Anda di halaman 1dari 15

irreversibel terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel untuk beradaptasi dan menunjukkan

perubahan patologik permanen yang menyebabkan kematian sel. Jejas irreversibel ditandai oleh
vakuolisasi berat pada mitokondria, kerusakan membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom
dan tampak kepadatan yang besar, amorf dalam mitokondria. Jejas pada membran lisosom
menyebabkan kebocoran enzim ke dalam sitoplasma. Selanjutnya enzim tersebut diaktifkan dan
menyebabkan digesti enzimatik sel dan komponen ini yang mengakibatkan perubahan ini
karakteristik untuk kematian sel. Ada beberapa mekanisme biokimia yang berperan penting dalam
jejas atau kematian sel yaitu (Robbins, 2010):

a. Deplesi ATP Penurunan sintesis ATP dan deplesi ATP merupakan konsekuensi yang umum terjadi
karenan jejas iskemia maupun toksik. Hipoksia akan meningkatkan glikolisis anaerob dengan deplesi
glikogen, meningkatkan produksi asam laktat atau asidosis intrasel. Berkurangnya sintesis ATP akan
berdampak besar terhadap transpor membran, pemeliharaan gradien ionik (khusus Na+, K+ dan
Ca2+) dan sintesis protein.

b. Akumulasi radikal bebas yang berasal dari oksigen Iskemia yang terjadi dapat menyebabkan jejas
sel dengan mengurangi suplai oksigen seluler. Jejas sel tersebut juga dapat mengakibatkan
rekruitmen sel radang yang terjadi lokal dan selanjutnya sel radang tersebut akan melepaskan jenis
oksigen reaktif berkadar tinggi yang 8 akan mencetuskan kerusakan membran dan transisi
permeabilitas mitokondria. Disamping itu, sel yang mengalami jejas juga memiliki pertahanan
antioksidan yang terganggu.

c. Influks kalsium intrasel dan gangguan homeostasis kalsium Kalsium bebas sitosol dipertahankan
pada kadar yang sangat rendah oleh transportasi kalsium yang terganggu ATP. Iskemia atau toksin
dapat menyebabkan masuknya kalisum ekstrasel melintasi membran plamsa dan diikuti dengan
pelepasan kalsium dari deposit intraseluler di mitokondria serta retikulum endoplasma. Penginkatan
kalsium sitosol dapat mengaktifkan enzim fosfolpase (mencetuskan kerusakan membran), protease
(mengkatabolis protein membran serta sitoskeleton), ATPase (mempercepat depleso ATP) dan
endonuklease (menyebabkan fragmentasi kromatin).

d. Defek pada permeabilitas membran plasma Membran plasma dapat berlangsung dirusak oleh
toksin bakteri tertentu seperti protein virus, komponen komplemen, limfosit sitolitik atau sejumlah
agen fisik dan kimiawi. Perubahan permeabilitas membran bisa juga sekunder yang disebabkan oleh
hilangnya sintesis fosfolipid yang berkaitan dengan deplesi ATP atau disebabkan oleh aktivasi
fosfolipase yang dimediasi kalsium yang mengakibatkan degradasi fosfolipid. Hilangnya barier
membran menimbulkan kerusakan gradien konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk
mempertahankan aktivitas metabolik sel. e. Kerusakan mitokondria 9 Sel-sel tubuh sangat
bergantung pada metabolisme oksidatif, maka keutuhan mitokondria sangat penting bagi
pertahanan hidup sel. Kerusakan mitokondria dapat terjadi langsung karenan hipoksia atau toksin
atau sebagai akbiat meningkatnya Ca2+ sitosol, stress oksidatif intrasel atau pemecahan fosfolipid
dapat menyebabkan akumulasi pada saluran membran mitokondria interna yang nantinya akan
mencegah pembentukan dari ATP

Peranan apoptosis

Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses


apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang
sangat bervariasi Kematian sel terprogram terjadi ketika sel mati melalui
aktivasi program bunuh diri internal yang diatur dengan ketat
. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan,
sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang
tidak terkontrol (kanker). Beberapa contoh penyakit yang ditimbulkan karena
apoptosis yang tidak sempurna antara lain:

a. Penyakit autoimun disebabkan karena sel T/B yang autoreaktif terus menerus.

b. Neurodegeneration, seperti pada penyakit Alzheimer dan Parkinson, akibat


dari apoptosis prematur yang berlebihan pada neuron di otak. Neuron yang
tersisa tidak mempunyai kemampuan untuk meregenerasi sel yang hilang.

c. Stroke iskemik, aliran darah ke bagian-bagian tertentu dari otak dibatasi


sehingga dapat menyebabkan kematian sel saraf melalui peningkatan apoptosis.

d. Kanker, sel tumor kehilangan kemampuannya untuk melaksanakan apoptosis


sehingga proliferasi sel meningkat.

Fungsi apoptosis

a. Sel yang rusak atau terinfeksi Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika
sel yang rusak tidak bisa diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan
untuk melakukan apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di
sekitarnya, atau dari sel yang merupakan bagian sistem imun. Jika kemampuan
sel untuk ber-apoptosis rusak atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang rusak
dapat terus membelah tanpa batas, berkembang menjadi kanker.

b. Respon terhadap stress atau kerusakan DNA Kondisi stress sebagaimana


kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik atau pemaparan sinar
ultraviolet atau radiasi ionisasi (sinar gamma atau sinar X), dapat menginduksi
sel untuk memulai proses apoptosis. Contohnya pada kerusakan genom dalam
inti sel, adanya enzim PARP-1 memacu terjadinya apoptosis. Enzim ini
memiliki peranan penting dalam menjaga integritas genom, tetapi aktivasinya
secara berlebihan dapat menghabiskan ATP, sehingga dapat mengubah proses
kematian sel menjadi nekrosis (kematian sel yang tidak terprogram).

c. Homeostasis Homeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh


organisme yang dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan
internalnya dalam batas tertentu. Homeostasis tercapai saat tingkat mitosis
(proliferasi) dalam jaringan seimbang dengan kematian sel. Jika keseimbangan
ini terganggu dapat terjadi : 1. sel membelah lebih cepat dari sel mati. 2. sel
membelah lebih lambat dari sel mati,

Mekanisme apoptosis

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya


apoptosis dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :

1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis).

2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis


yang berhubungan, dll) 3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA,
pembongkaran sel, dll)

4. Fagositosis
 Signal Penginduksi Apoptosis

Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi. Molecular


machine yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap mengalami dormansi
dan hanya memerlukan aktivasi yang cepat. Signal yang menginduksi apoptosis
bisa berasal dari ekstraseluler dan intraseluler.

Signal ekstraseluler contohnya hormon hormon. Hormon tiroksin menginduksi


apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu oleh kurangnya signal
yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup seperti growth factor. Sel lain, sel
berhubungan dengan sel yang berdekatan juga bisa memberikan signal untuk
apoptosis. Signal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena
oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel.

Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili
protein pengeksekusi utama yang dikenal sebagai caspase. Sel yang berbeda
memberikan respon yang berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel
splenic limfosit akan mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi,
sedangkan sel myocyte tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang sama.

 Regulator Molekuler dari Apoptosis

Signal kematian dihubungkan dengan pelaksanaan apoptosis oleh tahap


integrasi atau pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau
negatif yang dapat menghambat, memacu, mencegah apoptosis sehingga
menentukan apakah sel tetap hidup atau mengalami apoptosis (mati).

Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang


diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya (zymogen).
Caspase merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif Cys (C) dan
membelah pada terminal C pada residu Asp, oleh karena itu dikenal sebagai
Caspases (Cys containing Asp specific protease).
Saat ini telah ditemukan 13 anggota famili caspases pada manusia. Beberapa
anggota famili caspase yang terlibat dalam apoptosis dibedakan menjadi 2
golongan. Golongan yang pertama terdiri dari caspase 8, 9,10 yang
mengandung prodomain yang panjang pada terminal N, fungsinya sebagai
inisiator dalam proses kematian sel. Golongan yang kedua terdiri dari caspase 3,
6, 7 yang mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor,
membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan
perubahan morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang mengalami
apoptosis. Molekul efektor lain dalam apoptosis adalah Apaf-1 (apoptotic
protease activating factor) bersama sitokrom c mengambil procaspase 9 di ATP-
dependent manner, dan menstimulasi proses perubahan procaspase 9 menjadi
caspase 9.

Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili Bcl-2. Saat ini ada 18
anggota famili Bcl-2 yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke dalam 3 grup
berdasarkan strukturnya. Anggota grup pertama diwakili oleh Bcl-2 dan Bcl-xL
yang berfungsi sebagai anti-apoptosis. Anggota grup kedua diwakili oleh Bax
dan Bak (Bcl-2 associated killer), sebagaimana anggota grup yang ketiga yaitu
Bid (a novel BH3 domain-only death agonist) dan Bad (the Bcl-2 associated
death molecule), merupakan molekul pro-apoptosis (Gambar 2)

Apoptosis melibatkan:

1. memadatkan inti sel

2. memadatkan dan membagi-bagi sitoplasma ke dalam selaput ikat badan


apoptotis 3. rusaknya kromosom ke dalam fragmen yang berisi berbagai
nukleosom
Target protein pada umumnya harus protein lain, suatu DNA endonuklease.
Ketika protein target pecah, DNase bebas untuk berpindah tempat ke inti dan
mulai pelaksanaan. Perubahan dalam apoptosis terjadi ketika caspase 3
membelah gelsolin, suatu protein dilibatkan dalam pemeliharaan morfologi sel.
Gelsolin yang dibelah CCRC Farmasi UGM File 6 membelah actin filamen di
dalam sel. Protein yang lain diperlukan untuk membentuk badan apopotic: suatu
kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK-2). Kinase ini diaktifkan oleh
caspase-3 dengan proteolisis terbatas.

Tahap Pelaksanaan Apoptosis

Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur


ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian
(death receptor) sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor
signal dari mitokondria dalam sel.

Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul


signal yang disebut ligan oleh sel lain tetapi bukan berasal dari sel yang akan
mengalami apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan death receptor yang
terletak pada transmembran sel target yang menginduksi apoptosis. Death
receptor yang terletak di permukaan sel adalah famili reseptor TNF (Tumor
Necrosis Factor), yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related
Apoptosis Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2.

Ligan yang berikatan dengan reseptor tersebut akan mengakibatkan caspase


inisiator 8 setelah membentuk trimer dengan adaptor FADD (Fas Associeted
Death Domain). Kompleks yang terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD
disebut DISC (Death Inducing Signaling Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2
terikat dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung melalui
molekul adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death Domain protein
(TRADD).
Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh
senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan
gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran
mitokondria. Protein capcase-8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.
Kemudian Bid yang terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi
Bax dalam membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti
sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Factor (AIF), dan omi/Htr2.
dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara sitokrom c, APAF1 dan
caspase 9 yang disebut apoptosom. Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan
downstream procaspase-3.

(http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/mekanisme-dan-regulasi-
apoptosis1.pdf)
Definisi
Apoptosis adalah bentuk 'terkoordinasi dan internal kematian sel terprogram
memiliki signifikansi dalam berbagai kondisi fisiologis dan patologis (apoptosis
adalah bahasa Yunani
kata yang berarti 'jatuh' atau 'jatuh'). Istilahnya adalah pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1972 sebagai pembeda dari nekrosis dengan menjadi
a bentuk kematian sel yang dikendalikan dan diatur oleh tingkat pembelahan
sel; bila sel tidak dibutuhkan, jalur kematian sel diaktifkan ('bunuh diri sel') dan
tanpa pendamping oleh peradangan dan kerusakan jaringan kolateral.

APOPTOSIS DALAM PROSES BIOLOGI.


Apoptosis adalah bertanggung jawab untuk menengahi kematian sel dalam
berbagai variasi
proses fisiologis dan patologis seperti di bawah:
Proses Fisiologis:
1. Kerusakan sel terorganisir dalam pembentukan jaringan selama
perkembangan embrio.
2. Involusi fisiologis sel dalam jaringan yang bergantung pada hormon
misalnya peluruhan endometrium, regresi payudara menyusui setelah
penarikan menyusui.
3. Penghancuran sel normal diikuti dengan penggantian
proliferasi seperti pada epitel usus.
4. Keterlibatan timus pada usia dini.

Proses Patologis:
1. Kematian sel pada tumor yang terkena agen kemoterapi.
2. Kematian sel oleh sel T sitotoksik dalam mekanisme kekebalan tersebut
seperti pada penyakit graft-versus-host dan reaksi penolakan.
3. Menipisnya sel CD4 + T secara progresif dalam patogenesis AIDS.
4. Kematian sel pada infeksi virus misalnya pembentukan Anggota Dewan
tubuh di virus hepatitis.
5. Atrofi patologis organ dan jaringan saat penarikan rangsangan misalnya atrofi
prostat setelah orkiektomi, atrofi ginjal atau kelenjar ludah pada obstruksi ureter
atau saluran,
masing-masing.
6. Kematian sel sebagai respons terhadap agen berbahaya yang terlibat di
dalamnya
penyebab nekrosis misalnya radiasi, hipoksia dan panas ringan
cedera.
7. Pada penyakit degeneratif SSP misalnya dalam penyakit Alzheimer, Penyakit
Parkinson, dan demensia infektif kronis.
8. Penyakit jantung misalnya gagal jantung, infark miokard akut (20% nekrosis
dan 80% apoptosis).
FITUR MORFOLOGI. Karakteristiknya
perubahan morfologi apoptosis terlihat secara histologis dan pemeriksaan
mikroskop elektron seperti di bawah (lihat Gambar 3.24, B):
1. Keterlibatan sel tunggal atau kelompok kecil sel di latar belakang sel yang
layak.
2. Sel apoptosis berbentuk bulat hingga oval mengerut dari sitoplasma yang
sangat eosinofilik (sel mumi) mengandung organel yang menyusut atau hampir
normal (Gambar 3.30).
3. Kromatin inti terkondensasi atau terfragmentasi (pyknosis atau
karyorrehexis).
4. Membran sel mungkin menunjukkan konvolusi atau proyeksi di permukaan.
5. Mungkin ada pembentukan benda dekat bola yang terikat-membran pada atau
di sekitar sel yang disebut badan apoptosis mengandung organel yang
dipadatkan.
6. Secara karakteristik, tidak seperti nekrosis, tidak ada yang akut reaksi
inflamasi di sekitar apoptosis.
7. Fagositosis tubuh apoptosis oleh makrofag
tempatkan dengan kecepatan yang bervariasi. Mungkin ada fagositosis cepat,
atau sel apoptosis yang mengambang longgar setelah kehilangan kontak, dengan
satu sama lain dan membran basal sebagai sel tunggal, atau mungkin
mengakibatkan hilangnya sel mayor di jaringan tanpa signifikan perubahan
struktur jaringan secara keseluruhan.

MEKANISME MOLEKULER DARI APOPTOSIS.


Beberapa proses fisiologis dan patologis mengaktifkan apoptosis di a
berbagai cara. Namun secara umum kejadian-kejadian berikut ini
merangkum urutan yang terlibat dalam apoptosis:

1. Pemrakarsa apoptosis. Pemicu untuk memberi sinyal kematian sel terprogram


bekerja pada membran sel, baik secara intraseluler atau ekstraseluler. Ini
termasuk yang berikut:
i) Penarikan sinyal yang diperlukan untuk kelangsungan hidup sel normal
(misalnya tidak adanya hormon tertentu, faktor pertumbuhan, sitokin).
ii) Sinyal ekstraseluler yang memicu kematian sel terprogram
(misalnya aktivasi reseptor FAS milik keluarga TNF-R).
iii) Stimulus intraseluler misalnya panas, radiasi, hipoksia dll.

2. Proses kematian sel terprogram. Setelah sel tersebut


dimulai ke mode penghancuran diri, program bawaan di
sel akan diaktifkan seperti di bawah:
i) Aktivasi caspases. Caspases adalah serangkaian proteolyitc
atau enzim pemecah protein yang bekerja pada protein inti
dan organel yang mengandung komponen protein. Syarat
'Caspase' berasal dari: c untuk cystein protease; asp untuk
asam aspartat; dan ase digunakan untuk menamai suatu enzim. Caspases
diaktifkan baik dengan melakukan kontak dengan beberapa etiologi
agen agen cedera sel atau dengan mekanisme yang tidak diketahui.
ii) Aktivasi reseptor kematian. Caspases yang diaktifkan diatur
aktivasi reseptor FAS (CD 95), reseptor permukaan sel
hadir pada sel T sitotoksik (CD 8+), milik keluarga
reseptor faktor nekrosis tumor (TNF-R). Reseptor FAS adalah
tepat disebut reseptor kematian karena saat masuk
kontak dengan situs pengikatan spesifik pada sel target, itu
mengaktifkan gen pengontrol pertumbuhan spesifik, BCL-2 dan p53.
iii) Aktivasi gen pengontrol pertumbuhan (BCL-2 dan p53). Gen BCL2 adalah
pasangan manusia dari gen CED-9 (kematian sel)

 Kematian sel adalah keadaan cedera yang tidak dapat disembuhkan. Ini mungkin terjadi
ditubuh yang hidup sebagai perubahan lokal atau fokal (yaitu autolisis, nekrosis dan
apoptosis) dan perubahan yang mengikutinya (yaitu gangren dan kalsifikasi patologis),
atau mengakibatkan akhir hidup (kematian somatik). Proses patologis ini terlibat dalam
sel kematian dijelaskan di bawah ini

autolysis
Autolisis (yaitu pencernaan sendiri) adalah disintegrasi sel olehnya enzim hidrolitik sendiri
dibebaskan dari lisosom. Autolisis dapat terjadi dalam tubuh yang hidup jika dikelilingi oleh
reaksi inflamasi (reaksi vital), tetapi istilah ini umumnya digunakan untuk perubahan
postmortem yang ada secara lengkap tidak adanya respons inflamasi di sekitarnya. Autolisis
cepat di beberapa jaringan yang kaya akan enzim hidrolitik seperti di pankreas, dan mukosa
lambung; menengah di jaringan seperti jantung, hati dan ginjal; dan lambat di jaringan
fibrosa. Secara morfologis, autolisis diidentifikasi dengan homogen dan sitoplasma
eosinofilik dengan hilangnya detail seluler dan sisa-sisa sel sebagai puing-puing.
Nekrosis didefinisikan sebagai area kematian jaringan yang terlokalisasi diikuti oleh
degradasi jaringan oleh enzim hidrolitik dibebaskan dari sel mati; itu selalu disertai dengan
reaksi inflamasi. Nekrosis dapat disebabkan oleh berbagai agen seperti hipoksia, agen kimia
dan fisik, agen mikroba, cedera imunologi, dll. Dua perubahan penting mencirikan
cedera sel ireversibel pada nekrosis semua jenis (Gbr. 3.24, A): i) Pencernaan sel oleh enzim
litik. Secara morfologis ini perubahan diidentifikasi sebagai homogen dan intens
Gambar 3.23 Antrakosis paru. Terdapat pigmen karbon hitam kasar yang melimpah di
dinding septum dan sekitar bronkiolus. Gambar 3.24 Nekrosis dan apoptosis. A, nekrosis sel
diidentifikasi oleh sitoplasma homogen, eosinofilik dan perubahan inti pyknosis, karyolysis,
dan kariorrhexis. B, Apoptosis terdiri dari kondensasi kromatin inti dan fragmentasi sel
menjadi badan apoptosis yang terikat membran yang ditelan oleh makrofag. 45BAB 3 Cedera
Sel dan Adaptasi Seluler sitoplasma eosinofilik. Kadang-kadang, itu mungkin muncul
vakuolasi sitoplasma atau kalsifikasi distrofik.
ii) Denaturasi protein. Proses ini secara morfologis dilihat sebagai perubahan inti
karakteristik dalam sel nekrotik. Ini perubahan nuklir mungkin termasuk: kondensasi nuklir
kromatin (pyknosis) yang dapat mengalami disolusi (karyolysis) atau fragmentasi menjadi
banyak gumpalan butiran (karyorrhexis) (lihat Gambar 3.7).

Jenis Nekrosis

Secara morfologis terdapat lima jenis nekrosis: koagulatif, likuifaksi (kolikatif), kaseosa,

lemak, dan nekrosis fibrinoid.

1. NEKROSIS KOAGULATIF.

Ini yang paling umum jenis nekrosis yang sebagian besar disebabkan oleh cedera fokal

ireversibel dari penghentian aliran darah secara tiba-tiba (iskemia), dan lebih sedikit

seringkali dari agen bakteri dan kimia. Organ yang paling sering terkena adalah jantung,

ginjal, dan limpa.

2. NEKROSIS LIQUEFACTION (COLLIQUATIVE).

Pencairan atau nekrosis kolikuatif biasanya terjadi karena cedera iskemik dan infeksi bakteri

atau jamur. Ini terjadi karena degradasi jaringan oleh aksi yang kuat
Gambar 3.25 Nekrosis koagulatif pada infark ginjal. Area yang terkena di sebelah kanan

menunjukkan sel dengan sitoplasma sel tubular eosinofilik yang intens

tetapi garis besar tubulus masih dipertahankan. Inti menunjukkan puing-puing granular.

Antarmuka antara area viable dan non viable menunjukkan inflamasi kronik nonspesifik dan

pembuluh yang berkembang biak. enzim hidrolitik. Contoh umum adalah infark otak

dan rongga abses. Sangat terpengaruh

3. NEKROSIS YANG MENYEBABKAN.

Nekrosis kaseosa ditemukan di pusat fokus infeksi tuberkulosis. Ini menggabungkan fitur

nekrosis koagulatif dan likuifaktif.

4. NEKROSIS LEMAK.

Nekrosis lemak adalah bentuk khusus dari kematian sel terjadi di dua lokasi yang berbeda

secara anatomis tetapi lesi yang secara morfologis mirip. Ini adalah: setelah akut

nekrosis pankreas, dan nekrosis lemak traumatis biasanya terjadi pada payudara.

Dalam kasus pankreas, ada pembebasan pankreas lipase dari jaringan yang terluka atau

meradang yang menyebabkan nekrosis dari pankreas serta depot lemak di seluruh tubuh

rongga peritoneum, dan terkadang, bahkan mempengaruhi jaringan adiposa ekstraabdominal

Nekrosis lemak menghidrolisis lemak netral yang ada di sel adiposa menjadi gliserol dan

asam lemak bebas. Sel adiposa yang rusak menganggap penampilan mendung. Asam lemak

bebas yang bocor kompleks dengan kalsium untuk membentuk sabun kalsium (saponifikasi)

dibahas kemudian di bawah kalsifikasi distrofik.

5. NEKROSIS FIBRINOID. Nekrosis fibrinoid adalah ditandai dengan pengendapan bahan

yang mirip fibrin memiliki sifat pewarnaan fibrin. Itu ditemui di berbagai contoh cedera

jaringan imunologis (misalnya dalam vaskulitis kompleks imun, penyakit autoimun,

Reaksi artus dll), arteriol pada hipertensi, peptik maag dll


2010 [Harsh Mohan] Textbook of Pathology (6th Ed.).pdf

Anda mungkin juga menyukai