Anda di halaman 1dari 8

TUGAS AKHIR PERANCANGAN COMMUNITY

SPACE BAGI PENDERITA GANGGUAN


KESEHATAN MENTAL REMAJA DENGAN
PENDEKATAN BIOPHILIC
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana arsitektur

NATHANIA ELVIRA WIBOWO


21170016

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


UNIVERSITAS AGUNG PODOMORO
JAKARTA
2020

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut WHO (World health Organisation) dimasa sekarang ini kesehatan
manusia menjadi salah satu hal yang penting untuk menjadi perhatian. Hal ini
dikarenakan banyak orang yang tidak mengetahui pentingnya hubungan antara
kesehatan mental dengan kualitas hidup seseorang. WHO mengatakan bahwa “tidak
ada kesehatan tanpa kesehatan mental”. Kesehatan mental dapat diartikan sebagai
bagaimana cara manusia untuk berinteraksi antar sesame, dan caar untuk berpikir.
Banyak orang khususnya diperkotaan yang tidak memperhatikan kesehatan mental
ini.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan jiwa dimasa remaja


antara lain tekanan penyesuaian diri dengan teman, mengulas identitas seksual,
intensitas penggunaan teknologi, pengaruh media dan aturan yang ada, persepsi
terhadap masa yang akan datang, kualitas hidup, perlakuan kekerasan, dan masalah
sosial dan ekonomi. Bagi lingkungannya, ketika ada seseorang yang didapati terkena
masalah kesehatan jiwa, kecenderungan orang sekitar adalah mengucilkan, mem-
bully, menghina, mendiskriminasi, menyakiti secaar fisik, dan tidak menghargai
orang tersebut, khususnya dalam pertemanan antar remaja. Jenis gangguan jiwa
menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, dibagi menjadi 6
yaitu, gangguan emosi dimana seseorang tidak dapat mengatur perasaannya,
merasa frustasi, sensitive dan cenderung marah atau sedih. Gangguan perilaku masa
anak menjadi penyebab nomer enam sebagai beban penyakit kesehatan mental dan
mempengaruhi pertumbuhan masa remajanya, dapat berupa tidak focus pada
perhatian tertentu, hiperaktifitas, perilaku merusak seperti condust disorder.
Gangguan makan muncul paling sering dimasa remaja, biasanya akibat dari
pergaulan. Gangguan makan juga banyak dialami oleh prempuan dan jika tidak
segera ditangani akan membuat seseorang mengidap anoreksia atau bulimia.
Gangguan psikosis muncul pada masa remaja akhir dan menyebabkan halusinasi
atau delusi. Psikosis berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan terhadap
keberlangsungan keseharian remaja. Bunuh diri & merugikan diri sendiri dipercaya
telah terjadi pada 62.000 remaja pada tahun 2016. Remaja yang tinggal dinegara
dengan pemasukan kecil hingga menengah memiliki resiko bunuh diri hingga 90%.
Faktor seorang remaja ingin melakukan bunuh diri akibat dari info yang didapatkan
melalui media digital. Adapun perilaku yang menyimpang terhadap kesehatan
mental lainnya adalah perilaku berisiko seperti penggunaan ganja yang telah
dilakukan oleh 5.6% remaja usia 15-16 tahun, perokok dibawah 18 tahun, perilaku
seksual yang berujung pada HIV/AIDS, kehamilan muda, konsumsi alcohol pada usia
15 – 19 tahun hingga 13.6% dan kebanyakan laki-laki.

Upaya pencegahan mengenai kesehatan jiwa terhadap remaja di Indonesia


yaitu dengan 2 upaya promotive dan preventive. Upaya tersebut diatas membantu
dalam membuat kesehatan jiwa remaja di Indonesia tidak mengalami gangguan.
Upaya promotive dapat membuat remaja teredukasi dan dapat bertahan dalam
menyelesaikan masalah dengan baik. Upaya preventif biasanya dilakukan ketika anak
diketahui memiliki masalah kejiwaan dan dilakukan biasnaya dalam kelompok
dengan gangguan yang sama atau menyerupai. Upaya ini juga dapat berjalan secara
efektif melalui keluarga, sekolah, media digital, dan komunitas. Upaya yang
dilakukan dalam keluarga disebut caregiver skills, upaya dalam sekolah dapat berupa
pelatihan dsb, upaya dalam masyarakat biasanya dengan mentoring program dalam
kelompok.

Sebesar 10 – 20% remaja pernah mengalami gangguan kesehatan jiwa yang


mengarah kepada tingkat kematian dan kecacatan akan tetapi tidak dapat terdeteksi
dan ditangani. Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia, 1 dar 6 anak pada usia 10 – 19 tahun mengalami gangguan kesehatan
jiwa. Kesehatan mental menjadi focus terbesar selama 15-19 tahun terakhir. Kasus
yang terjadi di Indonesia yang dapat terdata di WHO sekitar 3,7% dari jumlah
populasi atau setara dengan 9.162.886 kasus. Hal ini harus diberi perhatian lebih
karena secara global kesehatan jiwa menjadi pemicu ketiga terbesar didunia dalam
kasus kematian remaja 15 – 19 tahun. Padahal, ketika usia remaja 10 – 19 tahun
menajadi fase unik dan formatif dalam perkebangan remaja, karena pada masa ini,
remaja akan mengalami banyak perubahan jenjang, misalnya perpindahan dari SMP
ke SMA, dari SMA ke universitas, dll yang membuat seorang remaja mendapatkan
lingkungan dan kebiasaan baru yang dapat membentuk perkembangannya. Pada
fase pembentukan unik dan formatif ini, tidak semua remaja mudah beradaptasi
dengan lingkungan yang baru. Banyak diantara mereka yang merasa kurang cocok
dan bahkan menjadikannya salah satu faktor stress, merasa tertekan, tidak nyaman,
dan ketakutan. Bagi Perhimpunan Kedokteran Jiwa, jika masa ini tidak mendapatkan
bimbingan yang baik dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa. Riset yang
dijalankan oleh Montreal menyatakan bahwa 12% penduduk yang berada dikota
lebih tinggi terkena resiko gangguan jiwa dibanding masyarakat pedesaan,
khususnya Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki potensi tinggi terhadap
gangguan jiwa ringan pada usia remaja akibat dari aktivitas yang selalu berada
didalam ruangan tertutup dan menggunakan AC. Hal ini dapat mengurangi
kesehatan fisik maupun mental terhadap setiap individu (EPA, 2003). Remaja dimasa
sekarang dituntut untuk bekerja lebih keras dengan standar mutu sekolah yang
semakin tinggi. Banyak remaja yang akhirnya mengalami penurunan hasil
profuktivitas akibat merasa tertekan yang membuat kondisi mental melemah. Hal
yang membuat melemahnya kondisi mental remaja dapat berasal dari faktor internal
dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri seseorang dan faktor eksternal dari
lingkungan sekitar manusia (Goleman, 2002).

Aktivitas manusia sebagian besar dilakukan didalam ruangan sekitar 90% dan
banyak dari bangunan tempat aktivitas itu tidak memiliki atau memasukkan unsur
alam (EPA, 2003). Desain arstektur harus memperhatikan efek psikologi manusia,
khususnya dalam mendesain community space yang dapat memperbaiki kesehatan
mental remaja. Akibatnya karena banyaknya aktivitas didalam, maka bagia interior
dalam community space ini perlu diperhatikan agar memiliki efek terhadap
pengguna. Dalam desain ini peningkatan penyembuhan bagi penderita kesehatan
mental diutamakan, sehingga desain biofilik cocok untuk menyelesaikan masalah
terhadap ruang dalam. Berada dialam membuat manusia dapat menikmati hidup,
menambah mutu hidup, dan melepaskan beban. Alam memiliki kaitan erat dengan
kesejahteraan kesehatan mental manusia. Sehingga membawa masuk alam kedalam
suatu community space diperkotaan dengan desain biofilik dapat membantu proses
penyembuhan. Desain biofilik yang dikemukakan oleh Edward Wilson, diambil dari
Bahasa yunani yaitu biofilia yang menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya hidup
dialam dan mencintai lingkungan yang alami. Browning menguraikan dalam bukunya
bahwa desain biofilik merupakan penyediaan kesempatan bagi manusia untuk hidup
dan dapat bekerja pada tempat yang sehat dan memberikan kehidupan yang
sejahtera dengan menyatukan konsep desain alam. Dalam riset yang telah dilakukan
oleh Kellert, menyatakan bahwa manusia berada dalam kemampuan optimalnya
saat berada dilingkungan yang alami. Durasi yang dibutuhkan agar manusia dapat
menyerap energy positif dari alam menurut Browning adalah 5 – 20 menit.

1.2 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Ruang lingkup penelitian dalam Perancangan Community Space bagi Remaja
dengan Gangguan Kesehatan Mental antara lain:

1. Merangkum efek alam terhadap remaja serta konsep dan prinsip desain
biofilik berdasarkan literature.
2. Membuat pola desain biofilik sebagai community space yang dapat
membantu dalam penyembuhan gangguan kesehatan mental pada remaja di
Indonesia berdasarkan studi preseden sebagai karakteristik pola desain
biofilik pada community space.
3. Melakukan survey dengan menggunakan kuesioner terhadap remaja dengan
penderita gangguan jiwa ringan.
1.3 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam menyusun tugas akhir dengan judul


Perancangan Community Space bagi Remaja dengan Gangguan Kesehatan Mental
yang Edukasional dengan Pendekatan Biophilic sebagai berikut:

1. Bagaimana merancang pusat kesehatan bipolar dengan memasukkan alam


kedalam ruang akan mempengaruhi pengalaman psikologis manusia dalam
kelompok?

2. Bagaimana mengubah stigma masyarakat melalui desain mengenai pusat


terapi gangguan mental sebagai tempat pengucilan menjadi tempat hiburan
emosional?

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menyusun perancangan agar dapat mewadahi penderita gangguan


kesehatan mental remaja dengan tipologi community space.
2. Menyusun perancangan desain biophilic kedalam community space
bagi penderita gangguan kesehatan mental remaja agar dapat
membantu mendorong proses penyembuhan.
3. Menyusun perancangan community space bagi penderita gangguan
kesehatan mental remaja agar mereka tidak merasa diasingkan oleh
masyarakat dengan membuat desain yang interaktif.
Adapun manfaat dari penelitian Perancangan Community Space bagi
penderita gangguan kesehatan mental remaja diharapkan dapat membantu
mengurangi penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia dan mengubah
stigma masyarakat terhadap penderita kesehatan mental melalui desain yang
edukasional dan membantu mengoptimalkan proses penyembuhan penderita
gangguan kesehatan mental remaja secara psikologis, dengan penerapan desain
biophilic yang dapat mempengaruhi suasana community space gangguan kesehatan
mental remaja tersebut.

1.5 SISTEMATIKA PENELITIAN


Berikut sistem pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini:
a. BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, pengenalan mengenai masalah yang
ada, penjelasan mengenai latar belakang kesehatan mental remaja,
Ruang lingkup penelitian, penjelasan mengenai tujuan dan manfaat
yang didapatkan dari penelitian tahap awal mengenai desain
Community Space bagi penderita gangguan kesehatan mental remaja,
dan sistematika penulisan.

b. BAB II. KAJIAN LITERATUR


Membahas mengenai teori yang digunakan, konsep dari
penelitian, manfaat dari teori penelitian yang digunakan terhadap
desain, dan penerapan teknik yang dipilih sebagai penyelesaian
masalah.

c. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


Membahas metode apa yang digunakan sebagai sumber
penelitian dan literatur dalam membantu menjawab permasalahan.

d. BAB IV. ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berisi analisa hasil pembahasan, terapannya terhadap desain,
dan hasil hipotesa sementara.

e. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


Menyajikan kesimpulan akhir dari hasil penelitian dan saran
bagi proses penelitian ini secara keseluruhan.
PRESEDEN :

Busselton Hospital, designed by Hassell. Image: Peter Bennetts


SUMBER:

Ruang Publik untik Kesehatan Mental Masyarakat perkotaan


<https://media.neliti.com/media/publications/131199-ID-ruang-publik-untuk-
kesehatan-mental-masy.pdf>

Penerapan Biophilic Design untuk meningkatan Kesehatan Mental Penduduk Kota


< https://www.uc.ac.id/envisi/wp-content/uploads/publikasina/ENVISI-2020-p146-
Fadhila%20Naifah%20Irbah,%20Astrid%20Kusumowidagdo-Penerapan%20Biophilic
%20Design%20untuk%20Meningkatkan%20Kesehatan%20Mental%20Penduduk
%20Kota.pdf>

Viora, Eka. Temu Media HKJS 2018 Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa
Indonesia, 2018

U.S. Environmental Protection Agency. 2003. (EPA, 2003)5 . Indoor Air Quality and Student
Performance. EPA/402/K-03/006. Washington, DC
World Health Organization (2016), < https://www.who.int/en/>
Kellert, Stephen, The Theory of Biophilic Design. 2005
University of Washington (2015), < https://depts.washington.edu/hhwb/Thm_Mental.html>

Anda mungkin juga menyukai