Faktor Malpraktek
Faktor Malpraktek
bahwa kelalaian dan malpraktek adalah istilah yang memiliki maksud yang sama.
Hal ini dapat dilihat dari pengertian-pengertian malpraktek yang diberikan oleh
beberapa sarjana. Misalnya pengertian yang diberikan oleh Jusuf Hanafiah yang
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
Kelalaian termasuk dalam arti malpraktek, tetapi dalam malpraktek tidak selalu
berlaku universal yang dapat dipakai sebagai pedoman, yaitu “kelalaian adalah
melakukan apa yang seorang lain dengan ketelitian yang wajar justru tidak akan
melakukannya.
kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak memenuhi standar perilaku yang
telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau pelakunya.
itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak perlu melihat akibat yang
timbul dari perbuatan tersebut. Kedua, “kealpaan akibat. Kealpaan akibat ini baru
merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah
menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau
3
matinya orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 359,360 dan 361 KUHP.
Kealpaan yang disadari terjadi apabila seseorang tidak berbuat sesuatu, padahal
dia sadar bahwa akibat perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang dilarang oleh
hukum pidana itu pasti timbul. Sedangkan kealpaan yang tidak disadari ada kalau
pelaku tidak memikirkan kemungkinan akan adanya suatu akibat atau keadaan
tertentu, sedangkan ia sepatutnya telah memikirkan hal itu dan kalau ia memang
Dalam pelayanan kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan seorang perawat
1. culpa lata (gross fault/neglect), yang berarti kesalahan besar atau sangat
tidak hati-hati.
atau kecil.
kelalaian dalam hukum pidana adalah kelalaian besar (culpa lata), bukan kelalaian
itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu
dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “De minimis noncurat lex”,
bahkan merenggut nyawa orang lain, maka kelalaian ini merupakan kelalaian
(foreseeabilit, voorzienbaarheid).
kelalaian,misalnya pada saat seorang perawat akan memotong tali pusat bayi
kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan
perawatan dari seorang perawat tentu saja mengharapkan agar perawat tersebut
dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk
terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.
Akan tetapi sering terjadi, bahwa dalam perawatan yang diberikan oleh
8 Guwandi,J, Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Produk Medik,Jakarta; FK-UI, 1993,
hal 22
Hal tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dari
teknologi untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
malpraktek atau praktek yang dibawah standar. Karena dari pengalaman inilah
3. Faktor Ekonomi
hakhaknya dan cara berpikir pun menjadi semakin kritis terhadap pelbagai segi
kehidupan.
Sedangkan segi negatifnya adalah masyarakat menjadi semakin materialistik,
hedonistik dan konsumtif, dimana materi menjadi tolok ukur utama dalam menilai
Seorang perawat selain dalam profesinya adalah juga merupakan manusia biasa.
Dengan kondisi seperti itu tidak menutup kemungkinan, bahwa keinginan untuk
memenuhi kebutuhan dengan mencari materi, telah menutupi peran yang mulia
dari profesi perawat. Yang menjadi fokus dalam pelaksanaan praktek perawat
hanyalah imbalan yang akan didapat dari sang pasien. Sehingga pelayanan yang
perawat dengan diberikan imbalan uang tertentu membuka rahasia dari pasiennya
kepada orang lain yang tidak berhak untuk mengetahui rahasia tersebut. Padahal
seorang perawat dilarang untuk membuka rahasia dari pasiennya kepada orang
lain, kecuali jika diminta pengadilan untuk keperluan kesaksian. Hal ini diatur
dalam Kode Etik Perawat maupun dalam hukum pidana. Di dalam kode etik
perawat hal ini diatur dalam Bab I tentang kewajiban perawat terhadap klien dan
masyarakat, yaitu pada butir (1) yang berbunyi: “setiap perawat senantiasa
Sedangkan didalam KUHP ketentuan ini diatur dalam pasal 322 KUHP.
sebanyak-banyaknya Rp.9000,-.
Contoh lain perbuatan malpraktek perawat yang dilakukan karena faktor ekonomi
adalah perawat yang dengan diberikan uang atau imbalan tertentu melakukan
ini diatur dan diancam pidana dalam pasal 349 KUHP yang berbunyi: “jika
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
diatur dalam pasal 349 KUHP, tindakan pengguguran kandungan tanpa indikasi
medis ini juga diatur dan diancam pidana berdasarkan pasal 80 UU No.23 Tahun
4. Faktor Rutinitas
Seorang perawat yang sehari-harinya selalu menangani klien atau pasien dapat
juga terjebak dalam keadaan dimana pekerjaan atau profesinya tersebut menjadi
sebuah rutinitas belaka. Hal ini dapat dapat juga menjadi faktor penyebab
semakin besar.
Hubungan tenaga kesehatan (perawat)- pasien, pada masa kini telah beralih dari
Dahulu masyarakat dapat dikatakan selalu patuh kepada tenaga kesehatan tanpa
dapat bertanya apapun karena ketidaktahuan atas hak-haknya. Tetapi pada masa
dilakukan tenaga kesehatan selalu benar, kini telah ditinggalkan dan diganti
kesehatan berada diatas pasien. Dengan kata lain antara tenaga kesehatan dengan
otonom. Yaitu posisi antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah seimbang.
Sehingga apabila ada tindakan tenaga kesehatan yang merugikan pasien maka
tenaga kesehatan tersebut dapat dituntut oleh pasien yang merasa dirugikan.
Perawat
oleh perawat ini, penulis membagi menjadi dua bagian. Yaitu upaya pencegahan
yang dapat dilakukan oleh perawat itu sendiri dan upaya pencegahan yang dapat
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang perawat tentu saja
atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang
melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat
upaya yang akan dilakukannya akan seratus persen berhasil. Hal ini karena upaya
resultaatverbintenis.
kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk
bahwa pihak yang berjanji kan memberikan suatu Resultaat,yaitu suatu hasil yang
yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya (bagi bayi,anak dibawah umur dan
kloien/pasien yang tidak sadar) kepada perawat untuk melakukan tindakan sesuai
dengan kebutuhan.13
perawat dengan pasien atau walinya yang didasari akal dan pikiran yang sehat
selembar kertas yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak
merupakan dua hal pokok yang harus dipenuhi, untuk menhilangkan sifat
informed consent dari pasien atau walinya, apabila terjadi kesalahan yang
mengakibatkan efek negatif kepada pasien, misalnya pasien menjadi cacat atau
bahkan meninggal, sang perawat tetap dapat dituntut secara pidana. Yaitu apabila
No.585/MENKES/Per/IX/1989.
pelayanan kesehatan.15
a. identitas pasien
b. data kesehatan
c. data persalinan
Medis adalah dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan
Rekam medis ini sangat berguna, terutama untuk menentukan apakah tindakan
Permenkes Rekam Medis yang menyatakan bahwa Rekam Medis dapat digunakan
Dalam rangka pembuktian perkara pidana, kopi atau salinan rekam medis yang
digunakan sebagai alat bukti (tanpa meminta keterangan dokter atau tenaga
sebagai alat bukti surat karena rekam medis dibuat sesuai dengan ketentuan
kriteria Pasal 187 huruf a KUHAP (dalam UU No.8 Tahun 1981). Ketentuan
tersebut menyatakan bahwa berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi (dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannnya) harus
dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan
itu. Rekam medis sebagai alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian
karena memenuhi unsur-unsur yang diisyaratkan oleh Pasal 187 KUHAP, yaitu
apa yang ditulis sebagai isi rekam medis berdasarkan apa yang ia alami, dengar
dan lihat.
16 Ibid, hal 25
17 Ibid, hal 34
4. Apabila Terjadi Keragu-raguan, Konsultasikan Kepada Senior Atau Dokter
pada tahap diagnosis maupun terapi atau perawatan, sebaiknya perawat tersebut
mengkonsultasikan hal tersebut kepada senior atau dokter, atau dengan kata lain
kepada orang yang menurut perawat tersebut memiliki pengetahuan yang lebih
mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh perawat dalam menangai pasiennya.
Hal ini perlu dilakukan, agar sang perawat jangan sampai melakukan kesalahan
Sekitarnya.
Biasanya masyarakat inilah yang akan menjadi pasien atau klien dari perawat
tersebut.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitar
bagi seorang perawat adalah sangat penting. Kedudukan perawat dalam sistem
pelayanan kesehatan tidak saja sebagai pemberi pelayanan kesehatan, akan tetapi
sering pula perawat menjadi semacam tempat tumpahan permasalahan dari klien
pada masa nifas, seringkali mendapat gangguan pada emosinya atau pada keadaan
segala isi hatinya atau permasalahan dirinya secara pribadi maupun keluarga pada
yang pada waktu-waktu tersebut sangat dekat dengan klien. Oleh karena itu sangat
penting untuk menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitar agar ketika mendapat perawatan dari perawat sang klien atau
untuk membantunya.
kasus malpraktek dapat dikurangi dari semula bila terjalin komunikasi dan
(biasanya dengan nama Akademi Keperawatan atau disingkat Akbid), baik yang
Hal ini mencerminkan besarnya minat masyarakat yang ingin mempelajari ilmu
yang nantinya akan menjadi calon-calon perawat yang akan melayani didalam
masyarakat.
lembaga MPEB dan MPA yang berwenang untuk mengawasi keinerja dari
dilakukan oleh perawat. Karena hal ini juga dapat merusak citra perawat di mata
masyarakat.
malpraktek yang dilakukan oleh perawat. Akan tetapi banyak pula dari kasus-
kasus tersebut yang kandas dalam proses persidangan di pengadilan. Atau dengan
kata lain tidak dapat dibuktikan secara hukum mengenai kesalahan yang dilakukan
khususnya untuk kasus yang berkaitan dengan malpraktek masih terdapat kendala-
kesehatan tidaklah sama dengan tindak pidana pada umumnya. Sebagai bahan
malpraktek hal ini tidak mudah untuk menentukan kemampuan rata-rata dari
Untuk dapat membuktikan kesalahan perawat, terlebih lagi yang disebabkan oleh
kelalaian bukanlah hal yang mudah. Karena dalam kesalahan yang dilakukan oleh
perawat banyak faktor yeng mempengaruhi dan menjadi latar belakang dari
timbulnya kesalahan tersebut. Faktor tersebut dapat berasal dari pihak perawat
b. Cara pemeriksaan
c. Usia
d. Kemauan dari pasien untuk sembuh
penentun itu. Sebagai misalnya seorang tenaga kesehatan yang baru lulus
kesehatan, adalah tidak meratanya keadaan dari tiap daerah. Seorang tenaga
kesehatan yang melaksanakan pekerjaan di Irian Jaya selama sepuluh tahun tentu
kesehatan yang bekerja di kota besar yang tentunya sangat mudah memperoleh
Perbedaan mendasar antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medis
terletak pada fokus tindak pidana tersebut. Fokus tindak pidana biasa terletak pada
akibat dari tindak pidana, sedangkan pada tindak pidana medis fokusnya pada
Begitu banyak kasus malpraktek yang diajukan ke pengadilan, akan tetapi banyak
juga kasus-kasus tersebut yang kandas atau tidak dijatuhi hukuman ataupun
pidana oleh pengadilan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pandangan yang
tersebut.20 Setiap ada tindakan tenaga kesehatan atau perawat yang tidak sesuai
dengan hasil yang diharapkan pasien, maka tindakan perawat atau tenaga
kata lain, walaupun akibat yang ditimbulkan sangat besar, misalnya pasien
menjadi cacat atau bahkan meninggal, akan tetapi apabila tidak ditemukan
umum
1. Adakah tindakan yang merupakan kelalaian yang telah dilakukan oleh tenaga
kesehatan?
2. Apakah praktek tindakan medis yang dilakukan tenaga kesehatan telah sesuai
medis?
memenuhi syarat:23
1. Duty (kewajiban)
bertindak berdasarkan:
3. Damage (kerugian)
tercantum dalam Pasal-Pasal di KUHP maupun yang berasal dari luar KUHP.
Dasar peniadaan hukuman bagi perawat yang tercantum dalam KUHP, yaitu:
Contributory negligence
UndangUndang, misalnya dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu”.
menentukan suatu penilaian atas suatu kasus. Apakah kasus tersebut termasuk
dalam malpraktek atau bukan. Selain itu untuk menentukan apakah pelaku dapat
tersebut tentu saja kembali kepada keputusan hakim yang menangani suatu kasus
ini melanggar salah satu kode etik perawat pada Bab I tentang kewajiban perawat
terhadap klien dan masyarakat, yaitu pada butir (1) yang berbunyi: “setiap
perawat senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
golongan, bangsa dan agama. Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh
wadah profesi perawat yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan
penyelesaiannya bukan lagi menjadi wewenang dari IBI sebagai wadah profesi
dan pengawas dari orang-orang yang berprofesi sebagai perawat. Akan tetapi,
penyelesaian kasus tersebut harus berdasarkan kepada hukum atau aturan yang
ada di dalam hukum perdata. Dalam hal ini penyelesaian kasus malpraktek yang
termasuk dalam kategori malpraktek perdata dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu cara litigasi (melalui proses peradilan) dan cara non litigasi (diluar proses
peradilan).
Apabila dipilih cara litigasi atau melalui proses peradilan, maka pasien
Hal-hal yang sering dijadikan dasar dalam menggugat perawat secara perdata
adalah:
a. wanprestasi (Pasal 1371 KUHPerdata)
tentang kebenaran suatu gugatan berdasarkan bukti-bukti yang sah dan kemudian
putusan tentang jumlah uang ganti rugi yang layak dibayar oleh tergugat kepada
Apabila dipilih cara non litigasi atau diluar proses peradilan, maka kedua
belah pihak, yaitu pasien dan perawat berupaya untuk mencari kesepakatan
dimulainya persidangan.
damai yang dilakukan diluar jalur litigasi.26 Hal ini disebabkan karena tenaga
malpraktek pidana, maka kasus tersebut harus diselesaikan melalui jalur litigasi.
Karena berbeda dengan hukum perdata yang bertujuan untuk mencari perdamaian
antara kedua pihak yang bersengketa atau dalam hal ini adalah tenaga kesehatan
umum bersama. Berbicara hukum pidana berarti berbicara tentang hukum publik.
malpraktek, maka hukum harus tetap diberlakukan padanya, karena kalau tidak,
berarti kita tidak mendidik kepada masyarakat pada umumnya untuk sadar
terhadap hukum yang berlaku, sehingga selanjutnya akan sangat sulit untuk
kasus tersebut, apakah terdakwa diputuskan bersalah dan dijatuhi sanksi pidana
dalam perawatg yang berkaitan dengan kasus tersebut. Hal ini diperlukan karena
kasus malpraktek adalah kasus yang menyangkut dua perawatg yang berlainan,
yaitu perawatg hukum dan perawatg kesehatan. Oleh karena itu diperlukan
sesuai dengan kasus malpraktek yang terjadi. Dalam kasus malpraktek yang
dilakukan oleh perawat, maka saksi ahli yang diajukan adalah saksi ahli yang
atau penuntut umum yang dituangkan dalam satu bentuk laporan dan dibuat
tersebut. Apabila hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan disidang diminta
atau janji yang diucapkan dimuka sidang mengenai kebenaran keterangannya yang
diberikan sebagai saksi ahli ini harus dibedakan dengan sumpah atau janji yang
diucapkan pada waktu menerima jabatan atau pekerjaan (sumpah jabatan) Adanya
keharusan bagi saksi ahli untuk mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan
perawatg keahliannya itu dapat berlaku bagi dokter ahli kedokteran kehakiman,
atau dokter atau ahli lainnya, merupakan hal yang wajib demi keadilan diatur
kekuatan pembuktian bebas, hakim bebas menilai dan tidak ada keharusan untuk
menerima kebenaran keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli tersebut.28
Oleh karena itu bila hakim kurang atau belum yakin, dapat meminta
ulang dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunya
wewenang untuk itu. Hal ini dapat ditemukan dasar hukumnya dalam Pasal 180
melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah perawat tersebut
MPA dan MPEB adalah untuk memberikan penilaian apakah seorang perawat
dalam melaksanakan tugasnya telah sesuai dengan kode etik perawat atau tidak.
Salah satu alasan dibentuknya MPA dan MPEB adalah karena perawat dalam
melaksanakan tugas profesinya kadang kala diprotes oleh keluarga pasien bahwa
atau kelalaian dari keluarga pasien itu sendiri seperti pertolongan keluarga
sebelum pergi ke perawat. Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan
atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian perawat, dan
perawat tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka
yang berhak menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian tenaga
Kesehatan (MDTK).
Tahun 1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas
untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan
mandiri dan non struktural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana
Namun sampai saat ini peran MDTK dalam penanganan kasus malpraktek atau
kasus yang berkaitan dengan tenaga kesehatan masih kurang optimal. Hal ini
muka pengadilan.
Perkara
Terdakwa Afrina Br. Sembiring telah didatangi saksi korban Henny Vivi
Yulianty bersama adik saksi korban di Klinik Bersalin Sari Buana milik terdakwa
di Jl. Setia Budi Medan pada pukul 09.00 WIB dengan mengatakan bahwa saksi
kesehatan pasien dan bayinya yang pada waktu itu kondisi kesehatan saksi korban
Henny Vivi Yulianty dan bayinya dalam keadaan sehat, kemudian terdakwa
ketahui bahwa bukaan jalan lahir bayi saksi korban sebesar 3 cm dan diperkirakan
masih lama lagi. Lalu terdakwa menyarankan saksi korban untuk jalan-jalan
disekitar klinik kurang lebih lima menit. Kemudian sekitar pukul 13.00 terdakwa
tenaga,pemasangan infus tersebut telah disetujui oleh saksi korban Henny Vivi
Yulianty dan menurut pengakuan saksi korban, saksi Hastaricka alias Adek, saksi
Yusrah Nasution, dan saksi Denny Armaya alias Deni, 10 menit kemudian saksi
korban di SINTO (obat perangsang untuk cepat melahirkan) melalui jarum infus
Kemudian pada pukul 17.00 WIB jalan lahirnya sudah lengkap 10 cm dan
disitulah saksi korban Henny Vivi Yulianty melahirkan dengan kondisinya ketika
itu agak lemah dan saksi korban Henny Vivi Yulianty melahirkan dalam keadaan
normal tanpa menggunakan ekstraksi Vakum dan juga tidak dengan dioperasi lalu
Pada pukul 18.00 WIB terdakwa melihat darah masih keluar sedikitsedikit
dari vagina saksi korban Henny Vivi Yulianty dan pada pukul 20.00 terdakwa
melihat saksi korban agak gelisah dan lemah dan perutnya agak kembung dan
“Jangan Cemas” dan membiarkannya begitu saja, lalu keluarga saksi korban
bersikeras agar saksi korban dibawa ke Rumah Sakit untuk ditangani lebih
intensif, lalu terdakwa menyarankan untuk dirujuk ke Rumah Sakit Vina Estetica.
Waktu itu pihak keluarga saksi korban yaitu bapak saksi korban meminta ke
Rumah Sakit Tentara, namun terdakwa menyarankan kepada mereka, saksi agar
dirujuk ke Rumah Sakit Vina Estetica karena Dr.Jhon Robert Simanjuntak, SpOG
sebagai Dokter Konsul terdakwa bisa menangani pasien di Rumah Sakit Vina
SpOG melalui Hp nya bahwa terdakwa membawa saksi korban ke Rumah Sakit
Vina Estetica.
Kemudian pada malam itu juga sekitar pukul 20.00 WIB terdakwa
bersama keluarga saksi korban membawa saksi korban ke Rumah Sakit Vina
Setibanya di Rumah Sakit Vina Estetica adalah sekitar pukul 20.30 WIB
dan selanjutnya saksi lorban ditangani oleh pihak Rumah Sakit Vina Estetica
Sesuai dengan Resume Medik Rumah Sakit Vina Estetica tanggal 5 Agustus
2004 yang ditandatangani oleh Dr. Jhon Robert Simanjuntak, SpOG selaku dokter
yang merawat saksi korban dan R. Sinaga, Bsc,SE selaku Direktur Umum, bahwa
pada tanggal 1 Juli 2004 telah dilakukan operasi buka perut (laparatomi) yang
dijumpai robekan rahim dan robekan dinding kemaluan bagian atas dan dijumpai
Dakwaan:
berikut:
Pertama:
Bahwa dia terdakwa Afrina Br. Sembiring pada hari Kamis tanggal 01 Juli
2004 sekira pukul 16.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan
April tahun 2006, bertempat di Klinik Bersalin Sari Buana Jl. Setia Budi No.106
Tanjung Sari Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih
tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan
Perbuatan ia terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) UURI
Atau kedua:
Bahwa terdakwa Afrina Br Sembiring pada waktu dan tempat seperti tersebut
orang lain mendapat luka-luka berat, yang dilakukan dalam menjalankan suatu
Perbuatan ia terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 361 KUHP.
Atau ketiga:
Bahwa dia terdakwa Afrina Br. Sembiring pada waktu dan tempat seperti tersebut
Perbuatan ia terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 360 KUHP.
Tuntutan Hukum:
1. Menyatakan terdakwa Afrina Br. Sembiring telah terbukti secara sah dan
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) UU No.23
2 bulan kurungan.
Fakta-Fakta Hukum:
Saksi Henni Vivi Yulianty alias Heni, setelah bersumpah menurut agama islam
- Bahwa saksi menerangkan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ketika
selaku perawat di Klinik Bersalin Sari Buana Jl. Setia Budi No. 106 Medan
HASTARICKA alias ADEK pergi ke Klinik Bersalin Sari Buana di Jl. Setia
pada hari kamis, tanggal 01 Juli 2004 sekitar pukul 09.00 WIB, dan setiba di
dan selesai itu lebih kurang 10 menit kemudian saksi di SINTO (obat
Buana, dan hasil pemeriksaan sehat, bahkan saksi korban dengan ditemani
ketiga pada hari kamis, tanggal 01 Juli 2004 sekitar pukul 09.00, yang
perangsang untuk bayi lahir dengan cara di SINTO (obat perangsang untuk
seperti ingin melahirkan saja dan kemudian barulah sekitar pukul 14.30
WIB, saksi melahirkan anaknya yang ketiga dengan berat badan bayi 3,9
pendarahan yang hebat yang akhirnya saksi dirujuk ke RSU Vina Estetica
Medan dan kemudian ditolong oleh dr. Jhon Robert S. Sp.OG. dan ketika
dilakukan operasi barulah kelihatan bahwa rahim saksi telah robek akibat
melahirkan yang ditangani oleh Perawat Afrina Br. Sembiring di Klinik Sari
Buana Jl. Setia Budi Medan dan akhirnya saksi ditolong dengan cara
Saksi Hastaricka alias Adek, setelah bersumpah menurut agama Islam didepan
- Bahwa saksi menerangkan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ketika
oleh Perawat Afrina Br. Sembiring selaku Perawat di Klinik Bersalin Sari
Buana Jl. Setia Budi No. 106 Medan ketika kakak saksi Henni Vivi Yulianty
Henni Vivi Yulianty pergi ke Klinik Bersalin Sari Buana di Jl. Setia Budi
No. 106 Medan dengan berboncengan menggunakan sepeda motor pada hari
kamis, tanggal 01 Juli 2004 sekitar pukul 09.00 WIB, dan setiba di Klinik
tersebut, kakak saksi diperiksa langsung oleh Perawat Afrina Br. Sembiring
dan selesai itu lebih kurang 10 menit kemudian kakak saksi bernama Henni
- Bahwa saksi menerangkan ketuban Henni Vivi Yulianty pecah sekitar pukul
13.00 WIB, dan kemudian pada pukul 14.30 WIB, Henni Vivi Yulianty
melahirkan anaknya yang ketiga dengan berat 3,9 Kg, namun selama proses
kedalam lobang kemaluan kakak saksi Henni Vivi Yulianty untuk berusaha
kesakitan.
melahirkan, Henni Vivi Yulianty mengalami pendarahan dan ketika itu tidak
ada tindakan Perawat Afrina Br. Sembiring terhadap kakak saksi dan
tidak berhenti, dan kondisi Henni Vivi Yulianty semakin lemah saja, maka
pada malam itu juga, Henni Vivi Yulianty dirujuk ke RSU Vina Estetica.
dr. Jhon Robert S. Sp.OG. dan kemudian pada malam itu juga sekitar pukul
23.30 WIB, kakak saksi Henni Vivi Yulianty di operasi pengangkatan rahim
dengan alasan rahim Henni Vivi Yulianty telah robek akibat melahirkan di
Saksi Denny Armaya alias Deni, setelah bersumpah menurut agama Islam
Saksi Wiwiek Devita alias Wiwik, setelah bersumpah menurut agama Islam
Saksi Dr. Jhon Robert simanjuntak Sp.OG., setelah bersumpah menurut agama
- Bahwa saksi menerangkan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ketika
adalah karena pasien tersebut ketika dirujuk dari Klinik Bersalin Sari Buana
yang ditangani oleh Perawat Afrina Br. Sembiring kepada Rumah Sakit
yang hebat dan kemudian dilakukan tindakan operasi dan pada saat operasi
rahim.
bertanggung dan setuju dilakukan operasi dan pada saat operasi, saya
memberikan penjelasan bahwa rahim tidak bisa dipertahankan lagi dan harus
diangkat dan pada waktu itu keluarga pasien dalam hal ini orangtua kandung
anaknya yang ketiga tanggal 01 Juli 2004 yang ditangani oleh Perawat
Afrina
Garu I medan yaitu pada tanggal 19 Juni 2004 sekitar pukul 19.00 WIB
dengan ditemani oleh Perawat Afrina Br. Sembiring dan hasil pemeriksaan
USG saksi ketika itu Henni Vivi Yulianty berikut bayinya dalam keadaan
sehat dan waktu itu usia kehamilan 38 minggu, detak jantung janin positif,
letak kepala, air ketuban cukup, kondisi ibu (Henni Vivi Yulianty) sehat
Saksi Ahli Dr. Jenius L.Tobing Sp.OG., setelah bersumpah menurut agama
- Bahwa saksi menerangkan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ketika
karena memiliki keahlian FETO MATERNAL (Janin dan Ibu) atau Ilmu
- Bahwa saksi menerangkan dirinya tidak ada hubungan famili atau keluarga
dengan Henni Vivi Yulianty dan juga Perawat Afrina Br. Sembiring.
- Bahwa saksi setelah membaca Resume Medik An. Henni Vivi Yulianty
tekanan darah 50/30 mm Hg s/d tidak terukur dengan HB 5,3 g/11. hasil
rongga perut, diduga terdapat robekan rahim. Dan kemudian pada saat
dilakukan operasi buka perut dijumpai robekan rahim dan robekan dinding
Vivi Yulianty sehingga terjadi pendarahan dan luka pada rahim Henni Vivi
Yulianty.
pendarahan dari luka robekan rahim korban Henni Vivi Yulianty adalah
yang diberikan oleh Perawat Afrina Br. Sembiring, karena anak yang
dilahirkan oleh Henni Vivi Yulianty tersebut terhitung besar (3,9 Kg sesuai
dengan surat Kelahiran dari Klinik Bersalin Sari Buana tempat korban
robek pada rahim sehingga terjadinya pendarahan pada pasien Henni Vivi
Yulianty.
- Bahwa saksi menerangkan menurut tanggapan saksi selaku saksi ahli setelah
Henni Vivi Yulianty dan juga Surat Keterangan Kelahiran dari Klinik
Bersalin Sari Buana, tindakan Perawat Afrina Br. Sembiring tidak sesuai
dokter.
Keterangan Terdakwa:
proses persalinan pasien Henni Vivi Yulianty ketika melahirkan anak pasien
yang ketiga pada hari kamis, tanggal 01 Juli 2004 sekitar pukul 15.30 di
Klinik Bersalin Sari Buana Jl. Setia Budi No. 106 Tanjung Sari Medan.
- Bahwa terdakwa mengaku dirinya tidak ada hubungan famili atau keluarga
- Bahwa terdakwa mengaku kondisi kesehatan Henni Vivi Yulianty dan bayi
ketiga di Klinik miliknya tersebut dengan keadaan normal dengan berat 3,9
Kg dan tinggi 50 cm, namun setelah melahirkan terdakwa mengaku Henni
ke Rumah Sakit Vina Estetica pada hari kamis, yanggal 01 Juli 2004 sekitar
dari Henni Vivi Yulianty dan itu diketahui terdakwa karena terdakwa sendiri
- Bahwa terdakwa mengaku tindakan yang dilakuka oleh Dr. Jhon Robert
melahirkan.
Barang Bukti:
Nihil
Surat :
1. Resume Medik RSU Vina Estetica Medan yang ditandatangani oleh Dr.
Jhon Robert Simanjuntal Sp.OG dan Direktur Umum RSU Vina Estetica
No.440/4286/IV/2006.
5. Surat Izin Praktik Perawat Afrina Br. Sembiring tanggal 27 Februari 2002
kepada Afrina Br. Sembiring pada tanggal 11 April 2002 yang berlaku
Amar Putusan:
penjara selama 3 (tiga) bulan, denda Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) subsidair
Nihil
Rp. 1000,-.
2. Analisis Kasus
Amar putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan menjatuhkan
hukuman kepada terdakwa Afrina Br. Sembiring tentu saja di ambil berdasarkan
persidangan.
keterangan terdakwa dan alat bukti, tidak ada yang dapat mendukung terdakwa.
Selain itu tidak adanya pembelaan dari terdakwa, juga membuktikan bahwa
ringannya.
yaitu:
Yang memberatkan:
meringankan :
ibu hamil yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)” yang
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
a. Dengan Sengaja
Dalam lapangan teori hukum pidana ada tiga macam kesengajaan, yaitu:
eventualis)
Dalam kasus ini, kesengajaan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bentuk
sepatutnya terdakwa menyadari atau mengetahui akibat yang mungkin terjadi dari
Terlebih lagi, ketika usia kandungan korban atau sekitar dua minggu sebelum
korban melahirkan, korban dengan ditemani oleh terdakwa pergi untuk melakukan
pemeriksaan USG di tempat praktik Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG yang
pemberian SINTO (obat perangsang untuk cepat melahirkan) kepada korban, ada
kemungkinan terjadi akibat yang negatif terhadap korban. Seperti keterangan yang
diberikan oleh saksi ahli Dr. Jenius L. Tobing Sp.OG, bahwa kemungkinan
penyebab terjadinya pendarahan dari luka robekan rahim korban adalah akibat
dengan pengetahuan dan keahliannya dalam perawatg Feto Maternal (janin dan
ibu) atau ilmu keperawatan, setelah membaca Resume Medik korban, bahwa anak
yang dilahirkan oleh korban tersebut terhitung besar (3,9 Kg sesuai dengan surat
Kelahiran dari Klinik Bersalin Sari Buana tempat korban melahirkan). Oleh
karena itu rangsangan yang begitu kuat dari pengaruh SINTO (obat perangsang
untuk cepat melahirkan) tersebut, dapat mengakibatkan luka robek pada rahim
semua tindakan atau langkah yang dilakukan atas pasien sehingga dalam
Dalam hal ini yang menjadi obyek dari tindakan medis adalah ibu hamil. Dengan
kata lain dalam kasus ini tidak hanya menyangkut keselamatan ibu hamil atau
pasien itu saja, tetapi juga menyangkut bayi yang sedang dikandungnya. Seperti
Dalam kasus ini terdakwa telah melakukan kesalahan, mulai dari tindakan
SINTO (obat perangsang untuk cepat melahirkan) kepada pasien. Yang menjadi
penyebab terjadinya pendarahan pada korban akibat luka robekan rahim sehingga
rahim korban terpaksa diangkat untuk keselamatan jiwa korban. Kesalahan yang
medis yang akan dilakukan kepada pasien kepada dokter konsul terdakwa yang
adalah Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG. Padahal mengenai pemberian SINTO
tindakan medis yang akan dilakukan oleh terdakwa kepada dokter konsul
terdakwa, mungkin dokter konsul terdakwa dapat memberikan saran yang lebih
bailk kepada terdakwa, mengenai tindakan medis yang harus diberikan kepada
korban/pasien. Hal ini tidak hanya didasarkan pada kemampuan dan keahlian
yang dimiliki oleh dokter konsul terdakwa, akan tetapi juga berdasarkan fakta
ditemani terdakwa. Hal ini berarti bahwa dokter konsul terdakwa juga mengetahui
15:
ayat (1):Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan:
tersebut.
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
keluarganya.
adalah dasar hukum peniadaan hukuman dari tenaga kesehatan yang melakukan
penjelasan atas Pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan ini yang menyebutkan mengenai
ketentuan Pasal 15 ayat (1) ini tidak hanya mengenai tindakan medis yang berupa
pengguguran kandungan saja. Akan tetapi juga tindakan medis lain yang bertujuan
Dalam kasus ini, Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan ini berlaku
sebagai peniadaan hukuman bagi tindakan medis yang dilakukan oleh Dr. Jhon
Simanjuntak Sp.OG tersebut, tidak dapat dikenakan pidana, karena perbuatan Dr.
Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 15
ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan. Tujuan dari tindakan medis yang dilakukan
oleh Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG tersebut adalah untuk menyelamatkan
jiwa korban/ pasien. Karena apabila tidak dilakukan tindakan medis tersebut,
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan tidak dapat berlaku
sebagai peniadaan hukuman. Dengan kata lain perbuatan atau tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Kesehatan.
pemberian SINTO (obat perangsang untuk cepat melahirkan) kepada korban tidak
Selain itu perbuatan atau tindakan medis yang dilakukan oleh terdakwa yaitu
pemberian SINTO (obat perangsang untuk cepat melahirkan) kepada korban tidak
untuk itu. Atau dalam hal ini dilakukan tanpa izin dokter yang berwenang. Dengan
kata lain tidak ada pendelegasian wewenang untuk melakukan tindakan medis
tersebut.
Terlebih lagi ternyata terdakwa, selain tidak memiliki kewenangan untuk
kewenangan sama sekali untuk melakukan tindakan medis apapun. Atau dengan
melalui Surat Izin Praktek Perawat (SIPB) dan Surat Izin Perawat (SIB) telah
kepada masyarakat.
yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan menjatuhkan hukuman atau pidana
kepada terdakwa. Karena terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
ibu hamil yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2)” yang
diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Selain karena telah terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam
Pasal 80 ayat (1) UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menurut penulis
masih ada lagi satu faktor yang menjadi dasar persetujuan penulis terhadap
putusan majelis hakim yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Yaitu tidak
pihak keluarga korban memaksa agar korban dibawa ke Rumah Sakit untuk dapat
ditangani lebih intensif baru terdakwa merujuk korban ke Rumah Sakit Vina
Rumah Sakit agar dapat ditangani oleh dokter yang memiliki keahlian yang lebih,
keperawatan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan melalui SIB dan SIPB telah
habis masa berlakunya dan belum diperbaharui. Seharusnya sebelum IB dan SIPB
Hal ini adalah salah satu bukti kurangnya pengawasan dari pemerintah
melalui Dinas Kesehatan maupun oleh IBI sebagai wadah organisasi perawat di
Indonesia.
Apabila ada tenaga kesehatan yang menjalankan pratek tidak sesuai dengan
bersangkutan.
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada masyarakat tentu saja
hal itu akan meningkatkan citra IBI di mata masyarakat dan meningkatkan
kesehatan.
kepada masyarakat buruk, hal itu akan menjatuhkan citra IBI di mata masyarakat
keperawatan walaupun tanpa memiliki izin adalah karena faktor ekonomi. Karena
tanpa memiliki izin adalah agar terdakwa dapat mendapatkan uang sebagai
imbalan atas jasa pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan yang diberikan
medis yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban yaitu pemberian SINTO
pendarahan pada vagina korban yang disebabkan oleh robekan pada rahim korban
sehingga rahim korban terpaksa diangkat dan mengakibatkan korban tidak dapat
melahirkan lagi.
memiliki wewenang untuk melakukan tindakan medis apapun, karena izin yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan melalui SIB dan SIPB telah habis masa
perangsang kelahiran) harus dengan izin dokter. Sedangkan pada saat memberikan
SINTO (obat perangsang kelahiran) kepada korban, terdakwa tidak ada meminta
memberikan izin.
medis tanpa memiliki izin dapat dikesampingkan, yaitu pada situasi dan kondisi
tertentu. Misalnya pada daerah terpencil yang tidak memiliki tenaga kesehatan
tersebut dikota Medan, yang merupakan kota besar dan memiliki banyak tenaga
Dengan kata lain, pada kasus ini sebenarnya terdakwa memiliki pilihan
lain yang lebih baik untuk menangani korban. Yaitu dengan sejak awal merujuk
korban kepada perawat atau dokter yang memiliki wewenang yang menurut
syarat dilakukannya tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yaitu dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu dan
tim ahli.
wewenang dan izin untuk menjalankan praktek keperawatan adalah tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 15 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan. Dan oleh karena itu
Kesehatan.
A. Kesimpulan
perawat adalah:
c. Faktor Ekonomi
malpraktek yang dilakukan oleh perawat. Akan tetapi banyak pula dari
Atau dengan kata lain tidak dapat dibuktikan secara hukum mengenai
kesalahan yang dilakukan oleh perawat sehingga para tersangka dapat terbebas
dari hukuman. Hal ini disebabkan karena dalam proses pemeriksaan perkara di
oleh perawat terdapat pendapat beberapa sarjana yang dapat dijadikan acuan.
apakah kasus yang ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau
apakah si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut
dilakukan oleh wadah profesi perawat yaitu IBI. Dan pemberian sanksi
yuridis dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan
atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian perawat,
dan perawat tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi,
maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada perawat
B. Saran
masyarakat puas dan perawat pun dapat terhindar dari tuntutan malpraktek.
4. Kiranya masyarakat pun dapat mengerti bahwa tidak semua akibat negatif
yang timbul sebagai akibat dari kesalahan perawat, karena mungkin saja hal
tersebut adalah kecelakaan medik atau hal-hal lain yang tidak dapat
dihindarkan.