Anda di halaman 1dari 311

Filsafat Ilmu PKLH | i

FILSAFAT
ILMU P K L H
Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.

Bumi telah merintih di cabik manusia..... Bumi mengiba perlindungan.....


Kalau bukan sekarang, kapan lagi...? Kalau bukan manusia, siapa lagi...?
Toooohhh,... Manusia jua yang membuat bumi meregang...!

ii | Filsafat Ilmu PKLH


FILSAFAT ILMU PKLH
Penulis : Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.

Penerbit : Alauddin University Press

ISBN : 978-602-328-219-7

Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam
bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun
elektronis, termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa
izin tertulis dari penulis.

Cetakan Pertama, Desember 2016

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang


Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
(satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Filsafat Ilmu PKLH | iii


PRAKATA

“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena


perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Rum, 41)

Terusiknya eksistensi bumi bukanlah sesuatu yang berdiri


sendiri, keberadaannya berhubungan erat dengan masalah
kependudukan dalam konteks penduduk dan pembangunan.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH),
merupakan program pendidikan yang ditujukan untuk mengubah
sikap dan perilaku manusia agar bereproduksi secara rasional,
memelihara lingkungan hidup, dan bertanggung jawab terhadap
kualitas kehidupan sekarang dan masa mendatang melalui proses
pendidikan. PKLH mempunyai misi dalam upaya pendewasaan
seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku
yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah
kependudukan dan lingkungan hidup. Cara pandang dan perilaku
manusia terhadap lingkungan hidup, sangat menentukan eksistensi
dan kesinambungan alam dan lingkungan di bumi ini. Menurut
Chiras dua macam perlakuan terhadap alam yang berkembang
dalam kultur manusia, yakni : (1) budaya menundukkan alam
(frontier), yang menempatkan dirinya bukan sebagai sub-ordinat
dari alam sekitarnya sehingga mereka memandang alam sebagai
sumber yang dipersiapkan untuk dimanfaatkan dan bebas

iv | Filsafat Ilmu PKLH


dieksploitasi oleh manusia; (2) budaya menyatu dengan alam (eco
friendly), yang memandang bahwa semua interaksi antara manusia
dengan alam sekitar akan menimbulkan “pengaruh timbal balik”
antara manusia dan alam sekitarnya, sehingga manusia tidak dapat
lepas sebagai salah satu sub-ordinat dari alam sekitarnya, dan
melihat bahwa kerusakan pada alam dan lingkungan merupakan
kerusakan yang juga menimpa dirinya sendiri.
Cara pandang yang kedua di atas merupakan budaya yang
banyak tumbuh dan berkembang dari insan-insan yang menganut
agama secara istiqomah. Seperti halnya dengan umat Islam yang
memahami ajarannya yang mana dalam Al’Quran Surah Asy-
Syuura-30, telah ditegaskan bahwa “Dan musibah apa saja yang
menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu)”. Kultur frontier sebenarnya telah banyak
memberikan pembuktian sebagai penyebab utama terjadinya
bencana terhadap berbagai umat-umat terdahulu, seperti kaum
Ad, kaum Tzamud, kaum Fir’aun, dan lain sebagainya. Ambisi dan
mental frontier pada umat terdahulu dapat disimak dari Firman
Allah Swt dalam Al’Qur’an Surah Asy-syuura-26, bahwa “Apakah
kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk
bermain-main? Dan kamu membuat benteng-benteng dengan
maksud supaya kamu kekal (di dalamnya)?”. Jadi dalam kehidupan
kaum-kaum terdahulu yang telah menerima kutukan dariNya,
memang tumbuh subur mental dan kultur frontier atau ambisi
untuk menundukkan alam, persis seperti yang telah, sedang, dan
akan terus berlangsung dalam kehidupan manusia akhir zaman
sekarang ini. Manusia yang mendiami bumi saat sekarang ini, juga
telah dan mungkin terbanyak membuat kerusakan terhadap
lingkungan sepanjang sejarah keberadaan planit bumi ini. Sehingga
hampir dapat dipastikan bahwa bencana yang akan ditimpakan

Filsafat Ilmu PKLH | v


kepada manusia akhir zaman ini, akan jauh lebih besar dan lebih
berat dibandingkan dengan bencana yang pernah ditimpakan
kepada umat-umat sebelumnya. Sebagaimana peringatan Allah Swt
dengan firman-Nya pada surah Ar-Rum ayat 41 sampai ayat 42,
bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka
merasakan dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke
jalan yang benar. Katakanlah (Muhammad), bepergianlah kamu di
bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang orang dahulu,
kebanyakan dari mereka adalah orang orang yang
mempersekutukan Allah”.
Buku ini memaparkan berbagai materi yang dimaksudkan
untuk memberi gambaran tentang posisi ilmu PKLH dalam peta
perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu maka penulis memulai
pembahasan dalam buku ini dari uraian mengenai dasar-dasar
filsafat ilmu yaitu tentang bagaimana mencari ilmu pengetahuan
(Bab-1); eksistensi dan esensi PKLH (Bab-2); PKLH sebagai sebuah
ilmu pengetahuan (Bab-3); dinamika dan nilai falsafah PKLH (Bab-
4); konsep dasar PKLH (Bab-5); dan peranan PKLH dalam
pembangunan berkelanjutan (Bab-6). Konsep materi buku ini ditulis
sejak tahun 2012, namun baru dapat diterbitkan pada akhir tahun
2016, setelah penulis kedua telah berpulang ke haribaan Allah Swt
yaitu pada tahun 2015.
Banyak hal yang terungkap dalam buku ini, yang menurut
penulis perlu menjadi bahan renungan baik bagi kalangan pengajar
PKLH sendiri maupun kalangan pengambil keputusan serta
masyarakat luas (umum). Salah satu diantaranya adalah pemikiran
yang mencoba menjastifikasi bahwa sudah waktunya untuk
menyelenggarakan pendidikan formal jurusan PKLH untuk jenjang
Diploma dan Strata-1 pada tingkat perguruan tinggi. Hal ini
dimaksudkan agar eksistensi ilmu PKLH sebagai salah satu bidang

vi | Filsafat Ilmu PKLH


ilmu yang sangat dibutuhkan pada “zaman akhir” ini akan lebih
konkrit. Dengan demikian berbagai kajian praktis yang dibutuhkan
dalam setiap kegiatan manusia dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan masalah kependudukan, dapat dikerjakan oleh
pemikir, designer dan planer yang betul-betul independen. Tidak
sama halnya yang terjadi dewasa ini, yang mana berbagai kajian
lingkungan dan kependudukan dilakukan secara pragmatis oleh
kalangan-kalangan tertentu, hanya sekedar menjastifikasi dan
melegalisasi rencana proyek berdasarkan kepentingan pribadi dan
golongan mereka, sekalipun impact dari proyek tersebut sangat
fatal terhadap manusia dan lingkungan. Itulah bentuk moral
frontier yang masih sangat terlindungi eksistensinya di negara-
negara terkebelakang hingga saat ini, terutama negara yang
terkebelakang “government morality”-nya seperti Indonesia.
Menurut penulis program penyelamatan bumi dan lingkungan
hidup hanya dapat tercipta jika dan hanya jika semua pemerintahan
oleh manusia yang ada di bumi ini memiliki moral lingkungan (eco-
morality). Rakyat (people) akan mudah untuk berpartisipasi jika
diajak pemerintah yang mampu memberi keteladanan dalam
kesehariannya.
Disamping penyelenggaraan jurusan PKLH secara monolitik
di perguruan tinggi, pendekatan melalui cara integratif pada semua
jenjang pendidikan formal mulai dari SD, SLTP, SLTA sampai tingkat
perguruan tinggi (semua program studi) perlu dilakukan. Hal ini
penting karena materi PKLH seharusnya diketahui semua orang
yang akan berinteraksi dengan alam lingkungan hidup. Begitu
mendesaknya penyelamatan manusia dan lingkungannya, dan
begitu pentingnya peranan PKLH di dalam upaya penyelamatan
tersebut, maka pada saatnya nanti (waktu yang tidak terlalu lama)
pelaksanaan PKLH harus secara monolitik. Pembelajaran PKLH
adalah pembentukan sikap, kepribadian, perilaku, dan partisipasi

Filsafat Ilmu PKLH | vii


nyata dari setiap manusia di dalam usaha dan upaya
perlindungan/penyelamatan lingkungan hidup. Dengan kata lain
mental PKLH harus menjadi muatan budi pekerti pada setiap
individu anak didik, karena untuk memperlambat kehancuran bumi
(kiamat) harus diupayakan oleh semua umat manusia yang ada.
Bumi ini tidak akan selamat hanya karena keberadaan 10 orang
pendekar lingkungan, di tengah serbuan 10 milyar manusia yang
setiap hari, bahkan setiap detik merusak bumi ini. Sama halnya yang
menimpa umat Nabi Huud, yang disebut kaum Ad. Di antara kaum
Ad pasti ada yang mencintai Allah dan menghormati ciptaannya
(lingkungan), minimal adalah Nabi Huud dan pengikutnya. Namun
karena lebih banyak yang dzalim maka semua terkena bencana
termasuk pengikut Nabi Huud. Demikian pula yang terjadi terhadap
kaum Tzamud, yang telah diutuskan oleh Allah seorang Nabi Shaleh,
namun karena mereka tetap ingkar maka semuanya terkena
bencana.
Tiada rasa kesyukuran yang lebih besar penulis akan lirihkan
bilamana buku ini dapat memberi manfaat kepada pembacanya,
terutama ketika buku ini dapat menggugah rasa dan sanubari
pembaca sehingga mampu menumbuhkan kesadaran, sikap,
perilaku, dan partisipasinya dalam menyelamatkan dan menjaga
kesinambungan lingkungan hidup secara bersama-sama.
Akhirnya izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada berbagai pihak yang telah banyak
memberikan masukan, dorongan, dan bantuan kepada penulis
sehingga tulisan ini dapat disaji seperti apa yang ada di tangan
pembaca sekarang. Penulis amat sangat menyadari bahwa tulisan
ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga masukan, saran, bahkan kritik
sekalipun akan disambut hangat dengan tangan terbuka, sembari
menghaturkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang

viii | Filsafat Ilmu PKLH


berkenan memberikan masukan, saran ataupun kritik atas semua
aspek yang ada di dalam buku ini.

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah


negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezeki datang kepadanya
melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya
mengingkari nikmat-nikmat Allah , karena itu Allah menimpakan
kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan disebabkan apa
yang mereka perbuat”. (QS.An Nahl, 112)

Makassar, Desember 2016


Penulis,

Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.


Prof. Dr. H. Hammado Tantu, M.Pd.

Filsafat Ilmu PKLH | ix


DAFTAR ISI

Prakata .................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................ ix

I. DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU ....................................... 1


1.1. Pengertian .......................................................... 2
1.2. Filsafat Ontologi .................................................. 22
1.3. Filsafat Epistemologi ............................................ 29
1.4. Filsafat Aksiologi .................................................. 38
1.5. Cara Mencari Ilmu ............................................... 46

II. EKSISTENSI DAN ESENSI PKLH ..................................... 58


2.1. Sejarah Lahirnya PKLH ......................................... 59
2.2. Visi dan Misi PKLH ............................................... 62
2.3. Karakter Ilmu PKLH .............................................. 69
2.4. Eksistensi PKLH .................................................... 77
2.5. Makna, Esensi dan Urgensi PKLH ......................... 81

III. PKLH SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN .......................... 103


3.1. Prolog – Epilog .................................................... 104
3.2. Ontologi PKLH...................................................... 111
3.3. Epistemologi PKLH ............................................... 120
3.4. Aksiologi PKLH ..................................................... 132
3.5. PKLH Sebagai llmu Pengetahuan .......................... 139

IV. DINAMIKA DAN NILAI FALSAFAH PKLH .......................... 142


4.1. Dinamika Ilmu PKLH ............................................. 143
4.2. Nilai Falsafah PKLH .............................................. 147

x | Filsafat Ilmu PKLH


4.3. Makna Ruang dan Waktu dalam ilmu PKLH ........ 154
A. Pengertian Ruang dalam Ilmu Pengetahuan 157
B. Pengertian Waktu dalam Ilmu Pengetahuan ... 159
C. Ruang dan Waktu dalam Ilmu Pengetahuan .... 162
D. Manfaat Konstitusional .................................. 164

V. KONSEP DASAR PKLH ..................................................... 168


5.1. Karakter Ilmu PKLH ................................................ 169
A. PKLH Inter-disipliner ....................................... 169
B. PKLH Multi-disipliner ..................................... 171
C. PKLH Trans-disipliner .................................... 173
5.2. Visi dan Misi Ilmu PKLH .......................................... 177
5.3. Tujuan dan Manfaat Ilmu PKLH .............................. 180

VI. PERAN PKLH DALAM PEMBANGUNAN .......................... 190


6.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ..................... 191
6.2. Pengendalian Kependudukan ................................. 214
6.3. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 228
6.4. Pengelolaan Manusia Sebagai Sumberdaya Utama 261

DAFTAR PUSTAKA................................................................. .. 284


INDEX .................................................................................... 290
GLOSERIUM ........................................................................... 293
PROFIL PENULIS ..................................................................... 296

Filsafat Ilmu PKLH | xi


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

BAB – I
DASAR-DASAR
FILSAFAT ILMU

Filsafat Ilmu PKLH | 1


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

1.1 Pengertian – pengertian


A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”.
Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai
bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman,
Belanda, dan Perancis; “phioslophy” dalam bahasa Inggris;
“philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa
Arab.
Para ahli filsafat memberi batasan yang berbeda-beda
mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak
mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi
yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab,
yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia , yang
mana philien berarti cinta dan sophia berarti kearifan atau
kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga
dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya.
Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami falsafah
sebagai pencari kebijaksanaan dan pecinta kearifan dalam arti
hakikat, disebut “failasuf” yang disingkat menjadi “filsuf”.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti 'alam
pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun
tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan
mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Ungkapan ini
ada benarnya dalam arti praktis, sebab semua manusia berpikir.
Akan tetapi secara hakikat ungkapan tersebut tidak benar, sebab
tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah
orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-

2 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal


seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu
yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran
segala sesuatu.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para
filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan
kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang
Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang
berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan
muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Al Farabi berpendapat bahwa filsafat adalah
ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud, yaitu bagaimana hakikat
yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat
menurut beberapa para ahli :
1) Plato (428 -348 SM) : Filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).
2) Aristoteles (384 - 322 SM) : Filsafat adalah ilmua pengetahuan
yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3) Cicero (106 – 43 SM ) : Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua
seni (the mother of all the arts)“ termasuk di dalamnya seni
kehidupan (arch vitae). Beliau juga mendefinisikan filsafat
adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan
usaha-usaha untuk mencapainya.

Filsafat Ilmu PKLH | 3


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

4) Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu


pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan.
a) Apakah yang dapat dikerjakan ?(jawabannya metafisika)
b) Apakah yang seharusnya dikerjakan (jawabannya Etika )
c) Sampai dimanakah harapan manusia ?(jawabannya
Agama)
d) Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya
Antropologi)
5) Paul Nartorp (1854–1924) : Filsafat sebagai Grunwissenschat
(ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan
manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya.
6) Al Farabi (Wafat, 950 M) : Filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
tentang alam maujud, bagaimana hakikat yang sebenarnya.
7) Johann Gotlich Fickte (1762-1814) : Filsafat sebagai
Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum,
yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu
bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh
bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan.
8) Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan
objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak
berubah , yang disebut hakekat.
9) Driyarkara : Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-
dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat,
perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya
sampai “mengapa yang penghabisan “.
10) Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari
kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di
masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

4 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

11) Harold H. Titus (1979) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap


dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk
memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat
adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti
kata dan pengertian (konsep); (4) Filsafat adalah kumpulan
masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang
dicarikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
12) Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu
sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
13) Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran,
sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya di dalam
kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.
14) Prof. Dr. Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan
renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-
sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis,
universal, integral dan radikal untuk mencapai dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan
kearifan atau kebenaran yang sejati).
15) Bertland Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di
tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi,
filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah
yang pengetahuan definitif tentangnya sampai sebegitu jauh
tidak bisa dipastikan, namun seperti sains filsafat juga lebih
menarik perhatian akal manusia dari pada otoritas tradisi
maupun otoritas wahyu.

Filsafat Ilmu PKLH | 5


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas,


dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam
dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat
segala situasi tersebut.
Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa filsafat adalah
suatu ilmu, meskipun bukan ilmu pengetahuan biasa, yang
berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh
kebenaran, sehingga bolehlah filsafat disebut sebagai suatu usaha
untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir
yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa
usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan
partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang
terkompleks. Dengan kata lain bahwa secara umum filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan
dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan
ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Filsafat adalah Ilmu tentang hakikat, atau pengetahuan
tentang esensi suatu objek kajian/tinjauan ilmiah. Di sinilah dapat
dipahami perbedaan mendasar antara filsafat dan ilmu (spesial)
atau sains. Ilmu membatasi wilayahnya sejauh alam yang dapat
dialami, dapat diindera, atau alam empiris. Ilmu menghadapi
permasalahannya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa
sebabnya”. Filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai
makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar
(keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan
dengan ilmu empiris. Hal ini dinyatakan dalam The Grolier Int. Dict.

6 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

dengan definisi Philosophy : Inquiry into the nature of things based


on logical reasoning rather than empirical methods.
Filsafat meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana”
dan “ke mana”. Dalam hal ini orang tidak mencari pengetahuan
sebab dan akibat dari suatu masalah, seperti yang diselidiki ilmu,
melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada
barang atau masalah itu, dari mana terjadinya dan ke mana
tujuannya.
Maka, jika para filsuf ditanyai, “Mengapa A percaya akan
Allah”, mereka tidak akan menjawab, “Karena A telah dikondisikan
oleh pendidikan di sekolahnya untuk percaya kepada Allah,” atau
“Karena A kebetulan sedang gelisah, dan ide tentang suatu figur
pelindung (Allah) membuatnya tenteram.” Dalam hal ini, para filsuf
tidak berurusan dengan sebab-sebab, melainkan dengan dasar-
dasar yang mendukung atau menyangkal pendapat tentang
keberadaan Allah.
Tugas filsafat menurut Socrates (470-399 S.M.) bukan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan,
melainkan mempersoalkan jawaban yang diberikan. Kattsoff (1963)
di dalam bukunya Elements of Philosophy memberikan pengertian
tentang “filsafat” sebagai berikut :
* Filsafat adalah berpikir secara kritis.
* Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
* Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
* Filsafat adalah berpikir secara rasional.
* Filsafat harus bersifat komprehensif.
Ada empat persoalan yang yang hakiki ingin dipecahkan oleh
filsafat, yakni :

Filsafat Ilmu PKLH | 7


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini


dipelajari oleh Ontologi (Metafisika).
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas
oleh Epistemologi.
3. Apakah yang harus saya laksanakan dan apa nilai
kefaedahannya? Permasalahan ini dikaji oleh Aksiologi
4. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi
Filsafat.
Beberapa aliran atau ragam ajaran filsafat yang telah mengisi dan
tersimpan dalam khasanah perkembangan ilmu pengetahuan,
antara lain :
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang
sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak
mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme
memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan
dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi
aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani
dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang
tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif
tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu
berubah.

8 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional


analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan
mendasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan
radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan
kehidupan manusia. Produk pemikiran filsafat merupakan
pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga
kekuatan rohani pokok), yang berkembang dalam pusat
kemanusiaan (antropology centra) yang meliputi:
1) Individualisme
2) Sosialitas
3) Moralitas
Ketiga kemampuan pokok manusia tersebut berkembang
dalam pola hubungan tiga arah yang dinamakan “trilogi hubungan”
yaitu:
1) Hubungan dengan Tuhan, karena manusia sebagai
makhluk ciptaan-Nya.
2) Hubungan dengan masyarakat karena manusia sebagai
masyarakat.
3) Hubungan dengan alam sekitar karena manusia makhluk
Allah yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan
kekayaan alam sekitar yang terdapat di atas, di bawah
dan di dalam perut bumi ini.

B. Pengertian Ilmu atau Ilmu Pengetahuan


Istilah ilmu yang biasa juga dirangkai menjadi istilah ilmu
pengetahuan, diartikan oleh beberapa ahli dalam berbagai
terminologi berikut ini :
1. Mohammad Hatta; Ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan
masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
Filsafat Ilmu PKLH | 9
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut


hubungannya dari dalam.
2. Harsojo, Antropolog Universitas Pajajaran; mendefinisikan
ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan
suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera
manusia.
3. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag; Ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
4. Karl Pearson ; Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman
dengan istilah sederhana.
5. Ashely Montagu, Antropolog Rutgers University; Ilmu adalah
pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal
dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
6. Afanasyef, pemikir Marxist Rusia; Ilmu adalah pengetahuan
manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan
hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji
dengan pengalaman praktis.
7. Communality, The Liang Gie (1991); Ilmu adalah sekumpulan
proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataan-
pernyataan yang benar dengan ciri pokok yang bersifat
general, rational, objektif, mampu diuji kebenarannya
(verifikasi objektif), dan mampu menjadi milik umum.
8. J. Haberer (1972); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia
yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan
menjadi pranata dalam masyarakat.

10 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

9. J.D. Bernal (1977); Ilmu adalah suatu pranata atau metode


yang membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan
manusia.
10. E. Cantote (1977); Ilmu adalah suatu hasil aktivitas manusia
yang mempunyai makna dan metode.
11. Cambridge-Dictionary (1995); Ilmu Pengetahuan adalah
kumpulan pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan
tujuan tertentu dengan sistem, met ode untuk berkembang
serta berlaku universal yang dapat diuji kebenarannya.
Secara garis besarnya perbedaan antara ilmu (ilmu
pengetahuan) dengan filsafat dapat dilihat obyek kajian antara
keduanya. Ada dua perbedaan pokok dari sudut pandang obyek
kajian antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, yakni :
1. Perbedaan dilihat dari obyek material
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu
yang ada [realita]. Sedangkan obyek material ilmu
(pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya,
ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing
secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat
tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
2. Perbedaan dilihat dari obyek formal
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas,
mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek
formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide
manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Perbedaan ilmu pengetahuan dengan filsafat dari berbagai sudut
pandang dapat dijabarkan lebih jauh sebagai berikut :

Filsafat Ilmu PKLH | 11


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

a) Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang


menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan,
sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan
trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada
kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul
dari nilainnya.
b) Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam
berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari,
sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara
logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
c) Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak,
dan mendalam sampai mendasar (primary cause)
sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak
begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder
(secondary cause).
d) Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala
hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu pengetahuan =
selalu dengan eksperimen untuk menemukan jawaban dari
pertanyaannya.

C. Pengertian Filsafat Ilmu


Perkembangan, pertumbuhan, dan penguatan ilmu telah
menimbulkan persoalan-persoalan yang berada di luar minat,
kesempatan, atau jangkauan dari para ilmuwan sendiri untuk
menyelesaikannya. Namun, ada sebagian cedekiawan dengan
pemikiran yang reflektif telah berusaha menemukan penyelesaian
untuk masalah tersebut, yang mana para cendekiawan ini disebut
sebagai filsuf (philosophers). Hasil pemikiran para filsuf mengenai
ilmu secara filosofis merupakan “filsafat ilmu” atau philosophy of

12 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

science. Berbagai definisi philosophy of science dari para filsuf dapat


dikutip sebagai berikut:
1. Robert Ackermann
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis
tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah
dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang
dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang
bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2. Lewis White Beck
Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan
pentingnya usaha ilmiah sebagi suatu keseluruhan.
3. Cornelius Benjamin
Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis
mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan pra-anggapannya, serta letaknya dalam
kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4. Michael V.Berry
Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah, dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah.
5. May Brodbeck
Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan
penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

Filsafat Ilmu PKLH | 13


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

6. Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba
berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan
pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua
macam hal: di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, yang menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di pihak lain,
filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan
sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan,
termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada
penghapusan ketidak-tepatan dan kesalahan.
7. Alfred Cyril Ewing
Istilah filsafat ilmu biasanya diterapkan pada cabang logika
yang membahas dalam suatu cara yang dikhususkan metode-
metode dari ilmu-ilmu yang berlainan.
8. Antony Flew
Ilmu empiris yang teratur menyajikan hasil yang paling
mengesankan dari rasionalitas manusia dan merupakan salah
satu dari calon yang diakui terbaik untuk pengetahuan. Filsafat
ilmu berusaha menunjukkan dimana letak rasionalitas itu; apa
yang khusus mengenai penjelasan-penjelasannya dan
kontruksi-kontruksi teorinya; apa yang memisahkannya dari
perkiraan dan ilmu-semu serta membuat ramalan-ramalannya
dan berbagai teknologi berharga untuk dipercaya; yang
terpenting apakah teori-teorinya dapat diterima sebagai
mengungkapkan kebenaran tentang suatu realitas objektif
yang tersembunyi

14 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

9. A. R. Lacey
Terutama studi tentang bagaimana ilmu bekerja atau
seharusnya bekerja. Studi tentang bagaimana ini melakukan
biasanya diterima sebagai suatu petunjuk yang layak tentang
bagaimana ini seharusnya. Studi ini sering disebut metodologi,
suatu istilah yang dapat juga bersifat relatif, misalnya
metodologi sejarah.
10. John Macmurray
Dalam filsafat ilmu, fokus kajiannya akan meliputi berbagai
pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum,
prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-
asumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu;
tetapi yang bukan sendirinya merupakan hasil-hasil
penyelidikan dengan metode-metode yang ilmu memakainya.
Ketika saya mendefinisikan filsafat ilmu sebagai penilaian filsuf
tentang ilmu itu sendiri, hal inilah yang terdapat dalam pikiran
saya.
11. D. W. Theobald
Ilmu dalam garis besarnya bersangkutan dengan apa yang
dapat dianggap sebagai fakta tentang dunia yang kita diami.
Filsafat ilmu di pihak lain dalam garis besarnya pula
bersangkutan dengan sifat dasar fakta ilmiah, atau
dinyatakannya secara lain, bersangkutan dengan fakta-fakta
mengenai fakta-fakta tentang dunia.
12. Stephen R. Toulmin
Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-
tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
penyelidikan ilmiah-prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola
perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,

Filsafat Ilmu PKLH | 15


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

praanggapan-praanggapan metafisis, dan seterusnya. Dan


selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesahihannya dari
sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan
metafisika.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
“landasan ilmu”, maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia. Landasan (foundation) dari ilmu itu mencakup,
antara lain :
a) konsep-konsep pangkal;
b) anggapan-anggapan dasar;
c) asas-asas permulaan;
d) struktur-struktur teoritis;
e) ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan
campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dengan
ilmu pengetahuan. Istilah yang terdapat dalam kepustakaan asing
untuk menyebut bidang pengetahuan ini ialah:
a) philosophy of science (filsafat ilmu)
b) theory of science (teori ilmu)
c) metascience (adil-ilmu)
d) methodology (metodologi)
e) science of science (ilmu tentang ilmu)
Filsuf Rudolf Carnap memakai istilah science of science dan
memberikan definisi sebagai “analisis dan pelukisan tentang ilmu
dari berbagai sudut tinjauan, termasuk logika, metodologi,
sosiologi, dan sejarah ilmu”.

16 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi


manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah
cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan
pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis,
dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam
studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Secara umum
pengertian filsafat pendidikan bisa diartikan salah satu cabang
filsafat yang ruang lingkupnya terfokus dalam bidang pendidikan.
Berikut ini, beberapa pengertian filsafat pendidikan menurut para
ahli:
1) Muhammad Labib al-Najihi: Filsafat pendidikan adalah suatu
aktivitas yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai
jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan.
2) Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education menyebutkan
"Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.
Berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan
nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik
ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam
kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah
mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat, dimulai
dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat
membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan
melembagakannya dalam kehidupan mereka.
3) John Dewey dalam bukunya Democracy and Education,
memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut
daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional)

Filsafat Ilmu PKLH | 17


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat juga dapat


diartikan sebagai teori umum pendidikan.
4) Van Cleve Morris menyatakan : Secara ringkas kita
mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena
ia pada dasarnya, bukan alat social semata untuk
mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap
generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang
melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan
mencapai hari depan lebih baik. (dalam buku Filsafat
Pendidikan Islam, Prof H.M. Arifin, M.Ed).
Aliran filsafat pendidikan yang berkembang saat ini sangat
dipengaruhi oleh pandangan dan teori-teori yang dikemukakan
oleh para filsuf-filsuf dunia. Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan
yang berkembang saat ini antara lain:
1) Filsafat Pendidikan Idealisme; memandang bahwa realitas
akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan
yang diperoleh melalui panca indera adalah tidak pasti
dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah
tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik,
benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah
dari generasi ke generasi. Menurut aliran idealisme,
bahwa nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari
oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan
berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri
dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan
orang itu mempunyai pengalaman emosional yang
berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang
mengenai nilai tersebut. Selain itu aliran idealisme
beranggapan pula bahwa pengetahuan timbul karena
adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar.

18 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan


Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali.
2) Filsafat Pendidikan Realisme; merupakan filsafat yang
memandang realitas secara dualitis. Realisme
berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas
dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas
menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah
adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia. Aliran realisme menganggap
bahwa pengetahuan terbentuk berkat bersatunya
stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan.
Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles,
Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon,
John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3) Filsafat Pendidikan Materialisme; berpandangan bahwa
hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual
atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran
materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach.
4) Filsafat Pendidikan Pragmatisme; dipandang sebagai
filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa
manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.
Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles
sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5) Filsafat Pendidikan Eksistensialisme; memfokuskan pada
pengalaman-pengalaman individu. Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas
pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari
keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk
hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam
aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin
Filsafat Ilmu PKLH | 19
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul


Tillich.
6) Filsafat Pendidikan Progresivisme; bukan merupakan
bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan
yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat
bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin
tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus
terpusat pada anak bukannya memokuskan pada guru
atau bidang muatan. Aliran progresivisme berpendapat
bahwa tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal,
menyala, tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem,
serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah
disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk
mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat
kompleks. Dalam tataran proses pembelajaran, maka
kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa tokoh dalam
aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest
Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff.
7) Filsafat Pendidikan Esensialisme; adalah suatu filsafat
pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan
sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-
sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan
progresif telah merusak standar-standar intelektual dan
moral di antara kaum muda. Aliran esensialisme
berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang
tiada celah yang mengatur dunia beserta isinya dengan
20 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme


modern yang mempunyai pandangan yang sistematis
mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang
berpendapat bahwa alam semesta itu pada hakikatnya
adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata
ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa
kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana
keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan
selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut. Teori
esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah
bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhan,
dan kekuatannya sepanjang masa. Beberapa tokoh dalam
aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick
Breed dan Isac L. Kandell.
8) Filsafat Pendidikan Perenialisme; Merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu
yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut,
yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Aliran perenialisme
berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan
kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus
ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum
yang telah teruji. Menurut perenialisme, kenyataan yang
Filsafat Ilmu PKLH | 21
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

dihadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme


berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan
spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.
Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert
Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9) Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme; merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir
didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif
hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-
masalah masyarakat yang ada sekarang.
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George
Count, Harold Rugg.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan
mengalami dinamika dan perkembangan sesuai dengan dinamika
dan perkembangan ilmu-ilmu yang lain, yang biasanya mengalami
percabangan (pluralitas). Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu telah
melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori
hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistemologi), dan teori nilai
(aksiologi).

1.2 Filsafat Ontologi


Dari sudut pandang ilmu semantik atau etimologi, istilah
“ontologi” berasal dari kata Yunani onto yang berarti “yang ada
secara nyata”, “kenyataan yang sesungguhnya”. Sedangkan istilah
“logi” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “studi tentang”
atau “uraian tentang”.

22 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Sedangkan dari sudut pandang terminologi ontologi adalah


ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani
maupun secara rohani. Dalam aspek ontologi diperlukan landasan-
landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu.
Landasan-landasan itu biasanya disebut dengan istilah metafisika.
Secara etimologi metafisika bermakna sesuatu yang ada pada
sesudah fisika. Oleh karena itu maka Delfgaauw membedakan
antara ontologi dan metafisika melihat dari objeknya. Objek yang
bisa ditangkap dengan panca indra termasuk masalah ontologi,
sedangkan objek yang tidak dapat ditangkap denga panca indra
termasuk bidang metasifika. Memang pada mulanya ontologi dan
metafisika adalah satu, yaitu dibahas dalam kajian metafisika.
Kemudian pada abad ke-17 para filsuf membedakan antara
metafisika dan ontologi pada pemilahan kajian atau objek yang
ditelaah.
Selain metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek
ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika akan mengatasi suatu
permasalahan ilmiah. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham
yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
tertentu, yaitu: (1) determinisme (suatu paham pengetahuan yang
sama dengan empiris), (2) probabilistik (paham ini tidak sama
dengan determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah
kejadian terlebih dahulu), (3) fatalisme (sebuah paham yang
berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan
pilihan bebas), dan (4) paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki
asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka
mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila
dalam mengatasi suatu permasalahan ilmiah, dipakai suatu paham
yang salah dan berasumsi yang salah, maka akan diperoleh
kesimpulan yang berantakan.

Filsafat Ilmu PKLH | 23


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Ontologi merupakan cabang utama dari ilmu filsafat, yang


mengkaji mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dengan lainnya. Ahli metafisika juga
berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai
dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Pengertian ontologi dari sudut pandang terminologi,
dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah :
1. Aristoteles; mengatakan The ontology is first philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda.
2. Noeng Muhajir; dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan
ontology membahas tentang yang ada yang universal dan
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
3. Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.
4. Jujun S. Suriasumatri (1985) ; dalam bukunya Pengantar ilmu
dalam Perspektif, mengatakan bahwa ontologi membahas
apa yang ingin diketahui, seberapa jauh keingintahuan itu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori
tentang ada. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut :
1) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
2) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
3) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
5. A. Dardiri ; dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika
mengatakan ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda
dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang

24 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat


dikatakan ada.
6. Sidi Gazalba; dalam bukunya Sistematika Filsafat
mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan
terakhir dari kenyataan.
7. Amsal Bakhtiar; dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan,
ontologi adalah teori/ilmu tetang wujud, tentang hakikat
yang ada.
8. Menurut Soetriono & Hanafie (2007); Ontologi yaitu
merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup
wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau
obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang
hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek
formal tersebut, dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya
berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
9. Menurut Pandangan The Liang Gie; Ontologi adalah bagian
dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-
persoalan :
1) Apakah artinya ada, hal ada ?
2) Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
3) Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
4) Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas
dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya
objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada ?
10. Menurut Ensiklopedi Britannica; yang juga diangkat dari
konsepsi Aristoteles, Ontologi yaitu teori atau studi tentang
being (ujud), seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas.
Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis

Filsafat Ilmu PKLH | 25


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari


suatu benda untuk menentukan arti, struktur dan prinsip
benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles
abad ke-4 SM).
Jadi secara sederhana menurut penulis bahwa, ontologi bisa
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan
konkret secara kritis.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling
kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dari
pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham (Ali
Mudhofir, 1997), antara lain :
(1) Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme;
(2) Paham dualisme, dan
(3) Pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan
paham ontologik.
Ada beberapa pertanyaan mendasar yang berputar sekitar
persoalan-persoalan ontologis di antaranya adalah :
 Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi
itu ?
 Bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan, atau
eksistensi ?
 Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan ?

Selanjutnya bagaimana dengan ontologi ilmu atau


pengetahuan ilmiah. Oleh Ali Mudhofir (1997) dijelaskan bahwa
Ontologi Ilmu adalah mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan

26 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

ilmiah yang seringkali secara populer banyak orang menyebutnya


dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional
atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak
terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana (yang)
“ada” itu (being Sein, het zijn).
Ontologi ilmu menurut Mudhofir (1997), membatasi diri pada
ruang kajian keilmuwan yang bisa dipikirkan manusia secara
rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera
manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan
pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaah
yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan
manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan
neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.
Ilmu adalah bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat
ditemukan dan di pelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi
berbagai dilema dunia dan isinya.
Dengan kata lain ilmu yang banyak orang mengatakan
dengan sebutan pengetahuan ilmiah, hanya merupakan salah satu
pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba
menelaah kehidupan, dengan melakukan berbagai penafsiran
tentang hakikat realitas dari objek ontologi. Hakekat kenyataan
atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam
sudut pandang (Ali Mudhofir, 1997), yakni :
1) Aspek kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan itu tunggal atau jamak?, dan
2) Aspek kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu,
seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.

Filsafat Ilmu PKLH | 27


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Beberapa aliran dalam bidang ontologi (Ali Mudhofir, 1997),


yakni ; realisme, naturalisme, empirisme.
Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan
objek realistis dengan penekanan seting alam? Istilah- istilah
terpenting yang terkait dengan ontologi adalah: yang ada (being),
kenyataan/realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence),
substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one) dan
jamak (many).
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi
pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil
menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau
hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira
cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih
jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang
hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh Aristoteles dalam
bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya
dipahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi
menampilkan aspek materialisme dari mental.
Ada beberapa manfaat ontologi yang merupakan salah satu
kajian filsafat ilmu, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi
berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.
2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai
eksisten dan eksistensi.
3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada
berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains
hingga etika.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada
kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang

28 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting


ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal
dari satu substansi belaka, sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap
ada berdiri sendiri.

1.3 Filsafat Epistemologi


Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”,
dan logos = teori. Aspek estimologi merupakan aspek yang
membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas
bagaimana cara mencari pengetahuan dan seperti apa
pengetahuan tersebut.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya
(validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya
adalah “apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemologi
pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
(Nadiroh, 2011).
Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang
mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang
dipahami, maka semakin banyak pula khasanah yang dimiliki.
Pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan manusia di
dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu
zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari
segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang
sangat berbeda jauh. Ilmu untuk menyikapi fenomena seperti itu
juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah. Dalam aspek
epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme,
premis major, dan premis minor.

Filsafat Ilmu PKLH | 29


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

1) Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar


bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang
lain.
2) Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi
secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari
premis yang disediakan sekaligus.
3) Premis Major, premis mayor bersifat umum yang berisi
tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian.
4) Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi
sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Contohnya : Premis major : “semua makhluk hidup akan
mati”.
Premis minor : “manusia adalah makhluk
hidup”.
Konklusi : “semua manusia akan mati”.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki
asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of
philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits
of human knowledge). Oleh karena itu Epistemologi juga disebut
teori pengetahuan (theory of knowledge), (Jujun S. Suriasumantri,
2000).
Epistemologi juga sering diistilahkan filsafat pengetahuan
(phylosophy of knowlwdge). Filsafat pengetahuan adalah cabang
filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan.
Maksud dari filsafat pengetahuan adalah ilmu pengetahuan
kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan
tentang hakikat pengetahuan. Epistemologi adalah bagian dari
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, asal
mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan keshahihan
pengetahuan. Jadi objek material epistemology adalah

30 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.


Jadi sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan,
terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal-usul
pengetahuan.
Ada beberapa persoalan di dalam kajian epistemologi
terhadap setiap ilmu pengetahuan antara lain (Nadiroh, 2011) :
a. Apakah pengetahuan itu ?
b. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ?
c. Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?
d. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai ?
e. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan
pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori
(pengetahuan purna pengalaman) ?
f. Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan,
pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan,
gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?
Dalam tulisan ini epistemologi dibatasi pada aspek
epistemologi ilmu yang sering disebut dengan metode
ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan
yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut
ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Menurut Senn, “metode” merupakan suatu prosedur atau
cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi ini secara filsafat termasuk dalam apa yang
dinamakan epistemologi. Epistemologi merupakan pembahasan
mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan : apakah

Filsafat Ilmu PKLH | 31


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang


lingkup pengetahuan ? apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan? sampai tahap mana pengetahuan
yang mungin untuk ditangkap manusia ? (Jujun, S. Suriasumantri,
2000).
Sebagaimana halnya berpikir yang selalu dilakukan manusia
sebagai suatu kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan,
maka metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran.
Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan
diharapkan mempunyai karakteristik–karakteristik tertentu yang
diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan
pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode
ilmiah mencoba membangun tubuh pengetahuannya (Jujun, S.
Suriasumantri, 2000).
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika
manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini akan membawa
kepada pertanyaan lain : mengapa manusia mulai mengamati
sesuatu ? Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu
masalah atau kesukaran yang dirasakan bila manusia menemukan
sesuatu di dalam pengalamannya yang menimbulkan pertanyaan.
Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia
dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam
permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “ada
masalah” baru ada proses kegiatan berpikir, dan berpikir
baru dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris,
maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek
empiris (Nadiroh, 2011).
Ilmu yang mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia
berpendapat bahwa terdapat hukum-hukum tertentu, yang
terlepas dari kekuasaan dunia mistis, yang menguasai gejala-gejala
32 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

empiris. Dalam tahap ontologis ini maka manusia mulai mengambil


jarak dari objek di sekitarnya, tidak seperti apa yang terjadi dalam
dunia mistis, dimana semua objek berada dalam kesemestaan yang
bersifat difusi dan tidak jelas batas-batasnya.
Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif
dan induktif. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional
kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan
pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara
sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi
setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang
baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten
dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang
rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika
manusia mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita
kepada pertanyaan lain : mengapa manusia mulai mengamati
sesuatu ? Perhatian tersebut dinamakan John Dewey sebagai suatu
masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan
sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.
Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia
dengan dunia empiris yang menimbulkan berbagai ragam
permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “ ada
masalah” baru ada proses kegiatan berpikir dan berpikir
baru dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris,
maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek
empiris (Nadiroh, 2011).
Menurut Einstein bahwa, ”Ilmu dimulai dengan fakta dan
diakhiri dengan fakta, apa pun juga teori yang menjembatani antara
keduanya”. Teori yang dimaksudkan disini adalah penjelasan
mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori
merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara
Filsafat Ilmu PKLH | 33
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori


ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian
dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan, biar
bagaimanapun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta
empiris untuk dapat dinyatakan benar.
Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan
pendekatan empiris sebagai langkah-langkah yang sempurna yang
dapat mengkonstruksi pengetahuan ilmiah. Langlah-langkah inilah
yang ditelaah dalam epistemologi ilmu yang juga disebut metode
ilmiah. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya
secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan antara pengetahuan ynag sesuai dengan fakta atau
tidak.
Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa semua teori
ilmiah harus memenuhi dua syarat utama (Nadiroh, 2011), yakni :
1. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang
memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori
keilmuan secara keseluruhan; dan
2. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang
bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh
pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya
secara ilmiah.
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif
dan logika induktif dimana rasionalisme dan empirisme hidup
berdampingan. Oleh sebab itu, maka sebelum teruji kebenarannya
secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya
hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya
disebut hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban
sementara terhadap masalah yang sedang dihadapi. Dalam
melakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang benar

34 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

maka seorang ilmuwan seakan-akan melakukan suatu “interograsi


terhadap alam”.
Hipotesis dalam hubungan ini berfungsi sebagai penunjuk
jalan yang memungkinkan untuk mendapatkan jawaban, karena
alam itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-
pertanyaan. Harus kita sadari bahwa hipotesis itu sendiri
merupakan penjelasan yang bersifat sementara yang membantu
dalam melakukan penyelidikan. Sering ditemui kesalahpahaman
dimana analisis ilmiah berhenti pada hipotesis tersebut tanpa
upaya selanjutnya untuk melakukan verifikasi apakah hipotesis ini
benar atau tidak. Kecenderugan ini terdapat pada ilmuwan yang
sangat dipengaruhi oleh paham rasionalisme dan melupakan
bahwa metode ilmiah merupakan gabungan dari rasionalisme dan
empirisme.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat
dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-
tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang
berintikan proses logico-hypothetico-verification ini pada dasarnya
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai
objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat
diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya;
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis
yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan
yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
berkaitan dan membentuk konstelasi permasalahan.
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan
permasalahan;

Filsafat Ilmu PKLH | 35


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

c. Perumusan hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-


fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk
memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang
mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
d. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah
sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup
yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima.
Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat
fakta yang cukup mendukung hipoteis maka hipotesis itu
ditolak (Jujun, S. Suriasumantri, 2000).
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu
penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langkah-langkah ini
secara konseptual tersususun dalam urutan yang teratur, dimana
langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah yang
berikutnya, namun dalam praktiknya sering terjadi lompatan-
lompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah
yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis
dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan
penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi
bahwa langkah yang satu bukan saja merupakan landasan bagi
langkah yang berikutnya namun sekaligus juga merupakan
landasan-landasan koreksi bagi langkah yang lain. Dengan jalan ini
diharapkan diprosesnya pengetahuan yang bersifat konsisten
dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta teruji
kebenarannya secara empiris.

36 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Dalam kajian filsafat pendidikan secara garis besarnya


epistemologi ilmu pendidikan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Objek Formal Ilmu Pendidikan
Objek Formal Ilmu Pendidikan membahas tentang
pendidikan, yang dapat diartikan secara maha luas, sempit,
dan luas terbatas.
2. Objek Material Ilmu Pendidikan, yang selanjutnya dapat
dibagi atas dua pembahasan, yaitu;
a) Pendidikan sebagai Sebuah Sistem; Pembahasan tentang
pendidikan sebagai sebuah sistem sudah sepatutnya diawali
dengan kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan adalah
kegiatan yang menjembatani antara kondisi-kondisi aktual
dengan kondisi-kondisi ideal. Kegiatan pendidikan
berlangsung dalam satuan waktu tertentu dan berbentuk
dalam berbagai proses pendidikan, yang merupakan
serangkaian kegiatan atau langkah-langkah yang digunakan
untuk mengubah kondisi awal peserta didik sebagai
masukan, menjadi kondisi-kondisi ideal sebagai hasilnya.
Berawal dari segala kegiatan pendidikan itulah akan
melahirkan sebuah sistem pendidikan yang mengatur segala
proses pendidikan berada dalam lingkup formal dan
tersistematis.
b) Pendidikan Seumur Hidup; Dave dalam Life long Education
and School Curriculum (1973) mencoba menggambarkan
kerangka – kerja teoritis dan operasional pendidikan
seumur hidup dalam empat tahap, yaitu deskripsi
komponen-komponen hidup, deskripsi aspek-aspek dalam
perjalanan sepanjang hidup, deskripsi pendidikan dan
deskripsi sebuah sistem operasional pendidikan seumur
hidup.

Filsafat Ilmu PKLH | 37


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Hidup (life) mempunyai tiga komponen yang saling


berhubungan satu dengan lainnya, yaitu individu,
masyarakat dan lingkungan fisik. Perjalanan manusia
seumur hidup (lifelong) mengandung perkembangan dan
perubahan yang mencakup tiga komponen, yaitu tahap :
1) Perkembangan individu (masa balita, masa kanak-
kanak, masa sekolah, masa remaja, dan masa dewasa.
2) Pranata-pranata sosial yang umum dan unik dalam
kehidupan yang berbeda-beda di setiap lingkungan
hidup.
3) Aspek-aspek perkembangan kepribadian (fisik, mental,
sosial dan emosional).

1.4 Filsafat Aksiologi


Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa
Yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan kata
lain bawa aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Aksiologi diartikan
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh (Jujun S. Suriasumantri, 2000).
Menurut Bramel aksiologi terbagi dalam tiga bagian:
Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan
etika; Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga,
sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat sosio-politik (Nadiroh, 2011). Selain kedua
definisi di atas, ada beberapa definisi tentang aksiologi yang
dikemukakan para ahli, antara lain :
a) Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009); menyatakan,
“aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu”.

38 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

b) Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006); memberikan


merumuskan tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu
teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan
dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik
secara moral.
c) Langeveld; memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri
atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan
bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan
perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat
tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek.
d) Kattsoff (2004); mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu
pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang
untuk apa ilmu itu digunakan. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi
suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu
tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan
sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada
penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Moral adalah
hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang
yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan. Ilmu
bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang
berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan
ilmu apabila objektif, metodis, sistematis, dan universal. Dan
knowledge adalah keahlian maupun keterampilan yang diperoleh
melalui pengalaman ataupun pemahanan dari suatu objek. Sains
merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari
perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang
berfungsi menjelaskan data-data.

Filsafat Ilmu PKLH | 39


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia,


karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa
terpenuhi secara cepat dan mudah. Merupakan kenyataan yang tak
dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang
pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal
memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia
bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi,
pemukiman, pendidikan, komunikasi. Singkatnya ilmu merupakan
sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu
merupakan berkah dan penyelamat manusia? Memang sudah
terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan
bahan peledak (bom), yang pada awalnya untuk memudahkan kerja
manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang
bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia
itu sendiri, seperti yang pernah terjadi di Hirosyima dan Nagasaki,
ataupun yang terjadi di Bali dan Jakarta dengan peledakan bom
yang menewaskan ratusan orang. Disinilah ilmu harus di letakkan
proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan
kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka
yang terjadi adalah bencana dan malapetaka. Setiap ilmu
pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi
sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang
ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi
ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan
etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung
jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada
tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab
40 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

moral. Pernyataan di sekitar batas wewenang penjelajahan sains,


kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan,
dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi
ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek
pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.
Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa aksiologi
disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan
valuation (Nadiroh, 2011), yaitu :
1. Nilai, sebagai suatu kata benda abstrak. Dalam pengertian
sempit: berupa sesuatu yang baik, menarik, dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian luas, berupa: kewajiban,
kebenaran dan kesucian. Dalam kaitan ini terkait dengan Teori
nilai atau aksiologi. Aksiologi sebagai bagian dari etika. Lewis
menyebutkan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sebagai
instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik,
sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah
karya seni, sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam
dirinya sendiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang
merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi;
2. Nilai sebagai kata benda konkret, contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk
kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan
sistem nilai. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki
nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa
yang tidak dianggap baik atau bernilai.
3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai dan dinilai. Menilai sama dengan evaluasi
yang digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey
membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti
menghargai dan mengevalusi.

Filsafat Ilmu PKLH | 41


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam


perkembanganya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai
netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang
lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih
unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai.
Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai, telah
berimplikasi pada kemajuan perkembangan ilmu akan lebih cepat
terjadi. Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat,
perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena
dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Terkait dengan pendekatan aksiologi dalam filsafat ilmu
maupun dalam ilmu maka muncullah dua penilain yang sering
digunakan yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang
membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia
telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Socrates. Di situ
dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, dan
keadilan (Wibowo, 2009).
Ilmu merupakan salah satu pengetahuan yang dipentingkan
manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan secara lebih
cepat dan lebih mudah. Sebagai sebuah kenyataan yang tidak bisa
dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat tergantung pada
kemajuan ilmu.
Pertanyaan yang juga akan muncul seputar aksiologi, antara
lain: apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi
manusia ? Atau sebaliknya ilmu juga dapat dipergunakan untuk hal-
hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi

42 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

manusia itu sendiri. Semua jawabannya ada pada sikap ilmuwan itu
sendiri dan hakikat dari ilmu yang berfungsi untuk keselamatan dan
kebahagiaan manusia.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ilmuan harus mampu
menjawab berbagai permasalahan ilmiah, antara lain :
1. Apakah kegunaan ilmu itu bagi kita ?, tak dapat disangkal
lagi bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam
memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan
berbagai wajah kehidupan yang duka.
2. Apakah ilmu selalu merupakan berkat dan penyelamat bagi
manusia ?, bukankah atom yang diciptakan memiliki dua
sisi mata uang, dimana satu sisi bisa dimanfaatkan sebagai
sumber energi bagi pemenuhan hajat manusia di muka
bumi, sedangkan sisi sebaliknya, dipergunakan sebagai
bahan perakit bom atom yang berakibat dashat bagi
penghancuran eksistensi keberadaan manusia dan makhluk
hidup lainnya di area dan sekitar ledakan.
Begitu juga berbagai upaya yang telah dilakukan manusia,
sebagai contoh, yaitu usaha untuk memerangi kuman yang
membunuh manusia sekaligus menghasilkan senjata kuman yang
dipakai sebagai alat untuk membunuh sesama manusia. Einstein
mengeluh di hadapan mahasiswa California Institute of Technology,
“Dalam peperangan ilmu menyebabkan kita saling meracuni dan
saling menjegal. Di kerumunan dunia, yang sedang
tercipta perdamaian, ilmu membuat hidup kita dikejar waktu dan
penuh dengan ketidakpastian. Mengapa ilmu yang amat indah ini,
yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah, hanya
membawa kebahagiaan yang sedikit sekali kepada kita ?” (Jujun S.
Suriasumantri, 2000).

Filsafat Ilmu PKLH | 43


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Kalau pertanyaan Einstein itu dikaji secara mendalam maka


masalahnya terletak dalam hakekat ilmu itu sendiri. Seperti
dicanangkan oleh Francis Bacon berabad-abad yang silam
“pengetahuan adalah kekuasaan”. Apakah kekuasaan itu akan
merupakan berkat atau malapetaka bagi umat manusia, semua itu
terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan tersebut. Ilmu
itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk
dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap.
Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan
yang besar itu terletak pada sistem nilai si pemilik pengetahuan
tersebut. Pada dasarnya setiap ilmuwan bersikap netral,
penguasalah yang sering menyalahgunakan hasil penemuan (ilmu
pengetahuan), seperti halnya temuan tentang reaksi inti yang dapat
menimbulkan ledakan dahsyat, disalahgunakan oleh penguasa
militer Pentagon untuk merekayasa bahan peledak dengan
memanfaatkan teknologi reaksi inti tersebut, sehingga tercipta
bom yang digunakan untuk memenangkan Perang Dunia II dengan
mengorbankan manusia dan lingkungan di Hirosyima dan Nagasaki.
Untuk kepentingan umat manusia yang terus berjuang
menghadapi hidup dan kehidupan yang dinamik serta penuh
dengan keunikan, bahkan melahirkan fenomena misteri kehidupan
yang sulit terdeteksi secara pasti. Maka manusia melahirkan dan
menemukan pengetahuan ilmiah untuk dipergunakan secara
komunal dan universal. Komunal yang bermakna bahwa ilmu
merupakan pengetahuan milik bersama, setiap orang berhak
memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya, sesuai dengan asas
bersama. Universal bermakna bahwa ilmu tidak mempunyai
konotasi parochial seperti ras, ideologi, atau agama. Ilmu Jawa atau
ilmu Sakti, merupakan sesuatu yang diberi atribut oleh “ilmu” itu
sendiri. Sehingga ilmu adalah bersifat universal, artinya lintas ras,
ideologi dan agama. Kemungkinan besar karena strategis makna

44 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

dan kekuasaannya dalam mengendalikan kebenaran yang bisa


diterima secara bersama dalam lintas parochial. Ilmulah yang
mampu mempersatukan keberbedaan. Namun demikian tetap saja,
di bumi ini tidak ada yang sempurna, karenanya manusia perlu
meletakkan ilmu pada tempat yang sewajarnya, dan manusia
menerima hakikat kenyataannya dengan segenap kelebihan dan
kekurangannya. Bersama pengetahuan-pengetahuan lainnya,
termasuk pengetahuan filsafat dan agama, ilmu turut memperkaya
khazanah kebahagiaan umat manusia.
Menurut Brameld (1955), bahwa nilai dan implikasi aksiologi
di dalam pendidikan yang di dalamnya termasuk teknologi
pendidikan, ialah “to examine and integrate these values as they
enter into the lives of people through the chanels of the schools”.
(Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di
dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian
anak). Perlu pula disadari bahwa banyak konsep-konsep ilmiah
pendidikan khususnya, dan teori-teori pendidikan pada umumnya
mempunyai pengaruh kecil terhadap praktek pendidikan. Konsep
ilmiah pendidikan yang salah dapat terjadi karena disusun melalui
kesimpulan terburu-buru yang kurang didukung oleh fakta yang
cukup memadai, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi dalam praktek pendidikan.
Oleh karena itu aksiologi sebagai nilai kegunaan praktis dalam
praktik pendidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta
dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan
tugas-tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep
ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang
melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsep-
konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang
bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan.
Sedangkan aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai teoritis secara

Filsafat Ilmu PKLH | 45


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan,


baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada
umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional
pendidikan, termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para
filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembang
pendidikan.

1.5 Cara Mencari Ilmu


Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan
sempurna karena dilengkapi dengan seperangkat akal dan pikiran.
Dengan akal dam pikiran inilah, manusia mendapatkan ilmu seperti
ilmu pengetahuan sosial, ilmu pertanian, ilmu pendidikan, ilmu
kesehatan dan lain sebagainya. Akal dan pikiran memroses setiap
pengetahuan yg diserap oleh indra-indra yang dimiliki manusia.
Pada awalnya manusia tidak mempunyai pengetahuan
ketika baru lahir. Interaksinya dengan alam sekitar membuatnya
ingin tahu sehingga mengajukan pertanyaan apa, mengapa dan
bagaimana? Jawaban dari pertanyaan tersebut menghasilkan
pengetahuan. Tetapi kadang manusia mengalami banyak
ketidakpuasan dengan pengetahuan yang ia terima. Pertanyaan-
pertanyaan yang ada dibenaknya semakin kompleks sehingga
manusia terus berfikir mencari pengetahuan.
Pengetahuan manusia dimulai dari rasa ingin tahu manusia
itu sendiri. Rasa ingin tahu ini sudah dimiliki manusia sejak kecil.
Banyak cara untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Anak yang
belum dapat bertanya senang mencoba-coba hal yang tidak
diketahuinya. Sebagai contoh, anak kecil senang memasukan
barang-barang ke dalam mulutnya hanya untuk memuaskan rasa
ingin tahunya. Di tahap selanjutnya anak-anak akan banyak
bertanya contohnya “itu apa?”, “ini bagaimana?” itu hal yang
lumrah dilewati oleh manusia untuk pengembangan diri. Rasa ingin
46 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

tahu tersebut akan terpuaskan bila diperoleh pengetahuan yang dia


pertanyakan dengan hal yang benar.
Sejak dari lahir hingga matinya, setiap manusia tak akan
lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan. Contoh paling
mudah adalah pengetahuan yang didapat melalui proses sensori
indera. Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang
perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman
langsung inderawi. Pengalaman inderawi hanya menjadi bagian
kecil bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Dalam
perkembangannya, cara memperoleh pengetahuan telah
merentang sedemikian jauh diiringi dengan ragam pengetahuan itu
sendiri.
Pertanyaan utama (primary question), adalah bagaimana
proses manusia dalam mendapatkan pengetahuan? Cara utama
dicapai melalui konseptualisasi. Benda nyata seperti piring atau
sendok perlu dikonseptualisasi melalui proses mental. Pengalaman
atas piring dan sendok diabstraksi dan kemudian disatukan menjadi
pengalaman mental yang tersimpan dalam otak. Proses semacam
ini terjadi berulang tiap manusia mendapatkan pengetahuan baru.
Kemampuan konseptualisasi tidak akan sama antara satu orang
dengan yang lain. Pengetahuan akan piring dan sendok relatif
mudah dipahami karena keduanya merupakan perkakas sederhana,
nyata, bisa dilihat maupun diraba. Namun jenis pengetahuan yang
melibatkan struktur yang rumit serta abstak akan membutuhkan
usaha dan mungkin juga kemampuan lebih untuk memahaminya.
Untunglah bahwa sebagaumana layaknya pengetahuan itu sendiri,
maka kemampuan konseptualisasi juga bisa dilatih dan
dikembangkan.
Pertanyaan sekunder (secondary question), adalah apakah
semua proses ini akan mengantarkan pada pengetahuan yang
benar? Jawabnya belum tentu. Sangat mungkin manusia
Filsafat Ilmu PKLH | 47
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

mengalami kesalahan. Seorang astronaut misalnya, bisa saja salah


mengartikan gelombang radio yang terdeteksi dari luar angkasa
sebagai sinyal dari makhluk asing, padahal itu hanya pulsar yang
dipancarkan oleh kumpulan bintang. Agar kesalahan seperti itu bisa
diminimalkan diperlukan verifikasi. Verifikasi mesti menunjukkan
hasil yang konsisten dari waktu ke waktu. Jika hari ini hasilnya
merah dan sebulan kemudian tetap merah, tingkat kepercayaan
atas pengetahuan ini akan semakin tinggi.
Begitulah siklus utama manusia dalam memperoleh
pengetahuan, konseptualisasi yang mesti diiringi dengan verifikasi.
Namun ada satu faktor lagi yang juga berpengaruh, meski ini tidak
terkait langsung dengan proses mental, yaitu metode dalam meraih
pengetahuan itu sendiri. Mengambil contoh di dunia sains, saat ini
dikenal apa yang disebut sebagai metode ilmiah. Metode ini baru
diterapkan luas pada abad ke-17. Sebelum itu orang mengikuti
Aristoteles, yang memandang masalah sains cukup dipecahkan
melalui proses berpikir tanpa disertai pembuktian langsung atas
hasil proses berpikir itu (mengandalkan kekuatan berpikir).
Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat dikembalikan
pada dasar-dasar: ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari
pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefalsafahan yang ditinjau
dari tiga landasan tersebut akan membawa manusia kepada
hakikat buah pemikiran tersebut.
Dalam mempelajari ilmu, harus ditinjau dari titik tolak yang
sama untuk mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya.
Lokus pengkajian ditekankan pada ilmu sebagai suatu proses
kegiatan berpikir. Ilmu bukan saja merupakan kumpulan rumus-
rumus atau dalil-dalil mengenai dunia fisik, namun mengandung
makna sebagai suatu proses penemuan “kebenaran”, dalam
menggali pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia untuk
kebutuhan hidup dan kehidupannya.
48 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Secara logis penalaran dapat diartikan sebagai suatu


kerangka berpikir, yang mana argumentasi perlu dikemukakan agar
proses berpikir tersebut dapat sampai pada suatu kesimpulan yang
memenuhi syarat. Penalaran secara logis pada dasarnya
mempunyai dua bentuk, yakni ;
- Penalaran Induktif
- Penalaran Deduktif
Penalaran induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik
kesimpulan yang bersifat general dari berbagai kasus yang bersifat
individual. Penalaran secara induktif ini dimulai dengan
mengemukakan beberapa pernyataan yang memiliki ruang lingkup
yang khas dan terbatas (specific) dalam menyusun argumentasi,
yang diakhiri dengan suatu pernyataan yang bersifat umum sebagai
kesimpulan dari suatu proses berpikir. Hal ini dapat dipahami dari
suatu proses berpikir seperti yang dijabarkan pada contoh
sederhana berikut ini :
Pernyataan-1 : ular mempunyai mata,
Pernyataan-2 : ayam mempunyai mata,
Pernyataan-3 : kambing, singa, dan berbagai binatang juga
mempunyai mata,
Kesimpulan (general) : “semua binatang mempunyai mata”.
Penalaran deduktif merupakan cara berpikir dimana dari
pernyataan umum (general), kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus (specific). Proses berpikir semacam ini biasanya
mempergunakan pola berpikir yang disebut pola “silogismus”. Pola
berpikir silogismus tersusun dari minimal dua buah pernyataan, dan
sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung suatu rangkaian
pola berpikir silogismus disebut “premis”, yang mana premis dapat
dibedakan atas “premis major” dan “premis minor”. Penalaran

Filsafat Ilmu PKLH | 49


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

deduktif dapat dipahami dari suatu proses berpikir seperti


dijabarkan pada contoh sederhana berikut ini :
Premis major : semua manusia mempunyai kepala,
Premis minor : si-Fulan adalah seorang manusia,
Kesimpulan : si-Fulan mempunyai kepala.
Proses berpikir deduktif cukup banyak dipergunakan di
dalam bidang ilmu matematika, seperti yang diperlihatkan pada
rangkaian argumentasi matematika sebagai berikut :
Jika A sama dengan B, dan
Jika B sama dengan C,
Maka A sama dengan C
Pengetahuan (kebenaran) baru yang didapatkan dari suatu
hasil proses berpikir secara deduktif ini, dinamakan “kebenaran
tautologies”.
Dalam penerapan metode ilmiah, semua hasil berpikir
hanyalah sebatas “dugaan” sebelum dapat dibuktikan lebih jauh.
Hasil berpikir saja tidak akan mencukupi. Melalui metode ilmiah,
pengetahuan akan memiliki validitas lebih baik dan memperkecil
peluang kesalahan. Ini menjelaskan, metode memperoleh
pengetahuan juga akan menentukan derajat kesahihan atas
pengetahuan itu.
Pengetahuan dapat diperoleh dari dua pendekatan, yaitu
pendekatan non-ilmiah dan ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah
ada beberapa pendekatan yakni akal sehat, intuisi, prasangka,
penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal
sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran
kritis.

50 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

1. Akal sehat
Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973), akal sehat
adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang
memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan.
Konsep merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat
digeneralisasikan kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini
dapat menunjukan hal yang benar, walaupun di sisi lainnya
dapat pula menyesatkan.
2. Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang
cukup cepat dan berjalan dengan sendirinya. Biasanya
didapat dengan cepat tanpa melalui proses yang panjang
dan tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal
yang sistemik, atau dengan kata lain bahwa pengetahuan
intuitif didapatkan oleh manusia secara tiba-tiba tanpa
melalui suatu proses penalaran tertentu. Kegiatan intuitif ini
bersifat sangat personal dan tidak bias diramalkan. Kegiatan
intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantun untuk
menemukan suatu kebenaran. Oleh karena itu maka
pengetahuan intuitif dpat dipergunakan sebagai “hipotesis”
untuk analisis selanjutnya di dalam menentukan benar-
tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Menurut Maslow
bahwa intuisi merupakan “peak experience” seseorang,
sedangkan menurut Nietschze bahwa intuisi merupakan
“integensi yang paling tinggi”.
3. Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti
dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian
membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi

Filsafat Ilmu PKLH | 51


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah


menjadi sebuah prasangka.
4. Penemuan coba-coba
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak
terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba
atau dapat dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak
kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan
setiap cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama.
Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba
dinding kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan
lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah
akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun
mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan
jawaban yang pasti akan hal tersebut.
5. Pikiran Kritis
Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah
mengenyam pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak
dipercaya benar oleh orang lain, walaupun tidak semuanya
benar karena pendapat tersebut tidak semuanya melalui
percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya
didapatkan melalui pikiran yang logis.
Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui
percobaan yang terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris.
Percobaan ini dibangun diatas teori-teori terdahulu sehingga
ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan
atas teori sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang
ingin memastikan kebenarannya.
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting
dalam epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan

52 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam


pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari
sarana berpikir ilmiah.
1. Rasional
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari
akal (rasio) adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari
proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku,
pengajaran seorang guru, dan sekolah. Hal ini berbeda dengan
pengetahuan intuitif atau pengetahuan yang berasal dari hati.
Pengetahuan ini tidak akan didapatkan dari suatu proses
pengajaran dan pembelajaran resmi, akan tetapi, jenis
pengetahuan ini akan terwujud dalam bentuk-bentuk
“kehadiran” dan “penyingkapan” langsung terhadap hakikat-
hakikat yang dicapai melalui penapakan mistikal, penitian
jalan-jalan keagamaan, dan penelusuran tahapan-tahapan
spiritual. Tokoh-tokoh paham rasionalisme yaitu :
Agustinus,Johanes Scotus, Avicena, Rene Descrates, Spinoza,
Leibniz, Fichte, Hegel, Plato, Galileo, Leonardo da Vinci.
2. Emperikal
Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan
alat dan sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-
objek fisik dengan perantaraanya. Setiap orang yang
kehilangan salah satu dari indranya akan sirna
kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara
partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra
penglihatannya maka dia tidak akan dapat menggambarkan
warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi
orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal
tentang warna dan bentuk. Begitu pula orang yang tidak
memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa

Filsafat Ilmu PKLH | 53


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

dia tidak mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang


suara dan bunyi dalam pikirannya. Atas dasar inilah, Ibn Sina
dengan menutip ungkapan filosof terkenal Aristoteles
menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan indra-
indranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan
pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra merupakan
sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang
sama sekali tidak disangsikan. Hal ini bertolak belakang
dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa sumber
pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra
lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam
konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal
hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh hakikat
sesuatu. Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang
pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.
Akan tetapi, filosof-filosof Islam beranggapan bahwa indra-
indra lahiriah tetap bernilai sebagai sumber dan alat
pengetahuan. Mereka memandang bahwa peran indra-indra
itu hanyalah berkisar seputar konsep-konsep yang
berhubungan dengan objek-objek fisik seperti manusia,
pohon, warna, bentuk, dan kuantitas. Indra-indra tak
berkaitan dengan semua konsep-konsep yang mungkin
dimiliki dan diketahui oleh manusia, bahkan terdapat realitas-
realitas yang sama sekali tidak terdeteksi dan terjangkau oleh
indra-indra lahiriah dan hanya dapat dicapai oleh daya-daya
pencerapan lain yang ada pada diri manusia.
Konsep-konsep atas realitas-realitas fisikal dan material yang
tercerap lewat indra-indra, yang walaupun secara tidak
langsung, berada di alam pikiran, namun juga tidak terwujud
dalam akal dan pikiran kita secara mandiri dan fitrawi.
Melainkan setelah mendapatkan beberapa konsepsi-konsepsi

54 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

indrawi maka secara bertahap akan memperoleh


pemahaman-pemahaman yang lain. Awal mulanya pikiran
manusia sama sekali tidak mempunyai konsep-konsep
sesuatu, dia seperti kerta putih yang hanya memiliki potensi-
potensi untuk menerima coretan, goresan, dan gambar. Dan
aktivitas persepsi pikiran dimulai dari indra-indra lahiriah.
Mengapa jiwa yang tunggal itu sedemikian rupa mempunyai
kemampuan yang luar biasa dalam menyerap semua
pengetahuan? Filosof Ilahi, Mulla Sadra, mengungkapkan
bahwa keragaman pengetahuan dan makrifat yang dimiliki
oleh manusia dikarenakan kejamakan indra-indra lahiriahnya.
Mulla Sadra juga menambahkan bahwa aktivitas persepsi-
persepsi manusia dimulai dari jalur indra-indra itu dan setiap
pengetahuan dapat bersumber secara langsung dari indra-
indra lahiriah atau setelah berkumpulnya konsepsi-konsepsi
indrawi barulah pikiran itu dikondisikan untuk menggapai
pengetahuan-pengetahuan lain. Jiwa itu secara esensial tak
mempu menggambarkan objek-objek fisikal tanpa indra-indra
tersebut. Tokoh-tokoh paham Empirisme yaitu : John Locke,
Berkeley, David Hume, Gothe, August Comte.
3. Fenomenal
Paham ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman.
Dia berusaha mendamaikan pertentangan antara empirisme
dan rasionalisme. Menurut Kant, pengetahuan hanya bisa
terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal
budi, dan tidak mungkin yang satu bekerja tanpa yang lain.
Indra hanya memberikan data yakni warna,cita-rasa, bau, dan
lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus keluar
atau menembus pengalaman, pengetahuan terjadi dengan
menghubung-hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio (akal).

Filsafat Ilmu PKLH | 55


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

4. Metode Ilmiah
Ini digunakan oleh para ilmuwan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu. Metode Ilmiah
terdiri dari :
a) Pengamatan / pengalaman yang digunakan sebagai dasar
untuk merumuskan masalah.
b) Hipotesis, untuk penyelesaian yang berupa saran. Ini
bersifat sementara dan perlu diverifikasi lebih lanjut.
Dalam hipotesis, kebenaran masih bersifat probalitas.
Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari
suatu bentuk untuk menyusun fakta-fakta dalam kerangka
tertentu. Hipotesis dilakukan melalui penalaran induksi,
dan memuat kalkulasi dan deduksi.
c) Eksperimentasi, merupakan kajian terhadap hipotesis.
Hipotesis yang kebenarannya dapat dibuktikan dan
diperkuat dinamakan hukum, sedangkan di atas hokum
terdapat teori.
Selain dari pendekatan non-ilmiah dan pendekatan ilmiah
sebagaimana yang diuraikan di atas, ilmu pengetahuan juga bisa
didapatkan melalui pendekatan transcendental (iman).
Pengetahuan tentang agama yang bersumber dari wahyu Ilahi
melalui para nabi (manusia pilihan), tidak semuanya dapat ditelaah
dengan kekuatan berpikir, karena disamping memuat pengetahuan
mengenai kehidupan dunia (terjangkau indera manusia), juga
memuat pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat supernatural
seperti kehidupan alam ruh sebelum kehidupan alam fana, latar
belakang penciptaan manusia, dan kehidupan di alam akhirat
setelah kehidupan alam fana ini.

56 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab -1: Dasar-dasar Filsafat Ilmu

Dari uraian di atas terlihat jelas perbedaan mendasar antara


pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan. Pada ilmu
pengetahuan dimulai dari rasa tidak percaya manusia (penasaran),
kemudian menimbulkan rasa ingin tahu dan selanjutnya
memotivasi untuk melakukan proses pengkajian ilmiah/non-ilmiah,
dan berakhir pada kondisi dimana manusia “bisa diyakinkan” atau
“tetap pada pendirian semua (tidak percaya)”. Sedangkan
pengetahuan agama dimulai dari “rasa percaya (iman)”, kemudian
dilakukan usaha “pemahaman (ikhtiar)”, dan jika manusia
mendapatkan hidayah maka isi wahyu baik yang bersifat inderawi
maupun yang bersifat supernatural akan dapat dipahami secara
benar (mutlak). Upaya pengkajian ilmiah terhadap isi wahyu yang
bersifat supernatural, dapat mengakibatkan pengingkaran
terhadapNya. Maka itulah Allah berfirman dalam Q.S. Al Isra ayat
85, yang artinya bahwa “Dan mereka bertanya kepadamu tentang
roh, katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

Filsafat Ilmu PKLH | 57


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

BAB – II
EKSISTENSI &
ESENSI PKLH

58 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

2.1. Sejarah Lahirnya PKLH


Masalah lingkungan yang dihadapi, akhir-akhir ini telah
mengusik eksistensi bumi sebagai dunia dengan lingkungannnya
yang lestari. Terusiknya eksistensi bumi tersebut bukanlah sesuatu
yang berdiri sendiri. Keberadaannya berhubungan erat dengan
masalah kependudukan dalam konteks penduduk dan
pembangunan. PKLH merupakan program pendidikan yang
ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku manusia agar
bereproduksi secara rasional, memelihara lingkungan hidup, dan
bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan sekarang dan
masa mendatang melalui proses pendidikan.
Akibat kesadaran tersebut telah melahirkan kepedulian
manusia terhadap lingkungan hidup makin tinggi, diantaranya :
Konferensi Lingkungan Hidup se Dunia dibuka pada tanggal 5 Juni
1972 bertempat di Stockholm Swedia (sekarang diperingati sebagai
Hari Lingkungan Hidup se Dunia); Pada tahun 1992 berlangsung
Konferensi Pembangunan dan Lingkungan dilanjutkan dengan KTT
Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazil tanggal 1 sampai 14
Juni 1992, yang memutuskan untuk mencanangkan pola
pembangunan baru yang dikenal dengan Pembangunan
Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan
untuk memenuhi keperluan hidup manusia masa kini dengan tidak
mengabaikan kepentingan manusia pada generasi yang akan
datang, diantaranya meliputi :
1) Keberlanjutan ekologi
2) Keberlanjutan ekonomi
3) Keberlanjutan sosial dan budaya
4) Keberlanjutan politik
5) Keberlanjutan pertahanan keamanan

Filsafat Ilmu PKLH | 59


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Guna mendukung pelaksanaan PBBL (Pembangunan


Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan) di Indonesia, telah
dibuktikan dengan munculnya Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) yang diharapkan :
1) Mampu menjadi ajang pendidikan dalam upaya menuju
kehidupan berkelanjutan di bumi.
2) Mampu menjadi warga pengamal dan pengembang IPTEK
yang ramah lingkungan dan hemat SDA.
3) Mampu menerima dan menjalankan etika dan moralitas
insan pembangunan berkelanjutan.
Melalui PKLH, diharapkan eksistensi bumi sebagai dunia
dengan lingkungan hidup yang lestari dapat dipertahankan. Namun,
dengan tidak menjadikan PKLH sebagai mata kuliah wajib di LPTK,
pembelajarannya di sekolah yang diintegrasikan dengan mata
pelajaran lainnya menjumpai berbagai kesulitan. Hal tersebut, pada
akhirnya berpengaruh pada pencapaian tujuan kurikuler PKLH. Jika
PKLH masih dijadikan sebagai program dalam pembentukan sikap
dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan
hidup, maka penting untuk dilakukan penyempurnaan pada
program pembelajaran PKLH secara menyeluruh. PKLH lahir dari
dua program pendidikan yang saling melengkapi, yaitu Pendidikan
Kependudukan (PK), dan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).
Pada mulanya pendidikan kependudukan (PK) dan
pendidikan lingkungan hidup (PLH), merupakan dua konsep dasar
pendidikan yang terpisah. Pendidikan kependudukan berorientasi
pada upaya perubahan sikap serta perilaku, reproduksi dan
penyebaran penduduk secara rasional dan bertanggung jawab.
Selain itu pendidikan kependudukan juga mengupayakan agar anak
didik dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
pertumbuhan penduduk secara cepat serta segala akibatnya, serta
memahami hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan
60 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam


usaha mencapai kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pendidikan
lingkungan hidup berorientasi pada upaya perubahan sikap serta
perilaku dalam mengelola sumber daya alam secara rasional dan
bertanggung jawab.
Meskipun orientasi dari kedua konsep dasar pendidikan
tersebut berbeda, namun bila dikaji lebih mendalam keduanya
memiliki beberapa kesamaan, yakni :
a. Sama-sama memiliki dua objek kajian, berupa dinamika
penduduk dan perilaku integrasi manusia terhadap
lingkungannya;
b. Sama-sama menunjang terbinanya kualitas penduduk
yang lebih baik.
Atas dasar kesamaan tersebut, pada tahun 1984 pendidikan
kependudukan (PK) dan pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang
semula terpisah digabungkan menjadi satu nama yaitu “Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)”, dengan batasan
sebagai berikut:
“Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, adalah
suatu program pendidikan untuk membina anak/peserta didik agar
memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional
dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara
penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek
kehidupan manusia”. Realisasi penggabungan atau penyatuan
antara pendidikan kependudukan (PK) dan pendidikan lingkungan
hidup (PLH), menjadi pendidikan kependudukan dan lingkungan
hidup (PKLH), ditandai dengan keluarnya SK Mendikbud No.
0212/U/1982 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan
Tinggi, yang menjadi dasar pelaksanaan PKLH di LPTK yang ada di
seluruh Indonesia.

Filsafat Ilmu PKLH | 61


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

2.2. Visi dan Misi PKLH


Pendidikan kependudukan lingkungan hidup (PKLH)
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perlibatan
masyarakat secara aktif dalam penanganan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan. Secara lebih terperinci tujuan PKLH
dapat dijabarkan atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun tujuan umum (visi) PKLH adalah untuk “membina
dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah
laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara
rasional dan bertangung jawab dalam rangka memelihara
keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber daya
alam (SDA) secara spiritual maupun material”.
Sedangkan tujuan khusus (misi) PKLH terdiri atas beberapa
aspek, yang terdiri atas :
1. Menghargai keuntungan-keuntungan keluarga kecil dikaitkan
dengan persediaan makanan, pakaian, perumahan, dan
pendidikan.
2. Memahami hubungan antara kebiasaan sehat dan kehidupan
sehat serta hubungan antara makanan sehat dengan
kehidupan sehat.
3. Mengembangkan kesadaran tentang kehidupan yang
menyenangkan dalam hubungannya dengan besar kecilnya
suatu keluarga.
4. Mengembangkan kebiasaan menjaga kebersihan dirinya dan
kebersihan lingkungan keluarga.
5. Mengembangkan pengertian terhadap kesukaran-kesukaran
yang dihadapi oleh keluarga-keluarga besar yang
penghasilannya kecil.

62 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

6. Mengembangkan kesadaran tentang perilaku mempunyai


keluarga kecil agar dapat memberikan kesejahteraan yang
lebih baik kepada seluruh anggotanya.
7. Mengembangkan pengertian antara besarnya keluarga dan
standar kehidupan.
8. Mengembangkan sikap positif dan bertanggung jawab bahwa
NKKBS adalah suatu nilai yang sesuai dengan nilai- nilai agama
dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi,
keluarga, dan masyarakat yang berorientasi pada kehidupan
sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
9. Kesediaan untuk menerima tanggung jawab bagi perbaikan
dan peningkatan hidup keluarga, lingkungan, masyarakat,
dan Negara.
10. Mengembangkan dasar bertanggung jawab ke arah
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara manusia
dan lingkungannya baik lingkungan alam maupun lingkungan
sosialnya.
11. Mengembangkan dasar pengetahuan, sikap, dan perilaku
professional dalam pendayagunaan, pelestarian dan
peningkatan daya dukung sumber daya yang ada.
Khusus dalam pendidikan lingkungan hidup oleh seorang
pakar lingkungan, Jayasuriya (2007) menyatakan bahwa tujuan
umum (visi) pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa
keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan
kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya
masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum di atas, menurut Jayasuriya bahwa
pendidikan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan
khusus (misi) yang meliputi pembinaan unsur : pengetahuan,

Filsafat Ilmu PKLH | 63


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan


keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya
dengan pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup,
yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat
memenuhi kebutuhan dari lingkungannya,
b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya
kini dan mendatang,
c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan
ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan
biofisikanya,
d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan
sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan
mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya,
e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial
untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan,
f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara
bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan
lingkungan.
Berdasarkan penjabaran tujuan umum dan khusus di atas
maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (PKLH), tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan
aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotorik-
nya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah
lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam
hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah
lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil
akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa secara
umum tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan siswa
agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat
64 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertangung jawab


dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan
penggunaan sumber daya alam (SDA) secara spiritual maupun
material. Oleh karena itu maka sasaran PKLH harus di arahkan pada
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara bersamaan.
Adapun aspek-aspek yang menjadi sasaran pembelajaran
PKLH adalah sebagai berikut :
a. Kesadaran
Membuat individu dan kelompok masyarakat agar sadar serta
peka terhadap totalitas lingkungan dan permasalahannya.
b. Pengetahuan
Membekali individu dan kelompok masyarakat dengan
pengetahuan dasar mengenai totalitas lingkungan,
permasalahan, serta peranan dan tanggung jawab manusia.
c. Sikap
Mendorong individu dan kelompok masyarakat agar memiliki
nilai-nilai sosial, kepekaan dan kepedulian terhadap
lingkungan, serta motivasi untuk partisipasi aktif dalam
perlindungan dan peningkatannya.
d. Keterampilan
Membantu individu dan kelompok masyarakat untuk
meningkatkan keterampilan yang diperlukan dalam
memecahkan permasalahan lingkungan hidup.
e. Kemampuan Evaluasi
Meningkatnya kemampuan individu dan kelompok
masyarakat agar dapat mengkaji program- program
pembangunan dilihat dari segi ekologis, politis, ekonomi,
sosial, estetika, maupun faktor pendidikan.
f. Partisipasi
Mengembangkan rasa tanggung jawab pada individu dan
kelompok masyarakat serta member peluang agar dapat

Filsafat Ilmu PKLH | 65


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

terlibat secara aktif memecahkan berbagai permasalahan


lingkungan.
Berdasarkan batasan dari uraian tujuan-tujuan tersebut di
atas, baik tujuan umum maupun tujuan khususnya, maka objek dan
ruang lingkup objek dari studi PKLH selalu berkaitan dengan
masalah kependudukan dan kelestarian lingkungan hidup.
Dalam suatu forum seminar tentang aspek hukum dari
pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan di Bandung
pada tanggal 25–27 Maret 1976, telah teridentifikasi masalah
pokok di bidang kependudukan dan lingkungan hidup, meliputi :
a. Masalah kependudukan dengan segala parameternya,
termasuk :
- besarnya jumlah penduduk,
- komposisi umur muda,
- tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi,
- distribusi penduduk yang tidak merata,
- kondisi sosial ekonomi yang rendah.
b. Masalah pencemaran lingkungan.
c. Masalah ekonomi dalam hubungannya dengan konsep
pertumbuhan dan biaya-biaya sosial.
d. Masalah institusional : kerjasama baik langsung atau tidak
langsung yang dapat mengakibatkan memburuk atau
membaiknya kualitas lingkungan.
e. Masalah persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan
hidupnya.
Sedangkan di dalam sebuah seminar bertemakan :
Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
sebagai Salah Satu Upaya Mempersiapkan Peningkatan Kualitas
Hidup Yang Berwawasan Lingkungan, yang diselenggarakan di IKIP

66 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Semarang pada tanggal 23 Maret 1988, terungkap bahwa program


Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat mencakup
berbagai disiplin ilmu, diantaranya meliputi :
1. Ekosistem
Ini mencakup struktur dan cara berfungsinya ekosistem,
pengaruh manusia terhadap ekosistem serta bagaimana
manusia mampu mengubah sistem di bumi.
2. Populasi
Di dalamnya mengatur populasi, pengelompokkan umur,
sebab-sebab meningkatnya jumlah penduduk, pengaruh
populasi terhadap lingkungan, perpindahannya, pemakaian
sumber daya oleh populasi yang makin meningkat, gaya
hidup populasi, tingkat kelahiran/kematian, dan kesehatan
populasi terkait di sini kebijaksanaan kependudukan serta
implikasi sosial, ekologi, politik.
3. Ekonomi dan Teknologi
Sistem perekonomian membentuk pengaturan sosial untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang maupun jasa
yang dikehendaki oleh individu maupun masyarakat.
4. Keputusan yang berkaitan dengan Lingkungan
Dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
lingkungan perlu dipertimbangkan aspek ekonomi, sosial,
teknologi, serta kemungkinan alternatif pemecahan,
kebijaksanaan dan tindakan dalam masalah tersebut.
5. Etika Lingkungan
Manusia merupakan salah satu makhluk yang menghuni
bumi ini, sebagai makhluk manusia memiliki beberapa
kelebihan dari makhluk yang lain. Dengan akal budinya,

Filsafat Ilmu PKLH | 67


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

manusia dapat mengeksploitasi bumi beserta alam


lingkungan secara maksimal, namun apabila
mengeksploitasi bumi tidak didasari oleh rasa cinta dan rasa
“menghormati” terhadap bumi dan segala kehidupan yang
ada, planet ini mungkin sekali akan menjadi sulit untuk
mendukung populasi manusia meski dalam jumlah yang
kecil sekali pun.
Jadi etika lingkungan adalah rasa menghargai/ menghormati
lingkungan yang berawal dari rasa cinta terhadap
lingkungan dan kesadaran akan peranan keseimbangan
dalam lingkungan hidup. Oleh sebab itu, tingginya kadar
etika lingkungan dapat menunjang timbulnya perilaku yang
positif terhadap keseimbangan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup bukan hanya mengenai masalah manusia,
tetapi juga berkaitan dengan masalah yang lain. Sumber daya alam
seperti udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, bahan-bahan
dari bumi, sumber-sumber energi (matahari, bahan-bahan fosil,
tenaga air, tenaga atom, dan sebagainya) dapat termasuk bahan
kajian lingkungan hidup. Manusia, sebagai sumber daya dan
pemeran dalam perekayasaan untuk memenuhi kebutuhannya,
dapat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Oleh sebab itu,
mutu lingkungan (seperti populasi penduduk, perencanaan kota
dan regional) dan pemantauan lingkungan seperti pengendalian
kebisingan (noice controls), pengendalian terhadap air permukaan,
air tanah, air limbah serta kualitas udara, dapat saja
dipertimbangkan sebagai bahan masukan PKLH.

68 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar dapat


dikatakan bahwa ruang lingkup atau objek kajian PKLH adalah yang
berkaitan dengan :
a. masalah kependudukan dengan segala parameternya;
b. masalah pencemaran lingkungan;
c. masalah persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan
yang pada gilirannya dapat berbicara mengenai masalah
pemantauan lingkungan, keputusan-keputusan
administrasi mengenai standar mutu air, udara dan
undang-undang pelestarian lingkungan;
d. masalah implikasi sosial dalam kaitannya dengan
pelestarian lingkungan hidup (perencanaan kota dan
regional, tempat rekreasi);
e. masalah etika lingkungan yang menunjang tumbuh dan
berkembangnya sikap serta perilaku positif terhadap
lingkungan hidup.

2.3. Karakter Ilmu PKLH


Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
yang merupakan cabang ilmu yang mengkaji aspek
kependudukan dan lingkungan hidup, terkait dengan sebagian
besar cabang ilmu pengetahuan, baik dengan pada kelompok
ilmu-ilmu alam, kelompok ilmu-ilmu humaniora, dan hampir
dengan semua kelompok bidang ilmu yang ada. Karena demikian
luasnya ketercakupan dan keterkaitan ilmu PKLH dengan
berbagai bidang ilmu lain, baik secara komplementer maupun
secara suplementer, maka PKLH memiliki karakteristik yang
bersifat spesifik. Hal yang merupakan karakter khusus dari ilmu
PKLH adalah model pengembangannya yang bersifat
interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner.

Filsafat Ilmu PKLH | 69


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

A. PKLH Inter-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam
bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Interdisipliner
(interdisciplinary) adalah interaksi intensif antar satu atau lebih
disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak,
melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan
tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.
Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam
pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai
sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara
terpadu. Dalam pemecahan masalahannya di bidang ekonomi
dengan interdisipliner hanya dengan satu ilmu saja yang serumpun.
Secara akademik, interdisipliner mencakup empat bidang,
yakni : pengetahuan, riset, pendidikan dan teori. Pengetahuan
interdisipliner melibatkan kesamaan komponen dari dua atau lebih
disiplin. Riset interdisipliner menggabungkan komponen dari dua
atau lebih disiplin dalam rangka mencari pengetahuan, praktek dan
ekspresi artistik yang baru. Pendidikan interdisipliner
menggabungkan komponen dua atau lebih disiplin dalam satu
program instruksi. Teori interdisipliner mengambil pengetahuan,
riset dan pendidikan interdisipliner sebagai objek kajian utamanya.
Tidak jarang ditemukan penolakan terhadap pengetahuan
yang bersifat interdisipliner atau riset yang merefleksikan
kesalahpahaman dalam pentingnya kontribusi pengetahuan
tersebut terhadap (1) perkembangan pengetahuan dan keilmuan,
(2) keuntungan sosial bagi masyarakat, dan (3) keuntungan
individu.
Menurut Russel et.al., bahwa Interdisiplineritas yaitu ketika
masalah yang bertumpang tindih antar disiplin ilmu dikaji oleh
ilmuwan dari dua atau lebih disiplin ilmu.

70 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Contohnya permasalahan kependudukan dalam lingkup


yang lebih kecil yaitu kemiskinan rumah tangga. Dari sudut pandang
ilmu Ekonomi Mikro masalah kemiskinan dapat terpecahkan
dengan jalan salah satunya adalah mencari pekerjaan yang
menjanjikan, bekerja keras, tidak putus asa, tidak boros dalam arti
kata tidak besar pasak dari pada tiang (besar pengeluaran dari pada
pendapatan). Namun dari sudut ilmu Ekonomi Makro memandang
bahwa dengan kebijakan pemerintah menaikan BBM (bahan bakar
minyak) dengan tujuan tertentu, tetapi bagi masyarakat miskin
kebijakan tersebut semakin menjepit dan menyulitkan
kehidupannya akibat semua harga kebutuhannya membubung
tinggi, yang semakin tidak terjangkau dengan kemampuannya,
sehingga kemiskinan pun semakin merajalela. Jadi pemecahan
masalahnya adalah pemerintah harus bisa melihat ke bawah
(masyarakat kecil), dan menyejahterakan masyarakat.
B. PKLH Multi-disipliner
Sebagaimana uraian di atas, bahwa salah satu jalur
pengembangan ilmu PKLH adalah melalui pendekatan multi-
disipliner. Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990),
dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Multidisipliner
(multidisciplinarity), adalah penggabungan beberapa disiplin ilmu
untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu.
Pendekatan Multidisipliner adalah pendekatan dalam
pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah
kesejahteraan dengan menggunakan berbagai sudut pandang ilmu-
ilmu yang relevan.
Menurut Russel et.al., bahwa multidisiplineritas yaitu ketika
spesialis berbagai disiplin ilmu bekerja sama dengan
mempertahankan perspektif dan pendekatan disiplin ilmu mereka.

Filsafat Ilmu PKLH | 71


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Contohnya masalah kependudukan berupa kemiskinan


rakyat Indonesia; Jika pemecahan masalah kemiskinan hanya dilihat
dari sudut ilmu ekonomi, dimana Ilmu ekonomi memandang dirinya
sebagai suatu studi tentang bagaimana langkahnya agar sumber-
sumber daya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan-
keinginan manusia yang tidak terbatas, maka kemiskinan tidak akan
pernah terpecahkan karena yang dapat memanfaatkan sumber-
sumber ekonomi adalah kelompok yang bermodal, sehingga yang
kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Buktinya selama
rezim Orde Baru pertumbuhan ekonomi dipacu hingga Indonesia
menjadi “Macan Asia”, tetapi jumlah penduduk miskin semakin
banyak. Memecahkan kemiskinan perlu pendekatan multidisiplin
dari berbagai bidang ilmu, seperti : ilmu Ekologi yang mampu
mengubah nafsu untuk pemenuhan “keinginan” manusia menjadi
pemenuhan “kebutuhan” manusia; ilmu Agama yang mampu
mengubah mental “frontier” menjadi “akhlak berbagi” dengan
sesama; ilmu Kenegaraan yang mampu mengubah pandangan
“kapitalis-liberal” menjadi “jiwa dan semangat nasionalis”; ilmu
Psikologi yang mampu mengubah perilaku-perilaku masyarakat
marginal ketika mendapatkan sedikit uang dari jerih payah bertani
atau melaut, mereka terus bermalas-malasan atau memboroskan
hasil jerih payahnya untuk kenikmatan sesaat, sehingga mereka
tidak dapat keluar dari cengkeraman kemiskinan karena tidak sadar
menabung; dan banyak bidang ilmu lainnya yang dapat secara
bersama-sama memecahkan masalah kemiskinan tersebut.
Russel mengatakan pendekatan lintas disiplin semakin
mendesak akibat tekanan permasalahan lingkungan hidup
(environmental imperative). Sejak tahun 1960an, masyarakat
industri modern telah menyaksikan perubahan dramatis dari
kepedulian sosial atas isu lingkungan. Berkembangnya gerakan
sosial lingkungan hidup turut menekan pemerintah untuk mengakui

72 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

dan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang diakibatkan


oleh industri dan praktek sosial (gaya hidup) modern. Imperatif
lingkungan hidup ini terlihat pada program ‘Manusia dan Biosfer’
dari UNESCO pada 1970an, Laporan Brundtland di 1980-an dan Rio
Earth Summit pada tahun 1990an. Lalu, beberapa negara segera
merespon dengan membangun kementerian lingkungan hidup,
meratifikasi perjanjian dan traktat tentang isu-isu lingkungan hidup
serta berpartisipasi pada pembangunan organisasi lingkungan
hidup internasional. Salah satu indikasi meningkatnya kepedulian
pada isu kependudukan dan lingkungan hidup adalah bagaimana
kemajuan pembangunan ekonomi yang ditekankan pada isu
keberlanjutan.
Meskipun kepedulian meningkat, permasalahan lingkungan
hidup semakin besar. Permasalahan ini terdokumentasikan di
berbagai organisasi internasional seperti United Nations
Environmental Programme (UNEP), United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC), dan UNDP (United
Nations Development Programme). Permasalahan yang dihadapi
dunia termasuk tetapi tidak terbatas pada masalah deforestasi,
polusi air, tanah, udara, degradasi lahan subur, penggurunan,
degradasi keanekaragaman hayati dan lain sebagainya. Ketika
persoalan tersebut dibenturkan dengan ancaman perubahan iklim,
situasi menjadi semakin pelik. Semakin memanasnya bumi dan
perubahan iklim akan menggoncang ekosistem di segala penjuru
dan lapisan kehidupan di bumi ini.
C. PKLH Trans-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam
bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Transdisipliner
(transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori
atau aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan
antar berbagai disiplin.
Filsafat Ilmu PKLH | 73
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Menurut Russel et. al., bahwa transdisplineritas lebih maju


dalam meleburkan batas-batas disiplin ilmu dibanding dua
pendekatan sebelumnya. Karakteristik potensial dari
transdisiplineritas termasuk, fokus pada permasalahan (riset
berasal dan dikontekstualisasikan dengan masalah di dunia nyata),
berkembangnya metodologi dan kolaborasi antar aktor yang luas.
Sebagai contoh dalam transdisiplin adalah berkembangnya disiplin
ilmu baru Human Ecology yang melebur teori, komponen, dan
pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu lain seperti Ekonomi,
Politik, Hukum, Teknik Lingkungan.
Proses penemuan seringkali mencakup tindakan
menggabungkan ide yang sebelumnya tampak tidak berkaitan.
Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak lazim tapi
membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan
bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari
dua atau lebih disiplin.
Menurut Prof. Mubyarto, bahwa pendekatan trans-
disipliner harus mampu menghilangkan ethnocentrisme atau
fanatisme teori, memiliki rasa skeptis (rendah hati) terhadap
ilmunya sendiri dengan mencari bantuan disiplin ilmu lain yang
dianggap lebih mampu melengkapi dan menyempurnakan
ekspedisi (kajian) ilmiahnya dalam memecahkan persoalan public
yang dihadapinya.
Contohnya dalam mengembangkan konsep ekonomi
nasional, Mubyarto tidak sungkan mengadopsi faktor-faktor yang
positif dari konsep ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme,
yang kemudian disinkronisasi dengan nilai-nilai budaya dan ideologi
bangsa Inonesia, dan kemudian melahirkan konsep Ekonomi
Kerakyatan yang diberi nama Ekonomi Pancasila. Konsep inilah
yang kemudian melahirkan suatu konsep pembangunan pada
zaman Orde Baru yang disebut Trilogi Pembangunan
74 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

(pertumbuhan, perkembangan dan pemerataan), namun gagal


mencapai tujuannya karena relatif hanya menjadi slogan kosong
yang diimplementasikan setengah hati.
Seirama dengan kesadaran politik, banyak riset akademik
untuk mengkaji permasalahan lingkungan hidup dan
kependudukan turut meningkat. Walaupun sebelumnya kajian
telah dilakukan oleh disiplin ilmu seperti biologi, geologi, hidrologi,
geografi, arkeologi dan lain-lain. Namun kesadaran untuk
mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai bidang
pengetahuan tersebut datang belakangan, terutama untuk
mencapai aspek keberlanjutan pembangunan (sustainable
development).
Faktor ini telah menjadi pendorong yang mengubah pola
pikir untuk melaksanakan riset lintas disiplin ilmu. Konsep dan
upaya mencapai pembangunan berkelanjutan juga telah menarik
perhatian akan pentingnya mengkombinasikan pengetahuan dari
ilmu sosial dan alam. Keterhubungan permasalahan lingkungan
hidup juga mengakibatkan perlunya kerjasama inter dan intra
institusi dari level lokal hingga global. Hasrat untuk memahami
tentang lingkungan hidup dan kependudukan secara menyeluruh,
dan membangun solusi untuk mengatasi masalah lingkungan dan
kependudukan, telah mengakibatkan proaktifnya berbagai pusat
kajian dan mata pelajaran yang fokus pada masalah lingkungan
hidup dan kependudukan. Ini adalah bentuk mengkristalnya
transdisiplineritas akibat tekanan imperatif baik di bidang
lingkungan hidup maupun di bidang kependudukan.
Perspektif yang memokuskan pemikiran pada imperatif
lingkungan hidup dan kependudukan, mengakui permasalahan
yang muncul dan hadir dalam konteks sosial dan alam yang terkait
secara kompleks, penuh ketidakpastian dan tidak adanya batasan
disiplin ilmu yang jelas. Lebih jauh lagi, mencari solusi untuk
Filsafat Ilmu PKLH | 75
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

persoalan lingkungan hidup dan kependudukan tidak hanya


membutuhkan pemahaman atas lingkungan hidup dan
ancamannya, serta pengetahuan tentang kependudukan dan
permasalahnnya; tetapi juga harus mempengaruhi sikap, tindakan,
perilaku, dan partisipasi berbagai aktor di dalam masyarakat.
Cara berpikir seperti ini, melihat solusi memerlukan
produksi pengetahuan yang berdasarkan pendekatan sistemik dan
menyeluruh ketimbang partial; tidak terkungkung oleh batasan
pengetahuan yang ketat; bisa menghadapi kompleksitas dan
ketidakpastian; dan mampu mengintegrasikan dan
mengkomunikasikan pengetahuan di antara semua aktor dan antar
bidang disiplin ilmu.
Pendek kata, pendekatan lintas disiplin ilmu penting
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di
masyarakat. Serta mengatasi tekanan imperatif lingkungan hidup
dan kependudukan, yang telah menjadi salah satu faktor
pendorong praktek transdisiplineritas, dan kajian lintas disiplin ilmu
lainnya. Karena itu di kala ada upaya memperdalam spesialisasi di
dalam disiplin ilmu tertentu, ada baiknya para ilmuwan juga
memberikan perhatian terhadap kajian lintas disiplin ilmu.
Pendekatan lintas disiplin ilmu ini (inter-disipliner, multi-
disipliner, dan trans-disipliner), juga memiliki kelemahan, antara
lain : Pertama, untuk mendapatkan jarak pandang yang luas,
seorang bisa jadi mengorbankan waktu untuk menjadi ahli di satu
bidang; Kedua, perlu dihindari upaya melakukan generalisasi yang
naïf akibat pengabungan beberapa disiplin ilmu; Ketiga, Ilmuwan
yang dikategorikan lintas batas menghadapi hambatan profesi yang
masih memprioritaskan spesialisasi disiplin ilmu; Keempat,
interdisiplineritas kerap dicap sebagai kompetitor oleh penganut
spesialis disiplin ilmu yang fanatis.

76 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Untuk mengatasi kelemahan ini haruslah melakukan


perubahan cara berpikir. Dunia akademik perlu memberi ruang bagi
tumbuh kembangnya pengetahuan dan riset yang lintas disiplin
ilmu. Selayaknya atmosfir akademik perlu merawat spesialis dan
generalis demi terciptanya kemajuan akademik yang kaya.
Perubahan cara berpikir ini salah satunya berkat tekanan imperatif
lingkungan hidup dan kependudukan.
Sebagai akibat dari adanya fragmentasi disiplin ilmu, maka
akademisi kerap gagal mendeteksi ancaman besar dalam sangkar
kebebasan akademik. Pemahaman pentingnya kerjasama bisa
menjadi pelindung melawan birokratisme yang berusaha
menerapkan pengawasan yang ketat, berdasarkan indikator
performa. Karenanya cukup penting untuk menjaga kebebasan
seorang akademisi dalam memilih apa yang akan dikaji dan apa
yang tidak perlu dikaji.

2.4. Eksistensi PKLH


Masalah lingkungan adalah persoalan yang timbul sebagai
akibat dari berbagai gejala alam. Dalam hal ini masalah lingkungan
adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri, dan sudah
ada sejak alam semesta ini, khususnya bumi dan segala isinya
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Masalah kependudukan dan masalah lingkungan hidup
merupakan masalah yang cukup mendapat perhatian dunia.
Masalah kependudukan mendapat perhatian karena dikhawatirkan
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia
itu sendiri beserta lingkungannya. Kelestarian lingkungan hidup
yang menyangkut kawasan laut, darat dan udara dipantau terus
karena pada akhir-akhir ini menunjukkan gejala kemerosotan makin
meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa langkah telah dilakukan

Filsafat Ilmu PKLH | 77


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut, diantaranya


program keluarga berencana dan pendidikan kependudukan.
Sejak awal dalam perkembangan budayanya manusia telah
berusaha untuk mengelola dampak kegiatannya terhadap
lingkungan hidup. Makin berkembang kegiatan ekonomi dan
teknologinya, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola
dampak kegiatannya pada lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana
untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup
sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan
manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai
kesejahteraan yang berkelanjutan.
Semua kegiatan manusia mempunyai dampak pada
lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti pembuangan limbah
manusia yang metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja,
berdampak pada lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia
masih kecil, dampak itu kecil pula. Dengan pertumbuhan jumlah
manusia dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin besar.
Dampak itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan
ekonomi dan teknologi yang memberikan kemampuan kepadanya
untuk melakukan rekaya dan meningkatkan penggunaan energi.
Faktor yang menghubungkan antara manusia dengan
lingkungan hidup, tidak lepas dari pola manusia di dalam mengelola
sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan hidup. (Otto
Soemarwoto, 2001),
Peningkatan angka pertumbuhan penduduk berdampak
pada semakin meningkatnya kemerosotan kualitas lingkungan.
Akibat ulah manusia, penurunan kualitas lingkungan berlangsung
terus menerus. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang
ditandai oleh penggunaan beragam produk teknologi

78 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

menyebabkan tingginya akselerasi kerusakan lingkungan terutama


di beberapa negara berkembang seperti Indonesia.
Untuk mengatasi permasalahan kependudukan dan
lingkungan hidup, perlu pengenalan program Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup baik terhadap masyarakat
umum maupun terhadap peserta didik di jalur pendidikan formal
(jalur pendidikan sekolah). Pada masyarakat umum, Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dapat diperkenalkan melalui
jalur pendidikan informal seperti melalui kegiatan keagamaan,
perkumpulan profesi, karang taruna, atau penjelasan dan informasi
melalui media cetak dan elektronik, bahkan dapat pula ditempuh
jalur pendidikan non-formal, melalui kursus-kursus, sarasehan, dan
lain sebagainya. Dengan adanya pengenalan Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup tersebut, diharapkan
manusia bisa lebih bijak di dalam memanfaatkan dan mengelola
sumber daya alam yang ada. Sekaligus dapat menanamkan pada
setiap individu khususnya peserta didik dalam Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup pengertian, kesadaran, sikap
dan perilaku rasional serta bertanggung jawab terhadap berbagai
aspek kehidupan manusia khususnya hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungan hidupnya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab II bahwa PKLH
memiliki landasan filosofis yang sangat jelas dan spesifik, sehingga
tidak dapat disangkal lagi bahwa PKLH adalah sebuah cabang ilmu,
yang memiliki cakupan yang cukup luas, serta mempunyai entitas
dan identitas tersendiri. PKLH bukan kumpulan ilmu-ilmu, yang
hanya menjadi keranjang teori-teori yang berkembang pada bidang
ilmu lain, karena PKLH memiliki objek kajian, metode ilmiah untuk
pengembangannya, dan standar nilai yang spesifik. Hanya karena
begitu luasnya cakupan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
PKLH maka hampir semua orang dapat berbicara tentang PKLH

Filsafat Ilmu PKLH | 79


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

berdasarkan sudut pandang bidang ilmu yang dimilikinya. Oleh


sebab itulah maka dalam penyajian materi PKLH kepada anak didik,
harus dirumuskan secara fokus sehingga pembahasan dan
diskusinya tidak membias kemana-mana, sehingga tidak
memberikan manfaat yang real kepada peserta didik.
Salah satu dampak dari luasnya cakupan materi PKLH
sehingga pemerintah cenderung menetapkan model pendekatan
pembelajaran PKLH secara integratif, karena diharapkan agar
semua guru yang materi ajarnya terkait dengan kependudukan dan
lingkungan hidup dapat menyelipkan materi PKLH di dalam
pembelajarannya. Namun setelah 28 tahun penerapan pendekatan
integratif tersebut, harus objektif diakui oleh semua pihak kalau
pembelajaran PKLH tidak banyak memberikan perubahan sikap,
perilaku, dan partisipasi pada peserta didik. Dalam hal ini penulis
berpendapat perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua
komponen pembelajaran PKLH yang gagal itu, kemudian segera
dilakukan pembenahan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Hal ini
menjadi penting mengingat begitu mendesaknya penerapan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam
segala bidang, untuk menjamin keseimbangan alam semesta.
Penulis berpendapat bahwa bukan pembelajaran PKLH yang
integratif, melainkan yang perlu dilakukan secara terintegrasi
adalah pengembangan ilmu PKLH, karena satu persoalan
lingkungan atau kependudukan, dapat berdampak beragam
berdasarkan bidang ilmu yang dipergunakan mengkajinya. Hal ini
penting dipahami karena jika persepsi yang berkembang selama ini
terus dipelihara, yaitu PKLH diajarkan oleh sembarang guru asal
terkait dengan masalah lingkungan dan kependudukan, maka PKLH
tidak ubahnya seperti keranjang ilmu, yang diisi dengan materi yang
berkembang berdasarkan kacamata bidang ilmu yang
dipergunakan guru tersebut. PKLH harus disajikan dengan suatu

80 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

“materi sumber” yang standar dan berkembang dinamis


berdasarkan perkembangan yang terjadi di dalam bidang ilmu
PKLH.
Singkatnya penulis berpendapat bahwa ilmu PKLH harus
menjadi mata air yang siap dialirkan kepada semua bidang ilmu
yang terkait, yang dikembangkan berdasarkan karakteristiknya,
yaitu multi-disiplin, inter-disiplin, dan trans-disiplin.

2.5. Makna, Esensi dan Urgensi PKLH


Hakikat PKLH harus diawali dari penjabaran hakikat
lingkungan hidup dan kependudukan, kemudian meninjau hakikat
kurikulum pendidikan formal, sehingga kemudian dapat dilihat
esensi (hakikat) dari PKLH itu sendiri.
Pada awal mulanya, Pendidikan Kependudukan terpisah
dengan Pendidikan Lingkungan. Akan tetapi dengan banyak
memiliki kesamaan terutama memiliki sasaran yang sama yaitu
untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat manusia dengan
pendekatan yang sama yaitu : multi disiplin, maka Pendidikan
Kependudukan dan Pendidikan Lingkungan digabungkan menjadi
PKLH.
Dalam setiap lingkungan hidup antara komponen yang satu
dengan lainnya terikat adanya saling ketergantungan. Hukum saling
ketergantungan berlaku pada setiap lingkungan hidup.
Ketergantungan antar jenis, ketergantungan antar populasi, dan
ketergantungan antar komponen biotik dengan komponen abiotik.
Saling ketergantungan yang paling nyata tampak pada masalah
sumber makanan. Dalam soal makanan ketergantungan antar
sesama makhluk hidup, yaitu antara produsen dan konsumen akan
membentuk untaian yang runtun, yang menggambarkan tingkat

Filsafat Ilmu PKLH | 81


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

makanan-makanan. Deretan hubungan makan-makanan di antara


sesama makhluk hidup disebut “rantai makanan”. Dalam setiap
lingkungan terdapat tingkat makanan. Tingkat pertama adalah
makhluk yang dapat mempergunakan zat abiotik yang berdaun
hijau, makhluk tingkat ini mampu mengubah zat abiotik menjadi zat
organik dalam suatu proses yang disebut fotosintesis. Makhluk-
makhluk lain yang tidak mampu mengubah zat abiotik disebut
konsumen, dan dikategorikan sebagai komponen biotik dalam
alam.
Manusia merupakan salah satu komponen biotik di dalam
suatu lingkungan hidup. Manusia mempunyai kelebihan dari
makhluk lain, karena memiliki akal budi. Dengan kelebihan inilah
manusia mempunyai kedudukan yang istimewa dalam suatu
lingkungan hidup. Dengan akal dan pikirannya, manusia banyak
bertindak sehingga kepentingan manusia lebih diutamakan dan
diprioritaskan sesuai dengan kebutuhannya. Manusia dalam
memanfaatkan lingkungan hidup sering mengabaikan terjaminnya
keseimbangan alam, dan hanya memikirkan kepentingan sesaat.
Sebagai contoh bahwa manusia membunuh makhluk-makhluk lain
yang menjadi saingannya dalam memperoleh makanan. Kalau
manusia memerlukan padi sebagai bahan makanan maka
diberantaslah belalang, ulat, tikus, dan hama-hama lain yang suka
memakan tanaman padi, padahal pemusnahan spesies-spesies
tersebut akan merusak keseimbangan lingkungan dalam jangka
panjang.
Oleh karena kelebihan dan anugerahNYA yang
diamanahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi,
haruslah dipergunakan secara arif dan biajksana dalam mengelola,
memanfaatkan, dan mengendalikan sumber daya alam baik
komponen abiotik, maupun komponen biotik. Sumber daya alam
biotik dapat dipergunakan secara terus-menerus jika dapat

82 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

mengusahakan agar sumber tersebut tidak musnah, sebab sekali


suatu jenis makhluk hidup tersebut musnah, niscaya tidak dapat
diharapkan akan muncul kembali. Begitu pula dalam
mempergunakan sumber daya alam abiotik, seyogyanya manusia
mempergunakannya secara bijaksana dan diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai ada pemborosan dalam penambangan dan
penggunaannya.
Masalah lingkungan adalah aspek negatif dari aktivitas
manusia terhadap lingkungan biofisik environmentalisme, sebuah
gerakan sosial dan lingkungan yang dimulai di tahun 1960, fokus
pada penempatan masalah lingkungan melalui advokasi, edukasi,
dan aktivisme. Masalah lingkungan terbaru saat ini yang
mendominasi mencakup perubahan iklim, polusi dan hilangnya
sumber daya alam. Gerakan konversi mengusahakan proteksi
terhadap species terancam dan proteksi terhadap habitat alami
yang bernilai secara ekologis.
Seperti halnya penggunaan plastik dalam berbagai
kepentingan manusia, yang dinilai praktis, efisien, dan efektif.
Namun bahan plastik tidak seperti bahan-bahan alam lainnya,
karena plastik bersifat non-biodegradable. Berdasarkan informasi,
30% volume sampah di Amerika Serikat terdiri dari plastik.
Bagaimana di negara kita, Indonesia? Umumnya sampah plastik
ditangani dengan cara dikubur atau dibakar dalam incinerator.
Namun, kedua cara tersebut belum menyelesaikan masalah. Plastik
yang dikubur tidak akan membusuk sementara lahan tempat
mengubur plastik semakin sulit. Pembakaran plastik akan
menyebabkan polusi. Misalnya, pembakaran PVC menghasilkan gas
hidrogen klorida (HCl) atau gas klorin (Cl2). padahal plastik bisa
didaur ulang agar tidak mencemari lingkungan.
Dalam mencari hakikat kependudukan dapat diawali dari
sebuah pandangan imajinatif tentang isu kependudukan di tingkat
Filsafat Ilmu PKLH | 83
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

global, yaitu bahwa bumi kita ini alamiah dan teratur, bahwa
manusia yang tinggal di atasnya hanya diwarisi sebuah bumi yang
“serba terbatas” dan oleh karenanya manusia perlu menyadari
akan adanya “batas-batas pertumbuhan”, sehingga mereka pun
perlu menumbuhkan “lifeboat ethics”. Adanya kaitan erat antara
pertumbuhan penduduk yang cepat dengan sejumlah
permasalahan sosial dan lingkungan menjadi persoalan
kependudukan penting untuk dibicarakan sebagai sebuah isu
global. Beberapa permasalahan kependudukan, yang bertalian
dengan pertumbuhan penduduk yang cepat dan tanpa henti,
adalah pencemaran lingkungan, perubahan iklim, pengrusakan
hutan, urbanisasi, penurunan pendapatan, inflasi, pengangguran,
perumahan, tingkat melek huruf, kelaparan, kekurangan air bersih,
keterbatasan pelayanan kesehatan, energi dan sumber daya alam,
dan konflik politik.
Untuk memahami keadaan kependudukan dewasa ini yang
antara lain ditandai dengan pertumbuhan cepat itu, kita perlu
memahami pula sejarah trend kependudukan dunia. Pada
kenyataannya pertumbuhan penduduk secara cepat tadi adalah
fenomena baru. Selama 8000 tahun dalam sejarah demografi dunia
memperlihatkan pertumbuhan penduduk dunia yang relatif stabil
dan lambat. Barulah kemudian mulai dua atau tiga abad yang lalu
isu penting demografi dan sosial bergeser ke arah “bagaimana
mempertahankan kelestarian hidup (survival)”. Sebenarnya, masa
yang lalu terdapat tingkat kelahiran (fertilitas) yang tinggi di hampir
semua kelompok, hanya saja saat itu fertilitas yang tinggi diiringi
dengan tingkat kematian (mortalitas) yang juga tinggi, sebagai
akibat rendahnya mutu pelayanan kesehatan. Bahkan, di beberapa
tempat dulunya terjadi angka kematian bisa lebih tinggi dari pada
angka kelahiran.

84 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Jadi penyebab peningkatan populasi yang cepat bukan


terletak pada antusiasme dari manusia yang tiba-tiba untuk
mendapatkan lebih banyak anak, melainkan pada perbaikan kondisi
hidup yang sebelumnya menyebabkan tingginya tingkat kematian.
Sejalan dengan itu sejarah demografi dapat dibagi dalam 2 periode,
yaitu: Pertama periode panjang dengan tingkat populasi lambat,
antara 8000 SM s/d tahun 1650 M, dan Kedua periode yang ditandai
dengan pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan dramatis
sejak tahun 1650 M hingga sekarang. Perbandingan rata-ratanya
adalah bahwa pada periode pertama penduduk bertambah 50.000
jiwa/tahun, namun periode kedua, angka jumlah pertumbuhan
penduduk meningkat setiap 6 jam.
Pertanyaannya adalah mengapa populasi penduduk dunia
bertambah dengan cepat dalam waktu yang sedemikian singkat ?
Salah satu model yang mencoba menjelaskan kecenderungan ini
adalah model transisi demografi. Model ini akan membantu kita
memahami mekanisme pertumbuhan penduduk di masa lalu dan
saat ini serta kemungkinan-kemungkinan di masa mendatang.
Menurut teori model transisi demografis, terdapat 3 periode utama
pertumbuhan penduduk yang ditunjukkan :
1) Periode A (high growth potential), ditandai dengan fertilitas
dan mortalitas yang sama-sama tinggi, sehingga ada
keseimbangan relatif.
2) Periode B (transitional growth), merupakan periode
peralihan yang problematik, ada ketidakseimbangan antara
fertilitas dan mortalitas, dimana mortalitas turun tetapi
fertilitas cenderung tetap tinggi.
3) Periode C (incipient decline), ditandai keseimbangan relatif,
yaitu sebagai akibat angka fertilitas dan mortalitas yang
sama-sama rendah.

Filsafat Ilmu PKLH | 85


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Pertumbuhan penduduk dunia secara cepat muncul


pertama kali sebagai isu kependudukan karena adanya aktor-aktor
tertentu yang melihatnya sebagai ancaman. Salah satunya
berdasarkan teori Malthus bahwa pertumbuhan penduduk
mengikuti deret ukur sedangkan pertumbuhan sumber daya alam
menurut deret hitung. Menurutnya sesuatu hal yang ironis apabila
jumlah penduduk yang semakin banyak tidak diimbangi oleh
peningkatan sumber daya alam yang nantinya menjadi masalah di
dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Lebih lanjut Karl Sax
(1992), menyatakan : “Selama dasawarsa yang lalu, penduduk
dunia bertambah dengan tingkat yang mencengangkan.
Peningkaatan angka pertambahan penduduk ini sedemikian kritis
sehingga banyak orang mengakui bahwa peledakan penduduk
dewasa ini merupakan ancaman terbesar bagi perdamaian dan
kesejahteraan dunia”. Dan oleh The Club of Rome (1992), juga
menyimpulkan bahwa : Jika kecenderungan dalam pertumbuhan
penduduk dunia, industrialisasi, polusi, produksi pangan, dan
eksploitasi sumber daya alam yang ada saat ini tetap tidak berubah
(sangat tinggi), maka dunia akan semakin mendekati titik kritisnya
dan selama kira-kira seratus tahun lagi akan mencapai tingkat di
mana bumi tidak mampu lagi menampung pertumbuhan
penduduknya. Yang paling mungkin dihadapi kemudian adalah
menurunnya populasi dan kapasitas produksi.
Esensi kurikulum pada pendidikan formal, merupakan
rumusan perencanaan pembelajaran yang sangat terikat, bahkan
ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah secara terpusat.
Oleh karena itu perubahan kurikulum dengan menambah mata
pelajaran baru, akan memberi dampak terhadap semua komponen
pendidikan, yang pada akhirnya dapat dipolitisir oleh oknum-
oknum tertentu untuk kepentingan pribadi/kelompok tertentu dan
sebaliknya dapat merugikan dunia pendidikan. Oleh karena itu

86 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

peluang penyajian mata pelajaran PKLH di semua jenjang


pendidikan formal (pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan
tinggi), untuk kondisi sekarang belum memungkinkan, kecuali jika
diupayakan pembentukan jurusan PKLH pada jenjang Diploma dan
Strata-1 di tingkat pendidikan tinggi.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah
perpaduan dua jenis program pendidikan, yaitu : (1) Pendidikan
Kependudukan (PK); dan (2) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).
Pendidikan Kependudukan mulai digarap oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1976 (SK Mendikbud No.
193/U/1976), sedangkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH),
ditangani oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak
tahun 1981. Penyatuan kedua program pendidikan tersebut
memiliki landasan legal berdasarkan SK Mendikbud No.
0212/U/1982. Setelah kedua program pendidikan tersebut
dipadukan, lalu dilakukan pengkajian “Pedoman Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup”, yang diselenggarakan dari
tanggal 25 sampai 27 Januari 1984, dan menghasilkan rumusan
tentang batasan PKLH sebagai berikut :
“PKLH adalah suatu program pendidikan untuk membina
anak didik memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan
perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang
pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan
hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia” (Yusuf,
Maftuchah, 1989).
Sebenarnya PKLH sudah mulai diperkenalkan secara bulat
dan formal di Indonesia sejak didirikannya Jurusan Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) pada Fakultas Pasca
Sarjana (FPS), Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta
pada tahun 1981. Sehingga disadari atau tidak, realitasnya bahwa
Filsafat Ilmu PKLH | 87
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

eksistensi program pascasarjana IKIP Jakarta tersebut memberi


motivasi kepada Depdikbud ketika itu untuk melahirkan SK No.
0212/U/1982. Namun sangat disayangkan karena kesadaran
penyelamatan bumi yang telah lahir sejak awal 1980-an belumlah
berkelanjutan secara menggembirakan. Kelahiran Program S-2
PKLH 32 tahun lalu, hingga sekarang belum diikuti kelahiran
Program S-1 PKLH. Sehingga kehadiran rekayasawan-rekayasawan
murni dalam bidang kependudukan dan lingkungan hidup masih
jauh dari harapan. Yang ada sekarang baru sebatas ahli penyusun,
dan pakar penilai dokumen Amdal, Andal, UKL, UPL, dan
semacamnya, yang mencantolkan muatan berdasarkan kacamata
bidang ilmu basic yang dimilikinya. Belum lahir rekayasawan dan
teknolog yang memadukan muatan kependudukan dan muatan
lingkungan hidup secara komprehensif dan komplementer, dalam
takaran ilmiah bersifat yang korelatif, kompilatif, komparatif dan
influensif.
Dengan alasan di atas dan bila tetap mengikuti konstelasi
kurikulum yang sedang berlaku, memang rasanya sekarang belum
waktunya untuk mengenalkan mata pelajaran PKLH secara
monolitik (berdiri sendiri). Hal ini disebabkan karena karaktersitik
kurikulum pendidikan formal sekarang ini yang demikian lebar, luas,
dan amat sangat pluralistik. Karakteristik lulusan yang berperilaku
dengan wawasan lingkungan dapat dibentuk melalui
pemberdayaan mata pelajaran yang sudah ada (integratif). Dalam
lingkungan sekolah diperlukan kreatifikas seorang guru untuk
mengembangkan sikap peduli siswa terhadap lingkungan dengan
tidak membuang limbah domestik secara sembarangan, guru perlu
memberikan contoh, misalnya, selalu memegang kulit pisang/kulit
rambutan sebelum menemukan tempat sampah. Guru perlu
menyediakan lingkungan yang kondusif seperti menyediakan
tempat sampah, tempat cuci tangan, kamoceng di kelas/sekolah.

88 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Selain itu, setiap kegiatan pembelajaran selalu diselipkan kegiatan


yang mengkondisikan siswa untuk membuang sampah pada
tempatnya, atau melatih siswa untuk memilah sampah organik
dengan sampah non organik dan selanjutnya sampah non organik
dimasukkan pada tempat khusus yang sudah disediakan. Demikian
pula dengan upaya menumbuhkan kesadaran akan persoalan
kependudukan, guru dapat melakukan widyawisata ke kawasan
kumuh, agar siswa dapat menyadari berbagai persoalan
kependudukan, baik fertilitas, ketenaga-kerjaan, pendidikan,
ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya. Pada kondisi seperti ini
peserta didik dapat diberi beragam pengalaman belajar seperti
diskusi kelas, diskusi kasus dalam situasi simulasi, melakukan
percobaan, wawancara, melakukan kegiatan sosial untuk
membersihkan lingkungan. Dari kegiatan-kegiatan inilah akan
melahirkan pendekar-pendekar lingkungan hidup yang selalu
berusaha melestarikan lingkungan sekitarnya.
Dari kajian tentang hakikat pengenalan dan/atau
pemberdayaan program PKLH di jenjang pendidikan dasar dan
menengah hingga perguruan tinggi yang kajiannya diawali dengan
terjadinya kerusakan lingkungan dari waktu ke waktu akibat ulah
manusia termasuk meningkatnya angka pertumbuhan penduduk,
lalu dilanjutkan dengan perlunya program PKLH baik melalui
pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal, dan pada
bagian akhir dilanjutkan dengan cara mengemaskan kegiatan
pembelajaran program PKLH yang multi-dimensi: kognitif, sikap,
perilaku, keterampilan di jalur pendidikan sekolah.
Oleh sebab itu PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif
dan psikomotorik, sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi
juga mampu mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan
lingkungannya. Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air
dan apa dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan

Filsafat Ilmu PKLH | 89


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

mengolah polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat
sampah, yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang
bahkan mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan
potensi pupuk buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi.
Maka dapat dikatakan bahwa hakikat PKLH harus mampu
mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan
permasalahan kependudukan, dimana mereka harus menjadi
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan lingkungan hidup
dan kependudukan, dan bukan menjadi sang penimbul masalah itu
sendiri. Dengan kata lain PKLH mempunyai esensi untuk mendidik
manusia memahami pentingnya keseimbangan alam dan
lingkungan hidup, untuk dapat menjamin kelestarian dan
berkelanjutannya. Inilah PKLH yang implementatif dan berpeluang
membentuk perilaku guru dan murid yang berkarib dengan
lingkungan (environmentaly friendly) sehingga tak sekadar
berwawasan lingkungan. Mereka pasti senang bereksperimen dan
mengeksplorasi kemampuan dirinya di alam bebas. Itu sebabnya,
pembagian 30% teori dan 70% praktik menjadi jalan yang ideal.
Guru dan murid akan lebih banyak belajar di luar kelas dan
berdiskusi. Guru harus betul-betul siap pada semua kemungkinan
pertanyaan yang muncul, dan jangan marah apabila belum bisa
memberikan penjelasan yang logis dan berterima. Artinya, guru
harus terus belajar dan belajar terus. Hasilnya baru akan tampak
setelah sekian tahun kemudian karena memang merupakan proses,
butuh waktu untuk pembentukan perilakunya, yaitu perilaku
manusia cinta lingkungan, manusia yang peduli pada pembangunan
berkawan lingkungan, manusia yang sadar akan pentingnya
membangun SDM berkualitas, agar kehidupan dan pembangunan
dari generasi ke generasi dapat berkelanjutan (sustainable
development).

90 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Sejak awal dalam perkembangan budayanya, manusia telah


berusaha untuk mengelola dampak kegiatannya terhadap
lingkungan hidup. Makin berkembang kegiatan ekonomi dan
teknologinya, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola
dampak kegiatannya pada lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana
untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup
sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan
manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai
kesejahteraan yang berkelanjutan. Pada ujungnya diharapkan
bahwa perlindungan lingkungan hidup dapat terwujud. Hal ini
sesuai dengan harapan bangsa Indonesia yang dimaktubkan di
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009.
Semua kegiatan manusia mempunyai dampak pada
lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti pembuangan limbah
siswa metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja, berdampak
pada lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia masih kecil,
dampak itu kecil pula. Dengan pertumbuhan jumlah manusia
dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin besar. Dampak
itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan
teknologi yang memberikan kemampuan kepadanya untuk
melakukan rekaya dan meningkatkan penggunaan energi.
Faktor yang menghubungkan antara manusia dengan
lingkungan hidup, tidak lepas dari pola manusia di dalam mengelola
sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan hidup. (Otto
Soemarwoto, 2001),
Peningkatan angka pertumbuhan penduduk berdampak
pada peningkatan kemerosotan kualitas lingkungan. Akibat ulah
manusia, penurunan kualitas lingkungan berlangsung terus
menerus. Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang
ditandai oleh penggunaan beragam produk teknologi
Filsafat Ilmu PKLH | 91
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

menyebabkan akselerasi kerusakan lingkungan terutama di


beberapa negara berkembang seperti Indonesia.
Untuk mengatasi permasalahan kependudukan dan
lingkungan, perlu pengenalan program Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup baik terhadap masyarakat umum maupun
terhadap peserta didik di jalur pendidikan formal, jalur pendidikan
sekolah. Pada masyarakat umum, Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup dapat diperkenalkan melalui jalur pendidikan
informal seperti melalui kegiatan keagamaan, perkumpulan profesi,
PKK, karang taruna, atau penjelasan dan informasi melalui media
cetak dan elektronik.
Pada tahun 1986, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dan
Pendidikan Kependudukan (PK), dimasukkan ke dalam pendidikan
formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa
perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata
pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah
umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah
kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan
dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-
masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir
semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini
berbagai pelatihan dan penataran tentang PKLH telah
diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-
guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Untuk mempersiapkan tenaga pengajar PKLH pada jenjang
pendidikan SD, SLTP dan SLTA, maka IKIP dan FKIP se Indonesia
mengajarkan mata kuliah PKLH secara monolitik pada berbagai
Program Sarjana (S-1) dan Program Diploma (S-0). Dasar
pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.3 tahun
1980, dan Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Sistem
92 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia yang dikeluarkan


oleh Dirjen Dikti (SK Dirjen Dikti No. 20/DJ/Kep/1983). Oleh karena
itu maka setiap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang ada di
berbagai Universitas, Sekolah Tinggi, atau Lembaga Perguruan
Tinggi lainnya, harus tetap mengembangkan dan
menyelenggarakan program mata kuliah PLKH sesuai dengan
Kepmendikbud No. 0212/U/1982 dan Kepdirjendikti No.
20/DJ/Kep/1983 tersebut.
Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
adalah suatu program kependidikan untuk membina anak atau
peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan
perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh
timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami konsep
PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini:
a. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala
mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala
perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik,
dimana perubahan slah satu komponennya akan
mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia
Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki
daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani
yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi
mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya
sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang
mendasari perilakunya harus dibina melalui program
pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang

Filsafat Ilmu PKLH | 93


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara


rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan
pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap
menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat
mungkin untuk meningkatkannya.
c. Ilmu Kependudukan
Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah,
pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta
bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke
waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu
berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan
dengan studi kependudukan. Studi kependudukan
mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomea-
fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya
dengan situasi sosial di sekitarnya.
d. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang
memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan
masalah jangka panjang. Program pembinaan dan
pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH)
perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan
berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang
dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat
mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah
untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan
perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti
kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan
lingkungan hidup dapat terwujud.

94 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan


Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak
diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan
masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang
saat ini dan yang akan datang.
Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang,
tetap mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan
kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi
masyarakat tentang bagaimana menjadi warga bumi yang
berawawasan lingkungan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan
adalah ”PKLH hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan
masyarakat secara formal melalui sekolah-
sekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara nonformal
seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan
organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang
merupakan integral dari pelaksanaan pendiidkan lingkungan hidup
secara formal, harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat baik
lapisan atas maupun lapisan bawah. Dalam hal ini terutama bagi
para pembina pendidikan harus mengetahui dan memahami
konsep pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu bagaimana
setiap negara dapat terus membangun untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia dengan cepat dan seimbang dengan
pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan cepat.
Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai
suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu
penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai
persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi,
komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara
individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah
lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru.
Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat

Filsafat Ilmu PKLH | 95


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi


para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah
formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat.
Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan
atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional
tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar
memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan, serta dapat
mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung
jawab, dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan
dan penggunaan sumberdaya alam secara bijaksana, demi
tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual
maupun materil.
Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua
aspek besar yang ingin dicapai, yaitu :
a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku
reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui
pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup
yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu
dan keluarganya sendiri.
b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah
kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat
dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia
secara keseluruhan.
Secara lebih terinci tujuan operasional PKLH sebagai
program pendidikan formal dan nonformal adalah untuk
mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan
perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal :
a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan
lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia
dan perkembangannya;

96 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan


dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan
lingkungan hidup;
c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang
serasi antara penduduk dan lingkungan;
d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi
berbagai masalah penduduk dan lingkungannya;
e. Rasa bertanggung jawab dan berkeinginan untuk berperan
serta dalam memecahkan masalah-masalah kependudukan
dan lingkungan hidup;
f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan
kebutuhan hidup manusia;
g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi
kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses
regenerasi.
h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan
profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan
peningkatan daya dukung sumber daya yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen
yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan
(sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar
dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu
memasukkan metode-metode yang memungkinkan untuk
berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu
dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata
memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh
individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive
the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan
pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan

Filsafat Ilmu PKLH | 97


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada


siswa untuk membangun keterampilan yang dapat meningkatkan
“kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa keterampilan yang diperlukan untuk
memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini :
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum,
menulis secara persuasif, disain grafis;
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka,
melakukan wawancara, menganalisa data;
c. Keterampilan bekerja dalam kelompok (group process):
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
dapat mempermudah pencapaian keterampilan tingkat tinggi
(higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis;
b. berfikir kreatif;
c. berfikir secara integratif;
d. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang
bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh
sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan
kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai
dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan
yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable
Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004,
telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan
satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling
memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :

98 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

a. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin
ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang
berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi
bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha,
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri,
dan Perdagangan.
b. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat
dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi
yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan,
Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat
perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil,
Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan
pengawasan.
c. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang
berkaitan dengan hal ini adalah : (1) Pengelolaan
sumberdaya air, (2) Pengelolaan sumberdaya lahan, (3)
Pengelolaan sumberdaya udara, (4) Pengelolaan
sumberdaya laut dan pesisir, (5) Energi dan sumberdaya
mineral, (6) Konservasi satwa dan tumbuhan langka,
keanekaragaman hayati, dan (7) Penataan ruang Kesadaran
subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi
dialektis yang terkristal dalam diri manusia dalam
hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan
yang harus dipahaminya.

Filsafat Ilmu PKLH | 99


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

Memandang kedua fungsi dialektika semacam itu, akan


menghindarkan keterjebakan ke dalam kondisi kerancuan berfikir.
Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti
subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi
hubungan dialektis tersebut tidak berarti persoalan mana yang
lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus
melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya,
yakni: Pengajar, Pelajar (peserta didik), dan Realitas dunia. Unsur
pengajar dan peserta didik adalah subyek yang sadar (cognitive),
sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari
(cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak
terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini. Dengan kata
lain, bahwa langkah awal yang paling menentukan dalam upaya
pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu
“mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada
dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan
proses pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian maka proses penyadaran merupakan
proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia
kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti atau stagnan, ia
senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari
satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif”
sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai
tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya
kesadaran” (the consice of the consciousness). Joseph Cornell,
seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan
permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami
psikologi ini. Sekitar tahun 1979 Joseph mengembangkan konsep
belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan
disusun sedemikian rupa untuk menciptakan sinkronisasi proses
belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian

100 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada


saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar. Aspek-aspek
yang perlu diperhatikan adalah :
a. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat,
kagum, puas, dan bangga;
b. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga
keseimbangan aspek-aspek yang lain;
c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok;
d. Aspek sensorik dan motorik, bergerak dan merasakan
melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin;
e. Aspek lingkungan: suasana ruang atau lingkungan.
Dengan adanya pengenalan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup tersebut, diharapkan manusia bisa lebih bijak di
dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang ada.
Sekaligus dapat menanamkan pada setiap individu khususnya
peserta didik dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku rasional serta
bertanggung jawab terhadap berbagai aspek kehidupan manusia
khususnya hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Khususnya pada realitas kehidupan yang
mengharuskan pemenuhan kehidupan manusia akan sumber daya
alam, alternatif utama sekarang ini yang bisa digunakan untuk
menjawab permasalahan itu adalah Pembangunan yang
berkelanjutan. Prinsip-prinsip menuju masyarakat yang
berkelanjutan yaitu merubah paradigma masyarakat dari
mentalitas frontier menjadi mentalitas masyarakat yang
berkesinambungan dan berusaha :
1) Menghormati dan melindungi komunitas kehidupan.
2) Memperbaiki kualitas hidup manusia.
3) Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi.

Filsafat Ilmu PKLH | 101


Bab-2 : Eksistensi & Esensi PKLH

4) Menghindari pemborosan sumber-sumber daya yang


tak terbarukan.
5) Berusaha tidak melampaui batas kapasitas daya dukung
bumi.
6) Mengubah sikap dan gaya hidup orang.
Disamping itu melakukan pengenalan terhadap ciri-ciri dari
etika lingkungan yang berkelanjutan, menurut Chiras adalah
sebagai berikut :
1) Sumber alam di bumi adalah terbatas.
2) Manusia adalah bagian dari alam.
3) Manusia harus bijaksana dan membantu alam untuk
dapat melangsungkan hidupnya.
Selanjutnya konsep dasar tentang Pembangunan
Berkelanjutan akan diuraikan lebih terperinci bada bagian lain
dalam buku ini.

102 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

BAB – III
PKLH SEBAGAI SUATU
ILMU PENGETAHUAN

Filsafat Ilmu PKLH | 103


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

3.1. Prolog – Epilog.


Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu
bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya mungkin
bertanya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu? Tentu
saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa pengetahuan
bermain gitar itu bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga
sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua
manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan
serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat
transcendental yang menjorok ke luar batas pengalaman
manusia dapat disebut ilmu? Tentu jawabnya adalah “bukan”,
sebab hal itu termasuk dalam agama (Jujun S. Suriasumantri, 2000).
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan
kita , sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian
objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan
agama memasuki pula daerah penjelajahan yang bersifat
transcendental yang berada di luar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa
menjawab pertanyaan kepada siapa saja, seperti kalau kita
sesat jalan dan bertanya kepada seseorang yang kebetulan
nongkrong di tikungan. Bagaimana kalau kita ingin ke surga malah
ditunjukkan ke neraka ( Jujun S. Suriasumantri, 2000).
Jadi setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu
dipertanyakan dan dikritisi oleh dirinya sendiri maupun oleh orang
lain. Ketika pengetahuan yang dimilikinya adalah pengetahuan
tentang “apa” atau “apanya” yang perlu diketahui maka
jawabannya ada pada “Ontologi” dari pengetahuan itu sendiri.
Sedangkan pertanyaan “bagaimana” cara menemukannya atau
“metode apa” yang dipergunakan oleh kita untuk menemukan dan
memperoleh pengetahuan itu adalah kajian “Epistemologi”.
Selanjutnya pertanyaan apa “kegunaan” dari pengetahuan itu bagi
104 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

manusia, dan makhluk lainnya, termasuk lingkungan dimana


manusia berada, disebut kajian “Aksiologi”.
Seperangkat “alat” yang diperlukan untuk menangkap
fenomena alam, fakta realitas empiris, dan realita metafisika,
antara lain adalah: Indera, naluri, akal , intuisi, dan hati nurani.
Pencapaian manusia pada tingkat tertinggi dalam menangkap
kebenaran fenomena tersebut, Al-Ghazali menyebutnya dengan
akselerasi atau penanjakan (Mi’raj) nya manusia yang
berpengetahuan yaitu menghambakan diri kepada Nya, sehingga
terbuka pintu kebenaran, tergenggam kunci pembuka hal yang di
luar jangkauan empiris dan rasional yaitu Metafisika. Maslow
menamakan Motive Self Transcendental (Nadiroh: 2011).
Jadi jelaslah terlihat bahwa suatu pengetahuan dapat disebut
sebagai ilmu jika diuraikan secara sistematis tentang “keberadaan”
pengetahuan tersebut, “bagaimana cara” memperolehnya, dan
“nilai kegunaannya” bagi manusia dan sekitar seluk beluknya.
Konsep dasar tentang keberadaan ini dijelaskan dalam buku
Filsafat Ilmu : sebuah pengantar popular (Jujun S. Suriasumantri :
2000), Descartes mengemukakan bahwa Cogito ergo sum! (saya
berpikir maka saya ada!), sedangkan Locke menganggap bahwa
pikiran manusia pada mulanya dapat diibaratkan sebuah lempeng
lilin yang licin (tabularasa) di mana pengalaman indera kemudian
melekat pada lempeng itu, yang dapat menimbun dan
mengakumulasi sampai pada tingkatan pengalaman indera yang
kompleks dan lengkap. Namun berbeda dengan Berkeley yang
terkenal dengan pernyataan, “To be is to be perceived” yaitu ada
adalah disebabkan oleh persepsi.
Untuk mengurai benang kusut tentang “keberadaan”
pengetahuan, bagaimana cara memperolehnya dan kegunaannya
bagi manusia dan sekitar seluk beluknya, maka perlu

Filsafat Ilmu PKLH | 105


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

diuraikan beberapa persoalan yang dipikirkan dan dipelajari secara


mendalam (Nadiroh, 2011), yaitu berikut ini:
1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence).
Persoalan keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan
cabang filsafat metafisika.
2. Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran
(truth). Pengetahuan ditinjau dari isinya bersangkutan
dengan cabang filsafat epistemologi. Sedangkan kebenaran
ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang
filsafat logika.
3. Persoalan nilai-nilai (values). Nilai-nilai dibedakan menjadi
dua, nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai
keindahan, nilai-nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan
dengan cabang filsafat etika. Nilai-nilai keindahan
bersangkutan dengan cabang filsafat estetika.
Berdasarkan ketiga persoalan di atas maka sangat penting
dibahas tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi dari suatu
pengetahuan atau pengetahuan ilmiah.
Apabila dipandang dari sudut filsafat umum, maka pengetahuan
dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah :
1. Pengetahuan langsung (immediate);
Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung
yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan
pikiran. Kaum realis (penganut paham Realisme)
mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya
dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu
sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan
dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya
seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan
beberapa individu manusia. Namun, apakah perasaan ini

106 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali belum


pernah dikenal dimana untuk sekali meilhat kita langsung
mengenalnya sebagaimana hakikatnya?. Apabila kita sedikit
mencermatinya, maka akan nampak dengan jelas bahwa hal
itu tidaklah demikian adanya.
2. Pengetahuan tak langsung (mediated);
Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh
interpretasi dan proses berpikir serta pengalaman-
pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-
benda eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran
dan pencerapan pikiran kita.
3. Pengetahuan indrawi (perceptual);
Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih
melalui indra-indra lahiriah. Sebagai contoh, kita
menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek
ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan
akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan
bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media
indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti
klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui
lewat indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan
indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh,
seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek
eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan (seperti
mata, telinga, dan lain-lain), dan pikiran yang mengubah
benda-benda partikular menjadi konsepsi universal, serta
faktor-faktor sosial (seperti adat istiadat). Dengan faktor-
faktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan
indrawi hanya akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah.
4. Pengetahuan konseptual (conceptual);
Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari
pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung
Filsafat Ilmu PKLH | 107
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang


objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa
berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan
konsepsi saling berpengaruh satu dengan lainnya dan
pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas pikiran.
5. Pengetahuan partikular (particular);
Pengetahuan partikular berkaitan dengan satu individu,
objek-objek tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya
ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu,
maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular
itu sendiri.
6. Pengetahuan universal (universal).
Pengetahuan universal mencakup individu-individu yang
berbeda. Sebagai contoh, ketika kita membincangkan
tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti
Muhammad, Ali, Hasan, Husain, dan lain-lain), ilmuwan
yang mencakup segala individunya (seperti ilmuwan fisika,
kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi
semua indvidunya (seperti gajah, semut, kerbau, kambing,
kelinci, burung, dan yang lainnya).

Dalam filsafat Islam, pengetahuan itu hanya dibagi dua, yakni ;


1. Ilmu Hudhuri.
2. Ilmu Hushuli.
Dengan berdasarkan pada pembagian pengetahuan di atas,
apabila kita ingin menyingkronkan pembagian pengetahuan
menurut filsafat Islam, maka pengetahuan langsung (immediate)
tersebut sama halnya dengan pengetahuan Hudhuri. Sedangkan
pengetahuan tak langsung (mediated), pengetahuan indrawi,
pengetahuan konseptual, pengetahuan partikular, pengetahuan
universal tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan Hushuli.

108 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian


tertentu. Dari sudut pandang filsafat ilmu, suatu pengetahuan
dapat dikategorikan sebagai limu apabila memenuhi ketiga unsur
pokok dari suatu ilmu, yaitu ontologi (memiliki objek studi),
epistomologi (memiliki metoda kerja) dan aksiologi (memiliki nilai
kegunaan). Berikut Penjelasan lebih lanjut mengenai tiga unsur
pokok suatu ilmu yaitu:
1) Dari sudut Ontologi, bidang studi yang bersangkutan harus
mempunyai objek studi yang jelas. Objek yang dijadikan
bahan studi hendaknya dapat diidentifikasikan, dapat diberi
batasan-batasan, dapat diuraikan sifat-sifatnya yang
esensial. Objek studi itu hendaknya tidak identik dengan
objek studi dari ilmu lain, bukan pinjaman dari ilmu lain. Ia
haruslah mandiri, bernilai geeigend bagi ilmu yang
bersangkutan saja.
2) Dari sudut epistomologi, bidang studi yang bersangkutan
hendaknya mempunyai pendekatan dan metodologinya
sendiri mengenai bagaimana atau dengan cara-cara apa
ilmu itu disusun, dibina dan dikembangkan. Sudah
sepantasnya bahwa pendekatan dan metode-metode yang
digunakan cocok dengan sifat-sifat hakiki dari objek
studinya sendiri.
3) Dari sudut aksiologi, bidang studi yang bersangkutan
hendaknya dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-
hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-konsep
dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren.
Di dalam teori atau konsep-konsep itu tidak terdapat
kekacauan atau kesemrawutan pikiran atau pertentangan
kontradiktif di antara satu dengan lainnya.

Filsafat Ilmu PKLH | 109


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Lebih lanjut syarat-syarat agar suatu ilmu menjadi ilmu yang


berdiri sendiri, maka ia harus memiliki:
1) Objek tertentu (Objek material beberapa ilmu bisa sama
tetapi objek formal setiap ilmu tidak mungkin sama).
2) Metode/cara kerja (deduksi, induksi, eduksi) tertentu.
3) Tersusun sistematis
4) Uraiannya logis
5) Bersifat universal
6) Pengertian-pengertian khusus
7) Masyarakat ahli/pakar ilmu tersendiri.
Terkadang makna dari ilmu dan pengetahuan hampir sama
persis, namun ada beberapa hal yang membedakannya. Pada
dasarnya ilmu (science) lebih cenderung merupakan suatu
akumulasi, kesatuan, keseluruhan dari kebenaran-kebenaran
utama yang teratur (pengetahuan) yang bersifat empiris dan
rasional. Berikut definisi pengetahuan sehingga dapat lebih
memperjelas perbedaan makna kedua istilah antara ilmu dan
pengetahuan. Istilah pengetahuan dalam keseharian memiliki
konsep “Knowledge”, bukan termasuk dalam konsep “science”.
Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala yang diketahui dan
diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman (knowledge).
Menurut ahli sosiologi, Soekanto (1975) mendefinisikan
pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan
kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions) dan penerangan-
penerangan yang keliru (mis informations).
Selain dapat dimaknai dengan masing-masing maknanya,
secara satukesatuan dapat dilapalkan yakni ilmu pengetahuan. Jika
secara utuh dilapalkan, ilmu pengetahuan mempunyai makna
sebagai pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis

110 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

dengan menggunakan kekuatan fikiran, pengetahuan mana selalu


dapat diperiksa dan ditelaah dengan kritis oleh setiap orang lain
yangingin mengetahuinya. Dari pernyataan di atas, dapat ditarik
intisarinya bahwa unsur-unsur dari satu kesatuan makna ilmu
pengetahuan adalah:
1) Pengetahuan (knowledge)
2) Tersusun secara ilmiah, sistematis
3) Menggunakan pemikiran
4) Dapat ditelaah secara kritis oleh orang lain atau umum
(objektif).
Berbagai uraian di atas nampak ilmu pengetahuan
merupakan produk budaya manusia. Banyak pengalaman,
tantangan, masalah selalu mengintai manusiadalam perjalanan
hidupnya menjadi terakumulasi dalam suatu bentuk pengetahuan
yang kemudian secara ilmiah dan sistematis menjadi ilmu. Pada
akhirnya terbentuk suatu alat, benda yang berwujud, hasil dari
intisari suatu ilmu pengetahuan. Suatu bentuk tersebut dapat
membantu memudahkan manusia dalam setiap kegiatannya yang
disebut teknologi.

3.2. PKLH dari Sudut Pandang Ontologi


Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek
ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu.
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya
hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman
manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan
pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens Bagus;

Filsafat Ilmu PKLH | 111


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

ontologi menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam


semua bentuknya. Ontologi adalah hakikat yang ada yang
merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan
dan kebenaran. Ontologi menurut Anton Bakker (1992) merupakan
ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh.
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya
diuraikan/ditelaah secara :
a) Metodis; Menggunakan cara ilmiah, berarti dalam proses
menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan
metode tertentu, tidak serampangan.
b) Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur
dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha menemukan
kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh,
menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur dan
terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.
c) Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh
mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap bagian
dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang
saling terkait dan berkesesuaian (konsisten).
d) Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar
(logis)
e) Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut
pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara
keseluruhan (holistik)
f) Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g) Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang
berlaku di mana saja.
Setiap bidang ilmu pengetahuan masing-masing memiliki
objek tertentu, yang secara filsafati dapat dibedakan atas dua
macam objek (Mudhofir Supriyanto, 2005), yakni :

112 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Objek material: adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran


pemikiran, sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang
dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia,
tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-
nilai, dan kerohanian.
Objek formal: adalah cara memandang, cara meninjau yang
dilakukan oleh peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-
prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak
hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang tertentu, sehingga
menimbulkan ilmu yang berbeda-beda.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa ontologi
ilmu terbatas pada ruang kajian keilmuwan yang bisa dipikirkan
manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera
manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan
pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaah
yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan
manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka)
menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu adalah
bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan
dan di pelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema
dunia dan isinya.
Dalam kajian dan perenungan tentang keberadaan
lingkungan hidup dan interaksinya dengan kehidupan manusia yang
saling “take and give”, penulis melihat paling tidak ada empat
prinsip utama yang memperlihatkan pentingnya manusia untuk
memahami lingkungan hidupnya, antara lain :

Filsafat Ilmu PKLH | 113


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature)


Sikap hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar
bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai
kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama
(kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas
ekologis harus menghargai dan menghormati setiap
kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta
mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan
integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup manusia
ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai
kewajiban untuk menjaga keberadaan, kesejahteraan, dan
kebersihan keluarga, setiap anggota komunitas ekologis juga
mempunyai kewajiban untuk menghargai dan menjaga alam
ini sebagai sebuah rumah tangga. Hal ini ditegaskan Allah Swt
dalam QS Al-Anbiya, ayat 107 :
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature)
Konsekuensi yang muncul dari prinsip sikap hormat terhadap
alam di atas adalah rasa tanggung jawab secara moral
terhadap alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah
(penanggung jawab) di muka bumi dan secara ontologis
manusia adalah bagian integral dari alam. Tanggung jawab ini
diemban oleh umat manusia berdasarkan firman Allah Swt
dalam QS Al Baqarah, ayat 30 :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi”.

114 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)


Implikasi positif yang sangat diharapkan untuk tumbuh dan
berkembang pada diri manusia ketika telah memiliki kedua
prinsip moral di atas, adalah munculnya prinsip solidaritas
terhadap alam (cosmic solidarity). Sama halnya dengan
kedua prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan
bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta.
Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia
mempunyai kedudukan sederajat dan setara dengan alam
dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini akan
membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider,
perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama
makhluk hidup lain.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring
For Nature)
Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara,
manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan
melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa
diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan
kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai
sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti,
dan dirawat. Prinsip modal mengasihi alam semacam ini
sangat relevan dengan ajaran Islam, sebagaimana dimuat
dalam sebuah Hadist shahih yang diriwayatkan
oleh Shakhihain :
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang
menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian
buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang

Filsafat Ilmu PKLH | 115


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah


untuknya”. Pada hadist lain dijelaskan, bahwa : Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Jauhilah dua perbuatan yang
mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, ”Apakah
dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi
menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau
di tempat berteduh manusia”.

Dengan pemahaman tentang perlunya prinsip moral dimiliki


manusia dalam menyikapi alam lingkungan, maka perlu kita
ketahui apa saja yang menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut
sebagai agen moral. Yang dapat disebut sebagai agen moral adalah
sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan
atau kebajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki
kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk
mempertanggung-jawabkan tindakannya. Yang lebih penting lagi
adalah; agen moral dapat memberikan penilaian yang benar dan
salah; dapat diajak dalam proses delibrasi moral; dan dapat
menentukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah
disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mungkin kita akan
berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki
oleh manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah
pendapat semacam itu benar seluruhnya?
Dugaan bahwa seluruh kapasitas sebagai agen moral di atas
hanya dimiliki oleh manusia tidaklah seluruhnya benar. Dalam
kenyataan ada juga pengecualian-pengecualian yang dapat menjadi
halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya
adalah anak-anak yang masih berada di bawah umur dan mereka
yang mengalami cacat mental. Anak-anak dan mereka yang
mengalami cacat mental jelas-jelas adalah manusia. Akan tetapi,
mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka
116 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang


permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan
yang melanggar nilai-nilai moral tidak dapat dikenakan sanksi.
Dilain pihak sekelompok berang-berang yang membuat tanggul
sehingga tercipta genangan yang menjadi lingkungan hidup yang
sangat kondusif untuk berbagai binatang air lainnya dan dapat
menjamin kelangsungan hidupnya, tidak dapatkah dikatakan
sebagai agen moral terhadap lingkungan?
Apabila kita kembali melihat kriteria agen moral, dapat
disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain bukan manusia yang
memiliki kapasitas sebagai agen moral. Bukan tidak mungkin bahwa
makhluk non-human memiliki kapasitas-kapasitas yang telah
disebutkan di atas sebagai kriteria untuk menjadi agen moral.
Semut dan lebah pekerja yang bekerja dengan giat dan penuh rasa
tanggungjawab untuk mengumpulkan makanan dan madu demi
kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai
agen moral jika diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas
bahwa dapat berbuat baik dan bertanggungjawab. Begitu juga
halnya dengan tanaman; pohon pisang yang rela menghasilkan
buah bukan demi untuk dirinya sendiri tetapi demi kebaikan entah
bagi manusia atau makhluk yang lain pun juga tidak dapat diingkari
keberadaanya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang
juga memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya
sebagai agen moral.
Pendekatan etika life-centered sepertinya adalah salah satu
pendekatan etika yang paling cocok untuk pengembangan prinsip
modal terhadap lingkungan hidup jaman ini. Pendekatan tersebut
kiranya juga memberikan kondisi yang sangat mendukung untuk
makhluk non-human yang kerapkali diabaikan oleh manusia.
Dengan pendekatan yang sama terbuka juga kemungkinan untuk
membangun prinsip-prinsip dasar moral lingkungan hidup.

Filsafat Ilmu PKLH | 117


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Dalam pembicaraan kita sebelumnya disebutkan bahwa


prinsip-prinsip moral berupa sikap baik, keadilan dan hormat
terhadap diri sendiri adalah prinsip-prinsip yang rasanya kurang
memadai untuk mengatur hubungan manusia dengan makhluk
non-human. Oleh karena itu, mungkin ada baiknya jika prinsip-
prinsip dasar tersebut dikembangkan lebih luas. Artinya, prinsip
sikap baik dan rasa tanggungjawab tidak hanya dibatasi dan
diberlakukan antar sesama manusia tetapi diperluas hingga
mencakup makluk non-human dan seluruh unsur yang terdapat di
alam semesta. Begitu juga dengan prinsip hormat terhadap diri
sendiri. Kiranya prinsip tersebut dapat diperluas jangkauanya
menjadi prinsip yang bukan hanya dimaksudkan untuk
menghormati diri sendiri semata tetapi juga untuk sesama,
makhluk hidup non-human dan seluruh ansur yang terdapat di
dalam alam semesta seperti yang semestinya terjadi untuk prinsip
sikap baik dan tanggungjawab.
Pilihan untuk memperluas cakupan prinsip-prinsip moral
tidak dimaksudkan untuk menambah kerepotan manusia dalam
bersikap baik, bertanggug jawab dan berlaku hormat. Dalam
penjelasan sebelumnya telah dikatan bahwa makhluk selain
manusia pun dalam arti terterntu memiliki hak dan kewajiban yang
sama sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Kalau pun
terjadi bahwa makhluk selain manusia terbukti tidak dapat dituntut
untuk bertanggung jawab, adalah kewajiban kita sebagai manusia
untuk paling tidak memberikan hak semestinya bagi mereka.
Perluasan prinsip moral yang sudah kita sebutkan di atas
pada akhirnya dapat disebut sebagai kajian bidang moral tersendiri.
Bidang yang dimaksud di sini adalah bidang moral lingkungan hidup.
Moral lingkungan hidup seringkali dilukiskan sebagai ‘evolusi
alamiah dunia moral’. Maksudnya, dunia moral lambat laun
semakin memperhatikan jagat rasa dan masalah-masalah ekologis.

118 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Sebelumnya dunia moral hanya memperhatikan hubungan sosial


antarpribadi dan kemudian hubungan atara perseorangan dengan
seluruh masyarakat. Namun ternyata dalam perjalanan waktu
pendekatan moral semacam itu tidak memadai dan perlu diperluas.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
yang pada mulanya merupakan dua program pendidikan terpisah
dan berbeda tujuannya, namun banyak persamaan dalam hal objek
kajiannya. Pendidikan Kependudukan meletakkan sasaran
utamanya pada perubahan sikap dan perilaku terhadap masalah
“reproduksi dan persebaran” penduduk secara rasional dan
bertanggung jawab. Sedangkan Pendidikan Lingkungan Hidup
meletakkan sasaran utamanya pada upaya perubahan sikap dan
perilaku terhadap masalah “pengelolaan sumber daya alam” secara
rasional dan bertanggung jawab. Jika kedua sasaran tersebut di atas
dikaji lebih mendalam, nampak bahwa sasaran kedua program
pendidikan di atas akan bermuara pada titik yang sama, yaitu
“upaya peningkatan kualitas hidup penduduk dalam arti yang luas”
(Maftuchah Yusuf dkk, 1989).
Kesamaan objek dari kedua program pendidikan tersebut
adalah bahwa kedua-duanya mengkaji dinamika kependudukan
dan integrasi perilakunya (manusia) terhadap lingkungan sosial,
ekonomi dan fisiknya (Maftuchah Yusuf dkk, 1989).
Dengan demikian persoalan keberadaan (being) atau
eksistensi (existence) dari PKLH sebagai ilmu secara ontologis dapat
dikukuhkan dengan adanya objek kajiannya yang sangat essensial
dan subtantif, yaitu berupa “dinamika kependudukan dan perilaku
manusia terhadap lingkungan hidup”.
Untuk lebih memperkuat landasan ontologis dari PKLH, dapat
disimak pada definisi PKLH yang dirumuskan dalam Rapat
Pengkajian Pedoman Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan

Filsafat Ilmu PKLH | 119


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Hidup pada tanggal 25 – 27 Januari 1984 (Maftuchah Yusuf dkk,


1989), sebagai berikut :
PKLH adalah “suatu program pendidikan untuk membina
anak didik memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan perilaku
yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh
timbal-balik antara penduduk dengan lingkungan hidup
dalam berbagai aspek kehidupan manusia”.

3.3. PKLH dari Sudut Pandang Epistemologi


Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan
dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya
berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa
hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi
manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana
pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah
baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi
matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.
Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam
niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-
permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada
dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya
mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat
memahami dan menyadari bahwa:
1. Hakikat itu ada dan nyata;
2. Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3. Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami;
Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas
hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-

120 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan


pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru,
misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa
hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada
dan semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka?
Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini
bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian
dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya? Apakah kita
yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu? Sangat
mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk
mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat
khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang
terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di
antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia? Persoalan-
persoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan
sebelumnya, yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada
suatu asumsi bahwa hakikat itu ada, akan tetapi pada persoalan-
persoalan terakhir ini, keberadaan hakikat itu justru masih menjadi
masalah yang diperdebatkan.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan
teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan
warna-warna yang berbeda, lantas iameneliti benda-benda
tersebut dengan melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan
tentangnya. Dengan perantara teropong itu sendiri, ia berupaya
menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang
dilihatnya. Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya: Dari
mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam
menampilkan warna, bentuk, dan ukuran benda-benda tersebut?
Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu

Filsafat Ilmu PKLH | 121


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

memiliki ukuran besar atau kecil?. Keraguan-keraguan ini akan


semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan
oleh teropong. Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan
keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong. Dengan
ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas
eksternal, akan tetapi, yang dipersoalkan adalah keabsahan
teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat
benda-benda yang jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsi-
persepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran, kualitas pencerapan
pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran
hasil pikiran, dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra
mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal, masih merupakan
persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang
kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki
dan kenyataan eksternal, dan terkadang kita membahas tentang
ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra.
Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan demikian, dapat juga dirumuskan bahwa definisi
epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan
membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur,
keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan
pengetahuan manusia.
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat
penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya
pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau
paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang
terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat a priori atau a
posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi
tanpa melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun
pengalaman batin. Adapun pengetahuan a posteriori adalah
122 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan


demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
(Abbas Hamami M.,1982).
Beberapa alat yang digunakan untuk mengetahui terjadinya
suatu pengetahuan adalah :
1. Indera (Empirisme)
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau
lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang
paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera
penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui
warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran
(telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam
suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan
bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat
kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan
indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui
suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya
empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada
alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau
bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan
aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John
Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai
kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan
mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-
satunya pengetahuan yang benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada
indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus,
penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang

Filsafat Ilmu PKLH | 123


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air


terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh
terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar.
Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita
dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang
sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan
indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2. Akal (Rasionalisme)
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik
bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu
menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang
bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan
bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit.
Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya
menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat
pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum
dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing
tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing
garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan
lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan
diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu,
penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh
kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas,
kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional,
logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-
sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal
adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar,
disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene

124 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis


umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera
sebagai semu, palsu, dan menipu.
3. Hati atau Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak
diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga
yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi
muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam
kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-
analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja
tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika
diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah
jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur,
saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun
pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun
tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan
hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras
mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah
memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan,
lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau
bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul.
Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau
suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya
berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun
menemui jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal,
yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal
ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini,
menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak

Filsafat Ilmu PKLH | 125


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang


sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau
noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari
benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami
sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa
ada jarak antara subjek dan objek.
Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi
(meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan)
membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari
kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-
pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni
pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung,
bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa
cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan
salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi
orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa
merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan
atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman
menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling
bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut
intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai
kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-
Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi
(illuminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra
(w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry
Bergson.
Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu.
Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada
manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama.
Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan
126 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis


intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang
bisa memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara
aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20,
empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya
kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat.
Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat
terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme
(iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran
yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa
a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang
mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan
intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim
atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk
memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai
sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.
4. Wahyu
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu
merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu
bukanlah buatan manusia tetapi rumusan dari Tuhan Yang
Maha Esa
Salah satu filsuf yang berpandangan bahwa filsafat sebagai
usaha mengetahui, ialah Jacques Maritain. Ia mengatakan bahwa “
Filsafat bukanlah suatu ‘kebijaksanaan’ mengenai tingkah laku atau
kehidupan praktek yang berupa perbuatan yang baik. Filsafat ialah
suatu kebijaksanaan dan sifatnya, yang pada hakekatnya berupa
usaha mengetahui”. Bagaimanakah caranya? Mengetahui dalam
arti yang paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan
kepastian dan dapat menyatakan mengapa barang sesuatu itu

Filsafat Ilmu PKLH | 127


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

seperti keadaannya dan tidak dapat lain daripada itu, artinya


mengetahui berdasarkan sebab-sebabnya. Adapun yang dimaksud
usaha untuk mengetahui di sini ialah suatu upaya untuk
mengetahui sesuatu dengan sebuah kepastian yang tidak
mengandung keraguan di dalamnya. Usaha untuk mengetahui
semacam ini, merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan
dalam mencari tahu tentang sesuatu. Yang dimaksud usaha untuk
mengetahui dengan sebuah kepastian ini ialah suatu metode yang
benar, yang dapat diterapkan dalam mencari ilmu pengetahuan
sehingga ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat dibuktikan
sebagai khasanah keilmuan yang valid (mengandung kebenaran
yang tidak diragukan).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang benar, selain
diperlukan sebuah strategi yang tepat, juga sangat membutuhkan
metode yang tepat pula. Dalam hal ini strategi dan metode yang
dipakai harus sesuai dengan obyek ilmu pengetahuaan yang dicari
baik berdasarkan sifat maupun jenisnya. Apakah berupa ilmu alam
ataupun berupa ilmu agama.
Berdasarkan uraian di atas maka terlihat pentingnya
‘metode mencari ilmu penegetahuan’ ialah untuk menentukan tata
cara yang benar dalam rangka mencari ilmu pengetahuan yang
benar-benar valid dan dapat dibuktikan kebenarannya.
Metode mencari ilmu pengetahuan, yaitu cara dan/atau
usaha yang digunakan dalam mencari ilmu pengetahuan. Metode
yang dipakai dalam mencari ilmu pengetahuan hendaknya juga
merupakan metode yang efektif agar ilmu pengetahuan yang
diperoleh benar-benar ilmu pengetahuan yang tidak lagi diragukan
kebenarannya. Sebab diusahakan dengan cara yang benar. Adapun
kebenaran yang dimaksud ialah kebenaran yang tegas dan pasti.
Sebab kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu.

128 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Landasan epistemologis suatu ilmu mejelaskan proses dan


prosedur yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa
ilmu serta hal-hal yang harus diperhatikan agar diperoleh
pengetahuan yang benar, menjelaskan kebenaran serta kriterianya,
dan cara yang membantu mendapatkan pengetahuan. Dalam
menjelaskan masalah kebenaran pengetahuan, pengetahuan yang
benar menurut kajian dalam epitemologis ialah pengetahuan yang
telah memenuhi unsur-unsur epistemologis yang dinyatakan secara
sistematis dan logis.
Menurut Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani
dalam buku Filsafat Umum, mengatakan bahwa ”pengetahuan
diperoleh dengan tiga cara, yaitu dari gagasan dalam pikiran atau
ide, pengalaman, dan intuisi”. Sedangkan menurut Yuyun S.
Suryasumantri (2001) pada dasarnya ada dua cara yang pokok bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar : Pertama
adalah mendasarkan diri kepada rasio; dan Kedua mendasarkan diri
kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan apa yang
kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang
mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham
yang disebut dengan empirisme. Pendapat ini sejalan dengan
epistemologi dalam pemikiran Barat, yang bermuara dari dua
pangkal padangannya, yaitu rasionalisme dan empirisme yang
merupakan pilar utama metode keilmuan (scientific method), dan
pada gilirannya kajian epstemologis tersebut dapat membuka
perspektif baru dalam ilmu pengetahuan yang multi-dimensional.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula
atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas)
pengetahuan. Selain itu telah dinyatakan pula bahwa di dalam
kajian filsafat pendidikan secara garis besarnya epistemologi ilmu
pendidikan dibagi atas dua bagian, yaitu : (1) Objek Formal Ilmu

Filsafat Ilmu PKLH | 129


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Pendidikan, yang membahas tentang pendidikan, dan dapat


diartikan secara maha luas, sempit, dan luas terbatas; (2) Objek
Material Ilmu Pendidikan, yang terdiri atas; (a) pendidikan sebagai
suatu sistem, dan (b) pendidikan seumur hidup (life long education).
Menurut Hammado (2012), bahwa epistemologi sebagai
“teori pengetahuan”, berusaha menjawab pertanyaan ”bagaimana
cara mendapatkan pengetahuan mengenai suatu obyek”. Selain itu
di dalam PKLH : sebagai pegangan pengajar (Maftuchah Yusuf dkk,
1989), menyatakan bahwa PLKH merupakan ilmu yang
menggunakan pendekatan multi-disiplin.
Oleh karena itu maka pendekatan ilmiah yang dipergunakan
di dalam mengembangkan ilmu PKLH dengan sendirinya juga dapat
menggunakan berbagai ragam metode ilmiah, berdasarkan ke-
multi-an dari interaksi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan di dalam
kajian (study) PKLH itu sendiri. Dengan kata lain bahwa PKLH
merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat terbuka terhadap
penerapan berbagai ragam metode ilmiah yang biasa dan bisa
diterapkan di dalam berbagai bidang ilmu yang menjadi nara
sumber terhadap ilmu PKLH.
Kebijakan pelaksanaan pembangunan yang semula
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
ternyata hanya dapat mensejahterakan sekelompok kecil
masyarakat. Ironisnya, kegiatan pembangunan ini justru lebih
banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat akibat penurunan
kualitas lingkungan. Atas pertimbangan inilah, badan internasional
PBB dalam laporannya “our common future” mendeklarasikan
konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
yang berdimensi moral. Permasalahannya, bagaimana merubah
keyakinan, sikap, dan perilaku tiap individu dari “tidak ramah
lingkungan” menjadi “ramah lingkungan”?

130 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

PKLH sebagai suatu program pendidikan untuk membina anak


didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang
rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik
antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek
kehidupan manusia.
Dalam bentuk pelaksanaan pengenalan program Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia
sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya
jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada
Fakultas Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FPS-
IKIP) Jakarta. Yang sekaligus merupakan bentuk respon sektor
pendidikan terhadap deklarasi PBB, sehingga semua insan
pembangunan sebagai lulusan sekolah memiliki etika lingkungan.
Implementasi program PKLH di sekolah (SD, SLTP, SMU) secara
implisit sudah diperkenalkan melalui kurikulum 1984. Setelah
sekitar 15 tahun diperkenalkan di sekolah, hasil yang dicapai belum
menggembirakan. Realita sehari-hari menunjukkan hampir semua
lulusan sekolah belum menampilkan kinerja “ramah lingkungan”.
Secara hipotetik dapat dikatakan, program PKLH jalur sekolah
“belum jalan”. Dengan logika ini, perlu dilakukan ‘pembenahan’
pada ‘tubuh’ PKLH jalur sekolah. Setelah itu, perlu dirancang dan
dibuat kemasan baru program PKLH, baik dari ‘kemasan konsepsi’
maupun dari ‘kemasan implementasi’.
Dari lokakarya UNESCO di Bangkok tentang kependudukan
dan lingkungan pada tahun 1970 disepakati batasan pendidikan
kependudukan sebagai suatu program kependidikan yang
menyediakan kajian tentang situasi kependudukan dalam keluarga,
masyarakat, bangsa dan dunia, dengan maksud untuk
mengembangkan sikap dan perilaku yang rasional dan bertanggung
jawab terhadap situasi kependudukan yang dihadapi. Sedangkan
Otto Soemarwoto (1997) mendefinisikan lingkungan hidup sebagai

Filsafat Ilmu PKLH | 131


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda


hidup dan benda tak hidup. Sementara itu, menurut Nothern Illionis
University, pendidikan lingkungan hidup adalah proses
mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk
membina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk
memahami dan menghargai antarhubungan manusia, kebudayaan,
dan lingkungan fisiknya (Muhammad Zainal Abidin, 2010).
Dari batasan ini tersirat makna bahwa sasaran PKLH
berdimensi tidak hanya pemahaman (kognitif) manfaat perlunya
keseimbangan/keselarasan hubungan antara manusia, hewan,
tumbuhan, dan benda tak hidup yang ada di bumi, tetapi juga
menyentuh dan malah lebih penting yaitu dengan peningkatan
sikap dan nilai positif terhadap permasalahan kependudukan dan
lingkungan, sehingga mendorong peserta didik melakukan
beberapa aksi dalam bentuk perbuatan langsung.

3.4. Aksiologi PKLH


Pendidikan Konservasi adalah sebuah program yang
dikemas dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
masyarakat agar lebih sadar dan lebih perhatian mengenai
lingkungan dan permasalahan serta hubungan timbal baliknya.
Tingkat pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi untuk
bekerja dan memecahkan masalah saat itu dan mencegah
timbulnya permasalahan yang baru. Program Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup menyangkut skala yang
sangat luas, sehingga perlu partisipasi dan kerjasama berbagai
pihak, agar hasilnya optimal dan bebas konflik. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak terhadap
lingkungan melalui kegiatan teori dan praktek dalam bentuk teori,
diskusi, permainan, serta observasi lapangan dan menanamkan

132 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

nilai-nilai konservasi alam dan lingkungan sedini mungkin pada


siswa dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap konservasi
alam dan lingkungan sejak dini.
Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika
moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan
hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara
manusia dan mahluk hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia,
kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang
sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi
perhatian moral manusia (Isquo); Kesalahan terbesar semua etika
sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai
hubungan antara manusia dengan manusia (Albert Schweitzer).
Dalam perkembangan selanjutnya, etika lingkungan hidup
menuntut adanya perluasan cara pandang dan perilaku moral
manusia, yaitu dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta
sebagai bagian dari komunitas nilai-nilai moral.
1. Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling
menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan
yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung
atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan
mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam
semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh
menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya
alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam
hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak
mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Filsafat Ilmu PKLH | 133
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

2. Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika
lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering
disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan.
Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang
antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya
pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan
etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada
biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang
hidup (biosentrisme), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang
pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk
mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrisme).
3. Teosentrisme
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih
memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu
hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada
teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism)
dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan.
Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan
dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita
Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan
Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia
(Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan
(Palemahan).
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku manusia dalam
berhadapan dengan alam, terdapat beberapa prinsip dalam nilai-
nilai etika lingkungan yaitu :

134 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

1. Sikap Hormat terhadap Alam


Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi
manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
2. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan
juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil
prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara
nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
3. Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan
sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup
lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan
balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi
semata-mata untuk alam.
5. Prinsip “No Harm”
Yaitu tidak merugikan atau merusak, karena manusia
mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap
alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam
secara tidak perlu
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern
harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini
alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas
kepentingan hidup manusia.

Filsafat Ilmu PKLH | 135


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

7. Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua
kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan
kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam
secara lestari.
8. Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan
keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan
dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-
buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
9. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap
dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh
untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan
sumber daya alam.

Nilai moral terhadap lingkungan hidup, akan membuatkan


manusia lebih mampu memekakan hati dan perilakunya, serta
membina generasi muda bangsa untuk patuh dan
mengembangkan etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka
peka akan kelestarian lingkungan, agar kelak Indonesia dapat
lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa
indahnya. Hutan adalah ’sahabat’ manusia, yang harus selalu
terjaga kebersamaannya dengan anak bangsa dari generasi ke
generasi.
Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan
manusia, sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu
komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dihormati,
dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap

136 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

dirinya sendiri. Integritas ini menyebabkan setiap perilaku manusia


dapat berpengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Perilaku
positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku
negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas
ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab
untuk berperilaku baik dengan kehidupan di sekitarnya. Kerusakan
alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang
anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari
alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat
dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia, hal ini
telah disinggung oleh Allah Swt dalam QS Ar Ruum ayat 41 : “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aspek


aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu
itu digunakan. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah
sosial, sehingga memiliki nilai tambah dalam kehidupan manusia.
Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak
mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit,
kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit
lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan
kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan
sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu
merupakan berkah dan penyelamat manusia?
Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak
pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak
Filsafat Ilmu PKLH | 137
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan


malapetaka. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi
yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu
pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-
kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan
membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas
nilai.
PKLH, yang merupakan suatu program pendidikan untuk
membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan
perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh
timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam
berbagai aspek kehidupan manusia.
Dari gambaran misi PKLH di atas, jelas terlihat bahwa nilai-
nilai yang menjadi muatan dan kegunaan dari PKLH sangat konkrit.
Nilai konkrit tersebut antara lain :
1. Nilai kognitif ; berupa pengetahuan yang akan dimiliki oleh
peserta didik tentang penduduk dan lingkungan hidup, serta
pengaruh timbal balik antara keduanya.
2. Nilai afektif ; yaitu tumbuhnya nilai moral berupa kesadaran,
sikap, dan responsibilitas peserta didik tentang pengaruh
timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup
dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
3. Nilai psikomotorik ; berupa tumbuhnya keinginan untuk
berperilaku nyata dan langsung dalam kehidupan sehari-
hari yang mendukung pembangunan berkelanjutan
(sustainability of development).

138 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

3.5. PKLH sebagai Ilmu Pengetahuan


Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya
bahwa suatu pengetahuan dapat disebut sebagai “ilmu”, jika dapat
diuraikan secara sistematis tentang “keberadaan” pengetahuan
tersebut (tinjauan ontologi), kemudian “bagaimana cara”
memperolehnya (tinjauan epistemologi), dan selanjutnya dapat
ditunjukkan “nilai kegunaannya” bagi manusia dan sekitar seluk
beluknya (tinjauan aksiologi).
Dari tinjauan terhadap ilmu PKLH dari berbagai aspek
filsafat, baik secara ontologi, epistemologi, maupun aksiologi yang
telah panjang lebar diuraikan di atas, maka jelas terlihat bahwa
secara philosofis PKLH tidak dapat disangkal adalah sebuah cabang
ilmu pengetahuan, yang memiliki cakupan yang cukup luas, serta
mempunyai entitas dan identitas tersendiri. PKLH bukan kumpulan
ilmu-ilmu, yang hanya menjadi keranjang teori-teori yang
berkembang pada bidang ilmu lain. PKLH memiliki objek, metode,
dan standar nilai tersendiri.
Ilmu PKLH dibutuhkan kehadirannya ketika melihat realitas
terhadap kemerosotan kualitas lingkungan kehidupan di bumi yang
berlangsung terus sampai hari ini. Bahkan lebih jauh PKLH
diharapkan menjadi “mata air” sebagai salah satu sumber ilmu
pengetahuan yang mensuplai temuan-temuan ilmiahnya kepada
bidang ilmu lain yang terkait dan tergantung dengan pemanfaatan,
penggunaan, dan pemakaian sumberdaya alam, baik yang bersifat
unrenable maupun yang bersifat renable. Eksploitasi sumberdaya
yang dilakukan secara semena-mena tanpa etika lingkungan, akan
menimbulkan malapetaka terhadap bumi dan segala isinya. Bahkan
khusus untuk Indonesia kemerosotan lingkungan secara drastis
dapat disimak melalui isu yang disinyalir World Resources Institute,
bahwa Indonesia kehilangan 72% hutan alam yang areal hutannya
menurun rata-rata 3,4 juta hektar per tahun. Kawasan hutan di
Filsafat Ilmu PKLH | 139
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

Indonesia menurun dratis dari 144 juta hektar (tahun 1950)


menjadi hanya sekitar 92,4 juta hektar (1999). Tanah, air, udara
telah tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh limbah
domestik yang berasal dari rumah hunian. Konon, sekitar 5 juta
orang terserang muntaber dan sekitar 120 juta orang (60%
penduduk) menderita cacingan akibat pencemaran air dan tanah
yang bersumber dari tinja yang berasal dari manusia itu sendiri.
Lebih jauh uraian pada bab ini menunjukkan bahwa Ilmu
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), secara
filosofis sangat memenuhi persyaratan dan kriteria sebagai suatu
bidang ilmu pengetahuan, karena sangat dibutuhkan
keberadaannya (ontologi), memiliki metode ilmiah yang sangat
kuat di dalam pengembangannya (epistemologi), dan sangat
penting manfaat dan kegunaannya dalam memberikan kesadaran
tentang perlunya harmonisasi hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungannya (aksiologi).
Landasan Ontologi PKLH, terletak pada kejelasan objek
kajian PKLH, meliputi : (a) masalah kependudukan dengan segala
parameternya; (b) masalah pencemaran lingkungan; (c) masalah
persepsi manusia terhadap kualitas lingkungan yang pada
gilirannya dapat berbicara mengenai masalah pemantauan
lingkungan, keputusan-keputusan administrasi mengenai standar
mutu air, udara dan undang-undang pelestarian lingkungan; (d)
masalah implikasi sosial dalam kaitannya dengan pelestarian
lingkungan hidup; dan (e) masalah etika lingkungan yang
menunjang tumbuh dan berkembangnya sikap serta perilaku positif
terhadap lingkungan hidup.
Landasan Epsitemologi PKLH, adalah merupakan salah satu
bidang ilmu yang sangat terbuka terhadap penerapan berbagai
ragam metode ilmiah yang biasa dan bisa diterapkan di dalam
berbagai bidang ilmu yang menjadi nara sumber terhadap ilmu
140 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-3 : PKLH sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan

PKLH, sehingga metode ilmiah dalam pengembangan ilmu PKLH


dapat bersifat multi, inter, dan intra disipliner.
Landasan Aksiologi PKLH, terletak pada nilai muatan dan
kegunaan PKLH, yang meliputi : (a) Nilai kognitif ; berupa
pengetahuan yang akan dimiliki oleh peserta didik tentang
penduduk dan lingkungan hidup, serta pengaruh timbal balik antara
keduanya; (b) Nilai afektif ; yaitu tumbuhnya nilai moral berupa
kesadaran, sikap, dan responsibilitas peserta didik tentang
pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup
dalam berbagai aspek kehidupan manusia; (c) Nilai psikomotorik ;
berupa tumbuhnya keinginan untuk berperilaku nyata dan langsung
dalam kehidupan sehari-hari yang mendukung pembangunan
berkelanjutan (sustainability of development).
Setelah meyakini bahwa PKLH merupakan suatu bidang ilmu
pengetahuan yang secara philosofis dan secara keseluruhan
memenuhi kaidah ilmiah, maka seyogianya program studi PKLH
pada perguruan tinggi tidak hanya jenjang S2 dan S3, tetapi harus
dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma (S0) untuk melahirkan
tenaga-tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan
lingkungan hidup, serta pendidikan pada jenjang Strata-1 (S1) untuk
menelorkan calon-calon pemikir dan konseptor yang handal di
bidang rekayasa kependudukan dan lingkungan hidup.

Filsafat Ilmu PKLH | 141


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

BAB – IV
DINAMIKA DAN
NILAI FALSAFAH PKLH

142 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

4.1. Dinamika Ilmu PKLH


Manusia sebagai makhluk unggul, agung dan mulia secara
kodrati menjangkau nilai-nilai alamiah (natural), budaya (kultural,
peradaban/civilization) termasuk ipteks dan filsafat; berpucak
dengan penghayatan dan pengamalan nilai agama dan Ketuhanan.
Potensi dan martabat demikian tersirat dalam firman Allah dalam
semua Kitab Suci-Nya; misalnya dalam Al Quran, terutama amanat
dan pernyataan Allah Maha Pencipta, sebagai berikut :
1. Janji kesetiaan manusia di hadapan Maha Pencipta:
“.....bukankah Aku Tuhan kamu? Jawab manusia: “Ya, kami
menjadi saksi, supaya kamu jangan mengatakan pada hari
kiamat: sesungguhnya kami lengah terhadap komitmen ini.”
(Q.S. 7: 172)
2. ...... bahwa sesungguhnya Allah yang memberikan karunia
kepadamu, wahai manusia karena Allah menunjuki kamu
kepada keimanan jika kamu orang yang benar.” (Q.S. 49: 17)
3. Amanat penciptaan manusia sebagai visi-misi kemanusiaan:
“Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya
mereka mengabdi kepadaKu.” (Q.S. 51: 56) Dan beberapa ayat
lainnya (Q.S. 2: 30, 24: 55).
4. Sesungguhnya manusia akan unggul, agung dan mulia bila
mereka setia menunaikan dan menegakkan amanat di atas,
sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran: “.....sesungguhnya
orang yang termulia diantara manusia di sisi Allah, ialah orang
yang lebih takwa....” (Q.S. 49: 13); dan beberapa ayat lainnya
(Q.S. 2: 212; 39: 9).
5. Keimanan manusia berpuncak dalam integritas dan
pengamalan (Q.S. 9: 24)
Sejarah umat manusia untuk menemukan pengetahuan yang
benar, bergulir melalui proses dialektika, yang memperlihatkan
proposisi dan postulat dengan derajat perbedaan yang sangat

Filsafat Ilmu PKLH | 143


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

beragam, dari yang memperlihatkan perbedaan secara


inkremental, hingga saling bertolak belakang secara diametral.
Tradisi keilmuan berdasarkan konsep bios theoretikos, yang
dibangun dengan menghubungkan secara erat antara teori dan
praxis (mempertautkan pengetahuan dan kepentingan), dipandang
tidak relevan bagi upaya-upaya untuk memperoleh pengetahuan
yang benar, karena pencarian pengetahuan yang benar tidak dapat
disandarkan pada pengetahuan yang diperoleh melalui ritus-ritus
keagamaan dan upacara-upacara mistis ataupun cara-cara yang
bersifat metafisik lainnya, melainkan harus dilakukan melalui ilmu
pengetahuan. Proses demitologisasi melalui pengembangan
konsep ontologi inilah, yang kemudian mengikis habis konsep bios
theoretikos, dan memberikan alternatif lain sebagai pondasi
dasarnya yaitu rasionalitas dan empirisme, menuju terbentuknya
masyarakat positif yang “ilmiah” (Jujun, S. Suriasumantri, 2000).
Melalui pengandaian-pengandaian keilmuan yang mengikuti
apa yang terdapat dalam ilmu-ilmu alam, kaum positivisme
berupaya menuju pada pemurnian ilmu pengetahuan yang
dilakukan melalui proses kontemplasi bebas-kepentingan (sikap
teoritis murni), dengan cara memisahkan secara tegas antara teori
dengan praxis (pengetahuan dengan kepentingan).
Para pemikir (rokhaniawan) di era Kebudayaan Yunani kuno,
yang berupaya membangun “pengetahuan yang benar”
berdasarkan konsep bios theoretikhos (dimana pengetahuan itu
diyakini akan diperoleh melalui serangkaian ritus keagamaan),
kemudian digantikan oleh konsep ontologi yang lahir sebagai upaya
para filosof Yunani (Kelompok pemikir yang kemudian
bermetamorfosis menjadi madzhab positivisme), yang lebih
mengutamakan kekuatan dan kemampuan rasio dan pengamatan.

144 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu


dibandingkan dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat
dikatakan berkembang dengan sangat cepat (dinamis). Salah satu
faktor yang mendorong perkembangan yang dinamis ini adalah
faktor sosial dari komunikasi ilmiah dimana penemuan individual
segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan
lainnya (Jujun, S. Suriasumantri, 2000).
Untuk mengungkapkan seberapa cepat dinamika ilmu PKLH,
akan lebih jelas bila diuraikan tujuan dari PKLH, sebagai berikut :
Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan
lingkungan hidup (Made Astawa, 2004), mencakup :
a. Mengembangkan pengetahuan tentang konsep
kependudukan dan lingkungan hidup.
b. Mengembangkan kesadaran terhadap adanya masalah
kependudukan dan lingkungan hidup.
c. Menumbuhkan kesadaran akan perlunya mengatasi
masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
d. Mengembangkan pengetahuan tentang adanya hubungan
timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup.
e. Mengembangkan sikap positif terhadap pembentukan
lingkungan hidup yang serasi yang menjamin kelangsungan
hidup manusia.
f. Mengembangkan keterampilan untuk membina keluarga
dan kelestarian lingkungan hidup.
g. Mengembangkan partisipasi aktif dalam usaha
meningkatkan kualitas penduduk dan kelestarian
lingkungan hidup.
Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup
disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja,

Filsafat Ilmu PKLH | 145


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan


pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar
program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan
situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan
mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk
dari masalah lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam
hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan
bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan
lingkungan hidup. Menurut Made Astawa (2004), bahwa
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami
dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik,
kultural, historis, moral, estetika);
b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus
dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan
berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan
menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing
disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang
holistik dan perspektif yang seimbang.
d. Meneliti (examine) isyu lingkungan yang utama dari sudut
pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga
siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di
wilayah geografis yang lain;
e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi
lingkungan yang potensial, dengan memasukkan
pertimbangan perspektif historisnya;
f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal,
nasional dan internasional untuk mencegah dan

146 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit


mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan
dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam
merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi
kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan
menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan,
pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan
klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur
muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus
terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat
mereka hidup;
i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-
gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah
lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir
secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan
masalah.
k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran
(learning environment) dan berbagai pendekatan dalam
pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan
yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan
memberikan pengalaman secara langsung (first - hand
experience).
PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif – psikomotorik
sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi juga mampu
mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan lingkungannya.
Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air dan apa
dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan mengolah
polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat sampah,

Filsafat Ilmu PKLH | 147


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang bahkan
mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan potensi pupuk
buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi. Pendeknya, PKLH
harus mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan
menjadi bagian dari solusi, bukan sang penimbul masalah.
Dari uraian tersebut di atas, maka semakin jelas tergambar
bagaimana dinamika ilmu PKLH, yang menurut penulis akan
berkembang dinamis seiring dengan dinamika dari berbagai hal,
antara lain :
1. Perkembangan penduduk, baik jumlah maupun sikap,
perilaku dan keinginannya.
2. Perubahan lingkungan hidup, baik iklim maupun
lingkungan biotik dan abiotik.
3. Permasalahan kependudukan dan lingkungan hidup, baik
komplik korelatif maupun self-problem dari masing-
masing komponen.
4. Konsep pengendalian kehidupan umat manusia, dan
penyelamatan lingkungan hidup (bumi).

4.2. Nilai Falsafah PKLH


Bila aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam
perkembanganya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai
netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang
lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih
unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai.
Madzhab positivisme, dibangun dengan (salah satu) asumsi
bahwa, pengetahuan haruslah “bebas nilai”. Hal ini diperlukan, agar

148 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

para ilmuwan dapat memperoleh teori murni. Bila ilmu-ilmu sosial


mau berlaku sebagai ilmu pengetahuan, maka ia harus
menghasilkan hukum-hukum umum, dan prediksi-prediksi ilmiah
seperti dalam ilmu-ilmu alam. Untuk mencapai tujuan itu, riset
sosial harus menghasilkan deskripsi dan eksplanasi ilmiah yang
tidak memihak, serta tidak memberi penilaian apa pun. Oleh
karena itu, dalam mendekati objek yang diteliti, ilmuwan sosial
harus mampu melepaskan perasaan, harapan, keinginan,
anggapan, penilaian moralnya, sehingga ia memperoleh
pengetahuan objektif tentang kenyataan sosial atau “fakta sosial”
Amril M. (2010).
Klaim adanya kebebasan nilai dalam ilmu pengetahuan
sebagaimana ditawarkan para pendukung madzhab positivisme
tersebut, di tahap akhir perkembangaannya ternyata telah
menyebabkan terjadinya krisis, tidak saja krisis dalam pengetahuan,
akan tetapi juga krisis dalam masyarakat. Sejalan dengan itu, kritik-
kritik dari berbagai aliran pemikiran lain pun mulai muncul dan
berkembang, baik yang ditujukan untuk memperbaiki kelemahan-
kelemahan yang terdapat dalam pemikiran positivisme, maupun
yang bermaksud menggantikannya dengan alternatif lain. Salah
satu aliran yang banyak melakukan kritik adalah para pemikir yang
tergabung dalam madzhab Frankfurt (Atau dikenal juga dengan
istilah Marxisme kritis atau Neo-Marxisme). Meskipun terdapat
perbedaan pandangan diantara para pendukung madzhab
Frankrut, di dalam mengembangkan teori kritis ini, akan tetapi
mereka semua pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu
berupaya mengaitkan rasio dan kehendak, riset dan nilai,
pengetahuan dan kehidupan, teori dan praxis Amril M. (2010).
Perdebatan pertama antara para pendukung madzhab
positivisme dengan pemikir dari madzhab lain, berkisar pada usaha
untuk memberi bentuk metodologi yang khas bagi ilmu-ilmu

Filsafat Ilmu PKLH | 149


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

sosial. Peristiwa ini diberi nama methodenstrit (perbantahan


mengenai metode). Tahun 1880-an perbantahan terjadi antara dua
ahli ekonomi C. Menger dan Schmoller, lalu antara dua filosof neo-
kantinian Windelband dan Rickert, dan tahun 1909 serta tahun
1914 antara Max Webber dan Sombart. Pada masa kini perdebatan
tersebut terus berlanjut, sebagaimana terlihat dari adanya
perdebatan antara Karl Popper dengan sekelompok cendikiawan
yang termasuk dalam madzhab Frankfurt, yang kemudian dikenal
dengan nama possitivismusstreit (perbantahan mengenai
positivisme). Pokok perdebatan yang muncul dalam
possitivismusstreit, adalah tentang pertautan antara pengetahuan
dan kepentingan, dan konteks inilah Jürgen Habermas, tampil
sebagai juru bicara terdepan dari madzhab Frankfurt, melalui teori
kepentingan kognitif dan teori komunikasi masyarakat (Amril M.,
2010).
Seluruh program teori kritis madzhab Frankfurt dapat
dikembalikan pada sebuah manifesto yang ditulis dalam zeitschrift
tahun 1957 oleh Horkheimer. Dalam artikel dengan judul
Traditionelle und Kritische Theori (Teori Kritis dan Tradisional),
konsep “teori kritis” untuk pertama kalinya muncul, sebagai
kritiknya terhadap “teori tradisional” yang dipandang disinterested,
dan kemudian jatuh pada saintisme atau positivisme (Ahmad Rifai,
2010)
Kecenderungan untuk memaksa-ramalkan nilai moral secara
dogmatik ke dalam argumentasi ilmiah akan mendorong ilmu surut
ke belakang ke jaman pra-Copernicus dan mengundang
kemungkinan berlangsungnya model Inquisisi Galileo dalam jaman
modern ini. Namun hal ini jangan ditafsirkan bahwa dalam
menelaah das Sein ilmu terlepas sama sekali dari das Sollen.
Peristiwa konkrit yang terjadi (das sein), memerlukan kaidah dan
norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya

150 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

dilakukan (das sollen). Bahkan menurut penulis bahwa upaya


menginduksi nilai moral ke dalam argumentasi ilmiah, maka
peranan ilmuwan penting untuk menjaga penegakan nilai moral
dalam setiap konklusi ilmiah yang dihasilkan (das warden).
Menurut Jujun S. Suriasumantri, 2000), bahwa dari 18 asas moral
yang terkandung dalam kegiatan keilmuwan, ada 17 asas di
antaranya yang bersifat das Sollen. Dari 17 asas moral tersebut
maka terdapat tiga asas yang terkait dengan aspek pemilihan objek
penelaah ilmiah secara etis. Kaidah moral ini menyebutkan bahwa
dalam menetapkan objek telaah, kegiatan keilmuwan tidak boleh
melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia,
merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan
kehidupan. Dengan demikian maka ilmu menentang percobaan
mengenai genetika sebab bersifat mengubah kodrat manusia,
percobaan untuk mengontrol kelakuan manusia (behavioral / social
engineering) sebab merendahkan martabat manusia dan
menentang percobaan untuk membentuk spesies baru.
Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi saja:
Jika hitam katakan hitam, jika ternyata putih katakan putih; tanpa
berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaran yang
nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan harus
mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada
hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S.
Suriasumantri, 2000).
Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu-ilmu yang
cukup besar. Sebuah keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus
mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuwan tidak dilandasi
oleh landasan moral, maka terjadilah kembali peristiwa yang
dipertontonkan secara spektakuler yang mengakibatkan
terciptanya “momok kemanusiaan” yang dilakukan oleh
Frankenstein (Jujun S. Suriasumantri, 2000). Nilai-nilai yang juga

Filsafat Ilmu PKLH | 151


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

harus melekat pada Ilmuwan, sebagaimana juga dicirikan


sebagai manusia modern, yakni :
(1) Nilai teori : manusia modern dalam kaitannya dengan nilai
teori dicirikan oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada
ilmu dan teknologi, serta terbuka terhadap ide-ide dan
pengalaman baru.
(2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial, manusia
modern dicirikan oleh sikap individualistik, menghargai
profesionalisasi, menghargai prestasi, bersikap positif
terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi
perempuan.
(3) Nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi,
manusia modern dicirikan oleh tingkat produktivitas yang
tinggi, efisien menghargai waktu, terorganisasikan dalam
kehidupannya, dan penuh perhitungan;
(4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam
kaitannya dengan nilai ini dicirikan oleh sikap demokratis
dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan yang
diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi.
(5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan nilai agama,
manusia modern dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik,
analitis sebagai lawan dari legalitas, penalaran sebagai lawan
dari sikap mistis.
Semoga hal ini disadari oleh kita semua, terutama oleh para
pendidik kita, bahwa tak cukup hanya mendidik ilmuwan yang
berotak besar, tetapi mereka pun harus pula berjiwa besar (Jujun
S. Suriasumantri, 2000).
Hal ini Konsisten dengan asas moral dalam pemilihan objek
penelaahan ilmiah yang mengkaji fenomena alam jagat raya, maka
penggunaan ilmu juga dibarengi dengan asas moral yang relevan.
Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
152 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

kemaslahatan manusia, yakni sebagai sarana atau alat dalam


meningkatkan taraf hidup, dengan tetap memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, dan kelestarian / keseimbangan alam.
Sehingga kajian ontologi ilmu dibatasi pada dunia empiris dan
rasional yang tidak bersentuhan atau tidak mau atau bahkan tidak
boleh mencampuri masalah kehidupan secara ontologis. Hal ini
semata-mata sebagai wujud dari sebuah kekhawatiran akan
berdampak pada upaya mengganggu keseimbangan kehidupan.
Objek ilmu memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu
terdapat nilai-nilai lain yang memengaruhinya. Objek tidak dapat
menghindari nilai dari luar dirinya karena tidak akan dikenal sebagai
ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan sibuk dengan
nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk
kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan
lainnya, sehingga tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan
lainnya seperti nilai. Paradigmalah yang menentukan jenis
eksperimen dilakukan para ilmuwan, jenis-jenis pertanyaan yang
mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap penting dan
manfaatnya (Ahmad Rifai, 2010).
Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan
berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada
tanpa interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual,
ideologi, permainan bahasa, ataupun paradigma. Di samping itu
ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara
otomatis tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah
negatif yang timbul, karena disibukkan dengan kegiatan keilmuan
yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak bisa diganggu gugat. Jika
ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang ditimbulkannya,
maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat
menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang
didapat dalam penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat

Filsafat Ilmu PKLH | 153


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

yang dikemukakan diuji kebenarannya, itulah yang membawa


kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti dengan penemuan
yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu? Dalam
perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan
sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika
eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error
sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi
pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai dapat
diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan
kebijakan moral.
Penulis berkesimpulan bahwa ilmu dapat netral hanya pada
aspek sains formal dari sudut pandang epistemologi. Sedangkan
pada sains empirik, ontology, dan aksiologi sains tidak bisa netral.
Objek ilmu, subjek ilmu, dan pengguna ilmu saling berkaitan. Ilmu
dibangun oleh interpretasi ilmuwan yang didasari paradigma dan
nilai di luar objek ilmu.
Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari
nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis,
ekonomis, religius, ekologis, dan lain-lain sebagainya. Dalam
pandangan terikat nilai ini kata “nilai” juga memiliki makna yang
lebih luas. Pertama, makna nilai bukan hanya dalam konteks baik
buruk tetapi juga dalam konteks ada kepentingan atau tidak. Kedua,
terikat nilai tidak hanya berlaku bagi ilmuan tetapi juga bagi ilmu itu
sendiri, sehingga memasuki wilayah epistemologis. Keduanya saling
tekait.
Beberapa filosofis menunjukkan bahwa ilmu tidak bebas dari
kepentingan. Diantaranya, menurut Gadamer, ilmu hanya bisa
bekerja karena ia tertancap dalam tradisi yang telah berlangsung
lama sehingga seseorang tidak mungkin netral terhadap seluruh
tradisi. Justru tradisi yang memungkinkan manusia membangun
pengetahuan atau ilmu. Michel Foucault juga menunjukkan bahwa
154 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

ilmu merupakan kekuasaan. Ilmu melahirkan kekuasaan, dan


kekuasaan melahirkan ilmu. Kuasa adalah kekuatan untuk
mendefinisikan dan mendisiplinkan, normalisasi dan regulasi pihak
lain melalui pertukaran wacana. Ilmu merupakan bangunan
kompleks wacana. Jurgen Habermas berpendapat bahwa ilmu
bahkan ilmu alam sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena
pengembangan setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan.
Dia membedakan tiga macam ilmu dengan kepentingannya masing-
masing.
Ilmu PKLH sebagai ilmu yang mengkaji semua aspek yang
diakibatkan oleh saling pengaruh antara kependudukan dan
lingkungan hidup, dengan jelas sangat terikat pada berbagai
kepentingan (nilai), baik dari objek ilmu, subjek ilmu, terutama dari
pengguna ilmu PKLH.
Pembangunan berkelanjutan berupakan suatu obsesi
akademis dari ilmu PKLH, sementara pelaku pembangunan
mayoritas mengedepankan aspek kepentingan material (ekonomi)
dalam melakukan kegiatannya. Dalam konteks ini sering terjadi
conflict of interest, sehingga tidak jarang terjadi tawar menawar
kepentingan. Keputusan yang ideal adalah win-win solution,
dimana manusia dan lingkungan dimana lokasi pembangunan
ditempatkan tetap selaras, dan pelaku pembangunan tetap dapat
memenuhi kepentingannya, sekalipun tidak lagi secara optimal,
namun tetap rasional.
Simpulan dari uraian di atas bahwa PKLH adalah ilmu yang
“tidak bebas nilai” melainkan terikat kepentingan, sehingga pelaku
pembangunan haruslah menggunakan nuraninya di dalam setiap
aksi yang memberikan impact terhadap alam lingkungan dan
manusia di sekitar lokasi pembangunan. Mereka tidak boleh egois
dan memikirkan keuntungan diri sendiri, tanpa menghitung
kerugian yang bakal dialami oleh lingkungan sekitarnya, baik
Filsafat Ilmu PKLH | 155
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Sangat tepat


ungkapan Jujun S. Suriasumantri sebelumnya, bahwa tak cukup
hanya mendidik ilmuwan yang berotak besar, tetapi mereka pun
harus pula berjiwa besar.

4.3. Makna Ruang dan Waktu dalam ilmu PKLH


Menurut teori Newton “ruang dan waktu” adalah objektif,
mutlak dan bersifat universal. Ruang mempunyai tiga matra, yaitu
atas-bawah, depan belakang, kiri kanan. Sedangkan waktu hanya
bermatra depan belakang. Di dalam ruang kita dapat pergi ke setiap
arah; di dalam waktu kita hanya dapat pergi ke depan. Untuk dapat
menjelaskan bahwa ruang dan waktu bersifat mutlak, maka
Newton mengemukakan hukum gerakan yang hakiki dari fisika
kuno sebagai berikut : ”Suatu benda terus berada dalam keadaan
diam atau bergerak, kecuali apabila mendapat pengaruh dari suatu
keadaan yang terdapat di luar dirinya. Jika sesuatu benda dalam
keadaan bergerak, maka ia akan tetap bergerak, kecuali jika ada
sesuatu – sesuatu kekuatan – yang mengubah gerakan tersebut.
Gerakan merupakan akibat suatu kekuatan yang mempengaruhi
massa”. Jadi di sini gerakan bersifat mutlak yang terjadi di dalam
ruang dan waktu; dengan demikian ruang dan waktu juga bersifat
mutlak.
Ilmu pengetahuan tidak hanya dapat dipahami dalam arti
sebuah hukum atau teori ilmiah sebagai hasil statis dari kegiatan
utamanya. Ilmu pengetahuan harus dipandang juga sebagai sebuah
proses, sebuah kegiatan, dan tentu saja sebuah kemampuan yang
harus dimiliki oleh para ilmuwan. Mahasiswa yang akan
diorientasikan untuk menjadi sosok ilmuwan yang peka atas
permasalahan sosial kemasyarakatan diharapkan mampu larut
dalam proses keterciptaan ilmu pengetahuan tersebut (dimensi
ruang). Kemampuan untuk larut tersebut harus dimulai dengan
156 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan melalui


kemampuan “membaca” berbagai hasil teori dan kajian ilmu sosial,
untuk kemudian mampu melihat relevansi dan aplikasinya dengan
fenomena dan problema sosial kontemporer (Purwo & Bambang,
2007).
Pada tataran selanjutnya pemahaman itu akan
menggerakkan kemampuan untuk berproses dalam keterciptaan
ilmu pengetahuan. Artinya dalam dimensi waktu, pada simpul akhir
peserta didik tidak menerima begitu saja teori dan hukum ilmiah
yang telah ada, melainkan mampu melahirkan teori dan kajian-
kajian atas fenomena sosial sebagai karya personal mereka (Purwo
& Bambang, 2007).
A. Pengertian Ruang dalam Ilmu Pengetahuan
Sebelum munculnya teori Einstein, “ruang” dipahami sebagai
pengisi di antara benda-benda fisik, sebagai wadah dari benda-
benda atau sesuatu yang mempunyai tiga matra dan tidak ada
tempat jika tidak ada ruang. Ruang itu bersifat objektif dan
merupakan sejenis wadah yang di dalamnya terdapat kejadian-
kejadian serta berbagai jenis objek. Bahkan ruang tetap ada
walaupun di dalamnya tidak ada kejadian atau tidak terdapat objek
apapun.
Dengan kata lain bahwa ruang bersifat netral terhadap apa
saja yang menempatinya atau yang terjadi di dalamnya. Ruang
dapat dikatakan sebagai rangka yang dapat diisi kejadian-kejadian
atau objek-objek. Ruang bersifat objektif dalam arti ruang tempat
kita hidup sama bagi setiap orang dan mempunyai susunan ruang
tersendiri. Ruang objektif harus dibedakan dengan ruang hasil
cerapan yaitu ruang yang dapat dicerap dari berbagai sudut
pandang sehingga menghasilkan cerapan yang berbeda-beda
(Sudaryanto, 2003).

Filsafat Ilmu PKLH | 157


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

Seorang filsuf Sovyet bernama Kattsoff, menyatakan bahwa


kita harus membedakan antara ruang hasil cerapan itu dengan
ruang matematik. Ruang matematik bersangkutan dengan titik-
titik, garis-garis serta definisi-definisi ruang yang tidak mengacu
pada alam objektif. Seorang ahli matematika menyelidiki satuan-
satuan yang adanya hanya dalam pikiran. Ruang matematik
merupakan ciptaan ahli matematika, ruang objektif sebagai ruang
di suatu tempat tertentu, sedangkan hasil cerapan merupakan
ruang yang kita cerap. Matematika dapat menciptakan ruang yang
berhingga dan tidak berhingga, sedangkan ruang hasil cerapan
bersifat berhingga karena dibatasi daya jangkau cerapan kita.
Newton memandang ruang sebagai tidak berhingga sehingga tidak
dikenal adanya awal dan batas akhir dari ruang. Newton
memandang ruang dan waktu sebagai dua data yang mutlak,
semacam wadah untuk massa bergerak. Bagi Newton, ruang dan
waktu terdapat di luar manusia, hampir diperlakukan sebagai
benda-benda, dan dipandang secara realistis (Sudaryanto, 2003).
Pandangan Newton seperti di atas ditolak oleh Muhammad
Iqbal dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Osman Raliby dalam
judul “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”. Iqbal
menyatakan bahwa pandangan ini telah mengakibatkan dualisme
antara akal dan benda. Iqbal menolak ruang yang bersifat
matematis yang memungkinkan adanya suatu kebendaan yang
murni, suatu benda abadi yang terletak dalam suatu ruang mutlak.
Ia mempertanyakan tentang kemungkinan keutuhan ruang yang
demikian jika benda-benda tidak berada di sana. Iqbal mengatakan
bahwa ruang mutlak yang digambarkan Newton telah mendapat
sanggahan dari Einstein yang menyatakan bahwa ruang adalah
nyata (real), tetapi relatif bagi si penatap. Objek yang ditatap
bersifat relatif, berubah-ubah luas, bentuk dan ukurannya
mengikuti perubahan posisi dan kecepatan penatap, termasuk

158 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

gerak dan diam bersifat relatif bagi si penatap. Teori ini menurut
Iqbal telah membuat ruang itu tergantung pada benda. Alam itu
bukan semacam pulau dalam suatu ruang yang tidak terhingga.
Alam itu berkesudahan tetapi tanpa batas ruang kosong. Jika
benda-benda tidak ada maka alam akan mengkerut menjadi suatu
titik. Iqbal juga menyatakan bahwa teori Einstein sekedar
membicarakan struktur benda-benda dan tidak menerangkan apa
pun tentang sifat terakhir dari benda-benda yang spritual. Iqbal
menyetujui pandangan ruang dari Einstein, ruang sebagai suatu
bentuk yang dinamis (Sudaryanto, 2003).
Dengan uraian di atas jelas tergambar bahwa ilmu
pengetahuan selalu berkembang setiap saat akan membutuh
ruang, sehingga “tidak bebas ruang”.
B. Pengertian Waktu dalam Ilmu Pengetahuan
Terdapat berbagai bentuk waktu yaitu waktu objektif, waktu
matematik, waktu mutlak, dan waktu relatif. Waktu objektif dalam
arti berada di luar diri manusia sebagai realitas tersendiri Waktu
matematik adalah waktu yang dipandang sebagai matra atau
ukuran dari gerak atau waktu yang terukur. Waktu mutlak adalah
waktu yang keberadaannya ditentukan atau terpengaruh oleh
keberadaan yang lain.
Konsep waktu matematik telah dimulai oleh Zeno (± 480 SM)
yang berpendapat bahwa ruang dan waktu itu tidak habis-habisnya
bila dibagi. Waktu tidak habis dibagi dalam detik-detik. Gerakan
merupakan gejala yang bersifat semu. Ia menyimpulkan bahwa
gerak itu tidak ada sebab yang ada adalah yang satu dan tidak
berubah. Iqbal yang menjelaskan ruang dan waktu dari Zeno ini
dibantah oleh Al-Ashari yang mengemukakan adanya ruang, waktu
dan gerak otomatik. Seperti halnya benda yang terdiri dari atom-
atom yang tidak dapat dibagi-bagi, maka ruang, waktu, dan gerakan

Filsafat Ilmu PKLH | 159


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

juga terdapat bersifat otomatik. Dengan adanya atom yang tidak


dapat dibagi-bagi lagi maka gerak menjadi mungkin (Sudaryanto,
2003).
Kesulitan pandangan ruang dan waktu dari konsep Al-Ashari
adalah, walaupun gerak dapat terjadi dari satu titik ke titik lain atau
dari waktu detik ke detik yang lain, akan tetapi harus terjadi
loncatan atau harus melewati antara atau celah yang terdapat di
antara dua titik. Problem ini diselesaikan dengan teori George
Cantor yang menemukan kenyataan bahwa ruang dan waktu itu
bersifat kontinyu (Sudaryanto, 2003).
Newton berpandangan bahwa seperti halnya ruang, maka
waktu itu bersifat objektif, sejenis dan tidak berhingga, bermatra
satu dan berarah satu. Newton berpendirian bahwa waktu itu
bersifat mutlak objektif dan matematis. Sedangkan waktu yang
menjadi semacam ukuran yang dapat diindera adalah waktu yang
semu atau relatif. Gerakan bagi Newton juga bersifat mutlak karena
benda itu terus dalam keadaan diam atau bergerak jika tidak ada
kekuatan yang mempengaruhi massa (ensiklopedia bebas, 2012).
Iqbal tidak sependapat dengan Newton dalam gerak waktu
yang dipandangnya mengalir. Iqbal menyatakan bahwa kita tidak
dapat mengerti bagaimana suatu benda itu disentuh oleh arus ini,
dan juga kita tidak dapat membentuk pengertian awal-akhir
sebagai batas waktu dengan pemahaman waktu berdasar analogis
arus. Apalagi jika gerak dianggap sebagai watak terakhir dari waktu,
maka harus ada waktu yang dipakai untuk mengukur waktu yang
pertama dan yang lain, untuk mengukur waktu yang kedua dan
seterusnya hingga tidak ada habisnya (Sudaryanto, 2003).
Teori relativitas Einstein telah mengubah pandangan bahwa
alam atau ruang ditentukan oleh benda-benda atau keberadaan
alam tergantung pada benda. Iqbal menolak pandangan ini, karena

160 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

dua ulasan . Pertama, menurut keyakinan agama dan akal, Tuhan


adalah batas awal-akhir. Kedua, pandangan bahwa alam yang
ditentukan oleh benda-benda menjadi mekanis dan mekanisme itu
membuat waktu tidak nyata. Teori relativitas yang menganggap
substansi sebagai peristiwa-peristiwa yang saling berjalan
(kontinyu) menyebabkan waktu menjadi semacam dimensi
keempat. Iqbal menolak waktu sebagai dimensi keempat yang lebih
jelas dikemukakan oleh Ouspensky. Ouspensky menggambarkan
bahwa waktu sebagai ruang yang samar–samar dan ditetapkan
Waktu sebagai gerakan yang berdimensi tiga tidak terkandung di
dalam dirinya sendiri, sehingga dapat dianggap sebagai dimensi
keempat. Waktu sebagai dimensi keempat seperti yang ditangkap
oleh Iqbal dari Einstein maupun Ouspensky telah membuat waktu
tidak nyata atau bukan waktu lagi. Suatu teori yang membuat waktu
sebagai dimensi keempat telah membuat masa depan sebagai
sesuatu yang telah ditetapkan. Penetapan masa depan telah
membuat ia merupakan produksi atau sekedar pelaksanaan
rencana yang sudah jadi. Menurut Iqbal pandangan waktu yang
demikian telah membuat waktu sebagai gerak waktu yang bebas
menjadi tidak bermakna (Sudaryanto, 2003).
Hal yang demikian juga menjadikan pemahaman gerak alam
yang bersifat mekanis. Mekanisme akan mengakibatkan
determinasi. Menurut Kattsoff bahwa jika alam semesta dipandang
semata-mata sebagai proses mekanis dari partikel-partikel
material, maka segala sesuatu ditentukan pada masa lampau dan
segala sesuatu menentukan masa depan dalam kemestian. Dengan
demikian maka teori mekanisme dan determinasi Newton sekaligus
ditolak.
Iqbal lebih condong pada pandangan Bergson yang
menyatakan bahwa karena waktu berada di luar kita maka
tanggapan kita bersifat superfisial dan eksternal, sehingga

Filsafat Ilmu PKLH | 161


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

memungkinkan orang skeptis terhadap eksistensinya. Waktu dapat


dihayati dengan pengalaman kesadaran yang berada dalam diri kita
yang selalu berubah dari keadaan yang lain yakni penginderaan,
perasaan, kehendak, cita-cita yang berubah-ubah tanpa henti dan
dinamis. Perubahan tidak dapat dipikirkan tanpa adanya waktu,
sehingga setiap pengembangan ilmu pengetahuan “tidak bebas
waktu” (Sudaryanto, 2003).
C. Ruang dan Waktu dalam Ilmu Pengetahuan
Ruang dan waktu mempengaruhi cara benda bergerak dan
forsanya, sebaliknya ruang-waktu juga dipengaruhi oleh cara benda
itu bergerak dan forsanya bekerja. Dengan demikian, ruang – waktu
tidak hanya dipengaruhi juga mempengaruhi semua kejadian dalam
alam semesta ini, artinya ruang-waktu sangat dinamis atau
berubah. Perubahan itu disebut memuai atau mengembang.
Berawal dari suatu waktu yang tak terhingga dimasa lalu dan akan
berakhir pada suatu waktu yang tak terhingga di masa depan
(Nuryandi, 2012).
Menurut teori Einstein, waktu dan ruang dapat mengalami
perubahan dalam kecepatan cahaya. Jadi, seandainya suatu benda
terbang dengan kecepatan 300.000 km/detik, maka ruang bisa di
perpendek, dan waktu bisa diperlambat. Sedangkan menurut
Alexander, jika kita berusaha memahami ruang dan waktu dalam
keadaan apa adanya, maka yang terjadi ialah bahwa kita berusaha
memahami benda-benda serta kejadian-kejadian dalam
keadaannya yang paling sederhana serta paling mendasar dalam
ruang (extension) serta bertahan dalam waktu (enduring), dengan
segenap sifat-sifat yang dipunyai oleh kedua macam ciri tersebut.
Baik ruang maupun waktu tidak berada sendiri-sendiri secara
terpisah, dan kedua-duanya tampil di depan kita secara empiris.
Jika tidak ada waktu, maka tidak mungkin ada bagian dari ruang,
bahkan yang ada hanyalah kehampaan belaka; dan demikian pula
162 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

halnya dengan ruang, dalam hubungannya dengan waktu


(Nuryandi, 2012).
Selanjutnya, sehubungan dengan itu tidak mungkin ada
titik-titik yang menyusun ruang, tanpa sekelumit waktu yang dapat
menimbulkan gagasan kejadian-kejadian murni (pure events),
sehingga dapatlah dikatakan bahwa ruang – waktu merupakan
keadaan yang nyata yang paling dalam dan merupakan tempat
persemaian bagi apa saja yang ada di alam ini. Ruang dan waktu
merupakan sesuatu yang menjadi sumber bagi adanya segala
sesuatu, sedangkan kejadian-kejadian yang murni merupakan
penyusun terdalam dari apa saja yang bereksistensi. Apabila
kejadian-kejadian murni tersebut membentuk suatu pola tertentu,
maka munculah kualitas-kualitas fisik tertentu, misalnya sebuah
elektron dengan ciri-cirinya. Jadi materi merupakan sesuatu yang
pertama-tama muncul dari ruang – waktu (Nuryandi, 2012).
Sebagai contoh kita perhatikan partikel sub-atom, seperti
sebuah elektron. Bagaimana kita menggambarkan partikel tersebut
? Tidak seorangpun dapat melihat suatu partikel sub-atom; partikel
ini mungkin berupa sejenis perubahan dalam ruang pada suatu
waktu tertentu; artinya suatu kejadian yang murni yang hanya
dapat disimak melalui kejadian-kejadian tertentu yang dicatat oleh
“pointer-reading”, misalnya oleh instrumen mikroskop elektron.
Hasil-hasil penggabungan kejadian-kejadian murni menimbulkan
materi yang lebih rumit dan mempunyai sifat-sifat tertentu pula.
Dengan uraian di atas, terlihat bahwa setiap ilmu
pengetahuan yang terkait dengan materi dengan sendirinya tidak
dapat terlepas dari ruang dan waktu, atau dengan kata lain “tidak
bebas ruang-waktu”.
Demikian halnya dengan PKLH sebagai suatu bidang ilmu
yang mengkaji secara lebih luas tentang manusia dan lingkungan

Filsafat Ilmu PKLH | 163


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

hidup, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, adalah


merupakan bidang ilmu yang tidak dapat lepas dari aspek materi.
Oleh karena itu PKLH sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan “tidak
bebas ruang dan waktu”.
D. Manfaat Konstitusional PKLH
Guna memenuhi tuntutan hak asasi setiap warga negara akan
ilmu pengetahuan dan teknologi itu, Bab XIII UUD 1945 tentang
Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 ayat (5) menentukan bahwa
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Sehubungan dengan amanat tersebut, Jimly Assiddiqie (2010)
berpendapat bahwa untuk memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi itu adalah merupakan hak asasi setiap
warga negara Indonesia (citizen’s constitutional right).
Selanjutnya untuk melaksanakan amanat UUD 1945, maka
bangsa Indonesia telah membentuk satu undang-undang yang
mengatur secara tersendiri tersendiri kebijakan ilmu pengetahuan
dan teknologi, yaitu dengan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek. Tujuan
undang-undang ini adalah untuk memperkuat daya dukung iptek
untuk mempercepat pencapaian tujuan negara serta meningkatkan
daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan
negara dalam pergaulan internasional. UU No.18/2002 tersebut
diperlukan untuk membentuk pola hubungan yang saling
memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan
pemajuan iptek dalam satu keseluruhan yang meliputi unsur
kelembagaan, unsur sumberdaya, dan unsur jaringan iptek.
Dengan adanya undang-undang ini, dapat dikatakan bahwa
kebijakan iptek nasional kita telah mendapatkan landasan yang

164 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

kokoh untuk dikembangkan secara sungguh-sungguh. Sayangnya


menurut Jimly (2010), bahwa undang-undang yang sudah berlaku 8
tahun sampai sekarang belum sungguh-sungguh dijadikan landasan
yang efektif dalam praktik.
Untuk memperkuat sistem inovasi iptek dan
mengembangkan kebijakan iptek yang benar-benar efektif,
menurut Jimly (2010), diperlukan tiga faktor pendukung yakni :
1) Sistem kelembagaan yang tepat dan fungsional,
2) Instrumen perundang-undangan terkait yang saling
mendukung fungsi-fungsi dan kebijakan iptek, dan
3) Kultur dan kesadaran masyarakat luas dan para pemangku
kepentingan (stakeholders) mengenai pentingnya
penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam kenyataan.
Sehubungan hal tersebut di atas, maka dengan terbangunnya
keyakinan bahwa PKLH adalah suatu bidang ilmu pengetahuan
tersendiri, yang tidak bebas nilai, ruang dan waktu, kemudian
mendapatkan legalitas yang kuat dari penentu kebijakan negara,
maka dengan sendirinya akan terlahir suatu “constituent power”
atau kekuatan/kewenangan konstitusional pada program PKLH.
Dengan adanya kekuatan konstitusional semacam itu, maka
selanjutnya perkembangan, implementasi, dan manfaat dari PKLH
akan terbangun secara konstitusional dalam kehidupan manusia,
masyarakat, bangsa, dan bahkan kehidupan dunia, dalam arti yang
seluas-luasnya. Dengan demikian maka manfaat PKLH yang
mempunyai misi untuk menyelaraskan perkembangan penduduk
dengan penyelamatan lingkungan hidup akan dapat terwujud.
Dari kajian terhadap dinamika serta makna nilai falsafah dari
ilmu PKLH, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan ilmiah, antara
lain :

Filsafat Ilmu PKLH | 165


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

1. PKLH, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang memenuhi


kaidah secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis, dan
sama sekali bukan merupakan rangkuman dari ilmu
pengetahuan lainnya.
2. PKLH, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berkembang
sangat dinamis, seiring dengan dinamika perkembangan objek
kajiannya yaitu kependudukan dan lingkungan hidup.
3. PKLH, merupakan ilmu pengetahuan yang “tidak bebas nilai
(value bound)” karena selalu terikat kepentingan, sehingga
pelaku pembangunan yang harus menggunakan nuraninya di
dalam setiap aksi yang memberikan impact terhadap alam
lingkungan dan manusia di sekitar lokasi pembangunan.
Sangat tepat ungkapan Jujun S. Suriasumantri yang terungkap
sebelumnya, bahwa tak cukup hanya mendidik ilmuwan yang
berotak besar, tetapi mereka pun harus pula berjiwa besar.
4. PKLH, merupakan ilmu pengetahuan yang “tidak bebas ruang
dan waktu”, karena objek kajiannya tidak dapat lepas dari
aspek materi.
5. Manfaat konstitusional dari PKLH akan terbangun seiring
dengan pengakuan secara legal dari penentu kebijakan, yang
kemudian manfaat PKLH yang mempunyai misi untuk
menyelaraskan perkembangan penduduk dengan
penyelamatan lingkungan hidup akan dapat terwujud.
Setelah meyakini bahwa PKLH merupakan suatu bidang ilmu
pengetahuan yang secara keseluruhan memenuhi kaidah ilmiah
dan nilai filosofis, maka seyogianya program studi PKLH pada
perguruan tinggi tidak hanya jenjang S2 dan S3, tetapi harus
dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma untuk melahirkan tenaga-
tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan lingkungan
hidup, serta jenjang strata-1 untuk menelorkan calon-calon pemikir

166 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-4 : Dinamika dan Nilai Falsafah PKLH

dan konseptor yang handal di bidang rekayasa kependudukan dan


lingkungan hidup.
Jika jenjang program studi PKLH hanya S2 dan S3, akan
memberi kesan adanya keraguan tentang eksistensi PKLH sebagai
suatu bidang ilmu pengetahuan, bahkan assumsi banyak kalangan
yang menganggap PKLH hanya menjadi koridor (holding) atau
saluran (canal) dari beberapa disiplin ilmu yang terkait.
Padahal PKLH yang teruji secara philosofis telah memenuhi
kaidah sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, maka para pakarnya
harus memiliki nyali untuk membuat grand design semua piranti
ilmiah, untuk mengukuhkan PKLH sebagai suatu bidang ilmu
pengetahuan yang perlu dilaksanakan mulai dari jenjang Diploma
(S0), Sarjana (S1), Pascasarjana (S2), dan Doktoral (S3).

Filsafat Ilmu PKLH | 167


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

BAB – 5
KONSEP DASAR PKLH

168 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

5.1. Karakter Ilmu PKLH


Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
yang merupakan cabang ilmu yang mengkaji aspek
kependudukan dan lingkungan hidup, terkait dengan sebagian
besar cabang ilmu pengetahuan, baik dengan pada kelompok
ilmu-ilmu alam, kelompok ilmu-ilmu humaniora, dan hampir
dengan semua kelompok bidang ilmu yang ada. Karena demikian
luasnya ketercakupan dan keterkaitan ilmu PKLH dengan
berbagai bidang ilmu lain, baik secara komplementer maupun
secara suplementer, maka PKLH memiliki karakteristik yang
bersifat spesifik. Hal yang merupakan karakter khusus dari ilmu
PKLH adalah model pengembangannya yang bersifat
interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner.
A. PKLH Inter-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam
bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Interdisipliner
(interdisciplinary) adalah interaksi intensif antar satu atau lebih
disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak,
melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan
tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.
Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam
pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai
sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara
terpadu. Dalam pemecahan masalahannya di bidang ekonomi
dengan interdisipliner hanya dengan satu ilmu saja yang serumpun.
Secara akademik, interdisipliner mencakup empat bidang,
yakni : pengetahuan, riset, pendidikan dan teori. Pengetahuan
interdisipliner melibatkan kesamaan komponen dari dua atau lebih
disiplin. Riset interdisipliner menggabungkan komponen dari dua
atau lebih disiplin dalam rangka mencari pengetahuan, praktek dan

Filsafat Ilmu PKLH | 169


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

ekspresi artistik yang baru. Pendidikan interdisipliner


menggabungkan komponen dua atau lebih disiplin dalam satu
program instruksi. Teori interdisipliner mengambil pengetahuan,
riset dan pendidikan interdisipliner sebagai objek kajian utamanya.
Tidak jarang kita menemukan penolakan terhadap
pengetahuan yang bersifat interdisipliner atau riset yang
merefleksikan kesalahpahaman dalam pentingnya kontribusi
pengetahuan tersebut terhadap (1) perkembangan pengetahuan
dan keilmuan, (2) keuntungan sosial bagi masyarakat, dan (3)
keuntungan individu.
Menurut Russel et.all., bahwa Interdisiplineritas yaitu ketika
masalah yang bertumpang tindih antar disiplin ilmu dikaji oleh
ilmuwan dari dua atau lebih disiplin ilmu.
Contohnya permasalahan kependudukan dalam lingkup
yang lebih kecil yaitu “kemiskinan rumah tangga”. Dari sudut
pandang ilmu Ekonomi Mikro masalah kemiskinan dapat
terpecahkan dengan jalan salah satunya adalah mencari pekerjaan
yang menjanjikan, bekerja keras, tidak putus asa, tidak boros dalam
arti kata tidak besar pasak dari pada tiang (besar pengeluaran dari
pada pendapatan). Namun dari sudut ilmu Ekonomi Makro
memandang bahwa dengan kebijakan pemerintah menaikan BBM
(bahan bakar minyak) dengan tujuan tertentu, tetapi bagi
masyarakat miskin kebijakan tersebut semakin menjepit dan
menyulitkan kehidupannya akibat semua harga kebutuhannya
membubung tinggi, yang semakin tidak terjangkau dengan
kemampuannya, sehingga kemiskinan pun semakin merajalela. Jadi
pemecahan masalahnya adalah pemerintah harus bisa melihat ke
bawah (masyarakat kecil), dan menyejahterakan masyarakat.

170 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

B. PKLH Multi-disipliner
Sebagaimana uraian di atas, bahwa salah satu jalur
pengembangan ilmu PKLH adalah melalui pendekatan multi-
disipliner. Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990),
dalam bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Multidisipliner
(multidisciplinay), adalah penggabungan beberapa disiplin ilmu
untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu.
Pendekatan Multidisipliner adalah pendekatan dalam
pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah
kesejahteraan dengan menggunakan berbagai sudut pandang ilmu-
ilmu yang relevan.
Menurut Russel et.all., bahwa multidisiplineritas yaitu
ketika spesialis berbagai disiplin ilmu bekerja sama dengan
mempertahankan perspektif dan pendekatan disiplin ilmu mereka.
Contohnya masalah kependudukan berupa kemiskinan
rakyat Indonesia; Jika pemecahan masalah kemiskinan hanya dilihat
dari sudut ilmu ekonomi, dimana Ilmu ekonomi memandang dirinya
sebagai suatu studi tentang bagaimana langkahnya agar sumber-
sumber daya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan-
keinginan manusia yang tidak terbatas, maka kemiskinan tidak akan
pernah terpecahkan karena yang dapat memanfaatkan sumber-
sumber ekonomi adalah kelompok yang bermodal, sehingga yang
kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Buktinya selama
rezim Orde Baru pertumbuhan ekonomi dipacu hingga Indonesia
menjadi “Macan Asia”, tetapi jumlah penduduk miskin semakin
banyak. Memecahkan kemiskinan perlu pendekatan multidisiplin
dari berbagai bidang ilmu, seperti : ilmu Ekologi yang mampu
mengubah nafsu untuk pemenuhan “keinginan” manusia menjadi
pemenuhan “kebutuhan” manusia; ilmu Agama yang mampu

Filsafat Ilmu PKLH | 171


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

mengubah mental “frontier” menjadi “akhlak berbagi” dengan


sesama; ilmu Kenegaraan yang mampu mengubah pandangan
“kapitalis-liberal” menjadi “jiwa dan semangat nasionalis”; ilmu
Psikologi yang mampu mengubah perilaku-perilaku masyarakat
marginal ketika mendapatkan sedikit uang dari jerih payah bertani
atau melaut, mereka terus bermalas-malasan atau memboroskan
hasil jerih payahnya untuk kenikmatan sesaat, sehingga mereka
tidak dapat keluar dari cengkeraman kemiskinan karena tidak sadar
menabung; dan banyak bidang ilmu lainnya yang dapat secara
bersama-sama memecahkan masalah kemiskinan tersebut.
Russel mengatakan pendekatan lintas disiplin semakin
mendesak akibat tekanan permasalahan lingkungan hidup
(environmental imperative). Sejak tahun 1960an, masyarakat
industri modern telah menyaksikan perubahan dramatis dari
kepedulian sosial atas isu lingkungan. Berkembangnya gerakan
sosial lingkungan hidup turut menekan pemerintah untuk mengakui
dan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh industri dan praktek sosial (gaya hidup) modern. Imperatif
lingkungan hidup ini terlihat pada program ‘Manusia dan Biosfer’
dari UNESCO pada 1970an, Laporan Brundtland di 1980-an dan Rio
Earth Summit pada tahun 1990an. Lalu, beberapa negara segera
merespon dengan membangun kementerian lingkungan hidup,
meratifikasi perjanjian dan traktat tentang isu-isu lingkungan hidup
serta berpartisipasi pada pembangunan organisasi lingkungan
hidup internasional. Salah satu indikasi meningkatnya kepedulian
pada isu kependudukan dan lingkungan hidup adalah bagaimana
kemajuan pembangunan ekonomi yang ditekankan pada isu
keberlanjutan.
Meskipun kepedulian meningkat, permasalahan lingkungan
hidup semakin besar. Permasalahan ini terdokumentasikan di
berbagai organisasi internasional seperti United Nations

172 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

Environmental Programme (UNEP), UNFCC (Climate Change) atau


UNDP. Permasalahan yang dihadapi dunia termasuk tapi tidak
terbatas deforestasi, polusi air, tanah, udara, degradasi lahan
subur, penggurunan, degradasi keanekaragaman hayati dll. Ketika
persoalan tersebut dibenturkan dengan ancaman perubahan iklim,
situasi menjadi semakin pelik. Semakin memanasnya dunia dan
perubahan iklim akan menggoncang ekosistem di segala penjuru
dan lapisan kehidupan di bumi ini.
C. PKLH Trans-disipliner
Menurut J. M. Pemberton dan A.E. Prentice (1990), dalam
bukunya The Interdisciplinary Context, bahwa Transdisipliner
(transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori
atau aksioma baru dengan membangun kaitan dan keterhubungan
antar berbagai disiplin.
Menurut Russel et. al., bahwa transdisplineritas lebih maju
dalam meleburkan batas-batas disiplin ilmu dibanding dua
pendekatan sebelumnya. Karakteristik potensial dari
transdisiplineritas termasuk, fokus pada permasalahan (riset
berasal dan dikontekstualisasikan dengan masalah di dunia nyata),
berkembangnya metodologi dan kolaborasi antar aktor yang luas.
Sebagai contoh dalam transdisiplin adalah berkembangnya disiplin
ilmu baru Human Ecology yang melebur teori, komponen, dan
pengetahuan dari disiplin ilmu lain seperti Ekonomi, Politik, Teknik
Lingkungan, dan lain sebagainya/
Proses penemuan seringkali mencakup tindakan
menggabungkan ide yang sebelumnya tampak tidak berkaitan.
Pemikiran yang kreatif kerap menghasilkan ide yang tidak lazim tapi
membuahkan permutasi yang produktif. Aspek yang digabungkan
bisa berasal dari satu disiplin, atau berasal dari permutasi ide dari
dua atau lebih disiplin.

Filsafat Ilmu PKLH | 173


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

Menurut Prof. Mubyarto, bahwa pendekatan trans-


disipliner harus mampu menghilangkan ethnocentrisme atau
fanatisme teori, memiliki rasa skeptis (rendah hati) terhadap
ilmunya sendiri dengan mencari bantuan disiplin ilmu lain yang
dianggap lebih mampu melengkapi dan menyempurnakan
ekspedisi (kajian) ilmiahnya dalam memecahkan persoalan public
yang dihadapinya.
Contohnya dalam mengembangkan konsep ekonomi
nasional, Mubyarto tidak sungkan mengadopsi faktor-faktor yang
positif dari konsep ekonomi kapitalisme dan ekonomi sosialisme,
yang kemudian disinkronisasi dengan nilai-nilai budaya dan ideologi
bangsa Inonesia, dan kemudian melahirkan konsep Ekonomi
Kerakyatan yang diberi nama Ekonomi Pancasila. Konsep inilah
yang kemudian melahirkan suatu konsep pembangunan pada
zaman Orde Baru yang disebut Trilogi Pembangunan
(pertumbuhan, perkembangan dan pemerataan), namun gagal
mencapai tujuannya karena relatif hanya menjadi slogan kosong
yang diimplementasikan setengah hati.
Seirama dengan kesadaran politik, banya riset akademik
untuk mengkaji permasalahan lingkungan hidup dan
kependudukan turut meningkat. Walaupun sebelumnya kajian
telah dilakukan oleh disiplin ilmu seperti biologi, geologi, hidrologi,
geografi, arkeologi dll. Namun kesadaran ilmuwan untuk
mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai bidang
pengetahuan tersebut datang belakangan, terutama untuk
mencapai aspek keberlanjutan pembangunan (sustainable
development).
Faktor ini telah menjadi pendorong yang mengubah pola
pikir untuk melaksanakan riset lintas disiplin ilmu. Konsep dan
upaya mencapai pembangunan berkelanjutan juga telah menarik
perhatian akan pentingnya mengkombinasikan pengetahuan dari
174 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

ilmu sosial dan alam. Keterhubungan permasalahan lingkungan


hidup juga mengakibatkan perlunya kerjasama inter dan intra
institusi dari level lokal hingga global. Hasrat untuk memahami
tentang lingkungan hidup dan kependudukan secara menyeluruh,
dan membangun solusi untuk mengatasi masalah lingkungan dan
kependudukan, telah mengakibatkan proaktifnya berbagai pusat
kajian dan mata pelajaran yang fokus pada masalah lingkungan
hidup dan kependudukan. Ini adalah bentuk mengkristalnya
transdisiplinaritas akibat tekanan imperatif baik di bidang
lingkungan hidup maupun di bidang kependudukan.
Perspektif yang memfokuskan pada imperatif lingkungan
hidup dan kependudukan, mengakui permasalahan yang muncul
dan hadir dalam konteks sosial dan alam yang terkait secara
kompleks, penuh ketidakpastian dan tidak adanya batasan disiplin
ilmu yang jelas. Lebih jauh lagi, mencari solusi untuk persoalan
lingkungan hidup dan kependudukan tidak hanya membutuhkan
pemahaman atas lingkungan hidup dan ancamannya, serta
pengetahuan tentang kependudukan dan permasalahnnya; tetapi
juga harus mempengaruhi sikap, tindakan, perilaku, dan partisipasi
berbagai aktor di dalam masyarakat.
Cara berpikir seperti ini, melihat solusi memerlukan
produksi pengetahuan yang berdasarkan pendekatan sistemik dan
menyeluruh ketimbang partial; tidak terkungkung oleh batasan
pengetahuan yang ketat; bisa menghadapi kompleksitas dan
ketidakpastian; dan mampu mengintegrasikan dan
mengkomunikasikan pengetahuan di antara semua aktor dan antar
bidang disiplin ilmu.
Pendek kata, pendekatan lintas disiplin ilmu penting
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di
masyarakat. Serta mengatasi tekanan imperatif lingkungan hidup
dan kependudukan, yang telah menjadi salah satu faktor
Filsafat Ilmu PKLH | 175
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

pendorong praktek transdisiplinaritas, dan kajian lintas disiplin ilmu


lainnya. Karena itu di kala ada upaya memperdalam spesialisasi di
dalam disiplin ilmu tertentu, ada baiknya para ilmuwan juga
memberikan perhatian terhadap kajian lintas disiplin ilmu.
Pendekatan lintas disiplin ilmu ini (inter-disipliner, multi-
disipliner, dan trans-disipliner), juga memiliki kelemahan, antara
lain :
1. Pertama, untuk mendapatkan jarak pandang yang luas,
seorang bisa jadi mengorbankan waktu untuk menjadi ahli
di satu bidang.
2. Kedua, perlu dihindari upaya melakukan generalisasi yang
naïf akibat pengabungan beberapa disiplin ilmu.
3. Ketiga, Ilmuwan yang dikategorikan lintas batas
menghadapi hambatan profesi yang masih memprioritaskan
spesialisasi disiplin ilmu.
4. Keempat, interdisiplineritas kerap dicap sebagai kompetitor
oleh penganut spesialis disiplin ilmu yang fanatis.
Untuk mengatasi kelemahan ini haruslah melakukan
perubahan cara berpikir. Akademik perlu memberi ruang bagi
tumbuh kembangnya pengetahuan dan riset yang lintas disiplin
ilmu. Selayaknya atmosfir akademik perlu merawat spesialis dan
generalis demi terciptanya kemajuan akademik yang kaya.
Perubahan cara berpikir ini salah satunya berkat tekanan imperatif
lingkungan hidup dan kependudukan.
Sebagai akibat dari adanya fragmentasi disiplin ilmu, maka
akademisi kerap gagal mendeteksi ancaman besar dalam sangkar
kebebasan akademik. Pemahaman pentingnya kerjasama bisa
menjadi pelindung melawan birokratisme yang berusaha
menerapkan pengawasan yang ketat, berdasarkan indikator
performa. Karenanya cukup penting untuk menjaga kebebasan

176 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

seorang akademisi dalam memilih apa yang akan dikaji dan apa
yang tidak perlu dikaji.

5.2. Visi dan Misi Ilmu PKLH


Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
mempunyai visi untuk meningkatkan kesadaran dan perlibatan
masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah kependudukan
dan lingkungan hidup. Menurut Jayasurya bahwa misi pendidikan
kependudukan lingkungan hidup adalah agar para pelajar
memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa
keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual
dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan
timbulnya masalah lingkungan.
Di dalam konteks visi pendidikan kependudukan dan
lingkungan hidup ini terkandung unsur misi yang meliputi
pembinaan unsur-unsur : pengetahuan, kesadaran, sikap
keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan
(perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan
pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Secara
terperinci misi dari pendidikan kependudukan dan lingkungan
hidup mencakup :
a. mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat
memenuhi kebutuhan dari lingkungannya;
b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan
masalahnya kini dan mendatang;
c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang
hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial
budaya dan biofisikanya;
d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan
sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan

Filsafat Ilmu PKLH | 177


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

mengembangkan lingkungan menuju pemecahan


masalahnya;
e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang
esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi
lingkungan;
f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara
bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan
perbaikan lingkungan.
Berdasarkan misi yang terumuskan di atas maka program
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak
akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan
afektif saja, melainkan juga aspek psikomotorik-nya. Untuk
menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan,
tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam
hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah
lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk
memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Dengan demikian dapat pula dinyatakan bahwa PKLH
mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang
dalam hal ini adalah peserta didik, agar berperilaku yang rasional
dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan
lingkungan hidup. Sebagaimana uraian sebelumnya maka
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup haruslah :
a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-
alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi,
politik, kultural, historis, moral, estetika);
b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus
menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra
sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal
maupun non formal;

178 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner,


dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari
masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan
suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang
seimbang;
d. Meneliti (examine) isyu lingkungan yang utama dari sudut
pandang lokal, nasional, regional dan internasional,
sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi
lingkungan di wilayah geografis yang lain;
e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan
situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan
pertimbangan perspektif historisnya;
f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal,
nasional dan internasional untuk mencegah dan
memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara
eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek
lingkungan dalam rencana pembangunan dan
pertumbuhan;
g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran
dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan
memberi kesempatan pada mereka untuk membuat
keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan
tersebut;
h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan,
pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah
dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi
umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan
yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap
lingkungan tempat mereka hidup;
i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover)
gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;

Filsafat Ilmu PKLH | 179


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah


lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk
berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk
memecahkan masalah;
k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran
(learning environment) dan berbagai pendekatan dalam
pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan
tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya
praktis dan memberikan pengalaman secara langsung
(first - hand experience).

5.3. Tujuan dan Manfaat Ilmu PKLH


Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan
kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan
dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan kependudukan dan
lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai
mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada
jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan
kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan
dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem
kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata
pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan
tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk
Sekolah Kejuruan. Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan
Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh
perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004
tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan
pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit
Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan
180 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No.


0142/U/1996 dan No Kep : 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei
1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong
pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran
guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah
asri, dan lain-lain.
Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam
mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan
seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan
sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi,
buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri
Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan
SK bersama nomor : Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005
untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan
hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa
pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan
mata ajaran yang telah ada. Pendidikan Kependidikan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependidikan
untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian,
kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung
jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan
lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk
lebih memahami konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal
berikut ini :

Filsafat Ilmu PKLH | 181


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

a. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala
mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala
perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik,
dimana perubahan slah satu komponennya akan
mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia
Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki
daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani
yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi
mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya
sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang
mendasari perilakunya harus dibina melalui program
pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang
memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara
rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan
pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap
menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat
mungkin untuk meningkatkannya.
c. Ilmu Kependudukan
Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah,
pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta
bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke
waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu
berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan
dengan studi kependudukan. Studi kependudukan
mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomea-
fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya
dengan situasi sosial di sekitarnya.

182 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

d. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang
memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan
masalah jangka panjang. Program pembinaan dan
pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH)
perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan
berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang
dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat
mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah
untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan
perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti
kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan
lingkungan hidup dapat terwujud.
Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak
diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan
masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang
saat ini dan yang akan datang. Evolusi pendidikan lingkungan hidup
dari dahulu sampai sekarang, tetap mengandung pesan yang tidak
berubah yakni peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap,
keterampilan dan partisipasi masayrakat tentang bagaimana
menjadi warga negara yang berawawasan lingkungan. Salah satu
rekomendasi yang dihasilkan adalah ”Pendidikan lingkungan hidup
hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara
formal melalui sekolah-sekolah/lembaga/lembaga kependidikan
dan secara nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau
berbagai kelembagaan organisasi”, oleh karena itu metodologi
pendidikan lingkungan yang merupakan integral dari plekasanaan
pendiidkan lingkungan hidup secara formal harus dimiliki oleh

Filsafat Ilmu PKLH | 183


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

semua lapisan masyarakat baik lapisan atas maupun lapisan bawah.


Dalam hal terutama para pembina pendidikan harus mengetahui
dan memamhami konsep pembangunan berawawasan lingkungan
adalah bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk
mememnuhi kebutuhan dasar manusia dengan cepat, seimbang
dengan pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan
cepat.
Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai
suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu
penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai
persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi,
komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara
individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah
lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru.
Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat
mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi
para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah
formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat.
Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan
atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional
tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar
memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat
mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung
jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan
dan penggunaan sumber alam secara bijaksana demi tercapainya
peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun
materil. Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua
aspek besar yang ingin dicapai, yaitu :
a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku
reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui
pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup

184 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu


dan keluarganya sendiri.
b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah
kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat
dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia
secara keseluruhan.
Secara lebih terinci tujuan PKLH sebagai program
pendidikan formal dan nonformal adalah untuk mengembangkan
anak didik sesuai dengan tingkatan perkembangan, kebutuhan,
minat, dan kemampuan dalam hal :
a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan
lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia
dan perkembangannya;
b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan
dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan
lingkungan hidup;
c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang
serasi antara penduduk dan lingkungan;
d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi
berbagai masalah penduduka dan lingkungannya;
e. Rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk berperan
serta dalam memecahkan masalah-masalah kependudukan
dan lingkungan hidup;
f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan
kebutuhan hidup manusia;
g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi
kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses
regenerasi.

Filsafat Ilmu PKLH | 185


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan


profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan
peningkatan daya dukung sumber daya yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen
yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan
(sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar
dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu
memasukkan metode-metode yang memungkinkan
berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu
dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata
memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh
individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive
the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan
pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan
“kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan
masalah adalah sebagai berikut ini :
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum,
menulis secara persuasif, disain grafis;
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka,
melakukan wawancara, menganalisa data;
c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process):
kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi
(higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis;

186 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

b. berfikir kreatif;
c. berfikir secara integratif;
d. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang
bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh
sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan
kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai
dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan
yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable
Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004,
telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan
satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling
memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
a. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin
ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang
berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi
bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha,
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri,
dan Perdagangan.
b. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat
dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi
yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan,
Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat
perkotaan, Masyarakat terasing atau masyarakat terpencil,
Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan
pengawasan yang kuat.

Filsafat Ilmu PKLH | 187


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

c. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang
berkaitan dengan hal ini adalah : (1) Pengelolaan
sumberdaya air, (2) Pengelolaan sumberdaya lahan, (3)
Pengelolaan sumberdaya udara, (4) Pengelolaan
sumberdaya laut dan pesisir, (5) Energi dan sumberdaya
mineral, (6) Konservasi satwa dan tumbuhan langka,
keanekaragaman hayati, dan (7) Penataan ruang Kesadaran
subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi
dialektis yang terkristal dalam diri manusia dalam
hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan
yang harus dipahaminya.
Memandang kedua fungsi dialektika semacam itu, akan
menghindarkan keterjebakan ke dalam kondisi kerancuan berfikir.
Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti
subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi
hubungan dialektis tersebut tidak berarti persoalan mana yang
lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus
melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya,
yakni: Pengajar, Pelajar (peserta didik), dan Realitas dunia. Unsur
pengajar dan peserta didik adalah subyek yang sadar (cognitive),
sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari
(cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak
terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini. Dengan kata
lain, bahwa langkah awal yang paling menentukan dalam upaya
pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu
“mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada
dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan
proses pendidikan itu sendiri.

188 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-5 : Konsep Dasar PKLH

Dengan demikian maka proses penyadaran merupakan


proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia
kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti atau stagnan, ia
senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari
satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif”
sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai
tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya
kesadaran” (the concise of the consciousness). Joseph Cornell,
seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan
permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami
psikologi ini. Sekitar tahun 1979 Joseph mengembangkan konsep
belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan
disusun sedemikian rupa untuk menciptakan sinkronisasi proses
belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian
rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada
saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar. Aspek-aspek
yang perlu diperhatikan adalah :
a. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga
keseimbangan aspek-aspek yang lain;
b. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat,
kagum, puas, dan bangga;
c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok;
d. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan
melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin;
e. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan.

Filsafat Ilmu PKLH | 189


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

BAB – VI
PERANAN PKLH
DALAM
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

190 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

6.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses
pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan
manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan cara
menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan
sumber alam yang tersedia. Secara implisit pengertian di atas
mengandung makna beberapa aspek yaitu:
1. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan
didukung oleh sumber alam dengan kualitas lingkungan dan
manusia semakin berkembang;
2. Sumber alam terutama udara, air dan tanah, memiliki
ambang batas dimana pemanfaatan yang berlebihan akan
menyebabkan berkurangnya kuantitas dan kualitas
sumberdaya alam sehingga mengurangi kemampuannya
mendukung kehidupan umat manusia;
3. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas
hidup, sehingga semakin baik mutu kualitas lingkungan
semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, yang antara
lain tercermin pada meningkatnya usia harapan hidup,
turunnya tingkat kematian, turunnya waktu sakit;
4. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi
sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengurangi
kemungkinan bagi generasi masa depan juga dapat
meningkat kesejahteraannya.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak
adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang
ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai
sumberdaya alam serta kemampuan biosfer menyerap pelbagai
pengaruh dari kativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat
dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru
pembangunan ekonomi. Dengan demikian strategi pembangunan
Filsafat Ilmu PKLH | 191
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan dan


keharmonisan antara umat manusia dengan alam. Keselarasan
tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu
proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumberdaya, arah
investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan
kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan
masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan
berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan
dengan kondisi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada di suatu wilayah tertentu.
Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut,
maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas
dari beberapa aspek, yakni ; aspek ekonomi, ekologi/lingkungan,
sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut,
Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future: Menggagas
Warisan peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja
Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam pembangunan yang
berkelanjutan terdapat 5 aspek keberlanjutan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Keberlanjutan Ekologis
2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi
3. Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4. Keberlanjutan Politik
5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan
Selanjutnya Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan
enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana
yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di
daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan
dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam
tolok ukur itu meliputi :

192 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. pro lingkungan hidup;


2. pro rakyat miskin;
3. pro kesetaraan jender;
4. pro penciptaan lapangan kerja;
5. pro dengan bentuk negara kesatuan RI; dan
6. harus anti korupsi, kolusi serta nepotisme.

A. Sejarah Perkembangan Paradigma Pembangunan


Berkelanjutan
Laju pembangunan telah menimbulkan permasalahan
lingkungan hidup Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga
cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi
yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan
dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.Sungai-
sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah
tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari
sampah padat, pupuk maupun pestisida.
Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya
kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Mulai tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian
serius dari kalangan ilmuwan, politisi maupun masyarakat umum.
Perhatian tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai
kasus pencemaran terhadap lingkungan hidup tetapi juga
banyaknya korban jiwa manusia.
Saifullah mencatat bahwa beberapa kasus lingkungan hidup
yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950
yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit
sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-aduh).
Penyakit ini terdapat di daerah 3 km sepanjang sungai Jintsu yang

Filsafat Ilmu PKLH | 193


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

tercemari oleh cadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan


seng (Zn). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari
sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi daripada
daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar
Teluk Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik
yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian
terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh air raksa (Hg) yang
terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Limbah dari pabrik
kimia yang mengandung Hg berkadar tinggi tersebut mengalir dan
mengendap pada perairan Teluk Minamata di Jepang. Zat Hg yang
ada di perairan tersebut diserap oleh berbagai biota laut seperti
ikan, kerang dan siput laut. Budaya kuliner bangsa Jepang yang
sangat senang mengonsumsi ikan, siput dan kerang-kerangan
merupakan media masuknya dan terakumulasinya zat Hg dalam
tubuh masyarakat atau penduduk di sekitar perairan tersebut,
sehingga mereka mengalami kenaikan kadar ambang batas
keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah
menyebabkan penyakit keracunan yang disebut penyakit
Minamata.
Setelah berbagai kemunculan masalah lingkungan yang
semakin meningkat dalam setiap tahun, maka kemudian muncul
kesadaran masyarakat untuk melaksanakana pembangunan
dengan tetap memperhatiakn daya dukung lingkungan. Isu
lingkungan hidup kemudian pertama kali menjadi agenda resmi
internasional pada Stockholm Conference on the Human
Environment tahun 1972. Konferensi ini melahirkan kelembagaan
tingkat internasional yang dinamakan United Nations Environment
Programme (UNEP). Pada tahun 1980, bersama International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),

194 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

dan World Wide Fund for Nature (WWF) mulai memperkenalkan


model pembangunan berkelanjutan.
Pada tahun 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa
untuk memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-
1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas
penanganan masalah lingkungan saat itu. Dalam sidang istimewa
tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan
dan Pembangunan (World Commission Environment and
Development - WCED). WCED adalah komisi independen yang
membahas serta memberikan rekomendasi terhadap persoalan-
persoalan lingkungan global. PBB memilih PM Norwegia Nyonya
Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled,
masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED (yang dikenal
sebagai Komisi Bruntland). Komisi ini mengahasilkan laporan
dengan judul “ Our Common Future”, yang membahas berbagai
program nyata untuk mengintegrasikan kepedulian lingkungan dan
pembangunan ekonomi pada tingkat internasional, nasional serta
lokal.
Pada tahun 1992, 10 tahun setelah penyelenggaraan
Konferensi Stockholm, PBB menyelenggarakan United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED). Konferensi
ini merupakan konferensi internasional terbesar yang membahas
lingkungan hidup pada era itu. UNCED juga merupakan tonggak
sejarah bagi pengembangan kebijakan dan hukum lingkungan di
tingkat internasional, nasional maupun lokal. Dokumen-dokumen
utama yang dihasilkan UNCED adalah: (1) Rio Declaration on
Environment and Development (Deklarasi Rio); Agenda 21 (Rencana
aksi untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
Deklarasi Rio); (3) Konvensi tentang keanekaragaman hayati; (4) the
Framework Convention on Climate Change (UNFCC); dan (5)
Statement of Principles for a Global Consensus on the Management,

Filsafat Ilmu PKLH | 195


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Conservation, and Sustainable Development off All Types of Forest


(Statement of Forest Principles). Deklarasi Rio yang berisi 27 prinsip
merupakan pengembangan dari prinsip Stockholm dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Sementara agenda 21,
memuat kebijakan, program, rencana dan pedoman rencana aksi
bagi pemerintah di tingkat nasional dalam melaksanakan Deklarasi
Rio.
Perkembangan berikutnya, pada September 2000, 186
pemimpin dunia menghadiri United Nations Millenium Summit.
Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Milenium yang
bertujuan untuk membebaskan manusia dari kondisi kemiskinan.
Dalam konferensi ini tercetus Millenium Development Goals
(MDGs). Deklarasi ini bertekad untuk bersama-sama melawan
kemiskinan dan kelaparan, mendorong pendidikan, kesetaraan
gender, mengurangi angka kematian bayi, memperbaiki kesehatan
ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya,
mendorong keberlanjutan lingkungan dan mendorong kerjasama
global dalam pembangunan.
Setelah pelaksanaan konferensi UNCED, kemudian
diselenggarakan World Summit on Sustainable Development
(WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Pada
acara ini dibahas evaluasi terhadap efektivitas hasil pertemuan di
Deklarasi Rio. Hasil penting dari konferensi ini adalah Political
Declaration dan Johannesburg Plan of Implementation (JPOI).
Political Declaration tersebut terdiri atas enam bagian yang intinya
berupa komitmen untuk melaksanakan JPOI dengan penetapan
kerangka waktu untuk mewujudkan capaian-capaian yang
terkandung dalam konferensi WSSD. JPOI atau Rencana Aksi
Johannesburg terdiri atas 170 paragraf dan secara umum
mencakup hal-hal berikut :

196 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. Mengurangi angka kemiskinan


2. Mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak
berkelanjutan
3. Melindungi dan mengelola sumber daya alam sebagai
basis pembangunan ekonomi dan sosial
4. Pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan
efektif (good governance)
5. Upaya sunguh-sungguh di tingkat global; termasuk di
antara para pelaku utama seperti perwakilan negara-
negara, wilayah, badan-badan PBB, multinational
development banks dan kelompok masyarakat sipil
6. Kelembagaan di tingkat nasional yang kuat dan
partisipatif untuk mengarustamakan pembangunan
berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya merupakan upaya yang dinamis.
Hal ini sesuai dengan perspektif para stakeholder yang senantiasa
berkembang. Sebagai implikasi dari perkembangan perspektif
tersebut, penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan,
strategi dan kegiatan pengelolaan sumberdaya. Oleh karena itu,
berdasarkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan,
pemanfaatan sumber daya harus memperhatikan dimensi lain agar
lebih komprehensif.
Paradigma pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk
meniadakan atau meminimalisir persoalan lingkungan dengan
merubah paradigma pembangunan yang mengutamakan
pertumbuhan dan kemajuan ekonomi, yang diganti dengan sebuah
pendekatan yang lebih holistik dan integratif dengan memberi
perhatian serius, mensinkronkan dan memberi bobot yang sama
kepada pembangunan sosial budaya dan pembangunan lingkungan
hidup. Pembangunan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup
harus dipandang sebagai terkait erat satu sama lain, sehingga

Filsafat Ilmu PKLH | 197


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait tersebut tidak boleh


dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan yang lainnya.
Setelah dikeluarkannya deklarasi tersebut, sejarah juga
mencatat akan banyaknya peristiwa lingkungan hidup seperti :
pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan global, pelubangan
lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan
energi. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah
satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan
sumber daya alam dan energi menjadi modal utama
berlangsungnya proses pembangunan ekonomi. Keberpihakan
akan kemajuan ekonomi inilah yang mengakibatkan sumber daya
alam dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan.

B. Ciri dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan karena
dorongan berbagai hal, salah satunya adalah kerusakan lingkungan
yang disebabkan oleh pelaksanaan pembangunan. Pengalaman
negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa
pembangunan selain mendorong kemajuan juga menyebabkan
kemunduran karena dapat mengakibatkan kondisi lingkungan rusak
sehingga tidak lagi dapat mendukung pembangunan. Pelaksanaan
pembangunan akan berhasil baik apabila didukung oleh lingkungan
(sumber daya alam) secara memadai.
Kesadaran umat manusia pada masalah lingkungan hidup
semakin meluas yaitu dengan diadakannya Konferensi PBB tentang
lingkungan hidup manusia di Stockholm, Swedia tanggal 5-16 Juni
1972. Konferensi ini merupakan perwujudan kepedulian bangsa-
bangsa di dunia akan masalah lingkungan hidup dan merupakan
komitmen prima bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk
memformulasikannya dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup. Hasil dari konferensi ini adalah : (1) Deklarasi

198 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas mukadimah dan 26


prinsip dalam Stockholm Declaration ; (2) Rencana Aksi Lingkungan
Hidup Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi.
Deklarasi dan rekomendasi dari konferensi ini dapat dikelompokkan
menjadi lima bidang utama yaitu pemukiman, pengelolaan sumber
daya alam, pencemaran, pendidikaan dan pembangunan. Deklarasi
Stockholm juga menyerukan agar bangsa-bangsa di dunia
mempunyai kesepakatan untuk melindungi kelestarian dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan manusia.
Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan menurut Yudi Pramana yaitu:
1. Menjamin pemerataan dan keadilan, yaitu generasi
mendatang dapat memanfaatkan dan melestarikan sumber
daya alam sehingga berkelanjutan.
2. Menghargai dan melestarikan keanekaragaman hayati,
spesies, habitat, dan ekosistem agar tercipta keseimbangan
lingkungan.
3. Menggunakan pendekatan integratif sehingga terjadi
keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan
lingkungan untuk masa kini dan mendatang.
4. Menggunakan padangan jangka panjang untuk
merencanakan rancangan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya yang mendukung pembangunan.
5. Meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan sumber
daya alam secara bijaksana.
6. Memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa
membahayakan pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang dan mengaitkan bahwa pembangunan ekonomi
harus seimbang dengan konservasi lingkungan.
Maria Ningsih menyebutkan bahwa ciri-ciri suatu pembangunan
yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan
adalah sebagai berikut :
Filsafat Ilmu PKLH | 199
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. Pembangunan yang dilaksanakan mampu meminimalkan


kerusakan dan pencemaran lingkungan.
2. Pembangunan yang dilaksanakan harus memerhatikan
keseimbangan antara lingkungan fisik dan lingkungan
emosi.
3. Pembangunan yang dilaksanakan mendasarkan pada nilai-
nilai kemanusiaan serta memerhatikan moral atau nilai-nilai
adat yang dianut dalam masyarakat.
4. Pembangunan yang dilaksanakan harus memiliki sifat-sifat
fundamental dan ideal serta berjangka pendek dan panjang.
5. Pembangunan yang dilaksanakan harus memperluas
lapangan dan kesempatan kerja.
6. Pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
7. Pembangunan yang dilaksanakan mampu melakukan
pemerataan atau keseimbangan kesejahteraan hidup
antargolongan dan antardaerah.
8. Pembangunan yang dilaksanakan mampu menunjukkan
peningkatan produksi nasional, ditunjukkan dengan laju
pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
9. Pembangunan nasional harus berpedoman untuk selalu
mempertahankan stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya,
dan keamanan nasional.
Soegiharsono menjelaskan bahwa ciri-ciri pembangunan
berkelanjutan adalah:
1. Menjamin pemerataan dan keadilan; strategi pembangunan
yang berkelanjutan dilandasi oleh pemerataan distribusi
lahan dan faktor produksi, lebih meratanya kesempatan
perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk
kesejahteraan.

200 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

2. Menghargai keanekaragaman hayati; keanekaragaman


hayati merupakan dasar bagi tatanan lingkungan.
Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian
bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut
untuk masa kini dan masa yang akan datang.
3. Menggunakan pendekatan integratif; dengan menggunakan
pendekatan integratif, maka keterkaitan yang kompleks
antara manusia dengan lingkungan dapat dimungkinkan
untuk masa kini dan yang akan datang.
4. Menggunakan pandangan jangka panjang; untuk
merencanakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
yang mendukung pembangunan agar secara berlanjut dapat
digunakan dan dimanfaatkan.
Berdasarkan ulasan tentang ciri-ciri pembangunan berkelanjutan
seperti di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ciri-ciri
pembanguan berkelanjutan adalah:
1. Memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat
mendukung kesinambungan pembangunan.
2. Meminimalisasi dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
3. Dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan
mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman yang dimiliki dan yang mungkin timbul di
belakang hari.
4. Melibatkan partisipasi warga masyarakat, khususnya
masyarakat yang berada di sekitar lokasi pembangunan.
Setelah dikeluarkannya Deklarasi Stockholm, sejarah juga
mencatat akan banyaknya peristiwa lingkungan hidup seperti:
pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan global, pelubangan
lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan
energi. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah
Filsafat Ilmu PKLH | 201
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan


sumber daya alam dan energi menjadi modal utama
berlangsungnya proses pembangunan ekonomi. Keberpihakan
akan kemajuan ekonomi ini yang mengakibatkan sumber daya alam
dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan berkelanjutan menganut
berbagai prinsip. Menurut United Nations Conference on
Environment and Development (UNCED) yang dikutip oleh Mas
Achmad Santosa (Emil Salim, 2010) prinsip pembangunan
berkelanjutan adalah:
1. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational
equity) yang menekankan pada keadilan dalam sebuah
generasi umat manusia dalam pemenuhan kualitas hidup.
2. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle) yang
mengandung pengertian bahwa apabila terdapat ancaman
berarti atau adanya acaman kerusakan lingkungan yang
tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan alasan untuk
pembuktian ilmiah yang konkluksif dan pasti, tidak dapat
dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk
mencegah terjadinya kerusakan tersebut.
3. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of
biological diversity); yang memandang potensi keragaman
hayati memberikan arti penting bagi kesinambungan
kehidupan umat manusia. Apalagi laju kerusakan dan
kepunahan keragaman hayati semakin besar maka akan
berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.
4. Internalisasi biaya lingkungan (Internalisation of
environmental cost and incentive mechanism); Rasio
pentingnya diberlakukan prinsip ini berangkat dari suatu
keadaan di mana penggunaan sumber daya alam kini

202 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

merupakan kencenderungan atau reaksi dari dorongan


pasar.
Dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasan
penting yaitu pertama gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial
yang memberlanjutkan kehidupan manusia. Kedua gagasan
keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan
organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan kini dan hari depan (Djajadiningrat, dan
Famiola, 2004). Selanjutnya Djajadiningrat dan Famiola (2004)
menyatakan bahwa setiap elemen pembangunan berkelanjutan
diuraikan menjadi empat hal yaitu:
a) pemerataan dan keadilan sosial,
b) keanekaragaman,
c) integratif, dan
d) perspektif jangka panjang.
Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas),
disebutkan bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas
pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat pemulihan
ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi
berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi
kerakyatan. Siregar (2004), menjelaskan ada 3 aset dalam
pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan infrastruktur. Sumberdaya alam adalah semua
kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya manusia adalah
semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran,
seni, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada
umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan
manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan
manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan
Filsafat Ilmu PKLH | 203
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan


semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya di
masa yang akan datang.
Sedangkan Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan,
atau World Commission on Environtment and Development
(WCED), (dalam Abu Huraerah, 2008), menyebutkan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan adalah menjamin terciptanya
kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang serta
meningkatkan potensi produksi dengan pengelolaan yang ramah
lingkungan hidup.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan melestarikan,
memelihara, menjaga serta meningkatkan kualitas hidup manusia
dengan menyeimbangkan pembangunan ekonomi, sosial dan
lingkungan. Menyadari akan hal tersebut, maka aspek kelestarian
lingkungan hidup untuk kesinambungan kehidupan antar generasi
menjadi komitmen mutlak yang mendasari setiap kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup setiap negara di masa kini maupun
masa mendatang. Dengan prinsip dasar seperti ini diharapkan
setiap negara mampu untuk mengaktualisasikan komitmen ini agar
dapat mengantisipasi sejauh mungkin segala akibat yang akan
terjadi sehingga dapat memperkecil malapetaka lingkungan bagi
umat manusia.

C. Konsep Pendekatan dan Strategi Pembangunan


Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah
sejak lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan
(sustainability) sendiri baru muncul beberapa dekade yang lalu,
walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai oleh

204 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Malthus pada tahun 1798, yang mengkhawatirkan ketersedian


lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah
abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin
mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun 1972
menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadow
et al., 1972). Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan
(lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan”. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan
erat dengan bagaimana mengkonservasi stok kapital bumi. Barbier
(1993) merinci tiga jenis kapital, yaitu: man made capital (Km),
human capital (Kh), dan natural capital (Kn).
Menurut Perman et al., (1996) dalam Fauzi (2004),
setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi
harus berkelanjutan. Pertama, menyangkut alasan moral. Generasi
kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk
menyisakan layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi
mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak
mengekstraksi sumberdaya alam yang merusak lingkungan
sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang
untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan
ekologi. Keanekaragaman hayati, misalnya, memiliki nilai ekologi
yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi semestinya tidak
diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut.
Ketiga, menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi
memang masih menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah
aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria
berkelanjutan. Dimensi ekonomi keberlanjutan sendiri cukup
kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini

Filsafat Ilmu PKLH | 205


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antar-


generasi (intergenerational welfare maximization).
Menurut Emil Salim bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan ini didasari oleh lima ide pokok besar, sebagai
berikut:
1. Pertama, proses pembangunan mesti berlangsung
secara berlanjut, terus-menerus, dan kontinyu, yang
ditopang oleh sumber alam, kualitas lingkungan, dan
manusia yang berkembang secara berlanjut pula.
2. Sumber daya alam (terutama tanah, air, dan) memiliki
ambang batas, di mana penggunaannya akan
menciutkan kuantitas, dan kualitasnya.
3. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan
kualitas hidup.
4. Pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak
menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di
masa depan.
5. Pembangunan berkelanjutan mengandalkan solidaritas
transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi
sekarang tidak mengurangi kemungkinan bagi generasi
selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Prof. Dr. Emil Salim (dalam Sugandhy dan Hakim, 2007)
mengatakan bahwa : “Supaya pembangunan dapat berkelanjutan,
dan meningkatkan kesejahteraan generasi masa kini tanpa
memperkecil kesempatan bagi generasi masa depan menaikkan
kesejahteraan mereka nanti, maka sasaran pembangunan ekonomi
perlu menunjang, dan ditunjang oleh sasaran pembangunan sosial,
dan lingkungan. Begitu pula sasaran pembangunan sosial
menunjang tercapainya sasaran pembangunan ekonomi dan
lingkungan. Dan pembangunan lingkungan menopang tercapainya
sasaran pembangunan ekonomi, dan sosial”.
206 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada


isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan
berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit
2005 menyebut ketiga dimensi tersebut saling terkait dan
merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Sudah banyak disinggung di awal bahwa pembangunan
berkelanjutan berkonsentrasi pada pilar pembangunan ekonomi,
sosial, dan lingkungan secara sekaligus. Pembangunan
berkelanjutan sebagai suatu paradigma baru di dalam
pembangunan yang telah menyepakati suatu pendekatan yang
terintegrasi/terpadu terhadap pembangunan, yang
menggabungkan sekaligus tiga pilar pembangunan tersebut. Akhir-
akhir ini, ketiga pilar tersebut kadang disamakan dengan P3
Concept, yaitu people, planet, and profits (Kemp dan Martens,
2007), tetapi mereka tidaklah berbeda secara prinsipil. Secara
sederhana, hubungan ketiga pilar tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :

Hubungan Antar Kepentingan Ekonomi, Sosial Dan Lingkungan


Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Filsafat Ilmu PKLH | 207


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pilar lingkungan (environment) adalah wilayah yang


mengalami dampak ekologis langsung akibat usulan kebijakan atau
proyek. Sementara itu, lingkup keberlanjutan ekonomi (economic)
dan sosial (social) adalah batas administratif lokal. Bila dampak
ekonomi dan sosial dirasakan lintas wilayah, maka batas
administrasi yang digunakan adalah semua wilayah yang terkena
dampak. Dalam pernyataan yang hampir senada, Kemp dan
Martens (2007) mengatakan bahwa ; economy refers to jobs and
wealth; environment to environmental qualities, biodiversity, and
nature’s resources; and society to health, social cohesion, and
opportunities for self-development attributable to education and
freedom (ekonomi menunjuk pada pekerjaan dan kesejahteraan;
lingkungan pada kualitas lingkungan, biodiversitas, dan sumber
daya alamiah; dan sosial pada kesehatan, kekerabatan sosial, dan
kesempatan bagi self-development attributable untuk pendidikan
dan kebebasan).
Pada Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO,
2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan
dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi
manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam".
Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai
pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai
kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". Dalam
pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat
dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau (Green Development) pada umumnya
dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan
hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas
pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan
Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks
bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari

208 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh,


pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah
mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk
dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang
terbatas.
Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen
bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari alam dan budaya.
Network of Excellence "Sustainable Development in a Diverse
World" SUS.DIV, sponsored by the European Union, bekerja pada
jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan
menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi
baru bagi pembangunan berkelanjutan.
Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan
lingkungan sebagai kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal
ini nyata di dalam konsep keberlanjutan usaha yang mengkerangkai
kebutuhan global ini sebagai kesempatan bagi perusahaan privat
untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan. Pandangan
ini sekarang diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah
satunya dilakukan di Center for Sustainable Global Enterprise at
Cornell University.
Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (World
Commission on Environtment and Development - WCED), telah
mendaftar sebanyak 42 lingkup atau sektor sebagai bagian dari
Pembangunan Berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang
ambigu, dimana pandangan yang luas berada di bawah
naungannya. Konsep ini memasukkan pemahaman keberlanjutan
lemah, keberlanjutan kuat, dan ekologi mendalam (deep ecology).
Konsep yang berbeda juga menunjukkan tarik ulur yang kuat antara
eko (lingkungan) sentrisme dan antropo (manusia) sentrisme. Oleh

Filsafat Ilmu PKLH | 209


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

karena itu konsep ini lemah didefinisikan dan mengundang debat


panjang mengenai definisinya.
Selama dua dekade terakhir, lembaga-lembaga yang
berbeda telah berusaha mengukur dan memantau perkiraan atas
apa yang mereka pahami sebagai keberlanjutan dengan
mengimplementasikan apa yang disebut dengan matrik dan
indikator keberlanjutan. Sasaran pembangunan berkelanjutan
menurut Sutamihardja (2004), merupakan upaya untuk
terwujudnya :
1. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar
generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa
pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan
pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar
dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta
diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan
menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya
alam yang tak tergantikan (unreplaceable).
2. Safe guarding atau pengamanan terhadap kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan
pencegahan terjadinya gangguan ekosistem dalam rangka
menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi
yang akan datang.
3. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata
untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi
kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam
yang berkelanjutan antar generasi.
4. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang
berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang
(inter temporal).
5. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang

210 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun


lestari antar generasi.
6. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar
generasi sesuai dengan habitatnya.
Pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan sangat
penting untuk membantu pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan WCED seperti dikutip
oleh Saifullah terhadap lingkungan dan pembangunan dari enam
aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan, pemerataan, sekuriti dan
resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta kerjasama
internasional. Untuk itu haruslah diterap hal-hal sebagai berikut :
Pertama adalah kebutuhan untuk menjamin penyebarluasan etika
mengenai kehidupan yang berkesinambungan serta terciptanya
komitmen masyarakat secara mendalam terhadap etika baru
tersebut. Kedua adalah upaya untuk mengejawantahkan prinsip-
prinsip dalam etika tersebut ke dalam tindakan nyata. Selain itu
yang sangat diperlukan adalah memadukan konservasi dan
pembangunan; konservasi untuk menjaga agar aktivitas kehidupan
kita tetap berada di dalam kapasitas daya dukung bumi, dan
pembangunan yang memungkinkan semua orang di manapun juga
dapat menikmati hidup yang panjang, sehat sejahtera dan
bermakna.
Menurut Emil Salim seperti yang juga dikutip oleh Absori,
untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan
pendekatan ekosistem dengan melihat interdependensi dari setiap
komponen ekosistem. Agar keberlanjutan tetap terjaga harus ada
komitmen setiap komponen penyangga kehidupan dan campur
tangan pemerintah dengan melibatkan lembaga swadaya
masyarakat. Dunia usaha yang selama ini dituduh sebagai pelaku
yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran harus dipahamkan
akan tangung jawabnya terhadap lingkungan yang dapat

Filsafat Ilmu PKLH | 211


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

diwujudkan dalam bentuk membayar kompensasi jasa lingkungan


yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai pemulihan
lingkungan yang rusak atau tercemar.
Berdasarkan berbagai uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan konservasi, kemitraan dan
integratif akan sangat mendukung pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Berbagai pendekatan ini akan menunjang
keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Selain pendekatan, hal lain yang juga sangat penting untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah
adanya strategi pembangunan berkelanjutan. Strategi
Pembangunan Berkelanjutan adalah strategi pembangunan yang
disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam
maupun sumber daya manusia secara optimal, dan di lain pihak
pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal diantara
berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber-
sumber daya tersebut. Di sini ada dua pihak yang saling berkait
yaitu: (a) Daya dukung sumber daya dan (b) solidaritas
transgenerasi. Bagaimana kita mengekang diri untuk tidak merusak
sumber daya yang ada, agar dapat bersikap adil terhadap masa
depan umat manusia atau generasi mendatang (Ignas Kleden, 1992;
Emil Salim, 1992).
Strategi Pembangunan berkelanjutan seringkali juga disebut
sebagai strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan atau
yang memperhatikan kelestarian. Ada dua macam kelestarian yang
harus dicapai yaitu: (a) Kelestarian fisik yang mengacu kepada daya
dukung sumber daya alam, (meliputi pengelolaan sumber daya
alam, analisa dampak lingkungan, dan pengembangan sumber daya
manusia; dan (b) Ketahanan sosial (berkaitan dengan tekanan
demografi terhadap lahan pertanian, desentralisasi pemerintahan
dan kebijakan, dan perlunya penataan institusi yang dapat
212 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menciptakan kesempatan yang sama terhadap semua orang


(Kleden, 1992). Strategi integrasi tersebut meliputi (i);
pengembangan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan; (ii), pengembangan pendekatan
pencegahan pencemaran; (iii) , pengembangan sistem neraca
ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan ( Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1997 ).
Menarik untuk mereview tiga isu strategis pembangunan
yang dulu lebih dikenal dengan istilah Trilogi Pembangunan dan
memodifikasi salah satu logi ” paradigma stabilitas menjadi
sustainabilitas”. Menurut Imansyah, urutanya adalah (1)
Pemerataan, (2) Pertumbuhan, (3) Sustainabilitas. Pemerataan
(equity), merupakan isu strategis pemerataan menyangkut aset,
proses, dan hasil pembangunan. Pemerataan aset – aset produksi
seperti lahan, modal/kredit, teknologi, informasi, dan kesempatan
usaha yang didukung kebijakan dan kepastian hukum, sebagai
modal dasar pembangunan. Sinergi yang dicapai antara aktor dan
sektor pembangunan menjadi dasar bagi pertumbuhan dan
keberlanjutan. Pertumbuhan (growth), merupakan isu strategis
dalam mengembangkan potensi dan mengakselerasikan dinamika
pembanguan dengan memanfaatkan keunggulan sumber daya dan
inovasi, guna mencapai pertumbuhan yang optimal bagi
kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan (sustainability),
merupakan isu strategis dalam mengharmoniskan daya dukung
lingkungan dan dinamika pembangunan agar dapat dicapai manfaat
antar kelompok masyarakat maupun antar generasi secara adil.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa strategi pembangunan berkelanjutan terdiri dari analisis
dampak lingkungan, pengembangan sumber daya manusia,
pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Berbagai strategi

Filsafat Ilmu PKLH | 213


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

pembangunan berkelanjutan akan menjadi salah satu alat untuk


mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

6.2. Pengendalian Kependudukan


Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa
didefinisikan menjadi dua kategori, yakni :
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut.
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.
Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk
tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi
memilih tinggal di daerah lain.
Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia
yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Kepadatan
penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas
area dimana mereka tinggal. Beberapa pengamat masyarakat
percaya bahwa konsep kapasitas muat juga berlaku pada penduduk
bumi, yakni bahwa penduduk yang tak terkontrol dapat
menyebabkan katastrofi Malthus, bahwa suatu saat bumi tidak
akan mampu lagi memberikan kebutuhan pangan kepada manusia.
Namun beberapa pakar menyangkal pendapat ini.
Negara-negara kecil biasanya memiliki kepadatan penduduk
tertinggi, di antaranya seperti Monaco, Singapura, Vatikan, dan
Malta. Di antara negara besar yang memiliki kepadatan penduduk
tinggi adalah Jepang dan Bangladesh.
Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara
atau wilayah tertentu dapat digambarkan dengan suatu piramida
penduduk. Grafik ini berbentuk segitiga, dimana jumlah penduduk
pada sumbu X, sedang kelompok usia (cohort) pada sumbu Y.

214 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Penduduk laki-laki ditunjukkan pada bagian kiri sumbu vertikal,


sedang penduduk perempuan di bagian kanan.

Grafik Piramida Penduduk (Sumber Wikipedia, 2012)


Piramida penduduk seperti yang tergambar di atas, dapat
menunjukkan tingkat mortalitas dalam setiap kelompok usia
penduduk suatu negara atau daerah.
Piramida penduduk menggambarkan perkembangan
penduduk dalam kurun waktu tertentu. Negara atau daerah dengan
angka kematian bayi yang rendah dan memiliki usia harapan hidup
tinggi, bentuk piramida penduduknya hampir menyerupai kotak,
karena mayoritas penduduknya hidup hingga usia tua. Sebaliknya
yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia harapan hidup
rendah, piramida penduduknya berbentuk menyerupai genta (lebar
di tengah), yang menggambarkan tingginya angka kematian bayi
dan tingginya risiko kematian.
A. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan estimasi yang diterbitkan oleh Biro Sensus
Amerika Serikat, penduduk dunia mencapai 6,5 miliar jiwa pada
tanggal 26 Februari 2006 pukul 07.16 WIB. Dari sekitar 6,5 miliar
penduduk dunia, 4 miliar diantaranya tinggal di Asia. Tujuh dari
sepuluh negara berpenduduk terbanyak di dunia berada di Asia
(meski Rusia juga terletak di Eropa).
Filsafat Ilmu PKLH | 215
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk (Sumber Wikipedia, 2012)


Laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi di negara
berkembang (merah) dibanding dengan negara maju (biru)

Grafik Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Dunia Abad-21


(Wikipedia, 2012)
Sejalan dengan proyeksi populasi, angka ini terus
bertambah dengan kecepatan yang belum ada dalam sejarah.
Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup
pada enam ribu tahun terakhir, hidup pada saat ini.
Pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah
penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa. Badan Kependudukan PBB
menetapkan tanggal 12 Oktober 1999 sebagai tanggal dimana

216 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

penduduk dunia mencapai 6 miliar jiwa, sekitar 12 tahun setelah


penduduk dunia mencapai 5 miliar jiwa.
Berikut adalah peringkat negara-negara di dunia
berdasarkan jumlah penduduk (2005):
1. Republik Rakyat Cina (1.306.313.812 jiwa)
2. India (1.103.600.000 jiwa)
3. Amerika Serikat (298.186.698 jiwa)
4. Indonesia (241.973.879 jiwa)
5. Brasil (186.112.794 jiwa)
6. Pakistan (162.419.946 jiwa)
7. Bangladesh (144.319.628 jiwa)
8. Rusia (143.420.309 jiwa)
9. Nigeria (128.771.988 jiwa)
10. Jepang (127.417.244 jiwa)
B. Dinamika Kependudukan
Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi
pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah
kelahiran. Dokumen Yunani Kuno telah membuktikan adanya upaya
pengendalian jumlah penduduk sejak zaman dahulu kala. Salah satu
contoh pengendalian penduduk yang dipaksakan terjadi di Republik
Rakyat Cina yang terkenal dengan kebijakannya 'satu anak cukup'.
Kebijakan ini diduga banyak menyebabkan terjadinya aksi
pembunuhan bayi, pengguguran kandungan yang dipaksakan, serta
sterilisasi wajib bagi pasangan usia subur.
Indonesia juga menerapkan pengendalian penduduk, yang
dikenal dengan program Keluarga Berencana (KB), meski program
ini cenderung bersifat persuasif ketimbang dipaksakan. Program ini
dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk
Indonesia, terutama pada era pemerintahan orde baru.

Filsafat Ilmu PKLH | 217


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Selain pertumbuhan jumlah penduduk, lingkup dari


dinamika kependudukan juga mencakup masalah perpindahan
penduduk (transfer penduduk). Transfer penduduk adalah istilah
untuk kebijakan negara yang mewajibkan perpindahan sekelompok
penduduk untuk pindah dari kawasan tertentu, terutama dengan
alasan etnisitas atau agama. Hal ini terjadi di India dan Pakistan,
antara Turki dan Yunani, dan di Eropa Timur selama Perang Dunia
Kedua. Kebijakan transmigrasi oleh pemerintah Indonesia selama
orde baru bisa dikategorikan transfer penduduk.
Perpindahan penduduk lainnya dapat pula disebabkan
karena migrasi, seperti migrasi dari Eropa ke koloni-koloni Eropa di
Amerika, Afrika, Australia, dan ke tempat-tempat lainnya.
Perpindahan penduduk di Indonesia yang hingga saat ini masih
cukup sulit penyelesaiannya adalah urbanisasi. Istilah urbanisasi
dipergunakan untuk perpindahan penduduk dari perdesaan ke
perkotaan. Kasus ini terjadi sebagai akibat tidak meratanya
pembangunan yang dilaksanakan di negara ini, sehingga peluang
kerja di wilayah perdesaan sangat sulit.
Perhatian dunia terhadap masalah keterkaitan antara
kependudukan, pembangunan dan lingkungan, mulai meningkat
pada dekade tahun 1960-an. Sejalan dengan kekhawatiran akan
pertambahan jumlah penduduk yang cepat, perhatian para
perencana pembangunan dipusatkan pada usaha untuk memahami
keterkaitan antara variabel kependudukan dan lingkungan, serta
dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan demikian usaha awal untuk mengatasi penyusutan
sumberdaya alam, pada saat tingkat kelahiran masih tingi, adalah
dengan upaya penurunan angka kelahiran, sebagai upaya untuk
menyelaraskan keseimbangan jumlah penduduk dan lingkungan.
Perubahan dan perkembangan kependudukan di dunia
internasional yang sangat dinamis, akan mempengaruhi pula
218 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

keadaan kependudukan di Indonesia. Salah satu pengaruh yang


perlu diantisipasi adalah akan dimulainya sistem ekonomi pasar
bebas (free market economy) pada awal tahun 2000-an.
Peningkatan persaingan dalam bidang ekonomi, membuat investasi
asing akan meningkat dan akan menyebar ke berbagai wilayah di
Indonesia sejalan dengan kebijaksanaan desentralisasi. Sebagai
akibat perkembangan tersebut, salah satu spekulasi dari segi
kependudukan di masa datang adalah semakin meningkatnya
mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya di
Indonesia.
Menurut Ida B. Purmana (2011), bahwa pembangunan
harus berwawasan kependudukan adalah kebijakan pembangunan
yang senantiasa mengacu atau merujuk kepada dinamika dan tren
perkembangan kependudukan (population-responsive policy),
Tetapi sekaligus juga kebijakan pembangunan yang diarahkan
untuk membentuk dinamika dan struktur penduduk seperti yang
diinginkan (population-influencing policy).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat
mortalitas dalam setiap kelompok usia penduduk pada suatu
negara atau daerah, dapat dilihat pada gambarn piramida
penduduk. Mortalitas di Indonesia dapat ditunjukkan pada gambar
berikut.

Filsafat Ilmu PKLH | 219


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Sumber : BKKBN (2011)


Dengan mencermati piramida penduduk Indonesia pada
tahun 2010 di atas, dapat disimak beberapa hal, antara lain :
1. Penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) paling banyak.
Beberapa tahun ke depan mereka inilah yang akan memasuki
usia kerja. Untuk itu maka perlu dipersiapkan dengan baik
agar memiliki produktivitas dan daya saing yang tinggi.
2. Penduduk usia kerja atau dewasa (15 sampai 64 tahun) cukup
besar. Kondisi inilah yang disebut oleh para ahli demografi
sebagai bonus demografi (demographic bonus). Proyeksi
pertumbuhan penduduk di Indonesia memprediksikan bahwa
puncak dari bonus demografi ini akan terjadi pada tahun
2035, ketika penduduk yang sekarang berada pada piramida
usia muda yang telah bergeser menjadi penduduk usia kerja.
3. Penduduk usia lanjut (64 tahun ke atas) masih besar (> 10 juta
jiwa). Populasi ini tidak boleh diabaikan begitu saja,
melainkan harus tetap diupayakan optimalisasi
pemberdayaannya, sehingga mereka masih terus

220 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

memberikan sumbangsih dalam pelaksanaan pembangunan


nasional.
Dalam menghadapi realitas kondisi penduduk Indonesia
seperti yang tergambar di atas, teori pembangunan berwawasan
kependudukan yang dikemukakan oleh Ida B. Purmana
sebagaimana yang diuraikan sebelumnya dapat diterapkan.
Teori Population-Responsive Policy, dapat diterapkan
dengan merujuk ketiga tren perkembangan penduduk di atas.
Menurut Ida Purmana, bahwa untuk merespon tren jumlah usia
muda yang dominan, maka pembangunan kependudukan di
Indonesia harus difokuskan pada penyiapan generasi mendatang
yang berkualitas. Beberapa hal dapat dilakukan untuk itu,
diantaranya ; 1) pembangunan pendidikan yang berkualitas, dan 2)
pembangunan kesehatan masyarakat terutama kesehatan
reproduksi. Sedangkan untuk merespon kondisi penduduk usia
kerja (dewasa) yang juga cukup besar, pemerintah perlu melakukan
upaya berupa ; (1) peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan,
(2) peningkatan/penciptaan lapangan kerja, dan (3) pemberdayaan
perempuan sehingga mereka dapat memasuki lapangan kerja
dalam atmosfir kesetaraan jender. Kemudian untuk merespon
realitas tingginya populasi penduduk usia lanjut, sebagai akibat
semakin meningkatkan usia harapan hidup di Indonesia, maka
pemerintah perlu melakukan beberapa upaya berupa ; (1)
pelayanan kesehatan usia lanjut, dan (2) pemberian peluang tetap
aktif dan produktif sesuai kemampuannya bagi penduduk usia
lanjut.
Disamping itu teori Popultion-Influencing Policy, dapat
diterapkan untuk merumuskan kebijakan program struktur
kependudukan yang diinginkan di masa depan. Secara faktual
permasalahan kependudukan di Indonesia memiliki tiga masalah
krusial, yakni :
Filsafat Ilmu PKLH | 221
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. Jumlah penduduk yang cukup besar.


2. Kualitas penduduk yang relatif rendah.
3. Persebaran penduduk yang timpang, terutama antara
wilayah Pulau Jawa dan Luar Jawa.
Kondisi ini sudah terlihat sejak awal kemerdekaan R.I. dan
semakin parah seiring perjalanan bangsa ini membangun mengisi
kemerdekaannya. Menyadari hal tersebut maka pemerintah orde
baru pada awal tahun 1970-an telah mencanangkan tiga program
pilar dalam pembangunan kependudukan, yakni :
1. Pengendalian Kuantitas Penduduk ; yang kemudian
melahirkan program nasional Keluarga Berencana.
2. Peningkatan Kualitas Penduduk ; yang melahirkan berbagai
program di bidang pendidikan, kesehatan, dan berbagai
program yang menunjang kesejahteraan rakyat.
3. Pengarahan Mobilitas Penduduk ; yang melahirkan
kebijakan transmigrasi, yang sasaran pokoknya adalah
penyebaran penduduk, disamping upaya peningkatan
kesejahteraan penduduk, baik warga transmigrasi maupun
warga penduduk asli di wilayah transmigrasi.
Pertanyaan mendasar yang muncul setelah bangsa
Indonesia sudah hampir 70 tahun merdeka, dan lebih 40 tahun
melakukan pembangunan kependudukan dengan tiga pilar di atas,
realitasnya permasalahan kependudukan ini tidak satupun yang
dapat diselesaikan oleh bangsa ini. Menurut hemat penulis
kegagalan bangsa ini menyelesaikan problem pembangunan
nasional bangsa ini, termasuk pembangunan kependudukan
disebabkan oleh empat faktor, yakni :
1. Kebijakan pemerintah setengah hati ; fenomena ini terlihat dari
program pengarahan mobilitas penduduk, yang hanya
diterjemahkan melalui program transmigrasi. Padahal dari tiga

222 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

faktor penyebab perpindahan penduduk yang paling efektif


adalah perpindahan swakarsa karena adanya harapan hidup
yang lebih baik di tempat yang baru. Ini akan lebih efektif
tercipta bila pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disebar secara
merata di permukaan bumi wilaya Indonesia ini. Demikian pula
dengan program peningkatan kualitas penduduk, tetapi justru
pemerintah memberikan peluang untuk tumbuhnya praktik
liberalisme yang berorientasi kapitalis, sehingga biaya
pendidikan dan kesehatan semakin mahal. Sedangkan pada
program pengendalian kuantitas penduduk sikap pemerintah
setengah hati menangani hal ini, terutama terlihat sejak
runtuhnya pemerintahan orde baru. Yang mana program
keluarga berencana tidak lagi intens dijalankan bahkan
cenderung diabaikan, dan alokasi dana pada kegiatan program
ini semakin kecil.
2. Kebijakan pemerintah inkonsisten ; fenomena ini yang paling
jelas terlihat dalam praktik pemerintahan di Indonesia. Realitas
seperti ini terjadi baik pada pemerintahan pusat terutama pada
pemerintahan daerah, karena setiap pergantian pimpinan
pemerintahan akan segera pula diikuti dengan perubahan arah
dan strategi pembangunan. Ibarat setiap pimpinan di negara ini
cuma seorang “praktikan”, yang masuk ke laboratorium
percobaan bernama “pemerintahan Indonesia”. Hal inilah yang
mengakibatkan rakyat negara ini hanya “kelinci percobaan”,
yang menyerahkan nasibnya untuk dibedah sesuai selera dan
keinginan para praktikan frontier itu. Berhentinya program
transmigrasi dan mengendornya program KB setelah orde baru
runtuh, adalah sebagian kecil dari contoh inkonsistensi
kebijakan pemerintahan di negara ini. Contoh lain di sektor
pendidikan adalah berhentinya konsep “link and match” yang
dicanangkan oleh Wardiman, justru pada masa orde baru
masih berkuasa. Padahal program tersebut sudah banyak
Filsafat Ilmu PKLH | 223
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

mengubah piranti pendidikan di negara ini, baik hardware


maupun software di sektor pendidikan, dan telah
menghabiskan banyak anggaran.
3. Kekuasaan tidak pro-rakyat ; Ketiga komponen kekuasaan
negara sepanjang Indonesia merdeka hampir belum ada yang
mengabdi untuk melayani rakyat. Justru kekuasaan menjadi
ajang penguasa melakukan eksploitasi terhadap SDA dan
melakukan praktik kolonialisasi terhadap rakyatnya. Mental
frontier penguasa semacam ini, mengakibatkan penguasa
yudikatif tidak mampu menegakkan law inforcement,
penguasa legislatif tidak mampu merumuskan perundangan
yang mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan
diri dan kelompoknya, penguasa eksekutif tidak mampu
mendahulukan pembangunan yang adil dan merata di atas
membangun kekayaan diri sendiri dan kelompoknya melalui
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
4. Kendala kultural multi etnis ; Fenomena ini melahirkan
solidaritas sempit yang bersifat kedaerahan, etnis, dan agama,
dan tidak menumbuhkan solidaritas nasionalime. Kendala ini
sebenarnya telah disadari sejak awal oleh para finding father
sebelum kemerdekaan bangsa ini, sehingga mereka
menegaskan “Bhineka Tungga Ika” sebagai semboyan bangsa
Indonesia. Akan tetapi belum ada pemerintahan yang
mengejawantahkan semboyan ini dalam gerak langkah
kebijakan pembangunan. Bhineka Tunggal Ika tidak bermakna
selama pemerintahan pusat masih terus meng-anak emas-kan
pembangunan di Jawa dan mengabaikan penduduk di luar
Jawa, bahkan menelantarkan warga Indonesia di sepanjang
perbatasan yang jauh dari Pulau Jawa. Bhineka Tunggal Ika
akan menjadi slogan kosong, selama praktik diskriminasi dalam
pemilihan pemimpin (Pileg, Pilkada, Pilpres) masih

224 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menggunakan embel-embel putra daerah, orang Jawa, dan lain


sebagainya.
Apakah empat tembok raksasa di atas dapat dicairkan oleh
bangsa Indonesia ? Adalah suatu tantangan yang menarik untuk
dikaji oleh putra bangsa yang mendeklarasikan diri sebagai
“negarawan”. Akan tetapi sepanjang mereka belum menyadari dan
memahami keempat kendala di atas, sebagai “nation’s main
problem”, maka menurut penulis predikat negarawan yang mereka
sandangkan pada dirinya masih perlu dipertanyakan oleh setiap
anak bangsa ini.

C. Lapangan Kerja
Permasalahan lapangan kerja untuk penduduk bukan hanya
dominasi terjadi di negara berkembang. Di negara maju sekalipun
permasalahan ini cukup merepotkan pemerintah, terutama di awal
abad ke 21 ini. Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara yang
sepanjang abad ke 20, banyak mendominasi pertumbuhan ekonomi
lambat laun juga mengeluhkan dan merasakan kesulitan
pembukaan lapangan kerja bagi penduduknya. Ini salah satu bukti
keterbatasan sumber daya alam, di tengah serbuan pertumbuhan
populasi manusia yang seakan tak terbatas.
Untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduk,
menurut Ida B. Purmana (2011) pemerintah harus melakukan
minimal lima upaya, yakni :
a. Menarik investasi asing,
b. Meningkatkan eksport,
c. Menjaga daya beli masyarakat,
d. Mengoptimalisasi belanja pemerintah, dan
e. Meningkatkan produksi.

Filsafat Ilmu PKLH | 225


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

D. Human Capital
Pada akhir abad 20 berkembang suatu teori yang
menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih
ditentukan oleh sumber daya manusia sehingga potensi pada
modal fisik tidak lagi merupakan satu-satunya kekuatan
pembangunan. Sekarang ini kekuatan human capital yang ditopang
dengan sosial capital adalah kunci bagi kemajuan bahkan
keunggulan bersaing suatu negara secara berkelanjutan.
Teori human capital pertama-tama ramai dibahas di dalam
literatur ilmu ekonomi, pembangunan dan manajemen, sebagai
respons terhadap paradigma yang memandang manusia hanya
sebagai objek pembangunan yang hanya mau menerima hasil-hasil
pembangunan, memandang manusia hanya sebagai salah satu
sumber daya yang setingkat dengan sumber daya lainnya dalam
organisasi baik bisnis maupun pemerintahan. Teori human capital
hendak mengubah pendekatan pembangunan bahwa manusia
sebagai aset dan menekankan bahwa investasi manusia akan
menghasilkan pengembalian yang berguna dikemudian hari. Itulah
sebabnya kontribusi konsep dan teori human capital dilaporkan
dalam berbagai penelitian memiliki kontribusi yang positif bagi
peningkatan kinerja, pengurangan kemiskinan, peningkatan
kesejahteraan rakyat dan keunggulan bersaing (Tinneke, 2012).
Menurut Angela Baron dan Michael Armsthong (2007)
Human capital adalah suatu istilah yang berasal dari Schultz di
tahun 1961, seorang pakar ekonomi yang membuktikan bahwa
hasil pada investasi human capital melalui pendidikan dan pelatihan
di Amerika Serikat lebih besar daripada yang berdasarkan pada
investasi dalam modal fisik. Namun menurut Tinneke (2012) bahwa
ide mengenai human capital pertama-tama mulai dikumandangkan
oleh Adam Smith pada tahun 1776 dalam Wealth of Nations yang
menegaskan bahwa ada perbedaan antara cara-cara bekerja
226 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

individu dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan


yang berbeda-beda yang merefleksikan perbedaan-perbedaan hasil
biaya pengeluaran yang dikeluarkan pada waktu mendapatkan
keterampilam-keterampilan itu. Menurut Lengnick Hall dan Cyntia
A Lengnick Hall (2003) modal manusia berkaitan dengan
keterampilan dan kecakapan. Menurutnya juga bahwa human
capital merefleksikan kompetensi yang dibawah seseorang dalam
dunia kerjanya.
Keunggulan Human Capital yang dirumuskan oleh Boxall
(1996) didasarkan pada keyakinan bahwa keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan dicapai ketika organisasi memiliki sumber daya
manusia yang tidak dapat ditiru atau digantikan oleh para
pesaingnya. Menurutnya human capital adalah suatu konsep yang
berkaitan dengan pendidikan, pengalaman dan keterampilan. Fitz-
Enz (2009) menjelaskan bahwa human capital merupakan
kombinasi dari tiga faktor, yaitu :
a. Karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan, misalnya
intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen,
b. Kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu
kecerdasan,imajinasi, kreatifitas dan bakat, dan
c. Motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu
semangat tim dan orientasi tujuan.
Menurut Garavan et.al. (2001) sebagaimana dikemukakan
oleh M. Marimuthu dkk bahwa modal manusia memiliki empat
atribut kunci yaitu :
a. Fleksibilitas dan adaptabilitas,
b. Peningkatan kompetensi individu,
c. Pengembangan kompetensi organisasi, dan
d. Individu yang dipekerjakan.

Filsafat Ilmu PKLH | 227


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Hal ini menunjukkan bahwa atribut-atribut pada gilirannya


akan menghasilkan tambahan nilai organisasi dan hasil individu.
Teori human capital telah mengalami perkembangan pesat
karena memberi peran pada pembangunan ekonomi sebagaimana
dilaporkan oleh Aloysius Gunardi Brata (2002), bahwa penelitian
yang dilakukan oleh Ramirez dan Stewartd (1998) menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh kualitas SDM terhadap pembangunan
ekonomi, demikian juga dilaporkan mengenai penelitian Garcia
Soelistianingsih (l998) dan Wibisono (2001) bahwa human capital
yang dilihat dari aspek pendidikan dan kesehatan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, sedangkan Pfeffer dalam Jeffrey Mello
melihat bahwa keunggulan bersaing dikontribusi oleh pengelolaan
SDM secara efektif.
Hidup di era globalisasi dan perdagangan bebas yang sarat
dengan kompetisi sekarang ini, maka kontribusi human capital
menjadi kebutuhan mendesak bagi penciptaaan manusia yang
unggul sebab tanpa penciptaan dan pengembangan human capital
dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia maka sosok
manusia di Indonesia akan tetap kerdil karena terbatasnya
pengetahuan dan informasi, kurang kreatif dan inovatif, rendah
keterampilan dan kurang cerdas.

6.3. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


A. Sejarah Kebijakan Lingkungan Hidup
Pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum
lama dan baru dirintis menjelang Pelita III. Akan tetapi dalam waktu
yang realtif pendek itu Indonesia telah banyak berbuat untuk mulai
mengelola lingkungan hidupnya. Hasil utama dalam pengembangan
lingkungan hidup ini nampak pada munculnya kesadaran dan

228 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

kepedulian di kalangan masyarakat. Antara lain nampak dalam


peningkatan upaya swadaya masyarakat seperti tercermin dalam
kegiatan nyata dan keterlibatan masyarakat umum dalam
memecahkan masalah pencemaran di daerah. Padahal, 20 tahun
sebelumnya, istilah lingkungan hidup itu sendiri belum begitu
dikenal.
Konsep dan kebijakan lingkungan hidup selama
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Pertama yang dicanangkan
rezim Orde Baru, masih kurang mengalami perkembangan yang
berarti. Selama Pelita III bidang lingkungan hidup ditangani oleh
Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(Men-PPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar
kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, dengan tujuan agar
lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan.
Pada Pelita IV, bidang lingkungan hidup berada di bawah
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Men-KLH),
dengan prioritas pada keserasian antara kependudukan dan
lingkungan hidup. Pada Pelita V kebijaksanaan di bidang lingkungan
hidup disempurnakan dengan mempertimbangkan keterkaitan tiga
unsur, yakni ; kependudukan, lingkungan hidup dan pembangunan,
guna mewujudkan konsep pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan hanya terlanjutkan dari generasi ke generasi apabila
kebijaksanaan dalam menangani tiga bidang tersebut selalu
dilakukan secara serasi menuju satu tujuan. Bila lingkungan dan
sumber daya alam tidak mendukung penduduk dan menunjang
sumber daya manusia atau sebaliknya, maka pembangunan
mungkin saja dapat berjalan, namun dengan risiko timbulnya
ancaman pada kualitas dan daya dukung lingkungan. Kebijaksanaan
dasar yang bertumpu pada pembangunan berkelanjutan ini tetap
menjadi pegangan dalam pengelolaan lingkungan hidup pada Pelita
VI dan pelita-pelita selanjutnya.

Filsafat Ilmu PKLH | 229


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pada pelita VI, bidang lingkungan hidup secara kelembagaan


terpisah dari bidang kependudukan dan berada di bawah Menteri
Negara Lingkungan Hidup (Men-LH). Lingkungan hidup dirasakan
perlu ditangani secara lebih fokus sehubungan dengan semakin
luas, dalam, dan kompleksnya tantangan pada era industrialisasi
dan era informasi dalam PJP Kedua (yang dimulai pada Pelita VI).
Lintas sejarah perkembangan pengelolaan lingkungan hidup
di Indonesia diuraikan menjadi tiga babak, yakni masa tumbuhnya
Arus Global 1972, munculnya Komitmen Internasional, dan
Komitmen Nasional dalam pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, serta Pasca Reformasi.
1) Babak Pertama : Arus Global Pra-1972
Periode ini menandai daya tanggap dan cikal bakal
bangkitnya kesadaran lingkungan Indonesia menyongsong
konferensi Lingkungan Hidup Sedunia I di Stockholm, Swedia
pada bulan Juni 1972, ketika pembangunan nasional memasuki
Pelita Pertama (1969-1974), Indonesia belum mengenal
lembaga khusus yang menangani masalah lingkungan hidup.
Dengan demikian perhatian terhadap masalah mulai nampak
sebagaimana terlihat pada peraturan perundangan yang disusun
beserta kebijaksanaan dan program sektoral yang dihasilkan
selama periode tersebut.
Peraturan perundangan itu sudah memuat ketentuan yang
mengatur pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dengan
mempertimbangkan aspek konservasinya. Selain itu konsepsi
serta kebijaksanaan pengembangan wilayah yang dianut sektor
juga sudah memasukan pertimbangan lingkungan. Akan tetapi
pendekatan yang dilakukan masih bersifat sektoral dengan
perhatian terhadap aspek pengelolaan lingkungan yang masih
belum memadai.

230 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Sementara itu, perhatian terhadap lingkungan hidup di


kalangan perguruan tinggi dirintis oleh Universitas Padjadjaran
Bandung melalui pendirian Lembaga Ekologi pada tanggal 23
September 1971. Sebagai persiapan menghadapi konferensi
Stockholm, pada bulan Juni 1972 diselenggarakan seminar
tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Nasional” oleh Universitas Padjadjaran di Bandung. Seminar itu
membahas “Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Manusia :
Beberapa Pikiran dan Saran”. Hasilnya dijabarkan ke dalam
Country Report RI dan disampaikan pada konferensi itu.
Sebelumnya, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (Men-
PAN) telah mengadakan rapat Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Pencegahan.
2) Babak Kedua : Komitmen Internasional (1972)
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Sedunia yang
diselenggarakan pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia,
dapat dianggap sebagai pengejawantahan kesadaran
masyarakat internasional akan pentingnya kerja sama
penanganan masalah lingkungan hidup dan sekaligus menjadi
titik awal pertemuan berikutnya yang membicarakan masalah
pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi Stockholm
dengan motto Hanya Satu Bumi itu menghasilkan deklarasi dan
rekomendasi yang dapat dikelompokkan menjadi lima bidang
utama yaitu permukiman, pengelolaan sumber daya alam,
pencemaran, pendidikan dan pembangunan.
Deklarasi Stockholm menyerukan perlunya komitmen,
pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk
melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup umat
manusia. Konsep lingkungan hidup manusia yang diperkenalkan
menekankan perlunya langkah-langkah pengendalian laju
pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan dan
Filsafat Ilmu PKLH | 231
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar manusia


di negara berkembang. Konferensi Stockholm mulai berupaya
melibatkan seluruh pemerintah di dunia dalam proses penilaian
dan perencanaan lingkungan hidup, mempersatukan pendapat
dan kepedulian negara maju dan berkembang bagi
penyelamatan bumi, menggalakkan partisipasi masyarakat
serta mengembangkan pembangunan dengan pertimbangan
lingkungan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Konferensi Stockholm
mengkaji ulang pola pembangunan konvensional yang selama
ini cenderung merusak bumi yang berkaitan erat dengan
masalah kemiskinan, tingkat pertumbuhan ekonomi, tekanan
kependudukan di negara berkembang, pola konsumsi yang
berlebihan di negara maju, serta ketimpangan tata ekonomi
internasional. Indonesia hadir sebagai peserta konferensi
tersebut dan turut menandatangani kesepakatan untuk
memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan.
Sebagai tindak lanjutnya, berdasarkan Keppres No. 16
Tahun 1972 Indonesia membentuk panitia interdepartemental
yang disebut dengan Panitia Perumus dan Rencana Kerja Bagi
Pemerintah di Bidang Lingkungan Hidup guna merumuskan dan
mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup.
Panitia yang diketuai oleh Prof. Dr. Emil Salim selaku Men-
Pan/Wakil Ketua Bappenas tersebut berhasil merumuskan
program kebijaksanaan lingkungan hidup sebagaimana
tertuang dalam Butir 10 Bab II GBHN 1973-1978 dan Bab 4
Repelita II. Keberadaan lembaga yang khusus mengelola
lingkungan hidup dirasakan mendesak agar pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di
daerah lebih terjamin.

232 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Tiga tahun kemudian, Presiden mengeluarkan Keppres No.


27 Tahun 1975. Keppres ini merupakan dasar pembentukan
Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dengan tugas
pokoknya adalah menelaah secara nasional pola-pola
permintaan dan persediaan serta perkembangan teknologi,
baik di masa kini maupun di masa mendatang serta implikasi
sosial, ekonomi, ekologi dan politis dari pola-pola tersebut.
Dalam periode ini telah dilakukan persiapan penyusunan
perangkat perundangan dan kelembagaan yang menangani
pengelolaan lingkungan hidup. Penyusunan RUU Lingkungan
Hidup telah dimulai pada tahun 1976 disertai persiapan
pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pada
periode ini beberapa peraturan perundangan yang terkait
dengan lingkungan dihasilkan oleh berbagai instansi sektoral.
Di sejumlah perguruan tinggi, perhatian terhadap
lingkungan hidup juga mulai berkembang antara lain dengan
dibentuknya lembaga yang bergerak di bidang penelitian
masalah lingkungan, yakni Pusat Studi dan Pengelolaan
Lingkungan IPB dan Pusat Studi Lingkungan ITB. Pengelolaan
lingkungan hidup pada periode ini masih berupa langkah awal
pemantapan kemauan politik sebagai persiapan untuk
mewujudkan gagasan-gagasan dari Konferensi Stockholm
tersebut. Belum adanya lembaga khusus serta perangkat
peraturan perundangan yang menangani masalah lingkungan
secara komprehensif merupakan kendala yang perlu
penanganan segera pada waktu itu.

Filsafat Ilmu PKLH | 233


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

3) Babak Ketiga : Komitmen Politik Nasional


a) Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (1978-1983)
Untuk melaksanakan amanat GBHN 1978, maka
berdasarkan Keppres No. 28 Tahun 1978 jo. Keppres No. 35
Tahun 1978, dalam Kabinet Pembangunan III diangkat Menteri
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
(Men-PPLH) dengan tugas pokok mengkoordinasikan
pengelolaan lingkungan hidup di berbagai instansi pusat
maupun daerah, khususnya untuk mengembangkan segi-segi
lingkungan hidup dalam aspek pembangunan.
Sedangkan tugas pertamanya adalah mempersiapkan
perumusan kebijaksanaan pemerintah mengenai pelaksanaan
pengawasan pembangunan dan pengelolaan serta
pengembangan lingkungan hidup. Jabatan Menteri dipegang
oleh Prof.Dr.Emil Salim. Dalam upaya memantapkan koordinasi
pengelolaan lingkungan di daerah, Menteri Dalam Negeri
menindaklanjuti dengan menetapkan Keputusan Mendagri No.
240 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tatakerja Sekretariat
Wilayah/Daerah Tingkat I dan Sekretariat DPRD Tingkat I yang
di dalamnya terdapat Biro Kependudukan dan Lingkungan
Hidup.
Salah satu produk hukum terpenting yang dihasilkan selama
periode PPLH adalah ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup . UU ini merupakan landasan berbagai ketentuan dan
peraturan mengenai masalah pengelolaan lingkungan hidup
seperti perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, analisis mengenai
dampak lingkungan, baku mutu lingkungan dan lain-lain.

234 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Penanganan masalah lingkungan hidup menuntut


pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pendukungnya. Untuk itu, pada tahun 1979 dibentuk
Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang tersebar di berbagai
perguruan tinggi Meskipun secara struktural tetap di bawah
dan bertanggung jawab pada universitasnya masing-masing,
PSL memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan
lingkungan hidup. Hampir semua pendidikan AMDAL dilakukan
PSL di bawah koordinasi Men-PPLH (yang kemudian menjadi
Men-KLH). PSL juga banyak membantu di bidang penelitian.
Pada periode PPLH pula, yakni pada 1981, penghargaan
Kalpataru mulai diperkenalkan. Penghargaan dengan lambang
“Pohon Kehidupan” ini diberikan kepada masyarakat yang
memelihara lingkungan hidup dengan kesadaran sendiri tanpa
mengharapkan imbalan dan prestasinya dinilai luar biasa.
Pemberian Kalpataru biasanya dilakukan pada saat puncak
peringatan Hari Lingkungan Hidup, tanggal 5 Juni setiap
tahunnnya mengikuti ketentuan dari UNEP (United Nations
Environment Programme). Dalam bidang pengawasan, Men-
PPLH telah melakukan pemantauan terhadap tidak kurang dari
5.000 proyek pembangunan sehingga meningkatkan efisiensi
pada BUMN, merumuskan sebuah konsep sistem pengawasan
pembangunan terpadu, dan terbentuknya sistem pengawasan
melekat. Periode ini disebut sebagai pancawarsa pengawasan
pembangunan dan lingkungan hidup. Berbagai kekurangan dan
kelemahan masih dihadapi, baik dalam hal kebijaksanaan
kelembagaan dan peraturan perundangan, sumber daya
manusia maupun pendanaan .

Filsafat Ilmu PKLH | 235


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

b) Kantor Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan


Hidup (1983-1993)
UU No. 4 Tahun 1982 antara lain menggariskan bahwa
manusia dan perilakunya merupakan komponen lingkungan
hidup. Karena itu, perlu adanya perpaduan antara aspek
kependudukan ke dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk
itu, berdasarkan Keppres No. 25 Tahun 1983 tentang
Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dibentuklah
Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(Men-KLH) dengan menterinya adalah Prof. Dr. Emil Salim.
Pada periode KLH ini, telah ditetapkan Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL yang
merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek
pembangunan. Setiap proyek yang diperkirakan memiliki
dampak penting diharuskan melakukan studi analsis mengenai
dampak lingkungan. Sementara itu, kegiatan pembangunan
yang makin pesat disertai makin meningkatnya dampak
terhadap lingkungan menuntut dibentuknya sebuah badan
yang lebih bersifat operasional.
Berdasarkan Keppres No. 23 Tahun 1990 dibentuk Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang bertugas
melaksanakan pemantauan dan pengendalian kegiatan-
kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup. Pusat Studi Kependudukan (PSK) dan PSL
ditumbuhkembangkan bukan hanya di perguruan tinggi negeri,
tetapi juga di perguruan tinggi swasta. Saat itu tercatat 35 PSK
dan 67 PSL yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di
seluruh tanah air. Keberadaan PSK dan PSL di setiap provinsi
diharapkan akan dapat membantu pemerintah daerah dalam

236 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menangani persoalan lingkungan di daerahnya sesuai dengan


karakteristik sosial, ekonomi, budaya dan biogeofisik setempat.
Keragaman ini juga akan memperkaya khazanah bagi
pengelola lingkungan di tingkat pusat yang pada gilirannya
berguna dalam pengembangan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup. Pengembangan kelembagaan
disertai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
dilakukan melalui jalur pendidikan, khususnya pendidikan
kependudukan dan lingkungan hidup, kursus-kursus dan
pelatihan serta pengembanan sistem dan penyebaran
informasi kependudukan dan lingkungan hidup. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia ini tidak hanya terbatas pada
aparat lembaga pemikir dan pengelola lingkungan, melainkan
juga kepada aparat pendidik bahkan LSM serta masyarakat
luas.
Pendidikan bagi aparatur pemerintah terutama ditujukan
bagi mereka yang terlibat langsung dalam penanganan
masalah kependudukan dan lingkungan hidup seperti staf
Kantor KLH, staf Bapedal, staf Biro KLH Tingkat I, Bappeda,
Komisi AMDAL pusat dan daerah serta aparat penegak hukum.
Program ini telah menghasilkan 72 orang sarjana program
Strata 2 (Magister) dan 9 orang dalam program Strata 3
(Doktoral) di bidang kependudukan dan non-kependudukan.
Saat itu, rata-rata Biro KLH memiliki 9 sarjana, bahkan di Jawa
rata-rata lebih dari 15 sarjana. Seiring dengan upaya di atas,
dilakukan pula pengembangan kemampuan bagian
kependudukan di Biro KLH Propinsi, penataan sistem dan
pelatihan registrasi penduduk sampai tingkat tenaga lapangan
pada 54 di tingkat kabupaten/kota II di 15 propinsi.

Filsafat Ilmu PKLH | 237


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Di samping jalur pendidikan formal, pendidikan


kependudukan dan lingkungan hidup dilaksanakan melalui
program TOT (training of trainers) bagi para dosen di
perguruan tinggi negeri maupun swasta dengan tujuan
menambah wawasan para dosen tersebut. Sejak tahun
1991/1992 sampai dengan 1992/1993 sejumlah 152 orang
dosen perguruan tinggi negeri dan swasta telah mengikuti
program ini. Kursus-kursus AMDAL di PSL di berbagai
perguruan tinggi di Indonesia mulai diselenggarakan tahun
1982. Kursus ini pada umumnya diselenggarakan melalui
kerjasama antara perguruan tinggi, Kantor KLH dan Bapedal.
Di bidang kependudukan, telah dilakukan pengembangan
PSK. Penanaman wawasan lingkungan kepada para guru telah
pula dilakukan melalui Penataran Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup bagi guru SD, SMP dan SMA pada tahun
1989/1990 hingga 1992/1993 di 27 Provinsi di Indonesia
bekerjasama dengan Depdikbud. Sejumlah 5.108 guru telah
mengikuti penataran tersebut yang terdiri atas 2.330 guru SD,
1.410 guru SMP dan 1.368 guru SMA. Di samping itu, sebanyak
4.600 orang kepala sekolah SMP dan SMA telah mengikuti
penataran serupa.
Pada Pelita V tahun 1989/1990 hingga 1992/1993 materi
kependudukan dan lingkungan hidup telah dimasukkan ke
dalam kurikulum penjenjangan tingkat Sepada, Sepala,
Sepadya dan Sespa pada pendidikan dan latihan Lembaga
Administrasi Negara (LAN).
Pada periode ini, seperangkat peraturan perundangan
sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UU No. 4 Tahun 1982
telah dihasilkan termasuk keputusan-keputusan yang
dikeluarkan oleh berbagai departemen yang berupa Pedoman
dan Petunjuk Teknis. Ketika Kabinet Pembangunan IV berakhir
238 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

dan memasuki Kabinet Pembangunan V, status Men-KLH tetap


dipertahankan, dan Prof. Dr. Emil Salim diangkat kembali
menjadi menterinya. Dalam Periode KLH 1988-1993 ini yang
nampak gencar dilakukan adalah pemasyarakatan
pembangunan berkelanjutan dan seluruh bidang kegiatan
kependudukan dan lingkungan hidup pada periode tersebut
ditujukan untuk menopang pembangunan berkelanjutan ini
juga berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi PBB
tentang Lingkungan Hidup dan Pengembangan atau yang lebih
popular dengan sebutan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi
di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992.
Hasil-hasil dari konferensi ini sangat menekankan perlunya
konsep pembangunan berkelanjutan untuk menjamin
pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya untuk
pembangunan di masa sekarang, melainkan juga untuk
generasi yang akan datang. Di dalam periode ini pula, muncul
gagasan bahwa kependudukan dan lingkungan hidup
merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Perubahan di bidang kependudukan sangat berpengaruh
dalam bidang lingkungan hidup. Demikian pula sebaliknya,
lingkungan dituntut untuk selalu memiliki daya dukung bagi
kehidupan. Karena itu, kebijaksaan yang dikembangkan dalam
bidang kependudukan berbeda dengan periode sebelumnya.
Masalah kependudukan tidak hanya dilihat dari segi
demografi semata-mata (seperti: fertilitas, mortalitas dan
migrasi) melainkan lebih menekankan pada unsur kualitas.
Penduduk yang banyak tidak selamanya dapat dianggap
sebagai beban. Kalau berkualitas, mereka dapat dijadikan
modal pembangunan. Dalam kebijaksanaan tersebut,
dijelaskan pula bahwa masalah kependudukan dipengaruhi
pula oleh faktor lingkungan hidup. Karena itu pengelolaan

Filsafat Ilmu PKLH | 239


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

lingkungan hidup dilakukan sedemikian rupa sehingga daya


dukungnya dapat dipertahankan baik melalui pengaturan tata
ruang, penerapan AMDAL. Rahabilitasi lingkungan seperti
Program Kali Bersih (PROKASIH), maupun pemanfaatan
keanekaragaman hayati. Penegakan hukum mulai
dikembangkan dalam periode ini, terutama sejak Pelita V,
dengan mulai dirintisnya kerjasama dengan Kepolisian dan
Kejaksaan Agung. Kasus-kasus penindakan terhadap industri
yang mencemari lingkungan sudah banyak dilakukan terutama
yang berkaitan dengan pelaksaaan PROKASIH.
Produk hukum penting yang dihasilkan selama periode KLH
1988-1993 ini antara lain di bidang kependudukan, RUU
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera telah disahkan DPR pada 21 Maret 1992, yang
kemudian diundangkan menjadi UU No. 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera pada tanggal 6 April 1992.
Sedangkan di bidang lingkungan hidup, telah dikeluarkan PP
No. 20 Tahun 1990 tentang Baku Mutu Lingkungan dan
disetujuinya RUU Penataan Ruang di DPR. Men-KLH juga
mengeluarkan Keputusan Menteri No. 03 Tahun 1991 tentang
Baku Mutu Limbah Cair. Seperti periode sebelumnya, berbagai
kelemahan masih dihadapi baik dalam hal kebijaksanaan,
kelembagaan dan peraturan perundangan, sumber daya
manusia maupun pendanaan. Hal ini bukan dikarenakan
kegagalan pembangunan di sektor lingkungan hidup ini,
melainkan cenderung disebabkan karena semakin luas, intensif
dan kompleksnya permasalahan lingkungan yang dihadapi
bersamaan dengan makin pesatnya kegiatan pembangunan
selama periode dasawarsa KLH tersebut.

240 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

c) Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998)


Masalah kependudukan dan lingkungan hidup cenderung
menjadi makin luas dan kompleks sejalan dengan makin
pesatnya laju kegiatan pembangunan dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat khususnya pada pembangunan
jangka panjang kedua (PJP II), ketika proses industrialisasi mulai
dilaksanakan secara besar-besaran. Karena itu dipandang perlu
membentuk lembaga kementerian yang khusus bertugas
menangani dan mengkoordinir pengelolaan lingkungan hidup
di Indonesia. Untuk itu pada tahun 1993 dibentuklah Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH), dengan Ir.
Sarwono Kusumaatmadja sebagai menterinya. Agar
pengelolaan lingkungan hidup lebih fokus, pada era ini
kependudukan dikeluarkan dari lembaga pengelola lingkungan,
dan atribut baru yang disandang adalah Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Pada awal periode ini berhasil diselenggarakan Rakornas I
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Berkelanjutan 1994. Rakornas tersebut membahas dan
merumuskan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua
(1994/1995-2019/2020). Perumusan kebijaksanaan dan
strategi nasional ini ditujukan untuk mengantisipasi
kemungkinan penurunan kualitas lingkungan hidup di masa
mendatang sehubungan titik berat pembangunan PJP II pada
bidang industri.
Hasil penting dari Rakornas I tersebut adalah munculnya
strategi dan kebijaksanaan satu pintu dan Sasaran Repelita
Tahunan (SARLITA). SARLITA merupakan penjabaran dari
program Repelita yang diharapkan dapat menjadi acuan pokok
dalam penyusunan dan penilaian rencana kegiatan
Filsafat Ilmu PKLH | 241
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

pembangunan tahunan, khususnya yang dibiayai oleh APBN.


Penyusunan SARLITA Daerah sektor lingkungan hidup
dilakukan oleh masing-masing provinsi sehingga diharapkan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.
Selama kurun waktu 1994/1995 Kantor Men-LH turut
menyusun program legislasi nasional yang dikoordinasikan
oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Beberapa
usulan yang disampaikan oleh Kantor Men-LH tentang program
legislasi nasional adalah RUU Penyempurnaan UU No. 4 Tahun
1982, RUU Penataan Ruang Kelautan, RPP Tata Cara Penetapan
dan Pembayaran Biaya Pemulihan Lingkungan, Tata Cara
Pengaduan, Penelitian dan Penuntutan Ganti Rugi,
Pengendalian Perusakan Lingkungan, Pengendalian
Pencemaran Udara, Laut, Kebisingan dan Tanah. Periode ini
merupakan pancawarsa menuju pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan dengan perhatian utama
diarahkan pada upaya pembinaan kemitraan kelembagaan.
d) Era Reformasi (1998-1999)
Reformasi membawa perubahan secara dramatis dalam
sistem politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Sejalan dengan
itu, terjadi perubahan dalam sistem kepemerintahan. Namun
demikian, masalah lingkungan yang dihadapi masih berkisar
pada sumber daya alam, populasi dan kerjasama
regional/internasional.
Jumlah penduduk yang meningkat memberikan tekanan
yang lebih besar kepada sumber alam, salah satu dampaknya
adalah kondisi kritis sumber daya air khususnya di pulau Jawa.
Hutan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya akibat over
exploitation dan pembakaran. Menyusutnya sumber daya
hutan diikuti pula dengan menurunnya keanekaragaman

242 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

hayati. Hal yang sama juga terjadi di lingkungan pesisir dan laut.
Kondisi ini diperburuk lagi dengan menurunnya kualitas udara
akibat merebaknya industrialisasi dan perlakuan yang tidak
ramah kepada atmosfer seperti semakin banyaknya polusi yang
berasal dari kendaraan bermotor.
Sementara itu, aktifitas manusia menghasilkan limbah
domestik, dan masalah ini mulai merambah perdesaan.
Kepadatan perkotaan turut pula meningkatkan beban
pencemaran pada lingkungan, dampak lain dari kepadatan kota
adalah alih fungsi lahan dari pertanian menjadi permukiman
dan industri.
Ledakan jumlah penduduk memunculkan kelas masyarakat
miskin, yang diikuti dengan merebaknya permukiman kumuh,
masalah kesehatan, gelandangan, kriminalitas, dan berbagai
masalah sosial lainnya. Sementara itu, seiring dengan
modernisasi, terjadi pergeseran nilai yang bersifat tradisional
agraris menuju masyarakat era indusrti yang antara lain
ditandai dengan perubahan pranata sosial, perubahan nilai-
nilai sosial. Perpindahan penduduk dari desa ke kota
mengakibatkan turunnya ketahanan ekologis perdesaan dan
menaikkan tingkat kerentanan kota. Berbagai masalah sosial di
atas berdampak pada melemahnya kontrol sosial, dan
cenderung diikuti timbulnya masalah sosial psikologi dalam
masyarakat. Sementara itu, keanekaragaman kelompok dan
ketimpangan ekonomi semakin mempertinggi persaingan dan
konflik kepentingan.
Berkenaan dengan itu, maka sasaran pembangunan
lingkungan diarahkan pada: (i) peningkatan pengenalan jumlah
dan mutu sumber daya alam serta jasa lingkungan yang
tersedia, (ii) pemeliharaan kawasan konservasi, (iii)
peningkatan sistem pengelolaan lingkungan, (v) pengendalian
Filsafat Ilmu PKLH | 243
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

pencemaran, terutama pada daerah padat penduduk dan


pembangunan, (v) pengendalian kerusakan pantai, dan (vi)
peningkatan usaha rehabilitasi lahan kritis.
Memperhatikan sasaran tersebut, maka kebijakan
lingkungan diarahkan pada 6 program pokok, yaitu: (i)
inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup, (ii) penyelamatan hutan, tanah dan air, (iii) pembinaan
dan pengelolaan lingkungan hidup, (iv) pengendalian
pencemaran lingkungan hidup,, (vi) rehabilitasi lahan kritis, dan
(vi) pembinaan daerah pantai.
Periode reformasi ini relatif terjadi dalam kurun waktu yang
sangat pendek (1998-1999) dan Kementerian Lingkungan
Hidup mengalami dua periode kepemimpinan, yaitu: Prof. Dr.
Juwono Sudarsono (1998), dan dr. Panangian Siregar (1998-
1999), dan pada periode ini praktis perhatian pemerintah
terhadap pertumbuhan penduduk terabaikan.
e) Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1999-2001)
Demi mengejar perolehan devisa negara baik pada tingkat
pusat maupun daerah, pada era itu pemanfaatan sumber daya
alam cenderung kurang memperhatikan kaidah-kaidah
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan
berkeadilan. Pemanfaatan sumberdaya alam berorientasi pada
kepentingan jangka pendek sehingga kurang dan tidak efisien.
Di lain pihak, adanya urgensi pemulihan ekonomi cenderung
menjadi sumber permasalahan.
Otonomi daerah telah merubah berbagai kewenangan
bidang lingkungan yang terbagi menjadi lebih besar di
kabupaten/kota dibandingkan di tingkat nasional/provinsi.
Pemerintah pusat tidak lagi menjadi pelaksana, tetapi sebagai
penyusun kebijakan makro dan penetapan berbagai norma,

244 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

standar, kriteria dan prosedur dalam pengelolaan lingkungan


hidup. Mengantisipasi berbagai implikasi penerapan otonomi
daerah pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, langkah-langkah yang diambil Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup di antaranya adalah melakukan konsultasi
dengan sektor, daerah dan para mitra lingkungan untuk
mensinergikan kewenangan, mempertegas kembali komitmen
penguatan lembaga lingkungan daerah, memperkuat kapasitas
lembaga lingkungan di daerah, dan pengembangan berbagai
program strategis seperti: Bumi Lestari, Prokasih, Adipura,
Langit Biru, dan lain-lainnya.
Secara internal, langkah-langkah strategis yang diambil
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pada masa
kepemimpinan Dr. Alexander Sonny Keraf adalah: (i) menjaga
dan meningkatkan hubungan kerja internal; (ii) memfokuskan
langkah kerja setiap unit kerja, (iii) merumuskan berbagai
kriteria, indikator, baku mutu dan pedoman; dan (iv)
melakukan inovasi bentuk-bentuk kerja sama antar sektor,
antar dinas dan stakeholders lainnya.
f) Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001-2004)
Pada awal era ini teridentifikasi bahwa penyebab kerusakan
lingkungan bersumber dari: (i) lemahnya penguatan dan
dukungan politik untuk pelestarian lingkungan dalam proses
pengambilan keputusan, (ii) rendahnya sanksi yang dijatuhkan
kepada para pelanggar peraturan di bidang lingkungan, dan (iii)
kemiskinan. Sebaran dampaknya masih terpusat pada
perusakan hutan dan lahan, pencemaran air, urbanisasi,
perusakan & pencemaran laut & pantai, dan imbas dari
lingkungan global.

Filsafat Ilmu PKLH | 245


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Strategi yang ditempuh Kementerian Negara Lingkungan


Hidup (KNLH) pada era kepemimpinan Nabiel Makarim,
MPA,MSM. ini adalah: (i) peningkatan dan perluasan aliansi
strategis dalam rangka memperoleh dukungan dan kekuatan
politik untuk pelestarian lingkungan, (ii) pemberdayaan
masyarakat sadar dan aktif berperan dalam proses
pengambilan keputusan, (iii) pengembangan prinsip “good
governance” dalam pelestarian lingkungan hidup di kalangan
pemerintah kabupaten/kota, (iv) peningkatan penaatan
melalui penggunaan instrumen hukum dan instrumen lainnya,
dan (v) pengembangan kelembagaan dan peningkatan
kapasitas.
Pada awal era ini terjadi penggabungan antara Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
g) Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004-sekarang)
Pengelolaan lingkungan pada era Kabinet Indonesia Bersatu
Jilid-1, yang dimulai pada tahun 2004 sampai tahun 2009
menempatkan Ir. Rachmat Witoelar sebagai menteri pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Visi, misi, strategi,
tujuan, kebijakan, program, dan kegiatan KNLH cukup terarah.
Pada era ini cukup banyak produk perundangan yang agak
menguntungkan dalam perlindungan lingkungan hidup, seperti
lahirnya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menggantikan UU No. 23
Tahun 1997.
Selain itu dari lintas sektor tetapi terkait erat dengan sektor
lingkungan hidup, dihasilkan pula UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Mineral Tambang, yang menggantikan UU No.1 Tahun 1967

246 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

tentang Pertambangan. Kemudian pada era Kabinet Indonesia


Bersatu Jilid-2 kepemimpinan di KNLH dipegang oleh Gusti
Muhammad Hatta (2009 – 2011), tidak banyak perkembangan
yang bermakna.
Selanjutnya pada perkembangan terakhir, dalam
kepemimpinan Bert Kambuaya (2011 – sekarang) sebagai
Menteri Negara Lingkungan Hidup, dikeluarkan PP No. 27
tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah ini
untuk sementara dinilai banyak kalangan cukup protektif dan
mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup.

B. Landasan Hukum Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup
Produk perundangan pertama yang dirumuskan khusus
menyangkut pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UU
No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan landasan hukum
untuk berbagai ketentuan dan peraturan mengenai masalah
pengelolaan lingkungan hidup seperti perlindungan, pelestarian
dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, analisis
mengenai dampak lingkungan, baku mutu lingkungan dan lain-lain.
Kemudian pada tahun 1997 UU No. 4 Tahun 1982 disempurnakan
melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dan yang terakhir adalah produk legislasi berupa UU No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
hidup.
Pada tahun 2009 selain UU No. 32 tersebut, juga dihasilkan
suatu produk perundangan yang sangat erat kaitannya dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu UU N0. 4
Tahun 2009 tentang Mineral Tambang, yang menggantikan UU No.
1 Tahun 1967 tentang Pertambangan. Perubahan UU No. 23 Tahun
Filsafat Ilmu PKLH | 247
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menjadi UU No. 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
hidup. Kemudian perubahan UU No.1 Tahun 1967 tentang
Pertambangan, menjadi UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Kedua produk perundangan ini memberi suatu dorongan dan
semangat dalam mengubah padangan terhadap lingkungan hidup.
Memaknai lingkungan hidup yang tidak seimbang, atau tidak sesuai
dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung, akan
menyebabkan bencana buat manusia yang hidup sekarang, dan
juga bagi generasi yang akan datang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2009, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai “upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum”.
Keberpihakan pemerintah secara legislasi kelihatannya
semakin nampak, terutama setelah Presiden Susilo Bambang
Yudoyono akhir-akhir ini cukup aktip di berbagai forum
internasional untuk membahas tentang lingkungan global (global
environmental) dan isu-isu perubahan iklim (climate change).
Keberpihakan pemerintah terhadap kelestarian lingkungan hidup
telah melahirkan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Peraturan Pemerintah yang terakhir ini bila dicermati cukup
protektif dan mendukung upaya perlindungan terhadap lingkungan
hidup.

248 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

C. Azas, Tujuan & Ruang Lingkup Perlindungan & Pengelolaan


Lingkungan Hidup
Di dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan tentang azas, tujuan dan
ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pada pasal-2 ditegaskan bahwa azas hukum yang dipergunakan
dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
adalah :
1. Tanggungjawab negara
2. Kelestarian dan keberlanjutan
3. Keserasian dan keseimbangan
4. Keterpaduan
5. Manfaat
6. Kehati-hatian
7. Keadilan
8. Ekoregion
9. Keanekaragaman hayati
10. Pencemar membayar
11. Partisipatif
12. Kearifan lokal
13. Tata kelola pemerintah yang baik
14. Otonomi daerah.
Sedangkan pada pasal-3 UU No. 32 Tahun 2009, ditegaskan
bahwa tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
adalah :
1. Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup
2. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia
3. Menjamin kelangsungan kehidpan makluk hidup dan
kelestarian ekosistem
4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup

Filsafat Ilmu PKLH | 249


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

5. Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan


lingkungan hidup
6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan
7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari HAM
8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana
9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
10. Mengantisipasi isu lingkungan global
Selanjutnya pada pasal-4 UU No. 32 Tahun 2009, ditegaskan
tentang ruang lingkup dari perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yakni :
1. Perencanaan
2. Pemanfaatan
3. Pengendalian
4. Pemeliharaan
5. Pengawasan dan
6. Penegakkan hukum
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan melalui tahapan inventarisasi lingkungan hidup,
penetapan wilayah ekoregion, dan penyusunan Rencana
Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH. Mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya
konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam,
dan/atau pelestarian fungsi atmosfer. Setiap orang yang
memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
250 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,


memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3
wajib melakukan pengelolaan B3.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan
sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan
dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Untuk penyelesaian sengketa
lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan
Untuk memberikan gambaran sedemikian luasnya cakupan
dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka berikut
ini bagan dari ruang lingkupnya berdasarkan pasal 4 UU No. 32
Tahun 2009, sebagai berikut :

Filsafat Ilmu PKLH | 251


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

252 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Filsafat Ilmu PKLH | 253


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

D. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam


Perspektif Islam
Telah terjadi suatu adu argumentasi antara malaikat dengan
Tuhan, ketika Tuhan mengabarkan kepada mereka bahwa Dia

254 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

hendak menciptakan khalifah di bumi ini yang diberi nama Manusia.


Suatu keberatan, kalau bukan peringatan, yang disampaikan para
malaikat kepada Tuhan, sehubungan dengan niat penciptaan itu
adalah bahwa: “manusia suka berbuat kerusakan dan pertumpahan
darah di bumi; tetapi kemudian Tuhan menjawab, bahwa Dia lebih
tahu tentang segala sesuatu (Q.S.,2 Ayat 20). Akhirnya manusia pun
diciptakan, dan “bahkan para malaikat itu pun diperintahkan oleh
Tuhan untuk bersujud kepada makhluk baru yang bernama manusia
itu” (Q.S., 2 Ayat 34). Kepada manusia itu Tuhan mengajarkan ilmu
tentang nama-nama, suatu ilmu yang belum pernah diajarkan
kepada makhluk lain, termasuk kepada malaikat, makhluk yang
paling taat itu (Q.S., 2 Ayat 31). Selain itu, manusia juga dibekali
dengan petunjuk sebagai bekal hidupnya di dunia, yang dengan
petunjuk itu manusia akan selamat, baik di dunia maupun di akhirat
nanti (Q.S., 2 Ayat 38).
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang lebih
tinggi derajatnya daripada makhluk-makhluk yang lain, baik yang
bersifat materi maupun yang bersifat immateri (Q.S., 17 Ayat 70).
Dia merupakan kombinasi yang sempurna antara unsur lahir dan
unsur batin, sehingga Tuhan sendiri menyebut manusia sebagai
sebaik-baik ciptaan (Q.S., 95 Ayat 4). Karena kesempurnaan
kejadiannya itulah manusia dipandang layak untuk menerima
amanat sebagai khalifah di bumi (Q.S., 2 Ayat 30-31).
Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia
diberi suatu kebebasan untuk membuat keputusan dan pilihan,
tetapi setiap keputusan dan pilihan yang dibuatnya yang
dimanifestasikan dalam setiap aktivitasnya untuk diadakan
pertanggungjawaban dan evaluasi, yang kemudian dari
pertanggungjawaban dan evaluasi inilah manusia diberi kategori
atau digolongkan sesuai dengan kualitasnya (Q.S., 2 Ayat 256).

Filsafat Ilmu PKLH | 255


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Kesediaan untuk menerima kebebasan yang disertai


tanggung jawab inilah yang membuat kebebasan itu bermakna,
sehingga keberadaannya secara eksistensial adalah suatu
keberadaan yang abadi (Q.S., 98 Ayat 6-7). Kebebasan individual,
sehingga pertanggungjawabannya pun bersifat individual yang
tidak mungkin dipertukarkan ataupun diwakilkan (Q.S., 99 Ayat 7-
8; dan Q.S. 17 Ayat 13).
Dalam hidupnya manusia mempunyai bermacam-macam
kebutuhan yang harus dipenuhinya, yang oleh Abraham Maslow
(Johni Najwan, 2011) menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan
tersebut dibedakan menjadi tujuh kategori yang tersusun secara
hierarkis dari yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis hingga
yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Menurutnya,
manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhannya yang lebih
tinggi bila kebutuhan-kebutuhan di bawahnya telah terpenuhi,
sehingga sepanjang hidupnya manusia tergerak untuk menaiki
tangga-tangga kebutuhan itu meski hanya sebagian kecil saja yang
berhasil mencapai puncaknya.
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan-
kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang secara mutlak
harus dipenuhi agar manusia bisa bertahan hidup, seperti:
kebutuhan pangan, sandang dan tempat tinggal. Kualitas
kebutuhan dasar ini berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan
perubahan budaya manusia. Peningkatan kualitas hidup manusia
bisa berarti peningkatan kualitas kebutuhan dasar ini, begitu pula
kebutuhan-kebutuhan lain, dan perubahan pola berpikir manusia
tentang kehidupan berpengaruh besar terhadap konsumsi sumber
daya yang tersedia.
Islam tidak pernah melarang manusia berupaya untuk
meningkatkan taraf hidupnya, selama tidak merusak dan
merugikan makhluk di sekitarnya. Ini berarti, bahwa peningkatan
256 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

kualitas keberadaannya yang eksistensial sebagai khalifah adalah


sangat dilindungi oleh Islam. Oleh karena itu, orang akan membuat
suatu kesalahan besar bila menafsirkan teori Maslow secara tidak
benar, karena terpenuhinya kebutuhan tertinggi manusia, bukan
berarti bahwa manusia tersebut telah mencapai puncak
kebahagiannya. Bagi Islam kebahagiaan yang hakiki adalah
kebahagiaan di “Kampung Akhirat”, dan sesuai dengan sejarah
penciptaannya, manusia hidup di alam dunianya sekarang ini bukan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, melainkan
manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya untuk
menjalani kehidupannya.
Dengan demikian, kualitas kebutuhan manusia tidak identik
dengan kualitas hidupnya. Karena peningkatan kualitas kebutuhan
hidupnya tidak berjalan seiring dengan peningkatan kualitas
hidupnya. Begitu pula peningkatan kualitas hidup manusia bukan
berarti peningkatan kualitas kebutuhannya. Manusia bisa
menempati tingkat kualitas hidup yang terendah dengan kualitas
kebutuhan hidup yang tertinggi, begitu pula sebaliknya, dia bisa
menduduki tingkat kualitas hidup tertinggi dengan kualitas
kebutuhan hidup yang terendah. Hal ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa tolok ukur kualitas manusia Islam itu bersifat batin, dan
kualitas inilah yang melebihkan manusia dari organisme hidup
lainnya, atau bahkan dari jenis-jenis makhluk yang lainnya.
Sehubungan dengan pengelolaan sumber daya tersebut,
menurut Johni Najwan (2011) bahwa Islam mengatur lima hal
pokok yang harus mendapat perhatian, yakni :
1. Tidak Membuat Kerusakan di Bumi.
Banyak sekali ayat-ayat dalam al-Quran yang menegaskan, agar
manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi. Suatu sikap
manusia yang sejak semula telah dikhawatirkan oleh para

Filsafat Ilmu PKLH | 257


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

malaikat (Q.S. 2 Ayat 30). Bentuk-bentuk kerusakan ini


menurut ilmu lingkungan bisa muncul dalam bermacam-
macam aktivitas seperti menggunakan sumber daya alam yang
melebihi maximum sustained yield, memutuskan salah satu
mata rantai dalam food-chains atau web of life,
mengeksploitasi daur materi, dan menghasilkan berbagai
macam pencemaran yang akan mengganggu stabilitas tata
lingkungan.
Di samping itu kerusakan-kerusakan tersebut bisa pula muncul
dalam bentuk aktivitas-aktivitas semacam penumpukan
sumber daya alam yang menimbulkan penderitaan bagi
manusia lain, eksploitasi sumber daya manusia hingga
merendahkan derajatnya sebagai manusia, pengacauan
terhadap keamanan, pelanggaran terhadap ketertiban,
pemutusan hubungan saudara, penelantaran terhadap
kemiskinan, kelalaian terhadap pendidikan dan keagamaan,
dan bentuk-bentuk aktivitas lain yang bisa mengganggu tata
lingkungan.
2. Bersahabat dengan Alam
Meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan ungkapan yang
disampaikan oleh kepercayaan-kepercayaan animisme,
dinamisme akan tetapi Islam juga menganjurkan manusia,
untuk bersahabat dengan alam.
Keberadaan flora dan fauna yang memberikan manfaat kepada
manusia perlu diimbangi dengan suatu “perilaku” yang baik
(Q.S. 2 Ayat 205). Dalam menyembelih binatang, misalnya,
Islam juga mengajarkan sopan santun yang selain menghadap
kiblat dan berniat dengan nama Allah, juga disunatkan
mempertajam alat yang digunakan untuk menyembelih

258 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

binatang itu, sehingga binatang yang akan disembelih tersebut


tidak terlalu menderita pada saat sakaratul maut.
Bahkan dalam riwayat yang lain Rasulullah pernah
mengancam, bahwa barang siapa yang lalai dalam memberi
makan kepada binatang peliharaannnya, sementara binatang
peliharaannnya itu terikat dan tidak bisa mencari makan sendiri
sehingga mati kelaparan, maka orang itu tidak akan bisa masuk
surga. Dan Tuhan sendiri mengatakan : “Dan tiadalah binatang-
binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan makhluk-makhluk-Ku
(juga) seperti kamu” (Q.S. 6 Ayat 38).
3. Tidak Berlaku Boros
Islam mengakui hak manusia untuk menggunakan sumber daya
yang memang disediakan untuknya. Akan tetapi, menggunakan
sumber daya secara berkelebihan dan berlaku boros adalah
suatu tindakan yang tidak dibenarkan. Bahkan Tuhan telah
menggolongkan manusia yang suka menghamburkan kekayaan
dan berlaku boros tersebut sebagai teman/perbuatan setan.
Padahal sebagaimana petunjuk yang diberikan oleh Tuhan
kepada manusia, setan bagi manusia adalah musuh yang nyata
(Q.S. 7 Ayat 31 dan Q.S. 17 Ayat 26-27).
Dalam ilmu lingkungan pemborosan ini bisa muncul dalam
bentuk ketidakseimbangan pertukaran materi dan
transformasi energi, atau pemborosan juga bisa diartikan
sebagai penggunaan sumber daya yang tidak sebanding
dengan daya gunanya.
Pemborosan adalah suatu bentuk kejahatan tersendiri, karena
dengan berbuat boros berarti mengurangi atau bahkan
menghilangkan hak dan kesempatan manusia atau makhluk
hidup yang lain atas suatu sumber daya.

Filsafat Ilmu PKLH | 259


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

4. Memikirkan Generasi Yang Akan Datang


Selain mengajarkan tentang kehidupan di alam akhirat, Islam
juga mengajarkan betapa penting kehidupan generasi
berikutnya. Oleh karena itu, manusia dimungkinkan untuk
tetap menerima kebaikan yang mengalir tiada henti-hentinya,
meskipun dia telah meninggal. Konsep amal jariyah adalah
suatu konsep tentang pembangunan yang tiada hanya
bermanfaat bagi dirinya di masa kini dan di akhirat nanti, akan
tetapi juga bagi generasi-generasi sesudahnya. Sabda Nabi
Muhammad Saw., bahwa; “Tak ada seorang muslim yang
menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung
memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan
mendapatkan sedekah karenanya” (HR. Al-Bukhoriy-Muslim),
adalah suatu contoh sederhana tentang pengelolaan sumber
daya alam secara berkelanjutan. Bahkan begitu pentingnya
makna penghijauan di dalam ajaran Islam, sehingga suatu
waktu Nabi bersabda bahwa; “Jika hari kiamat telah tegak,
sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon
korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia
menanamnya, maka lakukanlah” (HR. Ahmad).
5. Meningkatkan Kesejahteraan Umum
Islam mengajarkan bahwa kekayaan yang diperoleh seseorang
tidak untuk dimiliki sendiri, karena dia mempunyai kewajiban
untuk mengeluarkan sebahagaian dari kekayaannya itu untuk
diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan dan berhak
untuk menerimanya (Q.S. 2 Ayat 215). Di samping itu, cara
pembelanjaannya pun juga diatur agar manusia tidak sia-sia
dalam membelanjakannya. Bentuk-bentuk zakat, infaq dan
shadaqoh tiada lain adalah upaya pencarian keridoan Tuhan
yang dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan
kesejahteraan umum. Dengan cara semacam ini kesenjangan
260 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

tingkat sosial ekonomi yang bisa menimbulkan gangguan tata


lingkungan bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan.

6.4. Pengelolaan Manusia Sebagai Sumberdaya Utama


Manusia sebagai makhluk yang dianugrahi Allah Swt potensi
akal-budi, mau tidak mau harus menjadi komponen utama dalam
kehidupan di atas bumi. Kelestarian atau kehancuran potensi yang
dimiliki planit bumi ini sangat ditentukan oleh sentuhan tangan dan
perlakuan manusia. Tindakan yang arif akan banyak memberikan
sustainabilitas terhadap potensi alam dan lingkungan hidup, dan
sepak terjang frontier manusia kapitalis akan menghancurkan dan
mempercepat kehancuran planit bumi. Oleh karena itu ungkapan
beberapa pakar pembangunan yang menyatakan bahwa
“penduduk” bermakna pisau bermata dua, di satu sisi penduduk
yang memiliki kualitas merupakan “sumberdaya pembangunan”,
namun di sisi lain penduduk yang tidak memiliki kualitas dan
keterampilan akan menjadi “beban pembangunan”.
Secara fisik planit bumi ini sangat terbebani oleh jumlah
penduduk yang berkembang demikian cepat. Dalam 60 tahun
terakhir penduduk bumi telah berkembang hampir tiga kali lipat,
dari 2,5 milyar pada tahun 1950 telah menjadi 7 milyar pada bulan
Oktober 2012 lalu. Laju pertumbuhan jumlah penduduk dunia
semakin lama semakin cepat. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan penduduk bumi pada tahun 1987 berjumlah 5
milyar, selang 12 tahun kemudian pada tanggal 12 Oktober 1999
jumlah penduduk tercatat 6 milyar, dan terakhir pada tanggal 19
Oktober 2012 lalu jumlah penduduk bumi sudah mencapai 7 milyar.
Distribusi penduduk bumi, adalah suatu permasalahan yang juga
cukup dominan dalam aspek kependudukan, karena negara-negara
yang padat penduduknya lebih dominan merupakan negara

Filsafat Ilmu PKLH | 261


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

berkembang, bahkan terdapat beberapa negara yang terkategori


sebagai negara terkebelakang. Hanya 3 dari 10 negara terbesar
penduduknya yang masuk dalam kategori negara maju.
Hubungan yang bersifat komplementer antara manusia
(penduduk) dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), dapat dilihat dalam tiga aspek, yakni ; (1) peranan
manusia dalam pembangunan berkelanjutan; (2) penduduk
berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan
berkelanjutan; dan (3) perencanaan partisipatif dalam
pembangunan berkelanjutan.

A. Peran Manusia Dalam Pembangunan Berkelanjutan


Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau
titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran
penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari
pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan
pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah,
akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara
kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan
daya tampung lingkungan yang semakin terbatas. Posisi dan
kedudukan manusia sebagai makhluk pengatur (khalifah) terhadap
sumberdaya alam, memungkinkan munculnya tiga pola pandang
dalam dimensi antara lain :
a. Manusia menghasilkan alat dengan perspektif lebih baik,
b. Manusia mampu menakar jarak dan ruang.
c. Manusia mampu menikmati lebih banyak “persepsi warna”
dibanding makhluk hidup lainnya, sehingga mampu
mengidentifikasi benda dengan mudah dan tepat.

262 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Dari dimensi pola pandang di atas, ada empat peran penting


manusia terhadap lingkungan hidupnya, yakni :
1. Manusia Sebagai Organisme yang Dominan Secara
Ekologik.
Manusia penting karena mereka merupakan makhluk hidup
yang dominan secara ekologik. Maksudnya, organisme
dikatakan secara ekologik jika :
a. Manusia dapat berkompetensi secara lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal
makanan jika dibandingkan dengan makhluk lain dalam
suatu ekosistem, dan
b. Manusia mampu memberikan pengaruh yang besar
terhadap lingkungan tempat hidupnya, atau terhadap
organisme yang lain.
2. Manusia Sebagai Makhluk Pembuat Alat.
Manusia menjadi dominan dalam ekosistem berkat
kemampuannya membuat dan menggunakan
alat.Penggunaan api memungkinkan manusia menguasai
daerah yang lebih luas jika dibandingkan dengan jumlah
populasi manusia. Dengan kata lain dominan mereka
tidak tergantung dari jumlahnya. Manusia juga merupakan
organisme yang membudidayakan makanannya. Perubahan
cara hidup dari pengumpulan makanan jadi penanaman
serta pemetik hasil tanaman merupakan suatu pencapaian
yang mempunyai dampak ekologi yang luas.
3. Manusia Sebagai Makhluk Perampok.
Manusia dikenal sebagai makhluk mengeksploitasi
ekosistem yang hebat. Ia dapat memanfaatkan baik
ekosistem darat maupun ekosistem air. Sejak semula
manusia mengeksploitasi ekosistem tidak hanya untuk
makanan, tetapi juga untuk keperluan lain seperti pakaian
Filsafat Ilmu PKLH | 263
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

dan rumah. Sejak itu kebutuhan akan bahan organik untuk


obat-obatan, papan, serat, dan lain-lain meningkat.
4. Manusia Sebagai Penyebab Evolusi.
Perkembangan pengetahuan dan keterampilan teknis
mengakibatkan manusia muncul sebagai makhluk hidup
dominan secara ekologik. Selain itu ia merupakan penyebab
terjadinya evolusi ilmu pengetahuan dan kesadaran ilmiah
pada dirinya sendiri.

B. Penduduk Berkualitas merupakan Modal Dasar


Pembangunan Berkelanjutan
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu
negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena
dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa
mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik,
tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan
keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak
adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang
ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai
sumberdaya alam serta kemampuan biosfer menyerap pelbagai
pengaruh dari kativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat
dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru
pembangunan ekonomi.
Pembangunan berkelanjutan sendiri merupakan suatu
proses pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan
manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan cara

264 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan


sumber alam yang tersedia.
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan
bermaksud mengembangkan keselarasan dan keharmonisan
antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya
tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang
dinamis. Proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi
pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan
diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan
masa yang akan datang. Oleh karena itulah dalam pembangunan
berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan
dengan kondisi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada di suatu wilayah tertentu.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada
tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yakni sosial,
ekonomi dan lingkungan. Selanjutnya oleh pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Lingkungan Hidup menambahkan satu pilar
lagi, yaitu pilar teknologi. Dalam hal ini terlihat jelas fenomena
hubungan komplementer antara ekologi manusia dengan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang
mana telah dijelaskan pula sebelumnya bahwa teknologi
merupakan salah satu komponen utama dari ekologi manusia.
Berbeda dengan ketiga pilar lainnya, keberlanjutan
teknologi adalah berada di tingkat nasional dengan tetap
berkoordinasi dengan dunia luar atau internasional. Lebih lanjut
lagi, Kementerian Lingkungan Hidup (Komisi Nasional Mekanisme
Pembangunan Bersih) menjabarkan keempat pilar tersebut sebagai
berikut :

Filsafat Ilmu PKLH | 265


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. Keberlanjutan Lingkungan.
a. Keberlanjutan lingkungan dilakukan dengan cara
menerapkan konservasi atau diversifikasi pemanfaatan
sumber daya alam. Indikator-indikator itu adalah
terjaganya keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis; tidak
melebihi ambang batas baku mutu lingkungan yang
berlaku, nasional, dan lokal (tidak menimbulkan
pencemaran udara, air, tanah); terjaganya
keanekaragaman hayati (genetik, spesies, dan
ekosistem), dan tidak terjadi pencemaran genetika; dan
dipatuhinya peraturan tata guna lahan atau tata ruang.
b. Keselamatan dan kesehatan masyarakat lokal.
Indikator-indikator itu adalah tidak menyebabkan
timbulnya gangguan kesehatan; dipatuhinya peraturan
keselamatan kerja; dan adanya prosedur yang
terdokumentasi yang menjelaskan usaha-usaha yang
memadai untuk mencegah kecelakaan dan mengatasi
bila terjadi kecelakaan.
2. Keberlanjutan Ekonomi.
Yaitu kesejahteraan masyarakat lokal. Indikator-indikator
itu adalah tidak menurunkan pendapatan masyarakat lokal;
adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang terkait untuk
menyelesaikan masalah-masalah PHK sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku; adanya upaya-upaya
untuk mengatasi kemungkinan dampak penurunan
pendapatan bagi sekelompok masyarakat; dan tidak
menurunkan kualitas pelayanan umum untuk masyarakat
lokal.

266 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

3. Keberlanjutan Sosial.
a. Partisipasi masyarakat. Indikator-indikator itu adalah
adanya proses konsultasi ke masyarakat lokal; dan
adanya tanggapan dan tindak lanjut terhadap komentar
dan keluhan masyarakat lokal.
b. Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat,
dengan indikator: tidak menyebabkan konflik di tengah
masyarakat lokal.
4. Keberlanjutan Teknologi.
Yaitu terjadi alih teknologi. Indikator-indikator itu adalah
tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing dalam
hal pengetahuan dan pengoperasian alat (know-how); tidak
menggunakan teknologi yang masih bersifat percobaan dan
teknologi usang; dan mengupayakan peningkatan
kemampuan, dan pemanfaatan teknologi lokal.
Uraian tersebut di atas sesuai dengan pendapat Jacobs, dkk
(dalam Hadi, 2005) tentang prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar (fulfilment of
human needs) yang terdiri dari kebutuhan materi dan nonmateri;
pemeliharaan integritas lingkungan (maintenance of ecological
integrity) yang terdiri dari konservasi dan mengurangi konsumsi;
keadilan sosial (social equity) yang terdiri dari keadilan masa depan
dan kini; dan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri (self
determination) yang terdiri dari masyarakat madani dan
partisipatori demokrasi.
Menurut Newman & Kenworthy (dalam Kemp & Martens,
2007), setidaknya terdapat empat prinsip dalam pembangunan
berkelanjutan, yaitu:

Filsafat Ilmu PKLH | 267


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. The elimination of poverty, especially in the Third World, is


necessary not just on human grounds, but as an
environmental issue (Pengurangan kemiskinan, khususnya
di Dunia Ketiga, yaitu tidak hanya perlu pada masyarakat
tingkat bawah, tetapi sebagai isu berbasis lingkungan).
2. The First World must reduce its consumption of resources
and production of wastes (Negara Maju harus mereduksi
konsumsi mereka pada sumber daya dan produksi limbah).
3. Global cooperation on environmental issues is no longer a
soft option (Kerjasama global atas isu-isu lingkungan adalah
tidak lebih dari sebuah pilihan lunak).
4. Change towards sustainability can occur only with
community-based approaches that take local cultures
seriously (Mengubah ke arah keberlanjutan hanya dapat
terjadi dengan pendekatan berbasis masyarakat yang
mengambil kebudayaan lokal secara serius).
Pandangan Newman dan Kenworthy tersebut banyak
dipengaruhi oleh perhatiannya terhadap kaum papa dan lemah
yang seharusnya menjadi bagian dari keberlanjutan.
Selain pilar dan prinsip itu, pembangunan berkelanjutan
juga memiliki karakteristik tersendiri sebagai pegangan bagi
pengambil keputusan (decision makers) baik di tingkat lokal,
nasional, regional, maupun global. Konsep pembangunan
berkelanjutan bukanlah rencana aksi yang rinci hingga
implementasi. Hal itu bergantung pada tempat, waktu, dan
gabungan antara nilai-nilai dan sumber daya. Pendekatan decision
making dari pembangunan berkelanjutan menghendaki penilaian-
waspada terhadap kekuatan dari lingkup rumah tangga, komunitas,
swasta untuk menentukan tindakan prioritas. Adapun karakteristik
pembangunan berkelajutan tersebut (Sustainable Development
Communications Network, 1990), adalah :

268 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

1. Perhatian terhadap keadilan dan kejujuran, yaitu


memastikan bahwa hak-hak masyarakat miskin dan
generasi masa depan terjamin. Jika pembangunan dikatakan
berkelanjutan, maka seharusnya decision-makers
menghargai kepentingan mereka.
2. Pandangan jangka panjang, yaitu merumuskan prinsip-
prinsip pencegahan yang dapat digunakan sebagai panduan.
Sebuah perencanaan jangka panjang sebetulnya
bergantung pada kebutuhan, dan realita lapangan. Di suatu
negara yang ketika sebuah tindakan melahirkan ancaman
terhadap lingkungan, dan kesehatan warganya, ukuran-
ukuran pencegahan seharusnya diambil bahkan jika
beberapa cause-and-effect relationships tidak sepenuhnya
dibangun secara ilmiah.
3. Systems thinking, yaitu memahami saling-keterhubungan
yang tak terpisahkan di antara lingkungan, ekonomi, dan
sosial.
Walaupun isu pembangunan keberlanjutan telah bergulir
secara eksplisit sejak 1970-an, tetapi terdapat urgensitas yang halus
atas problematik global pada awal abad 21 ini (Adams, 2006).
Bagaimanapun juga, dekade pertama abad ini menawarkan banyak
kesempatan unik untuk kemudian melakukan pemikiran ulang
terhadap bagian dominan dari pembangunan global. Kritik para
pakar lingkungan pembangunan pada 30 tahun terakhir
mengungkapkan bahwa model pembangunan konvensional telah
tidak mampu berlanjut. Dewasa ini, beberapa pihak menawarkan
sebuah pandangan unik guna mendeskripsikan fakta-fakta
tersebut, dan mengumpulkan sebuah forum diskusi baru tentang
masa depan manusia dan lingkungan. Pada pintu gerbang abad 21
ini, beberapa negara berkembang telah mengawali pencapaian
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi dengan model ini.

Filsafat Ilmu PKLH | 269


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Penjabaran tentang model tersebut kemudian disebut Adams


(2006) sebagai konsep baru atau pemikiran baru. Model ini
menghendaki adanya sustainability and resilience (keberlanjutan
dan kelentingan), sustainability and human well-being
(keberlanjutan dan kesejahteraan rakyat), a new economy
(ekonomi baru) dan presenting new thinking (pemikiran atau
paradigma baru).

C. Perencanaan Partisipatif dalam Pembangunan


Berkelanjutan
Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses
perubahan yang terencana, yang di dalamnya terdapat eksploitasi
sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi,
perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang
selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu
lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan
mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Perencanaan pembangunan merupakan hal yang paling
penting bagi keberhasilan pembangunan. Perencanaan yang tepat
akan menghasilkan dampak yang baik terhadap masyarakat dalam
konteks dapat mencapai tujuan pembangunan. Sebaliknya,
perencanaan yang tidak tepat akan membawa yang tidak baik
terhadap keberhasilan tujuan pembangunan.
Dalam realitasnya, perencanaan pembangunan yang telah
disusun dan dilaksanakan seringkali tidak dapat memuaskan
keinginan masyarakat. Masyarakat mempersoalkan tentang
program atau rencana kegiatan yang tidak mereka perlukan, tidak
menyetujui kebijakan yang diambil pemerintah atau keluhan tidak
270 | Filsafat Ilmu PKLH
Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

dapat menikmati hasil pembangunan yang telah direncanakan


tersebut. Atas dasar itu, maka seharusnya perencanaan partisipatif
dijalankan agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan
masyarakat. Melalui perencanaan partisipatif, masyarakat sendiri
yang terlibat penuh dalam proses pengambilan keputusan,
perencanaan dan perumusan program. Dalam proses perencanaan
partisipatif, masyarakat akan lebih bebas dan terbuka dalam
mengartikulasikan keinginan-keinginan dan kebutuhannya.
Begitupula perencanaan partisipatif dalam pembangunan
berkelanjutan. Perencanaan partisipatif dalam pembangunan
berkelanjutan akan sangat membantu keberhasilan dalam
mengintegrasikan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan untuk
mencapai kesejahteraan.
Abu Huraerah (2008) menyatakan bahwa perencanaan
partisipatif adalah suatu proses perencanaan program
pengembangan masyarakat yang dilakukan dengan melibatkan
masyarakat setempat dan stakeholders seperti: tokoh masyarakat
(tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh wanita, tokoh pemuda) dan
aparat pemerintahan. Keterlibatan masyarakat dan pihak-pihak
terkait dalam mengidentifikasi masalah-masalah dan kebutuhan-
kebutuhannya sendiri, merumuskan dan menyeleksi alternatif
tindakan atau program dan mengimplementasikan program, serta
melakukan monitoring dan evaluasi program.
Andi Satyumitra mengutip pernyataan Bahua tentang
perencanaan pembangunan partisipatif yang dirumuskan sebagai
upaya untuk meberdayakan potensi masyarakat dalam
merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi
sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu
peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang
ada dalam masyarkat, peningkatan motivasi dan peran serta
kelompok masyarakat dalam proses pembangunan dan

Filsafat Ilmu PKLH | 271


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

peningkatan rasa memiliki terhadap program kegiatan yang telah


disusun.
Wicaksono dan Sugiarto yang dikutip oleh Agus Harto
Wibowo yang mendefinisikan perencanaan pembangunan
partisipatif sebagai usaha yang dilakukan masyarakat untuk
memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang
diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat
secara mandiri.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, maka dpat
disimpulkan bahwa perencanaan partisipatif pembangunan adalah
suatu usaha perencanaan yang secara sadar disusun bersama oleh
pemerintah, masyarakat, pihak swasta maupun perguruan tinggi
untuk memilih alternatif terbaik dalam pelaksanaan pembangunan,
agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Perencanaan partisipatif memiliki berbagai siklus. Menurut
Abu Huraerah (2008) perencanaan partisipatif memiliki sepuluh
tahap, yaitu:
1. Identifikasi masalah dan needs assessment (penilaian
kebutuhan). Identifikasi masalah sangat erat kaitannya
dengan needs assessment (penilaian kebutuhan).
Kebutuhan dapat didefiniskan sebagai kekurangan yang
mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Penilaian
kebutuhan adalah penentuan besar atau luasnya suatu
kondisi dalam suatu populasi sasaran (masyarakat) yang
ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi
yang ingin direalisasikan. Metode yang digunakan untuk
identifikasi masalah dan penilaian kebutuhan adalah:

272 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

2. Brainstorming. Metode untuk menampung berbagai aspirai,


pendapat, saran-saran dari populasi sasaran (masyarakat)
dan membahasnya secara bersama-sama.
3. Focus Group Discussion. Diskusi yang dirancang khusus
membicarakan suatu masalah secara terfokus.
4. Participatory Decision Making. Metode pengambilan
keputusan yang dilakukan secara bersama-sama populasi
sasaran dan stakeholders.
5. Stakeholders Analysis. Analisis terhadap peserta atau
pengurus dan anggota suatu program, suatu proyek
pembangunan atau organisasi sosial tertentu tentang isu-isu
yang terjadi di lingkungan seperti relasi kekuasaan,
pengaruh, dan kepentingan-kepentingan berbagai pihak
yang terlibat dalam suatu kegiatan.
6. Beneficiary Assessment. Pengidentifikasian masalah sosial
yang melibatkan konsultasi secara sistematis dengan para
penerima pelayanan sosial.
7. Penentuan Tujuan. Tujuan perencanaan partisipatif:
a. Menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
akan pentingnya proses partisipasi.
b. Menggali masukan, pendapat, usulan dan saran-saran
dari masyarakat guna memperkuat dan mendukung
program pengembangan masyarakat.
c. Menumbuhkan pemahaman dan kemampuan
masyarakat dalam mengidentifikasi masalah dan
kebutuhannya.
d. Mampu merumuskan dan meyeleksi alternatif tindakan
dan mengimpelmentasikan program.
e. Mampu melakukan monitoring dan evaluasi program
secara partisipatif.

Filsafat Ilmu PKLH | 273


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

8. Penyusunan dan pengembangan perencanaan partisipatif.


Para perencana bersama-sama masyarakat menyusun pola
rencana intervensi yang komprehensif. Pola tersebut
menyangkut strategi-strategi, tugas-tugas dan prosedur-
prosedur yang ditujukan untuk membantu kebutuhan-
kebutuhan dan pemecahan masalah.
9. Pelaksanaan. Impelementasi program pembangunan pada
dasarnya merupakan proses penerapan metode dan
pendayagunaan sumber-sumber (sumber daya manusia,
sumber daya alam, dan sumber daya finansial) untuk
menghasilkan barang-barang pelayanan sosial bagi
kepentingan sosial sesuai dengan tujuan dan sasaran
program.
10. Monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah pemantauan
secara terus-menerus dalam proses perencanaan dan
pelaksaan kegiatan. Evaluasi adalah kegiatan menilai secara
keseluruhan tentang suatu kegiatan yang telah dilaksanakan
sesuai rencana atau ketentuan yang telah disusun
sebelumnya.
Alexander Abe yang dikutip oleh Agus Harto Wibowo,
merumuskan tahapan perencanaan partisipatif sebagai berikut:
1. Penyelidikan. Penyelidikan adalah sebuah proses untuk
mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalan-
persoalan bersifat lokal yang berkembang di masyarakat.
2. Perumusan masalah. Perumusan masalah adalah tahap lanjut
dari hasil penyelidikan. Data atau informasi yang telah
dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh
gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. Untuk
mencapai perumusan, pada dasarnya dilakukan suatu proses
analisis atas informasi, data dan pengalaman hidup
masyarakat. Tidak semua yang disampaikan masyarakat

274 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

harus diterima, namun pada saat inilah momentum untuk


bersama-sama masyarakat memilah-milah segi yang
merupakan kebutuhan dan yang sekedar keinginan.
3. Identifikasi daya dukung. Daya dukung tidak diartikan sebagai
dana kongkrit (uang), melainkan keseluruhan aspek yang bisa
memungkinkan terselenggaranya aktifitas dalam mencapai
tujuan dan target yang telah ditetapkan. Pemahaman
mengenai daya dukung ini diperlukan agar rencana kerja yang
disusun tidak bersifat asal-asalan, tetapi benar-benar
merupakan hasil perhitungan yang matang.
4. Perumusan tujuan. Tujuan adalah kondisi yang hendak
dicapai, sesuatu keadaan yang diinginkan (diharapkan), dan
karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya.
5. Menetapkan langkah-langkah secara rinci. Penetapan
langkah-langkah adalah proses menyusun hal yang akan
dilakukan. Proses ini merupakan proses membuat rumusan
yang lebih utuh atau sebuah rencana tindak. Suatu rencana
tindakan memuat: (1) hal yang akan dicapai, (2) kegiatan yang
hendak dilakukan, (3) pembagian tugas atau pembagian
tanggung jawab (siapa bertanggung jawab atas apa), dan (4)
waktu (kapan dan berapa lama kegiatan akan dilakukan).
6. Merancang anggaran. Perencanaan anggaran adalah suatu
usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya
yang tersedia. Kekeliruan dalam menyusun alokasi, akan
membuat suatu rencana kandas di tengah jalan. Anggaran
juga bisa bermakna sebagai sarana kontrol.
Tjokroamidjojo yang dikutip oleh Agus Harto Wibowo,
merumuskan bahwa tahap-tahap dalam suatu proses perencanaan
terdiri dari: Penyusunan rencana yang meliputi tinjauan keadaan
sebelum memulai suatu rencana (review before take off) maupun
tinjauan terhadap pelaksanaan rencana sebelumnya (review of

Filsafat Ilmu PKLH | 275


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

performance), perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana


(forecasting), penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan
pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana, identifikasi
kebijakan atau kegiatan usaha yang perlu dilakukan dalam rencana
serta pengambilan keputusan sebagai persetujuan atas suatu
rencana.
1. Penyusunan program rencana yang dilakukan melalui
perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan atau
sasaran dalam jangka waktu tertentu, suatu perincian jadwal
kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta penentuan.
2. Pelaksanaan rencana yang terdiri atas eksplorasi, konstruksi
dan operasi. Dalam tahap ini, kebijakan-kebijakan perlu
diikuti implikasi pelaksanaannya.
3. Pengawasan atas pelaksanaan rencana yang bertujuan untuk
mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai
dengan rencana, apabila terdapat penyimpangan maka perlu
diketahui penyimpangan tersebut, penyebabnya serta
dilakukannya tindakan korektif terhadap adanya
penyimpangan. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan
suatu sistem monitoring dengan mengusahakan pelaporan
dan feedback yang baik dari para perencana.
4. Evaluasi untuk membantu kegiatan pengawasan, yang
dilakukan melalui suatu pengamatan yang berjalan secara
terus menerus (concurrent review).
Seluruh tahap atau siklus perencanaan partisipatif dalam
pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk
mengintegrasikan keberlanjutan pada bidang ekonomi, sosial dan
ekologi. Masyarakat akan semakin merasakan pentingnya
berpartispasi untuk meningkatkan taraf hidupnya dan
menyelesaikan berbagai masalah ketimpangan sosial dan
lingkungan yang terjadi dalam kehidupannya.

276 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

D. Peranan PKLH dalam Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan yang dilakukan oleh manusia yang semula
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
ternyata tidak semuanya berhasil secara maksimal, justru lebih
banyak yang menyebabkan menurunkan kualitas hidup
masyarakat. Eksploitasi sumber daya yang dilakukan secara
semena-mena tanpa etika lingkungan, telah mengakibatkan
tanah, air, udara tercemar baik oleh limbah industri maupun oleh
limbah domestik yang berasal dari rumah hunian, yang dapat
berakibat sangat buruk terhadap lingkungan dan kehidupan
makhluk hidup. Sudah banyak orang-orang yang menderita
penyakit yang diakibatkan karena tercemarnya lingkungan,
seperti lebih dari 5 juta orang terserang muntaber yang
diakibatkan oleh air yang tercemar akibat bermacam-macam
limbah, banjir bandang yang telah menjadi tamu monster
tahunan, telah mengakibatkan ratusan bahkan ribuan jiwa hilang,
dan sekitar 120 juta orang Indonesia (60% penduduk) menderita
cacingan akibat cemaran dari tinja. Itu semua terjadi akibat ulah
tangan manusia yang tidak bertanggungjawab, dengan
melaksanakan pembangunan yang berorientasi sesaat, tanpa
memikirkan lebih jauh akibat yang akan ditimbulkan dari setiap
aksi pembangunan yang dilakukannya (unsustainable
development).
Sebagaimana yang telah diuraikan panjang lebar pada
bagian sebelumnya bahwa terdapat tiga pilar utama yang harus
senantiasa diperhatikan di dalam pembangunan berkelanjutan
yakni ; masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Ketiga pilar
tersebut masing-masing memikul tanggung jawab terhadap
proses perubahan yang terus-menerus dalam berjangka panjang.
Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep yang

Filsafat Ilmu PKLH | 277


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

dinamis, dengan pengakuan bahwa umat manusia berada dalam


suatu gerakan yang konstan. Pembangunan berkelanjutan
bukanlah tentang mempertahankan status quo, tetapi lebih
tentang arah dan maksud perubahan. Penekanan pada hubungan
antara kemiskinan dengan persoalan pembangunan
berkelanjutan merujuk pada perhatian komunitas internasional
bahwa mengakhiri kemelaratan dan ketidakberdayaan menjadi
perhatian kita untuk masa depan dunia seperti halnya melindungi
lingkungan. Menyeimbangkan kedua permasalahan tersebut
(mengatasi kemiskinan dan melindungi lingkungan hidup), adalah
menjadi tantangan pokok di dalam pembangunan berkelanjutan.
Dari tantangan tersebut di atas, kemudian muncul
kesadaran bahwa dasar dan pondasi untuk mensinergikan ketiga
pilar pembangunan berkelanjutan tersebut, terakiulasi dalam
dimensi “budaya”. Kebiasaan dan kebudayaan tentang cara
hidup, berhubungan, berperilaku, berkeyakinan dan bertindak
yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, sejarah dan tradisi,
yang dialami umat manusia dalam menjalani kehidupan mereka.
Ini adalah pengakuan bahwa praktik-praktik kebiasaan, identitas
dan nilai-nilai sebagai perangkat lunak pengembangan manusia,
ternayat memainkan peran besar dalam menyusun dan
membangun komitmen bersama. Dalam kaitan proses dan tujuan
pembangunan berkelanjutan, penekanan pada aspek
kebudayaan akan menggaris bawahi pentingnya peranan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for
Sustainable Development, ESD). ESD merupakan konsep dinamis
yang mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan
pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab
dalam menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. ESD
merupakan bagian integral dalam mencapai tiga pilar
pembangunan manusia sebagaimana diusulkan dalam Program

278 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan PBB (UNDP) dan dikukuhkan pada KTT Dunia


untuk Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg 2002. Lebih
jauh unsur budaya juga diidentifikasi sebagai tema dasar esensial
ESD mengingat pentingnya ESD menyentuh para pemangku
kepentingan dan mitra baru dalam kerangka lokal yang relevan.
ESD tidak sepenuhnya bermakna sama dengan pendidikan
tentang pembangunan berkelanjutan atau sekedar transfer
pengetahuan. ESD berurusan dengan upaya mengubah perilaku
dan gaya hidup manusia bagi transformasi masyarakat yang
positif. Pencetus konsep ESD ini adalah A.Van Gingkel, mantan
Rektor United Nation (UN).
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH),
merupakan salah satu bentuk dari implementasi dari program
ESD. Bahkan ketika pelaksanaan PKLH dapat dilaksanakan sebagai
suatu program pendidikan yang monolitik, akan melahirkan
insan-insan pembangunan yang memiliki pengetahuan, sikap,
perilaku dan tindakan yang sangat menunjang terwujudkan
pembanguan berkelanjutan. Betapa tidak jika luaran pendidikan
monolitik di bidang PKLH, akan lebih mudah menemukan
pendekar-pendekar lingkungan yang memiliki kecerdasan
akademis dalam merencang, mengevaluasi, membangun, dan
mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan manusia,
lingkungan, dan ekonomi.
Tonggak rancangan besar tentang penerapan
pembangunan berkelanjutan dihasilkan pada 1992 dalam
Konferensi PBB mengenai Lingkungan dan Pembangunan, yang
dikenal dengan KTT Bumi I di Rio de Janeiro dan mengeluarkan
Agenda 21. Naskah sepanjang 500 halaman tersebut
menjabarkan setiap masalah dalam keprihatinan bersama dan
menyarankan langkah tindak untuk menjamin kelangsungan
hidup umat manusia: dari air bersih ke hutan; dari wisata

Filsafat Ilmu PKLH | 279


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

berkelanjutan ke negara-negara berkembang dan negara-negara


di kepulauan-kepulauan kecil. Tetapi ketika KTT Bumi II di
Johannesburg 2002, sebuah dokumen PBB berjudul
“Melaksanakan Agenda-21” mengakui bahwa perkembangan
menuju sasaran yang direkomendasi di Rio lebih lamban dari yang
diperkirakan, dan dalam beberapa hal keadaannya lebih buruk
dibandingkan 10 tahun silam. Hal ini disinyalir akibat kurangnya
program aksi dikarenakan minimnya kesadaran dan keterampilan
pelaksana pembangunan. Inilah alasan mengapa ESD melangkah
ke depan dengan sebuah desakan untuk membanting stir arah
perkembangan abad lalu yang merisaukan dengan mengubah
sikap, perilaku dan partisipasi penduduk bumi, karena konsep
pembangunan berkelanjutan memang bersifat dinamis dan terus
berkembang, sehingga perlu diakomodasi di dalam suatu sistem
pendidikan terprogram oleh seluruh negara yang ada di bumi ini.
Salah satu bentuk program kependidikan yang cukup relevan
dengan program ESD adalah Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH).
Proses pembelajaran pada program PKLH dilakukan
dengan pendekatan permasalahan kependudukan dan
permasalahan lingkungan (alam sekitar). Dasar filosofis mengajar
dengan mengimpelementasikan pendekatan lingkungan alam
sekitar pertama kali dicetuskan oleh Rousseau dan Pestalozzi.
Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa
kesehatan dan aktifitas fisik adalah faktor utama dalam
pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak harus
belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus
mendengarkan atau membaca dari buku”. Di sini lingkungan
sangat berperan penting dalam proses pembelajaran. Johan
Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik
berkebangsaan Swiss, dengan konsep “Home School”nya,

280 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk


memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi
juga mengajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak
didiknya dengan fasilitas yang ada di lingkungan sekitarnya dan
menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya
sendiri dan lingkungan agar tetap seimbang. Tanpa adanya
campur tangan manusia, lingkungan hidup belum tentu dapat
terawat. Oleh karena itu maka semua penduduk bumi
semestinya berperan aktif dalam upaya menyalamatkan
lingkungan hidup. Bentuk peran aktif yang dapat dilakukan oleh
penduduk bumi seperti :
1. Peran sebagai pengelola, bukan penghancur lingkungan.
Pada saat ini banyak sekali penduduk yang perannya tidak
sesuai dengan kenyataan, yang mestinya menjadi
pengelola, malah yang menjadi pengrusaknya. Pohon
ditebang, lahan dieksporitasi dan udara dibuat
mengandung penyakit (akibat industri dan semacamnya).
2. Peran sebagai penjaga, bukan perusak lingkungan. Kalau
dalam diri penduduk sudah sadar akan pentingnya
lingkungan hidup untuk kehidupannya. Maka, mereka
akan menjadi penjaga, bukan menjadi perusak demi
kepentingan pribadinya. Sebab itulah pendidikan
lingkungan di butuhkan dan harus diberikan kepada anak
sejak dini agar mereka mengerti dan kelak tidak merusak
lingkungan.
Pendidikan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kependudukan dan hal ini dapat dijabarkan dalam beberapa
aspek sebagai berikut :
a. Aspek Kognitif ; Pendidikan lingkungan mempunyai fungsi
terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman

Filsafat Ilmu PKLH | 281


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

terhadap permasalahan lingkungan kependudukan, selain


itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis
dan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dalam
lingkungan sekitarnya.
b. Aspek Afektif ; Sementara itu, Pendidikan lingkungan
berfungsi juga dalam aspek afektif, yakni dapat
meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian
dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan
dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya
penataan teradap kependudukan dilingkungan hidupnya.
c. Aspek Psikomotor ; Dalam aspek psikomotor, fungsi
Pendidikan Lingkungan cukup berperan dalam peniruan,
manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan
dalam tentang lingkungan yang ada di sekitar kita, dalam
upaya meningkatkan hazanah kebudayaan.
d. Aspek Minat ; Dalam aspek terakhir ini juga, fungsi dari
pendidikan lingkungan terhadap kependudukan, yang
dalam hal ini adalah penduduknya meningkat dalam
minat yang tumbuh dalam dirinya. Minat tersebut,
digunakan untuk meningkatkan usaha dalam
menumbuhkan kesuksesan kependudukan yang ada.
Sjarkowi (2005), mengatakan bahwa sangat diperlukan
membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran
aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya,
maka di seluruh penjuru nusantara perlu diselenggarakan
program penghijauan kurikula (Greening The Curicules), seperti
yang digagas oleh Collet, J & S dan Karakhaslan (1996). Dengan
pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan seperti
itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia
pembangunan dan bobot kerjasama proaktif dan reaktif mereka
terhadap bencana dan kerugian lingkungan, akan dapat

282 | Filsafat Ilmu PKLH


Bab-6 : Peranan PKLH Dalam Pembangunan Berkelanjutan

ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan


kebangsaan maupun internasional. Bencana lingkungan hidup
seperti kebakaran, banjir, longsor dan lainya dapat merusak
sumber daya alam. Sekali dimensi kelestarian sumber daya itu
mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan. Maka dapat
dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program
pendidikan lingkungan, agar lingkungan terjaga
keseimbangannya.

Filsafat Ilmu PKLH | 283


Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, (2001) : “Al-Qur’an dan Terjemahannya (Transliterasi Arab-Latin


Model Kanan Kiri”, Penerbit Asy-Syifa’) – Semarang.”
Anonimus, (2001), Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan,
Falsafah & Teori Pendukung, serta Asas, Bandung: Falah Production..
Abu Hurerah. 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model &
Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.
Abbas Hamami. 1997. Epistemologi Ilmu. Yogyakarta : Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada.
Abdullah,Ishak. 2008. Filsafat Ilmu Pendidikan.Bandung:PT remaja rosdakarda
Abraham, Francis. 1982. Modern Sociological Theory. Delhi Oxfort University
Press. New York.
Adib, Mohammmad. 2010. Filsafat Ilmu Yogyakarta : pustaka pelajar
Ahmad Rifai 2010. “Ilmu, antara Bebas atau Terikat Nilai”,
http://www.inilahjalanku. com/ilmu-antara-bebas-atau-terikat-nilai/
Ainun, 2010. Pengertian aksiologi. http://blog.uin-
malang.ac.id/abrorainun/2010/10/15/ pengertian-aksiologi/ (diakses
tanggal 15 0ktober 2010)
Akhmad Fauzi. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama.
Akdon, 2006. Strategic Management for Educational Management, Bandung:
Alpabeta.
Ali Mudhofir. 1997. “Ontologi”, http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=
Ontologi& amp;action).
Amsal, Bakhtiar, 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
Amril M. 2010. NILAINISASI ILMU (Sebuah Upaya Integrasi Ilmu dalam
Pembelajaran Sekolah di Era Globalisasi.)”, http://www.uinsuska.info.
Anwar, Sofyan Mufid. 2010. Ekologi Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Anoliab, Watloly. 2005. Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan
Epistimologi Secara Kultural . Yogyakarta : Kanisius
Berger, L. Peter and Luckmann, Thomas. 1966. The Social Struction of Reality. A
Treatise in the Sociology of Knowledge. Hasan Basari (Penterjemah).
1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Sebuah Risalah Tentang Sosiologi
Pengetahuan. LP3ES. Jakarta.
Bowes, Michael D and Krutilla, John V. 1989. Multiple – Use Management: The
Economics of Public Forestlands. Resources for the Future. Wasington,
D.C.
Cahyandito, M. F., 2005. Corporate Sustainability Reporting – A New Approach
for Stakeholder Communication, Kessel Publisher, Remagen-
Oberwinter.

284 | Filsafat Ilmu PKLH


Index

Cahyandito, M. F., 2002, The sustainable development: Why Reporting


Sustainability?Makalah dipresentasikan pada seminar ISTECS (Institute
for Science and Technology) tanggal 13 Juli 2002 di Frankfurt.
Cahyandito, M. F., 2001, The MIPS Concept (Material Input Per Unit of Service)
for Sustainable Development – Case Study: Material Intensity Analysis
with the MIPS Concept at a Foreign Oil Company in Indonesia, Master
Thesis dalam bidang Manajemen Lingkungan di Universitas Freiburg
Jerman.
Cecep Sumarna. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
Cernea. M.M. 1988. Unit-Unit Alternatif Organisasi Social untuk Mendukung
Strategi Penghutanan Kembali. Dalam Mengutamakan Manusia di
dalam Pembangunan. Alih Bahasa : Teku, B.B., Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
David, Fred R., 2001. Strategic Management: Cocept and Cases, New Jersey:
Prentice Hall International, Inc.
Djajadiningrat. S.T. 2005. Suistanable Future: Menggagas Warisan peradaban
bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat.
Djuju Sudjana 2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar
Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah
Production.
Emil Salim. 2010. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
Enquete Commission, 2002, Globalisierung der Weltwirtschaft –
Herausforderungen und Antworten, Schlussbericht, Drucksache
14/9200, Bonn.
Farida Yusuf T., 2000. Evaluasi Progaram, Jakarta: Rineka Cipta.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), 2002. The State
of Food Insecurity in the World 2002, Rome.
Forum for the Future (Higher Education Partnership for Sustainability), 2003.
Reporting for Sustainability-Guidance for Higher Education Institutions,
November 2003, London
Frieden, Jeffrey A., 2006. “The End of Bretton Woods”, dalam Global Capitalism:
Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W. W. Norton & Co.
Inc., pp.339-360
Gamst, Frederick C. 1974. Peasent in Complex Society. Holt, Rinehart and
Winston, INC. New York.
Getskow, Veronica. 1997. Community College Older Adult Program Development,
diambil dari www.eric.ed.gov Juni 2007.
Gibson, C. Cark, Mc Kean, A. Margaret, and Ostrom, Elinor. 2000. People and
Forests. Communities Institutions and Government. The MIT Press.
Massachusetts.
Gibson, Barrel. 1993. Sociological Paradigms and Organizational Analiysis.
Element of the Sociology of Corporatif Life, Atheneum Press. Newcastle.

Filsafat Ilmu PKLH | 285


Daftar Pustaka

Giddens, Anthony. 1984 The Constitution of Society: Outline of the Theory of


Strcturation. Adi Loka Sujono (Penterjemah). 2002. Teori Strukturasi
untuk Analisis Sosial, Pedati. Pasuruan.
Gorz Andre. 2003. “Ekologi dan Krisis Kapitalisme”, terjemahan. Insert Press
Penyalur Inti – IPPI, Yogyakarta.
Hammado Tantu, 2012. “Filsafat Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup”, Materi Kuliah Program S3 PKLH UNM.
Hanley, N., Shogren, J.F., White, B., 2001, Introduction to Environmental
Economics, Oxford University Press, New York.
Harrison, E. B., 1992, Achieving Sustainable Communication, The Columbia
Journal of World Business, Fall and Winter 1992, p. 243-247.
Haryanto. 2009. Meningkatkan Efektivitas Pendidikan Nonformal dalam
Pengembangan Kualitas Manusia. Bahan Pendidikan Pelatihan
Manajemen Pendidikan.
Haryanto 2009. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Bahan Pelatihan Pendidik PKBM Sejahtera
Harun Nasution. 1982. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius
Helfin Frincess, 2006. Management Stratejik: Resep Daya Saing dan Unggul,
Yogyakarta: Mida Pustaka.
Helleiner, Eric. 2008. “The Evolution oof the International Monetary and Financial
System”, dalam Ravenhill, John, Global Political Economy. Oxford:
Oxford University Express., pp.213-240
Hida Taura, 2012. Dimensi aksiologi dalam filsafat pendidikan.
http://filsafat.kompasiana. com/2012/03/07/dimensi-aksiologi-dalam-
filsafat-pendidikan/(diakses tanggal 7 maret 2012)
Huber, J., 2001, Allgemeine Umweltsoziologie, Wiesbaden.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat ilmu. Jakarta: rineka cipta.
Ismail Arianto, Drs.MP., dkk (1988) : “Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup di IKIP dan FKIP : buku pegangan mahasiswa”, Depdikbud – Ditjen
Dikti – Ditjen Dikdasmen.
Jimly Asshiddiqie, 2010. “Amanat Konstitusional Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi”, disampaikan sebagai keynote-speech
dalam Sidang Paripurna Dewan Riset Nasional Tahun 2010, Rabu, 15
Desember 2010.
Johan Iskandar. 2010. Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Johnson, Paul Doyl . 1981. Sociological Theory, Clasical Founderand
Contemporary Perspctives. Lawang, Robert, M. Z. (Penterjemah). 1986.
Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Gramedia. Jakarta.
Kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004. Filsafat ilmu (suatu pengantar
pemikiran) gorontalo: BMT nurul jannah.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat . Terjemahan oleh Soejono Soemargono.
1992. Yogyakarta : Tiara Wacana

286 | Filsafat Ilmu PKLH


Index

Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education As An Empowering Process.


Massachussets, Amhers
Kirkpatrick, Donald L. 1994. Evaluating Training Program, San Francisco: Beerett-
Koehler Publisher, Inc.
Knowles, Malcom S., 1980. The modern Practice of Adult Education, New York:
Cambridge, The Adult Education Company.
Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jambatan.
Jakarta
Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembanguanan. PT.
Gramedia. Jakarta.
Le Monde diplomatique, 2003. Atlas der Globalisierung, Berlin.
Linke, A., Nussbaumer, M, Portmann, P. R., 1996. Studienbuch Linguistik (3rd
Edition), Max Niemeyer Verlag, Tübingen.
Louis O. Kattsouff, 2004. Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogjakarta
Luhmann, N., 1986. Ökologische Kommunikation – Kann die moderne
Gesellschaft sich auf ökologische Gefährdungen einstellen? Opladen.
Made Astawa, I.B., 2004. PKLH, Implementasi dan Permasalahannya. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja No.1 Tahun XXXVII,
Januari 2004.
Maftuchah Yusuf, Prof. dkk. 1989. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup di IKIP dan FKIP : sebagai pegangan pengajar. Depdikbud – Ditjen
Dikti – Ditjen Dikdasmen.
Michelsen, G., 2005. Nachhaltigkeitskommunikation: Verständnis – Entwicklung
–Perspektiven. Dalam Handbuch Nachhaltigkeitskommunikation:
Grundlagen und Praxis, oekom Verlag, München.
Miska, Muhammad Amin. 1983. Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat
Pengetahuan Islam. Jakarta : UI Press
Mudyahardjo, Redja. 2002. Cet.2.Filsafat Ilmu Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya
: Bandung.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat pendidikan.bandung:PT reflika aditama
Mundzir S, 2010. Pendidikan Nonformal dalam Konteks Pemberdayaan
Masyarakat Desa Hutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang
Ilmu Sosiologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
Disampaikan dalam Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang
(UM) Tanggal 30 September 2010.
Mulyana, Enceng, 2008. Model Tukar Belajar (Learning Exchange) Dalam
Perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Alfabeta.
Mustofa Kamil. 2009. Pendidikan Nonformal. Bandung: Alfabeta.
Nadiroh, 2011. “Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi”, http://profnadiroh.
wordpress.com/2011/04/11/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/
Nuryandi. 2012. “Hakekat Ruang dan Waktu”, http://nuryandi-
cakrawalailmupengetahuan.blogspot.com/2012/07/hakekat-ruang-
dan-waktu_03.html#ixzz2AyPVc2QW

Filsafat Ilmu PKLH | 287


Daftar Pustaka

Prijono Tjiptoherijanto. 2002. Dimensi Kependudukan dalam Pembangunan


Berkelanjutan. Makalah disajikan Forum Parlemen Indonesia untuk
Pembangunan dan Kependudukan.
Pudjawijatna. 1963. Pembimbing Kearah Alam Filsafat . Jakarta : Pembangunan
Djakarta.
Purwo Santoso & Bambang Purwoko. 2007. “Ilmu Sosial Dasar”, Materi Kuliah
Fakultas Teknik – UGM, Yokyakarta.
Rafiuddin Afkari, Hj. Abdul Fattah. 2011. Peranan, Strategi dan Pola
Pengembangan Pendidikan Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM)
di Inhil yang Berwawasan Maju dan Gemilang 2025, dalam Seminar
Nasional Universiti Tun Hussein Onn Malaysia, Desember 2011.
Rambo A. Terry. 1981. Conceptual Approaches to Human Ecology : A Sourcebook
on Alternative Paradigm for The Study of Human Interactions Wirh The
Environment. The EAPI Workshop Sourcebook.
Rogers, Jenny. 2000. Adults Learning. Fifth Edition. London: Open University
Press.
Sancassiani, W., 1996, Getting the Message Across: A Proactive Environmental
Communication Strategy, Dow Europe Eco-Management and Auditing 3:
51-55.
Sidi Gazalba. 1973. Sistematika Filsafat Pengantar kepada Teori Pengetahuan,
buku II, cet. I. Jakarta: Bulan Bintang.
Smith, William J, (2005), The Community Learning Center: From Values to Results:
Key Issues and Challenges for Building and Sustaining School-Community
Collaboration, Canada: LEARN, the Leading English Education And
Resource Network.
Sony Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Soetriono, & Hanafie,Rita. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Strange, Susan. 1986. “Casino Capitalism”, dalam Casino Capitalism. Oxford: Basil
Blackwell Ltd., pp.1-24
Stufflebeam, et al. 1985. Conducting Educational Needs Assessments, Hingham:
Kluwer Academic Pulishers.
Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar . Jakarta : Rineka Cipta.
Sudjana, 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Falah
Production.
Sudarwan Danim dan Wiwien W Rahayu. 2009. Profesi dan Profesionalisasi.
Yogyakarta: Paradigma Indonesia
Sudaryanto. 2003. “Pandangan Iqbal tentang Materi, Ruang, dan Waktu”, Materi
Kuliah Azas-azas Filsafat – Fakultas Filsafat UGM – Yokyakarta.
Sugandhy, Aca dan Rustam Hakim. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Cetakan Pertama, Bumi Aksara,
Jakarta.
Suhartono, Suparlan. 2000. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Ar-Ruzz

288 | Filsafat Ilmu PKLH


Index

Sumarwoto. 1990. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit


Djambatan, Bandung.
Sunarto. 1983. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi
Offset.
Surajito, 2005. Pengantar ilmu filsafat.jakarta: Sinar Grafika Offset.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.Jakarta: Bumi
Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. 1985. Pengantar Ilmu dalam Perspektif, cet. VI. Jakarta:
Gramedia.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta,
Sutamihardja. 2004. Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana; IPB
Tumuwe, Windy N. 2011. Aksiologi (filsafat ilmu).
http://windyntumuwe.blogspot.com/ 2011/10/makalah-aksiologi-
filsafat-ilmu.html (diakses tanggal 7 oktober 2011)
United Nation Development Programme (UNDP), 2002, Human Development
Report 2002 –Deepening Democracy in a Fragmented World, Oxford,
New York.
Uyoh Sadulloh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta .
Uyoh Sadulloh. 2009. Filsafat Pendidikan. Alfabeta : Bandung
Wibowo, MS. 2009. Aksiologi Nilai dan Etika. http://mswibowo.
blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilai-dan-etika.htm.
Wibisono. Filsafat Ilmu. 2008. (Online), (http://cacau.blogsome.com, diakses 20
Maret 2008)
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), 2002. Sustainable
Development Reporting – Striking a Balance, WBCSD Report, Atar Roro
Presse, Switzerland.
World Commission on Environment and Development (WCED), 1987. Our
Common Future, Oxford University Press, Oxford.
World Resource Institute (WRI), 2000, World Resources 2000-2001: People and
Ecosystems – The Fraying Web of Life, Washington D.C.
Yani Permatasari 2011. PKLH sebagai Program Pendidikan.
http://pencemarandanpengelolaannya.blogspot.com/2011/01/pklh-
sebagai-program-pendidikan.html
Yoyon Suryono. 2007. Peningkatan Kemampuan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Yogyakarta: UNY Press
Zainuddin Arif 2003. Pengelolaan dan Pemberdayaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat. Artikel Ilmiah.
Zainuddin, M. 2006. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintar
Pustaka.

Filsafat Ilmu PKLH | 289


Index

INDEX

A posteriori 31, 123


A priori 31, 123
Afektif 64, 65, 89, 97, 101, 139, 141, 146, 148, 179, 187, 190, 283
Aksiologi 8, 22, 38-42, 45, 48, 105,106, 109, 132, 138, 139, 152, 155, 167, 286,
288, 289
Aksiologis 152, 167
Antroposentrisme 133, 134
Bebas nilai 40, 42, 138, 149, 154, 156, 166, 167
Bonus demografi 221
Climate change 73, 174, 196, 249
Das sein 151
Das sollen 151, 152
Das warden 152
Deduktif 27, 30, 33, 34, 49, 50
Determinisme 23
Dinamika ilmu 144, 146, 149
Ekologi 59, 67, 72, 172, 193, 206, 210, 232, 234, 264, 266, 277
Ekologis 64, 65, 83, 114, 115, 119, 155, 178, 193, 209, 244, 267
Ekosentrisme 134
Ekosistem 67, 73, 134, 137, 174, 199, 200, 202, 211, 212, 250, 264, 267
Eksistensi 3, 5, 9, 16, 25, 26, 28, 43, 58, 59, 60, 77, 87, 106, 120, 155, 168
Eksistensialisme 19
Empiris 6, 10, 11, 14, 23, 27, 32-36, 52, 105, 110, 123, 154, 163
Empirisis sejati 124
Empirisme 19, 28, 34, 35, 55, 123, 127, 129, 145,
Episteme 29
Epistemologi 8, 22, 29, 30, 31, 33, 34, 36, 48, 52, 104, 106, 120, 122, 123, 129,
130, 139, 141, 152, 155
Epistemologi Ilmu 31, 33, 34, 36, 130
Epistemologis 129, 155, 167
Esensi 5, 6, 81, 86, 90, 109, 124
Esensialisme 20, 21
Etika lingkungan 68, 69, 102, 131, 133-136, 140, 141, 278
Etimologi 2, 22, 23
Failasuf 2
Falsafah 2, 149, 166, 286
Filsuf 2, 3, 7, 12, 13, 15, 16, 18, 23, 28, 55, 128, 159
Frontier 72, 101, 173, 224, 225, 262
Hakikat 2-4, 6, 8, 10, 19, 21, 22, 25-28, 30-32, 42, 45, 48, 53, 54, 81, 83, 89, 90,
100, 107, 112, 120-122, 124, 190
Hipotesis 34-36, 39, 51, 56

290 | Filsafat Ilmu PKLH


Index

Human capital 206, 227, 228, 229


Idealisme 8, 18, 21, 26, 28
Idealisme 8, 18, 21, 26, 28
Induktif 33, 34, 48, 49
Interdisipliner 69, 70, 76, 147, 170
Intuisi 50, 51, 93, 105, 125-127, 129, 183
Intuisionisme 126, 127
Keberlanjutan ekonomi 59, 209, 267
Keberlanjutan lingkungan 197, 209, 267
Keberlanjutan sosial 59, 193, 268
Keberlanjutan teknologi 266, 268
Keterikatan nilai 42, 149
Kognitif 64, 65, 89, 101, 132, 139, 141, 146, 151, 179, 190, 282
Konservasi 99, 132, 133, 189, 206, 212, 213, 231, 244, 251, 267, 268
Konservasi lingkungan 64, 179, 200
Lingkungan abiotik 157, 165
Lingkungan biotik 149, 157, 165
Materialisme 8, 19,28
Metode ilmiah 13, 31, 32, 34, 35, 48, 50, 53, 56, 79, 130, 140, 141, 146
Multidisipliner 69, 71, 170, 172
Naturalisme 28
Netralitas pengetahuan 41, 42, 149
Ontologi 8, 22-28, 48, 104, 106, 109, 111-113, 139-141, 145, 152, 154
Ontologis 24-26, 32, 33, 104, 111, 114, 120, 127, 154, 167
Otonomi daerah 245, 246, 250
Pembangunan berkelanjutan 59, 60, 75, 80, 98, 99, 102, 131, 139, 141, 156,
175, 188, 191-194, 196-215, 230, 240, 242, 243, 251, 263, 268, 269, 271,
272, 279, 280, 281
Pembangunan hijau 209, 210
Perenialisme 21, 22
Philosophia 2
Philosophic 2
Philosophy 7, 12, 13, 16, 17, 24, 30, 41
Populasi 67, 68, 81, 84, 85, 86, 217, 221, 222, 226, 243, 264, 273, 274
Positivisme 127, 145, 149, 150, 151
Pragmatisme 8, 19
Praxis 245, 250
Premis major 29, 30, 49, 50
Premis minor 29, 30, 49, 50
Progresivisme 20, 21, 22
Psikomotorik 64, 65, 89, 139, 141, 147, 148, 179
Rasionalisme 34, 35, 53, 55, 124, 125, 127, 129
Realisme 8, 19, 21, 28, 106
Reformasi 243, 245

Filsafat Ilmu PKLH | 291


Index

Silogisme 29, 30
Spiritualisme 26
Teosentrisme 134
Transdisipliner 69, 73-76, 170, 174
Trichotomi 9
Trilogi hubungan 9
Trilogi pembangunan 74, 175, 214
Urgensi 9, 81, 245

292 | Filsafat Ilmu PKLH


Gloserium

GLOSARIUM

AMDAL = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


ANDAL = Analisis Dampak Lingkungan
B3 = Bahan Beracun Berbahaya
BBM = Pahan Bakar Minyak
BPHN = Badan Pembinaan Hukum Nasional
ESD = Education for Sustainable Development
Fertilitas = Tingkat kelahiran
FKIP = Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
GBHN 1978 = Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1978
HAM = Hak Azasi Manusia
IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
ISSD = Indonesian Summit on Sustainable Development (2004)
IUCN = International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources
JPOI = Johannesburg Plan of Implementation
KB = Keluarga Berencana
KLH = Kependudukan dan Lingkungan Hidup
KTT Bumi = Konferensi Tingkat Tinggi Bumi
LAN = Lembaga Admnistrasi Negara
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
NKKBS = Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia
P3 Concept = People, Planet, and Profits (Kemp & Martens, 2007).
PBB = Perserikatan Bangsa Bangsa
PELITA = Pembangunan Lima Tahun
Penyakit Itai-itai = Penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran limbah tambang
yang membawa zat Cadmium (Cd) ke dalam aliran sungai Jintsu di
Jepang.
Penyakit Minamata = Penyakit neurologik yang diakibatkan oleh limbah air
raksa (Hg) yang masuk ke perairan lalu diserap biota laut, kemudian
ikan dikonsumsi masyarakat Teluk Minamata di Jepang yang
mengakibatkan masyarakat terkena wabah penyakit Minamata
tersebut.
PJP II = Pembangunan Jangka Panjang Ke-II
PK = Pendidikan Kependudukan
PKLH = Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
PLH = Pendidikan Lingkungan Hidup
Praxis = Mempertautkan pengetahuan dan kepentingan
PROKASIH = Program Kali Bersih
PSK = Pusat Studi Kependudukan
PSL = Pusat Studi Lingkungan

294 | Filsafat Ilmu PKLH


Gloserium

QS = Al-Quran Surah
REPELITA = Rencana Pembangunan Lima Tahun
RI = Republik Indonesia
RKL = Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
RPL = Rencana Pengawasan Lingkungan Hidup
RPP = Rancangan Peraturan Pemerintah
RPPLH = Rencana Pengendalian dan Pengolalaan Lingkungan Hidup
RUU = Rancangan Undang-undang
SARLITA = Sasaran Repelita Tahunan
SD = Sekolah Dasar
SDA = Sumber Daya Alam
SDM = Sumber Daya Manusia
SMA = Sekolah Menengah Atas
SMK = Sekolah Menengah Kejuruan
SMP = Sekolah Menengah Pertama
SMU = Sekolah Menengah Umum
UNCED = United Nations Conference on Environment and Development
UNEP = United Nations Environment Programme
UNESCO = United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
UNFCC = United Nations Framework Convention on Climate Change
UNMS = United Nations Millenium Summit
UNO = United Nations Organization
UU = Undang-undang
UUD 45 = Undang-undang Dasar Tahun 1945
WCED = World Commission Environment and Development
WIB = Waktu Indonesia Barat
WSSD = World Summit on Sustainable Development
WWF = World Wide Fund for Nature

Filsafat Ilmu PKLH | 295


Profil Penulis

PROFIL PENULIS

Dr. Ir. H. Darwis, MSc alias Darwis Panguriseng, lahir di


Cakke Kabupaten Enrekang, 31 Desember 1961. Adalah
putera ketiga dari Bapak H.A.Panguriseng dan Ibu Hj. Djawi.
Menamatkan pendidikan di SD Negeri Pasaran (1973), SMP
Negeri Cakke (1976), SMA Negeri Cakke (1980). Masuk
pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin lewat
jalur PMDK sebagai lulusan terbaik IPA dari SMAN Cakke
dan menyelesaikan program S1 (1985), masuk pada
program Pascasarjana Teknik Sipil ITB 1988 dengan mendapatkan gelar
Master of Science (M.Sc.) pada tahun 1990, dan pada awal tahun 2016
berhasil meraih gelar Doktor (Dr.) dalam bidang ilmu Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dengan predikat cumlaude,
pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Sejak 1986 penulis
aktif mengajar di Universitas 45 Makassar dan beberapa perguruan tinggi di
Makassar. Pelatihan dan penataran yang pernah diikuti, antara lain : Metode
Penelitian Bidang Teknologi di Cisarua (1991), Kursus Dosen Mekanika Tanah
oleh Dirgutiswa (1992), Kursus Supervisi Jalan & Jembatan oleh Inkindo &
RBO di Makassar (1993), Kursus Dosen Rekayasa Pondasi oleh Dirgutiswa
(1995), Teaching Improvement Workshop (TIW) Angkatan I di Bandung
(1999), dan beberapa latihan dan penataran di bidang kependidikan dan
keteknikan yang diselenggarakan baik di lingkungan Depdikbud dan Kopertis
IX, maupun beberapa pelatihan yang diselenggarakan instansi lain. Penulis
mengabdi selama 18 tahun di Universitas 45 Makassar sebagai dosen PNS-
dpk, sembari menyumbang pikiran, waktu, dan tenaga sebagai struktural
yang dimulai sebagai Dekan Fakultas Teknik (1986-1991), Pembantu Rektor
III (1991-1995), Pembantu Rektor I (1995-2002), dan terakhir mengabdikan
diri sebagai Rektor di Universitas tersebut (2002-2004). Penulis bertugas
sebagai staf dosen PNS-dpk pada Universitas Muhammadiyah Parepare dari
tahun 2004 hingga 2010, dan terakhir penulis mengabdi sebagai dosen PNS-
dpk di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar sejak tahun
2010 hingga saat ini.
Sebagai tenaga dosen, penulis aktif pula mengabdikan
pengetahuannya dalam masyarakat sebagai salah satu unsur kegiatan
tridarma. Berbagai aktivitas pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan,
antara lain : menjadi Advisor Pemda Kabupaten Gowa bidang pembangunan
infrastruktur (1997-1998), Staf Ahli Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan (1997-
1999), Advisor Pemda Kota Makassar (1999-2001), Staf Ahli Balitbangda
Provinsi Sulawesi Selatan (2000-2003), Staf ahli pada Balai Pengembangan
Teknologi Perumahan Tradisional (BPTPT) Makassar - Kementerian Pekerjaan

296 | Filsafat Ilmu PKLH


Profil Penulis

Umum (2010 – sekarang). Disamping itu beberapa organisasi profesi juga


pernah menjadi ajang penulis dalam mengasah leadership talent, seperti
pada organisasi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Sulsel,
International Committe Irrigation and Drainage (ICID), Himpunan Ahli Teknik
Tanah Indonesia (HATTI), Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI),
Lembaga Konsumen Jasa Konstruksi (LKJK), dan juga beberapa organisasi
kemasyarakatan dan organisasi daerah. Kegiatan penelitian ilmiah banyak
dilakukan oleh penulis, diantaranya : Studi daya dukung pondasi kelompok
tiang geser, Studi pengaruh kadar semen terhadap peningkatan daya dukung
tanah lempung, Studi peningkatan daya dukung tanah lempung dengan
stabilisasi fly ash, Teknologi bekisting gantung untuk pelaksanaan pegecoran
plat lantai tanpa perancah, dan dalam 5 tahun terakhir penulis mendapat
dukungan DP2M/DRPM dalam melaksanakan penelitian (Skim Hibah
Bersaing), dengan judul : Pemodelan pipa resapan untuk recovery airtanah
dalam penanggulangan degradasi dan intrusi air laut pada lahan pertanian
beririgasi airtanah di Kabupaten Takalar (2012-2013); Model pemberdayaan
petani pemakai air tanah dalam konservasi air tanah di Takalar (2014-2016).
Selaku staf ahli pada BPTPT Makassar penulis menjadi narasumer pada
beberapa penelitian di institusi tersebut, dengan topik penelitian antara lain
: Pengembangan Pola penataan Lingkungan Permukiman Rumah Tradisional
di Kawasan Perairan Teluk Youtefa – Papua (2010) ; Pengembangan
Teknologi Struktur dan Bahan Bangunan Rumah Tradisional Suku Tobadij di
Teluk Youtefa – Papua (2011); Inovasi Teknologi Struktur dan Material
Komponen Kaki Bangunan Rumah Tradisional Suku Tobadij di Teluk Youtefa
Papua – Jayapura (2012); Kajian Tipologi Permukiman Nelayan Danau Tempe
– Sulawesi Selatan (2013); Pengembangan Teknologi Rumah Apung
Tradisional Danau Tempe – Sulawesi Selatan (2014); Inovasi Teknologi
Struktur dan Sistem Sanitasi Bangunan Rumah Apung Tradisional Danau
Tempe – Sulawesi Selatan (2015).
Berbagai buku ajar karya Penulis yang dihasilkan selama menjadi staf
pengajar, antara lain : Rekayasa Pondasi I, Rekayasa Pondasi II, Rekayasa
Geoteknik, dan buku Stabilisasi Tanah (diterbitkan untuk dipakai dalam
lingkungan Universitas 45 Makassar); Statistika (Buku Ajar Jurusan Teknik
Sipil Umpar Parepare); Metodologi Penelitian, Mekanika Tanah Dasar,
Mekanika Tanah Lanjutan, dan Geologi Rekayasa (diterbitkan untuk dipakai
dalam lingkungan Unismuh Makassar).

Filsafat Ilmu PKLH | 297


Profil Penulis

H. Hammado Tantu, lahir di Tamasongo Kabupaten


Jeneponto, 16 Agustus 1938. Putera pertama dari
pasangan Yassai Dg.Tantu dengan Sulo Dg. Dioro. Tamat di
SR Tamanroya (1952), SGB Jeneponto (1955), SGA
Makassar (1959), PGSLP Makassar (1964), Sarjana IKIP
Makassar Jurusan Geografi (1968), Magister PKLH-FPS IKIP
Jakarta (1983), Doktor PKLH-FPS IKIP Jakarta (1987).
Memulai kariernya sebagai guru SMP Negeri di Kelara
Kabupaten Jeneponto 1-5-1960. Pertama Asisten Ahli Muda pada FKPS-IKIP
Makassar 1-6-1969. Sekjur Geografi di FKPS-IKIP Makassar 1-3-1971. Guru
Besar Madya di FKIS IKIP Ujungpandang 1-101-1992. Guru Besar FMIPA-IKIP
Ujungpandang 1-10-1997. Pensiun dari FMIPA-UNM Makassar 1-9-2008.
Guru Besar FMIPA dan Anggota Senat Universitas di UNCP Palopo, sejak
2010-sekarang. Berbagai kursus dan pelatihan yang pernah diikuti, seperti :
Studi & Latihan Demografi selama 6 bulan di LD-FE-UI (1976); Studi & Latihan
Penelitian Ilmu-ilmu Sosial selama 1 tahun di FIIS-UI (1979); Latihan Penelitan
Masyarakat Pantai selama 1 tahun di P3MP-Unhas (1987); Kursus AMDAL
Tipe-A di PSL-UNPATTI Ambon (1992); AMDAL Tipe-C di PSL UNPATTI Ambon
(1992); Kursus Manajemen Lingkungan Hidup di PPLH-UNMUL Samarinda
(1995); Risk Assesment Training BAPPEDAL Pusat (1997). Berbagai kegiatan
pengabdian masyarakat yang dilaksanakan, diantaranya : Tenaga ahli
penyusunan Buku Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup (NKLH)
Sulsel (1986-1997); Tim Teknis Komisi AMDAL Sulsel (1986-sekarang); Tim
Teknis Komisi AMDAL Kota Makassar (1990-sekarang); Konsultan AMDAL di
Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (2001-sekarang);
Pemateri Sosialisasi Etika Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan pada
masyarakat, Kerjasama P3BM dengan Pemprov. Sulsel dan Papua. Berbagai
kegiatan penelitian ilmiah telah dilakukan oleh penulis, diantaranya ; Ketua
tim penelitian yang disponsori oleh PT. INCO Soroako dan PT. Beakindo
Pasific, dengan judul “Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya, serta Persepsi
Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan Bendungan Larona II dan III
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai penunjang Rencana
Pengembangan Kapasitas Produksi Nikel PT. INCO di Soroako” (1995); Ketua
Tim Penelitian yang disponsori oleh PT. Masmindo Eka Sakti Awak Mas
Prospect, dengan judul “Dampak Sosial Budaya PT. Masmindo Eka Sakti Awak
Mas Prospect di Lembah Bajo” (1996); Narasumber pada penelitian yang
didanai oleh IKIP Makassar, dengan judul “Kesadaran Masyarakat terhadap
Konservasi Sumber Daya Alam pada Taman Wisata Alam Bantimurung, Kab.
Maros” (1998).
Penulis sebagai salah satu pendiri program PKLH di UNM Makassar, telah
meletakkan berbagai karya monumental, seperti : Pada tahun 1983, ketika
menjabat Ketua Satgas PKLH, berhasil memasukkan mata kuliah PKLH sebagai

298 | Filsafat Ilmu PKLH


Profil Penulis

matakuliah MKDU pada semua jurusan/program studi dalam lingkungan IKIP


Ujungpandang (periode Rektor Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa); Pada tahun
1998, menyusun proposal pendirian program S2 PKLH, dan mendapat izin
operasi dari Dirjen Dikti pada tahun 1999 (penulis jadi Ketua Program S2 PKLH
dua periode, dari tahun 1999-2008); Pada tahun 2007, bersama-sama dengan
Prof. Dr. H. M. Wasir Thalib, MS dan DR. Musyafar, MPd., menyusun proposal
pendirian program S3 PKLH, dan mendapat izin operasi dari Dirjen Dikti pada
tahun 2010, serta mulai menerima mahasiswa sejak tahun akademik
2011/2012. Dan hingga akhir hidup penulis masih aktif mengampu berbagai
matakuliah baik pada program S2 maupun program S3 PKLH di UNM
Makassar, mengajar matakuliah Etika Lingkungan pada program S2 Program
Lingkungan di Unhas. Berbagai karya tulis yang telah dihasilkan yang
berkaitan erat dengan PKLH, antara lain : Tesis dan Desertasi yang
terdokumentasi pada FPS UNM dan PDIN LIPI Jakarta; Research Report
tentang “Pelestarian Lingkungan Hidup di Daerah Gersang” Kabupaten
Jeneponto (Hibah Bersaing P4M Dikti, 1994); Pendidikan Kehidupan Keluarga
(PK2) – Panduan matakuliah “Family Life and Sex Education” untuk S1 dan S2
Program PKLH PPS-UNM (2002); Analisis Budidaya Tanaman Cagar Budaya
Sulawesi Selatan, melalui pembibitan Lontar (Borassus Flabellifer LINN) di
Desa Laboratorium PKLH-PPS UNM – Kareloyu Kab.Jeneponto (2008); Serta
membimbing penyusunan Tesis S2 dan Desertasi S3 pada program PKLH sejak
tahun 2000 – hingga tutup usia pada tahun 2015. Dalam melaksanakan tugas
utama sebagai pendiri dan pengajar pada program PKLH di UNM, berbagai
mata kuliah yang diampuh antara lain: Pada program S2 PKLH-UNM, bertugas
mengampu matakuliah ; Etika dan Pendidikan Lingkungan, Mobilitas
Penduduk dan Migrasi, Filsafat Pendidikan PKLH, Kebijaksanaan
Kependudukan, Persfektif dan Prosfek Pengembangan PKLH, Demografi
Sosial, Kependudukan dan Ekologi Manusia, Kajian dan Analisis
Kependudukan, Persfektif Baru dalam Pendidikan; Pada Program S3 PKLH-
UNM, bertugas mengampu matakuliah; Teori-teori Dasar Pendidikan dan
PKLH, Pengembangan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat, Filsafat PKLH;
Pada program S3 Sosiologi UNM, dipercayakan mengampu matakuliah
Sistem Sosial dan Sistem Lingkungan; Pada program S3 Studi Manajemen
Pendidikan UNM, dipercayakan mengampu matakuliah Manajemen
Lingkungan dalam Pembangunan Pendidikan; dan pada program S2 Teknik
Lingkungan, PPLH dan Manajemen LH, dipercayakan mengampu matakuliah
Etika dan Pendidikan Lingkungan.

Filsafat Ilmu PKLH | 299

Anda mungkin juga menyukai