Anda di halaman 1dari 12

novitasari dzaki

asuhan keperawatan sehat jiwa pada anak usia sekolah


novitasari mahasiswi stikes yarsi

3 tahun yang lalu


Iklan

makalah-jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan yang
memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas perkembangan utama pada tahap ini
adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain, meningkatkan
keterampilan intelektual khususnya di sekolah, meningkatkan keterampilan motorik halus, dan
ekspansi keterampilan motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat  mulai melambat pada usia
10 hingga 12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah tumbuh lebih cepat dari pada
tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya lebih panjang, koordinasi
neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan bersepeda, memainkan
alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain yang di perlukan untuk kegiatan
kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah berkembang (Berger &
williams,1992;kozier;Erb,Blais & wilkinson, 1995).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI) menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa  1-2 orang per
1.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami skizofrenia. Dari jumlah
tersebut sekitar 57.000 orang pernah atau sedang di pasung. Hasil penelitian menunjukkan,
sekitar 80% pasien yang dirawat di RSJ dengan gangguan skizofrenia yaitu 25% pasien
skizofrenia dapat sembuh, 25% dapat mandiri, 25% membutuhkan bantuan, dan 25% kondisi
berat (Efendi, 2009). Khusus untuk dan remaja, masalah kesehatan jiwa perlu menjadi fokus
utama tiap upaya pendidikan sumber daya manussia, mengingat anak dan remaja merupakan
generasi yag perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa indonesia. Jika ditinjau dari proporsi
penduduk, 40% dari populasi terdiri atas anak dan remaja berusia 0-16 tahun, 13 %  dari jumpah
populasi ini anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Ternyata 7-14% dari populasi anak dan
remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa termasuk anak dengan tunagrahita, gangguan
prilaku , kesulitan belajar, dan hiperaktif. Prevalensi gangguan kesehatan jiwa pada anak dan
remaja cenderung akan meningkat sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan
yang makin kompleks.

Dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Ayat-ayat tersebut adalah:
ْ ُ‫=اب َو ْال ِح ْك َم= ةَ َوإِن َك=ان‬
‫وا ِمن قَبْ= ُل‬ َ =َ‫ث فِي ِه ْم َرسُوالً ِّم ْن أَنفُ ِس ِه ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَاتِ ِه َويُ= َز ِّكي ِه ْم َويُ َعلِّ ُمهُ ُم ْال ِكت‬
َ ‫لَقَ ْد َم َّن هّللا ُ َعلَى ْال ُمؤ ِمنِينَ إِ ْذ بَ َع‬
‫الل ُّمبِي ٍن‬
ٍ ‫ض‬ َ ‫لفِي‬ َ

Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan  (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-
benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)

1. Tujuan

Tujuan dilakukannya penulisan ini antara lain sebagai berikut :

1. Tujuan umum

Mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai asuhan keperawatan sehat jiwa pada
anak usia sekolah

2. Tujuan khusus
3. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan sehat
jiwa pada anak usia sekolah
4. Menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan Jiwa.

1. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan asuhan


keperawatan sehat jiwa pada anak usia sekolah dengan studi literatur yang diperoleh dari buku-
buku perpustakaan dan hasil dari diskusi kelompok yang disajikan dalam bentuk makalah.

1. Ruang Lingkup Penulisan


2. Dalam makalah, penulis ini hanya membahas tentang asuhan keperawatan sehat jiwa pada anak
usia sekolah Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :

      BAB I  Berupa bab pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, Ruang lingkup dan sistematika dari penulisan.

      BAB II Berupa bab isi dan penjelasan materi, berisi tinjauan teoritis yang bersumber dari
referensi buku-buku dan internet.

BAB III Berupa bab penutup, berisi kesimpulan, dan saran

BAB  II

TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR SEHAT JIWA USIA SEKOLAH
2. Definisi Kesehatan Jiwa Usia sekolah ( 5 – 12 Tahun)

            Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan
yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas perkembangan utama pada
tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain,
meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di sekolah, meningkatkan keterampilan
motorik halus, dan ekspansi keterampilan motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat  mulai
melambat pada usia 10 hingga 12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah tumbuh
lebih cepat dari pada tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya lebih
panjang, koordinasi neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan
bersepeda, memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain yang di
perlukan untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah berkembang (Berger &
williams,1992;kozier;Erb,Blais & wilkinson, 1995).

            Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah perlu di berikan
kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain di luar
keluarga. Anak juga mengamati bahwa tidak semua keluarga berinteraksi dengan cara atau sikap
yang sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan norma tentang prilaku yang di terima
atau tidak di terima.

     Oleh karena itu, perlu bagi anak untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan terhadap
perbedaan tiap keluarga sehingga dapat berhubungan dengan orang lain secara efektif.

     Menurut Erikson, tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengenbangkan pola industri
(produktif) versus inferioritas (rendah diri).

Orang tua perlu mendukung dan menjadi contoh peran bagi anak untuk merangsang anak agar
produktif.

     Perkembangan seksual dan citra diri tidak hanya berhubungan dengan aspek fisiologis, tetapi
juga perasaan kompeten, penerimaan, dan penghargaan.

      Perasaan berhasil melakukan sesuatu menjadi sangat penting dalam proses tumbuh-kembang
anak usia sekolah. Mereka juga telah memahami konsep gender bahwa anak laki akan menjadi
bapak dan anak wanita akan menjadi ibu kalau sudah dewasa. perkembangan kognitif terjadi
cukup pesat pada masa ini, yaitu menerapkan keterampilan merasionalisasikan pemahaman
tentang ide atau konsep. Mereka dapat menghubungkan antara konsep waktu dan ruang, mampu
mengingat, serta keterampilan mengumpulkn benda yang sejenis. Anak usia sekolah juga telah
belajar pentingnya memerhatikan norma di rumah, sekolah, agama, dan menghargai tokoh
otoriter, seperti orangtua atau guru.

     Pengaruh pengalaman masa kecil terhadap perilaku pada saat dewasa. Freud menyatakan
bahwa masa lima tahun pertama kehidupan anak sangat penting pada usia lima tahun karakter
dasar yang dimiliki anak sangat penting dan pada usia lima tahun karakter dasar yang dimiliki
anak telah terbentuk dan tidak dan tidak dapat diubah lagi. Freud juga mengenalkan, anatara lain,
konsep transferens, ego, mekanisme koping ( coping mechanism).  Sullivian memfokuskan teori
perkembangan anak pada hubungan antara manusia. Tema sentral teori Sullivian berkisar pada
teori Sullivian berkisar pada ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk
kepribadian. Anak belajar perilaku tertentu karena hubungan interpersonal.

2. Keperawatan Jiwa Anak Secara Umum

Landasan teoretis perkembangan jiwa anak

          Keperawatan jiwa anak merupakan bagian spesialisasi dari keperawatan psikiatrik.
Intervensi keperawatan jiwa anak mendukung pertumbuhan dan perkembangan normal anak
yang berlandaskan pada teori perkembangan fisio – biologis, psikologogis, kognitif, sosial,
sensorimotoris, moral, dan filosofi.

1. Teori perkembangan fisio – biologis

               Tiga konsep utama yang melandasi teori fisiobiologis perkembangan individu adalah
kepribadian, sifat (traits), dan temperamen kepribadian di definisikan sebagai elemen – elemen
yang membentuk reaksi menyeluruh individu terhadap lingkungan. Temperamen adalah gaya
prilaku sebagai reaksinya terhadap lingkungan dan berkaitan dengan trait, yaitu atribut
kepribadian. Walaupun tidak bersifat genetik, sifat bawaan (inborn traits) menghasilkan gaya
respons sosial yang berbeda yang memengaruhi pola keterikatan (attachment patterns ) dan
perkembangan psikopatologi.

              Body image (citra tubuh) merupakan konsep biofisik yang juga mempunyai dimensi
biologis dan sosial dalam perkembangan seseorang. Bersifat dinamis dan berkembang mengikuti
perkembangan interpersonal, lingkungan, citra tubuh ideal, dan penyesuaian sebagai respon
terhadap pertumbuhan fisik dan pengalaman hidup.

               Maturasi secara teratur dan berangsur terbentuk yang membedakan anak sebagai bagian
yang terpisah  dari ibunya, dan skema tubuh mereka menjadi lebih mantap dan stabil pada akhir
masa remaja.

1. Teori perkembangan psikologis

Teori psikonalitis yang di kembangkan oleh freud, begitu pula teori interpersonal psikiatri yang
di kenalkan oleh sullivan mendasari teori psikologis perkembangan yang akan di jelaskan berikut
ini.

Freud adalah orang pertama yang menemukan teori perkembangan kepribadian dalam
pengobatan psikonoalitis pada orang dewasa. Ia menekankan pada tahap perkembangan dan

1. Teori Perkembangan Kognitif

Teori piaget menekankan bahwa cara anak berpikir berbeda dari pada orang dewasa, bahkan
anak belajar secara spontan tanpa mendapatkan masukan dari orang dewasa. Menurut piaget,
anak belajar melalui proses meniru dan bermain, menunjukan proses kegiatan asimilasi, dan
akomodasi, yang menjabarkan tiap tahap dan usia dari kematangan kognitif anak. 
Perkembangan kognitif mengitegrasikan struktur pola prilaku sebelumnya ke arah pola prilaku 
baru yang kompleks. Kecepatan tiap tahap perkembangan dipengaruhi oleh perbedaan tiap
individu dan pengaruh sosial. Piaget tidak setuju dengan pendapat ilmuan lain bahwa orang
dewasa dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sebelumnya.

1. Teori Perkembangan Bahasa

Penguasaan bahasa merupakan tugas perkembangan utama pada masa kanak-kanak, yang mana
struktur linguistik dan kognitif berkembang secara paralel. Chomsky (1975) dalam teorinya
meyatakan bahwa anak menggunakan dan menginterpretasikan kalimat baru melalui proses
kognitif internal yang disebut dengan transformasi, yaitu penyusunan kata menjadi kalimat.
Mula-mula anak memverbalisasi persepsi mereka dengan memberi nama tentang hal yang di
persepsikan, kemudian meningkat dengan memverbalisasi emosi mereka. Pemberian nama pada
objek da perasaan yang dialami, meningkatkan rasa kontrol anak terhadap perasaannya, yang
dengan sendirinya membantu mereka untuk membedakan apa yang nyata dan yang tidak.
Perkembangan bahas memudahkan uji realitas dan sebagai dasar terhadap identitas diri dan
perbedaan semua dimensi pada anak yang sedang berkembang.

1. Teori Perkembangan Moral

Perkembangan moral diartikan sebagai konversi sikap dan konsep primitif ke dalam standar
moral yang komprehensif. Proses transformasi ini merupakan bagian dari/dan bergantung pada
kumpulan pertumbuhan kognitif anak, yang timbul sejalan dengan hubungan anak dengan dunia
luar. Teori perkembangan moral, antara lain, dikemukakan oleh Freud, Piaget, dan Kohlberg.

1. Teori Psikologi Ego

Teori psikologi ego yang menjembatani psikoanalisis dengan psikologi perkembangan ini
menggunakan pendekatan struktural untuk memahami individu dangan berfokus pada ego atau
diri sebagai unsur mandiri. Ilmuan yang mendukung teori ini berkeyakinan bahwa ego dan unsur
rasional yang menentukan pencapaian intelektual dan sosial terdiri dari sumber energi, motif dan
rasa tertarik.

Pada dasarrnya tidak ada satu teori pun yang secara lengkap dapat menjelaskan perkembangan
jiwa anak dan menyimpulkan secara holistik tentang pennyimpangan kesehatan  jiwa pada anak
termasuk landasan intervensi yang perlu dilakukan. Oleh karena itu, dalam keperawatan jiwa
pada anak dapat digunakan suatu pendekatan yang berfokus pada keterampilan kompetensi ego
anak. Menurut stuart dan sundeen (1995), pendekatan ini sangat efektif dan sensitif secara
kultural dalam merencanakan dan mengimplementasikan intervensi keperawatan apapun
diagnosis psikiatrik atau dimana pun tatanan pelayanan kesehatan jiwa diberikan.

     Sembilan keterampilan kompetensi ego yang perlu dimiliki oleh semua anak untuk menjadi
seorang dewasa yang kompeten menurut Stayhorn (1989) adalah:

Secara lebih terinci keterampilan kompetensi ego yang berkembang sejak awal kehidupan, yaitu
pada masa kanak-kanak dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Menjalin hubungan dekat yang penuh rasa percaya. Keterampilan dasar untuk tumbuh-kembang
yang positif  adalah kemampuan membina hubungan dekat dan penuh rasa percaya dengan orang
lain. Untuk mengetahui keterampilan anak, kita perlu menanyakan pertanyaan sebagai berikut.
2. Apakah anak senang berteman atau bergaul ?
3. Apakah anak sering mengganggu teman ?
4. Apakah anak tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika berkenalan dengan seseorang ?

Untuk meningkatkan keterampilan anak dalam menjalin hubungan dekat dengan orang lain, kita
harus berupaya meningkatkan interaksi dengan anak melalui permainan atau cara lain yang
menarik bagi anak. Berbicara berhadapan dengan penuh perhatian merupakan awal tindakan
yang berarti dan terapeutik bagi anak. Anak perlu belajar untuk dapat menerima kesalahan dan
pentingnya memaafkan orang lain dalam menjalain hubungan rasa percaya.

2. Mengatasi perpisahan dan pengambilan keputusan yang mandiri

Mampu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan dan membuat keputusan yang mandiri
merupakan hal penting agar dapat menjadi individu yang kompeten. Kita dapat mengunakan
pertanyaan berikut ini untuk mengevaluasi keterampilan anak.

1. Apakah anak tampak murung atau cemas ketika tidak bersama ibunya ?
2. Apakah anak tampak tampak murung atau cemas jika merasa ada orang yang tidak menyukainya
?
3. Jika murung, apakah ada yang dapat dilakukan oleh anak untuk mengatasi perasaannya ?

Kegiataan yang berfokus untuk membantu anak mengidentifikasi dan mengklarifikasi aspek-
aspek yang ada pada dirinya merupakan latihan peningkatan kemandirian yang penting
dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggalakan anak untuk menggambar dirinya dan
meminta  pendapat orang lain tentang masalah terkait. Setiap pengalaman yang mengklarifikasi
perbedaan antara individu membantu anak untuk mengidentifikasi dirinya, sebagai individu yang
unik dalam konteks sosial.

 Dalam lingkungan terapeutik, dapat juga di beri kesempatan kepada anak untuk memilih dan
memutuskan, yang selanjutnya mendukung pertumbuhan dan kompetensi ego anak.

3. Membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal secara bersama. Anak yang tidak
pernah diberi kesempatan untuk berperan dalam pengambilan keputusan bersama atau tidak di
hargai kerja sama yang di lakukannya mungkin akan tidak terampilan dalam membuat keputusan dan
mengatasi konflik interpersonal. Pertanyaan yang dapat di ajukan antara lain, sebagai berikut:
4. Ketika anak mempunyai masalah, apakah ia dapat memikirkan beberapa cara penyelesaiannya ?
5. Apakah anak menjadi marah jika tidak mendapat keinginannya ?
6. Apakah orang lain mudah dibuat marah oleh anak tersebut ?

Lingkungan yang aman dapat memberi kesempatan pada anak untuk belajar dan mempraktikkan
keterampilan membuat keputusan dan mengatasi konflik bersama, seperti latihan membuat
keputusan kelompok yang sangat memerlukan kerja sama. Anak perlu dibantu untuk
mengidentifikasi rasa takutnya yang berhubungan dengan kerja sama dengan orang lain. Yang
penting diperhatikan bukan kita selaku orang tua yang mengatasi konflik untu anak, tetapi
menggunakan situasi untuk mengajarkan anak keterampilan bernegosiasi dan membentuk
sosialisasi yang sesuai melalui penghargaan (reinforcement).

1. Apakah ada sesuatu yang sangat disukai dilakukan anak?


2. Dapatkah anak dengan mudah menyukai sesuatu kegiatan?
3. Apakah anak senang duduk-duduk dengan santai memikirkan sesuatu?

                                Untuk meningkatkan keterampilan ini, anak perlu diberi cukup waktu
bermain yang tidak terstruktur sehingga mempunyai kesempatan untuk belajar dan menguasai
bakat atau kegemarannya.

4. Proses kognitif melalui kata-kata, simbol, dan citra. Anak yang terganggu emosinya, mungkin
kemampuan kognitifnya belum berkembang. Untuk mengatahui keterampilan kognitif anak, perlu
ditanyakan hal-hal berikut ini.
5. Apakah anak mengalami kesulitan untuk menguraikan perasaannya pada orang lain?
6. Apakah anak merasa seolah-olah ia tidak pernah tau apa yang terjadi?
7. Apakah anak dapat mengidentifikasi kelebihan yang dimilikinya?

          Lingkungan yang terapeutik diperlukan untuk menstimulasi perkembangan kognitif anak.
Prawat perlu mrancang mainan, perlengkapan, komunikasi dan interaksi, serta pertemuan yang
berguna bagi proses kognitif anak.

5.Membina perasaan adaptif tentang arah dan tujuan yang diinginkan. Sejak usia pra-sekolah,
anak-anak telah mulai memikirkan tentang kehidupan mereka jika telah dewasa. Keinginan dan
gambaran mereka tentang kehidupan yang akan datang sanagat dipengaruhi oleh kehidupan yang
mereka amati disekitarnya. Pertanyaan untuk menggali keterampilan anak ini, antara lain,
sebagai berikut.

1. Apakah anak merasa bahwa hidup mereka kelak akan lebih baik?
2. Apakah anak tidak tahu apa yang harus mereka lakukan jika telah dewasa?
3. Apakah anak merasa bersekolah merupkan hal yang penting dan menganggap sekolah sebagai
sesuatu yang memang harus dilakukan?

3. Proses Keperawatan

Sesuai dengan tahapan proses keperawatan dan dengan berorientasi pada keterampilan
kompetensi ego, pertama perawat perlu melakukan pengkajian.

1. Pengkajian

Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area keterampilan yang dibutuhkan anak untuk
dapat menjadi seorang dewasa yang kompeten. Selain mengkaji keterampilan yang telah
diuraikan tersebut, perawat juga perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan terdahulu,
kegiatan hidup anak sehari-hari, keadaan fisik, status mental, hubungan interpersonal, serta
riwayat personal dan keluarga.
1. Data demografi. Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat; dan tanggal lahir anak;
nama, pendidikan, alamat orang tua; serta data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat kelahiran,
alergi, penyakit da pengobatan yang pernah diterima anak, juga perlu di kaji. Selain itu, aktifitas
kehidupan sehari-hari anak meliputi keadaan gizi termasuk berat badan,

jadwal makan, dan minat erhadap makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan masalah
kualitas tidur;; eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang berkaitan dengan eliminasi;
kecacatan dan keterbatasan lainnya.

1. Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala, rambut, mata, telinga, hidung,
mulut, pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan neurologis anak. Pemeriksaan fisik lengkap
sangat diperlukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh gangguan fisik terhadap prilaku anak.
Misalnya, anak yang menderita diabetes atau asma sering berprilaku merusak dalam usahanya
mengendalikan lingkungan. Selain itu, hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam
menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk mengetahui kemungkinan bekas
penganiayaan yang pernah di alami anak.
2. Status mental. Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi gambaran
mengenai fungsi ego anak. Perawat membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego anak dari
waktu kewaktu. Oleh karena itu, status mental anak perlu dikaji setiap waktu dengan suasana yang
santai dan nyaman bagi anak. Menggunakan alat bermain sangat bermanfaat untuk mengalihkan
fokus anak (yang menimbulkan ansietas) ke karakter yang digunakan dalam permainannya. Data
dicatat sesuai dengan perilaku yang di amati untuk menjaga objektivitas pengkajian, kesan, perasaan,
dan pendapat perawat.Pemeriksaan status mental meliputi keadaan emosi, proses berpikir, dan isi
pikiran; halusinasi dan persepsi; cara bocara dan orientasi; keinginan untuk bunuh diri atau
membunuh. Pengkajian terhadap hubungan interpersonal anak dilihat dalam hubungannya dengan
anak sebayanya yang
3. penting untuk untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu
diperhatikan perawat ketika mengkaji hubungan interpersonal anak, antara lain sebagai beriku.
4. Apakah anak berhubungan dengan anak sebaya dan dengan jenis kelamin tertentu?
5. Apakah anak dalam struktur kekuasaan dalam kelompok?
6. Bagaimana keterampilan sosial anak ketika menjalin dan berhubungan dengan anak lain?
7. Apakah anak mempunyai teman dekat?

Kemampuan anak berhubungan dengan orang dewasa juga penting dikaji untuk mengetahui
kebutuhan anak akan tokoh panutan dan kebutuhan anak akan dukunga dan kasih sayang.

1. Riwayat personal dan keluarga. Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor pencetus
masalah, riwayat gejala, tumbuh kembang anak, yang biasanya dikumpulkan oleh tim kesehatan. Data
ini sangat diperlukan untuk mengerti prilaku anak dan membantu menyusun tujuan asuhan
keperawatan. Pengumpulan data keluarga merupakan kebagian penting dari pengkajian melalui
pengalihan fokus dari anak sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga diberi
kesempatan untuk mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah dilakukan oleh
keluarga untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Untuk menegakan diagnosis keperawatan,data yang telah dikumpulkan kemudian di analisis


sebagai dasar perencanaan asuhan keperawatan selanjutnya. Dalam keperawatan psikiatri dapat
digunakan PND(Pshyciatric Nursing Diagnosis), NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association), dan DSM-III R

 (Diagnosis and statistical Manual of Mental Disorders).

2. Perencanaan

Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang dialami anak telah diidentifikasi, rencana
perawatan dan pengobatan yang komprehensif di susun. Tujuan asuhan keperawatan disusun
sesuai dengan kebutuhan anak, seperti modifikasi,penyesuaian sekolah anak dan perubhan
lingkungan anak. Tujuan umum untuk anak yang dirawat di unit perawatan jiwa adalah sebagai
berikut.

1. Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk dihargai


2. Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berprilaku defensif
3. Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain.
4. Membantu mengembangkan identitas anak
5. Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan perkembangan terdahulu yang
belum terselesaikan secara tuntas.
6. Membantu anak berkomunuikasi secara efektif
7. Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri maupun diri orang lain
8. Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya
9. Meningkatkan uji coba realitas yang tepat

3. Implementasi

Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat diterapkan yang terdiri atas sebagai berikut.

1. Terapi bermain. Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk mengekspresikan
konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi untuk;
2. Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat dikendalikan
sebelumnya;
3. Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;
4. Berkomunikasi dengan orang lain;
5. Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengan diri sendiri, dunia luar, dan
orang lain;
6. Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas.
7. Terapi keluarga. Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga. Orang tua
perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang dihadapi dan
bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup sulit
bagi keluarga untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga terus menimbulkan gangguan pada
anak. Oleh karena itu, perawat perlu berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga.
8. Terapi kelompok. Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan atau
berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji realitas, mengendaikan
impuls (dorongan internal), meningkatkan harga diri, memfasilitasi pertumbuhan; kematangan dan
keterampilan sosial anak.
Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya umtuk menjalin
hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang terkendali.

4. Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalam psikiatrik anak, tatapi bermanfaat
untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan ansietas) dan membantu agar pengobatan
lain lebih efektif. Pemberian obat ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman yang
tepat.
5. Terapi individu. Ada berbagai terapi individu, terapi bermain, psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara anak dengan therapist
memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan pengalaman mengenai hubungan positif
dengan orang dewasa dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
6. Pendidikan pada orang tua. Pendidikan terhadap orang tua merupakan hal yang penting untuk
mencegah gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali penyembuhan
setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh-kembang abak sehingga orang tua dapat
mengetahui prilaku yang sesuai dengan usia anak. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan
pengertian dan empati antara orang tua dan anak. Teknik yang tepat dalam mengasuh anak juga
diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak. Hal-hal lain, seperti psikodinamika keluarga,
konsep kesehatan jiwa, dan penggunaan pengobatan, juga diajarkan.

7. Terapi lingkungan. Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan sehari-
hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan yang teratur daan terprogram,
memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik dari rencana penyembuhan dengan berfokus
pada modifikasi perilaku. Kegiatan yang terstruktur secara formal, seperti belajar, terapi kelompok,
dan terapi rekreasi. Kegiatan rutin meliputi bangun pagi hari, makan , dan jam tidur. Program yang
berfokus pada prilaku, memungkinkan staf keperawatan untuk memberi umpan balik terus-menerus
kepada anak-anak tentang perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang baik, mereka
menrima pujian, stiker, atau nilai, bergantung pada tingkat perkembangannya. Sebaliknya, prilaku
negatif tidak di toleransi.

Peran perawat sebagai orang tua yang baik menuntut perawat mampu menciptakan lingkungan
yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan memberi gambaran yang jelas tentang batasan
hubungan anak-orang dewasa yang bebas dari keintiman yang pura-pura. Lingkungan yang
terapeutik harus memberi perlindungan pada anak dari ancaman dinamika keluarganya yang
patologis.

4. Evaluasi

Pada umumnyaa fasilitas penyembuhan anak dengan gangguan jiwa mempunyai program yang
dirancang untuk jangka waktu tertentu. Waktu perawatan jangka pendek biasanya berkisar antar
2 sampai 4 minggu, dan direncanak untuk diagnosis dan evaluasi, intervensi krisis, serta
perencanaan yang komprehensif.

Apabila gejala telah berkurang dan gambaran klnis anak membaik, serta rencana jangka panjang
telah disusun, anak dikeluarkan dari rumah sakit. Penentuan rencana pemulangan anak
kerumahnya, lebih sulit dilakukan pada anak dengan perawatan jangka panjang.
Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada perubahan perilaku anak. Apakah anak
menunjukan kesadaran dan penggertian tentang dirinya sendriri melalui refleksi diri dan
meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusn secara rasional? Anak harus mulai
beradaptasi dengan lingkungan nya dan tidak impulsif. Aspek yang perlu di evaluasi, anatar lain,
sebagai berikut.

1. Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku


2. Kemampuan untk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan orang tua secara
wajar
3. Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
4. Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai rekreasi dan proses belajar
5. Respons terhadap peraturan dan rutinitas
6. Status mental secara menyeluruh
7. Koordinasi dan rencana pemulangan

BAB III

PENUTUPAN

1. Kesimpulan

Masa anak usia sekolah adalah masa dimana anak mulai belajar memasuki dunia pendidikan
mengenal orang tua kedua dan teman sebaya  .karena itu perlunya pemahaman akan penyesuaian
diri dan semakin berkembang menjadi remaja itu seperti apa, sehingga para anak  tidak langsung
stres dan kemudian mengira perkembangan itu membuat mereka takut. Maka keluargalah yang
seharusnya memberikan pemahaman pada anak usia sekolah, supaya tidak bertambah lagi anak
usia sekolah bergaul sembarangan yang ada di Indonesia. Selain orang tua, Jadi, para anak usia
sekolah pun dituntut untuh lebih peka terhadap setiap pengaruh yang ada. Anakpun harus bisa
memilih mana yang baik dari setiap perilaku yang akan mereka lakukan, agar tidak merugikan
dirinya dan orang lain.

1. Saran

Diharapkan kepada mahasiswa keperawatan agar dapat lebih memahami tentang asuhan
keperawatan terhadap anak usia sekolah mulai dari pengkajian sampai penatalaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA

 2009. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Hal : 105-123.  EGC : Jakarta


 Yosep,Iyus. 2007 .keperawatan jiwa. Hal :1-2.Refika-aditama:Bandung

Iklan

Kategori: Tak Berkategori

Tinggalkan sebuah Komentar


novitasari dzaki

Blog di WordPress.com.
Kembali ke atas
Iklan

Anda mungkin juga menyukai