PENGOLAHAN LIMBAH B3
DISUSUN OLEH :
Kelompok VI
Kelas B
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya baik
secara langsung ataupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan karakteristik
limbah B3, menjelaskan cara pengolahan limbah B3 serta menganalisa limbah
B3 dengan cara fisika. Percobaan dilakukan dengan mengalirkan larutan sampel
Cu2+ ke dalam adsorben lempung dengan variasi tinggi unggun 3 cm dan 5 cm.
Sampel keluaran kolom adsorpsi ditampung pada gelas kimia, kemudian
dianalisa dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) untuk
diketahui konsentrasinya. Konsentrasi filtrat pada tinggi unggun lempung 3 cm
adalah 0,023 ppm. Sedangkan konsentrasi filtrat pada tinggi unggun lempung 5
cm adalah 0,01 ppm. Hasil percobaan didapat bahwa semakin tinggi variasi
unggun lempung yang digunakan, maka akan semakin kecil konsentrasi filtrat
Cu2+ yang keluar dari kolom.
Kata Kunci : AAS, absorbansi, adsorben, filtrat, konsentrasi, lempung, limbah
B3, tinggi unggun.
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pengolahan limbah B3 secara reaksi kimia atau fisika, yang harus
diperhatikan adalah pada penentuan jenis limbahnya, apakah limbah organik atau
anorganik. Proses reaksi kimia/fisika yang dilakukan adalah pH control, redox
potential control, precipitation (carbonate, sulfide, silicate), adsorption,
chemisorption, passivation, ion exchange, diadochy, reprecipitation,
encapsulation (micro and macro-encapsulation).
Kriteria proses pengolahan limbah b3 dengan cara stabilisasi adalah
dengan cara menghilangkan atau mengurangi potensi racun dan kandungan B3
melalui upaya memperkecil atau membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran
dan daya racunnya sebelum dilakukan penimbunan dalam landfill limbah B3.
Umumnya dilakukan untuk limbah an-organik. Kriteria pengujian dan baku mutu:
a. Uji TCLP
b. Uji Compressive Strength
c. Uji Paint Filter
Contoh reaksi presipitasi pada proses stabilisasi polutan Hg dan Cr sebagai
berikut:
a. Hg++ + S= HgS
b. Cr6+ + 3 e Cr3+
c. Cr3+ + 3 OH- Cr(OH)3
Tahapan proses kimia/fisika sangan kompleks, namun operasi sederhana.
Produk stabilisasi merupakan suatu ikatan massa monolit dengan struktur yang
masif.
Prinsip pengolahan limbah B3 secara thermal adalah pemusnahan limbah
dengan cara pemberian panas ada suhu tinggi (self destruction). Limbah B3
dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total–solids residue
(TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR), kadar air
(sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas,
sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia
dan kandungan senyawa kimia) (Tim Penyusun, 2017).
Tanah liat terdiri dari beberapa macam. Berikut adalah jenis-jenis tanah
liat:
a. Tanah Liat Primer
Tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari
pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari
batuan induk (batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah tempat sehingga
sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Selain tenaga air,
tenaga uap panas yang keluar dari dalam bumi mempunyai andil dalam
pembentukan tanah liat primer. Karena tidak terbawa arus air dan tidak tercampur
dengan bahan organik seperti humus, ranting, atau daun busuk dan sebagainya,
maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Suhu matang berkisar antara
1300oC–1400oC, bahkan ada yang mencapai 1750oC. Yang termasuk tanah liat
primer antara lain: kaolin, bentonite, feldspatik, kwarsa dan dolomite, biasanya
terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi daripada letak tanah sekunder. Pada
umumnya batuan keras basalt dan andesit akan memberikan lempung merah
sedangkan granit akan memberikan lempung putih. Mineral kwarsa dan alumina
dapat digolongkan sebagai jenis tanah liat primer karena merupakan hasil samping
pelapukan batuan feldspatik yang menghasilkan tanah liat kaolinit.
Tanah liat primer memiliki ciri-ciri:
a. Warna putih sampai putih kusam
b. Cenderung berbutir kasar
c. Tidak plastis
d. Daya lebur tinggi
e. Daya susut kecil
f. Bersifat tahan api
Dalam keadaan kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga mudah
ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan partikelnya yang terbentuk tidak
simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang berupa
lempengan sejajar. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui gambar penampang
irisan partikel kwarsa yang telah dibesarkan beberapa ribu kali. Dalam gambar di
bawah ini tampak kedua partikel dilapisi lapisan air (water film), tetapi karena
bentuknya tidak datar/asimetris, lapisan air tidak saling bersambungan, akibatnya
partikel-partikel tidak saling menggelincir.
3.2 Pembahasan
Proses terpenting dalam praktikum ini adalah penyiapan adsorbent yaitu
berupa lempung. Pertamanya lempung harus digerus untuk memperkecil
ukurannya. Hal ini bertujuan untuk memperluas luas permukaan lempung agar
daerah kontak antara adsorbent lempung dengan Cu2+ juga semakin besar.
Lempung kemudian dicuci berulang kali untuk memastikan tidak ada partikel
mineral pengganggu yang akan mengganggu proses adsorbsi Cu2+ pada
permukaan pertikel lempung. Lempung yang telah dicuci kemudian dikeringkan
untuk menghilangkan kandungan air setelah proses pencucian.
Berikut merupakan nilai absorbansi terhadap variasi konsentrasi larutan
standar Cu2+ yang disajikan pada Tebel 3.2.
Tabel 3.2 Nilai absorbansi pada tiap variasi konsentrasi Cu2+
Konsentrasi Cu2+ Absorbansi
0 0,0009
1 0,0424
3 0,1326
5 0,2294
7 0,3133
9 0,4166
0.45
0.4 f(x) = 0.05 x − 0
0.35 R² = 1
0.3
Absorbansi
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Konsentrasi (ppm)
4.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi Cu2+ pada filtrat dengan tinggi unggun lempung 3 cm adalah
0,023 ppm. Sedangkan konsentrasi Cu2+ pada filtrat dengan tinggi unggun
lempung 5 cm adalah 0,01 ppm
2. Semakin besar variasi tinggi unggun lempung, maka konsentrasi Cu2+ akan
semakin kecil.
4.2 Saran
Hendaknya kepadatan lempung pada kolom adsorbsi harus sama rata
untuk menghindari terjadinya proses adsorbsi yang tidak merata.
DAFTAR PUSTAKA
A. Persiapan Larutan
Pembuatan larutan induk Cu2+ 1000 ppm dengan rumus sebagai berikut:
Mr Cu(NO 3)2 .3 H 2 O
Konsentrasi Cu(NO3)2.3H2O ¿ x 1000 mg/ L
Ar Cu
241,6 gr /mol
¿ 1000 mg/ L
63,5 gr /mol
= 3800 mg/L
=3,8 g/L
Maka untuk membuat larutan induk Cu2+ 1000 ppm, dilarutkan Cu(NO3)2.3H2O
sebanyak 3,8 gram dengan aquadest hingga 1000 mL
V1 = 50 mL
Maka untuk membuat larutan Cu2+ 100 ppm sebanyak 500 mL, 50 mL larutan
Cu2+ 1000 ppm diencerkan di labu ukur 500 mL.
-0,0015= 0,046x-0,0026
x = 0,023 ppm
Maka besar konsentrasi filtrat Cu2+ dari tinggi unggun 3 cm adalah 0,023 ppm.
-0,0021= 0,046x-0,0026
x = 0,01
Maka besar konsentrasi filtrat Cu2+ dari tinggi unggun 5 cm adalah 0,01 ppm.
LAMPIRAN B
LAPORAN SEMENTARA
Kelompok : 6 (enam)
Pembuatan larutan induk Cu2+ 1000 ppm dengan rumus sebagai berikut:
Mr Cu(NO 3)2 .3 H 2 O
Konsentrasi Cu(NO3)2.3H2O ¿ x 1000 mg/ L
Ar Cu
241,6 gr /mol
¿ 1000 mg/ L
63,5 gr /mol
= 3800 mg/L
=3,8 g/L
Maka untuk membuat larutan induk Cu2+ 1000 ppm, dilarutkan Cu(NO3)2.3H2O
sebanyak 3,8 gram dengan aquadest hingga 1000 mL
V1 = 50 mL
Maka untuk membuat larutan Cu2+ 100 ppm sebanyak 500 mL, 50 mL larutan
Cu2+ 1000 ppm diencerkan di labu ukur 500 mL.
d. Data Absorbansi dari Filtrat pada Setiap Variasi Tinggi Unggun Lempung
Tabel B.2 Nilai absorbansi pada tiap variasi tinggi unggun
Tinggi Unggun (cm) Absorbansi
3 -0,0015
5 -0,0021
Asisten Praktikan