menjadi biodiesel
tidak optimal. Konversi terbesar yang dihasilkan adalah pada waktu reaksi 60
menit yaitu 82%. Pada waktu reaksi 30 menit konversinya adalah sebesar 77%,
pada waktu reaksi 90 menit sebesar 80%, sedangkan pada waktu reaksi 120 menit
konversi yang dihasilkan sebesar 75% .
3.2.2 Berat Jenis Biodiesel
Pada percobaan ini ada beberapa uji sifat fisika dari biodiesel yang
diperoleh, berupa berat jenis dan viskositas. Massa jenis merupakan sifat fisik
yang berkaitan dengan nilai kalori dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar. Makin ringan bahan bakar semakin rendah pula
massa jenisnya dan sebaliknya makin berat bahan bakar semakin tinggi massa
jenisnya.
0.87
0.87
0.87
0.87
Densitas (gr/cm3)

0.86
0.86
0.86
0.86
0.86
0.85
0.85
20 40 60 80 100 120 140
Waktu reaksi (min)

Gambar 3.5 Kurva hubungan variasi waktu reaksi konversi minyak nabati
menjadi biodiesel dengan densitas

Berdasarkan Gambar 3.5, hasil pengujian yang telah dilakukan adalah


berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30 menit yaitu 0,87 gr/cm 3,
pada waktu reaksi 60 menit yaitu 0,868 gr/cm3, pada waktu reaksi 90 menit yaitu
0,863 gr/cm3, sedangkan pada waktu reaksi 120 menit yaitu 0,859 gr/cm 3.
Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak cabang rantai karbon yang
diputuskan oleh metanol, sehingga berat jenisnya juga akan semakin berkurang.
Hasil berat jenis biodiesel yang didapatkan ini sesuai dengan teori yang ada yaitu
standar ASTM untuk massa jenis biodiesel antara 0,850 gr/cm3 – 0,890 gr/cm3
(pada suhu 400C).

3.2.3 Viskositas biodiesel


Proses pemurnian biodiesel yang didapat dengan pencucian menggunakan
air hangat belum sepenuhnya menghasilkan biodiesel yang murni. Viskositas
merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler
terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu (Prihandana, 2006).
Minyak nabati memiliki viskositas/ kekentalan yang relatif tinggi dibanding
minyak yang berasal dari fraksi minyak bumi, karena adanya percabangan pada
rantai karbonnya yang cenderung panjang (Tim Penyusun, 2013). Reaksi
metanolisis akan menyebabkan terputusnya rantai-rantai karbon tersebut oleh
metanol sehingga dihasilkan biodiesel dengan viskositas yang lebih rendah
dibandingkan viskositas minyak nabati.
10.00

9.00

8.00
Viskositas (mm/s)

7.00

6.00

5.00

4.00
20 40 60 80 100 120 140
Waktu reaksi (min)

Gambar 3.6 Kurva hubungan variasi waktu reaksi konversi minyak nabati
menjadi biodiesel dengan viskositas

Berdasarkan hasil pengujian, viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu


reaksi 30 menit yaitu sebesar 6,63 mm/s, pada waktu reaksi 60 menit sebesar 7,83
mm/s, pada waktu reaksi 90 menit sebesar 8,92 mm/s, sedangkan pada waktu
reaksi 120 menit yaitu sebesar 8,48 mm/s. Nilai viskositas biodiesel yang
dihasilkan tidak sesuai dengan standar STM yaitu 2,3 – 6,0 mm/s. Namun apabila
dilihat dari variasi waktu reaksi, semakin lama reaksi maka kekentalan yang
dihasilkan cenderung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin lama
waktu reaksi maka semakin banyak rantai carbon pada minyak yang diputus oleh
metanol, sehingga biodiesel yang dihasilkan memiliki kekentalan yang semakin
rendah.
3.2.4 Kadar air biodiesel
Tahap proses pengujian kadar air biodiesel yaitu dengan memanaskan
biodiesel pada oven dengan suhu 105oC yaitu suhu dimana air dipastikan
menguap. Berdasarkan hasil percobaan, kadar air biodiesel yang diperoleh pada
waktu reaksi 30 menit yaitu sebesar 2,46%, pada waktu reaksi 60 menit sebesar
1,69% pada waktu reaksi 90 menit didapat sebesar 1,42%, sedangkan pada waktu
reaksi 120 menit didapat sebesar 4,7%. Hasil yang didapatkan tersebut tidak
sesuai dengan standar kadar air biodiesel ASTM yaitu maksimal 0,05%. Kadar
air biodiesel yang didapat sangat besar dan melebihi standar ASTM, oleh karena
itulah konversi minyak nabati menjadi biodiesel pada berbagai variasi waktu
reaksi pada percobaan ini sangat kecil. Kadar air yang besar menyebabkan
peningkatan pembentukan sabun, hal ini dibuktikan dengan banyaknya
pengulangan proses pencucian atau pemurnian biodiesel yang didapat.

3.2.5 Uji Nyala (Flash Point) Biodiesel


180
170
160
Titik nyala (oC)

150
140
130
120
110
100
20 40 60 80 100 120 140
Waktu reaksi (min)

Flash point (titik nyala atau titik kilat) adalah titik suhu terendah yang
menyebabkan bahan bakar dapat menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan
dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Pada
standart ASTM biodiesel nilai flash point minimal 100oC karena untuk
mengeliminasi kontaminasi metanol akibat proses konversi minyak nabati yang
tidak sempurna (Prihandana, 2006:67).
Gambar 3.7 Kurva hubungan variasi waktu reaksi konversi minyak nabati
menjadi biodiesel dengan titik nyala
Titik nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30 menit yaitu pada
suhu 170oC, pada waktu reaksi 60 menit dapat menyala pada suhu 140oC, pada
waktu reaksi 90 menit biodiesel menyala pada suhu 130oC, sedangkan pada waktu
reaksi 120 menit biodiesel menyala pada suhu 132oC. Berdasarkan hasil
percobaan, semakin lama waktu reaksi, maka suhu nyala cenderung semakin
rendah. Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak rantai karbon yang
terputus oleh metanol, sehingga biodiesel yang dihasilkan lebih ringan dan titik
nyalanya semakin rendah (lebih cepat dan mudah terbakar).

3.2.6 pH Biodiesel
Berdasarkan Tabel 3.1 pH dari biodiesel yang diperoleh pada tiap variasi
waktu adalah sama, yaitu 6. Biodiesel yang memiliki pH terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan menyebabkan kerusakan pada alat yang menggunakan biodiesel
sebagai bahan bakar seperti terjadinya korosif. Metil ester pada kondisi standart
memiliki pH antara 6 hingga 8. Hasil pengujian pH pada biodiesel percobaan
menunjukan kondisi pH biodiesel ini dapat diterima atau sesuai dengan standart
metal ester.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Konversi yang dihasilkan pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120 menit
secara berturut-turut didapat sebesar 77%, 82%, 80% dan 75%.
2. Berat jenis biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120
menit secara berturut-turut yaitu sebesar 0,87 gr/cm3, 0,868 gr/cm3, 0,863
gr/cm3, dan 0,859 gr/cm3.
3. Viskositas biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120
menit secara berturut-turut yaitu sebesar 6,63 mm/s, 7,83 mm/s, 8,92 mm/s,
dan 8,48 mm/s.
4. Kadar air biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120
menit secara berturut-turut yaitu sebesar 2,46%, 1,69%, 1,42%, dan 4,7%.
5. Titik nyala biodiesel yang diperoleh pada waktu reaksi 30, 60, 90, dan 120
menit secara berturut-turut berada pada suhu 170 oC, 140 oC, 130 oC, dan 132
o
C.

4.2 Saran
Labu alas bulat yang tersedia hanya satu buah, sementara percobaan ini
dilakukan sebanyak 4 run. Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah labu alas
bulat yang dipakai guna menghemat waktu percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

ASTM, 2002, Annual Book of ASTM Standar Section Five Petroleum Products,
Lubrication, and fossil fuels, ASTM, America.

Biodiesel Technology, A patented biodiesel technology, Developed at the


University of Toronto.

Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press,
Jakarta.

Prihandana, R., dan Hendroko, R., 2006, Energi Hijau ‘Pilihan Bijak Menuju
Negeri Mandiri Energi, Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Tim Penyusun, 2013, Penuntun Praktikum Teknik Reaksi Kimia, Pekanbaru:


Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

Yohannes, S., Krisbiyantoro, Adi, 2009, Mahir Kimia SMA X, XI,XII, Yogyakarta:
Kendi Mas Media.

Zahrina, 2002, Bahan Bakar Alternatif Biodiesel, Jurusan Teknik Kimia Fakulitas
Teknik, USU, Medan.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Konversi (%)


Waktu
Volume minyak nabati Volume biodiesel Konversi
reaksi
(ml) (ml) (%)
(menit)
30 50 38,5 77
60 50 41 82
90 50 40 80
120 50 37,5 75

volume biodiesel yang dihasilkan


konversi= x 100 %
volume minyak nabati yang digunakan

a. Waktu reaksi 30 menit


38,5 ml
konversi= x 100 %=77 %
50 ml
b. Waktu reaksi 60 menit
41 ml
konversi= x 100 %=82 %
50 ml
c. Waktu reaksi 90 menit
40 ml
konversi= x 100 %=80 %
50 ml
d. Waktu reaksi 120 menit
37,5 ml
konversi= x 100 %=75 %
50 ml

A.2 Berat Jenis


Berat
Waktu Volume Berat picnometer Berat
picnometer
reaksi picnometer + biodiesel jenis
kosong
(menit) (ml) (gr) (gr/ml)
(gr)
30 10 15,58 24,28 0,87
60 10 15,58 24,26 0,868
90 10 15,58 24,21 0,863
120 10 15,58 24,17 0,859
( Berat picno+biodiesel )−(Berat picno kosong)
berat jenis=
volume picnometer
a. Waktu reaksi 30 menit
( 24,28−15,58 ) gram
berat jenis= =0,87 gr /ml
10 ml
b. Waktu reaksi 60 menit
( 24,26−15,58 ) gram
berat jenis= =0,868 gr /ml
10 ml
c. Waktu reaksi 90 menit
(24,21−15,58)gram
berat jenis= =0,863 gr /ml
10 ml
d. Waktu reaksi 120 menit
( 24,17−15,58 ) gram
berat jenis= =0,859 gr /ml
10 ml

A.3 Viskositas

Waktu Jarak tanda batas atas hingga


Eflux time Viskositas
reaksi tanda batas bawah
(sekon) (mm/s)
(menit) (mm)
30 30 4,52 6,63
60 30 3,83 7,83
90 30 3,36 8,92
120 30 3,54 8,48

a. Waktu reaksi 30 menit


jarak 30 mm
viskositas= = =6,63 mm/det
waktu 4,52 detik
b. Waktu reaksi 60 menit
jarak 30 mm
viskositas= = =7,83 mm / det
waktu 3,83 detik
c. Waktu reaksi 90 menit
jarak 30 mm
viskositas= = =8,92mm /det
waktu 3,36 detik
d. Waktu reaksi 120 menit
jarak 30 mm
viskositas= = =8,48 mm/det
waktu 3,54 detik

A.4 Uji Kadar Air

Waktu Berat biodiesel sebelum Berat biodiesel setelah Kadar


reaksi di oven di oven air
(menit) (gram) (gram) (%)
30 31,76 30,98 2,46
60 34,29 33,71 1,69
90 33,09 32,62 1,42
120 31,07 29,61 4,70

berat awal−berat akhir


kadar air= x 100 %
berat awal

a. waktu reaksi 30 menit


( 31,76−30,98 ) gr
kadar air= x 100 %=2,46 %
31,76 gr
b. waktu reaksi 60 menit
(34,29−33,71) gr
kadar air= x 100 %=1,69 %
34,29 gr
c. waktu reaksi 90 menit
(33,09−32,62) gr
kadar air= x 100 %=1,42 %
33,09 gr
d. waktu reaksi 120 menit
(31,07−29,61) gr
kadar air= x 100 %=4,7 %
31,07 gr

A.5 Uji Nyala Biodiesel


a. Untuk waktu reaksi 30 menit, biodiesel menyala pada suhu 170oC
b. Untuk waktu reaksi 60 menit, biodiesel menyala pada suhu 140oC
c. Untuk waktu reaksi 90 menit, biodiesel menyala pada suhu 130oC
d. Untuk waktu reaksi 90 menit, biodiesel menyala pada suhu 132oC
LAMPIRAN B
LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Metanolisis Minyak Nabati


Hari.Tanggal Praktikum : Rabu, 22 November 2017
Pembimbing : Dra. Yelmida, M.Si
Asisten Laboratorium : M. Asyraf. H
Nama Kelompok VI 1. Maria Simaremare (1507034848)
2. Nadya Eka Putri (1507036966)
3. Rahmat Ade Agustias (1507036341)

Hasil Percobaan :
Tabel B.1 Data hasil konversi biodiesel yang diperoleh pada berbagai variasi
waktu reaksi (30, 60, 90 dan 120 menit)
Waktu
Volume minyak nabati Volume biodiesel Konversi
reaksi
(ml) (ml) (%)
(menit)
30 50 38,5 77
60 50 41 82
90 50 40 80
120 50 37,5 75

Tabel B.2 Data hasil perhitungan berat jenis biodiesel pada berbagai variasi
waktu reaksi (30, 60, 90 dan 120 menit)
Berat
Waktu Volume Berat picnometer Berat
picnometer
reaksi picnometer + biodiesel jenis
kosong
(menit) (ml) (gr) (gr/ml)
(gr)
30 10 15,58 24,28 0,87
60 10 15,58 24,26 0,868
90 10 15,58 24,21 0,863
120 10 15,58 24,17 0,859
Tabel B.3 Data hasil perhitungan viskositas minyak uji dan biodiesel pada
berbagai variasi waktu reaksi (30, 60, 90 dan 120 menit)
Waktu Jarak tanda batas atas hingga
Eflux time Viskositas
reaksi tanda batas bawah
(sekon) (mm/s)
(menit) (mm)
30 30 4,52 6,63
60 30 3,83 7,83
90 30 3,36 8,92
120 30 3,54 8,48

Tabel B.4 Data hasil perhitungan kadar air minyak uji dan biodiesel pada
berbagai variasi waktu reaksi (30, 60, 90 dan 120 menit)
Waktu Berat biodiesel sebelum Berat biodiesel setelah Kadar
reaksi di oven di oven air
(menit) (gram) (gram) (%)
30 31,76 30,98 2,46
60 34,29 33,71 1,69
90 33,09 32,62 1,42
120 31,07 29,61 4,70

Tabel B.5 Data hasil penentuan titik nyala (flash point) biodiesel pada berbagai
variasi waktu reaksi (30, 60, 90 dan 120 menit)
Waktu Flash
reaksi point
(menit) (oC)
30 170
60 140
90 130
120 132

Pekanbaru, 5 Desember 2017


Asisten Laboratorium, Praktikan,

M. Asyraf. H Rahmat Ade Agustias

Anda mungkin juga menyukai