Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya, Penulis dapat meyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Penulis juga berterima kasih kepada Dosen Pengampu Dr. Yuniarto
Mudjisusatyo, M. Pd yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah serta memperluas wawasan dan
pengetahuan kita tentang peran strategis landasan filosofis dalam pengembangan
kurikulum. Makalah ini,mungkin masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Akhir kata, Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tugas ini dengan baik dan tepat waktu.

Medan, 11 September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 3
1.2. Tujuan .......................................................................................................... 3
1.3. Manfaat......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aliran Filsafat Ilmu....................................................................... 4
2.2 Pandangan Filsafat Ilmu tentang Pendidikan................................................ 6
1. Tujuan Pendidikan.................................................................................... 6
2. Kurikulum Pendidikan............................................................................... 7
3. Metode Pendidikan................................................................................... 7
4. Pendidikan................................................................................................ 7
5. Posisi dan Peran Siswa / Peserta Didik................................................... 8
6. Posisi dan Peran Guru............................................................................. 8

BAB III PENUTUP


Kesimpulan............................................................................................................... 10
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 10

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah filsafat berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu
phile atau philos yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia atausophos yang
berarti kebijaksanaan. Kedua suku kata tersebut membentuk kata majemuk
philosophia. Dengan demikian, berdasarkan asal usul philosophia (filsafat) berarti
cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Karena istilah philosophia
dalam bahasa Indonesia identik dengan istilah filsafat, maka untuk orangnya, yaitu
orang yang mencintai kebijaksanaan disebut filsuf.
Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil dari bahasa Yunani,
filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat mengandung arti
sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat disebut
berfilsafat ketika ia aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian
ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti
sebagai “Himbauan kepada kebijaksanaan”.
Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan
spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang kongkret, suatu pandangan hidup yang
total tentang manusia dan tentang alam yang menyinari seluruh kehidupan
seseorang. Selanjutnya, dengan kehidupan atau perkembangan peradaban
manusia dan problema yang di hadapinya, pengertian yang bersifat teoritis seperti
yang di lahirkan filsafat Yunani itu kehilangan kemampuan untuk memberi jawaban
yang layak tentang kebenaran peradaban itu telah menyebabkan manusian
melakukan loncatan besar dalam bidang sains, teknologi, kedokteran dan
pendidikan.
Perubahan itu mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang
kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban akan berpengaruh

3
terhadap sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan peradaban dengan
cara berfikir manusia terdapat hubungan timbal balik.

1.2 Masalah
1. Apa itu filsafat ilmu?
2. Bagaimana pandangan filsafat ilmu tentang pendidikan?
1.3 Tujuan
1. untuk mengetahuin apa itu filsafat ilmu
2. untuk mengetahui bagaimana pandangan filsafat ilmu tentang pendidikan

4
BAB II
PEMBAHSAN
2.1 Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmia dan cara
Memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan penyelidikan
lanjutan. Kerena, apabila para penyelenggara melakukan penyelidikan terhadap objek-
objek serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri,
orang pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan kegiatan ilmiah
tersebut.
Adapun beberapa defenisi ilmu menurut para ahli diantaranya:
1. Robert Akermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan pendapat-pendapat terdahulu
yang yelah dibuktikan.
2. Leswi White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagao suatu keseluruhan
3. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai dasar-dasar ilmu, metode-metodenya,konsep-
knsepnya serta letaknya dalam kerangka umum cabang intelektual.
4. May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara filsafati dan
etis, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
5. The Liang Gie, mendefenisikan filsafat ilmu adalah sebuan pemikiran reflektif
terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.

Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat


dirangkumkan menjadi tiga yaitu:
1. Suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu

5
2. Upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep mengenaiilmu
dan upaya membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan
kepragmatisan.
3. Studi gabungan yang terdiri atas beraneka macam yang ditunjukkan untuk
menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu 1
2.2. Pandangan Filsafat Ilmu tentang Pendidikan
Hubungan antara filsafat ilmu dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting
sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat
sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan,
mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai.
Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan
pengalaman manusia.2
2.2.1 Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan dapat diuraikan menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan Nasional – mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003).
2. Tujuan Institusional Adalah perumusan secara umum pola perilaku dan pola
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
3. Tujuan Kurikuler Adalah perumusan pola perilaku dan pola kemampuan serta
keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
4. Tujuan Instruksional Adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus
dikuasai oleh peserta didik sesudah ia menyelesaikan kegiatan instruksional
yang bersangkutan.
1
Husein,Ismai. Filsafat Sains.(Medan: Perdana Publishing,2017).hl 46-48

2
Anwar,Muhammad. Filsafat Pendidikan.(Jakarta: Prenadamedia Goup,2018).hl 20

6
selain itu juga terdapat pula pendidik dan peserta didik, dimana pendidik
merupakan individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu
situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan peserta didik
adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik
maupun segi perkembangan mental.Setiap anak memiliki pembawaan yang
berlainan. Karena itu pendidik wajib senantiasa berusaha untuk mengetahui
pembawaan masing-masing anak didiknya, agar layanan pendidikan yang
diberikan sesuai dengan keadaan pembawaan masing-masing. 3
2.2.2 Kurikulum pendidikan
Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional
dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupanatau
pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus
lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak
daripada pengajaran yang textbook.Agar supaya pengetahuan dan
pengalamannya senantiasa aktual.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun
binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-
komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau
materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat
komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain 4
2.2.3 metode pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa
apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar
hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir
reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-
keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan

3
Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan: Struktur dan Interaksi Sosial Di Dalam Institusi Pendidikan, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 115-116.
4
 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), hlm.133-134.

7
untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata
pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia
2.2.4 Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu system yang dalam pelaksanaannya, perlu
menggunakan filsafat sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Filsafat tersebut digunakan sebagai nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat
yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem
pendidikan.
Pendidikan di Indonesia dalam pelaksanaan, hendaknya selalu berpedoman
pada filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila agar pendidikan Indonesia dapat
5
berhasil seperti Negara-negara yang telah Berjaya dalam bidang pendidikan.
2.2.5 posisis dan peran siswa/peserta didik
Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun
usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa
pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan
dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.Murid atau anak didik
adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam
proses belajar-mengajar. Di dalam proses belajar-mengajar, murid sebagai pihak
yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya
secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat
mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
belajarnya.Komponen–komponen pendidikan yang lain sangat bergantung
kepada kondisi siswa.
Materi yang diperlukan, metode yang akan digunakan, media yang akan dipakai,
semua itu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa
menjadi subyek dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan modern, siswa
tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga
harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan, dengan cara melibatkan mereka
dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisasikan setiap

5
 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Jemmars, 1983), hlm. 133-134.

8
kegiatan pembelajaran dan menghargai anak didiknya sebagai subyek yang
memiliki potensi.6
2.2.6 Posisi dan peran guru
Peran guru sebagai pembimbing harus lebih dipentingkan, karena kehadiran
guru di sekolah adalah untuk membimbing peserta didik menjadi manusia
dewasa susila yang cakap, terampil, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.
Peran guru sebagai pengelola kelas (learning manager), hendaknya
diwujudkan dalam bentuk pengelolaan kelas sebagai lingkungan belajar.
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan belajar bagi peserta didik. Peran guru sebagai
mediator, dimana guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Peran guru
sebagai inspirator, menuntut kemampuan guru memberikan inspirasi bagi
kemajuan belajar peserta didik. Peran guru sebagai informator guru harus
dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum. Sebagai motivator, guru hendaknya dapat
mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Peran guru sebagai
korektor menuntut guru bisa membedakan mana nilai yang baik, dan mana nilai
yang buruk, mana nilai positif dan mana nilai negatif. Peran guru sebagai
inisiator, artinya guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan
pendidikan dan pengajaran. Peran guru sebagai evaluator, artinya seseorang
guru dituntut untuk menjadi seorang penilaian yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian yang menyentuh asfek ekstrinsik dan intrinsik, penilaian
pada asfek intrinsik lebih diarahkanpada asfek kepribadian peserta didik, yakni
aspek nilai (values). Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membentu,
memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pembelajaran. Sebagai
kulminator, guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara
bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). 7
6
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 119-121
7
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Jemmars, 1983), hlm. 134-136.

9
BABIII
PENUTUP
Kesimpulan

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmia dan cara
Memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan
penyelidikan lanjutan. Tujuan pendidikan dapat diuraikan menjadi 4 macam,
yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan
instruksional. Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia
ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Husein,Ismai. Filsafat Sains.2017. Medan: Perdana Publishing
Anwar, Muhammad. Filsafat Pendidikan. 2018. Jakarta: Prenadamedia Group
Rifa’i, Muhammad. 2011. Sosiologi Pendidikan: Struktur dan Interaksi Sosial Di
Dalam Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nasution, S. 1983. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Jemmars.

10

Anda mungkin juga menyukai