Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Konsepsi

2.1.1 Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian

kegiatan atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama, karena orang mengalami

stimulus yang berbeda-beda, orang yang membentuk konsep sesuai dengan

pengelompokan stimulus dengan cara tertentu. Dahar dan Ratna Wilis (Wahyuni,

2019). Jadi konsep adalah abstraksi-abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan tidak

ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang persis sama, konsep yang dibentuk

setiap orang mungkin juga berbeda.

Konsep juga merupakan benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi atau

yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau

symbol. D. Hammer( Wahyuni, 2019) Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri

sesuatu yang mempermudahkan manusia untuk untuk berkomunikasi dengan yang

lainnya dan yang memungkinkan manusia berfikir. Untuk menguasai konsep

seseorang harus mampu membedakan antara benda satu dengan benda yang lainnya.

10
11

a Pentingnya memahami konsep

Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan manusia dapat berbuat

sesuatu. Ini dapat diartikan bahwa tanpa menguasai konsep bidang studi tertentu,

manusia tidak akan dapat mengembangkan konsep lainnya dengan benar, contoh

yang sederhana, apabila ada dua benda yang dijatuhkan dari ketinggian yang sama,

benda manakah yang jatuh lebih dulu ? pemikiran siswa akan menjawab bahwa benda

yang lebih berat akan jatuh lebih dulu, padahal hal ini belum tentu benar. Ada

beberapa hal yang mempengaruhi gerak jatuh benda. Apabila tidak menguasai konsep

ini dengan benar, maka hingga tingkatan selanjutnya siswa akan tetap mengalami

kesalahan dalam pertanyaan tersebut yang akan berdampak terhadap pencapaian hasil

belajar siswa. Samatowa ( Wahyuni, 2019). Dari uraian yang singkat ini jelas lah

penguasaan konsep-konsep Biologi, Fisika dan juga bidang ilmu yang lain bagi

kelangsungan hidup dan peningkatan kesejahteraan manusia. Jadi tafsiran konsep

oleh seseoranglah yang disebutkan konsepsi.

2.1.2 Konsepsi

Konsepsi adalah hasil dari pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus).

Konsepsi merupakan deskripsi seseorang tentang konsep. Deskripsi tentang suatu

konsep berisi ciri-ciri khas dari kenyataan yang ditandai dengan konsep tersebut.

Sutrisno. L, Kresnadi dan Kartono ( Wahyuni, 2019). Walaupun dalam IPA

kebanyakan konsep mempunyai arti yang jelas, bahkan yang sudah disepakati oleh
12

para ilmuwan, tetapi konsepsi pembelajaran berbeda-beda. Berdasarkan pengertian di

atas, konsepsi merupakan gambaran yang dimiliki setiap orang atas pengalaman atau

apa yang mereka dapatkan, karna gambaran atau tafsiran setiap orang berbeda maka

akan lahir konsepsi yang beragam dari setiap orang.

2.2 Prakonsepsi dan Miskonsepsi

2.2.1 Prakonsepsi

Prakonsepsi adalah pemahaman awal yang dimiliki anak terhadap fenomena

lama sebelum mereka mempelajarinya secara formal disekolah. Sebagai contoh :

ketika guru mengajarkan bab fluida statis, peserta didik sudah memiliki beberapa

pengetahuan yang menyangkut bab tersebut, sedikit atau banyak, benar atau salah,

karna pengalamannya itu mereka telah memiliki konsepsi-konsepsi yang belum tentu

sama dengan konsepsi ilmuwan. Konsepsi atau persepsi itulah yang disebut dengan

prakonsepsi Ibrahim Rofi’I ( Wahyuni, 2019). Maka dapat disimpulkan bahwa

prakonsepsi adalah pengetahuan awal yang dimiliki seseorang sebelum mengalami

sendiri keadaan yang sebenarnya.

2.2.2 Miskonsepsi

Konsepsi siswa dapat berbeda dengan fisikawan. Konsepsi fisikawan pada

umumnya akan lebih canggih, lebih komplek, lebih rumit, melibatkan lebih banyak

hubungan antar konsep dari pada konsepsi siswa. Kalau konsepsi siswa sama dengan
13

konsepsi fisikawan yang disederhanakan tidaklah dikatakan salah, tetapi jika konsepsi

siswa bertentangan dengan konsepsi fisikawan maka dikatakan siswa mengalami

miskonsepsi. Contohnya beberapa siswa memahami bahwa benda yang diam di atas

meja tidak memiliki gaya yang bekerja pada benda tersebut. Siswa beralasan karena

benda itu diam saja di atas meja. Padahal menurut konsep fisika benda itu

mempunyai gaya yang bekerja pada meja. Benda yang tetap diam karena gaya

reaksinya, meja melakukan gaya reaksi terhadap benda tersebut yang besarnya sama

tetapi arahnya berlawanan.

Menurut Soparno (PGSD UNP), mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah

konsep menunjuk: ” pada salah satu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah yang di terima pakar di bidang itu”. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep

awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar diantara konsep-konsep, gagasan intuitif

atau pandangan naif. Sebagian siswa masih menggunakan intuisi untuk menjawab

soal tentang bola besi dan bola plastik yang dijatuhkan bebas dari ketinggian yang

sama. Mereka menganggap bola besi akan jatuh terlebih dahulu, padahal menurut

prinsip fisika, kedua benda akan jatuh dengan percepatan yang sama dan waktu yang

di tempuh hingga menyentuh tanahpun sama (jika tidak ada unsur lain yang

mempengaruhi).

Menurut Brow : Supomo, 2005:4 (PGSD UNP) mendifinisikan: ” miskonsepsi

sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang di

terima”. Sedangkan Fowler : Suparno, 2005:5 (PGSD UNP) memandang miskonsepsi


14

“sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah,

klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan

hubungan hirarkhis konsep-konsep yang tidak benar”. Contoh penerapan konsep

tentang air mengalir sebagian pengajar di SD yang memberikan konsep bahwa air

selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Padahal pada air

mancur, air mengalir dari bawah ke atas. Pengajar perlu menyampaikan konsep

tentang aliran air bahwa air dipengaruhi tekanan, agar konsep dari SD tidak terbawa

sampai jenjang pendidikan berikutnya.

2.2.3 Derajat Pemahaman Konsep

Menurut Abraham & Merek : Affandy Siregar :2011: 18-20 ( Manalu &

Panjaitan), derajat pemahaman siswa dapat digolongkan menjadi enam derajat

pemahaman, yaitu:

1. Memahami konsep

2. Memahami sebagian tanpa salah konsep

3. Memahami sebagian ada salah konsep

4. Miskonsepsi

5. Tidak memahami

6. Tidak ada respon


15

Derajat pemahaman pertama dan kedua masuk dalam kategori memahami

konsep.Derajat pemahaman ketiga dan keempat masuk dalam kategori

miskonsepi.Yang terakhir derajat pemahaman kelima dan keenam termasuk kategori

tidak memahami konsep. Secara lengkap kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel

2.1.

Tabel 2.1

Kategori Derajat Pemahaman Konsep

Derajat Pemahaman Kategori


o Memahami sebagian atau kosong
1. tidak ada respon
o Menjawab “Saya tidak tahu”
o Mengulangi pertanyaan
2. Tidak o Menjawab tetapi tidak berhubungan
memahami dengan pertanyaan dan tidak jelas

3. Miskonsepsi o Menjawab dengan penjelasan tidak logis

o Jawaban menunjukkan konsep yang


4. Memahami
dikuasai tetapi ada pernyataan dalam
sebagian ada
jawaban yang menunjukkan miskonsepsi
miskonsepsi

o Jawaban menunjukkan hanya sebagian


5. Memahami
konsep yang dikuasai tanpa ada
sebagian

6. Memahami o Jawaban menunjukkan semua konsep


konsep dipahami dengan semua jawaban benar
16

Berdasarkan pengelompokan di atas, maka dapat ditentukan indikator derajat

pemahaman konsep. Indikator derajat pemahaman tersebut dapat di lihat pada Tabel

2. 2

Tabel 2.2

Indikator Derajat Pemahaman Konsep

Kategori Derajat Pemahaman Indikator

a. Tidak ada
jawaban/ kosong.
b. Menjawab “Saya
tidak tahu”.
c. Mengulang
1. Tidak  Tidak ada respon pertanyaan.
memahami  Tidak memahami d. Menjawab tetapi
tidak
berhubungan
dengan
pertanyaan atau
tidak jelas

a. Menjawab dengan
penjelasan tidak
logis
b. Penjelasan
 Miskonsepsi menunjukkan ada
 Memahami sebagian konsep yang
2. Miskonsepsi
dengan miskonsepsi dikuasai, tetapi
ada pernyataan
dalam jawaban
yangmenunjukka
n miskonsepsi.

3. Memahami  Memahami sebagian


 Memahami konsep a. Jawaban
menunjukkan
17

hanya sebagian
konsep yang
dikuasai tanpa
adanya
miskonsepsi
b. Jawaban
menunjukkan
konsep dipahami
dengan semua
penjelasan benar.

2.2.4 Penyebab Miskonsepsi

a. Siswa

Miskonsepsi yang disebabkan dari siswa dapat bermacam-macam, seperti

prakonsepsi siswa sebelum memperoleh materi pelajaran, lingkungan, teman,

pengalaman dan minat. Secara filosofi terjadinya miskonsepsi dapat dijelaskan

dengan filsafat konstruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan di bentuk

oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang

dipelajari. Karena siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya maka ada

kemungkinan terjadi kesalahan dalam mengkonstruksi. Hal ini disebabkan karena

siswa belum terbiasa mengkonsep IPA secara tepat, belum mempunyai kerangka

ilmiah yang dapat digunakan sebagai standar. Miskonsepsi IPA banyak terjadi

disebabkan oleh pemahaman pada diri siswa sendiri, hal ini kemungkinan

dikelompokan menjadi : prakonsep atau konsep awal siswa, pemikiran asosiatif,


18

pemikiran humanistik, penalaran yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap

perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dan minat belajar siswa.

b. Buku

Buku diktat yang salah dalam mengungkapkan konsep berdampak pada

kebingungan siswa dalam memahami konsep sehingga memunculkan miskonsepsi.

Kesalahan yang kiranya perlu mendapat perhatian dan penekanan dalam buku diktat

adalah soal, gambar, grafik, skema, tabel, penulisan rumus dan konstanta.

c. Konteks

Menurut Suparno, 2005:72 (PGSD UNP), kesalahan siswa dapat berasal dari

kekacauan penggunaan bahasa antara bahasa sehari-hari dengan bahasa ilmiah.

Sehingga Mc Clleand : Suparno, 2005:72 (PGSD UNP) menganjurkan guru/dosen

dalam memberikan definisi dengan jelas tidak menggunakan bahasa yang ambigu

serta melatih siswa dengan cara yang sama. Miskonsepsi dapat disebabkan

pengalaman sehari-hari siswa yang tidak sesuai dengan konsep IPA, maka pengajar

harus mengungkapkan asal dari pengalaman yang menyebabkan miskonsepsi untuk

mengetahui penyebabnya, kemudian membetulkan dengan konsep yang benar dengan

memberikan pengalaman yang sesuai dengan konsep IPA.


19

d. Metode mengajar

Menurut suparno, 2005:82 (PGSD UNP) , cara mengajar yang dapat menjadi

penyebab khusus miskonsepsi diantaranya yaitu : hanya menggunakan metode

ceramah dan menulis, langsung kebentuk matematis, tidak mengungkapkan

miskonsepsi siswa, tugas tidak dikoreksi, model analogi, model pratikum dan diskusi

yang tidak sesuai langkah-langkah yang ditentukan. Metode mengajar yang hanya

menekankan salah satu segi dari kebenaran yang diajarkan dan kefanatikan terhadap

salah satu jenis metode mengajar perlu dihindari karena akan membatasi cara

pandang kita terhadap masalah pengetahuan. Selain itu metode mengajar yang tidak

tepat terhadap situasi, kondisi materi yang diajarkan dapat memunculkan miskonsepsi

pada diri siswa, sehingga guru harus memilih dan menggunakan metode mengajar

yang tepat agar penyampaian konsep dapat dipahami siswa. Secara skematis

penyebab miskonsepsi Suparno, 2005: 53 (PGSD UNP) yang telah diuraikan dapat

dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Penyebab Miskonsepsi Siswa

Sebab Utama Sebab Khusus


 Siswa
 Prakonsepsi
 Pemikiran assosiatif
 Pemikiran humanistik
 Reasoning yang tidak
20

lengkap/salah
 Intuisi yang salah
 Tahap perkembangan kognitif
Siswa
 Kemampuan siswa
 Minat belajar siswa

 Tidak menguasai bahan, tidak


kompeten
 Guru/Pegajar  Bukan lulusan dari bidang ilmu
fisika
 Relasi guru- siswa tidak baik

 Penjelasan Keliru
 Salah tulis, terutama rumus
 Tingkat kesulitan penulisan buku
 Buku Teks
terlalu tinggi bagi siswa
 Siswa tidak tahu membaca buku
teks

 Pengalaman siswa
 Bahasa sehari-hari berbeda
 Konteks
 Teman diskusi yang salah

 Hanya berisi ceramah dan


menulis
 Langsung ke dalam bentuk
 Cara Mengajar matematika
 Tidak mengungkapkan
miskonsepsi siswa

2.2.5 Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Untuk mendeteksi terjadinya miskonsepsi menurut Beneerjee,1991:

Furio,2000: Wilarjo,1998: Sudarmo,2005:68 (PGSD UNP) dapat dilakukan berbagai


21

cara antara lain : melalui tes diagnostik, wawancara mendalam, dan diskusi interaktif

dalam kelas. Langkah-langkah untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu :

a. Melakukan tes diagnostik pada awal pembelajaran atau pada setiap akhir

suatu pembahasan yang bentuknya dapat berupa tes objektif pilihan ganda

atau bentuk lain seperti menggambar diagram fisis atau vektoris, grafis, atau

penjelasan dengan katakata.

b. Memberikan pertanyaan, pertanyaan terbalik (reverse question) atau

pertanyaan yang kaya konteks.

c. Mengkoreksi langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal-

soal essai.

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan lisan kepada siswa

e. Dengan mewawancarai siswa.

2.3 Certainty of Rensponse Index (CRI)

Untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakan

dengan tidak tahu konsep. Saleem Hasan:Affandy Siregar, 2011: 34-36 yang dikutip

oleh Manalu & Panjaitan mengembangkan suatu metode identifikasi yang dikenal

dengan istilah Certainty of Response Index (CRI), yang merupakan tingkat

keyakinan/kepastian responden dalam menjawab berbagai pertanyaan (soal) yang

diberikan. CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan
22

dengan setiap jawaban suatu soal. Tingkat kepastian tercermin dalam skala CRI yang

diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden

dalam menjawab suatu pertanyaaan, biasanya jawaban responden merupakan tebakan

semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep

yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur

tebakan sangat kecil. Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu

konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar

tidaknya jawaban soal dengan tinggi rendahnya kriteria dari (CRI) yang diberikan

untuk soal tersebut. Menurut Saleem Hasan:Affandy Siregar, 2011: 35 yang dikutip

dalam penelitian Manalu & Panjaitan CRI biasanya didasarkan pada suatu skala

kriteria CRI. Kriteria CRI dapat di lihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4

Kriteria CRI

CRI Kriteria
1 Hampir Menebak (Almost guess)
2 Tidak Yakin (Not sure)
3 Yakin (Sure)
4 Hampir Pasti (Almost certain)
5 Pasti (Certain)

1. Almost guess : jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antar

75%-99%

2. Not sure: jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antar 50%-74%
23

3. Sure: jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antar 25%-49%

4. Almost certain : jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antar

1%-24%

5. Certain : jika dalam menjawab soal presentase unsur tebakan antar 0%

Dengan kata lain ketika seorang responden diminta untuk menjawab suatu

pertanyaan atau soal, sebenarnya responden tersebut diminta untuk memberikan

penilaian akan kepastian dirinya sendiri. Jika derajat kepastiannya rendah, maka hal

ini menggambarkan bahwa proses penebakan memainkan peranan yang signifikan

dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang kemungkinan jawaban responden

benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan yang

secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep dalam menjawab

pertanyaan.

Jika CRI tinggi (3-5), maka responden memiliki tingkat kepercayaan diri yang

tinggi dalam menjawab pertanyaan. Dalam keadaan ini, jika responden memperoleh

jawaban yang benar, ini dapat menunjukkan bahwa tingkat keyakinan yang tinggi

akan kebenaran konsep. Akan tetapi, jika jawaban yang diperoleh salah, ini

menunjukkan adanya suatu kekeliruan konsep tentang materi yang dimilikinya, dan

dapat menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi.

Tabel menunjukkan empat kemungkinan dari kombinasi jawaban (benar atau

salah)dan CRI (tinggi atau rendah) untuk setiap individu ( Saleem Hasan:Affandy
24

Siregar, 2011: 36 dalam penelitian Manalu&Panjaitan. Tabel ketentuan untuk

membedakan antara paham konsep, miskonsepsi, dan tidak paham konsep untuk

responden secara individu dapat di lihat pada Tabel 2. 5

Table 2.5

Tabel ketentuan untuk membedakan antara paham konsep, miskonsepsi, dan tidak

paham konsep untuk responden secara individu

Kriteria Jawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)


Jawaban benar tapi CRI Jawaban benar dan CRI
Jawaban Benar rendah berarti tidak paham tinggi berarti menguasai
konsep konsep dengan baik
Jawaban salah dan CRI
Jawaban salah tapi CRI
Jawaban Salah rendah berarti tidak paham
tinggi berarti miskonsepsi
konsep

2.4 Fluida Statis

2.4.1 Tekanan Zat Padat

Tekanan merupakan besarnya gaya yang bekerja per satuan luas. Jika tekanan

dilambangkan dengan p, gaya tekan F, dan luas bidang tekan A, maka hubungan

antara tekanan, gaya dan luas permukaan adalah :

F
P=
A

Keterangan :

P = Tekanan (Pa)
25

F = Gaya (N)

A = Luas permukaan (m2)

Oleh karena dalam SI satuan gaya adalah N, dan satuan luas adalah m 2, maka satuan

tekanan adalah N/m2. Satuan tekanan dalam SI adalah Pascal (disingkat Pa). 1 Pa = 1

N/m2 Young Freedman ( Wahyuni, 2019).

2.4.2 Tekanan Hidostatis (Zat cair)

Jika kamu amati kondisi air di danau dan di sungai, kamu dapat melihat

bahwa air di danau akan lebih tenang dibandingkan air di sungai. Mengapa demikian?

Karena air di danau itu diam, sedangkan air di sungai akan terus mengalir. Air

mengalir akibat adanya perbedaan tekanan sehingga dapat dikatakan bahwa air sungai

memiliki tekanan. Lalu, apakah air danau yang diam dapat dikatakan tidak memiliki

tekanan? Ternyata, tidak demikian. Air yang diam pun memiliki tekanan yang

disebabkan oleh zat cair yang berada pada kedalaman tertentu, disebut dengan

tekanan hidrostatis. Besarnya tekanan hidrostatis bergantung pada ketinggian zat cair,

massa jenis zat cair, dan percepatan zat cair.

A
B
C
26

Gambar 2.2 Tekanan Hidrostatis


(Sumber : http://fisika-esbach.blogspot.com/2012//)

Untuk memahami hal ini, coba kamu perhatikan aliran air yang diberi tiga

lubang bagian atas (A), tengah (B), dan bawah (C). Pancaran air paling jauh

ditunjukkan oleh lubang bawah (C), lalu tengah (B), kemudian atas (A). Hal ini

menunjukkan bahwa tekanan pada lubang bawah (C) lebih besar daripada tekanan

pada lubang tengah (B) dan lubang atas (A). (PC > PB > PA).

Dari konsep ini, diperoleh rumus dengan :

P = ρ.g.h

Keterangan :

P = tekanan hidrostatis (N/m2 atau Pa)

ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)

g = percepatan gravitasi bumi (9,8 m/s2)

h = tinggi zat cair di atas titik yang diukur (m)

Bagi para penyelam, tekanan hidrostatis ini harus diperhatikan agar mereka

tidak mengalami kerusakan ketika menyelam, terutama pada bagian telinga dan mata.
27

2.4.3 Hukum Archimedes

Pernahkah kamu berjalan di dalam air? Jika kamu pernah berjalan atau berlari

di dalam air, kamu tentunya akan merasakan bahwa langkahmu lebih berat

dibandingkan jika kamu melangkah di tempat biasa. Gejala ini disebabkan adanya

tekanan dari zat cair. Ilmuwan pertama yang mengamati gejala ini adalah

matematikawan berkebangsaan Yunani bernama Archimedes (187-212 SM).

Pengamatan ini memunculkan sebuah hukum yang dikenal Hukum Archimedes,

yaitu: “Jika sebuah benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka benda tersebut akan

mendapat gaya yang disebut gaya apung sebesar berat zat cair yang dipindahkannya”.

Akibat adanya gaya apung, berat benda dalam zat cair akan berkurang. Benda yang

diangkat dalam zat cair akan terasa lebih ringan dibandingkan diangkat di darat. Berat

ini disebabkan berat semu dan dirumuskan sebagai berikut:

Wsemu = Wbenda – Fa

Keterangan :

W semu = berat benda dalam zat cair (kgm/s2)

W benda = berat benda sebenarnya (kgm/s2)

Fa = Gaya Apung (N)

Besarnya gaya apung dirumuskan sebagai berikut :

Fa = ρ cair. Vbenda.g
28

Keterangan :

Fa = gaya Apung (N)

Ρcair = massa jenis zat cair (kg/m3)

Vbenda = Volume benda (m3)

G = gaya gravitasi (9,8 m/s2)

a. Konsep terapung, melayang dan tenggelam

Jika kamu memasukkan batu dan kertas secara bersamaan ke dalam seember

air, apa yang terjadi? Ya, kamu akan melihat kertas di permukaan dan batu akan

berada di dasar ember. Peristiwa ini dapat dijelaskan oleh konsep massa jenis benda

yang telah dipelajari sebelumnya. Massa jenis benda menentukan besar kecilnya gaya

berat benda. Sedangkan, massa jenis zat cair. Menentukan besar kecilnya gaya

Archimedes (gaya apung) zat tersebut. Jika gaya berat suatu benda lebih besar dari

gaya Archimedes, maka benda akan tenggelam. Tetapi, jika gaya Archimedes yang

lebih besar, maka benda akan terapung, dan benda akan melayang jika gaya berat

benda sama dengan gaya archimedes. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa:

1) Benda akan tenggelam jika ρbenda > ρzat cair

2) Benda akan melayang jika ρbenda = ρzat cair

3) Benda akan terapung jika ρbenda < ρzat cair


29

2.5 Penelitian – penelitian yang Relevan


Adapun hasil dari penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.6
Penelitian-penelitian yang Relevan

No Nama Tempat Tahun Hasil


1 Listiani, Hanida SMA 2017 Metode CRI
NEGERI 12 efektif untuk
BANDAR menganalisis
LAMPUNG peserta didik
yang
mengalami
miskonsepsi
2
3

2.5 Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis penelitian

2.7 Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai