Pengolahan Limbah
Dosen Pembimbing
Dra. Yelmida, M.Si
PENGOLAHAN LIMBAH B3
Kelompok
: II (Dua)
Nama
: Rita P. Mendrova
(1107035609)
Ryan Tito
(1107021186)
Yakub J. Silaen
(1107036648)
Abstrak
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya
baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan karakteristik
limbah B3, menjelaskan cara pengolahan limbah B3 serta menganalisa limbah
B3 dengan cara fisika. Percobaan dilakukan dengan mengalirkan larutan sampel
zat warna tekstil ke dalam adsorben lempung putih dan kuning dengan variasi
tinggi unggun 5 cm dan 10 cm. Sampel keluaran kolom adsorpsi ditampung ke
dalam 15 wadah penampungan masing-masing sebanyak 25 ml, kemudian
dianalisa dengan menggunakan spektroskopi visible untuk diketahui
konsentrasinya. Hasil percobaan didapat bahwa semakin tinggi variasi unggun
lempung putih maupun lempung kuning yang digunakan, maka akan semakin
cepat proses penyerapan yang terjadi. Lempung putih dan kuning dengan tinggi
unggun masing-masing 10 cm lebih cepat menyerap zat warna tekstil yang
terkandung didalam sampel dibandingkan tinggi unggun 5 cm. Untuk tinggi
unggun yang sama, baik 5 cm maupun 10 cm, penyerapan zat warna tekstil yang
dikandung sampel lebih cepat terjadi pada lempung putih dibandingkan pada
lempung kuning.
Kata Kunci : Limbah B3; adsorben; tinggi unggun; spektroskopi visible;
lempung putih; lempung kuning.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan pengolahan limbah B3 yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan karakteristik limbah B3
2. Menjelaskan cara pengolahan limbah B3
3. Menganalisa limbah B3 dengan cara fisika
1.2 Landasan Teori
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan atau proses produksi. Awal
munculnya limbah bermula dari aktifitas manusia ynag bisa berupa kegiatan
industri, rumag tangga, dll. Aktifitas tersebut bisa jadi menggunakan bahan awal
yang memang sudah mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Sebuah
aktifitas industri, disamping menghasilkan produk bermanfaat tentu juga
menghasilkan limbah yang mudah diolah dan limbah B3. Yang memerlukan
penanganan ekstra adalah cara penanganan limbah B3 agar tidak berbahaya untuk
lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup lain. Dapat disimpulkan
bahwa pencegahan dan pengendalian pencemaranlimbah B3 merupakan
kewajiban bagi sebuah industri disemua sektor dan bidang industri.
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya atau tidak beracun atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun atau
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Pengolahan
limbah B3 merupakan suatu kegiatan yang cukup banyak, antara lain mencakup :
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan pengolahan dan penimbunan atau
pembuangan akhir. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk melindungi kesehatan
masyarakat dan mencegah pencemaran lingkungan.
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan
kimia, stabilisasi/solidifikasi, biologis, dan insenerasi (secara thermal). Proses
pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun
limbah B3 atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya
menjadi tidak berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi
bertujuan untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara
atau
dapat
membahayakan
lingkungan
hidup,
kesehatan,
flammable)
Bersifat reaktif (misal : bahan-bahan oksidator)
Berbahaya/harmful (misal : logam berat)
Menyebabkan infeksi (misal : limbah medis rumah sakit)
Bersifat korosif (asam kuat)
Bersifat irritatif (basa kuat)
Beracun (produk uji toksikologi)
Karsinogenik, Mutagenik dan Teratogenik (merkuri, turunan benzena,
Pengolahan fisika-kimia
Pengolahan biologis
Pengolahan thermal
pH control
redox potential control
precipitation (carbonate, sulfide, silicate)
adsorption
chemisorption
passivation
ion exchange
diadochy
reprecipitation
encapsulation (micro and macro-encapsulation)
larut,
Hg++ + S=
HgS
6+
Cr + 3 e
Cr3+
Cr3+ + 3 OH- Cr(OH)3
biologis
Persyaratan material yang diolah
Persyaratan konstruksi pengolahan
Persyaratan operasional
Target kriteria akhir pengolahan
Penanganan bahan hasil olahan
Pemantauan bahan hasil olahan
Pelaporan 6 bulan sekali
1.2.2
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode
yang
paling
populer
di
antaranya
ialah
chemical
conditioning,
lumpur
Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
Mendestruksi organisme patogen
4. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang
terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolisis, wet air oxidation dan
composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya sanitary landfill,
crop land, atau injection well.
1.2.2.2 Solidification/Stabilization
Disamping chemical conditioning, teknologi solidification/stabilization
juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses dolidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi
menjadi 6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulationtetapi
bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat
mikroskopik
3. Presipitation
4. Adsorbsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan
pencemar
dengan
diatur
oleh
BAPEDAL
1.2.2.3 Inceneration
berdasarkan
Kep-
3. Reproductive Hazard
4. Carsinogen
5. Beracun (toksik)
Contoh :
Limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cu, Cd, Fe, Pb, Mn, Hg, san
Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd
dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg
dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiaan pertambangan, industri
kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah
hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun
dalam konsentrasi rendah.
1.2.3
1.2.4
Tanah Lempung
Tanah liat atau lempung dihasilkan oleh alam, yang bersal dari pelapukan
kerak bumi yang sebagian besar tersusun oleh batuan feldspatik, terdiri dari
batuan granit dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur unsur seperti silikon,
oksigen, dan aluminium. Aktivitas panas bumi membuat pelapukan batuan silika
oleh asam karbonat, kemudian membentuk terjadinya tanah liat. Tanah Liat atau
tanah lempung memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan
lahan pertanian.
2. Tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan
kuat menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya.
3. Dalam keadaan kering, butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.
4. Merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan
lainnya yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas
10000C.
Dalam keadaan kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga mudah
ditumbuk menjadi tepung. Hal ini disebabkan partikelnya yang terbentuk tidak
simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang berupa
lempengan sejajar. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui gambar penampang
irisan partikel kwarsa yang telah dibesarkan beberapa ribu kali. Dalam gambar di
bawah ini tampak kedua partikel dilapisi lapisan air (water film), tetapi karena
bentuknya tidak datar/asimetris, lapisan air tidak saling bersambungan, akibatnya
partikel-partikel tidak saling menggelincir.
Kurang murni.
Cenderung berbutir halus.
Plastis.
Warna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning, kuning muda,
stoneware, ballclay).
Suhu bakar rendah 9000C11800C, ada yang sampai 12000C
(earthenware).
Warna tanah tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi dan unsur
organis, yang biasanya akan berwama bakar kuning kecoklatan, coklat, merah,
wama karat, atau coklat tua, tergantung dan jumlah oksida besi dan kotorankotoran yang terkandung. Biasanya kandungan oksida besi sekitar 2%-5%,
dengan adanya unsur tersebut tanah cenderung berwarna Iebih gelap, biasanya
matang pada suhu yang lebih rendah, kebalikannya adalah tanah berwama lebih
terang atau pun putih akan matang pada suhu yang lebih tinggi.
Kebanyakan tanah liat tahan api berwarna terang (putih) ke abu-abu gelap
menuju ke hitam dan ditemukan di alam dalam bentuk bongkahan padat, beberapa
diantaranya berkadar alumina tinggi dan berkadar alkali rendah. Titik leburnya
mencapai suhu 1500 C. Yang tergolong tanah liat tahan api ialah tanah liat
yang tahan dibakar pada suhu tinggi tanpa mengubah bentuk, misalnya kaolin dan
mineral tahan api seperti alumina dan silika. Bahan ini sering digunakan untuk
bahan campuran pembuatan massa badan siap pakai, untuk produk stoneware
maupun porselin.
Karena beberapa sifatnya yang menguntungkan, antara lain berwarna
putih, mempunyai daya lentur dan sebagainya, maka Kaolin juga dipakai sebagai
bahan pengisi untuk produk kertas dan kosmetik.
2. Tanah Liat Stoneware.
Tanah liat stoneware ialah tanah liat yang dalam pembakaran gerabah
(earthenware) tanpa diserta perubahan bentuk. Titik lebur tanah liat stoneware
bisa mencapai suhu 1400 C. Bisaanya berwarna abu-abu, plastis, mempunyai
sifat tahan api dan ukuran butir tidak terlalu halus. Jumlah deposit di alam tidak
sebanyak deposit kaolin atau mineral tahan api. Tanah liat stoneware dapat
digunakan sebagai bahan utama pembuatan benda keramik alat rumah tangga
tanpa atau
mencapai 1250 C, sifat fisikanya berubah menjadi keras seperti batu, padat,
kedap air dan bila diketuk bersuara nyaring.
dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya
yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang
400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299149 kJ/mol.
Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi
terendah disebut keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak
mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap
oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam
kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan
berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu
zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum
sinar tampak. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Warna yang diserap dan warna yang terlihat oleh mata pada berbagai
panjang gelombang.
Panjang
Warna-warna yang
Warna komplementer
gelombang (nm)
diserap
400 435
Ungu
Hijau kekuningan
435 480
Biru
Kuning
480 490
Biru kehijauan
Jingga
490 500
Hijau kebiruan
Merah
500 560
Hijau
Ungu kemerahan
560 580
Hijau kekuningan
Ungu
580 595
Kuning
Biru
595 610
Jingga
Biru kehijauan
610 800
Merah
Hijau kebiruan
Pada
spektrofotometer
sinar
tampak,
sumber
cahaya
biasanya
gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan
yang muncul makin kecil.
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan merupakan suatu
tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin
tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan
makin rendah.
Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (AC)
apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 A 0,8) atau sering disebut
sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh
lebih besar maka hubungan absorbansi tidak linear lagi. Kurva kalibarasi
hubungan antara absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 1.7.
dengan
teliti.
Ketidakstabilan,
yang
mengakibatkan
Absorbansi 0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Grafiknya adalah:
Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan
regresi linear:
Kolom adsorpsi
Ayakan plastik
Gelas ukur 100 ml
Labu ukur 100 ml
Timbangan
Cawan porselin
Gelas piala 2 Liter
Corong pisah 1 Liter
Blender
2. Larutan sampel limbah tekstil dialirkan dari corong pisah (1) dengan
laju alir 5 ml/menit kedalam kolom (2). Keluaran kolom ditampung
setiap 25 ml dalam gelas plastik (4). Penampungan dilakukan sebanyak
15 gelas.
3. Analisa dilakukan dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis.
Absorbansi masing-masing sampel dicatat.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Percobaan pengolahan limbah B3 dilakukan dengan memvariasikan tinggi
unggun adsorben lempung setinggi 5 cm dan 10 cm, baik pada lempung putih
maupun lempung kuning. Data hasil percobaan disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data hasil percobaan pada berbagai variasi tinggi unggun,
Gela
s ke-
Tinggi Unggun
Lempung Putih
5 cm
10 cm
C
C
A
A
(ppm)
(ppm)
0,02
0,386
0,004
0,105
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0,002
0,007
0,009
0,009
0,009
0,009
0,006
0,008
-0,01
0,009
0,009
0
-0,09
-0,12
-0,12
-0,12
-0,12
-0,07
-0,11
-0,14
-0,12
-0,12
14
-0,01
-0,14
15
-0,12
0,002
0,004
0,004
0,004
0,005
0,004
0,005
0,004
0,005
0,005
0,005
0,002
0,004
0,001
-
Tinggi Unggun
Lempung Kuning
5 cm
10 cm
C
C
A
A
(ppm)
(ppm)
0,02
0,386
0,026
0,035
-0,035
0,006
0,14
0,006
0,035
-0,035
0,002
0,07
-0,035
0,035
-0,053
-0,035
-0,053
-0,035
-0,053
-0,053
-0,053
0
-0,035
0,018
0,018
0,001
0,005
0,006
0,006
0,004
0,008
0,007
0,007
0,008
0,008
-
0,018
-0,053
-0,07
-0,07
-0,035
-0,105
-0,088
-0,088
-0,105
-0,105
-0,123
0,001
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,001
0,002
0
0,001
0,001
0
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,035
0,009
0,001
Keterangan : A, absorbansi; C, konsentrasi
0,009
3.2 Pembahasan
Tahapan proses percobaan dimulai dengan persiapan adsorben lempung.
Lempung yang digunakan dua mcam, yaitu lempung putih dan lempung kuning.
Lempung yang digunakan masih dalam kondisi basah (memiliki kadar air yang
cukup banyak). Oleh karena itu lempung dikeringkan terlebih dahulu dengan cara
dijemur dibawah sinar matahari. Pengeringan lempung sebenarnya bisa
menggunakan oven, namun karena oven yang tersedia sedang digunakan oleh
praktikan lain, maka pengeringan dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar
matahari. Proses penjemuran dimaksudkan agar kadar air yang dikandung
lempung berkurang sehingga mempermudah proses penggerusan. Setelah kering,
masing-masing lempung kemudian di gerus dengan menggunakan blender,
kemudian di ayak dengan menggunakan ayakan plastik. Penggerusan dan
pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan adsorben dengan ukuran yang
seragam. Ukuran adsorben yang seragam tentunya akan menghasilkan porositas
yang baik sehingga penyerapannya diharapkan akan lebih baik pula.
Tahapan selanjutnya yaitu mencuci lempung yang telah diayak dengan
menggunakan aquades. Pencucian dilakukan sampai pH adsorben netral (pH 7).
Pada percobaan yang dilakukan, pH adsorben yang telah dicuci tidak netral,
melainkan mendekati asam, yaitu didapat pH sebesar 5. Hal ini terjadi karena
aquades yang digunakan memiliki pH 5. Pencucian dimaksudkan agar lempung
yang digunakan benar-benar terbebas dari senyawa-senyawa lain yang terkandung
di dalam lempung yang dapat mempengaruhi konsentrasi keluaran kolom
nantinya.
Proses selanjutnya yaitu menjemur kembali lempung yang telah dicuci
dibawah sinar matahari. Penjemuran kali ini juga bertujuan untuk menghilangkan
kadar air yang terkandung di dalam lempung sehingga mempermudah proses
selanjutnya. Disamping itu, penjemuran ini juga bertujuan untuk membuka celah
lempung sehingga dapat menyerap dengan baik. Setelah kering, lempung
kemudian digerus kembali untuk menyeragamkan ukurannya. Lempung kemudian
disimpan didalam wadah plastik bertutup dan siap untuk digunakan.
Sampel limbah B3 yang digunakan yaitu sampel limbah cair zat warna
tekstil. Dalam percobaan ini sampel yang digunakan yaitu larutan belau (larutan
berwarna biru yang digunakan untuk mencuci pakaian). Sampel induk dibuat
dengan konsentrasi 200 ppm dalam 5 liter, kemudian diambil sebanyak 200 ml
dan diencerkan ke dalam 2 Liter aquades (konsentrasi 20 ppm). Sampel ini
digunakan untuk menentukan kurva kalibrasi serta untuk proses adsorpsi limbah
cair secara kontiniu.
Penentuan kurva kalibrasi dilakukan dengan menguji absorbansi sampel
limbah pada berbagai variasi konsentrasi larutan standar (2, 4, 6, 8 dan 10 ppm)
dengan menggunakan spektroskopi sinar tampak (visible). Larutan standar yaitu
larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan
standar dibuat dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi analit yang
diperkirakan. Langkah selanjutnya yaitu mengambil salah satu larutan standar
(biasanya larutan standar dengan konsentrasi menengah), kemudian diukur
absorbansinya pada berbagai panjang gelombang. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pada panjang gelombang berapa absorbansi yang dihasilkan paling
besar. Panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi paling besar atau paling
tinggi disebut panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum
yang didapat pada percobaan ini yaitu 670 nm. Panjang gelombang ini sesuai
dengan range panjang gelombang untuk sinar tampak, yaitu 400-800 nm.
Setelah didapat panjang gelombang maksimum, absorbansi semua larutan
standar yang telah dibuat diukur pada panjang gelombang maksimum tersebut.
Absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar dicatat, kemudian
dialurkan pada grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva
yang disebut kurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi yang
dihasilkan berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis lurus (namun
hal ini tidak dapat dipastikan). Berdasarkan hasil penentuan kurva kalibrasi,
didapat absorbansi masing-masing larutan standar seperti yang disajikan pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Abosrbansi pada berbagai konsentrasi larutan standar
Konsentras
i
Absorbansi
0 ppm
2 ppm
4 ppm
6 ppm
8 ppm
10 ppm
0,117
0,249
0,303
0,465
0,591
0.5
0.4
Absorbansi
0.3
0.2
0.1
0
0
10
Konsentrasi (ppm)
adsorpsi
limbah
cair
secara
kontiniu
dilakukan
dengan
ikut keluar bersamaan dengan keluarnya sampel keluaran kolom. Lempung yang
dimasukkan ke dalam kolom merupakan lempung yang tanpa diaktivasi atau
dipanaskan
terlebih
dahulu.
Tinggi
unggun/lempung
yang
dimasukkan
Konsentrasi (ppm)
0.2
0.1
Tinggi Unggun 5 cm
Tinggi Unggun 10 cm
0
-0.1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-0.2
Penampungan ke-
Gambar 3.2 Konsentrasi sampel pada lempung putih dengan variasi tinggi
unggun 5 cm dan 10 cm
Berdasarkan Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi variasi
unggun lempung putih yang digunakan, maka akan semakin cepat proses
penyerapan yang terjadi. Semakin tinggi unggun yang digunakan maka semakin
banyak partikel-partikel adsorben yang berkontakan dengan sampel serta waktu
kontaknya pun semakin lama. Akibatnya penyerapan zat warna tekstil di dalam
sampel akan lebih sempurna.
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa konsentrasi sampel keluaran kolom pada
wadah penampungan pertama (Gelas ke-1) untuk variasi tinggi unggun lempung
putih 5 cm lebih tinggi dibandingkan pada variasi tinggi unggun 10 cm.
Disamping itu juga dapat dilihat bahwa pada tinggi unggun 5 cm, konsentrasi
sampel 0 ppm didapat pada wadah penampungan ke-3, sedangkan pada tinggi
unggun 10 cm, konsentrasi sampel 0 ppm telah didapat pada penampungan
pertama. Ini artinya, lempung putih dengan tinggi unggun 10 cm lebih cepat
menyerap zat warna tekstil yang terkandung didalam sampel dibandingkan
lempung putih dengan tinggi unggun 5 cm.
b. Lempung Kuning
Pengaruh tinggi unggun pada lempung kuning terhadap konsentrasi
sampel keluaran kolom disajikan pada Gambar 3.3.
0.5
0.4
0.3
Konsentrasi (ppm)
0.2
0.1
Tinggi Unggun 5 cm
Tinggi Unggun 10 cm
0
-0.1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-0.2
Penampungan ke-
Gambar 3.3 Konsentrasi sampel pada lempung kuning dengan variasi tinggi
unggun 5 cm dan 10 cm
Berdasarkan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi variasi
unggun lempung kuning yang digunakan, maka akan semakin cepat proses
penyerapan yang terjadi. Semakin tinggi unggun yang digunakan maka semakin
banyak partikel-partikel adsorben yang berkontakan dengan sampel serta waktu
kontaknya pun semakin lama. Akibatnya penyerapan zat warna tekstil di dalam
sampel akan lebih sempurna.
3.2.2
Konsentrasi (ppm)
0.2
0.1
Lempung Putih
Lempung Kuning
0
-0.1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-0.2
Penampungan ke-
Gambar 3.4 Konsentrasi sampel pada variasi jenis lempung dengan tinggi
unggun 5 cm.
Berdasarkan Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa untuk tinggi unggun yang
sama, yaitu 5 cm, penyerapan zat warna tekstil yang dikandung sampel lebih cepat
terjadi pada lempung putih dibandingkan pada lempung kuning. Lempung putih
merupakan tanah liat primer sedangkan lempung kuning merupakan tanah liat
sekunder.
Lempung putih adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari pelapukan
batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari batuan induk
(batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah tempat sehingga sifatnya lebih
murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Selain tenaga air, tenaga uap
panas yang keluar dari dalam bumi mempunyai andil dalam pembentukan tanah
liat primer. Karena tidak terbawa arus air dan tidak tercampur dengan bahan
organik seperti humus, ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka tanah liat
berwarna putih atau putih kusam. Sedangkan lempung kuning merupakan jenis
tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan
induknya karena tenaga eksogen yang menyebabkan butiran-butiran tanah liat
lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa,
tanah marine maupun tanah danau. Dalam perjalanan karena air dan angin, tanah
liat bercampur dengan bahan-bahan organik maupun anorganik sehingga merubah
sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat menjadi partikel-partikel yang
menghasilkan tanah liat sekunder yang mempunyai ciri tidak murni dan berwarna
lebih gelap (berwarna krem/abu-abu/coklat/merah jambu/kuning) dibandingkan
tanah liat primer/ lempung putih.
Berdasarkan Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa untuk lempung putih pada
tinggi unggun 5 cm, konsentrasi sampel 0 ppm didapat pada wadah penampungan
ke-3, sedangkan pada lempung kuning, konsentrasi sampel 0 ppm baru didapat
pada penampungan ke-6. Ini artinya, lempung putih dengan tinggi unggun 5 cm
lebih cepat menyerap zat warna tekstil yang terkandung didalam sampel
dibandingkan lempung kuning dengan tinggi unggun yang sama.
b. Tinggi Unggun 10 cm
Pengaruh jenis lempung pada tinggi unggun 10 cm terhadap konsentrasi
sampel keluaran kolom disajikan pada Gambar 3.5.
0.5
0.4
0.3
Konsentrasi (ppm)
0.2
Lempung Putih
0.1
Lempung Kuning
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-0.1
Penampunganke-
Gambar 3.5 Konsentrasi sampel pada variasi jenis lempung dengan tinggi
unggun 10 cm.
Berdasarkan Gambar 3.5 dapat dilihat bahwa untuk tinggi unggun yang
sama, yaitu 10 cm, penyerapan zat warna tekstil yang dikandung sampel lebih
cepat terjadi pada lempung putih dibandingkan pada lempung kuning. Untuk
lempung putih pada tinggi unggun 10 cm, konsentrasi sampel 0 ppm telah didapat
pada wadah penampungan pertama, sedangkan pada lempung kuning, konsentrasi
sampel 0 ppm baru didapat pada penampungan ke-4. Ini artinya, lempung putih
dengan tinggi unggun 10 cm lebih cepat menyerap zat warna tekstil yang
terkandung didalam sampel dibandingkan lempung kuning dengan tinggi unggun
yang sama. Hal ini terjadi karena lempung putih memiliki kemurnian yang lebih
tinggi dibandingkan lempung kuning. Tingginya konsentrasi sampel hasil
penampungan pertama oleh lempung kuning bisa jadi disebabkan karena lempung
masih mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik, sehingga terbawa
oleh sampel keluaran kolom dan meningkatkan konsentrasinya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada percobaan pengolahan limbah B3 yang
mengandung zat warna tekstil dengan memvariasikan tinggi unggun/lempung
adalah sebagai berikut:
1.
2.
4.2. Saran
1. Larutan standar harus dibuat seteliti mungkin. Kesalahan dalam
pembuatan larutan standar akan menyebabkan terjadinya kegagalan dalam
penentuan kurva kalibrasi.
2. Sampel keluaran kolom harus dijaga baik-baik agar pada saat
penampungan tidak terjadi over capasity atau melebihi batas yang telah
ditentukan (25 ml untuk masing-masing wadah).
3. Sampel keluaran kolom harus ditutup dengan menggunakan tisu atau
penutup lainnya agar terhindar dari kotoran maupun debu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Mengenal Tanah Liat atau Lempung. [online] Tersedia:
http://www.ruangkumemajangkarya.wordpress.com [Diakses pada 9 Januari
2014]
Seran, Emel. 2011. Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible). [online] Tersedia:
http://www.wanibesak.wordpress.com [Diakses pada 9 Januari 2014]
Tim Penyusun. 2013. Penuntun Praktikum Pengolahan Limbah. Pekanbaru :
Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
V 2. N2
N1
2000 ml . 20 ppm
200 ppm
= 200 ml
Sampel larutan induk 200 ppm diambil sebanyak 200 ml, kemudian diencerkan
dengan penambahan aquades hingga volume larutan 2 liter.
Berikut merupakan contoh perhitungan dalam pembuatan larutan standar 2
ppm dalam 100 ml dari larutan sampel 20 ppm:
V 2=
V 1. N1
N2
100 ml . 2 ppm
20 ppm
= 10 ml
LAMPIRAN B
LAPORAN SEMENTARA
Judul Praktikum
: Pengolahan Limbah B3
Hari/Tanggal Praktikum
Pembimbing
Asisten Laboratorium
: M. Asyraf. H
Hasil Percobaan
:
Tabel B.1 Absorbansi larutan standar
Konsentras
i
Absorbansi
0 ppm
2 ppm
4 ppm
6 ppm
8 ppm
10 ppm
0,117
0,249
0,303
0,465
0,591
Penampungan
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Absorbansi
0,02
0,004
-0,002
-0,007
-0,009
-0,009
-0,009
-0,009
-0,006
-0,008
-0,01
-0,009
-0,009
-0,01
10
15
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
-0,009
-0,002
-0,004
-0,004
-0,004
-0,005
-0,004
-0,005
-0,004
-0,005
-0,005
-0,005
-0,002
-0,004
-0,001
-0,001
10
Penampungan ke-
Absorbansi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1
2
3
4
5
6
7
8
0,02
0,006
0,002
0
-0,001
-0,005
-0,006
-0,006
-0,004
-0,008
-0,007
-0,007
-0,008
-0,008
-0,009
0,026
0,006
-0,001
-0,002
-0,002
-0,002
-0,002
-0,002
9
10
11
12
13
14
15
-0,002
-0,001
-0,002
0
-0,001
-0,001
0
Pekanbaru, 10 Januari 2014
Asisten Laboratorium,
M. Asyraf. H
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
lempung
lempung
lempung
konsentrasi.
tekstil 20 ppm.
keluaran kolom.