Anda di halaman 1dari 220

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN


DALAM KUMPULAN CERPEN
SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA
KARYA AGUS NOOR

SKRIPSI

Oleh:
NIKEN SARASVATI DEVI
K1207003

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012

commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Niken Sarasvati Devi
NIM : K1207003
Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ”KAJIAN SEMIOTIK DAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG
BIBIR PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR” ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang
dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Oktober 2012

Yang membuat pernyataan

Niken Sarasvati Devi

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN


KUMPULAN CERPEN
SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA
KARYA AGUS NOOR

Oleh:
NIKEN SARASVATI DEVI
K1207003

Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK
Niken Sarasvati Devi. KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI PENDIDIKAN
KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR PALING INDAH DI DUNIA
KARYA AGUS NOOR. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Oktober. 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi ikon, indeks,
dan simbol yang ada di dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia karya Agus Noor; (2) menganalisis makna yang ada di balik
ikon, indeks, simbol; (3) mendeskripsikan serta mengidentifikasi nilai-nilai
pendidikan dalam karya tersebut.
Penelitian ini beruapa penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data
berasal dari dokumen (Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia karya Agus Noor) dan informan (beberapa pembaca karya tersebut, dan
sastrawan). Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi
(content analysis). Validitas data menggunakan teknik triangulasi metode dan
triangulasi sumber. Analisis data menggunakan teknik pembacaan
hermeneuitik atau retroaktif. Prosedur yang digunakan adalah analisis model
interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam karya tersebut, ikon,
indeks, dan simbol yang teridentifikasi sebagai berikut: ikon yang terdapat
dalam kumpulan cerpen ini berupa ikon metaforis, indeks dalam karya
tersebut berupa indeks yang memiliki hubungan dengan teks dalam teks, dan
simbol yang terdapat dalam karya tersebut berupa simbol yang diwakilkan
oleh suatu benda dan gerakan tubuh para tokoh.
Simpulan dari penelitian ini adalah ikon metaforis yang terdapat dalam
kumpulan cerpen ini memiliki makna konotasi tertentu dari apa yang
disebutkan (sesuai dengan konteks cerita). Indeks yang memiliki kaitan
dengan teks dalam teks memiliki makna yang dikelompokkan menjadi tiga
macam, antara lain bermakna penggambaran perasaan para tokoh dalam
cerita, penggambaran latar tempat dan suasana dalam cerita, dan
penggambaran watak para tokoh dalam cerita. Simbol yang diwakili oleh
benda bermakna terjadinya suatu peristiwa (kematian) dan simbol berupa
gerakan tubuh merupakan ekspresi yang mewakili perasaan para tokoh. Nilai-
nilai pendidikan pada karya tersebut, antara lain nilai agama mengajarkan
untuk selalu mengingat Tuhan dan datangnya kematian, tabah dalam
menjalani ujian dan ketentuan Tuhan. Nilai sosial, tentang toleransi terhadap
orang lain serta kritik sosial terhadap pemerintah dalam menangani
ketimpangan sosial yang semakin tajam. Nilai moral, tentang kejujuran dan
kebenaran dalam setiap langkah diambil. Nilai estetis, keindahan latar tempat
yang digambarkan pengarang.

Kata kunci: kajian semiotik, sepotong bibir paling indah di dunia, nilai
pendidikan.

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Tidak semua hal dapat disampaikan dengan gamblang dan lugas. Terkadang
kita membutuhkan tanda atau lambang untuk menunjukkan sikap etis dan
estetis. (Penulis)

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk :

”Bapak dan Ibu”


Doamu yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, pengorbanan
yang tak terbatas dan kasih sayang tidak terbatas pula. Semuanya
membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan
seabadi kasih sayangmu.

“ Saudara-saudaraku, Puthut Widyawan, Bayu Murti Sulaiman, dan


Ayusta Sri Nurhayati”
Terima kasih karena senantiasa memberikan semangat dan nasihat
untuk terus melakukan yang terbaik.

”Segenap keluarga Siti Soetardjo”


Terima kasih atas semangat, pengertian, dan doa yang tercurah untukku
agar bisa mencapai impian yang juga menjadi harapan kalian semua.

”Ranin Agung Kurniawan”


Terima kasih atas perhatian, pengertian, dan doamu yang tercurah
untukku agar bisa menjadi seseorang yang kuat menghadapi
kehidupan.

”Teman-teman Bastin”
Terima kasih karena telah membuatku menjadi lebih dewasa.

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ”KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI
PENDIDIKAN DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG BIBIR
PALING INDAH DI DUNIA KARYA AGUS NOOR”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penulisan skripsi;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni yang telah memberikan persetujuan skripsi;
3. Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum., Ketua Program Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penulisan skripsi;
4. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Raheni
Suhita, M. Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat penulis selesaikan dengan baik;
5. Dr. Suyitno, M. Pd., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS;

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra


Indonesia yang telah tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan
pada penulis;
7. Bapak Hanindawan, Leak Sosiawan, Rudy A.Nugroho, Bayu Murti
Sulaiman, Bapak Yayat Suhiryatna, Ranin Agung Kurniawan, Yunita
N.K, Fatima Z., Asri Puspitaningtyas, Tyas Sri U., atas waktu yang
diluangkan untuk menjadi narasumber;
8. Rekan-rekan Bahasa dan Sastra Indonesia 2007 yang tidak dapat saya
sebutkan satu demi satu yang telah membantu dan membersamai
selama menjadi mahasiswa dan dalam menyelesaikan skripsi ini;
9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karenaa keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis,

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………. ii
HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………. iv
HALAMAN ABSTRAK……………………………………………….. v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………… viii
KATA PENGANTAR………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xiv
DAFTAR TABEL………………………………………………………. xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xvi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 4
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ……………………………..…………………. 6
1. Hakikat Cerpen………..…………………………………... 6
a. Pengertian Cerpen.…………………………………… 6
b. Unsur-unsur Pembangun Cerpen…..………………... 7
1) Tema Cerita………………………………………. 7
2) Amanat…………………………………………… 8
3) Peristiwa Cerita (Alur)…………………………….. 8
4) Penokohan dan Perwatakan…………………….... 10
5) Latar Cerita ………..……………………………... 12
6) Sudut Pandang Pencerita………………………… 12
7) Gaya Pengarang…………………………………... 13

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Hakikat Semiotik………………………………………….. 14
a. Pengertian Semiotik………………………………….. 14
b. Semiotika dalam Penelitian Karya Sastra………….... 20
3. Hakikat Nilai dalam Karya Sastra ………………………… 24
a. Nilai Agama…………..……………………………….. 25
b.Nilai Sosial…………………………………………….. 25
c. Nilai Moral…………………………………………….. 26
d.Nilai Estetis……………………………………………. 26
4.Penelitian yang Relevan…………………………………….. 28
B. Kerangka Pemikiran ..……………………………………………... 31
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………. 33
B. Bentuk dan Strategi Penelitian……………………………………. 33
C. Sumber Data……………………………………………………… 34
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 34
E. Validitas Data……………………………………………………. 36
F. Teknik Analisis Data……………………………………………. 37
G. Prosedur Penelitian………………………………………………. 37
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data………….………………………………………… 40
B. Pembahasan……………………………………………………… 63
1. Identifikasi Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia………………………… 72
2. Analisis Makna Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia………………………… 87
3.Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia ………………………………………....….…….192
BAB V: SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan……………………………………………………………206
B. Implikasi……………………………………………………………207

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Saran………………………………………………………………..207
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………209

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Skema Tipologi Dasar Peirce…………………………………… 16
2. Skema Kerangka Pemikiran………………………………. …… 32
3. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif Milles dan
Huberman……………………………………………………….. 37

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Trikotomi Peirce .................................................................. 18
2. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan………………………... 33

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sinopsis Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia…….209
2. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Dosen UPI Bandung ……213
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Sastrawan………………..215
4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca…………………219
5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Sastrawan untuk Validasi
Data……………………………………………………………………...223
6. Profil Agus Noor…………………………………………………………240
7. Surat Keputusan Dekan FKIP…………………………………………...241
8. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi……………………………...242

commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Apresiasi sastra merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan
pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
di perguruan tinggi yang memiliki fungsi untuk meningkatkan kepekaan
rasa kemanusiaan, kepedulian sosial, dan menumbuhkan apresiasi
mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan rasional dalam mata kuliah
Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi yang menyebutkan bahwa mata
kuliah tersebut diberikan pada mahasiswa untuk meningkatkan dan
mengembangkan kepribadian, keilmuan, keterampilan akademik dan
bermasyarakat khususnya dalam bidang keterampilan mengapresiasi prosa
fiksi dalam khasanah sastra Indonesia dengan berbagai metode pengkajian
(2004: 69). Dalam mengapresiasi sastra terdapat beberapa pendekatan,
antara lain, yaitu pendekatan struktural (strukturalisme), pendekatan
strukturalisme genetik, pendekatan semiotik, pendekatan strukturalisme
semiotik, pendekatan intertekstual, pendekatan resepsi, pendekatan post-
strukturalisme, pendekatan sosiologi sastra, pendekatan psikologi sastra,
dan pendekatan feminis. Melalui pendekatan-pendekatan sastra tersebut,
mahasiswa diajak untuk memahami, menikmati, dan menghayati karya
sastra, salah satunya yaitu cerpen.
Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang tidak hanya
memberikan hiburan semata, tetapi juga sebagai media pembelajaran
mengenai kehidupan yang terkandung dalam amanat atau pesan dari karya
sastra tersebut sehingga pembaca bisa mendapatkan pengetahuan baru
mengenai sesuatu hal melalui karya sastra yang dibacanya. Salah satu yang
termasuk karya sastra, yaitu cerpen. Sebagai salah satu karya sastra,
cerpen diharapkan mampu membentuk pemikiran-pemikiran yang positif
bagi pembacanya sehingga pembaca peka terhadap masalah-masalah yang
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku baik.


Selain itu, cerpen dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk
mencari pengalaman karena di dalam cerpen terkandung nilai-nilai
kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Hal tersebut juga diungkapkan
oleh Teeuw dalam Ratna (2005:4-5) berpendapat bahwa sastra berasal dari
akar kata sas (Sansekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, secara
leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar. Lebih lanjut, Ratna
(2005:447) mengungkapkan bahwa karya sastra dan ekspansi pendidikan
secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik lebih jauh,
dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya
sastra merupakan sarana-sarana etika.
Cerpen-cerpen dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia karya Agus Noor bisa dijadikan sebagai salah satu bahan
ajar apresiasi sastra di perguruan tinggi, karena cerpen-cerpen yang ada di
dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang terbingkai dalam kisah
seseorang dari lingkup yang kecil sampai dengan lingkup yang besar. Hal
tersebut juga diungkapkan oleh Dosen Bahasa dan Sastra UPI, Rudy Adi
Nugroho ketika peneliti mewawancarai, “Dengan kualitas permainan tanda
yang dihadirkan pengarang dalam kumpulan cerpen tersebut, saya kira
sangat potensial sekali karya ini menjadi bahan ajar untuk mata kuliah
kajian prosa fiksi khususnya terkait materi tentang kajian semiotik”.
Selain itu, cerpen-cerpen dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor juga menyajikan dunia rekaan
yang menyentak realitas keseharian dan memiliki nilai-nilai reflektif atas
realitas sosial. Dari segi penyampaiannya, Agus Noor menggunakan cara
ungkap yang menarik, yaitu dengan nuansa surealis dan jenaka. Teks
dalam cerpen Agus Noor menghadirkan eksplorasi bahasa yang
meluapkan keserbamungkinan makna, sekaligus menyajikan realitas
imajinasi yang bisa disentuh oleh pembacanya. Nilai kehidupan yang
terdapat dalam cerpen-cerpen tersebut salah satunya, yaitu rasa ikhlas
commit to user

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

menerima kenyataan hidup walaupun terasa pahit. Penggunaan unsur


semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol pun terdapat dalam
cerpen-cerpen tersebut. Dalam salah satu judul kumpulan cerpen tersebut,
“Empat Cerita Buat Cinta” terdapat ikon metafora; “kristal air mata” yang
sering muncul dalam cerpen tersebut. Selain itu, indeks yang terdapat
dalam cerpen tersebut, yaitu salah satunya pada kalimat “ Sandra merasa
bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh berharap, para peri
pemetik air mata itu muncul malam ini”. Sementara simbol yang
digunakan pengarang dalam cerpen tersebut, yaitu “ air mata”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pembaca,
penggunaan tanda-tanda atau simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor tersebut membuat pembaca
sulit memahami atau mengerti isi dan pesan yang ingin disampaikan
pengarang melalui karyanya. Banyak hal-hal yang tidak terungkap secara
gamblang sehingga menyebabkan pembaca kebingungan dalam
menafsirkan, apalagi pada pembaca yang tingkat pemahamannya terhadap
suatu karya sastra masih rendah.
Berdasarkan beberapa penelitian yang mengkaji tentang unsur-
unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Daru Roseno, Bambang Purwoko, Sadewo Wahyu
Wardoyo, Ranin Agung Kurniawan, dan Yunita Nurul Khomsah,
sedangkan penelitian pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
karya Agus Noor belum pernah dilakukan. Bertolak dari fakta tersebut
peneliti tertantang untuk mengupas lebih dalam kumpulan cerpen tersebut
yang berkaitan dengan unsur-unsur semiotik yang terdapat di dalamnya.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus
Noor. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka peneliti mengangkat judul
Kajian Semiotik dan Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor.
commit to user

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Unsur ikon, indeks, dan simbol apakah yang terdapat dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor?
2. Apakah makna yang terdapat di balik unsur ikon, indeks, dan simbol yang
terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
karya Agus Noor ?
3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan unsur ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus
Noor
2. Mendeskripsikan makna yang terdapat di balik unsur ikon, indeks, dan
simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia karya Agus Noor.
3. Mendeskripsikan keterkaitan nilai yang terkandung dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dengan
pendidikan karakter di sekolah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khasanah keilmuan, yaitu mengetahui dan menemukan
unsur-unsur semiotik yang di antaranya, yaitu ikon, indeks, dan simbol
yang terdapat pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia karya Agus Noor.

commit to user

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan


manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Dosen
Memberikan satu alternatif karya sastra yang bisa dijadikan
bahan ajar apresiasi sastra di perguruan tinggi khususnya dengan
menggunakan kajian semiotik.
b. Bagi Mahasiswa
Membantu mahasiswa untuk memahami dan mengapresiasi
suatu karya sastra khususnya cerpen yang berkaitan dengan unsur-
unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol.
c. Bagi Pembaca
Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur semiotik
yang meliputi ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam karya
sastra.
d. Bagi Peneliti
Menambah wawasan tentang kajian semiotik dalam suatu
karya sastra khususnya cerpen.

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Cerpen
a. Pengertian Cerpen
Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa
dengan ukuran yang pendek dan tentunya juga terdapat unsur-unsur yang
membangun, karena memiliki kisah yang pendek, konflik yang terdapat di
dalamnya pun tidak banyak dan cenderung fokus pada satu permasalahan
saja, seperti yang diungkapkan oleh Gie dan Widyamartaya bahwa cerita
pendek adalah cerita imajinatif yang berbentuk prosa pendek, biasanya di
bawah 10.000 kata, dan mengandung kesan yang kuat serta mengandung
unsur-unsur drama (dalam Rampan, 1995:10).
Senada dengan pendapat di atas, pandangan Asura tidak jauh berbeda
dengan Gie dan Widyamartaya dalam mendefinisikan cerita pendek, yaitu
sama-sama memberi tekanan pada satu kesan atau efek yang kuat serta fokus
dalam penceritaan dalam suatu cerita pendek. Asura mengungkapkan bahwa
prinsip dasar dari sebuah cerita pendek jika dibandingkan dengan karya sastra
yang lain, yaitu cerita pendek harus memberi satu efek atau kesan pada
pembaca setelah membacanya (2007:43).
Pandangan Sumardjo dan Saini mengenai cerpen lebih memfokuskan
tentang asal atau inspirasi cerita pendek itu tercipta, Sumardjo dan Saini
berpendapat mengenai cerpen, yaitu cerpen bukanlah cerita yang diciptakan
berdasarkan kejadian yang sesungguhnya atau sesuai kenyataan tetapi hanya
cerita yang imajinatif saja, meskipun cerita imajinatif tetapi ide atau cerita
dalam cerpen diambil dari kehidupan (1988:36). Begitu juga seperti yang
dipaparkan oleh Yudiono Ks. mengenai cerpen tidak jauh berbeda dengan
pandangan Jakob Sumarjo dan Saini, yaitu lebih menekankan pada asal atau
sumber cerita yang diangkat dalam cerpen, yang membedakan pendapat
keduanya, yaitu Yudiono Ks. juga menyoroti pentingnya keberadaan tokoh
dan unsur pembangun karya sastra lainnya, seperti yang ia paparkan, yaitu
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

cerita yang bersumber dari persoalan kehidupan atau mengangkat tema


kehidupan yang terdiri dari tokoh-tokoh pembawa cerita yang terbalut dalam
unsur-unsur pembangun suatu karya sastra (dalam Rampan, 1995: 10-11).
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai cerpen yang telah
dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cerpen adalah cerita
imajinatif berbentuk prosa pendek yang kisahnya diambil atau diangkat dari
kehidupan dan dibawakan oleh tokoh-tokoh serta didukung oleh unsur-unsur
yang membangun karya sastra yang lainnya, karena bentuknya yang pendek
atau ruangnya yang sempit sehingga memberikan atau menghadirkan satu
kesan yang kuat atau fokus terhadap pembacanya.
b. Unsur-unsur Pembangun Cerpen
Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dapat dilihat dari segi-segi
unsur yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah tema cerita,
amanat, peristiwa cerita atau alur, penokohan dan perwatakan, latar cerita,
sudut pandang pencerita, dan gaya pengarangnya.
1) Tema Cerita
Tema cerita adalah ide dari sebuah cerita atau gagasan yang
membawa cerita dalam cerpen sesuai dengan keinginan pengarangnya.
Sumardjo dan Saini memaparkan bahwa kisah dan perbuatan dari tokoh
merupakan ide dari pengarang sesuai pandangannya mengenai kehidupan
ini sehingga diharapkan pembaca dapat memahami hidup ini lebih baik
lagi (1988:56).
Stanton dan Kenny mengemukakan tentang definisi tema (dalam
Sri Wahyuningtyas dan Wijaya Heru S., 2011:2) adalah “Makna yang
dikandung oleh sebuah cerita.” Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang
disampaikan Stanton dan Kenny mengenai tema, Hartoko dan Rahmanto
pun menyoroti makna yang terkandung dalam suatu karya sastra melalui
tema. Hartoko dan Rahmanto (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011:2)
menyebutkan bahwa tema merupakan ide dasar yang menyangga cerita
dalam karya sastra yang didalam teksnya terkandung unsur makna atau
semantis.
commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Senada dengan pendapat-pendapat para ahli di atas, Sudjiman


memaparkan bahwa tema adalah ide, gagasan, atau fokus utama yang
mendasari karya sastra (1988: 50). Pendapat Sudjiman ini hampir sama
dengan pendapat beberapa ahli yang telah disebutkan sebelumnya secara
umum, yaitu menyoroti tema sebagai gagasan dasar suatu karya sastra.
Berdasarkan beberapa pendapat yang mengungkapkan tentang
tema di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan dasar atau
utama yang mendasari suatu cerita dalam karya sastra yang dapat diambil
dari pandangan pengarang mengenai kehidupan ini yang kemudian
disampaikan melalui teks sehingga mengandung makna atau hikmah yang
diharapkan dapat disikapi oleh pembaca agar memaknai hidup dengan
lebih baik.
2) Amanat
Dalam sebuah karya sastra, pastinya pengarang menyisipkan pesan
yang ingin disampaikan pada pembaca melalui karya sastranya. Sudjiman
menyebutkan bahwa amanat adalah ajaran moral yang diangkat ke dalam
cerita yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca (1988: 57).
Amanat terdapat pada sebuah karya sastra dapat disampaikan
secara implisit ataupun eksplisit. Sudjiman menyebutkan bahwa jika ajaran
moral itu disampaikan secara tidak langsung melalui tingkah laku tokoh
menjelang akhir cerita disebut implisit, sedangkan eksplisit jika pada
tengah atau akhir cerita amanat disampaikan secara langsung melalui
nasihat, atau yang lainnya yang berkenaan dengan gagasan dasar cerita itu
(1988: 58).
3) Peristiwa Cerita atau Alur
Peristiwa cerita adalah alur atau jalannya penceritaan. Semi
menyebutkan bahwa alur adalah kerangka utama cerita yang terpadu
dengan unsur-unsur pembangun cerita yang lainnya (1988:43). Tidak jauh
berbeda dengan Semi, Stanton (dalam Sri Wahyuningtyas,dkk., 2011: 5-6)
menyebutkan bahwa alur adalah cerita yang berisi kejadian yang runtut

commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

dan disetiap kejadiannya terdapat hubungan sebab akibat, artinya peritiwa


yang satu disebabkan oleh peristiwa yang lainnya.
Abrams memaparkan bahwa alur merupakan susunan kejadian
yang urut untuk mencapai efek emosional dan artistik tertentu (dalam Sri
Wahyuningtyas, dkk., 2011: 6). Pendapat Abrams tersebut juga tidak jauh
berbeda dengan pendapat-pendapat yang sudah dipaparkan para ahli
sebelumnya, hanya saja Abrams juga menyoroti tujuan dari alur dalam
suatu cerita, yaitu untuk mencapai efek emosional dan nilai artistik
tertentu.
Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli di atas, masing-masing
pendapat secara umum sama-sama menyoroti alur sebagai susunan atau
kerangka yang terdapat kejadian yang runtut, yang membedakan
ketiganya, yaitu Semi lebih menekankan bahwa alur merupakan
keterpaduan antara cerita dengan unsur-unsur pembangun cerita yang
lainnya, sedangkan Stanton memfokuskan pada hubungan sebab akibat
disetiap urutan kejadiannya. Berbeda juga dengan pendapat Abrams, dia
lebih menegaskan pada pencapaian efek emosional dan artistik tertentu
yang ditimbulkan dari alur cerita.
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik
kesimpulan mengenai alur cerita, yaitu susunan atau kerangka kejadian
dalam cerita yang runtut dan memiliki hubungan sebab akibat. Selain itu,
kejadian yang runtut tersebut memiliki tujuan untuk menimbulkan efek
emosional dan artistik tertentu sehingga tercipta keterpaduan antara unsur
pembangun cerita yang lainnya.
Telah diungkapkan sebelumnya bahwa di dalam cerpen memiliki
konflik atau kesan yang kuat dan fokus sehingga alur yang terdapat dalam
cerpen pun tidak banyak atau tunggal seperti yang diungkapkan oleh
Nurgiyantoro, alur cerpen pada umumnya tunggal yang terdiri dari satu
urutan kejadian saja dan cenderung tidak berisi penyelesaian yang jelas
atau bisa disebut menggantung, penyelesaian diserahkan pada interpretasi
pembaca (2007:12). Di sinilah kelebihan dari cerpen, yaitu memberikan
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

kesempatan seluas-luasnya pada pembaca untuk berimajinasi


menginterpretasi kelanjutan cerita yang telah dibacanya.
Semi (1988: 44), pada umumnya alur cerita rekaan terdiri dari a)
alur buka, ketika kejadian-kejadian dimulai dan berkelanjutan; b) alur
tengah, ketika konflik mulai bergerak ke arah puncak; c) alur puncak,
konflik sudah mencapai pada titik klimaks; d) alur tutup, konflik mulai ada
penyelesaian. Pandangan tersebut tidak jauh berbeda seperti yang
disampaikan oleh Tasrif (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 6)
membedakan tahapan plot menjadi lima tahap, yaitu: “a) situation
(penyituasian); b) generating circimtances (pemunculan konflik); c) rising
action (peningkatan konflik); d) climax (memuncak); e) denouement
(penyesuaian)”. Melihat kedua pendapat tersebut sebenarnya secara umum
hampir sama, perbedaan hanya terdapat pada tahap denouement
(penyesuaian) setelah konflik mencapai puncak yang disebutkan oleh
Tasrif, penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian terhadap konflik
yang sedang memuncak dalam cerita.
4) Penokohan dan Perwatakan
Penokohan dan perwatakan merupakan dua hal yang sebenarnya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena di dalam tokoh terdapat watak
tertentu. Nurgiyantoro menyebutkan bahwa tokoh atau penokohan lebih
menunjuk pada orang atau pelaku cerita, sedangkan watak menunjuk pada
sikap atau tingkah laku tokoh tersebut (2007:165). Demikian juga seperti
pendapat yang dipaparkan oleh Abrams, (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165)
tokoh cerita adalah orang-orang yang disajikan dalam karya naratif atau
drama, lalu ditafsirkan oleh pembaca memiliki sikap moral tertentu yang
dapat dinilai atau dilihat melalui ucapan dan tindakan. Kedua pendapat
tersebut secara umum hampir sama hanya saja Abrams juga menekankan
penafsiran pembaca sebagai penentu gambaran tokoh dalam cerita yang
dibacanya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam cerita naratif dan
commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

membawakan watak tertentu. Dan watak yang dibawakannya dapat dilihat


melalui sikap atau tingkah laku tokoh tersebut sesuai penafsiran atau
penilaian dari pembaca.
Tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan dalam beberapa jenis,
yaitu: a) tokoh utama dan tambahan; b) tokoh protagonis dan antagonis; c)
tokoh sederhana dan bulat; d) tokoh statis dan berkembang; e) tokoh tipikal
dan netral (Nurgiyantoro, 2007: 176). Penokohan dan perwatakan ini
merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah karya prosa
fiksi amat penting dan bahkan menentukan karena tidak mungkin ada suatu
karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan. Arti penting dari
kehadiran tokoh di dalam karya fiksi, yaitu menjadi pelaku dari pemikiran
pengarangnya, seperti yang diungkapkan oleh Semi bahwa tokoh dalam
cerita berperan untuk membawakan suatu watak tertentu sesuai keinginan
pengarang dan dapat dideksripsikan melalui tingkah laku yang dilakukan
tokoh (1993:37).
Hal tersebut senada dengan pendapat Sumardjo dan Saini hanya
saja beliau lebih memberikan rincian mengenai tingkah laku tokoh yang
dapat dijadikan cerminan watak yang dimiliki tokoh tersebut. Sumardjo dan
Saini memaparkan mengenai cara mengenali karakter dalam sebuah cerita,
yaitu: a) melalui apa yang diperbuatnya; b) melalui ucapannya; c) melalui
penggambaran fisik tokoh; d) melalui pikiran-pikirannya; e) melalui
penerangan langsung(1988:65-66).
Teknik penggambaran tokoh menurut Altenbernd dan Lewis
(dalam Sri Wahyuningtyas, dkk., 2011: 4-5) dibedakan menjadi dua cara,
yaitu secara analitik dan dramatik. Analitik adalah penggambaran tokoh
dengan cara pemaparan secara langsung dan dramatik adalah
penggambaran tokoh melalui teknik cakapan, tingkah laku, pikiran dan
perasaan, arus dan kesadaran, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain,
penggambaran latar, dan penggambaran fisik.

commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

5) Latar Cerita
Abrams memaparkan bahwa latar cerita, memiliki pengertian
tempat, waktu, dan lingkungan sosial yang ditampilkan (dalam
Nurgiyantoro, 2007:216). Hal tersebut juga disebutkan oleh Sumardjo dan
Saini, latar cerita adalah penggambaran tentang tempat atau daerah
tertentu, orang-orang berwatak tertentu karena pengaruh lingkungan
tempat mereka tinggal (1988:76). Tata cara kehidupan sosial masyarakat
yang mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks,
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan dan
pandangan hidup dapat dilihat dari latar ceritanya Hal tersebut juga
dikatakan oleh Nurgiyantoro yang membedakan latar menjadi tiga unsur
pokok, yaitu: a) latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa
cerita; b) latar waktu, menyaran pada kapan terjadinya peristiwa cerita; c)
latar sosial, menyaran pada hal yang berhubungan dengan perilaku
masyarakat di suatu tempat dalam cerita (dalam Sri Wahyuningtyas, dkk.,
2011: 7).
Berdasarkan ketiga pendapat mengenai latar tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa latar adalah perwujudan atau penggambaran tempat,
waktu, dan lingkungan sosial yang mengiringi tokoh dalam cerita. Melalui
latar, pembaca dapat membayangkan situasi atau deskripsi tempat para
tokoh diceritakan.
6) Sudut Pandang Pencerita
Nurgiyantoro (2007:18) mengungkapkan bahwa sudut pandang
adalah titik sentral dari mana cerita dikisahkan. Senada dengan pendapat
yang dikemukakan Abrams bahwa sudut pandang pencerita adalah
pandangan yang digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca (dalam Nurgiyantoro, 2007:248).
Kedua pendapat mengenai sudut pandang tersebut sama-sama memberi
tekanan pada cara yang digunakan pengarang dalam memandang cerita
yang diciptakan.
commit to user

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan


bahwa sudut pandang pencerita adalah cara pandang pengarang untuk
menceritakan cerita yang diciptakannya. Selain itu, dari sudut mana
pengarang tersebut memandang sekaligus menampilkan tokoh, tindakan,
latar dan berbagai kejadian yang terdapat dalam cerita.
Sudut pandang pencerita dipilih oleh pengarang sesuai dengan
pandangan pengarang mengenai cerita yang diciptakannya melalui
karakter yang dia inginkan. Ada empat point of view yang asasi menurut
Sumardjo dan Saini (1988: 83-85) adalah,
a)omniscient point of view (sudut pandang yang berkuasa),
pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya; b) objective point
of view, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti
penonton melihat pementasan sandiwara; c) point of view orang
pertama, bercerita dengan sudut pandang “aku”; d) point of view
peninjau, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita.

Pendapat tersebut sama dengan Semi (1988: 57) mengenai sudut


pandang bahwa sudut pandang pengarang juga terdapat empat jenis, yaitu:
a) pengarang sebagai tokoh pencerita; b) pengarang sebagai tokoh
sampingan; c) pengarang sebagai orang ketiga (pengamat); d) pengarang
sebagai pemain dan narator. Berdasarkan penjelasan di atas, pengarang
memiliki kebebasan untuk memilih sudut pandang sebagai teknik ketika ia
menceritakan cerita karangannya.
7) Gaya Pengarang
Gaya pengarang merupakan cara pengarang dalam menggunakan
bahasa dalam mengisahkan cerita yang diciptakannya. Sumardjo dan Saini
mengungkapkan bahwa gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang
dalam memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakannya
dalam sebuah cerpen (1988:92). Dengan demikian, gaya merupakan
cerminan dari pribadi pengarang yang dituangkan dalam cerita
karangannya.
Dalam dunia sastra, gaya penyampaian atau gaya bahasa yang
digunakan oleh pengarang tentunya memiliki tujuan tertentu yang
commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

menentukan perbedaan antara karya yang satu dengan karya yang lain.
Tetapi, gaya dalam hal ini lebih luas dari gaya seperti gaya bahasa
metafora, personifikasi, dan sebagainya. Gaya di sini meliputi penggunaan
kalimat, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang
seseorang (pengarang), dan sebagainya. Semi mengungkapkan, perbedaan
penggunaan gaya penyampaian dalam karya sastra dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: a) pribadi penutur, pengalaman dan pengetahuannya;
b) tujuan yang hendak dicapai; c) topik yang ditampilkannya; d) bentuk
tutur yang dipilihnya; dan e) kondisi penangkap tutur yang dihadapi (1993:
48). Melalui gaya penyampaian pengarang dalam menciptakan karyanya
mendukung tujuan yang ingin disampaikan pada pembaca.
2. Hakikat Semiotik
a. Pengertian Semiotik
Secara definitif, Cobley dan Janz menyebutkan bahwa semiotika
berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda (dalam
Ratna, 2011: 97) di sini Cobley dan Janz berpandangan bahwa semiotika
adalah penafsir tanda yang berarti sesuatu yang dijadikan alat untuk
menafsirkan atau mengartikan tanda, lain halnya dengan Ratna yang tidak
hanya menyoroti semiotika sebagai penafsir tanda, tetapi juga menyoroti cara
kerja dan manfaatnya bagi kehidupan manusia, Ratna mengatakan bahwa
dalam pengertian lebih luas, sebagai teori, semiotika merupakan studi
sistematis tentang produksi dan interpretasi tanda, cara kerja tanda, dan
manfaatnya terhadap kehidupan manusia ( 2011:97).
Hartoko dan Rahmanto memaparkan mengenai pengertian semiotik
adalah ilmu yang meneliti mengenai tanda, sistem tanda, dan proses suatu
tanda dimaknai (1986:131). Begitu juga yang disampaikan oleh Sebeok
(dalam M. Ikhwan Rosidi, Trisna Gumilar, Heru Kurniawan, dan Zurmailis,
2010:99-100) bahwa semiotika adalah sebuah disiplin ilmu yang menelaah
atau mengkaji seluruh bentuk komunikasi yang terjadi akibat tanda, dan
didasarkan pada sistem tanda (kode). Kedua pendapat tersebut tidak jauh
berbeda seperti yang disampaikan oleh Eco secara singkat (dalam Ratna,
commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

2011:105-106) mengemukakan bahwa semiotika merupakan segala sesuatu


yang berhubungan dengan tanda.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
semiotika tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semiotika adalah sebuah
disiplin ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada (dihasilkan), cara kerja
tanda yang dihasilkan kemudian dimaknai untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia. Terdapat beberapa pelopor teori semiotik, salah satunya
adalah Charles Sanders Peirce. Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai
persamaan kata dari logika. Peirce mengatakan, logika harus mempelajari
cara orang bernalar. Penalaran itu menurut hipotesis teori Peirce yang
mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Keberadaan tanda-tanda
memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi
makna pada apa yang ditampilkan alam semesta (Zoest, 1992:1). Pendapat
Peirce tersebut menunjukkan bahwa tanda-tanda terhampar di alam semesta,
melalui tanda-tanda tersebut kita dituntut untuk berpikir mengenai makna dan
maksud dari tanda-tanda yang ada tersebut.
Semiotik Peirce mengatakan bahwa sesuatu dapat disebut sebagai
tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain. Peirce mengatakan (dalam
Nurgiyantoro, 2007: 41) “Sebuah tanda yang ia sebut sebagai
representatemen—haruslah mengacu (atau: mewakili) sesuatu yang
disebutnya sebagai objek (acuan, ia juga menyebutnya sebagai designatum,
denotatum dan dewasa ini orang menyebutnya dengan istilah referent).” Jadi,
apabila suatu tanda mewakili acuannya, hal itu adalah fungsi utama tanda itu.
Proses perwakilan tanda terhadap sesuatu yang diacunya pada saat tanda itu
ditafsirkan dalam hubungannya dengan yang diwakili, hal itulah yang disebut
interpretant, yaitu pemahaman makna yang timbul dalam penerima tanda
lewat interpretasi (Nurgiyantoro, 2007: 41). Pendapat yang sama juga
disebutkan oleh Peirce (dalam Endraswara, 2003: 65) bahwa analisis semiotik
menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Ada tiga faktor yang
menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan tanda
baru yang terjadi dalam batin penerima.
commit to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Ratna (2011: 101) menyebutkan model triadik Peirce memperlihatkan


tiga elemen utama pembentuk tanda, yaitu a) representamen, ground (tanda
itu sendiri); b) object (apa yang diacu); dan c) interpretant (tanda-tanda baru
yang terjadi dalam batin penerima).
Berdasarkan pemaparan di atas, Peirce tidak melihat tanda dari
strukturnya, hal ini terkait dengan pendapat yang menyebutkan bahwa Peirce
tidak melihat tanda sebagai suatu struktur. Tetapi, sebagai suatu proses
pemaknaan tanda yang disebutnya semiosis. Semiosis merupakan proses tiga
tahap antara representament, object, dan interpretant (Susanto, hlm.5)
Secara universal, Zoest (dalam Roseno, 2005: 14) mengungkapkan
bahwa Peirce dalam memaknai suatu tanda bertahap-tahap, yaitu a) firstness
(kepertamaan); b) secondness (kekeduaan); c)thirdness (keketigaan).
Firstness (kepertamaan), yaitu saat tanda dikenali pada tahap awal secara
prinsip saja, keberadaan seperti adanya tanpa menunjuk sesuatu yang lain,
keberadaan dari kemungkinan yang potensial. Secondness (kekeduaan), yaitu
tanda dimaknai secara individual, keberadaan seperti adanya, dalam
hubungannya dengan second, tetapi tanpa adanya third (keberadaan dari yang
ada). Thirdness (keketigaan), saat tanda dimaknai secara tetap sebagai
konvensi. Jadi, keberadaannya berdasar hal yang berlaku umum.
Tipologi dasar dari Peirce dapat dilihat pada bagan berikut yang
digambarkan Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm.3, gambar.1)

Representament
kata Jaguar
Object interpretant
‘mobil mewah’ ‘martabat’/ ‘impian’
Gambar 2.1. Tipologi Dasar Peirce
Berdasarkan gambar 2.1. dapat dinyatakan bahwa suatu
representament (tanda itu sendiri) yang dilambangkan oleh benda atau
sesuatu yang lain (contoh: kata Jaguar) dapat ditafsirkan atau dimaknai
sebagai sesuatu yang sesuai dengan hal yang diacu, yaitu object ( Mobil
commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Jaguar merupakan salah satu jenis mobil mewah). Selain itu, juga dapat
ditafsirkan sebagai interpretant, yaitu tanda-tanda baru yang terjadi dalam
batin penerima tanda, sesuai dengan gambar di atas, tanda baru yang
dihasilkan dari kata Jaguar selain makna yang sesungguhnya, yaitu
bermakna sebagai martabat atau kehormatan.

commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Terkait dengan hal tersebut, Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm.3,
tabel.1) menyebutkan bahwa ketiga unsur di atas diperinci menjadi trikotomi seperti
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Trikotomi Peirce
Mode of Representation Type of Relation of The Type of
(Cara Representasi) Representament Sign to its Referent Interpretant The
(Jenis (Hubungan tanda Sign Evokes
Representament) dengan yang diacu) (Jenis tanda
berdasarkan
penerima tanda)
Firstness: icons (physical Qualisigns: refers Iconic: Rheme:
substitute for the referents) to qualities of representation
interpretants of
(Kepertamaan: ikon objects (adjective, through resemblance
(pengganti fisik untuk colors, shape, etc.) (photo, diagram, qualisigns
acuan)) (Qualisigns: image, metaphor,
(tanda sebagai
mengacu pada etc.)
kualitas objek (kata (Iconic: representasi kemungkinan)
sifat, warna, melalui kemiripan
bentuk, dll)) (foto, diagram,
gambar, metafora,
dll))
Secondness: index (they are Sinsigns: indicate Indexical: Dicisign:
not substitute for their objects in time- representation
interpretant of
referents) space (pointing through indication.
(Kekeduaan: Indeks finger, here, there, (indeks: sesuatu sinsigns.
(sesuatu yang bukan etc.) yang mengacu
(Dicisign: sebagai
dijadikan sebagai pengganti (Sinsigns: berdasarkan sebab
terhadap acuan)) menunjukkan objek akibat) fakta)
dalam waktu-ruang
(menunjuk jari, di
sini, sana, dll))
Thirdness: symbols (the Legisigns: refer to Symbols: Argument:
sign-user and the referent objects by representation by
interpretation of
are linked to each other by convention. convention (word,
the force of historical and (Legisigns: merujuk symbol, etc.). legisigns.
social convention) ke obyek dengan (Simbol: sesuatu
(Argumen: tanda
(Keketigaan: simbol (tanda- konvensi.) yang diwakili
pengguna dan acuan yang berdasarkan sebagai nalar)
dihubungkan satu sama lain konvensi (kata,
dengan kekuatan konvensi simbol, dll))
historis dan sosial))
(Sumber: Susanto, hlm.3, tabel.1)

commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Terkait dengan tabel tersebut mode of representation berkenaan


dengan tingkat keberlakuan tanda yang berkaitan dengan upaya manusia
memahami dunianya. Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm.3-4)
menerangkan:
“Disebut firstness karena ikon adalah bentuk representamen yang
paling lekat dengan objek yang diwakilinya sehingga tanda
dikenali pada tahap awal. Disebut secondness karena indeks
merupakan sebab akibat antara tanda kedua yang memperingatkan
adanya tanda lain yang utama. Disebut thirdness karena
representament tidak dapat terlepas dari konteks sejarah atau sosial
suatu masyarakat adalah simbol yang terbentuk berdasarkan
kesepakatan”.

Mode of representation (cara representasi) tersebut merupakan


tahapan-tahapan dari teori Peirce yang lebih mengedepankan pada unsure
objek yang terdiri dari unsur ikon, indeks, dan simbol.
Danesi dan Perron (dalam Susanto, hlm. 4) menjelaskan type of
representamen berkaitan erat dengan type of interpretant the sign evokes,
yaitu:
“ a) berdasarkan sudut pandang interpretant, sebuah teks adalah
rheme apabila teks tersebut tidak lengkap, sebagian besar teks
dipenuhi fungsi ekspresif, atau struktur dari teks memungkinkan
timbulnya berbagai interpretasi, contoh: teks susastra, puisi; b) teks
deskriptif, baik fiksi maupun nonfiksi memiliki ciri dicisign karena
bersifat informatif; c) teks ilmiah dan hukum, sarat dengan
argument.”

Sebagaimana teori yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini akan


didasari oleh teori semiotik yang dipelopori Pierce. Peneliti memilih teori
milik Peirce karena teori tersebut lebih rinci dan lebih luas jika
dibandingkan dengan teori-teori semiotik yang lain, hal ini berarti bahwa
teori semiotik milik Peirce dapat diterapkan pada segala jenis tanda. Hal
tersebut juga disebutkan oleh Yani, bahwa tanda dapat berupa gerakan
tubuh, mata, mulut, tipografi tulisan, warna, bendera, bentuk rumah,
pakaian, karya sastra, karya seni, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.
Sebagaimana yang diharapkan oleh Peirce agar teorinya bersifat umum
dan dapat diaplikasikan pada segala macam tanda (hlm. 3). Kerincian dari
commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

teori semiotik Peirce juga dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilakukan
Peirce dalam pemaknaan suatu tanda, seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, ada tahap kepertamaan, kekeduaan, dan keketigaan, ketiga
tahap tersebut merupakan tahap universal dari teori Peirce (Zoest dalam
Roseno, 2005:14). Selain itu, Peirce dalam teorinya memaknai tanda
secara terbuka, tetapi dibatasi oleh konteks, baik teks itu sendiri maupun
konteks sosial budaya, serta pengetahuan atau pengalaman pembaca yang
menafsirkan suatu tanda tertentu. Hal itu juga disebutkan oleh Peirce
(dalam Sartini, hlm. 6) bahwa konsep tahapan pemaknaan tanda penting
untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan tertentu kadar dalam
memahami suatu tanda berbeda pada anggota kebudayaan tersebut.
Lebih lanjut, peneliti akan menganalisis teks dengan mencari dan
memaknai tanda-tanda yang digunakan melalui ikon, indeks, dan simbol,
hal tersebut terkait dengan teori Peirce yang lebih menekankan bahwa
objek (ikon, indeks, dan simbol) memegang peranan penting dalam suatu
analisis, terutama teks yang terdiri dari gambar atau nonverbal (ikon dan
simbol) dan unsur verbal. Hal ini terkait dengan pendapat Ratna bahwa
denotatum (object) dalam karya sastra adalah dunia yang penuh dengan
keserbamungkinan makna, atas dasar pandangan bahwa segala sesuatu
mempunyai kemungkinan untuk menjadi tanda, karena jumlah objek tak
terbatas (2011: 114). Terkait dengan hal tersebut, peneliti akan menyoroti
ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor.
b. Semiotika dalam Penelitian Karya Sastra
Sebagian besar, bahkan keseluruhan aktivitas manusia pada dasarnya
dilakukan melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan. Ratna berpendapat
bahwa pada dasarnya bahasa merupakan konservasi yang paling kuat terhadap
kebudayaan manusia. Tanpa bahasa, kebudayaan atau bahkan dunia kini tidak
ada (2011:111). Lebih lanjut, hal tersebut (bahasa) dapat dikaji menggunakan
pendekatan semiotika, hal ini juga sependapat dengan Yani yang memaparkan
bahwa semiotik menelaah sistem tanda dalam bahasa dan wacana yang
commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

menjadi cermin dari budaya dan pemikiran (hlm. 2 Karya sastra merupakan
salah satu hasil dari kebudayaan, seperti yang dipaparkan oleh Lotmann
bahwa bahasa yang digunakan dalam karya sastra sebagai sistem model kedua,
metafora, konotasi, dan ciri-ciri penafsiran ganda lainnya, bukanlah bahasa
biasa, melainkan sistem komunikasi yang telah sarat dengan pesan
kebudayaan (dalam Ratna, 2011:111). Senada dengan pendapat yang telah
disebutkan sebelumnya, kehidupan manusia dibangun berdasarkan bahasa,
sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Menurut Noth (dalam
Ratna, 2011: 111) di dalam teks sastra keseluruhan terdiri atas ciri-ciri
tersebut. Bahasa metaforis konotatif, dengan hakikat kreativitas imajinatif
pengarangnya merupakan faktor utama sebab karya sastra didominasi oleh
sistem tanda. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Pradopo bahwa bahasa
merupakan media karya sastra sudah sebagai sistem semiotik atau ketandaan,
yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti (1993:121). Secara tidak
langsung, Pradopo mengungkapkan bahwa dalam karya sastra sudah tentu
menyimpan tanda-tanda, karena karya sastra disampaikan dengan bahasa.
Lebih lanjut, Teeuw mengungkapkan bahwa sebagai tanda, karya
sastra adalah dunia dalam kata yang dapat digunakan sebagai sarana
komunikasi yang tidak biasa antara pembaca dan pengarangnya. Oleh karena
itu, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (dalam Sangidu,
2004: 18). Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Mana Sikana bahwa
pendekatan semiotik melihat karya sastra sebagai suatu sistem yang memiliki
keterkaitan antara teknik dan mekanisme kelahiran suatu karya sastra (Yani,
hlm. 2 Teori semiotik memiliki anggapan bahwa sebuah karya sastra
memiliki sistem tersendiri yang diperlihatkan melalui sistem tanda yang
terkandung dalam suatu karya sastra. Lebih dalam, semiotik melihat karya
sastra dalam sudut pandang yang lebih luas. Yani menyebutkan bahwa prinsip
dari pendekatan semiotik menuntut penganalisis memberi perhatian pada
keterkaitan sistem teks yang dikaji dengan sistem yang ada di luar teks;
segala latar belakang lahirnya karya (hlm. 12). Lebih lanjut, disebutkan oleh
ahli sastra Teeuw yang mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak
commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

komunikasi yang disempurnakan menjadi model sastra yang


mempertanggungjawabkan semua faktor hakiki untuk memahami gejala
susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat manapun
(dalam Sartini, hlm. 3).
Dalam menganalisis suatu karya sastra memiliki tujuan untuk
memahami dan selanjutnya mengungkapkan makna dari karya sastra tersebut.
Menganalisis karya sastra adalah upaya menangkap dan memberikan makna
pada teks sastra. Hal tersebut senada dengan pendapat Pradopo (dalam
Sangidu, 2004: 173) yang mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan
struktur yang memiliki makna, mengingat bahwa karya sastra adalah sistem
tanda yang bermakna dan menggunakan media bahasa.
Di antara ground, denotatum, dan interpretant, yang paling sering
dibahas adalah denotatum. Nyoman (2011:114) berpendapat bahwa
denotatum karya sastra adalah dunia fiksi atau dunia dalam kata-kata, dunia
yang penuh dengan kemungkinan. Dunia fiksi tidak harus sama dengan dunia
yang sesungguhnya, tetapi harus dapat diterima ‘kebenarannya’. Melalui
denotatum, pengarang membuat dunianya sendiri dalam kata-kata yang
dirangkainya dan memiliki keserbamungkinan makna setiap pembacanya.
Denotatum dalam karya sastra pun mampu mengajak pengarang maupun
pembaca untuk berimajinasi dalam memaknai karya sastra.
Peirce mengungkapkan bahwa ada tiga jenis tanda berdasarkan
hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, bahwa sifat dari denotatum adalah ikon, indeks, dan simbol. Hal
tersebut juga diungkapkan Hilpinen, “I shall make some remarks on two basic
divisions in Peirce’s system, the distinction between the objects and the
interpretants of a sign, and the division of signs into icons, indices, and
symbols “(Saya akan membuat beberapa catatan pada dua divisi dasar dalam
sistem Peirce, perbedaan antara objek dan interpretants dari tanda, dan
pembagian tanda-tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol) (2007: 611).
Piliang (2003: 271) berpendapat bahwa ikon (icon) adalah hubungan antara
penanda dan petandanya yang memiliki sifat keserupaan (similitude). Ikon
commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1) ikon topografis; 2) ikon diagramatis;


3) ikon metaforis. Ikon topografis adalaha ikon yang berdasarkan persamaan
tata ruang, misalnya puisi-puisi kongkret atau visual. Ikon diagramatis adalah
ikon yang berdasarkan persamaan struktur, misal diagram. Ikon metaforis
adalah ikon yang berdasarkan persamaan dua kenyataan yang didenotasikan
sekaligus, langsung atau tidak langsung, misalnya alegori atau parabel.
Bagian dari denotatum yang kedua, yaitu indeks, Peirce menyebutkan
bahwa indeks adalah sebuah tanda yang dalam hal bentuk tandanya tergantung
dari adanya sebuah denotatum atau tanda yang mengandung hubungan kausal
atau sebab akibat hal yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003: 65).
Misalnya, asap menandakan adanya api, mendung menandakan akan turunnya
hujan. Teks secara keseluruhan memiliki ciri-ciri indeksikal sebab teks
berhubungan dengan dunia yang disajikannya. Dalam hal ini, Peirce juga
menunjuk indeksikal teks melalui tiga sisi, yaitu pengarang sebagai ciri
komunikasi, dunia nyata sebagai ciri nilai-nilai pengetahuan, dan pembaca
dengan ciri nilai-nilai eksistensial. Jika dikaitkan dengan teks sebagai unsur-
unsur karya sastra, indeksikal mikro, juga dibedakan atas beberapa macam,
yaitu: 1) indeks dalam kaitannya dengan dunia di luar teks; 2) indeks dalam
kaitannya dengan teks lain sebagai intertekstual; dan 3) indeks dalam
kaitannya dengan teks dalam teks, sebagai intratekstual (dalam Ratna, 2011:
115).
Bagian denotatum yang ketiga, yaitu simbol, Peirce memaparkan
bahwa simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang
ditandakan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial
tertentu (dalam Endraswara, 2003: 65). Simbol dapat dianalisis melalui suku
kata, kata, kalimat, alinea, bab, dan seterusnya, bahkan juga melalui tanda
baca dan huruf sebagaimana ditemukan dalam analisis gaya bahasa. Ratna
(2011:116) berpendapat bahwa simbol ditandai oleh dua ciri, yaitu: 1) antara
penanda dan petanda tak ada hubungan intrinsik sebelumnya, 2) penanda dan
petanda merupakan konteks kultural yang berbeda. Berdasarkan pendapat

commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

tersebut dijelaskan bahwa simbol lebih berhubungan dengan kesepakatan


masyarakat mengenai suatu tanda tertentu diartikan sebagai apa.
Noth memaparkan mengenai simbol, yaitu “Represent their objects,
independently alike of any resemblance or any real connection, because
dispositions or factitious habits of their interpreters insure their being so
understood”(2010: 83). Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat
yang disampaikan oleh Nurgiyantoro (2007:42) bahwa tanda yang berupa
simbol meliputi berbagai hal yang telah mengkonvensi di masyarakat. Antara
tanda dan objek tak memiliki hubungan kemiripan ataupun kedekatan,
melainkan terbentuk karena kesepakatan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa semiotik dalam penelitian sastra berfungsi untuk membaca
makna di balik berbagai macam tanda yang digunakan oleh pengarang dalam
menyampaikan ceritanya.
3. Hakikat Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra
Kata nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 690)
diartikan sebagai harga. Namun, kata tersebut sudah dihubungkan dengan suatu
objek dan sudut pandang tertentu, harga memiliki pemahaman yang beragam.
Mulyana (dalam Sauri, 2010) yang tertera dalam naskah Seminar Nasional
Pendidikan Nilai Karakter menyebutkan bahwa nilai itu adalah rujukan dan
keyakinan dalam menentukan pilihan. Lebih lanjut, Rokeali (dalam Sauri,
2010) yang dipaparkan dalam naskah yang sama, mengartikan nilai sebagai
suatu kepercayaan/keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang,
mengenai apa yang patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang
berharga dari apa yang tidak berharga. Rokeali lebih menekankan pada
anggapan kepantasan atau kepatutan terhadap suatu sikap atau pemikiran
tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Pilihan
tersebut berkaitan dengan hal-hal yang patut dilakukan atau tidak dan hal-hal
yang berharga atau tidak berharga.
commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Setiap karya sastra diciptakan untuk menyampaikan suatu pesan tertentu


pada pembaca. Melalui karya sastra, pembaca belajar dari pengalaman orang
lain dalam menghadapi masalah dalam kehidupan. Hal tersebut juga disebutkan
oleh Alwasilah (dalam Puji Retno H.) bahwa dalam sastra terdapat nilai-nilai
kehidupan yang tidak diberikan secara perspektif, tetapi dengan membebaskan
pembaca mengambil manfaatnya dari sudut pandang pembaca itu sendiri
melalui interpretasi (2008: 111). Oleh karena itu, seperti yang disebutkan oleh
Suyitno, sastra bisa difungsikan sebagai pembina tata nilai dalam berbagai
sendi kehidupan intelektual, pendidikan rohani, serta hal-hal lain yang bersifat
personal maupun sosial (dalam Nuraini, 2007: 27). Secara garis besar nilai
pendidikan dalam sastra dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Nilai Agama
Agama adalah hal yang mutlak dalam kehidupan manusia,
sehingga dari pendidikan agama ini diharapkan dapat terbentuk manusia
yang religius. Secara formal, Indonesia mengatur masalah ini dalam dasar
negara. Hal ini berpengaruh pada sistem pendidikan yang dalam setiap
jenis dan jenjang selalu ada unsur agama. Semi (1993:22) memberikan
uraian mengenai hubungan agama dengan karya sastra bahwa agama
merupakan dorongan penciptaan sastra, sebagai sumber ilham sekaligus
karya sastra bermuara pada agama.
Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2007: 326) juga berpendapat
bahwa kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua
keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius.
b. Nilai Sosial
Nilai pendidikan sosial adalah tata sosial tertentu yang
mengungkapkan sesuatu hal yang bisa direnungkan. Dalam karya sastra
dengan ekspresi pengungkapan nilai sosial pada akhirnya dapat dijadikan
cermin atau sikap para pembacanya. Suyitno mengungkapkan bahwa karya

commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

sastra dapat berfungsi sebagai daya penggoncang nilai-nilai sosial yang


sudah mapan (dalam Nuraini, 2007: 28).
c. Nilai Moral
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai salah satu
wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema
merupakan moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2007: 320). Moral dalam
karya sastra merupakan cerminan dari pandangan hidup pengarang
mengenai nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral
dalam cerita, menurut Kenny biasanya memiliki maksud untuk
memberikan saran yang berkaitan dengan ajaran moral tertentu yang
bersifat praktis, yang dapat dipetik pembaca dari cerita (dalam
Nurgiyantoro, 2007: 321).
Jenis dan wujud pesan moral dalam karya sastra dapat mencakup
persoalan hidup dan kehidupan atau persoalan mengenai harkat dan
martabat manusia. Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa secara garis
besar, persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke
dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial dan alam, dan hubungan manusia
dengan Tuhan (2007: 323-324).
d. Nilai Estetis
Semi berpendapat bahwa fungsi estetika sastra adalah penampilan
karya sastra yang dapat memberi kenikmatan dan keindahan bagi
pembacanya (dalam Nuraini, 2007: 28). Lebih lanjut, Suyitno juga
berpendapat bahwa sastra tidak hanya sekadar memberi kesenangan, tetapi
juga memberi pengetahuan serta pencernaan yang menghayat tentang
hakikat kehidupan bernilai (dalam Nuraini, 2007: 28).
Suyitno mengungkapkan bahwa cipta sastra di samping
menunjukkan sifatnya yang rekreatif, juga merupakan dian penerang yang
mampu memimpin manusia mencari nilai-nilai yang dapat menolongnya
untuk menemui hakikat kemanusiaan yang berkepribadian. Cipta sastra

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

mempunyai kandungan amanat spiritual yang berbalut estetika (dalam


Nuraini, 2007: 29).
Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik. Lebih jauh,
Ratna mengungkapkan bahwa jika dikaitkan dengan pesan dan muatannya,
hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika (2005:
447). Banyak hal yang dapat diperoleh dari suatu karya sastra. Tjokrowinoto
(dalam Haryadi, 2012) memperkenalkan istilah pancaguna atau manfaat dari
karya sastra, yaitu: 1) mempertebal pendidikan agama dan budi pekerti; 2)
meningkatkan rasa cinta tanah air; 3) memahami pengorbanan pahlawan bangsa;
4) menambah pengetahuan sejarah; 5) mawas diri dan menghibur. Sama halnya
dengan Agustien S., Sri Mulyani, dan Sulistiono (dalam Handayani, 2009: 13)
mereka juga menyebutkan lima dari fungsi sastra secara lebih luas daripada yang
telah diungkapkan oleh Tjokrowinoto. Fungsi sastra tersebut, antara lain 1) fungsi
rekreatif; 2) fungsi didaktif; 3) fungsi estetis; 4) fungsi moralitas, dan 5) fungsi
religius. Fungsi rekreatif, yaitu apabila sastra dapat memberikan hiburan yang
menyenangkan bagi pembacanya. Fungsi didaktif, yaitu apabila sastra mampu
mengarahkan atau mendidik pembacanya karena adanya nilai-nilai kebenaran dan
kebaikan yang terkandung di dalamnya. Fungsi estetis, yaitu apabila sastra
mampu memberikan keindahan bagi pembacanya. Fungsi moralitas, yaitu apabila
sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembacanya sehingga
mengetahui moral yang baik dan buruk. Fungsi religius, yaitu apabila sastra
mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca. Lebih lanjut,
Haryadi menyebutkan sembilan manfaat yang terdapat dalam karya sastra yang
tidak jauh berbeda dengan pendapat yang telah disebutkan oleh Tjokrowinoto dan
Agustien S., dkk. Dalam pendapat Haryadi, terdapat hampir fungsi yang telah
disebutkan oleh kedua pendapat sebelumnya, yang membedakan Haryadi
menyebutkan fungsi karya sastra dalam bentuk pagelaran. Haryadi (2012)
mengungkapkan sembilan manfaat yang terdapat dalam suatu karya sastra, yaitu:
1) dapat berperan sebagai hiburan dan media pendidikan; 2) isinya dapat
menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur; 3)
isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan
commit to user

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

peradaban bangsa; 4) pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan


kesatuan; 5) proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan
dinamis; 6) sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain; 7) proses
penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, professional, dan
rendah hati; 8) pagelarannya memberikan tentang dan kerja sama yang kompak
dan harmonis; 9) pengaruh asing yang ada di dalamnya memsberi gambaran
tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.
4. Penelitian yang Relevan
Roseno (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Semiotik Novel
Topeng Jero Ketut Karya Sunaryono Basuki Ks”, menyimpulkan bahwa tanda-
tanda semiotik dalam Novel Topeng Jero Ketut karya Sunaryono Basuki Ks
meliputi unsur ikon, indeks, dan simbol. Ikon dalam novel tersebut Topeng Jero
Ketut menjadi misteri di Pulau Bali, Topeng Jero Ketut adalah topeng kuno yang
suci dan sacral, pemburu Topeng Jero Ketut adalah pengusaha kelas atas yang
bergaya metropolis. Indeks dalam novel tersebut, yaitu para pemburu topeng
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan Topeng Jero Ketut, kekuatan dan
karunia adalah pemberian Tuhan YME yang harus disyukuri dan tidak boleh
disalah-gunakan oleh manusia, para pemburu memiliki tujuan tercela setelah
mendapatkan Topeng Jero Ketut. Simbol dalam novel tersebut adalah kemajuan
teknologi modern berdampak kemunduran mental serta moral bangsa Indonesia,
para pemburu topeng adalah orang-orang berkuasa, dan para pemburu topeng
menghilang atau berpindah dimensi menuju dunia lain. Pada Novel Topeng Jero
Ketut, Suryono Basuki Ks memakai tanda-tanda semiotik seperti ikon, indeks, dan
simbol sebagai wahana penyampai pesan moral melalui sindiran terhadap tanda
‘tikus’ yang disimbolkan melalui julukan ‘jero ketut’.
Purwoko (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Novel Di Batas
Angin Karya Yanusa Nugroho: Sebuah Tinjauan Semiotik”, menyimpulkan bahwa
simbol yang digunakan oleh Yanusa Nugroho adalah tokoh Sokrasana yang
merupakan simbol dari hati nurani manusia dan Sumantri adalah simbol dari
ambisi manusia. Tokoh Sumantri sebagai simbol ambisi adalah bagaimana dia
mempunyai keinginan yang begitu besar untuk menjadi seorang penguasa dengan
commit to user

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

melakukan segala cara untuk mewujudkannya termasuk membunuh adiknya


sendiri, Sokrasana. Tokoh Sokrasana sebagai simbol hati nurani adalah bagaimana
dia mampu menyelesaikan permasalahan dengan bijaksana tanpa harus ada
pertumpahan darah.
Wardoyo (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Novel Kabut Kelam
Karya Achmad Munif: Sebuah Pendekatan Semiotik”, menyimpulkan bahwa
dilihat dari aspek semiotik, melalui hubungan antara tanda dan acuannya berupa
ikon, indeks, dan simbol, kehidupan masyarakat Jawa yang penuh konflik akibat
perbedaan paham yang sangat diyakini oleh masyarakat Jawa berhasil
digambarkan dengan jelas. Ketiga macam hubungan antara tanda dan acuan
tersebut dapat ditemukan pada penokohan dan penggambaran latar, yang intinya
terjabarkan dari suatu tema. Semua tokoh dalam Kabut Kelam adalah para
manusia yang terdera kesulitan akibat perbedaan pandangan yang berkembang
pada tahun 1965 sehingga menimbulkan banyak masalah. Masalah pertama yang
timbul dari perbedaan pandangan di antara masyarakat Jawa, yaitu timbulnya
paham feodalisme yang kuat dalam diri Raden Mas Ilyas Kusumonegoro,
sehingga mengakibatkan terhalangnya jalinan cinta antara Sultan Alam dengan
Raden Ayu Indri Astuti. Masalah sekelompok masyarakat Jawa, sehingga
menimbulkan situasi di berbagai wilayah menjadi tegang. Paham revolusioner
beranggapan bahwa orang kaya hanya ingin menyengsarakan rakyat kecil. Mereka
menghalalkan segala cara demi tujuan yang mereka inginkan. Dilihat dari
hubungan antara unsur-unsur pembangun struktur novel Kabut Kelam dengan
simbol-simbol yang ada, terdapat keterkaitan yang sangat erat. Unsur-unsur
tersebut, yaitu tema, penokohan, dan latar, membentuk makna totalitas dan
masing-masing unsur saling mendukung satu sama lain. Hubungan antara tema,
penokohan, dan latar dengan simbol-simbol yang ada di dalamnya mampu
menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa, yang di dalamnya mampu
mengandung amanat bahwa persamaan dalam menyikapi berbagai pandangan
yang berkembang dalam masyarakat sangat dibutuhkan oleh mereka.
Nurul Khomsah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian
Semiotik Kumpulan Cerpen Samin Karya Kusprihyanto Namma”, menyimpulkan
commit to user

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

bahwa Kumpulan Cerpen Samin merupakan bentuk kritik penulis terhadap


pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Beberapa judul
cerpen seperti Biru, Kembang Tebu, Jawa, Samin, Bedil, dan Dom mengisahkan
tentang keburukan atau penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru. Beberapa judul cerpen yang lain seperti Mun, Pundhen, Patrem, dan Tuyul
memang tidak mengkhususkan pada masa Orde Baru, namun memiliki kesatuan
ide dengan cerpen lainnya, yaitu kritik terhadap sistem pemerintahan atau politik.
Penulis menggunakan sistem semiotik (simbol, ikon, indeks) dalam menuangkan
ide ceritanya karena ia tidak berani menyampaikan kritiknya secara terang-
terangan. Meskipun demikian, penggunaan sistem semiotik dalam karya ini dapat
menambah keestetikaan karya.
Agung Kurniawan (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Simbol
dalam Naskah Skenario Film Koper Karya Richard Oh”, menyimpulkan bahwa
simbol yang terkandung di dalam naskah skenario film Koper karya Richard Oh
apabila dicermati menunjukkan tanda-tanda semiotik yang dapat diambil sebagai
sebuah penafsiran, mengapa Richard Oh menempatkan cerita ini pada posisi
budaya Indonesia, terlepas dari kemungkinan hanya untuk kritikan sosial.
Semiotik mencoba menemukan makna yang ada dalam karya sastra mengenai
simbol koper yang terdapat pada tokoh, suasana, dialog, adegan dan benda.
Setelah menguraikan simbol yang terkandung maka diketahui bahwa simbol koper
dalam cerita tokoh disimbolkan dengan Yahya yang keras pendiriannya dan gigih
memperjuangkan pendiriannya dalam mengembalikan koper. Pada suasana,
disimbolkan dengan dunia di luar ruang lingkup cerita tertutup bahkan jauh dari
jangkauan Yahya, hal tersebut karena Yahya terfokus pada koper. Sedangkan
simbol pada dialog tokoh Yahya, terlihat dari keinginannya untuk segera
mengembalikan Koper itu kepada pak Tides dan simbol dialog pada tokoh
Yasmin terlihat ketika menyindir Yahya. Peran simbol pada adegan,
menyimbolkan perasaan masing-masing tokoh dalam menjalankan peran yang
berkembang dari awal hingga akhir cerita yang mengisahkan tentang koper yang
selalu dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kemapanan dalam kehidupan
Yahya; benda juga berperan sebagai simbol. Benda tersebut diantaranya, koper
commit to user

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

berarti kesuksesan dan kemapanan seseorang dalam mengarungi kehidupan, dan


harmonika sebagai simbol diri Yahya. Makna simbol yang terkandung di dalam
naskah skenario film Koper karya Richard Oh terdapat pada saat Yahya membawa
koper tersebut ke lingkungan kerja, lingkungan masyarakat, lingkungan Kafe
Betawi, dan lingkungan kepolisian. Selain itu makna simbol juga terdapat pada
tindakan oleh sebagian besar tokoh yang terpengaruh dengan adanya koper
diantaranya tokoh Yasmin, Noni, Office Boy, Preman, calo Polisi, dan Pak Gatot,
yang menyatakan bahwa koper adalah simbol yang selalu ada dan berperan
sebagai cerminan hidup manusia dalam mencari ketenangan di tengah-tengah
hiruk-pikuk kota Jakarta. Koper selama ini dianggap sebagai barang berharga,
orang yang membawa atau mempunyai koper dianggap telah mapan dan sukses
dalam meniti karier di kota besar.
Alasan peneliti memilih ketiga penelitian tersebut sebagai penelitian yang
relevan, karena ketiga penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan. Keterkaitan tersebut terdapat pada kajian yang
digunakan, yaitu kajian semiotik.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam mengkaji suatu karya sastra terdapat beberapa kajian yang bisa
digunakan, antara lain kajian sosiologi sastra, kajian struktural, kajian
intertekstual, kajian semiotik, dan sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan kajian semiotik pada Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia karya Agus Noor. Kajian semiotik merupakan suatu kajian yang
memiliki tujuan untuk mengkaji makna di balik tanda-tanda yang terdapat dalam
suatu karya sastra, dalam penelitian ini adalah Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori milik
Charles Sanders Peirce terutama pada bagian objek yang terdiri dari ikon, indeks,
dan simbol. Dengan demikian, peneliti menganalisis unsur semiotik (ikon,
indeks, dan simbol), mengidentifikasi unsur ikon, indeks, dan simbol yang
terdapat dalam kumpulan cerpen tersebut, kemudian menganalisis makna yang
ada di balik ketiga unsur tersebut. Selain itu, peneliti mendeskripsikan nilai-nilai

commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

pendidikan yang tersirat dalam kumpulan cerpen tersebut. Berikut ini disajikan
diagram kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia

Kajian Semiotik Nilai Pendidikan

1. Nilai Religius
Teori Semiotik Peirce
2. Nilai Moral
3. Nilai Sosial
Object 4. Nilai Estetis

Ikon Indeks Simbol

Identifikasi Tanda

Analisis Tanda

Makna Tanda

Kesimpulan

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

commit to user

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan dengan
studi pustaka. Dengan demikian, penelitian ini tidak terikat oleh tempat tertentu,
artinya penelitian ini dapat dilakukan kapan saja tanpa terpancang oleh tempat dan
waktu.
Tabel. 3.1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan

2011 2012
Jenis Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

1.Persiapan

a. Pengajuan Judul

b.Penyusunan Proposal

2.Pelaksanaan Penelitian

a.Pengumpulan Data

b. Analisis Data

c.Penarikan Kesimpulan

3.Penyusunan Laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian


Bentuk dan strategi penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut
Sutopo (2002: 35) bentuk dan strategi penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti
lebih daripada sekadar angka atau frekuensi. Dalam penelitian ini, peneliti
meneliti unsur-unsur semiotik yang meliputi ikon, indeks, dan simbol, makna

commit to user

33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

yang ada di balik unsur-unsur tersebut dan nilai-nilai moral yang terdapat dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor.
C. Sumber Data
Data atau informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini
berupa data kualitatif. Jenis-jenis sumber data dalam penelitian kualitatif ini
berupa narasumber/informan, yaitu sastrawan (Hanindawan dan Sosiawan Leak),
dosen (Rudy Adi Nugroho), dan pembaca (Bayu Murti Sulaiman, Asri
Puspitaningtyas, Fatima Zahra, Yunita Nurul Khomsah, Tyas Sri Utami, Yayat
Suhiryatno, dan Ranin Agung Kurniawan). Selain itu, data dokumen berupa buku
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dan
data yang berasal dari sumber internet yang berkaitan dengan pembahasan
mengenai karya tersebut.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut Sutopo adalah
kecenderungan peneliti untuk memilih informasi dan masalahnya secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (2002:
55). Teknik purposive sampling ini digunakan untuk menentukan informan dan
dokumen yang diteliti. Informan yang diwawancarai merupakan seseorang yang
memiliki kompetensi di bidang sastra, yaitu sastrawan dan dosen. Sedangkan
dokumen yang dijadikan sampel data adalah buku Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia dan data-data lain yang terkait, seperti ulasan-ulasan
yang terdapat pada blog pengarang
Ada dua teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk
mengumpulkan data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang
diteliti. Kedua teknik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Content Analysis (Analisis Isi)
Milles dan Hubberman (1992:15) memaparkan bahwa analisis isi berupa
pengumpulan berbagai macam data yang berwujud kata-kata (bukan rangkaian
kata-kata) melalui berbagai macam cara, kemudian melalui alur proses
sebelum dinyatakan layak atau sesuai untuk digunakan. Alur proses tersebut
commit to user

34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

meliputi pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis. Peneliti bukan


sekadar mencatat unsur-unsur semiotik dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor yang berupa ikon, indeks, dan
simbol, melainkan mencari makna di balik unsur-unsur tersebut. Teknik
content analysis ini digunakan untuk menjawab permasalahan pertama, kedua,
dan ketiga yaitu mengidentifikasi unsur-unsur semiotik (ikon, indeks, simbol)
yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
karya Agus Noor, makna yang ada di balik unsur-unsur tersebut, dan
keterkaitan nilai karya sastra dengan pendidikan karakter di sekolah.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui percakapan
atau dialog dan bertatap muka dengan orang yang memberikan keterangan
pada peneliti (Djojosuroto dan Sumaryati, 2010: 47-48). Pendapat tersebut
tidak jauh berbeda dengan pendapat Sugiyono, wawancara adalah tatap muka
antara dua orang yang bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (2009: 231).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan sastrawan (Hanindawan
dan Sosiawan Leak) untuk menilai ketepatan metode yang peneliti gunakan.
Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan salah satu sastrawan yang sama
(Sosiawan Leak) guna mendapatkan validitas data dari data-data yang sudah
diperoleh. Wawancara juga dilakukan dengan dosen (Rudy Adi Nugroho)
untuk mengetahui kelayakan karya sastra yang diteliti sebagai bahan ajar Mata
Kuliah Kajian Apresiasi Prosa Fiksi, khususnya dengan menggunakan kajian
semiotik, dan beberapa pembaca (Bayu Murti Sulaiman, Asri Puspitaningtyas,
Fatima Zahra, Yunita Nurul Khomsah, Tyas Sri Utami, Yayat Suhiryatno, dan
Ranin Agung Kurniawan), untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kesulitan
pemahaman pembaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia karya Agus Noor sehingga dapat diketahui permasalahannya dan
dicarikan metode yang sesuai atau tepat dengan permasalahan yang ada.

commit to user

35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

E. Validitas Data
Peneliti menggunakan triangulasi untuk mendapatkan data yang valid.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi metode, dan
triangulasi teori. Berikut adalah penjelasannya:
1. Triangulasi Sumber
Sutopo (2002: 79) mengungkapkan bahwa triangulasi sumber dilakukan
dengan cara menggali data dari sumber yang berbeda-beda dan juga teknik
pengumpulan data yang berbeda itu pun data sejenis yang bisa teruji
kemantapannya. Alasan peneliti menggunakan triangulasi sumber adalah
untuk mendapatkan data yang akurat dari berbagai sumber agar permasalahan
yang dibahas dapat dipandang berdasarkan beberapa sudut pandang dari
narasumber yang memiliki kompetensi di bidang sastra. Selain itu, peneliti
juga menggunakan berbagai sumber data yang menunjang permasalahan yang
dibahas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai sumber untuk
mendukung validasi data, yaitu dari pendapat-pendapat narasumber
(informan) yang memiliki kompetensi dalam bidang sastra, antara lain
sastrawan dan dosen sastra, serta dokumen, yaitu Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan karya tersebut (blog pengarang).
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode ini dilakukan peneliti dengan mengumpulkan data
yang sejenis tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda (Sutopo, 2002: 80). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua
metode, yaitu metode content analysis (Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia dan blog pengarang) dan wawancara mendalam
(sastrawan dan dosen).

commit to user

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

F. Teknik Analisis Data


Untuk mengungkapkan makna di balik unsur-unsur semiotik yang meliputi
ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor, peneliti menggunakan metode
pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Sangidu mengungkapkan bahwa metode
pembacaan hermeneutik atau retroaktif merupakan kelanjutan dari metode
pembacaan heuristik, yaitu untuk mencari dan mengungkap makna (meaning of
meaning atau sifinificance) (2004: 175).
Metode yang dilakukan peneliti dalam pembacaan hermeneutik, yaitu
peneliti membaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya
Agus Noor secara terus menerus atau bolak-balik dari awal hingga akhir sampai
paham untuk menemukan makna karya sastra dari keseluruhan teks sebagai sistem
tanda yang ada di balik ikon, indeks, dan simbol.

G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
analisis interaktif Miles dan Huberman, seperti yang terdapat dalam gambar di
bawah ini:

Pengumpulan
data

Penyajian
Reduksi
data
data

Verifikasi
data

Gambar 3.1 Komponen Analisis Data : Model Interaktif

commit to user

37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode content analysis dan wawancara mendalam.
Penelitian ini diawali dengan kegiatan wawancara dengan para pembaca
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor
untuk mengetahui penilaian dan kesulitan-kesulitan yang ditemui pembaca
dalam karya tersebut. Setelah melakukan wawancara dan mengetahui hal-hal
yang dianggap sulit dipahami pembaca, peneliti memilih salah satu kajian
yang dianggap mampu dan sesuai untuk membedah kesulitan yang terdapat
dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu kajian semiotika. Guna menilai
ketepatan atau kesesuaian kajian yang peneliti pilih, peneliti melakukan
wawancara dengan beberapa sastrawan, yaitu Hanindawan dan Sosiawan
Leak. Berdasarkan hasil wawancara, kajian yang peneliti pilih tepat atau
sesuai untuk membedah permasalahan yang ada. Setelah itu, peneliti
melakukan metode kedua, yaitu content analysis dengan membaca karya
sastra, dokumen-dokumen terkait (blog pengarang) untuk mengumpulkan
data-data yang sesuai dengan objek kajian yang dipilih. Data-data tersebut
berupa unsur-unsur semiotik (ikon, indeks, dan simbol) dan keterkaitan nilai
dalam karya sastra dengan pendidikan karakter di sekolah.
2. Reduksi Data
Reduksi data menurut Milles dan Huberman adalah “Suatu analisis
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi” (1992: 17).
Dalam penelitian ini, reduksi data dilakukan peneliti diawali dengan
pembacaan Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya
Agus Noor secara terus-menerus (berkali-kali) dengan menggunakan metode
hermeneutik untuk memilah data yang sesuai dengan penelitian, yaitu data-
data dalam karya sastra dari keseluruhan teks yang berupa unsur semiotik
(ikon, indeks, dan simbol) dan nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam
karya sastra tersebut.
commit to user

38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

3. Penyajian Data
Proses penyajian data menurut Miles dan Huberman adalah
“Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan” (1992: 17). Penyajian
informasi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh dari data
wawancara dengan informan (sastrawan dan dosen) dan dokumen
(Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia). Berdasarkan
kedua kegiatan tersebut, peneliti dapat menggolongkan data atau kalimat
yang terdapat dalam teks karya sastra tersebut sesuai dengan jenisnya, yaitu
data yang termasuk dalam golongan unsur ikon, indeks, dan simbol. Setelah
melakukan penggolongan data ke dalam tiga unsur semiotik tersebut,
peneliti melakukan pengidentifikasian data dari setiap unsur semiotik
tersebut sesuai dengan kategori ikon, indeks, dan simbol yang sama jenisnya
serta keterkaitan nilai dalam karya sastra dengan pendidikan karakter di
sekolah
4. Verifikasi Data/ Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau verifikasi data adalah teknik untuk
menarik kesimpulan dari rangkaian kegiatan analisis yang saling susul-
menyusul, dengan keputusan terakhir dan telah diuji kebenarannya melalui
kesepakatan intersubjektif dan menghasilkan data yang teruji validitasnya
(Miles dan Huberman, 1992: 19). Dalam penelitan ini, peneliti menarik
kesimpulan dari data-data yang diperoleh dari wawancara mendalam yang
dilakukan dengan informan dan content analysis dari karya sastra dan
dokumen terkait.

commit to user

39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
Penelitian ini memfokuskan pada sisi unsur-unsur semiotik yang
terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
karya Agus Noor dengan menggunakan teori semiotik milik Peirce. Teori
tersebut membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya menjadi
tiga jenis, yaitu ikon (berhubungan dengan kemiripan), indeks
(berhubungan dengan kedekatan eksistensi atau sebab akibat), dan simbol
(berhubungan dengan hal yang sudah menjadi kesepakatan dalam
masyarakat atau berdasarkan konvensi masyarakat). Permasalahan yang
dikaji peneliti dalam penelitian ini adalah identifikasi unsur-unsur semiotik
yang berupa ikon, indeks, dan simbol, menganalisis makna yang terdapat
di balik unsur-unsur tersebut, dan nilai pendidikan yang terdapat dalam
karya tersebut.
Dalam menelaah permasalahan di atas, peneliti melakukan
pengambilan data dari beberapa sumber, di antaranya dokumen dan hasil
wawancara. Data yang berasal dari dokumen berupa Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dan dari buku
referensi yang berkaitan. Data yang berupa hasil wawancara diperoleh dari
wawancara dengan beberapa pembaca Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor, sastrawan, dan dosen. Data-data
tersebut, yaitu:
a. Ikon
1. Pemetik air mata.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1)
2. Peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm.1)
3. Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang
mereka petik. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1)
4. Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.(cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
commit to user

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

5. Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang


memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di
dalamnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
6. Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
7. Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan
jazirah peri dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung
kristal air mata yang kemudian dijual eceran. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 3)
8. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata
itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
9. Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik
air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
10. Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum
menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri
pemetik buah kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
11. Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah
bening segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
12. Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu
memetiki buah-buah kesedihan yang telah ranum, yang membuat
manusia tergoda menikmatinya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 6)
13. Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam,
peri-peri itu akan muncul dan memetik air matanya yang
bercucuran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
14. …punya beberapa butir kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 7)
15. Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar
langsung dari penjual kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 7)
commit to user

41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

16. Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga


banyak yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk
dikoleksi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
17. Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata
itu mengeluarkan tangisan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
8)
18. Penyemai sunyi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
19. Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa
dan sia-sia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi
tumbuh di antara rimbun bunga-bunga di halaman. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
20. Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna
yang paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanya-
tanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
21. Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis
yang membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak
begitu bening dalam keindahannya.…( cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 12)
22. …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
23. Tetapi, yang pasti, kini, di hadapanku telah tumbuh setangkai sunyi
yang begitu cemerlang, basah, dan murni. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 12)
24. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan
membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat
untuk meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
13)
25. Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu
tumbuh mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan
seperti makin sempurna dalam gerimis. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 14)
commit to user

42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

26. Aku melihat setangkai itu bergoyang-goyang dijentikkan angin.


(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
27. Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku
semakin berdebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
28. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya
seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika
gerombolan pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam
bangunan kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 15)
29. Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang
telah dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar
teriakan riang memanggilku dari dalam rumah. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm.15-16)
30. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi.…
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17)
31. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang
tumbuh dalam rimbun kesepianku itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 17)
32. Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17)
33. Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat
terpukau dengan setangkai sunyi itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 18)
34. Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun
sunyi yang bermekaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
35. Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
36. Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela
kamar, agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya
yang menentramkan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
37. Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh,…(hlm. 19)
commit to user

43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

38. Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (cerpen Empat


Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
39. Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang
beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
40. Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
41. Penjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
42. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit
hatimu yang sakit. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
43. Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan
menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 22)
44. Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek
dan koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit
kembali. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22)
45. Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 23)
46. Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali
kebahagiaan orang-orang….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
23)
47. Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk
menjahit hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24)
48. Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian
tenggelam dalam kekecewaan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 25)
49. Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang
jahit itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)

commit to user

44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

50. Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian


mengular memacetkan jalanan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 25)
51. “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 26)
52. Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26)
53. Pelancong kepedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27)
54. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28)
55. Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu
dengan kalungan bunga air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 34)
56. Seperti capung ia melintas halaman. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 35)
57. Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 40)
58. “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan
patut kamu nikmati, “ kata mamanya.(cerpen Permen, hlm. 43)
59. “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib
yang manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.”
(cerpen Permen, hlm. 43-44)
60. “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang
luar biasa?” (cerpen Permen, hlm. 48)
61. Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara.
(cerpen Permen, hlm. 49)
62. “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena
dibuat dari adonan penderitaan. (cerpen Permen, hlm. 51)
63. Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 55)

commit to user

45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

64. …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos


itu.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56)
65. Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima
surat cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57)
66. Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu laki-
laki itu kembali di sebuah warung tuak atau di tepi
pantai.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58)
67. …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang
rapuh dan lelah. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 59)
68. Sepotong bibir!(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 61)
69. Senja yang keemasan menyepuh puncak-puncak gedung
menjulang.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
66)
70. …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di
bawah cahaya senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 67)
71. Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (cerpen 20
Keping Puzzle Cerita, hlm. 76)
72. Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga
mengisap orang-orang yang lalu-lalang. (cerpen Episode, hlm. 86)
73. …lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti
menyusuri labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku
tersesat bila sendirian. (cerpen Episode, hlm. 88)
74. Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang
buruk seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabrak-
nabrak dinding. (cerpen Episode, hlm. 99)
75. Siang tak cuma menyengat.…(cerpen Episode, hlm. 109)
76. Lidah panasnya menjilati langit.…(cerpen Episode, hlm. 110)

commit to user

46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

77. Bahkan, kemurungan tak juga menguap dari wajahnya ketika ia


terlelap. (cerpen Episode, hlm. 111)
78. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan
alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas
mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 123)
79. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan
alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas
mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 124)
80. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan
alun yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas
mengapung di permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 128)
81. Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya
terhanyut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132)
82. Ia merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya
mengusapnya lembut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 133)
83. Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum
bunga-bunga. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 134)
84. Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia
tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 138)
85. Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa
kecil di ladang dan pekarangan. (cerpen Variasi bagi Kematian
yang Seksi, hlm. 142)
86. “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan
penderitaan, yang bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang
hidup,…” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158)
87. …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi,
kamu nggak kaget kalau susah.” (cerpen Perihal Orang Miskin
yang Bahagia, hlm. 158)

commit to user

47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

88. “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat
sumbangan.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
166)
b. Indeks
89. Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan
kelembapan udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya
meriap, dan menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi
melihat dunia karena setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia
justru merasa semakin mendekati kematian. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 2)
90. Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar,
ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
91. Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara
napasnya sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau
memualkan yang bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar
atau lumpur belerang membuatnya limbung dan perlahan-lahan
seperti mulai mengapung. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
3)
92. Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun
selalu menangis melihat mamanya menangis. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 4)
93. Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti
akan langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng,
anak setan!” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4)
94. Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan.
Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam
goreng. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
95. Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu
menatap dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam,

commit to user

48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

“Sandra, Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang


belepotan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
96. Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air
mata mamanya menetes. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
97. “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
98. Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…”
Pipinya basah air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7)
99. “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan,
kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
100. Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak
mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari
sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepa Mama, kamu akan
menjadi wanita baik-baik, Sandra.” (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 9)
101. “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil
berbaring memeluk Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
10)
102. Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru
mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa
menahan air matanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
103. Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh
berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
104. Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu
muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan
membuatmu tergeregap ketakutan. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 12)
105. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan
membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat
commit to user

49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

untuk meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.


13)
106. Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu
ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah
kembali,” katanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
107. Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
108. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya
seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika
gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan
kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15)
109. Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton
televisi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16)
110. Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka
kenakan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 20)
111. Ia sendiri tak pernah mau bercerita tentang dirinya.
Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling
memikul dua kotak kayu yang membuat jalannya jadi agak
membungkuk. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24)
112. Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (cerpen Kartu
Pos dari Surga, hlm. 35)
113. Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera
berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan
menabrak pintu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35)
114. Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya
terengah-engah begitu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36)
115. Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa
mulutnya kaku. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36)
116. Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup,
seakan menebak, karena ia terus diam saja. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 36)
commit to user

50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

117. Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 36)
118. Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau
kartu pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37)
119. Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah
keindahan kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 38)
120. Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati
Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 38)
121. Marwan menggandeng anaknya masuk. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 38)
122. Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 39)
123. Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu
pos itu hingga Beningnya tertidur. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 39)
124. Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00
pagi setelah Beningnya pulas. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm.
39)
125. Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat
ke sebelah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
126. Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira
ketika mendapati kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm.
40)
127. Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu,
seperti tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
128. Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan
kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user

51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

129. Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya


terisak, dan berlari ke kamarnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 41)
130. Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
131. “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (cerpen Kartu
Pos dari Surga, hlm. 41)
132. Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan
kamar anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
133. “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar
yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
134. “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42)
135. “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 42)
136. Segera Marwan menyambar mendekapnya. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
137. Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya
itu masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang
tadi sore dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen,
hlm. 43)
138. Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah
yang bergelantungan.…(cerpen Permen, hlm. 44)
139. “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal
sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket.
“Lebih enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu
segar.” (cerpen Permen, hlm. 46)
140. Tapi, wajah Iza terus cemberut. (cerpen Permen, hlm. 46)
141. …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetuk-
ngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering
commit to user

52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

panik berhadapan dengan para pengasong itu. (cerpen Permen,


hlm. 46)
142. “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada
Iza!” ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (cerpen
Permen, hlm. 48)
143. “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak
baik.”(cerpen Permen, hlm. 48)
144. Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti
sindiran. (cerpen Permen, hlm. 51)
145. “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (cerpen Permen, hlm. 51)
146. Maneka, yang tengah menyirami bunga, terpesona oleh
kemunculannya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 55)
147. Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55)
148. Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 56)
149. Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?—
tetapi perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya
jadi salah tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai
pertanyaan. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
56)
150. Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 58)
151. Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada laki-
laki itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60)
152. Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka
saat menerima kiriman dari Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia,hlm. 60)
153. Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu
bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 61)
commit to user

53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

154. Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin


berdebar dan terpana. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 61)
155. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
156. Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62)
157. Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu
mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin
dilepaskan.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62)
158. Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh
menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat
kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya.
(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62)
159. Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan
diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai
memukulinya, menyeret dan menyilet bibirnya, kemudian
membuangnya begitu saja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 62)
160. Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap
bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63)
161. Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia
ajak berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang
soal bibir dari Sukab itu kepada Alina. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 63)
162. Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya
berbicara sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)

commit to user

54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

163. Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena
menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia.
(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)
164. Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran,
Maneka dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian
dan kerinduan di hati mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
di Dunia, hlm. 66)
165. Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67)
166. Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya
karena tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya
pacar selain kita….(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 67)
167. Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan
terpesona. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68)
168. Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi
juga dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68)
169. Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan
akrobat tukang sulap. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 68)
170. Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor
kucing hitam melompati jenazahmu. (cerpen 20 Keping Puzzle
Cerita, hlm. 72)
171. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (cerpen 20 Keping
Puzzle Cerita, hlm. 72)
172. Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (cerpen 20 Keping
Puzzle Cerita, hlm. 76)
173. Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran
di kota ini. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
85)
commit to user

55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

174. Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 87)
175. “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata
sambil mengelus kepalaku. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 88)
176. Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88)
177. Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (cerpen Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
178. Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus
yang sering kudatangi dulu. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 93)
179. Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
180. Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (cerpen
Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97)
181. Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (cerpen Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99)
182. Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100)
183. Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak
kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (cerpen
Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100)
184. Keesokan harinya kalian gempar. (cerpen Cerita yang Menetes
dari Pohon Natal, hlm. 102)
185. Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar
denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105)
186. Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 106)

commit to user

56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

187. Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
188. Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika
orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau
bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi
sore. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
189. Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus
bertahan dan melawan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon
Natal, hlm. 109)
190. Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 110)
191. Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu.
(cerpen Episode, hlm. 116)
192. Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa
mainan yang berantakan di lantai. (cerpen Episode, hlm.116)
193. Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu.
(cerpen Episode, hlm. 116)
194. Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau
yang tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa
danau tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan
danau yang digambarnya pada bagian satu. (cerpen Episode, hlm.
117)
195. Keduanya saling pandang. (cerpen Episode, hlm. 117)
196. Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (cerpen
Episode, hlm. 119)
197. “Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya.
(cerpen Episode, hlm. 120)
198. Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di
laintai, bersimbah darah dan kepalanya pecah. (cerpen Episode,
hlm. 120)
199. “Kamu sakit, Sayang?” (cerpen Episode, hlm. 121)
commit to user

57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

200. Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya.


(cerpen Episode, hlm. 126)
201. “Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu
mendengus. (cerpen Episode, hlm. 126)
202. Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit
terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen
Episode, hlm. 126)
203. Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (cerpen
Episode, hlm. 127)
204. “Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan
semangkuk corn flake. (cerpen Episode, hlm. 127)
205. Bocah itu melengos. (cerpen Episode, hlm. 127)
206. Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (cerpen Episode, hlm.
127)
207. Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung,
diayun keras-keras, membuat kursi menggeriat. (cerpen Episode,
hlm. 127)
208. Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya.
(cerpen Episode, hlm. 128)
209. Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan
segera terserap genangan danau yang kian meluas. (cerpen
Episode, hlm. 129)
210. Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun
kering, rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akar-
akar rambat membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak
jatuh dari atap kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak
burung, juga semilir angin sejuk, merembes dari dinding kamar.
(cerpen Episode, hlm. 130)
211. Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang.
(cerpen Episode, hlm. 130)

commit to user

58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

212. Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan.
Semuda dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati.
(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 136)
213. Kau ingin menangis entah kenapa. (cerpen Variasi bagi Kematian
yang Seksi, hlm. 140)
214. “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (cerpen Variasi bagi
Kematian yang Seksi, hlm. 141)
215. Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia
berpamitan, “Aku pergi, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 143)
216. Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap
dengan suara tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 147)
217. Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah
menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut,
seperti hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk
ke dalam mulutnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 147)
218. Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap
dengan tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm.
148)
219. Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar
segera berhenti tertawa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 148)
220. Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (cerpen Variasi
bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)
221. Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang
pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi
yang baru saja dijalani. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 148)

commit to user

59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

222. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut,
buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang
malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin
juga. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 154)
223. Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar
berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar
untuk sekadar melupakan penderitaan. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 156)
224. Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan
wajah kecewa. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
159)
225. Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah
enaknya jadi orang miskin, “ katanya. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 161)
226. Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke
rumahku sambil menenteng telepon genggam. (cerpen Perihal
Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 162)
227. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas
gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu
berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang.
“Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat
murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen Perihal
Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163)
228. Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 164)
229. Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi
karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar
lunas kuburan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
165)

commit to user

60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

230. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama
menunggu mulai menggerutu. (cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 165)
231. Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (cerpen
Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
232. “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir
bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
c. Simbol
233. Sandra mencoba tersenyum (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 8)
234. Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan
tahu, Papa sibuk….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
235. Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 9)
236. Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
237. Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira
membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu
berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28)
238. Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puing-
puing reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling
peluk atau merentangkan tangan lebar-lebar. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 28)
239. Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan
begitu mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33)
240. Beningnya menggeleng. (hlm. 38)
241. Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user

61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

242. Marwan tersenyum. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
243. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu
pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
244. Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan
kehilangan. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
245. “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (cerpen Permen, hlm. 48)
246. Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (cerpen Permen,
hlm. 49)
247. Pras menggeleng. (cerpen Permen, hlm. 50)
248. Neal mengangguk. (cerpen Permen, hlm. 54)
249. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
250. Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 64)
251. Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan
dengan gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha
menghibur mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 66)
252. Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84)
253. Aku tertawa saat mereka tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes
dari Pohon Natal, hlm. 84)
254. Tapi, ia hanya tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon
Natal, hlm. 96)
255. Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia,
perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya
mata. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97)
256. Dia tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
99)
257. Ia kembali tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 99)
commit to user

62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

258. Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam,
tersenyum memandangi gambar danau itu. (cerpen Episode, hlm.
115)
259. Mereka tertawa gembira. (cerpen Episode, hlm. 117)
260. Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh.
(cerpen Episode, hlm. 121)
261. Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (cerpen Episode, hlm.
121)
262. Ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132)
263. Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya.
(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 145)
264. Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan
kata-kata terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (cerpen
Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 146)
265. Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku
pamit, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 149)
266. Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya.
(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 150)
267. Orang-orang pun tertawa ngakak. (cerpen Perihal Orang Miskin
yang Bahagia, hlm. 166)
B. Pembahasan
1. Identifikasi Unsur Ikon, Indeks, dan Simbol
a. Ikon
Ikon merupakan tanda yang berupa hubungan kemiripan
dengan apa yang diwakilinya. Ikon yang terdapat dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor berupa
ikon metaforis. Sesuai dengan pernyataan Endraswara, ikon metaforis
dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus,
langsung atau tidak langsung ( 2011: 115). Semua ikon yang terdapat
dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
merupakan ikon metaforis, yaitu:
commit to user

63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

1. Pemetik air mata.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1)


2. Peri-peri pemetik air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.1)
3. Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka
petik. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 1)
4. Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.( cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
5. Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang
memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di
dalamnya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
6. Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
7. Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan jazirah
peri dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung kristal air
mata yang kemudian dijual eceran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 3)
8. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata itu.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
9. Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik air
mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
10. Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum
menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri pemetik
buah kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
11. Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah bening
segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
12. Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu memetiki
buah-buah kesedihan yang telah ranum, yang membuat manusia
tergoda menikmatinya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
13. Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam, peri-
peri itu akan muncul dan memetik air matanya yang bercucuran.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 6)
commit to user

64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

14. …punya beberapa butir kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 7)
15. Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar
langsung dari penjual kristal air mata itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 7)
16. Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga
banyak yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk dikoleksi.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
17. Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata itu
mengeluarkan tangisan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
18. Penyemai sunyi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
19. Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa dan
sia-sia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi tumbuh
di antara rimbun bunga-bunga di halaman. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 11)
20. Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna yang
paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanya-tanya.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
21. Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis yang
membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak begitu bening
dalam keindahannya.…( cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
22. …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
23. Tetapi, yang pasti, kini, di hadapanku telah tumbuh setangkai sunyi
yang begitu cemerlang, basah, dan murni. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 12)
24. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan
pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
25. Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu
tumbuh mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan seperti
commit to user

65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

makin sempurna dalam gerimis. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,


hlm. 14)
26. Aku melihat setangkai sunyi itu.…( cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 14)
27. Aku melihat setangkai itu bergoyang-goyang dijentikkan angin.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
28. Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku semakin
berdebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)
29. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya
seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika
gerombolan pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam bangunan
kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15)
30. Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang telah
dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar teriakan riang
memanggilku dari dalam rumah. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm.15-16)
31. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi, ….(cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 17)
32. Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang
tumbuh dalam rimbun kesepianku itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 17)
33. Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 17)
34. Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat
terpukau dengan setangkai sunyi itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 18)
35. Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun
sunyi yang bermekaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
36. Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 18)

commit to user

66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

37. Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela
kamar, agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya yang
menentramkan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 18)
38. Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh.…(hlm. 19)
39. Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
40. Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang
beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
41. Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
42. Penjahit kesedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
43. Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit
hatimu yang sakit. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
44. Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan
menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 22)
45. Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan
koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22)
46. Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
23)
47. Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali
kebahagiaan orang-orang….(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23)
48. Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk menjahit
hati orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 24)
49. Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian tenggelam
dalam kekecewaan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)
50. Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang jahit
itu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)
commit to user

67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68

51. Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular
memacetkan jalanan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25)
52. “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 26)
53. Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 26)
54. Pelancong kepedihan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27)
55. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28)
56. Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan
kalungan bunga air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 34)
57. Seperti capung ia melintas halaman. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 35)
58. Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 40)
59. “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan
patut kamu nikmati, “ kata mamanya.(cerpen Permen, hlm. 43)
60. “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib yang
manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.” (cerpen
Permen, hlm. 43-44)
61. “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar
biasa?” (cerpen Permen, hlm. 48)
62. Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara.
(cerpen Permen, hlm. 49)
63. “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena
dibuat dari adonan penderitaan. (cerpen Permen, hlm. 51)
64. Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia, hlm. 55)
65. …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos itu.(cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 56)

commit to user

68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

66. Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima surat
cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57)
67. Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu laki-laki
itu kembali di sebuah warung tuak atau di tepi pantai,…(cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 58)
68. …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang rapuh
dan lelah. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59)
69. Sepotong bibir!(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
61)
70. Senja yang keemasan menyepuh puncak-puncak gedung
menjulang.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66)
71. …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di
bawah cahaya senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 67)
72. Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (cerpen 20
Keping Puzzle Cerita, hlm. 76)
73. Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap
orang-orang yang lalu-lalang. (cerpen Episode, hlm. 86)
74. …lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti menyusuri
labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila
sendirian. (cerpen Episode, hlm. 88)
75. Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang
buruk seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabrak-
nabrak dinding. (cerpen Episode, hlm. 99)
76. Siang tak cuma menyengat.…(cerpen Episode, hlm. 109)
77. Lidah panasnya menjilati langit.…(cerpen Episode, hlm. 110)
78. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun
yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 123)

commit to user

69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70

79. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun


yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 124)
80. Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun
yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (cerpen Episode, hlm. 128)
81. Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya
terhanyut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132)
82. Ia merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya
mengusapnya lembut. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm.
133)
83. Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum
bunga-bunga. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 134)
84. Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia tersenyum.
(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 138)
85. Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa
kecil di ladang dan pekarangan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 142)
86. “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan,
yang bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang hidup….” (cerpen
Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 158)
87. …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi,
kamu nggak kaget kalau susah.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 158)
88. “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.”
(cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
b. Indeks
Indeks adalah suatu tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat
dengan sesuatu yang diacu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Endraswara, indeks yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan
apa yang ditandakan (2003: 65). Berdasarkan hasil penelitian dokumen dan
commit to user

70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71

wawancara dengan sastrawan (Sosiawan Leak), indeks yang terdapat dalam


Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia berupa indeks
yang memiliki keterkaitan dengan teks dalam teks, yaitu:
89. Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan kelembapan
udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya meriap, dan
menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi melihat dunia karena
setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia justru merasa semakin
mendekati kematian. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
90. Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar,
ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 2)
91. Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara napasnya
sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau memualkan yang
bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar atau lumpur belerang
membuatnya limbung dan perlahan-lahan seperti mulai mengapung.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 3)
92. Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun
selalu menangis melihat mamanya menangis. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 4)
93. Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti akan
langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng, anak setan!”
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4)
94. Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan.
Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam
goreng. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
95. Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu menatap
dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam, “Sandra,
Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang belepotan.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
96. Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air
mata mamanya menetes. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
commit to user

71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

97. “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (cerpen


Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 5)
98. Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…” Pipinya
basah air mata. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7)
99. “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan,
kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
100. Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak
mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari
sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepa Mama, kamu akan menjadi
wanita baik-baik, Sandra.” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9)
101. “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil
berbaring memeluk Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 10)
102. Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru
mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa
menahan air matanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
103. Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh
berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11)
104. Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu
muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan membuatmu
tergeregap ketakutan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 12)
105. Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan
pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
106. Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu
ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah
kembali,” katanya. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
107. Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 14)

commit to user

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

108. Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya


seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika
gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan
kosong terbengkalai. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15)
109. Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton
televisi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16)
110. Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka
kenakan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 20)
111. Ia sendiri tak pernah mau bercerita tentang dirinya.
Kemunculannya selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling
memikul dua kotak kayu yang membuat jalannya jadi agak
membungkuk. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 24)
112. Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (cerpen Kartu
Pos dari Surga, hlm. 35)
113. Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera
berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan
menabrak pintu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35)
114. Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya
terengah-engah begitu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36)
115. Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa
mulutnya kaku. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36)
116. Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup,
seakan menebak, karena ia terus diam saja. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 36)
117. Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 36)
118. Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau
kartu pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37)

commit to user

73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

119. Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah


keindahan kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 38)
120. Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati
Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 38)
121. Marwan menggandeng anaknya masuk. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 38)
122. Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 39)
123. Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu
pos itu hingga Beningnya tertidur. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 39)
124. Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00
pagi setelah Beningnya pulas. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm.
39)
125. Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat
ke sebelah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
126. Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira
ketika mendapati kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm.
40)
127. Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu,
seperti tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
128. Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan
kartu pos itu. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
129. Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya
terisak, dan berlari ke kamarnya. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 41)
130. Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
commit to user

74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

131. “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (cerpen Kartu
Pos dari Surga, hlm. 41)
132. Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan
kamar anaknya. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
133. “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar
yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
134. “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 42)
135. “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 42)
136. Segera Marwan menyambar mendekapnya. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
137. Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya
itu masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang
tadi sore dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (cerpen Permen,
hlm. 43)
138. Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah
yang bergelantungan.…(cerpen Permen, hlm. 44)
139. “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal
sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket.
“Lebih enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu
segar.” (cerpen Permen, hlm. 46)
140. Tapi, wajah Iza terus cemberut. (cerpen Permen, hlm. 46)
141. …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetuk-
ngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering
panik berhadapan dengan para pengasong itu. (cerpen Permen,
hlm. 46)
142. “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada
Iza!” ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (cerpen
Permen, hlm. 48)
commit to user

75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

143. “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak
baik.”(cerpen Permen, hlm. 48)
144. Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti
sindiran. (cerpen Permen, hlm. 51)
145. “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (cerpen Permen, hlm. 51)
146. Maneka, yang tengah menyirami bunga, terpesona oleh
kemunculannya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 55)
147. Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 55)
148. Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 56)
149. Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?—
tetapi perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya
jadi salah tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai
pertanyaan. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
56)
150. Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 58)
151. Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada laki-
laki itu. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60)
152. Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka
saat menerima kiriman dari Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia,hlm. 60)
153. Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu
bahagia. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 61)
154. Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin
berdebar dan terpana. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 61)
155. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
commit to user

76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

156. Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (cerpen Sepotong


Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62)
157. Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu
mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin
dilepaskan.(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 62)
158. Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh
menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat
kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya.
(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 62)
159. Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan
diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai
memukulinya, menyeret dan menyilet bibirnya, kemudian
membuangnya begitu saja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 62)
160. Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap
bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 63)
161. Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia
ajak berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang
soal bibir dari Sukab itu kepada Alina. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 63)
162. Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya
berbicara sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)
163. Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena
menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia.
(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)
164. Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran,
Maneka dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian
dan kerinduan di hati mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
di Dunia, hlm. 66)
commit to user

77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78

165. Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (cerpen


Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67)
166. Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya
karena tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya
pacar selain kita….(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 67)
167. Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan
terpesona. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68)
168. Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi
juga dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 68)
169. Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan
akrobat tukang sulap. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia,hlm. 68)
170. Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor
kucing hitam melompati jenazahmu. (cerpen 20 Keping Puzzle
Cerita, hlm. 72)
171. Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (cerpen 20 Keping
Puzzle Cerita, hlm. 72)
172. Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (cerpen 20 Keping
Puzzle Cerita, hlm. 76)
173. Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran
di kota ini. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
85)
174. Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 87)
175. “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata
sambil mengelus kepalaku. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 88)
176. Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88)
commit to user

78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79

177. Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (cerpen Cerita


yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
178. Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus
yang sering kudatangi dulu. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 93)
179. Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
180. Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (cerpen
Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97)
181. Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (cerpen Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99)
182. Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100)
183. Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak
kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (cerpen
Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100)
184. Keesokan harinya kalian gempar. (cerpen Cerita yang Menetes
dari Pohon Natal, hlm. 102)
185. Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar
denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105)
186. Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 106)
187. Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
188. Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika
orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau
bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi
sore. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)

commit to user

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80

189. Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus
bertahan dan melawan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon
Natal, hlm. 109)
190. Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 110)
191. Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu.
(cerpen Episode, hlm. 116)
192. Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa
mainan yang berantakan di lantai. (cerpen Episode, hlm.116)
193. Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu.
(cerpen Episode, hlm. 116)
194. Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau
yang tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa
danau tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan
danau yang digambarnya pada bagian satu. (cerpen Episode, hlm.
117)
195. Keduanya saling pandang. (cerpen Episode, hlm. 117)
196. Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (cerpen
Episode, hlm. 119)
197. “Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya.
(cerpen Episode, hlm. 120)
198. Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di
laintai, bersimbah darah dan kepalanya pecah. (cerpen Episode,
hlm. 120)
199. “Kamu sakit, Sayang?” (cerpen Episode, hlm. 121)
200. Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya.
(cerpen Episode, hlm. 126)
201. “Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu
mendengus. (cerpen Episode, hlm. 126)

commit to user

80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81

202. Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit
terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen
Episode, hlm. 126)
203. Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (cerpen
Episode, hlm. 127)
204. “Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan
semangkuk corn flake. (cerpen Episode, hlm. 127)
205. Bocah itu melengos. (cerpen Episode, hlm. 127)
206. Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (cerpen Episode, hlm.
127)
207. Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung,
diayun keras-keras, membuat kursi menggeriat. (cerpen Episode,
hlm. 127)
208. Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya.
(cerpen Episode, hlm. 128)
209. Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan
segera terserap genangan danau yang kian meluas. (cerpen
Episode, hlm. 129)
210. Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun
kering, rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akar-
akar rambat membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak
jatuh dari atap kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak
burung, juga semilir angin sejuk, merembes dari dinding kamar.
(cerpen Episode, hlm. 130)
211. Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang.
(cerpen Episode, hlm. 130)
212. Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan.
Semuda dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati.
(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 136)
213. Kau ingin menangis entah kenapa. (cerpen Variasi bagi Kematian
yang Seksi, hlm. 140)
commit to user

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82

214. “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (cerpen Variasi bagi


Kematian yang Seksi, hlm. 141)
215. Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia
berpamitan, “Aku pergi, Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 143)
216. Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap
dengan suara tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 147)
217. Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah
menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut,
seperti hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk
ke dalam mulutnya. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 147)
218. Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap
dengan tertahan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm.
148)
219. Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar
segera berhenti tertawa. (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 148)
220. Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (cerpen Variasi
bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)
221. Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang
pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi
yang baru saja dijalani. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi,
hlm. 148)
222. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut,
buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang
malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin
juga. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 154)
223. Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar
berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar
commit to user

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83

untuk sekadar melupakan penderitaan. (cerpen Perihal Orang


Miskin yang Bahagia, hlm. 156)
224. Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan
wajah kecewa. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
159)
225. Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah
enaknya jadi orang miskin, “ katanya. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 161)
226. Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke
rumahku sambil menenteng telepon genggam. (cerpen Perihal
Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 162)
227. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas
gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu
berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang.
“Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat
murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen Perihal
Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163)
228. Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 164)
229. Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi
karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar
lunas kuburan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
165)
230. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama
menunggu mulai menggerutu. (cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 165)
231. Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (cerpen
Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
232. “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir
bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
commit to user

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84

c.Simbol
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang
ditandakan sesuai dengan kesepakatan dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Endraswara, simbol adalah tanda yang memiliki hubungan
makna dengan yang ditandakan dan bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi
suatu lingkungan tertentu (2003: 65). Berdasarkan hasil penelitian dokumen dan
wawancara dengan salah satu sastrawan, yaitu Sosiawan Leak, simbol dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu berupa gerakan
tubuh para tokoh dan simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu. Simbol yang
berupa gerakan tubuh para tokoh, yaitu:
233. Sandra mencoba tersenyum (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
234. Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan tahu,
Papa sibuk….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
235. Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 9)
236. Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
237. Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira
membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto
ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 28)
238. Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puing-puing
reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau
merentangkan tangan lebar-lebar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
28)
239. Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu
mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 33)
240. Beningnya menggeleng. (hlm. 38)
241. Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
commit to user

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85

242. Marwan tersenyum. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40)
243. “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
244. Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
245. “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (cerpen Permen, hlm. 48)
246. Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (cerpen Permen, hlm. 49)
247. Pras menggeleng. (cerpen Permen, hlm. 50)
248. Neal mengangguk. (cerpen Permen, hlm. 54)
249. Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
250. Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 64)
251. Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan dengan
gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha menghibur mereka.
(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,hlm. 66)
252. Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84)
253. Aku tertawa saat mereka tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 84)
254. Tapi, ia hanya tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 96)
255. Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan
itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata. (cerpen Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97)
256. Dia tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 99)
257. Ia kembali tertawa. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
99)
258. Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam,
tersenyum memandangi gambar danau itu. (cerpen Episode, hlm. 115)
259. Mereka tertawa gembira. (cerpen Episode, hlm. 117)

commit to user

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86

260. Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh.


(cerpen Episode, hlm. 121)
261. Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (cerpen Episode, hlm. 121)
262. Ia tersenyum. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132)
263. Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata
terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (cerpen Variasi bagi
Kematian yang Seksi, hlm. 146)
264. Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku pamit,
Bu.” (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 149)
265. Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya. (cerpen
Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 150)
266. Orang-orang pun tertawa ngakak. (cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 166)
Simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
267. Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya. (cerpen
Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 145)
2. Analisis Makna Unsur Ikon, Indeks, dan Simbol
a. Ikon
Ikon yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
di Dunia karya Agus Noor ini memiliki makna konotasi tertentu dari apa yang
disebutkan (sesuai dengan konteks cerita).
1) Pemetik air mata.(data no. 1)
2) Peri-peri pemetik air mata. (data no. 2)
3) Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka
petik. (data no. 3)
4) Ke sanalah butir-butir air mata yang dipetik itu dibawa.(data no. 4)
5) Lalu, Mama kembali membacakan cerita tentang peri-peri pemetik air
mata. (data no. 9)
6) Maka, sejak saat itu, bila ada manusia menangis malam-malam, peri-peri
itu akan muncul dan memetik air matanya yang bercucuran. (data no. 13)
commit to user

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87

Frase “pemetik air mata” di atas dapat digolongkan sebagai ikon


terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung. ( 2011: 115).
“Pemetik” berasal dari kata “petik” yang berarti mengambil sambil
mematahkan tangkainya (tentang bunga, dsb). (KBBI, 2005: 869). Kata
“pemetik” memiliki arti orang yang memetik atau mengambil. Kata “air
mata” menurut KBBI adalah air yang meleleh dari mata (ketika menangis,
dsb) (2005:16). Dengan demikian, frase “pemetik air mata” tergolong
dalam ikon metaforis karena air mata diibaratkan sebagai sebuah pohon
yang berbuah atau sebagai bunga yang dapat dipetik dari pohonnya.
Namun, pada kenyataannya air mata hanya keluar dari mata dikarenakan
sedih atau perasaan tertentu, bukan sesuatu yang yang dihasilkan oleh
pohon atau bunga yang dapat dipetik. Jika dilihat dari konteks ceritanya,
frase “pemetik air mata” dalam kalimat-kalimat tersebut berarti sesuatu
yang dapat menghapus kesedihan.
7) Pada saat-saat tertentu butir-butir kristal air mata itu memang
memperdengarkan kembali kesedihan yang masih tersimpan di dalamnya.
(data no. 5)
8) Bahkan, ketika kesedihan itu telah menjelma kristal. (data no. 6)
9) Ketika akhirnya, lelaki pencuri sarang walet itu meninggalkan jazirah peri
dan menemukan jalan pulang, ia membawa sekarung kristal air mata yang
kemudian dijual eceran. (data no. 7)
10) Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata itu.
(data no. 8)
11) …punya beberapa butir kristal air mata itu. (data no. 14)
12) Kata anaknya yang berumur 10 tahun itu, cerita itu dia dengar langsung
dari penjual kristal air mata itu. (data no. 15)
13) Lalu Bita berceloteh riang, kalau kawan-kawan sekolahnya juga banyak
yang membeli butir-butir kristal air mata itu untuk dikoleksi. (data no. 16)
commit to user

87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88

14) Kadang Bita terbangun ketika didengarnya kristal-kristal air mata itu
mengeluarkan tangisan. (data no. 17)
“Kristal” dalam KBBI memiliki arti unsur pembentukan batuan
yang atomnya tersusun dan terikat oleh kekuatan intermolekuler sehingga
menjadi padat(2005: 601). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna
yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dalam kalimat-kalimat tersebut, air mata yang berarti air
yang menetes dari mata diibaratkan seperti batuan-batuan kristal yang
sudah memadat.
15) Karena tahu manusia akan mengenal kesedihan, maka sebelum
menciptakan maut, Tuhan menciptakan lebih dulu peri-peri pemetik buah
kesedihan. (data no. 10)
16) Setiap kali datang musim semi, peri-peri itulah yang selalu memetiki buah-
buah kesedihan yang telah ranum, yang membuat manusia tergoda
menikmatinya. (data no. 12)
“Pemetik” berasal dari kata “petik” yang berarti mengambil sambil
mematahkan tangkainya (tentang bunga, dsb) (KBBI, 2005: 869). Kata
“pemetik ” memiliki arti orang yang memetik atau mengambil. Kata
“buah” menurut KBBI adalah bagian tumbuhan yang berasal dari bunga
atau putik (biasanya berbiji) (2005:166). Kata “kesedihan” menurut KBBI
berarti perasaan sedih; duka cita; kesusahan hati (2005: 1009). Sesuai
dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat
dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung. (2011: 115). Dengan demikian, frase “pemetik buah
kesedihan” tergolong dalam ikon metaforis karena kesedihan diibaratkan
sebagai sebuah pohon yang berbuah yang dapat dipetik dari pohonnya.
Namun, pada kenyataannya kesedihan adalah perasaan duka yang
dirasakan oleh hati bukan sesuatu yang dihasilkan oleh pohon atau bunga
yang dapat dipetik.

commit to user

88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
89

17) Saat itu, memang tumbuh Pohon Kesedihan, yang buah-buah bening
segarnya selalu bercucuran dari ranting-rantingnya. (data no. 11)
“Pohon” menurut KBBI memiliki arti tumbuhan yang berbatang
keras dan besar (2005: 883). Kata “kesedihan” menurut KBBI berarti
perasaan sedih; duka cita; kesusahan hati (2005: 1009). Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung. (2011: 115). Dengan demikian, “pohon kesedihan“
tergolong dalam ikon metaforis karena kesedihan diibaratkan seperti
tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Namun, pada kenyataannya,
kesedihan adalah perasaan duka yang dirasakan oleh hati bukan sesuatu
yang dihasilkan oleh pohon.
18) Penyemai sunyi. (data no. 18)
“Penyemai” berasal dari kata “semai” yang berarti benih tumbuhan
yang akan ditanam lagi sebagai bibit di tempat lain (KBBI, 2005: 1024),
sedangkan “penyemai” adalah menunjukkan orang yang menyemai. Kata
“sunyi”, menurut KBBI memiliki arti tidak ada bunyi atau suara apa pun;
hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang
berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan
yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115).
Dengan demikian, “penyemai sunyi” tergolong dalam ikon metaforis
karena sunyi diibaratkan seperti benih yang dapat disemai. Namun, pada
kenyataannya, sunyi bukanlah suatu jenis benih tumbuhan, melainkan
suatu suasana yang hening dan senyap. Jika dilihat dari konteks ceritanya,
tokoh “aku” diibaratkan seperti “penyemai sunyi” karena senantiasa
merasa atau bertahan dalam kesunyiannya sepeninggal anak-anak dan
istrinya, hal itu dikarenakan menurutnya kenangan manis bersama
keluarganya masih tetap hidup di memorinya dan akan lebih aman ketika
kenangan dan bayangan itu ada di dalam ingatannya daripada di luar sana,
walaupun pada kenyataannya ia hanya seorang diri. Hal tersebut terkait
dengan teks berikut:
commit to user

89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
90

Ah, siapa yang bisa menghapus kenangan? Mereka tetap


berkeliaran dalam rumah. Itu lebih baik, batinku. Daripada mereka
bermain-main di luar rumah. Mereka bisa saja sewaktu-waktu mati
dengan cara mengerikan. Untuk kali kedua. (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 17).
19) Aku tengah berpikir betapa hidup ini telah menjadi begitu hampa dan sia-
sia untuk dipertahankan ketika kusaksikan setangkai sunyi tumbuh di
antara rimbun bunga-bunga di halaman. (data no. 19)
20) Setangkai sunyi yang cemerlang dengan perpaduan warna-warna yang
paling rahasia sehingga membuatku tergetar dan bertanya-tanya. (data no.
20)
21) Di sela bunga-bunga mawar yang mekar dan di bawah gerimis yang
membasahi senja, setangkai sunyi tampak begitu tampak begitu bening
dalam keindahannya.…(data no. 21)
22) Aku masih termangu di beranda, menyaksikan setangkai sunyi iu tumbuh
mekar dan makin mengesankan, sementara kegelapan seperti makin
sempurna dalam gerimis. (data no. 25)
23) Aku melihat setangkai sunyi itu.…(data no. 26)
24) Makin lama setangkai sunyi itu makin mekar besar dan aku semakin
berdebar. (data no. 27)
25) Masih saja aku termangu di beranda dengan secangkir kopi yang telah
dingin memandangi setangkai sunyi itu ketika kudengar teriakan riang
memanggilku dari dalam rumah. (data no. 29)
26) Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi.…(data no. 30)
27) Aku ingin memberikan setangkai sunyi ini buat istriku. (data no. 32)
28) Setiap kali ada kenalan atau kerabat yang datang, mereka sangat terpukau
dengan setangkai sunyi itu. (data no. 33)
29) Setangkai sunyi itu mula-mula aku temukan tumbuh.…(data no. 37)
30) Setangkai sunyi itu kini bermekaran di mana-mana. (data no. 38)

commit to user

90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91

31) Aku melihat anak-anakku berlarian riang seperti kupu-kupu yang


beterbangan dari satu tangkai sunyi ke tangkai sunyi lainnya. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19)
32) Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. (data no.
39)
Kata “setangkai” yang berasal dari kata”tangkai” yang berarti
gagang pada buah (daun, bunga) (KBBI, 2005: 1139). Setangkai berarti
satu tangkai, sedangkan “sunyi” menurut KBBI berarti tidak ada bunyi
atau suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “setangkai sunyi” tergolong
dalam ikon metaforis karena sunyi diibaratkan seperti benih yang dapat
disemai. Namun, pada kenyataannya, sunyi bukanlah bagian dari bunga
atau buah, melainkan suatu suasana senyap. Jika dilihat dari konteksnya,
“setangkai sunyi” berarti kesedihan yang kekal atau kesedihan yang akan
terus terkenang dalam hidup tokoh “aku” seperti bunga yang selalu
tumbuh di taman, kenangan-kenangan bersama keluarganya yang kini
telah tiada pun seperti bunga-bunga yang indah menghiasi memorinya. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan
membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. Anak-anakku mungkin masih ada yang tengah belajar.
Atau mungkin mereka malah masih nonton televise….(cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 13)
33) …seperti bunga keabadian yang tumbuh dari duka abadi. (data no. 22)
Kata “bunga” menurut KBBI, adalah bagian tumbuhan yang akan
menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya (2005: 176),
sedangkan “keabadian” adalah kekekalan (KBBI, 2005: 1). Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
commit to user

91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92

tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “bunga keabadian” dalam


kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena bunga diibaratkan
seperti keabadian. Jika dilihat dari konteks cerita, kata “bunga keabadian”
berarti suatu kenangan manis atau indah yang menyerupai indahnya bunga
yang kekal di dalam hati atau pikiran. Kenangan abadi yang dialami tokoh
“aku” adalah kenangan ketika anak-anak dan istrinya masih hidup. Hal
tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan
membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. Anak-anakku mungkin masih ada yang tengah belajar.
Atau mungkin mereka malah masih nonton televisi….(cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 13)
34) Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan
pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk meneduhkan
penat. (data no. 24)
Kata “meneduhkan” menurut KBBI berarti meredakan,
menenangkan, menghentikan (hujan) (2005: 1154), sedangkan kata
“penat” berarti merasa letih (KBBI, 2005: 848). Sesuai dengan pernyataan
Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dengan demikian, “meneduhkan penat” tergolong ikon
metaforis, karena penat diibaratkan seperti langit yang bisa teduh. Jika
dilihat dari konteks ceritanya, “meneduhkan penat” berarti menghilangkan
penat atau rasa lelah.
35) Aku melihat setangkai sunyi itu bergoyang-goyang dijentikkan angin.
(data no. 26)
Jentik dalam KBBI berarti memukul dengan ujung jari yang
dibidaskan dengan jempol; menyentil (2005: 470). “Dijentikkan angin”
berarti gerakan tangkai yang berayun-ayun atau bergoyang-goyang tertiup
atau dihembus angin.

commit to user

92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
93

36) Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya seketika
kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika gerombolan
pemuda itu mulai menyeretnya masuk ke dalam bangunan kosong
terbengkalai. (data no. 28)
Gumpal dalam KBBI berarti bongkah (tanah, tanah liat, dan
sebagainya); kepal atau bagian yang keras (2005: 374). Jerit adalah suara
keras melengking (KBBI, 2005: 471). Sesuai dengan pernyataan Ratna
yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dengan demikian, “segumpal jerit” dalam kalimat tersebut
berarti menggambarkan ketakutan yang dirasakan oleh sang gadis seperti
ada bongkahan dalam kerongkongannya yang menahan jeritannya.
37) Aku bangkit dan menyempatkan memetik setangkai sunyi yang tumbuh
dalam rimbun kesepianku itu. (data no. 30)
“Rimbun” dalam KBBI berarti berdaun dan bercabang banyak
(2005: 956). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa
ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan
sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian,
“rimbun kesepian” dalam kalimat tergolong ikon metaforis, karena
kesepian diibaratkan seperti pohon atau tanaman yang rimbun. Jika dilihat
dari konteks ceritanya, “rimbun kesepian” berarti kesepian tokoh “aku”
yang mendalam setelah kematian anak-anak dan istrinya yang setiap hari
selalu tumbuh di dalam hatinya seperti pohon atau tanaman yang rimbun.
38) Lantas aku mengajak mereka ke halaman, menunjukkan serimbun sunyi
yang bermekaran. (data no. 34)
“Rimbun” dalam KBBI berarti berdaun dan bercabang banyak
(2005: 956). Kata “sunyi” menurut KBBI adalah tidak ada bunyi atau
suara apa pun; hening; senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan
Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dengan demikian, “rimbun sunyi” tergolong dalam ikon
commit to user

93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
94

metaforis karena kesunyian diibaratkan seperti rimbunan pohon atau


tumbuhan. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “rimbun sunyi” berarti
kesunyian yang sangat mendalam yang dirasakan oleh tokoh “aku” setelah
kematian anak-anak dan istrinya.
39) Aku rawat bunga sunyi itu hingga tumbuh subur. (data no. 35)
40) Aku tanam bunga sunyi itu di sekeliling pagar, di bawah jendela kamar,
agar setiap aku bangun pagi bisa kuhirup harum baunya yang
menentramkan. (data no. 36)
“Bunga” dalam KBBI adalah bagian tumbuhan yang akan menjadi
buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya (2005: 177). Kata
“sunyi” menurut KBBI adalah tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening;
senyap (2005: 1107). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat
bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang
didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115).
Dengan demikian, “bunga sunyi” dalam kalimat tersebut tergolong ikon
metaforis, karena sunyi diibaratkan seperti bunga. Jika dilihat dari konteks
ceritanya, “bunga sunyi” berarti perasaan sunyi tokoh “aku” yang selalu
diliputi kenangan-kenangan manis masa lalunya bersama anak-anak dan
istrinya yang selalu terbayang seperti bunga yang indah.
41) Penjahit kesedihan. (data no. 41)
“Penjahit” dalam KBBI adalah orang yang mata pencahariannya
menjahit pakaian (2005: 451). Kata “kesedihan” adalah perasaan sedih;
duka cita; susah hati (KBBI, 2005: 1009). Sesuai dengan pernyataan Ratna
yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dengan demikian, “penjahit kesedihan” dalam kalimat
tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kesedihan diibaratkan
seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks
ceritanya, “penjahit kesedihan” berarti seseorang yang dapat menghapus
atau menghilangkan rasa sedih. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:

commit to user

94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95

Ibu merasa kesepian dan sedih membayangkan Lebaran tanpa


ayahmu. Lalu, diantar pamanmu, ibu mendatangi tukang jahit itu. Ia
menjahit luka hati itu, Nak. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 23).
42) Tukang jahit itu punya jarum dan benang ajaib yang bisa menjahit hatimu
yang sakit. (data no. 42)
43) Bila ada orang sedih yang datang kepadanya, tukang jahit itu akan
menjahit hati orang yang sedang sedih itu. (data no. 43)
44) Ia menjahit luka hati ibu, Nak. (data no. 45)
45) Dengan benang itulah ia dititahkan oleh Nabi Khidir untuk menjahit hati
orang-orang yang sedih menjelang Lebaran. (data no. 47)
“Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung,
mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit hati” dalam
kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena hati diibaratkan
seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks
ceritanya, “menjahit hati” berarti menghilangkan atau menghapus
kesedihan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Orang tak hanya menginginkan baju saat Lebaran, Nak, tapi juga
ingin bahagia di saat Lebaran.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22).
46) Kau tahu, Nak, di tangan tukang jahit itu, kebahagiaan yang robek dan
koyak menjadi seperti selembar kain lembut yang bisa dijahit kembali.
(data no. 44)
“Robek” dalam KBBI adalah terlepas, terputus dari anyaman,
jahitan, dan sebagainya (2005: 959). Kata “koyak” menurut KBBI adalah
cabik; sobek; robek (2005: 599). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang
berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan
yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115).
Dengan demikian, “kebahagiaan yang robek dan koyak” dalam kalimat
tersebut tergolong dalam ikon metafora, karena hati diibaratkan seperti
commit to user

95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
96

kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari konteks ceritanya,
“kebahagiaan yang robek dan koyak” berarti kesedihan yang mendalam.
47) Dengan jarum dan benang itulah tukang jahit itu menjahit kembali
kebahagiaan orang-orang….(data no. 46)
48) “Bukan. Menjahitkan kebahagiaan.” (data no. 51)
“Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung,
mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metafora dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kebahagiaan”
dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena
kebahagiaan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika
dilihat dari konteks ceritanya, “menjahit kebahagiaan” berarti
menghilangkan atau menghapus kesedihan. Hal tersebut terkait dengan
teks berikut:
Orang tak hanya menginginkan baju saat Lebaran, Nak, tapi juga
ingin bahagia di saat Lebaran.(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 22).
49) Lebaran ke lebaran memang semakin banyak orang kian tenggelam dalam
kekecewaan. (data no. 48)
“Tenggelam” dalam KBBI adalah masuk ke dalam air (2005:
1173). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon
metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan
sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian,
“tenggelam dalam kekecewaan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam
ikon metaforis, karena kekecewaan diibaratkan seperti air yang bisa
menenggelamkan. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “tenggelam dalam
kekecewaan” mengalami kekecewaan yang mendalam.
50) Mereka ingin menjahitkan kekecewaan mereka kepada tukang jahit itu.
(data no. 49)
“Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung,
mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan
commit to user

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
97

pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari


persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kekecewaan”
dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena
kekecewaan diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika
dilihat dari konteks ceritanya, “menjahit kekecewaan” berarti
menghilangkan atau menghapus kesedihan.
51) Menjelang lebaran ini, kulihat antrean itu sudah sedemikian mengular
memacetkan jalanan. (data no. 50)
Ular adalah binatang yang memiliki tubuh panjang. Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “antrean itu sudah
demikian mengular” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon
metaforis, karena antrean diibaratkan seperti ular. Jika dilihat dari konteks
ceritanya, “antrean yang sudah mengular” berarti antrean yang
memanjang. Hal tersebut terkait dengan teks berikut ini, yaitu:
Rasanya, inilah antrean terpanjang yang pernah kulihat di kota
ini. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 25).
52) Tentang jarum dan benang yang bisa menjahit kesedihan. (data no. 52)
“Menjahit” dalam KBBI adalah melekatkan (menyambung,
mengelem, dan sebagainya) dengan jarum dan benang. Sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian, “menjahit kesedihan”
dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon metaforis, karena kesedihan
diibaratkan seperti kain atau pakaian yang bisa dijahit. Jika dilihat dari
konteks ceritanya, “menjahit kesedihan” berarti menghilangkan atau
menghapus kesedihan.

commit to user

97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
98

53) Pelancong kepedihan. (data no. 53)


“Pelancong” dalam KBBI adalah orang yang melancong atau
wisatawan. (2005: 633). Kata “kepedihan” berarti rasa pedih (KBBI, 2005:
841). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon
metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan
sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Dengan demikian,
“pelancong kepedihan” dalam kalimat tersebut tergolong dalam ikon
metaforis. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “pelancong kepedihan”
berarti wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat yang sedang
mengalami suatu musibah atau bencana. Hal tersebut terkait dengan teks
berikut:
Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan
kepedihan. Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 127).
54) Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (data no. 54)
“Keruh” dalam KBBI adalah buram karena kotor; tidak bening;
tidak jernih (2005: 557). Sesuai dengan pernyataan Ratna yang
berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan
yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115).
Dengan demikian, “wajah yang keruh” dalam kalimat tersebut tergolong
dalam ikon metaforis. Jika dilihat dari konteks ceritanya, “wajah yang
keruh” wajah yang mengekspresikan kesedihan. Hal tersebut terkait
dengan teks berikut:
Kadang mereka mengajak kami berfoto. Dan kami harus tampak
menyedihkan dalam foto-foto mereka. Karena memang untuk itulah
mereka mengajak kami berfoto bersama. Mereka tak suka bila kami
melihat tak menderita. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 28).
55) Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan
kalungan bunga air mata. (data no. 55)
“Kalungan bunga air mata” dalam teks tersebut merupakan ikon
metaforis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat
commit to user

98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
99

bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang


didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). Jika
dilihat dari konteks ceritanya, “kalungan bunga air mata” berarti siapa pun
yang mengunjungi kota yang hancur tersebut, pasti akan mendapati tangis
kesedihan dari para korban bencana. Hal tersebut terkait dengan teks
berikut:
Lalu, mereka memotret mayat-mayat yang tertimbun balok-balok
dan batu bata. Mengais reruntuhan untuk menemukan barang-barang
berharga yang bisa mereka simpan sebagai kenangan. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 31).
56) Seperti capung ia melintas halaman. (data no. 56)
Kata “seperti capung” di atas dapat digolongkan sebagai ikon
terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung. (2011: 115). Seorang anak bernama Beningnya dalam
kalimat tersebut diibaratkan seperti capung, sementara “Capung” dalam
KBBI disebutkan bahwa capung adalah serangga yang bersayap dua
pasang dan berbadan panjang (2005: 194). Kalimat tersebut berarti
Beningnya diibaratkan seperti capung karena ia berlari dengan cepat
seperti capung untuk segera melihat kotak pos. Hal tersebut juga berkaitan
dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
Mobil jemputan sekolah belum lagi berhenti, Beningnya langsung
meloncat menghambur. “Hati-hati! teriak sopir. Tapi, gadis kecil itu
malah mempercepat larinya.(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 35).
57) Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca. (data no. 57)
Kata “Mata Beningnya berkaca-kaca” di atas dapat digolongkan
sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat
dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung. (2011: 115).
commit to user

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
100

“Berkaca-kaca” pada kalimat di atas menurut KBBI adalah kiasan


dari berlinang-linang (2005: 486). Mata Beningnya berkaca-kaca berarti
Beningnya menangis karena mengetahui bahwa kartu pos yang ia terima
bukanlah dari mamanya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
“Ini bukan kartu pos dari Mama!” jari mungilnya menunjuk kartu
pos itu. “ Ini bukan tulisan Mama…”
Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya terisak dan
berlari ke kamarnya. (Cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41).
58) “Permen akan selalu mengingatkanmu bahwa hidup ini manis dan patut
kamu nikmati, “ kata mamanya.(data no. 58)
59) “Karenanya kamu harus bersyukur bila hidup memberimu nasib yang
manis, penuh warna, dan menyenangkan seperti permen.” (data no. 59)
Kata “permen” di atas dapat digolongkan sebagai ikon terutama,
yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna
yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari persamaan dua
kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau tidak langsung
(2011: 115). Dalam kalimat tersebut, kehidupan diibaratkan seperti
permen, dalam KBBI “permen” berarti gula-gula yang bau dan rasanya
mengandung campuran minyak perangsang (dari tumbuhan) (2005: 862).
Kehidupan diibaratkan seperti permen karena permen memiliki rasa yang
manis, seperti itulah hidup yang dialami oleh keluarga Neal yang
memberinya hidup layak dan nyaman. Hal tersebut terkait dengan teks
berikut:
Neal tak akan pernah lupa; di ruang tengah, tempat biasanya
Papa, Mama, dan kakak-adiknya berkumpul menonton televise, selalu
tersedia sekotak aneka permen. (cerpen Permen, hlm. 43).
60) “Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang luar
biasa?” (data no. 60)
Kata “mengubah kesedihan menjadi permen” di atas dapat
digolongkan sebagai ikon terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon
commit to user

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
101

metaforis dilihat dari persamaan dua kenyataan yang didenotasikan


sekaligus, langsung atau tidak langsung (2011: 115). “Mengubah
kesedihan menjadi permen” apabila dilihat dari konteks ceritanya, berarti
orang-orang miskin yang penuh kesedihan dalam cerita itu memproduksi
permen untuk mendapatkan penghasilan.
61) Kita bisa mengekspor permen penderitaan itu ke banyak negara. (data no.
61)
Kata “permen penderitaan” di atas dapat digolongkan sebagai ikon
terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Jika dilihat dari konteksnya, yang
dimaksudkan dengan “permen penderitaan” adalah permen yang
diproduksi oleh orang-orang miskin yang menderita, kemudian dijajakan
untuk mendapatkan penghasilan.
62) “Kamu mungkin menganggap permen ini tak enak hanya karena dibuat
dari adonan penderitaan. (data no. 42)
Kata “adonan penderitaan” di atas dapat digolongkan sebagai ikon
terutama, yaitu sebagai ikon metaforis. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ratna yang berpendapat bahwa ikon metaforis dilihat dari
persamaan dua kenyataan yang didenotasikan sekaligus, langsung atau
tidak langsung (2011: 115). Jika dilihat dari konteks ceritanya, “adonan
penderitaan” adalah adonan yang dibuat dari tangan-tangan orang yang
mengalami penderitaan dalam tokoh ini, yaitu orang-orang miskin. Hal
tersebut terkait dengan teks berikut:
Orang-orang miskin yang hidup di kampong-kampung kumuh
pinggiran kota membuat permen itu dengan cara menampung kesedihan
mereka. Mungkin proses pembuatan permen di situ sudah berlangsung
lama. Kesedihan dan kegetiran hidup yang mereka rasakan sehari-hari
mereka peras menjadi keringat yang ditampung ke dalam panci-panci
rongsokan, kemudian diolah dan dimasak di atas tungku-tungku
penderitaan. Mencampurnya dengan gelatin agar kental, memberinya
sedikit gula, pewarna, dan pengawet. (cerpen Permen, hlm. 47).
commit to user

101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102

63) Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. (data no. 63)


64) …tampak sepotong bibir yang tergolek, seolah tengah berbaring di bawah
cahaya senja. (data no. 70)
65) Sepotong bibir! (data no. 68)
Bibir adalah salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi untuk
berbicara. Apabila dilihat dari konteksnya, “sepotong bibir” dalam kalimat
tersebut melambangkan sosok pembual atau pembohong. Hal tersebut
terkait dengan teks berikut:
“Itu pasti bibir calon Presiden!”
“Itu bibir Tukang Kibul.” (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 69).
66) …sembari sesekali mencuri pandang ke wajah Tukang Pos itu.(data no.
64)
Mencuri dalam KBBI adalah melakukan dengan sembunyi-
sembunyi dan berusaha supaya tidak diketahui orang lain (2005: 225).
Mencuri pandang dalam kutipan tersebut berarti memandang dengan cara
sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang yang dipandang.
67) Pastilah ia tampak seperti gadis kencur yang baru saja menerima surat
cinta. (data no. 65)
Gadis kencur dalam KBBI berarti gadis yang belum banyak
pengalaman, belum banyak mengetahui dunia luar (2005: 543).
Kegembiraan Maneka seperti baru saja mendapatkan surat cinta pertama.
Padahal apabila dilihat dari pengalamannya, ia sudah pernah bersuami. Hal
tersebut terkait dengan teks berikut:
Padahal kala itu ia telah bersuami! Tapi, mata itu. Mata itu
sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya, dank arena itu memilih
meninggalkan suaminya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 58).

commit to user

102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
103

68) Saat ia melihat mata laki-laki itu menatapnya, saat itu pula ia merasa
terhanyut oleh cinta. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
58)
Hanyut dalam KBBI berarti terbawa oleh arus (2005: 387). Sesuai
dengan konteksnya, terhanyut oleh cinta berarti Maneka terlalu asyik
merasakan cintanya pada Sukab hingga melupakan statusnya sebagai
seorang istri. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Mata itu sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya, dan
karena itu memilih meninggalkan suaminya. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 58).
69) Ia terus mengendus jejak Sukab, berharap, suatu kali, bertemu laki-laki itu
kembali di sebuah warung tuak atau di tepi pantai.…(data no. 66)
Mengendus dalam KBBI berarti mencium (2005:302). Mengendus
jejak Sukab dalam kutipan tersebut berarti mengikuti setiap jejak Sukab
untuk mengetahui keberadaannya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Ia membayangkan suatu hari laki-laki itu akan merasa lelah
mengembara, dan ia menemukannya terbaring sekarat dan kesepian di
losmen murahan penuh lipan dan kecoa. Alangkah bahagianya bila saat
itu akhirnya memang tiba, dan ia ada di samping laki-laki itu. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59).
70) …sebelum akhirnya kematian mengecup kelopak matanya yang rapuh dan
lelah. (data no. 67)
Kematian mengecup kelopak matanya berarti kematian datang
menghampiri. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Membiarkan kepala laki-laki itu terkulai di pangkuannya,
merasakan sisa hangat tubuh laki-laki mengeropos itu dalam
pelukannya.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 59)

commit to user

103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
104

71) Senja yang keemasan menyepuh puncak-puncak gedung


menjulang.…(data no. 69)
Kata menyepuh dalam kalimat tersebut berarti pengungkapan
warna keemasan yang dipancarkan dari sinar matahari di senja hari seperti
warna emas yang menyepuh benda-benda yang dilaluinya.
72) Seperti kudengar suara lolong menyayat orang sekarat. (data no. 71)
Lolong menyayat orang sekarat dalam kalimat tersebut berarti
suara jeritan yang mengerikan seperti jerit kesakitan orang yang sekarat.
73) Gerbangnya yang menjulang bagai mulut raksasa menganga mengisap
orang-orang yang lalu-lalang. (data no. 72)
Mulut raksasa menganga dalam kutipan tersebut berarti mal yang
megah dan menarik perhatian banyak orang untuk mengunjunginya. Hal
tersebut terkait dengan teks berikut:
Tapi, di situ, kini aku melihat sebuah mal yang megah. (cerpen
Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 86)
74) …lorong yang berkelok-kelok, membuatku merasa seperti menyusuri
labirin kesunyian yang pastilah akan membuatku tersesat bila sendirian.
(data no. 73)
Labirin dalam KBBI berarti tempat yang penuh dengan jalan dan
lorong yang berliku-liku dan simpang siur (2005: 621). Labirin kesunyian
dalam kutipan tersebut merupakan penekanan dari suasana lorong yang
sepi dan gelap tanpa cahaya, siapa pun yang baru pertama melewatinya
pasti akan tersesat.
75) Hujan yang biru pekat membuat jalanan menggigil, dan angin yang buruk
seperti kaleng rombeng yang bergerompyangan menabrak-nabrak dinding.
(data no. 74)
Menggigil dalam KBBI berarti gemetar karena kedinginan,
demam, ketakutan (2005: 363). Jalanan menggigil dalam kutipan tersebut
menggambarkan suasana kota pada malam hari yang sedang diguyur hujan
dan angin.

commit to user

104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
105

76) Siang tak cuma menyengat.…(data no.75)


Menyengat dalam KBBI berarti memberikan rasa seperti tertusuk.
Menyengat dalam kutipan tersebut menggambarkan panasnya sinar
matahari pada siang itu.
77) Lidah panasnya menjilati langit.…(data no. 76)
Lidah panasnya menjilati langit dalam kutipan tersebut
menggambarkan kobaran api yang membakar bangunan gereja dan
terdapat massa yang berlindung dari kekerasan yang dilakukan tentara di
dalamnya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari
gereja, para tentara itu segera membakarnya. Api dengan cepat berkobar
membakar gereja. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
110).
78) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun
yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (data no. 78)
79) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun
yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (data no. 79)
80) Matahari selalu kemerahan, menyepuh permukaan danau, dengan alun
yang menggelombang pelan, seakan kristal-kristal emas mengapung di
permukaannya. (data no. 80)
Ikon-ikon tersebut menggambarkan keindahan alam yang terdapat
di sekitar danau. Cahaya matahari yang menyinari air pada permukaan
danau terlihat seperti menyepuh permukaan danau sehingga berwarna
keemasan.
81) Betapa waktu yang berdenyut lembut membuat perasaannya terhanyut.
(data no. 81)

commit to user

105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
106

82) Ia merasakan waktu yang beringsut berdenyut, dan cahaya mengusapnya


lembut. (data no. 82)
Kutipan di atas menggambarkan detik-detik kematian yang tengah
ditunggu oleh tokoh laki-laki dalam cerita itu. Waktu yang berdenyut
dalam kutipan di atas sama artinya dengan waktu yang terus berjalan.
83) Lewat jendela yang ia biarkan terbuka, ia bisa merasakan senyum bunga-
bunga. (data no. 83)
Kutipan di atas menggambarkan suasana pagi hari ketika tokoh
laki-laki dalam cerita itu sedang menunggu saat kematiannya. Ia
merasakan pagi itu terasa begitu indah, senyum bunga-bunga berarti taman
yang ada di balik jendela kamarnya terasa berseri-seri.
84) Aku bayangkan maut mengecup keningnya pelan, dan ia tersenyum. (data
no. 84)
Maut mengecup keningnya dalam kutipan di atas berarti kematian
telah datang menjemput tokoh laki-laki dalam cerita tersebut. Kematian itu
seperti sebuah kecupan yang manis dan lembut sehingga tidak menyisakan
rasa sakit dan tokoh laki-laki pun tersenyum ketika maut menjemputnya. .
85) Lalu, wajah-wajah yang samar diingatnya, serpihan kenangan masa kecil
di ladang dan pekarangan. (data no. 85)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh “ia” sedang
melamunkan ibunya. Ingatan yang terbayang dalam ingatan tokoh “ia”
tentang kenangannya di masa kecil diibaratkan seperti serpihan atau
penggalan cerita yang ada dalam memorinya.
86) “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan penderitaan, yang
bisa digunakan untuk membiayaimu sepanjang hidup.…” (data no. 86
87) …Kamu bakalan punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi, kamu
nggak kaget kalau susah.” (data no. 87)
Tabungan penderitaan dalam kutipan tersebut berarti kebiasaan
hidup menderita akan memberikan pengalaman tertentu pada seseorang
untuk bisa bertahan dalam menjalani hidupnya. Pengalaman yang terbiasa

commit to user

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
107

hidup dengan menderita akan menjadikan kita kuat ketika suatu saat kita
menghadapi penderitaan lagi sehingga tidak akan ada perasaan terkejut.
88) “Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.”
(data no. 88)
Akal bulus dalam kutipan di atas merupakan kiasan dari tipu
muslihat atau kelicikan (KBBI, 2005: 18). Tokoh orang miskin yang telah
meninggal dan kemudian hidup kembali dianggap oleh para warga
setempat sebagai tipu muslihat orang miskin tersebut untuk mendapatkan
sumbangan dari para warga sekitar. Hal tersebut terkait dengan teks
berikut:
“Dasarnya dia emang suka menipu, kok! Ingat nggak, dulu ia
sering keliling minta sumbangan, pura-pura buat bikin masjid. Padahal
hasilnya ia tilep sendiri.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia,
hlm. 166).
b. Indeks
Indeks-indeks yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor memiliki beberapa makna, yaitu
penggambaran perasaan para tokoh, penggambaran latar tempat yang ada
dalam cerita, dan penggambaran watak para tokoh.
1) Penggambaran Perasaan Para Tokoh
a) Penggambaran Perasaan Sedih
Perasaan sedih dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
merasa sangat pilu di hati atau susah hati (2005: 1009). Indeks yang
berupa penggambaran perasaan sedih, yaitu:
(1) Mamanya memang sering menangis terisak malam-malam. Ia pun
selalu menangis melihat mamanya menangis. (data no. 92)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menandai bahwa anaknya
(Sandra) merasa sedih ketika melihat mamanya yang menangisi
commit to user

107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
108

kehidupannya yang menjadi seorang pelacur. Meskipun, Sandra


tidak mengetahui pekerjaan mamanya, sebagai seorang anak
tentunya akan tetap merasa sedih ketika melihat orang tuanya
menangis, begitu juga dengan Sandra. Hal tersebut juga dijelaskan
pada teks selanjutnya, yaitu:
Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena
mamanya pasti akan langsung membentak bila tahu ia menangis.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 4)
(2) Tapi, Sandra berusaha menahan tangisnya karena mamanya pasti
akan langsung membentak bila ia menangis. “Jangan cengeng,
anak setan!” (data no. 93)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa
mama Sandra marah terhadap Sandra karena dia menangis
sehingga mamanya pun membentak Sandra dengan kata-kata yang
kasar. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
“Jangan cengeng, anak setan! Kadang teriakan itu disertai
lemparan kaleng bir yang segera bergemerontangan di lantai yang
penuh puntung dan debu rokok. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 4).
(3) Kadang tanpa sadar di tengah-tengah cerita yang dibacakannya air
mata mamanya menetes. (data no. 96)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menandakan mama
Sandra merasa sedih ketika teringat hidupnya yang hina sebagai
seorang pelacur. Dia merasa tidak pantas menjadi seorang ibu

commit to user

108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
109

dengan keadaannya yang demikian. Hal tersebut terkait dengan


teks selanjutnya, yaitu:
“Kenapa Mama menangis?” (cerpen Empat Cerita Buat
Cinta, hlm. 5)
(4) Di kolong ranjang, Sandra terisak pelan, “Mama…Mama…”
Pipinya basah air mata. (data no. 98)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kesedihan
Sandra, karena dia dipindahkan ke kolong ranjang oleh mamanya
ketika dia sedang tidur di samping mamanya. Padahal saat itu
Sandra sesungguhnya belum tidur, dia hanya pura-pura tidur.
Kesedihan Sandra semakin menjadi karena mamanya
memindahkannya ke kolong ranjang dikarenakan ada tamu laki-
lakinya yang datang untuk minta dilayani mamanya. Hal tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Sandra tak pernah lupa ketika suatu malam mamanya
pelan-pelan memindahkannya ke kolong ranjang dan mengira ia
sudah tertidur, padahal ia bisa mendengar suara mamanya dan
laki-laki itu di atas ranjang, juga suara dengus sebal mamanya
ketika akhirnya laki-laki itu mendengkur keras sekali. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 7)

(5) Tapi, ketika selepas pukul 02.00 dini hari Sandra mendengar deru
mobil laki-laki itu keluar dari rumahnya, ia benar-benar tak kuasa
menahan air matanya. (data no. 102)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan kesedihan
yang dirasakan Sandra karena laki-laki yang ia cintai dan harapkan
dapat mendampinginya setiap saat pergi begitu saja ketika Sandra
commit to user

109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110

tertidur. Selain itu, kesedihannya juga dikarenakan status yang


disandangnya hanyalah istri simpanan dari laki-laki tersebut
sehingga ia tak kuasa menahan air matanya. Hal tersebut terkait
dengan teks selanjutnya, yaitu:
Dulu, saat seusia Bita, Sandra selalu berpura-pura tertidur
ketika ada laki-laki keluar-masuk rumahnya. Apakah Bita kini juga
pura-pura tak mendengar suara mobil itu pergi? (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 11).
(6) Sandra merasa bantalnya basah. Ia berharap, sungguh-sungguh
berharap, para peri pemetik air mata itu muncul malam ini. (data
no. 10)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). “Sandra merasa bantalnya basah” kata
tersebut berarti bahwa Sandra menangis. Kalimat tersebut
menggambarkan kesedihan Sandra terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu karena laki-laki yang ia cintai pergi dari rumahnya tengah
malam ketika ia pura-pura terlelap tidur. Sandra pun menyadari
bahwa ia hanya istri simpanan dari laki-laki itu. Kalimat tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Sandra kembali merasakan saat-saat paling sedih masa
kanak-kanaknya, saat ia tahu kalau ibunya pelacur. Sungguh, ia
tak ingin Bita tahu, kalau ibunya hanya istri simpanan. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 11).
(7) Andai ada Ren, pasti akan dikisahkannya gambar-gambar di kartu
pos itu hingga Beningnya tertidur. (data no. 123)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat pengandaian tersebut
commit to user

110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111

mengisyaratkan kesedihan dan kerinduan Marwan yang pada Ren,


istrinya. Ia berharap Ren akan bercerita tentang gambar-gambar
dalam kartu pos yang ia kirimkan pada Beningnya. Hal tersebut
terkait dengan kalimat-kalimat sebelumnya, yaitu:
Ia mencoba menarik perhatian Beningnya dengan memutar
DVD Pokoyo, kartun kesukaannya. Tapi, Beningnya terus sibuk
memandangi gambar-gambar kartu pos itu. Sudut kota tua. Siluet
menara dengan burung-burung melintas langit jernih. Sepeda yang
berjajar di tepian kanal. Pagoda kuning keemasan. Deretan kafe
payung,…. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 39)

(8) Mereka sedih, dan kembali beterbangan memetiki biji-biji buah


yang bergelantungan.…(data no. 138)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kesedihan yang dirasakan mereka (peri-
peri) disebabkan karena biji-biji buah yang dijadikan bantal
menghilang dicuri nenek sihir. Hal tersebut terkait dengan kalimat
sebelumnya, yaitu:
Saat peri-peri mungil lelap itulah, seorang nenek sihir
mengambili bantal-bantal itu dengan teramat hati-hati dan pelan,
agar peri-peri mungil itu tak terbangun, kemudian
mengumpulkannya dalam keranjang. (cerpen Permen, hlm. 44)
(9) Ada perasaan sendu ketika kudengar itu. (data no. 179)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan tokoh “aku” setelah mengetahui bahwa gereja yang dulu
sering ia kunjungi kini masih ada, tetapi dijadikan sebagai tugu
kenangan. Hal tersebut terkait dengan cerita gadis cilik pada teks
sebelumnya, yaitu:
commit to user

111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
112

“Kau tahu,” katanya, “itu satu-satunya gereja yang masih


berdiri!” Mungkin tepatnya, itulah satu-satunya gereja yang
sengaja dibiarkan berdiri, boleh jadi sebagai tugu kenangan.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
(10) Ia begitu membenciku dan tak pernah mau menatapku. (data no.
180)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
tokoh “ia” yang begitu membenci tokoh “aku” sampai-sampai “ia”
tidak mau menatap tokoh “aku”. Hal tersebut terkait dengan
keadaan tokoh “aku” yang tidak memiliki bola mata, hal itu juga
terdapat pada teks sebelumnya, yaitu:
Ketika sepasang malaikat membawa rohku turun dari
langit, mereka bergantian membisikkan nasib yang akan kujalani.
Kemudian ditiupkan rohku pada rahim perempuan yang akan
menjadi ibuku. Seperti tanah liat yang mulai terbentuk,
disematkannya tangan dan kaki pada tubuhku, diberinya aku
degup jantung. Aku senang sekali ketika sepasang malaikat itu
mulai memberiku telinga, mulut, dan hidung. Kemudian,
ditunjukkan kepadaku sepasang mata yang indah, dan berkata,
“Mata ini akan membuatmu jelita. Tapi kau akan menderita
karenanya.”
Lalu, kukatakan pada malaikat itu,”Biarlah aku tak punya
mata saja.” (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
96-97)

(11) Selalu, dengan mata yang layu, ibu menceritakan kejadian itu.
(data no. 187)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan tokoh ibu ketika menceritakan kejadian masa lalu yang

commit to user

112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113

menewaskan suaminya yang merupakan ayah dari tokoh “aku”.


Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Seorang wartawan yang ketahuan sedang merekam
kejadian itu langsung disumpal mulutnya dengan granat yang
segera meledak dalam mulutnya. Orang-orang kemudian berlarian
masuk gereja, berlindung dan bersembunyi hingga malam
sementara tentara terus mengepung dan berjaga-jaga…
Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari
gereja, para tentara itu segera membakarnya. Api dengan cepat
berkobar membakar gereja. Lidah panasnya menjilati langit yang
penuh ketakutan dan jeritan. Ayahmu ada di dalam gereja itu, Nak,
bersama puluhan orang lainnya. (cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 109-110)

(12) Sesekali air matanya bergulir jatuh, menetes di atas kertas, dan
segera terserap genangan danau yang kian meluas. (data no. 209)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan yang dialami bocah itu karena ingin pergi ke tempat
seperti yang ia gambarkan. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Ia ingin pergi ke danau itu, sendiri. Ia tak ingin seorang
pun datang ke tempat itu. Ia berjanji akan menembak siapa pun
yang datang ke tempat itu dengan tangannya, sebagaimana ia
pernah, pada bagian lima, menembak kawannya. Ia terus
menggambar, seakan hendak mengabadikan semua keindahan
kenangan. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm.
129)

(13) Marwan tak berani menatap mata anaknya ketika Beningnya


terisak, dan berlari ke kamarnya. (data no. 129)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan dan keputusasaan Marwan karena melihat anaknya
commit to user

113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
114

menangis setelah mengetahui kartu pos yang ia terima bukan dari


mamanya. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya,
yaitu:
Bahkan, membohongi anaknya saja ia tak bisa! Barangkali
memang harus berterus terang. Tapi, bagaimanakah menjelaskan
kematian kepada anak seusianya? (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 41)
(14) Di pintu, kusaksikan mata istrimu berlinang. (data no. 172)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kutipan tersebut menggambarkan
kesedihan tokoh istri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut:
Aku jadi ingat pada sore seusai pemakaman. Para pelayat
baru saja menguburkanmu.(cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm.
76).
(15) Suara tangis yang terus mengisak membuat orang bercakap-cakap
dengan suara tertahan. (data no. 216)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana
duka yang terjadi karena seorang ibu yang ditinggal oleh anaknya
telah meninggal. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu:
Sementara, ia pergi mengembara dari kota ke kota, dari
malam ke malam, dari sunyi ke sunyi, mereka terus menunggu
kedatangannya. Jenazah itu terus dibaringkan di ruang tengah.
Setiap hari para tetangga datang melayat. Duduk menggerombol
dan mengobrol. Sedang ia, saat itu, mungkin sedang tidur dengan
seorang pelacur di gudang pelabuhan. (cerpen Variasi bagi
Kematian yang Seksi, hlm. 146)
commit to user

114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
115

(16) Kau ingin menangis entah kenapa. (data no. 213)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003:65). Kalimat tersebut menggambarkan
keresahan tokoh “kau” karena ia merasa iri dengan tokoh “aku”
yang bisa mengetahui waktu kematiannya. Hal tersebut terkait
dengan teks selanjutnya, yaitu:
Yang pasti bukan karena kehilangan. Kau hanya merasa
betapa menyenangkan bisa mengetahui kematian sendiri. Karena
itu, kau pun dulu tampak iri ketika aku bercerita betapa aku telah
mengetahui kapan aku mati. (cerpen Variasi bagi Kematian yang
Seksi, hlm. 140)
(17) Meski sesekali ada juga orang yang kelepasan tertawa, entah
menertawakan apa. Tetapi, segera orang itu menutup mulut, seperti
hendak membunuh makhluk ganjil yang mendadak masuk ke
dalam mulutnya. (data no. 217)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana
duka sehingga seharusnya sebagai sikap hormat seseorang
hendaknya menghargai kedukaan yang sedang terjadi dengan tidak
tertawa bukan pada tempatnya.
(18) Dari dalam rumah, isak tangis membuat para pelayat bercakap
dengan tertahan. (data no. 218)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
commit to user

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
116

para pelayat menghormati suasana duka yang tengah terjadi


sehingga mereka menahan suara mereka saat bercakap-cakap
dengan sesame pelayat lain.
(19) Tapi, beberapa orang segera mendesis memberi isyarat agar segera
berhenti tertawa. (data no. 219)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
seseorang yang mendesis tersebut sedang memberikan tanda atau
peringatan pada seseorang yang tertawa untuk segera
menghentikan tawanya karena suasana saat itu sedang berduka.
(20) Ketika akhirnya tanah itu telah menggunduk, dan orang-orang
pulang, ia masih berdiri dirajam sunyi; tak yakin pada prosesi yang
baru saja dijalani. (data no. 221)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
para pelayat merasa lega karena anak dari jenazah sudah tiba dan
itu berarti jenazah tersebut akan segera dikuburkan sehingga para
pelayat tidak perlu melayat setiap hari seperti beberapa waktu yang
lalu hanya untuk menunggu kedatangan anaknya. Hal tersebut
terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Seakan mereka terbebas dari kewajiban yang membuat
mereka terbelenggu. Tanpa seorang pun berkata-kata, jenazah
segera dimandikan. Doa dan sambutan yang diucapkan tergesa,
semua lewat begitu saja di telinganya. Lalu, keranda bergerak, ia
jalan menunduk di belakangnya. Semua berjalan dalam diam,
membuat kuburan jadi rumah kesunyian yang mereka masuki
dengan gemetar. Jenazah diturunkan ke liang lahat, dikubur tanpa
percakapan. (cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)

commit to user

116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
117

(21) Mendengar itu istrinya berkaca-kaca. (data no. 228)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan istri dari orang miskin setelah mendengar perlakuan
pihak rumah sakit yang diterima suaminya. Hal tersebut terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat
fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan
menunggu berhari-hari. Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh
pulang. “Anda sudah sembuh,” kata perawat, lalu memberinya
obat murahan. Orang miskin itu pulang dengan riang. (cerpen
Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 163)

(22) Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. (data no.
231)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kesedihan orang miskin karena setelah peristiwa tempo hari ketika
ia berpura-pura mati, kini orang-orang di sekitarnya mengolok-
oloknya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelum dan selanjutnya,
yaitu:
Karena merasa hanya bikin susah dan merepotkan, orang
miskin itu pun memutuskan untuk hidup kembali…
Mungkin karena banyak orang yang kini selalu mengolok-oloknya.
(cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm. 166)
b) Penggambaran Perasaan Takut
Perasaan takut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan
mendatangkan bencana (2005: 1125). Indeks yang berupa
commit to user

117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
118

penggambaran perasaan takut para tokoh dalam Kumpulan Cerpen


Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Bayangan yang tak ingin kau kekalkan dalam ingatan, tetapi selalu
muncul seperti gedoran tengah malam. Mengejutkan dan
membuatmu tergeregap ketakutan. (data no. 104)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
perasaaan takut dan trauma dari tokoh aku dalam cerita tersebut
karena anak-anak dan istrinya tewas dengan cara mengenaskan di
rumahnya sendiri. Bayang-bayang mayat anak-anak dan istrinya
yang ia temukan tergeletak di lantai rumahnya dengan bercucuran
darah membuatnya merasa ngeri jika mengingatnya, kengerian itu
oleh pengarang diibaratkan seperti gedoran di tengah malam. Hal
tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Tapi, malam itu aku menemukan rumah begitu ganjil. Pintu
setengah terbuka dan darah berceceran di lantai. Perabotan
terguling berantakan. Asih tertelungkup dengan kepala pecah. Ida,
Renaldi, Inan, dan Betita—anak –anakku tercinta—terkapar
dengan mata terbelalak. Seakan ketakutan masih lekat di kelopak
mata mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13).

(2) Cara istri dan anak-anakku mati, selalu membuatku merinding.


(data no. 107)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut mengungkapkan
kengerian dan ketakutan tokoh aku yang menyaksikan anak-anak
dan istrinya mati dengan sangat mengenaskan di rumahnya sendiri.
Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Tapi, malam itu aku menemukan rumah begitu ganjil. Pintu
setengah terbuka dan darah berceceran di lantai. Perabotan
commit to user

118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
119

terguling berantakan. Asih tertelungkup dengan kepala pecah. Ida,


Renaldi, Inan, dan Betita—anak –anakku tercinta—terkapar
dengan mata terbelalak. Seakan ketakutan masih lekat di kelopak
mata mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13).

(3) Lalu, gadis itu hanya bisa merasakan betapa kerongkongannya


seketika kering dan segumpal jerit membuat lehernya sesak ketika
gerombolan pemuda menyeretnya masuk ke dalam bangunan
kosong terbengkalai. (data no. 108)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
ketakutan sang gadis karena segerombolan pemuda membawanya
dengan paksa ke dalam bangunan kosong sehingga
kerongkongannya terasa kering dan sesak. Hal tersebut terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Sepasang kekasih yang berjalan sambil bergandengan
tangan tiba-tiba dihampiri segerombolan pemuda. Gadis itu panik.
Tanpa babibu gerombolan itu memukuli kekasihnya hingga
terkapar dalam got. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 15).
(4) Dengan gemetar, Maneka memegangi bibir itu. (data no. 156)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kecemasan Maneka setelah mengetahui isi di dalam kotak dari
Sukab yang di dalamnya tidak dilampirkan surat atau penjelasan
apa pun mengenai sepotong bibir yang ia terima. Hal tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Bila saja Maneka bisa menghubungi Sukab, pasti ia sudah
menanyakan itu semua. Agar ia tak cemas sekaligus penasaran
seperti ini. Maneka seperti mendengar bibir itu mendesis, seperti
commit to user

119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
120

berbisik, seperti ingin mengatakan sesuatu.(cerpen Sepotong Bibir


Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
(5) Nyaris saja ia menjerit dan melemparkannya ketika bibir itu
mendadak menggeliat, seperti ekor cicak yang memberontak ingin
dilepaskan.(data no. 157)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
Maneka terkejut pada sepotong bibir dari Sukab yang bisa berpolah
tingkah seperti cicak dan menggeliat.
(6) “Ada apa?” Marwan mendapati Bik Sari yang pucat. (data no.
131)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
ketakutan atau kekhawatiran Marwan yang mendapati Bik Sari
dalam keadaan pucat karena telah terjadi sesuatu yang aneh di
kamar Beningnya. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya,
yaitu:
Ada cahaya terang keluar dari celah pintu yang bukan
cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar
Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap
dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding.
Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin
menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam
kamar. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42)

commit to user

120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
121

(7) Mungkin perempuan itu menjerit meronta berusaha melepaskan


diri, hingga para petugas itu langsung marah dan mulai
memukulinya, menyeret dan menyilet bibirnya, kemudian
membuangnya begitu saja. (data no. 159)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut merupakan kalimat dari
pemikiran Maneka mengenai asal sepotong bibir itu, rasa
penasaran dan pikiran Maneka yang penuh tanda tanya
membuatnya menebak-nebak. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Mungkin itu bibir seorang perempuan yang suatu malam
pulang larut dan berdiri di halte menunggu angkutan kota, tetapi
mendadak muncul sepatroli petugas keamanan yang langsung
menangkap dan menuduhnya perempuan malam yang tengah
menjajakan diri. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 62)

(8) Menceritakan bagaimana kini setiap malam ia selalu tergeragap


bangun dan mendapati bibir itu gentayangan dalam kamar. (data
no. 160)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan ketakutan
Maneka terhadap sepotong bibir itu dengan segala polah
tingkahnya. Hal tersebut juga terdapat dalam kalimat selanjutnya,
yaitu:
Ia seperti mendengar bibir itu mendesis seperti menangis.
Sesekali terdengar rengeng-rengeng. Kadang bibir itu seperti
bicara sendiri. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
63)
commit to user

121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
122

(9) Wajah Mawar pucat, bibirnya bengkak kena pukul, seekor cecak
kaget menyelusup ke celah dinding ketika Mawar menjerit. (data
no. 183)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
ketakutan Mawar karena petugas-petugas itu membawanya ke
gudang dan menyekapnya, kemudian mereka memerkosanya
secara bergantian. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelum dan
selanjutnya, yaitu:
Melemparkannya ke mobil patroli. Membawanya pergi
kemudian menyekapnya di gudang. Aku bisa melihat semuanya
dengan jelas. Begitu nyata dalam penglihatanku…Mereka
menyumpal mulutnya. Memelorotkan pakaiannya dengan paksa,
kemudian bergiliran memerkosanya. (cerpen Cerita yang Menetes
dari Pohon Natal, hlm. 100-101)

(10) Banyak yang berlarian panik, tetapi banyak juga yang terus
bertahan dan melawan. (data no. 189)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kepanikan dan ketegangan suasana di area pekuburan setelah
menguburkan seseorang yang tewas karena disiksa tentara, karena
merasa tidak terima massa berkumpul di pemakaman sebagai
bentuk unjuk rasa pada tentara. Tetapi, hal tersebut justru direspon
oleh pasukan tentara dengan membentuk barikade yang
mengepungnya disertai dengan suara tembakan dan ledakan. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa
menegangkan ketika orang-orang yang marah it uterus berteriak-
commit to user

122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
123

teriak dan tak mau bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah
selesai dan hari menjadi sore. Lalu, tiba-tiba saja terdengar
ledakan. Disusul serentetan tembakan. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)
(11) Lidah panasnya menjilati langit yang penuh ketakutan dan jeritan.
(data no. 190)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
ketakutan dan ketegangan yang terjadi di dalam gereja karena
massa yang tidak terima atas tewasnya seseorang yang diakibatkan
oleh penyiksaan tentara dan massa yang tidak mau membubarkan
diri justru masuk ke gereja untuk berlindung dari tembakan tentara
yang mencoba meredam massa. Namun, tentara membakar gereja
yang menjadi tempat berlindung itu. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
Orang-orang kemudian berlarian ke gereja, berlindung dan
bersembunyi hingga malam sementara tentara terus mengepung
dan berjaga-jaga. Mayat-mayat yang bergelimpangan segera
dilemparkan ke atas truk. Jika hingga tengah malam orang-orang
tidak mau keluar dari gereja, para tentara itu segera
membakarnya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 109-110)

(12) …menyorongkon bungkus itu ke dekat mobil sambil mengetuk-


ngetuk—malah kadang menggedor—kaca jendela. Neal sering
panik berhadapan dengan para pengasong itu. (data no. 141)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kepanikan Neal ketika berhadapan dengan penjual permen di
perempatan jalan yang memaksa calon pembelinya dengan
commit to user

123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
124

menggedor-gedor kaca jendela. Hal tersebut juga terkait dengan


kalimat sebelumnya, yaitu:
Selintas, permen itu memang mengundang selera. Tetapi,
Neal tak suka dengan para pengasong itu, yang sering
menawarkan dengan cara setengah memaksa.…(cerpen Permen,
hlm. 46)
(13) Siang tak cuma menyengat, tetapi juga terasa menegangkan ketika
orang-orang yang marah itu terus berteriak-teriak dan tak mau
bubar, bahkan ketika pemakaman itu telah selesai dan hari menjadi
sore. (data no. 188)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
ketegangan di area pemakaman karena seseorang yang
dimakamkan dikabarkan meninggal karena disiksa oleh tentara
sehingga banyak orang-orang yang tidak terima dengan kejadian
itu menjadi marah dan berunjuk rasa. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
Mereka sudah berkumpul sejak siang, Nak, di pekuburan
dekat gereja itu. Sebenarnya mereka hanya hendak menguburkan
seseorang yang dikabarkan mati disiksa tentara. Tapi, banyak juga
yang membawa poster. Dan sebagian terus meneriakkan
kemarahan dan perlawanan. Truk tentara hilir mudik di jalanan
kota. Sebagian telah berjaga-jaga, membuat barikade yang
mengepung pekuburan dengan senjata yang siap ditembakkan.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109)

commit to user

124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
125

(14) Bocah itu terus mencari dengan perasaan berdebar. (data no. 196)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan keresahan
bocah itu karena gambar buatannya tiba-tiba menghilang. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Apa ibu melihat gambar yang kemarin aku buat?”
“Ibu taruh di atas meja.”
Bocah itu mencari. Tapi, gambar itu tak ia temukan.
“Nggak ada, Bu,” teriaknya. (cerpen Episode, hlm. 119)
c) Penggambaran Perasaan Sayang
Perasaan sayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
kasih sayang (kepada); cinta (kepada); sayang (kepada) (2005: 1005).
Indeks yang berupa penggambaran perasaan sayang para tokoh dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Sering, bila hari Minggu, mamanya juga mengajaknya jalan-jalan.
Membelikannya baju, mengajak makan kentang goreng atau ayam
goreng. (data no. 94)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan wujud kasih sayang mama
terhadap Sandra dengan mengajak Sandra jalan-jalan, membelikannya
baju, dan makan.
(2) Saat Sandra menikmati es krim, perempuan itu tampak selalu menatap
dengan mata penuh cinta. Tanpa sadar ia akan bergumam, “Sandra,
Sandra….” Sambil membersihkan mulut Sandra yang belepotan. (data
no. 95)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
commit to user

125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
126

sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003:


65). Dalam kalimat itu menandakan kasih sayang mama terhadap
Sandra ditunjukkan dengan membersihkan mulut Sandra yang
belepotan hal tersebut merupakan wujud perhatian seorang ibu
terhadap anaknya.
(3) “Sekarang tidurlah”, Sandra berusaha menghentikan percakapan,
kemudian dengan lembut menyelimuti dan mencium keningnya. (data
no. 99)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Dalam kalimat tersebut terlihat kasih sayang Sandra terhadap Bita
anaknya dengan menyuruhnya untuk segera tidur kemudian mencium
kening serta menyelimuti anaknya. Hal tersebut menunjukkan wujud
perhatian seorang ibu pada anaknya.
(4) Sandra selalu ingat, dulu di saat-saat mamanya begitu tampak
mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari
sesekali berbisik terisak, “Berjanjilah kepada Mama, kamu akan
menjadi wanita baik-baik, Sandra.” (data no.100)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Dalam kalimat tersebut menggambarkan bahwa mama Sandra
sangat menyayanginya, dengan memeluk serta menangis seakan
memohon pada anaknya sendiri agar Sandra menjadi wanita yang baik,
mama Sandra berharap anaknya tidak menjadi wanita hina seperti
dirinya sendiri. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
“Seperti Mama?”
“Tidak. Kamu jangan seperti Mama, Sandra. Jangan seperti
Mama….” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.9).

commit to user

126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
127

(5) Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan membukakan
pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. (data no. 105)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kasih sayang Asih pada
suaminya. Menyiapkan secangkir kopi untuk suami menunjukkan
perhatian seorang istri terhadapnya.
(6) Lalu, ia mengelus lembut anaknya. (data no. 117)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kasih sayang tokoh Marwan (Papa
Beningnya) kepada anaknya. Perlakuan tersebut dilakukannya untuk
menenangkan Beningnya ketika ia terus bertanya perihal kartu pos
yang dikirimkan mamanya. Padahal faktanya mama Beningnya sudah
meninggal. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
Memang tak gampang menjelaskan semuanya kepada anak itu.
Ia masih belum genap 6 tahun. Marwan sendiri selalu berusaha
menghindari jawaban langsung bila anaknya bertanya, “Kok kartu
pos Mama belum datang, ya, Pa?” (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 36)
Selain itu, perihal kematian mama Beningnya juga terdapat
dalam kalimat selanjutnya, yaitu:
Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak
seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di
rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)

commit to user

127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
128

(7) Asih barangkali juga terkantuk menunggu kepulanganku. Ia selalu


ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu kau telah
kembali,” katanya. (data no. 106)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan. (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Asih sangat menyayangi
suaminya, terlihat dari pengorbanannya yang menunggu kepulangan
suaminya walaupun sampai malam, bagi istrinya yang terpenting
adalah dia selalu mengetahui dan menyambut suaminya pulang.
(8) Ren kecil duduk di pangkuan, sementara ayahnya berkisah keindahan
kota-kota pada kartu pos yang mereka pandangi. (data no. 119)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa sayang ayah Ren kepada Ren.
Meluangkan waktu untuk anaknya hanya untuk bercerita tentang
perjalanan ayahnya yang berprofesi sebagai pelaut merupakan bentuk
kasih sayang ayah pada anaknyaa. Hal tersebut terkait dengan kalimat
selanjutnya, yaitu:
“Itulah saat-saat menyenangkan dan membanggakan punya
ayah seorang pelaut.” Ren merawat kartu pos itu seperti merawat
kenangan. “Mungkin aku memang jadul. Aku hanya ingin Beningnya
punya kebahagiaan yang aku rasakan….” (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 38).
(9) Marwan menggandeng anaknya masuk. (data no. 121)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat di atas menunjukkan sikap perhatian dan kasih sayang
Marwan pada anaknya dengan menggandeng anaknya.
commit to user

128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
129

(10) Segera Marwan menyambar mendekapnya. (data no. 136)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa lega Marwan karena
mendapati anaknya dalam keadaan baik-baik saja dan tidak terjadi
kebakaran seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Hal tersebut
dijelaskan lebih lanjut pada kalimat berikutnya, yaitu:
Ia melongok ke dalam kamar, tak ada api, semua rapi. Hanya
kartu pos-kartu pos yang berserakan. (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 42)
(11) Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang pukul 05.00 pagi
setelah Beningnya pulas. (data no.124)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa perhatian dan sayang Marwan
terhadap anaknya, Beningnya sehingga ia tidak tidur karena menemani
Beningnya yang gelisah menunggu kedatangan kartu pos dari
mamanya.
(12) Ia sengaja tak masuk kantor untuk melihat Beningnya gembira ketika
mendapati kartu pos itu. (data no. 126)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kepedulian dan perhatian Marwan
terhadap Beningnya sampai-sampai ia rela tidak masuk kantor hanya
untuk melihat respon gembira ketika Beningnya mendapat kartu pos
yang ia tulis sendiri dan dibuat seolah-olah dari mamanya. Hal tersebut
dilakukan agar Beningnya tidak lagi gelisah menanti kedatangan kartu

commit to user

129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
130

pos dari mamanya lagi. Hal itu terkait dengan kalimat berikutnya,
yaitu:
Kartu pos yang diam-diam ia kirim. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 40)
(13) “Tidak. Iza tak boleh makan permen seperti itu. Tidak baik.”(data no.
143)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa kepedulian Neal terhadap Iza,
anaknya karena menurut Neal permen yang diinginkan Iza bukanlah
permen yang baik untuk dikonsumsi. Hal tersebut berkaitan dengan
kalimat sebelumnya, yaitu:
Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang
lentik ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan,
tangan anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari
tangannya penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat
mereka yang korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika
membungkusi biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan
jalan. (cerpen Permen, hlm. 47)

(14) “Permen itu akan membuatmu mulas dan mual,” bujuk Neal sembari
memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih enak
permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (data no. 139)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan perhatian Neal terhadap
anaknya agar tidak mengkonsumsi permen sembarangan karena dapat
mengganggu kesehatan. Neal sangat menyayangi anaknya, maka dari
itu ia ingin menan menjaga anaknya dengan baik. Hal itu disebutkan
pada teks berikutnya, yaitu:
Selama ini Neal begitu hati-hati memilihkan semua yang
terbaik bagi anaknya. Ia ingin Iza menikmati masa kanak-kanak yang
commit to user

130
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
131

membahagiakan. Dan Neal takut Iza akan tergoda oleh permen itu.
(cerpen Permen, hlm. 48)
(15) “Bagaimana mungkin aku memberikan permen seperti itu kepada Iza!”
ujar Neal, setengah menggerutu kepada Samuel. (data no. 142)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan perhatian dan kecemasan Neal
mengenai keinginan anaknya untuk membeli permen yang dijajakan di
perempatan jalan dengan pertimbangan kualitas kebersihan dari
permen tersebut. Hal tersebut juga terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu:
Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang
lentik ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan,
tangan anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari
tangannya penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat
mereka yang korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika
membungkusi biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan
jalan. (cerpen Permen, hlm. 47)

(16) “Kamu bandel sekali berani keluar gorong-gorong….” Ia berkata


sambil mengelus kepalaku. (data no. 175)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kepedulian dan perhatian tokoh
gadis akan keselamatan tokoh aku yang telah terlahir kembali menjadi
seekor ular. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Aku memandanginya ragu. Sepasang matanya yang bening
membuatku pelan-pelan merasa tenang. Ia mengulurkan tangan,
memberiku cuilan roti yang dipungutnya dari tumpukan sampah.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 88)

commit to user

131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
132

(17) “Kamu sakit, Sayang?” (data no. 199)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan perhatian dan kepedulian ibu
dari tokoh bocah karena mendapati anaknya yang terlihat tidak seperti
biasanya, dia terlihat murung dan diam sehingga ibu menanyakan
keadaan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang,
jauh. Ibunya, yang menemani bocah itu belajar sambil menisik agak
bingung melihat kemurungan anaknya. (cerpen Cerita yang Menentes
dari Pohon Natal, hlm. 121)
(18) “Kamu tak sarapan, Sayang?” sapa ibunya sambil menyodorkan
semangkuk corn flake. (data no. 204)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan tokoh ibu terhadap
anaknya yang tiba-tiba saja murung dan tidak mau makan. Hal tersebut
terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Bocah itu melengos. Di meja makan, pagi itu, ia terus
cemberut. Ibunya mengira, pastilah anaknya kecewa karena gambar
yang sedari kemarin dicari tak juga ditemukan. (cerpen Cerita yang
Menentes dari Pohon Natal, hlm. 127)
(19) Ia elus kepala anaknya sambil terus menatap takjub gambar itu. (data
no. 191)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kekaguman tokoh “ia” (ibu) pada

commit to user

132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
133

gambar yang dibuat oleh anaknya seperti nyata. Hal tersebut terkait
dengan teks selanjutnya, yaitu:
Hanya dengan menatap, ia bisa merasakan sepoi angin
berembus, bau udara basah, dan suara gemeresak daun-daun
bergesekan, begitu nyata!(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon
Natal, hlm. 116)
d) Penggambaran Perasaan Marah
Perasaan marah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan tidak senang (karena dihina atau diperlakukan tidak sepantasnya,
dsb) (2005: 715). Indeks yang berupa perasaan marah para tokoh dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) “Diamlah. Jangan cerewet. Atau Mama hentikan bacanya!” (data no.
97)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menandakan bahwa mama Sandra marah dengan
Sandra karena dia terlalu banyak melemparkan pertanyaan tentang
kesedihan pada mamanya, sedangkan mamanya berusaha menutupi
kesedihan yang selama ini ia rasakan karena menjalani hidup sebagai
seorang pelacur. Dia hanya tidak ingin anaknya tahu kesedihan yang ia
rasakan maka ia pun membentaknya.
(2) “Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir
bila ia lewat, “ mau mati saja pakai nipu.” (data no. 232)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kemarahan orang-orang di
sekitar orang miskin karena telah merasa dipermainkan dan ditipu oleh
sandiwaranya tempo hari yang berpura-pura mati.

commit to user

133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
134

(3) Menggertak dan memukulmu berkali-kali. (data no. 171)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kemarahan polisi yang sedang
mengintrograsi tokoh “mu” karena tidak mau mengakui kejahatan
yang sudah dilakukan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Memaksamu agar mengaku. Kau dituduh membunuh
istrimu.(cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72).
e) Penggambaran Perasaan Gembira
Perasaan gembira atau senang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah perasaan puas dan lega tanpa rasa susah dan kecewa
(2005: 1033). Indeks yang berupa penggambaran perasaan senang dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Masih kudengar derai tawa mereka yang renyah ketika menonton
televisi. (data no. 109)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kebahagiaan keluarga tokoh aku,
terlihat dari suasana ruang keluarga ketika berkumpul. Hal tersebut
juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu:
Masih begitu jelas jeritan dan tawa mereka ketika saling kejar
sambil saling melempar bantal. Suara Inan bermain piano. Betita yang
merengek minta dikeloni. Lalu kudengar suara Asih menyuruh Ida dan
Renaldi belajar. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 16)
(2) Anak-anak berceloteh riang tentang baju baru yang akan mereka
kenakan. (data no. 110)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
135

65). Kalimat tersebut mengungkapkan kebahagiaan anak-anak karena


mereka akan diberi baju baru yang dibuat penjahit untuk dipakai saat
lebaran. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Para penduduk antre menjahitkan pakaian dan hiruk dalam
keramaian menyambut Lebaran. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 20).
(3) Mereka akan berteriak senang bila menerima surat balasan atau kartu
pos, dan memamerkannya dengan membacanya keras-keras. (data no.
118)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kebahagiaan teman-teman SMP
Marwan ketika mendapatkan surat balasan atau kartu pos yang
diekspresikan dengan teriakan dan membacakan surat tersebut dengan
suara keras. Hal itu terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
Sepanjang hidupnya, Marwan tak pernah menerima kartu pos.
bahkan, rasanya, ia pun jarang dapat surat pos yang membuatnya
bahagia. Saat SMP, banyak temannya yang punya sahabat pena, yang
dikenal lewat rubrik majalah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 37)
(4) Karena itu, tak bisa terlukiskan betapa bahagia perasaan Maneka saat
menerima kiriman dari Sukab. (data no. 152)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut melukiskan kegembiraan Maneka setelah
mendapatkan kiriman dari Sukab, seseorang yang selama ini ia cintai.
Selama ini ia hanya bisa merasa iri terhadap Alina karena ia lebih
sering mendapatkan kiriman surat cinta atau benda-benda unik dari
Sukab. Namun, kali ini ia pun merasakan sendiri kebahagiaan yang

commit to user

135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
136

dirasakan Alina karena merasa sama-sama mendapat perhatian dari


Sukab. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Rasanya ingin segera menghambur menemui Alina dan
memamerkan apa yang baru saja diterimanya. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 60)
(5) Menduga-duga apa isinya saja sudah membuat Maneka begitu bahagia.
(data no. 153)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat di atas menggambarkan bahwa Maneka sangat gembira
mendapatkan kiriman dari Sukab, seseorang yang ia cintai sehingga
dengan hanya menduganya saja sudah membuat ia bahagia.
Kebahagiaan itu tergambarkan pada kalimat sebelumnya, yaitu:
Maka, ia pun mencoba menikmati perasaannya sembari
memandangi bungkus kotak kecil yang kini tergeletak di meja. (cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60)
(6) Ketika akhirnya Maneka membuka bungkusan itu ia makin berdebar
dan terpana. (data no. 154)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut melukiskan keingintahuan tentang isi yang ada
dalam kotak kecil dari Sukab, Maneka seketika terpana setelah
mengetahui isi kotak itu adalah sepotong bibir. Hal tersebut terkait
dengan teks berikutnya, yaitu:
Sepotong bibir! Semula Maneka enyangka itu bibir mainan dari
karet. Tapi, saat menyentuhnya, ia segera tahu, itu bibir sungguhan.
Lembut, kenyal, dan masih hangat. Masih ada sisa darah segar
meleleh, seakan baru saja disayat. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia, hlm. 61)
commit to user

136
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
137

(7) Itu tulisan tangan Sukab dan ia langsung berdebar. (data no. 147)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Dalam kalimat tersebut digambarkan perasaan bahagia Maneka
karena menerima surat dari Sukab seseorang yang ia cintai selama ini.
Hal tersebut terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu:
Dulu, ia sempat begitu semangat untuk terus mengikuti jejak
pengembaraan Sukab. Setiap mendengar selentingan Sukab ada di
suatu tempat, ia segera menyusulnya. Hingga ia menjadi pengembara
yang memburu seorang pengembara hanya karena ia begitu berharap
bisa bertemu kembali dengan lali-laki yang sudah membuatnya begitu
jatuh cinta.…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57-
58)

(8) Maneka menerima bungkusan itu dengan gemetar.…(data no. 148)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan keterkejutan Maneka karena
mendapatkan bungkusan dari Sukab, seseorang yang selama ini ia
cintai, namun keberadaannya tak pernah diketahui dan Maneka
mengira bahwa Sukab sudah tidak ingat lagi padanya. Oleh karena itu,
Maneka gemetar menerima bungkusan itu. Hal tersebut terkait dengan
kalimat sebelumnya, yaitu:
Ia pikir, sejak mengirim kartu pos itu, Sukab tak lagi
mengingatnya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm.
56)
(9) Dan tentu saja ingin bertanya bagaimanakah keadaan Sukab?—tetapi
perasaannya yang terlalu dipenuhi kebahagiaan membuatnya jadi salah
tingkah hingga mesti mulai dari mana untuk memulai pertanyaan. (data
no. 149)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
commit to user

137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
138

sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:


65). Kalimat tersebut menggambarkan kebahagiaan Maneka setelah
menerima surat cinta dari Sukab. Kebahagiaan itu tercermin dari
sikapnya yang salah tingkah.
(10) Itulah saat paling menggetarkan dalam hidup Maneka. (data no. 150)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekaguman Maneka ketika
pertama kali melihat Sukab dan saat itulah menjadi saat pertama ia
jatuh cinta pada Sukab. Hal tersebut terkait dengan kalimat
sebelumnyaa, yaitu:
Hingga ia menjadi pengembara yang memburu seorang
pengembara hanya karena ia begitu berharap bisa bertemu kembali
dengan laki-laki yang sudah membuatnya begitu jatuh cinta, sejak
laki-laki itu melihatnya menarikan tarian burung enggang di atas
gong. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 57-58)

(11) Marwan menyambut gembira ketika Beningnya menyodorkan kartu


pos itu. (data no. 128)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kegembiraan Marwan karena
mendapati Beningnya sudah mendapat kartu pos. Ia berharap dengan
kartu pos yang ia tulis diam-diam itu dapat membuat Beningnya
menjadi gembira.
(12) Tetapi, ketika ia menyebutkan namanya, aku seperti mendengar
denting genta, bergemerincing dalam hatiku. (data no. 185)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan tokoh “aku” yang sedang
commit to user

138
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
139

kasmaran sehingga ketika ia mendengar atau menyebutkan namanya,


tokoh “aku” merasa hatinya bersenandung. Hal tersebut terkait dengan
kalimat selanjutnya, yaitu:
Barangkali, seperti katamu, aku memang mengidap gangguan
jiwa karena terlalu gampang jatuh cinta. (cerpen Cerita yang Menetes
dari Pohon Natal, hlm. 105)
(13) Aku merasa nyaman dalam dekapannya. (data no. 176)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa tokoh “aku” merasa aman
dan nyaman dalam dekapan tokoh gadis karena saat itu tokoh “aku”
tengah terancam keselamatannya, akan diburu oleh orang-orang yang
melihatnya, sementara dengan diam-diam gadis itu membawa pergi
tokoh “aku” yang sudah terlahir kembali menjadi seekor ular untuk
diselamatkan dari serangan orang-orang. Hal tersebut terkait dengan
teks selanjutnya, yaitu:
Kemudian, ia berjalan mengendap-endap, menjauhkan aku dari
orang yang kudengar masih memburuku. Suara itu perlahan-lahan
lenyap dalam gelap. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 88)
(14) Cerita-cerita yang bisa menenteramkan kerinduannya kepada laki-laki
itu. (data no. 151)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa tentram Maneka setelah
mendengar cerita-cerita yang dikisahkan oleh Alina, cerita-cerita yang
dituliskan Sukab dalam suratnya yang ditujukan oleh Alina. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:

commit to user

139
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
140

Ia selalu berusaha mencari cara dan alasan agar bisa dekat


dengan Alina. Bila sesekali waktu bertandang ke tempat Alina,
Maneka selalu berusaha dengan cara halus dan tak kentara membujuk
agar perempuan cantik itu membacakan surat-suratnya…Mendengar
cerita-cerita itu, setidaknya Maneka bisa menduga-duga di manakah
saat itu Sukab berada. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
hlm. 59-60)

(15) Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka. (data no.
155)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekagetan Maneka setelah ia
membuka kotak kecil dari Sukab yang kemudian kekagetannya itu
direspon oleh senyuman dari bibir yang ada dalam kotak tersebut. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Sepotong bibir! Semula Maneka menyangka itu bibir mainan
dari karet. Tapi, saat menyentuhnya, ia segera tahu, itu bibir
sungguhan. Lembut, kenyal, dan masih hangat. Masih ada sisa darah
segar meleleh, seakan baru saja disayat. (cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 61)
(16) Terdengar begitu banyak napas diembuskan lega. (data no. 220)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa para pelayat merasa lega
karena anak dari jenazah sudah tiba dan itu berarti jenazah tersebut
akan segera dikuburkan sehingga para pelayat tidak perlu melayat
setiap hari seperti beberapa waktu yang lalu hanya untuk menunggu
kedatangan anaknya. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya,
yaitu:
Seakan mereka terbebas dari kewajiban yang membuat mereka
terbelenggu. Tanpa seorang pun berkata-kata, jenazah segera
commit to user

140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
141

dimandikan. Doa dan sambutan yang diucapkan tergesa, semua lewat


begitu saja di telinganya. Lalu, keranda bergerak, ia jalan menunduk
di belakangnya. Semua berjalan dalam diam, membuat kuburan jadi
rumah kesunyian yang mereka masuki dengan gemetar. Jenazah
diturunkan ke liang lahat, dikubur tanpa percakapan. (cerpen Variasi
bagi Kematian yang Seksi, hlm. 148)

f) Penggambaran Perasaan Kecewa


Perasaan kecewa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecil
hati; tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dsb)
(2005: 522). Indeks yang berupa penggambaran perasaan kecewa dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah Dunia, yaitu:
(1) Melihat mulut Iza yang terus cemberut, Neal tahu kalau anaknya itu
masih kesal karena tak diperbolehkan membeli permen yang tadi sore
dilihatnya dijajakan di perempatan jalan. (data no. 137)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kekesalan Iza karena tidak
diizinkan oleh Neal, ibunya untuk membeli permen yang dijajakan di
perempatan jalan. Maka dari itu Iza kesal dan memasang muka
masamnya pada ibunya.
(2) Tapi, wajah Iza terus cemberut. (data no. 140)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kekesalan Iza karena dia tidak
diperbolehkan oleh ibunya untuk membeli permen yang dijajakan di
perempatan jalan. Hal tersebut juga terkait dengan pernyataan Neal,
ibunya dalam teks sebelumnya, yaitu:
“Permen itu akan membuatmu mulas dan mual”, bujuk Neal
sembari memberikan permen mint yang ia beli di supermarket. “Lebih

commit to user

141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
142

enak permen ini, membuat mulut dan tenggorokanmu segar.” (cerpen


Permen, hlm. 46)
(3) Ia tak lupa rautnya yang kecewa ketika suatu malam ia berpamitan,
“Aku pergi, Bu.” (data no. 215)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kekecewaan dan kesedihan ibunya
ketika tokoh “ia” berpamitan pergi entah ke mana.
(4) Ketika aku terus diam saja, kulihat ia kembali masuk dengan wajah
kecewa. (data no. 224)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan tokoh “ia” orang
miskin karena merasa tidak diperhatikan. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
Pernah, suatu malam, aku melihat bayangan orang miskin itu
keluar dari dalam cermin, berjalan mondar-mandir, batuk-batuk kecil
minta diperhatikan. (cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia, hlm.
159)
g) Penggambaran Perasaan Kesal
Perasaan kesal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan mendongkol; sebal (2005: 558). Indeks yang berupa
penggambaran perasaan kesal para tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Bocah itu mendengus. Ia jadi benci kepada kawan-kawannya. (data
no. 200)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
143

65). Kalimat tersebut menggambarkan kekesalan tokoh bocah terhadap


kawan-kawannya karena telah membangunkannya ketika bocah itu
sedang bermimpi. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Seperti pada bagian dua, bocah itu kembali bermimpi.
Beberapa kawannya muncul, membangunkannya. (cerpen Cerita yang
Menentes dari Pohon Natal, hlm. 125)
(2) “Kenapa kalian selalu mengganggu mimpiku?” Bocah itu mendengus.
(data no. 201)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekesalan tokoh bocah karena
teman-temannya telah membangunkan tidurnya di saat ia sedang
bermimpi. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Seperti pada bagian dua, bocah itu kembali bermimpi.
Beberapa kawannya muncul, membangunkannya. (cerpen Cerita yang
Menentes dari Pohon Natal, hlm. 125)
(3) Bocah itu membisu. Gelas susu di depannya tak disentuh. (data no.
203)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa bocah itu merasa kecewa
dan kesal terhadap perbuatan ibunya yang semalam telah membawa
laki-laki lain ke kamarnya. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit
terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita
yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126)

commit to user

143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
144

(4) Bocah itu melengos. (data no. 205)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan
bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan
ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit
terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita
yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126)
(5) Di meja makan, pagi itu, ia terus cemberut. (data no. 206)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan
bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan
ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit
terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita
yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126)
(6) Bocah itu terus membisu. Kakinya yang mungil tergantung, diayun
keras-keras, membuat kursi menggeriat. (data no. 207)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekecewaan dan kekesalan
bocah itu terhadap ibunya karena semalam ia baru saja menyaksikan
ibunya bersama laki-laki lain di kamarnya. Hal tersebut terkait dengan
teks sebelumnya, yaitu:
commit to user

144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
145

Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit


terkuak, ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (cerpen Cerita
yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 126)
(7) “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama
menunggu mulai menggerutu. (data no. 230)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menujukkan kekesalan para pelayat yang ketika
itu melayat orang miskin yang meninggal, karena menunggu acara
pemakaman yang terlalu lama.
(8) “Baca dong!” Melly sedikit mendengus. (data no. 145)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Melly merasa diremehkan
oleh Pras yang saat itu sedang menjadi lawan bicaranya yang tengah
membahas tentang permen rayap. Hal tersebut terkait dengan kalimat
berikutnya, yaitu:
Ia tak suka dengan ekspresi Pras yang tampak tak mau percaya
kalau ia tahu soal permen rayap itu. Apa dikira sekretaris cuma pintar
nyenengin bosnya dan tidak suka baca? (cerpen Permen, hlm. 51-52).
h) Penggambaran Perasaan Heran
Perasaan heran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa
ganjil (ketika melihat atau mendengar sesuatu); tercengang; takjub (2005:
396). Indeks yang berupa penggambaran perasaan heran para tokoh dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Keduanya saling pandang. (data no. 195)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
146

65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa kedua orang tua dari


tokoh “anak” merasa penasaran dan heran dengan kondisi rumahnya
yang tidak seperti biasanya, saat itu rumahnya terasa aneh. Keanehan
tersebut disebutkan pada kalimat sebelumnya, yaitu:
Seperti ada yang asing dalam rumah mereka. Mereka
menemukan beberapa ranting bergeletakan di lantai, jejak-jejak kaki,
seperti jejak kaki pada tanah gembur. (cerpen Cerita yang Menentes
dari Pohon Natal, hlm. 117)
(2) Ia kian termangu ketika mendapati lantai penuh serakan daun kering,
rumput tumbuh bercuatan di bawah meja dan kursi, akar-akar rambat
membelit tiang ranjang, patahan ranting mendadak jatuh dari atap
kamar, bau lumut dan uap air, sayup kelepak burung, juga semilir
angin sejuk, merembes dari dinding kamar. (data no. 210)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan ibunya dengan
kondisi kamar anaknya yang menyerupai gambar yang dibuat anaknya.
(3) Ia merasakan telapak kakinya basah, terendam air menggenang. (data
no. 211)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan dengan kondisi
kamar anaknya yang aneh. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Lalu, sayup-sayup ia mendengar suara renyah bocah tengah
bermain air. Berkecipakan. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon
Natal, hlm. 130)

commit to user

146
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
147

(4) Ibunya hanya geleng-geleng, sambil beranjak menata beberapa mainan


yang berantakan di lantai. (data no. 192)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan keheranan tokoh ibu terhadap
anaknya yang baru saja dengan antusiasnya mengutarakan
keinginannya pada ibunya untuk pergi ke tempat seperti yang ada di
dalam gambar. Namun, ketika mendengar teriakan teman-temannya
yang mengajak bermain ia langsung menghambur pergi dan
meninggalkan gambarnya. Hal tersebut terkait denga teks sebelumnya,
yaitu:
“Suatu saat, aku pingin ke tempat seperti ini,”ujar bocah itu,
sambil menjauhkan gambar yang dipegangnya dari pandangan
ibunya. Lalu, ketika dari luar rumah terdengar teriakan teman-
temannya, memanggil mengajak bermain, bocah itu segera
menghambur pergi. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal,
hlm. 116)
i) Penggambaran Perasaan Terkejut
Perasaan terkejut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
terperanjat atau kaget (2005: 527). Indeks yang berupa perasaan terkejut
para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
yaitu:
(1) Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. (data no. 112)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa tokoh Beningnya
merasa tertegun karena melihat kotak suratnya masih kosong. Padahal
sudah lama ia menanti kedatangan kartu pos dari ibunya.

commit to user

147
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
148

(2) Dari jendela ia bisa melihat anaknya memandangi kartu pos itu, seperti
tercekat kemudian berlarian tergesa masuk rumah. (data no. 127)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan Beningnya yang terkejut
sekaligus kecewa setelah tahu bahwa kartu pos yang ia terima bukanlah
dari mamanya. Hal tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu :
Marwan melihat mata Beningnya berkaca-kaca.
“Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk
kartu pos itu.
“Ini bukan tulisan Mama….” (cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 40-41)
(3) Tiba-tiba kudengar suara jeritan. (data no. 174)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “aku” terkejut
mendengar suara jerit ketakutan sesaat kehadirannya yang sudah
menjadi seekor ular seperti yang ia harapkan bukan anak idiot seperti
dulu. Ternyata, keadaan telah berubah, ular tak lagi dimuliakan seperti
dulu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
“Ular! Ular!”
Kulihat orang-orang beringsut ketakutan, menatapku yang mendesis
merayap pelan menyeberangi trotoar. Meski terkejut dengan reaksi
mereka, aku mencoba tak panik. Aku teringat bagaimana dulu orang-
orang memberi makanan menyambut kedatangan ular leluhur mereka.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 87)

commit to user

148
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
149

(4) Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena


tadingya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar selain
kita….(data no. 166)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Alina cemburu karena
Alina menduga bahwa sepotong bibir itu adalah bibir milik kekasih
Sukab, sementara selama ini dia merasa diperhatikan dan dicintai oleh
Sukab dengan berbagai kiriman surat cinta yang datang padanya. Hal
tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
“Menurutmu, itu bibir siapa?”
“Entahlah.…”
“Apakah mungkin itu bibir pacar Sukab?”(cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 67)
(5) Saat itulah, mendadak, seseorang menjerit, ketika melihat seekor kucing
hitam melompati jenazahmu. (data no. 170)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Suwardi Endraswara,
2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana ketakutan karena
jenazah tokoh ‘mu’ dilompati kucing hitam dan seakan hidup lagi
karena mengerjap-ngerjapkan mata. Hal tersebut terkait dengan teks
berikutnya, yaitu:
Beberapa pelayat yakin, saat itu melihat matamu berkedip-
kedip. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72)
(6) Ia mendadak terbelalak saat aku bercerita tentang Gereja St. Paulus
yang sering kudatangi dulu. (data no. 178)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

149
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
150

65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” (gadis)


terkejut setelah mendengar cerita tokoh “aku” tentang sebuah gereja
yang dahulu sering ia kunjungi. Hal tersebut terkait dengan teks
selanjutnya, yaitu:
“Kau tahu,” katanya, “itu satu-satunya gereja yang masih
berdiri!” Mungkin tepatnya, itulah satu-satunya gereja yang sengaja
dibiarkan berdiri, boleh jadi sebagai tugu kenangan. (cerpen Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 93)
(7) Sampai kemudian bocah itu mendadak ingat pada gambar danau yang
tadi siang dibuatnya, dan terbelalak ketika menyadari, betapa danau
tempat mereka bermain saat ini benar-benar serupa dengan danau yang
digambarnya pada bagian satu. (data no. 194)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa anak itu terkejut dengan
pemandangan yang ada di hadapannya, karena pemandangan tersebut
menyerupai gambar yang telah dibuatnya. Gambaran gambar anak itu
terdapat pada teks sebelum dan selanjutnya, yaitu:
Bocah itu suntuk menggambar danau, dengan pepohonan hijau
merimbun di sekeliling, bayangan gunung di kejauhan, matahari
kemerahan dilingkup gugusan awan, dan tak lupa kawanan unggas
melintas, tampak bergegas. Digambarnya pula dermaga kecil di mana
dua perahu tampak tertambat, alun bergelombang pelan, dengan
bayangan ikan berenang-renang, dan di sisi kiri bagian depan terlihat
sebuah bungalow berwarna merah berdiri di bukit yang menjorok ke
tengah danau. (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm.
115 dan 117)

(8) Ketika melintas di depan kamar ibunya, dari pintu yang sedikit terkuak,
ia melihat sesuatu yang membuatnya tercekat. (data no. 202)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
151

65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh bocah itu terkejut


melihat sesuatu yang terjadi di dalam kamar ibunya, yaitu melihat
ibunya bersama dengan laki-laki lain di dalam kamarnya. Hal tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Kau yakin, suamimu tak pulang malam ini?”
“Ya. Ia kira, aku tak tahu perselingkuhannya.”
“Karena itukah kamu memaksaku datang malam ini.”
“Lebih dari itu. Aku ingin bersenggama di kamarku
sendiri.”(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm.
124)

(9) Tapi, aku tetap saja kaget ketika orang miskin itu muncul ke rumahku
sambil menenteng telepon genggam. (data no.226)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan keheranan tokoh “aku” yang baru
saja melihat tokoh orang miskin mempunyai telepon genggam atau
ponsel seperti kebanyakan orang pada zaman modern sekarang ini.
(10) Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. (data no.
130)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa Marwan terkejut karena ia
tengah tidur dan mendengar pintu diketuk gugup sehingga ia terburu-
buru bangun. Hal tersebut terkait dengan kalimat di bawah ini, yaitu:
Pukul 12.00 lewat, sekilas ia melihat jam kamarnya. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
j) Penggambaran Perasaan Kagum
Perasaan kagum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan heran (dengan rasa memuji); takjub; tercengang (2005: 489).

commit to user

151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
152

Indeks yang berupa perasaan kagum para tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Maneka, yang tengah menyirami bunga, terpesona oleh
kemunculannya. (data no. 146)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Dalam kalimat di atas disebutkan bahwa Maneka terpesona oleh
kemunculannya, kata ganti “nya” di sini ditujukan untuk Tukang Pos
yang mengantarkan surat untuk Maneka. Hal tersebut terkait dengan
kalimat sebelumnya:
Tukang Pos itu muncul dari balik cakrawala saat senja,
mengendarai kuda sembrani bersurai kuning keemasan. Ia terlihat
terbang berputar-putar sebentar—semula Maneka menyangka itu
bayangan elang raksasa—sebelum akhirnya menukik turun dengan
anggun dan menjejak pelataran. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
di Dunia, hlm. 55)

(2) Maneka hanya bengong saat menyaksikan bibir itu terjatuh


menggeliat-geliat di lantai, kemudian meloncat ke kursi, meloncat
kembali ke atas meja, lalu seolah menatap tajam kepadanya. (data no.
158)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa Maneka sangat terkejut
saat menyaksikan bibir itu bisa bergerak ke sana ke mari sehingga
membuatnya terbengong-bengong melihatnya.
(3) Meski tak tahu apa yang dikatakan bibir itu, tetapi caranya berbicara
sungguh-sungguh memukau Alina dan Maneka. (data no. 162)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
commit to user

152
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
153

65). Kalimat tersebut menggambarkan rasa kagum Maneka dan Alina


setelah melihat tingkah sepotong bibir dari Sukab. Hal tersebut juga
terkait dengan teks sebelumnya:
Saat itu lah bibir itu menggeliat dan meloncat-loncat seperti
mencoba menarik perhatian mereka. Bibir itu jumpalitan, melesat, dan
berputar-putar di udara, membuat atraksi-atraksi yang menakjubkan
hingga Alina dan Maneka tertawa. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia, hlm. 64)

(4) Seakan ada yang mendadak terbuka dalam jiwa mereka karena
menyadari bahwa mereka pun, ternyata bisa sama-sama bahagia. (data
no. 163)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa di dalam jiwa mereka
tiba-tiba merasa lebih dekat satu sama lain karena sepotong bibir itu.
Hal tersebut juga terkait dengan kalimat sebelum dan selanjutnya,
yaitu:
Bibir itu tiba-tiba saja, seperti mendekatkan perasaan mereka
berdua…Mungkinkah ini maksud Sukab mengirimkan bibir itu, agar
mereka bisa saling memahami? Mereka bisa mencintai laki-laki yang
sama? (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 65)
(5) Beberapa pengunjung yang melihat adegan itu, tampak terpana dan
terpesona. (data no. 167)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakjuban pengunjung kafe
karena melihat polah tingkah sepotong bibir yang dibawa Maneka dan
Alina ketika mengunjungi kafe. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:

commit to user

153
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
154

Sementara Maneka dan Alina kembali terdiam, bibir di atas


meja itu perlahan menggeliat, seperti menguap, kemudian bangkit dan
menyeruput orange juice pesanan Maneka yang sejak tadi tak
diminumnya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67-
68)
(6) Mereka selalu terpana tidak saja dengan keindahan bibir itu, tetapi juga
dengan kata-kata yang keluar dari bibir itu. (data no. 168)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa banyak orang yang kagum
dengan sepotong bibir itu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya,
yaitu:
Kata-kata yang terasa gagah dan megah, tetapi entah apa
maknanya. Apalagi suara yang merdu dan bagai penuh bujukan yang
terdengar dari bibir itu memang membuat siapa pun makin tak bisa
mebelak dari pesonanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 68)
(7) Dunia yang kusaksikan membuatnya terpesona. (data no. 181)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh Mawar terpesona
dengan cerita-cerita yang tokoh “aku” ceritakan pada Mawar karena
menurut Mawar cara penceritaan tokoh “aku” lah yang membuatnya
tertarik, seorang wanita buta mampu melihat suara. Hal tersebut terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Lihatlah, bahkan aku bisa melihat tawamu yang ungu kebiru-
biruan memuai di udara.”
Ia kembali tertawa. Kutegaskan kepadanya, betapa setiap suara
punya warna berbeda-beda. Kau mendengar suara, sementara aku
bisa melihatnya. Ia terus tertawa. Aku tahu ia mulai nyaman di
dekatku. “Kau menyenangkan. Caramu bercerita membuatku tak
commit to user

154
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
155

terlalu kesepian,” katanya. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon


Natal, hlm. 99)

(8) Ia pungut juga gambar danau yang membuatnya terpesona itu. (data
no. 193)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kekaguman tokoh “ia” (ibu)
terhadap gambar anaknya yang sangat bagus. Hal tersebut terkait
dengan teks selanjutnya, yaitu:
Sekali lagi ia pandangi gambar itu. Memang bagus. Semasa
kanak-kanak dulu, ia tak pernah bisa menggambar sebagus ini.
(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 116)
(9) “Benar-benar seperti danau sungguhan!” kagum kawannya. (data no.
197)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan kekaguman kawan dari tokoh
“bocah” ketika melihat gambarnya yang terlihat sangat bagus bagi
anak seusianya. Hal tersebut sesuai dengan teks berikutnya, yaitu:
“Kamu benar-benar berbakat jadi pelukis. Besok pasti kamu
jadi pelukis terkenal.” (cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon
Natal, hlm. 120)
k) Penggambaran Perasaan Malu
Perasaan malu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu
yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai
cacat atau kekurangaan, dsb) (2005: 706). Indeks yang berupa
penggambaran perasaan malu para tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
commit to user

155
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
156

(1) Pras merasa wajahnya memerah. Omongan Melly terdengar seperti


sindiran. (data no. 144)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Wajah Pras memerah karena merasa tersindir dengan perkataan
Melly yang menilai Pras menganggap permen yang diminta anaknya
itu tidak berkualitas, tetapi Melly justru membelinya. Hal tersebut juga
terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
“Itung-itung ngasih rezekilah. Lagi pula bosan kan terus-
terusan menikmati permen rumahan. Sesekali perlu juga nyoba
bagaimana rasanya permen pinggir jalan…”( cerpen Permen, hlm.
51)
(3) Laki-laki itu berdebar. Ia merasa, istrinya tengah menyindirnya. (data
no. 208)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh laki-laki itu
merasa tersindir dengan perkataan istrinya mengenai lukisan danau
milik anaknya yang tiba-tiba hilang. Ketika istrinya mendeskripsikan
gambar anaknya itu, suaminya tersindir karena semalam bersama
wanita lain ia baru saja mendatangi tempat yang sama persis dengan
deskripsi istrinya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Ayahnya memang tak pulang malam itu. Bersama seorang
gadis, ayahnya menghabiskan malam di sebuah danau…Ketika tadi
aku menikmati pemandangan danau di luar sana, aku menyadari
betapa persisnya danau ini dengan danau yang digambar anakku.
(cerpen Cerita yang Menentes dari Pohon Natal, hlm. 123)

commit to user

156
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
157

l) Penggambaran Perasaan Cemas atau Khawatir


Perasaan cemas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan tidak tenteram hati (karena khawatir, takut); gelisah (2005: 204).
Indeks yang berupa penggambaran kecemasan atau kekhawatiran para
tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
yaitu:
(1) Mungkin Bik Sari sudah mengambilnya! Beningnya pun segera
berlari berteriak, “Biiikkk…Bibiiikkk…” Ia nyaris terpeleset dan
menabrak pintu. (data no. 113)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa
tokoh Beningnya sangat berharap sekali dan antusias untuk segera
mengetahui kartu pos dari ibunya yang ia kira sudah diambil oleh Bik
Sari, karena antusiasnya dia berlari-lari sambil berteriak untuk
menemui Bik Sari sampai hampir terpeleset.
(2) Bik Sari yang sedang mengepel sampai kaget melihat Beningnya
terengah-engah begitu. (data no. 114)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Dalam kalimat tersebut digambarkan Bik Sari
terkejut melihat Beningnya datang padanya sambil terengah-engah,
seperti yang sudah disebutkan pada indeks no. 2) Beningnya
terengah-engah karena dia berlari agar dapat segera menemui Bik
Sari.
(3) Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa
mulutnya kaku. (data no. 115)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
commit to user

157
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
158

hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam


Endraswara, 2003: 65). Kalimat di atas menunjukkan rasa
kebingungan dan terkejut yang dirasakan oleh Bik Sari sampai-
sampai mulutnya terasa kaku karena pertanyaan Beningnya mengenai
kartu pos dari mamanya yang sudah meninggal, dan ia belum
mengetahui hal itu . Hal tersebut juga terkait dengan kalimat di bawah
ini:
“Kartu posnya udah diambil Bibik, ya?”( cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 36)
Tapi, bagaimanakah menjelaskan kematian kepada anak
seusianya? Rasanya akan lebih mudah bila jenazah Ren terbaring di
rumah. (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
(4) Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup,
seakan menebak, karena ia terus diam saja. (data no. 116)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kekecewaan Beningnya ketika menanyakan kartu pos dari mamanya
kepada Bik Sari yang hanya dijawab dengan diam. Kekecewaan
tersebut ditandai dengan meredupnya mata Beningnya. Hal tersebut
juga berkaitan dengan kalimat selanjutnya dalam cerita itu, yaitu:
Sungguh, ia selalu tak tahan melihat mata yang kecewa itu.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36).
(5) Ketukan di pintu membuat Marwan bangkit, dan ia mendapati
Beningnya berdiri sayu menenteng kotak kayu. (data no. 120)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kesedihan
Beningnya karena kartu pos dari mamanya tidak kunjung datang, hal
commit to user

158
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
159

itu ditandai dengan wajah Beningnya yang sayu sembari menenteng


kotak kayu yang merupakan tempat untuk menyimpan kartu pos-kartu
pos dari mamanya sehingga ia tidak dapat tidur dan maksud
kedatangannya pada papanya adalah meminta papanya untuk
mempertemukan Beningnya dengan tukang pos. Hal tersebut juga
terkait dengan kalimat berikutnya, yaitu:
Kotak kayu yang dulu juga dipakai Ren menyimpan kartu pos
dari ayahnya. Marwan melirik jam dinding kamarnya. Pukul 11. 20
malam.
“Nggak bisa tidur, ya? Mau tidur di kamar Papa?”….“Besok Papa
bisa antar Beningnya nggak?” tiba-tiba anaknya bertanya.
“Nganter ke mana? Pizza Hut?”
Beningnya menggeleng.
“Ke mana?”
“Ke rumah Pak Pos….”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38).

(6) Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. (data no. 122)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan Marwan
yang terkejut karena permintaan yang dilontarkan anaknya,
Beningnya padanya, yaitu menemui Pak Pos untuk meminta kartu pos
dari mamanya. Hal ini terjadi karena pada saat Beningnya
menanyakan perihal kartu pos dari mamanya papa Beningnya
menjawab (berbohong) bahwa Pak Pos sedang sakit sehingga ia tidak
bisa bertugas. Hal tersebut terkait dengan kalimat sebelumnya, yaitu:
“Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi, belum sempat nganter
kemari…” (cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36). Selain itu, juga
terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu:
“Kalau emang Pak Posnya sakit, biar besok Beningnya aja
yang ke rumahnya, ngambil kartu pos dari Mama.” (cerpen Kartu Pos
dari Surga, hlm. 39)

commit to user

159
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
160

(7) Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke
sebelah. (data no. 125)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
Marwan dan Ita sedang diawasi oleh orang-orang di sekitarnya. Hal
ini terkait dengan kalimat berikutnyaa, yaitu:
Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang
mejanya dngan mata penuh gosip. Pasti mereka menduga ia dan
ita…(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 40).
(8) Bergegas Marwan mengikuti Bik Sari. Dan ia tercekat di depan kamar
anaknya. (data no. 132)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan rasa
terkejut sekaligus khawatir Marwan karena terjadi hal yang aneh di
kamar anaknya. Hal tersebut juga terkait dengan kalimat berikutnya
tentang penggambaran keanehan yang terjadi di kamar Beningnya,
yaitu:
Ada cahaya terangaa keluar dari celah pintu yang bukan
cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar
Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap
dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau
wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi
lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42)

(9) “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar


yang entah kenapa begitu sulit ia buka. (data no. 133)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
commit to user

160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
161

Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan


Marwan pada anaknya, Beningnya karena terjadi peristiwa aneh
dalam kamarnya. Kecemasan tersebut ditunjukkan Marwan dengan
memanggil-manggil Beningnya dan menggedor-gedor pintu kamar
anaknya untuk segera mengetahui yang sebenarnya terjadi. Hal
tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu:
Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang
kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras lagi bau
ammonia. Ia menduga terjadi kebakaran, dan makin panik
membayangkan api mulai melahap kasur. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
(10) “Beningnya! Beningnya!” Bik Sari ikut berteriak memanggil. (data
no. 134)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan
dan ketakutan Bik Sari karena terjadi hal yang aneh dalam kamar
Beningnya. Hal tersebut terkait dengan kejadian yang digambarkan
dalam kalimat sebelumnya, yaitu:
Ada cahaya terangaa keluar dari celah pintu yang bukan
cahaya lampu. Cahaya yang terang keperakan. Dan ia mendengar
Beningnya yang cekikikan riang, seperti tengah bercakap-cakap
dengan seseorang. Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau
wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi
lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar. (cerpen
Kartu Pos dari Surga, hlm. 41-42)

(11) “Buka, Beningnya! Cepat buka!” (data no. 135)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan
Marwan pada anaknya, Beningnya karena terjadi peristiwa aneh
commit to user

161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
162

dalam kamarnya. Kecemasan tersebut ditunjukkan Marwan dengan


memanggil-manggil Beningnya dan menggedor-gedor pintu kamar
anaknya untuk segera mengetahui yang sebenarnya terjadi. Hal
tersebut juga terkait dengan kalimat selanjutnya, yaitu:
Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang
kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras lagi bau
ammonia. Ia menduga terjadi kebakaran, dan makin panik
membayangkan api mulai melahap kasur. (cerpen Kartu Pos dari
Surga, hlm. 42)
(12) Merasa makin cemas dan membutuhkan seseorang yang bisa ia ajak
berbagi cerita, Maneka pun memutuskan untuk berterus terang soal
bibir dari Sukab itu kepada Alina. (data no. 161)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan
yang dirasakan Maneka terhadap sepotong bibir yang diberikan Sukab
padanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menceritakan hal
tersebut pada Alina karena Alina juga memiliki benda-benda unik
yang juga merupakan pemberian dari Sukab. Hal tersebut juga terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Rasanya ingin segera menghambur menemui Alina dan
memamerkan apa yang baru saja diterimanya. (cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 60)
(13) Guru terbelalak ketika menyaksikan seorang anak terkapar di laintai,
bersimbah darah dan kepalanya pecah. (data no. 198)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kepanikan
Ibu Guru setelah mendapati salah satu muridnya terkapar di lantai
commit to user

162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
163

dengan bersimbah darah dan kepalanya pecah, sebelum kejadian itu


Ibu Guru seperti mendengar suara tembakan. Hal tersebut terkait
dengan teks selanjutnya, yaitu:
Sepertinya, tadi, ia mendengar suara tembakan (cerpen
Episode, hlm. 120).
(14) Lalu, kusaksikan mereka menyeret Mawar yang terus meronta. (data
no. 182)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan para
petugas patroli yang menyeret Mawar dengan paksa dan beringas
karena di bawah pengaruh alkohol yang baru mereka minum. Hal itu
membuat Mawar meronta karena dia bukan akan dibawa ke kantor
polisi, tetapi ke gudang. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu:
Mobil patroli yang mendadak muncul membuat semuanya
kocar-kacir. Ia pun hendak lari. Tetapi, para petugas mengepungnya.
Aku bisa melihat lelehan sisa arak di mulut petugas-petugas itu. Aku
tahu mereka barusan menenggak berbotol-botol arak sebelum sampai
ke sini. Arak yang memadamkan sepi dan membangkitkan berahi.
Itulah sebabnya mereka menjadi lebih beringas dari biasanya.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 100)

(15) Keesokan harinya kalian gempar. (data no. 184)


Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan
kegemparan yang terjadi di mana-mana karena hilangnya Mawar dari
tiang gantungan. Kalimat tersebut terkait dengan kalimat selanjutnya,
yaitu:
Mayat itu lenyap dari tiang gantungan!

commit to user

163
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
164

Di pasar. Di kantor. Di ruang tunggu rumah sakit. Di warung


dan kafe. Di pangkalan ojek. Di seluruh kota. Orang-orang ramai
membicarakan. Sampai sekarang pun kalian masih terus kasak-kusuk.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 102)
m) Penggambaran Sikap Merayu
Identifikasi indeks yang ketiga belas adalah berupa
penggambaran sikap merayu yang dilakukan para tokoh. Sikap merayu
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah membujuk atau memikat
dengan kata-kata manis (2005: 936). Indeks yang berupa penggambaran
sikap merayu yang dilakukan para tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) “Kamu menyenangkan sekali malam ini,” desah laki-laki itu sambil
berbaring memeluk Sandra. (data no. 101)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa laki-
laki itu merayu Sandra dengan memeluknya untuk mendapatkan
pelayanan dari Sandra malam itu. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Itu berarti laki-laki itu memang menginginkannya mala mini.
Sandra segera meredupkan lampu, membuka gaunnya, dan
bersijengkat naik ke ranjang. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm.
10).
n) Penggambaran Perasaan Rindu
Identifikasi indeks yang keempat belas adalah indeks yang berupa
penggambaran perasaan rindu para tokoh. Perasaan rindu dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah memiliki keinginan yang kuat untuk
bertemu (hendak pulang ke kampung halaman) (2005: 956). Indeks yang
berupa penggambaran perasaan rindu para tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
commit to user

164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
165

(1) Dari dinding kaca kafe di lantai sembilan gedung perkantoran, Maneka
dan Alina memandangi senja yang meruapkan kesepian dan kerinduan
di hati mereka. (data no. 164)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan kerinduan hati Maneka dan
Alina pada Sukab, ketika senja tiba yang mengingatkannya pada Sukab
yang ada di Negeri Senja. Hal tersebut terkait dengan kalimat
berikutnya, yaitu:
Adakah Sukab juga tengah memandangi senja yang sama dari
sebuah tempat enatah di mana di dunia? Bila saat ini Sukab masih
berada di Negeri Senja, ia pasti juga tengah memandangi langit yang
selalu senja. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 66)
o) Penggambaran Perasaan
Perasaan cemburu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung (2005:
204). Indeks yang berupa penggambaran perasaan cemburu para tokoh
dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina. (data no.
165)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa
Alina cemburu karena Alina menduga bahwa sepotong bibir itu
adalah bibir milik kekasih Sukab, sementara selama ini dia merasa
diperhatikan dan dicintai oleh Sukab dengan berbagai kiriman surat
cinta yang datang padanya. Hal tersebut terkait dengan kalimat
sebelumnya, yaitu:
“Menurutmu, itu bibir siapa?”
commit to user

165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
166

“Entahlah…”
“Apakah mungkin itu bibir pacar Sukab?”(cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia, hlm. 67)
(2) Maneka, pelan dan gugup menyembunyikan kalimat sisanya karena
tadinya ia mau bilang; yakinkah kamu kalau Sukab punya pacar
selain kita…(cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 67)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menggambarkan kecemasan
Maneka terhadap dugaan Alina bahwa sepotong bibir yang ia
dapatkan dari Sukab adalah bibir milik kekasih Sukab. Dia merasa
tidak menyangka bahwa Sukab memiliki perempuan lain yang ia
cintai selain Maneka dan Alina karena selama ini yang ia tahu hanya
ia dan Alina lah yang mendapatkan perhatian dari Sukab dengan
mengirimkan kartu pos, surat, dan bingkisan. Hal tersebut juga terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Maneka menangkap getar cemburu dalam kata-kata Alina.
Maneka bisa mengerti karena ia pun kadang memikirkan apa yang
dikatakan Alina; barangkali itu memang bibir seorang perempuan
yang benar-benar dicintai Sukab. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia, hlm. 68)
p) Penggambaran Perasaan Iri
Identifikasi indeks yang keenam belas adalah indeks yang berupa
penggambaran perasaan iri para tokoh. Perasaan iri dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang
lain (beruntung, dan sebagainya) (2005: 442). Indeks yang berupa
penggambaran rasa iri para tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:

commit to user

166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
167

(1) Begitu aku selalu merasa iri pada ular-ular yang banyak berkeliaran di
kota ini. (data no. 173)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan rasa iri tokoh
aku dengan binatang ular, karena ia merasa lebih rendah dari ular.
Kondisi fisiknya yang berbeda dengan anak-anak lain membuatnya
direndahkan oleh orang-orang di sekitarnya sementara orang-orang
justru lebih memuliakan ular. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Aku tak pernah mengerti kenapa mereka mengatakan aku idiot.
Mungkin karena mulutku yang peyot. Mungkin karena celanaku yang
selalu melorot. Mungkin karena tampangku yang terlihat dungu
dengan liur kental yang terus menerus menetes. Mungkin karena
itulah orang-orang melihatku dengan jijik. Aku ingat, bagaimana
orang-orang selalu mengusirku bila melihatku memasuki halaman
rumah mereka. Aku tak mengerti, kenapa orang-orang tidak
memperbolehkan aku masuk ke rumah mereka. Padahal, bila ada ular
masuk ke pekarangan, mereka tak pernah mengusirnya. Mereka
selalu selalu membiarkan ular masuk ke rumah mereka. Bila ada ular
masuk ke rumah, mereka selalu memberi telur atau sejumput beras
buat ular itu. Alangkah menyenangkan jadi ular. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 85)

q) Penggambaran Perasaan Tertarik


Perasaan tertarik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
merasa senang (suka, ingin, dsb) kepada sesuatu (2005: 1145). Indeks
yang berupa penggambaran perasaan tertarik para tokoh dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Ia menyimak ceritaku dengan mata berkejap-kejap. (data no. 177)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” (gadis)
tertarik dengan cerita yang dikisahkan oleh tokoh “aku” pada masa
commit to user

167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
168

tokoh “aku” masih menjadi anak yang idiot. Hal tersebut terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Kepada gadis cilik itu pun aku bercerita tentang kehidupanku
dulu. Ia begitu senang saat mendengar kalau pada kehidupanku yang
dulu, aku juga penduduk kota ini.
“Wow, siapa tahu aku ini salah satu keturunanmu,” teriaknya riang.
(cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 92-93)

r) Penggambaran Perasaan Iba


Perasaan iba dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berbelas
kasihan, terharu, dan kasihan (2005: 415). Indeks yang berupa
penggambaran perasaan iba tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Entah kenapa, tukang kebun itu tiba-tiba saja merasa kasihan. Semuda
dan sebagus itu, tetapi sudah putus asa dan memilih mati. (data no.
212)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa tukang
kebun itu merasa iba terhadap tokoh laki-laki yang mengontrak kamar
di rumah yang ia jaga karena laki-laki itu sebelumnya
mengungkapkan pada tukang kebun tersebut bahwa tujuan ia
menginap di situ karena ia akan menunggu kematiannya. Tukang
kebun mengira bahwa laki-laki itu sudah putus asa dengan hidupnya
sehingga ia ingin mengakhiri hidupnya di kamar yang ia sewa. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Lalu, tukang kebun itu teringat pada saat laki-laki itu datang
hendak mengontrak kamar di rumah yang dijaganya. Laki-laki itu
mengatakan, ia akan tinggal di sini untuk menanti kematian.
Disebutnya hari dan jam berapa ia akan mati.(cerpen Variasi bagi
Kematian yang Seksi, hlm. 135)

commit to user

168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
169

s) Penggambaran Perasaan Bingung


Perasaan bingung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
hilang akal (tidak tahu yang harus dilakukan) (2005: 153). Indeks yang
berupa penggambaran perasaan bingung tokoh dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
(1) Sementara istrinya terus menangis, bukan karena sedih, tetapi karena
bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas
kuburan. (data no. 229)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam
Endraswara, 2003: 65). Kalimat tersebut menunjukkan ironi dan
kesedihan yang terjadi pada keluarga orang miskin, pada keadaan
duka pun mereka masih saja kebingungan mencari biaya untuk
membayar kelengkapan pemakaman.
2) Penggambaran Latar Tempat dan Suasana
Latar dalam sebuah cerita dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan
dalam karya sastra (2005: 643). Indeks yang berupa penggambaran latar
dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yaitu:
a) Setelah berhari-hari menyelusup celah gua, ia merasakan kelembapan
udara yang tak biasa, hawa yang membuat kuduknya meriap, dan
menyadari dirinya telah tersesat dan tak akan lagi melihat dunia karena
setiap kali bersikeras mencari jalan keluar ia justru merasa semakin
mendekati kematian. (data no. 89)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakutan dari seorang pencuri
sarang walet yang tanpa sengaja telah menemukan tempat peri-peri
pemetik air mata. Dia merasakan udara yang tidak biasa sehingga
commit to user

169
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
170

membuat bulu kuduknya berdiri, dalam kalimat tersebut juga


menunjukkan bahwa pencuri sarang walet tersebut merasa putus asa
karena merasa kesulitan untuk mencari jalan keluar dari gua peri
pemetik air mata itu.
b) Kesepian gua itu begitu hitam dan mengerikan. Bahkan, kelelawar,
ular, dan lintah pun seperti memilih menjauhinya.(data no. 90)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan betapa menyeramkannya gua
yang dijadikan tempat para pemetik air mata. Dalam kalimat tersebut
dijelaskan bahwa kelelawar, ular, dan lintah saja tidak berani
mendekati gua tersebut. Padahal hewan sekelas kelelawar, ular, dan
lintah merupakan hewan yang termasuk ditakuti orang karena
berbahaya.
c) Semua suara seperti lesap—bahkan ia tak mendengar suara napasnya
sendiri—dan ia merasakan betapa udara tipis dan bau memualkan yang
bukan berasal dari tumpukan kotoran kelelawar atau lumpur belerang
membuatnya limbung dan perlahan-lahan seperti mulai mengapung.
(data no. 91)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan ketakutan yang dirasakan
seorang pencuri sarang walet ketika berada di gua para pemetik air
mata. Hal itu ditandai dengan suasana di dalam gua yang dirasakan
olehnya sehingga membuatnya limbung dan perlahan-lahan mengapung
seperti hilang kesadaran.

commit to user

170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
171

d) Suasana di halaman rumah Maneka menjadi mirip pertunjukan akrobat


tukang sulap. (data no. 169)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan suasana rumah Maneka yang
ramai dikunjungi orang-orang yang ingin melihat sepotong bibir
miliknya karena dianggap memiliki keindahan dan memiliki keajaiban.
Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Semua yang indah selalu gampang menarik perhatian. Begitu
pun dengan bibir itu. Banyak orang kemudian berbondong-bondong
datang ke rumah Maneka ingin melihat bibir paling indah di dunia
itu…Banyak yang kemudian termehek-mehek menyanjung dan
memujanya. Bahkan, sebagian orang-orang itu meyakini bahwa itu
bibir ajaib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Beberapa
orang bersaksi, betapa setelah dicium bibir itu badannya menjadi sehat
seperti dilahirkan kembali. Seolah itulah bibir yang bisa menyelesaikan
segala macam masalah apa pun dengan sekejap. (cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia, hlm. 68)

3) Penggambaran Watak Tokoh


Watak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat batin
manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi
pekerti; tabiat (2005: 1270). Indeks yang berupa penggambaran watak para
tokoh dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia,
yaitu:
a) Ia sendiri tak pernah mau bercerita tentang dirinya. Kemunculannya
selalu dalam diam. Nyaris tanpa suara, berkeliling memikul dua kotak
kayu yang membuat jalannya jadi agak membungkuk. (data no. 111)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Lebih jauh, Burhan Nurgiyantoro menyebutkan bahwa indeks
dapat dipakai untuk memahami perwatakan tokoh dalam teks fiksi

commit to user

171
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
172

(2007:42). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh penjahit


dalam cerita tersebut memiliki watak misterius.
b) “Pergi lagi, Bang?” Ia tak menjawab. (data no. 214)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan watak dari tokoh “ia” yang
sombong dan misterius karena dari teks tersebut “ia” tidak mau
menjawab pertanyaan dari tokoh lain.
c) Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli angkut,
buruh bangunan, pemulung, atau tukang parkir. Pendeknya, siang
malam ia membanting tulang, tetapi alhamdulillah tetap miskin juga.
(data no. 222)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” merupakan
orang yang ulet dan pantang menyerah. Hal tersebut ditandai dengan
pekerjaan yang ia coba kerjakan walaupun kehidupannya masih tetap
miskin.
d) Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Setiap kali lapar
berkunjung, orang miskin itu selalu mengajaknya berkelakar untuk
sekadar melupakan penderitaan. (data no. 223)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa orang miskin tersebut
memiliki watak ceria dan sabar. Meskipun dalam kondisi lapar, ia
berusaha menghibur diri dengan berkelakar untuk melupakan rasa
laparnya. Hal tersebut juga terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:

commit to user

172
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
173

Atau, sering kali, orang miskin itu mengajak lapar bermain


teka-teki untuk menghibur diri. Ada satu teka-teki yang selalu diulang-
ulang setiap kali lapar datang bertandang. (cerpen Perihal Orang
Miskin yang Bahagia, hlm. 156)
e) Berminggu-minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya
jadi orang miskin, “ katanya. (data no. 225)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan ketabahan tokoh orang miskin.
Walaupun sudah dipukuli sampai babak belur ia masih saja bersyukur
dan menikmatinya.
f) “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat fasilitas gratis
tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu berhari-hari.
Setelah tanpa diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah
sembuh,” kata perawat, lalu memberinya obat murahan. Orang miskin
itu pulang dengan riang. (data no. 227)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang miskin itu bersyukur
dengan statusnya walaupun status itu adalah orang miskin, karena
dengan status tersebut ia bisa mendapat pelayanan kesehatan ketika
sakit meskipun pelayanan yang ia terima tidak semestinya.
g) Aku ingat, ia begitu gemetar ketika kali pertama menyentuhku. (data
no. 186)
Kalimat di atas merupakan indeks, karena sesuai dengan
pengertian indeks menurut Peirce, yaitu tanda yang memiliki hubungan
sebab akibat dengan apa yang ditandakan (dalam Endraswara, 2003:
65). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh “ia” memiliki

commit to user

173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
174

watak represif dan pemalu. Hal ini terbukti dari teks sebelumnya,
yaitu:
Aku suka ketika mendengar ia berbicara. Terdengar seperti
lagu pop yang tak terlalu merdu, tetapi dinyanyikan dengan
sentimental…
“Laki-laki yang romantis rupanya!”
Tidak. Ia tak pernah mengucapkan rayuan, yang paling gombal
sekali pun, untuk sekadar membuatku tersenyum. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 105-106)

c. Simbol
Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia berupa gerakan tubuh yang mewakili perasaan para tokoh, yaitu:
1) Sandra mencoba tersenyum (data no. 233)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang
tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan
sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya, Sandra tersenyum karena merasa geli
dengan pertanyaan anaknya mengenai peri-peri pemetik air mata. Hal
tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Apakah kalau Bita menangis, peri-peri itu juga akan muncul,
Mama?” (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 8)
2) Sandra tersenyum. “Nanti Mama tanyakan Papa, ya. Kamu kan tahu, Papa
sibuk…” (data no. 234)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari

commit to user

174
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
175

konteks ceritanya, Sandra tersenyum dengan tujuan untuk menenangkan


anaknya yang tengah merindukan papanya.
3) Senyum yang membuatnya jatuh cinta. (data no. 235)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
konteks ceritanya, senyum dalam kalimat tersebut adalah senyum laki-laki
yang kini menjadi suami Sandra, karena senyumnya itu Sandra tertarik dan
jatuh cinta pada laki-laki itu. Hal tersebut terkait dengan teks selanjutnya,
yaitu:
Senyumnya masih tetap memikat seperti saat kali pertama Sandra
melihatnya ketika suatu malam ia menyanyi di sebuah kafe. (cerpen Empat
Cerita Buat Cinta, hlm. 9)
4) Aku tersenyum setiap Asih mengatakan itu sambil lalu. (data no. 236)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang
tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan
sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “aku” tersenyum karena merasa
senang, ia memiliki seorang istri yang sangat menyayangi dan
memperhatikannya. Bentuk rasa sayang dan perhatiannya terdapat dalam
kalimat sebelumnya, yaitu:
Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku selalu tahu
kau telah kembali, “katanya. Itulah kenapa ia tak suka bila aku bersikeras
untuk menduplikasi saja kunci pintu. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 13)
commit to user

175
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
176

5) Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira


membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto
ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota. (data no. 237)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
dari konteks ceritanya, mereka tertawa karena gembira berada di tempat
bencana yang bagi mereka hal itu adalah suatu hiburan, karena di tempat
asal mereka, mereka tak pernah menemui hal yang seperti itu. Hal tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Kami menduga, para pelancong itu sepertinya telah bosan dengan
hidup mereka yang sudah terlampau bahagia. Hidup yang selalu dipenuhi
kebahagiaan ternyata bisa membosankan juga. Mungkin para pelancong
itu tak tahu lagi bagaimana caranya menikmati hidup nyaman tenteram
tanpa kecemasan di tempat asal mereka. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 28)

6) Sementara mereka—sembari berdiri dengan latar belakang puing-puing


reruntuhan kota—berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau
merentangkan tangan lebar-lebar. (data no. 238)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
konteks ceritanya, mereka (para pelancong) tersenyum karena merasa
senang karena melihat penderitaan para korban bencana, bagi mereka kota
yang baru saja terkena bencana dapat dijadikan hiburan bagi mereka yang
berasal dari kota yang gemerlap. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
commit to user

176
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
177

Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur...Mereka


datang dari segala penjuru dunia. Dari negeri-negeri jauh yang
gemerlapan. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 27)
…Mereka tak suka bila kami terlihat tak menderita. Mereka
menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 28)

7) Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu


mereka telah menunjukkan simpati kepada kami. (data no. 239)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang
tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan
sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya, mereka (para pelancong) tersenyum untuk
memberikan simpati pada korban bencana di kota yang mereka kunjungi
ketika kota yang hancur itu mulai dibangun kembali. Hal tersebut sesuai
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Kesibukan kami membangun kembali bagian kota yang runtuh,
menjadi tontonan juga bagi para pelancong itu. (cerpen Empat Cerita
Buat Cinta, hlm. 33).
8) Beningnya menggeleng. (data no. 240)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
menggeleng, menurut KBBI, menggeleng adalah menggoyangkan kepala
dari kiri ke kanan (menyatakan heran, tidak mau, tidak tahu, tidak
mengerti, dsb) (2005: 346). Kegiatan menggeleng yang dilakukan
Beningnya apabila dilihat dari konteks ceritanya menunjukkan penolakan
dari tawaran tokoh Marwan dalam kalimat sebelumnya, yaitu:
“Nganter ke mana? Pizza Hut?”(cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm. 38)
commit to user

177
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
178

9) Marwan tersenyum. Merasa lucu karena ingat kisah masa lalunya. (data
no. 241)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
konteksnya Marwan tersenyum karena merasa geli harus melakukan hal
yang pernah ia lakukan di masa lalu, yaitu menulis kartu pos lalu
mengirimkannya pada anaknya seolah-olah itu dari ibunya.
10) Marwan tersenyum. (data no. 242)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
konteksnya Marwan tersenyum karena merasa bahagia melihat Beningnya
mendapatkan kartu pos yang ia nantikan ketika membuka kotak surat di
rumahnya.
11) “Ini bukan kartu pos dari Mama!” Jari mungilnya menunjuk kartu pos itu.
(data no. 243)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu
menunjuk, dalam KBBI menunjuk adalah memberi tahu dengan sesuatu
yang diarahkan pada objek tertentu (2005: 1226). Apabila dilihat dari
konteksnya, tokoh dalam cerita tersebut menunjuk ke arah kartu pos untuk
memberitahukan pada papanya bahwa kartu pos tersebut bukan dari

commit to user

178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
179

mamanya karena bukan tulisan mamanya. Hal tersebut dengan kalimat


berikutnya, yaitu:
“Ini bukan tulisan Mama.…”(cerpen Kartu Pos dari Surga,
hlm.41).
12) Mungkin ia akan terus-terusan menangis karena merasakan kehilangan.
(data no. 244)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu
menangis, dalam KBBI menangis adalah melahirkan perasaan sedih
(kecewa, menyesal, dsb) dengan mencucurkan air mata serta
mengeluarkan suara (tersedu-sedu, menjerit-jerit) (2005: 1139). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya tokoh menangis karena merasa sedih
kehilangan ibu yang ia cintai. Hal tersebut terkait dengan kalimat
sebelumnya, yaitu:
Barangkali memang harus berterus terang. Tapi, bagaimanakah
menjelaskan kematian kepada anak seusianya? Rasanya akan lebih mudah
bila jenazah Ren terbaring di rumah. Ia bisa membiarkan Beningnya
melihat mamanya kali terakhir. Membiarkannya ikut ke pemakaman.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 41)
13) “Maksud lo?” Mata Neal melotot. (data no. 245)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
melotot, menurut KBBI melotot adalah membelalak atau membuka mata
lebar-lebar (2005: 846). Apabila dilihat dari konteks ceritanya Neal
melotot bukan tanpa alasan, tetapi karena suaminya tidak sependapat
dengannya mengenai permen yang Neal larang untuk dimakan anaknya.
Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:

commit to user

179
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
180

“Aku kira, permen itu sebuah gagasan cerdas,” kata Samuel


tertawa, menatap Neal yang tengah mengenakan pakaiannya. (cerpen
Permen, hlm. 48)
14) Samuel tertawa, mungkin karena merasa lucu. (data no. 246)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
dari konteksnya, Samuel tertawa karena menganggap lucu pemikiran Neal
mengenai permen yang dijajakan di pasaran dan menurut Neal itu permen
yang tidak baik jika dikonsumsi oleh anaknya karena alasan kebersihan.
Hal tersebut terdapat pada kalimat sebelumnya, yaitu:
Neal membayangkan, tidak seperti tangan-tangan peri yang lentik
ketika memetiki biji-biji permen ranum yang bergelantungan, tangan
anak-anak itu pastilah kotor dan menjijikkan; kuku-kuku jari tangannya
penuh bekas daki karena mereka selalu menggaruki pantat mereka yang
korengan. Dan tangan itu tak pernah dibersihkan ketika membungkusi
biji-biji permen yang kemudian dijajakan di perempatan jalan. (cerpen
Permen, hlm. 47)

15) Pras menggeleng. (data no. 247)


Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
menggeleng, menurut KBBI, menggeleng adalah menggoyangkan kepala
dari kiri ke kanan (menyatakan heran, tidak mau, tidak tahu, tidak
mengerti, dsb) (2005: 346). Kegiatan menggeleng yang dilakukan Pras
menunjukkan jawaban yang berarti tidak atas pertanyaan Melly, yaitu:
“Kamu mesti jemput istrimu?”
16) Neal mengangguk. (data no. 248)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
commit to user

180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
181

mengangguk, dalam KBBI kata mengangguk memiliki arti menggerakkan


kepala ke bawah (memberi hormat, mengiyakan) (2005: 48). Mengangguk
yang dilakukan oleh Neal merupakan tanda mengiyakan atas pertanyaan
dari Pras, yaitu:
“Sudah tidur Iza?” (cerpen Permen, hlm. 54)
17) Bibir itu tersenyum seolah memahami kekagetan Maneka.(data no. 249)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tersenyum, dalam KBBI senyum berarti gerak tawa ekspresif yang tidak
bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya
dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila dilihat dari
konteksnya bibir itu tersenyum karena melihat Maneka yang terkejut
melihatnya.

18) Maneka tertawa. (data no. 250)


19) Mereka sama-sama tertawa ketika melihat bibir itu jumpalitan dengan
gerakan-gerakan lucu, seperti badut yang berusaha menghibur mereka.
(data no. 251)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa, dalam KBBI tertawa berarti melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
dari konteksnya, Maneka dan Alina tertawa karena merasa lucu dan takjub
dengan polah tingkah sepotong bibir pemberian Sukab. Hal tersebut terkait
dengan teks sebelumnya, yaitu:
Saat itulah bibir itu menggeliat dan meloncat-loncat seperti
mencoba menarik perhatian mereka. (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah
di Dunia, hlm.64)

commit to user

181
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
182

20) Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. (data no. 242)


Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa-tawa, menurut KBBI, tertawa-tawa adalah melahirkan rasa
gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150).
Jika dilihat dari konteks cerita, mereka tertawa karena melihat kelucuan
tokoh “aku” menyanyi dan menari. Hal tersebut terkait dengan teks
selanjutnya, yaitu:
Pasti aku tampak lucu di mata mereka. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84)
21) Aku tertawa saat mereka tertawa. (data no. 253)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari
konteks cerita, tokoh “aku” tertawa karena melihat teman-temannya
tertawa setelah melihat tokoh “aku” menyanyi dan menari. Hal tersebut
terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Mereka tertawa-tawa melihat aku menari-nari. Pasti aku tampak
lucu di mata mereka. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm.
84)
22) Tapi, ia hanya tertawa. (data no. 254)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Tokoh “ia” atau
Mawar tertawa dengan kisah yang diceritakan oleh wanita buta mengenai

commit to user

182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
183

malapetaka yang akan ia dapatkan. Ia seakan meremehkan dan tidak


percaya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
Sungguh, tak ada yang tak terlihat olehku yang buta. Juga hari
paling nestapa dalam hidupnya yang bakal tiba. Itulah sebabnya aku
menyukainya sejak pertama. Ia seperti dikutuk kecantikannya.
Kuceritakan penglihatanku. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon
Natal, hlm. 95-96)
23) Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia, perempuan
itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya mata. (data no. 255)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
meraung , menurut KBBI, meraung adalah menangis dan memekik keras-
keras; menggerung-gerung (2005: 934). Jika dilihat dari konteks cerita,
perempuan itu meraung karena terkejut setelah mengetahui kondisi anak
yang baru saja ia lahirkan, ia melahirkan anak tanpa bola mata.
24) Dia tertawa. (data no. 256)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari
konteks ceritanya, tokoh “dia” tertawa karena mendengar cerita dari
wanita buta yang menceritakan tentang kondisi kota melalui mata
batinnya, yaitu:
Aku bisa melihat kota ii seperti bola bekel raksasa yang lembek,
aku bisa menyentuhnya dengan tanganku, cahaya seperti lumer di sela
jariku. Aku bisa melihat menara jam di tengah kota bergumam muram
tengah malam, kemudian meliuk merunduk. Aku bisa melihat maneken-
maneken yang berkedip, menggeliat bosan terkurung etalase toko-toko
sepanjang jalan ini. Mereka seperti pelacur-pelacur kesepian yang
menunggu pelanggan dan sentuhan.…(cerpen Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal, hlm. 98-99)
commit to user

183
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
184

25) Ia kembali tertawa. (data no. 257)


Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
tertawa, menurut KBBI, tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Jika dilihat dari
konteksnya, tokoh “ia” tertawa karena merasa lucu setelah mendengar
cerita wanita buta yang mengatakan bahwa wanita buta itu mampu melihat
tawanya. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya, yaitu:
“Lihatlah, bahkan aku bisa melihat tawamu yang ungu kebiru-
biruan memuai di udara.” (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 99)
26) Ibunya, yang tengah menyiapkan gaun untuk acara nanti malam,
tersenyum memandangi gambar danau itu. (data no. 258)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah gerak tawa ekspresif yang
tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan
sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya ibunya tersenyum karena melihat gambar
anaknya yang sangat bagus. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu:
“Ibu,” teriak bocah itu, memperlihatkan gambar yang telah
dirampungkannya, “lihatlah.” (cerpen Episode, hlm. 115)
27) Mereka tertawa gembira. (data no. 259)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
commit to user

184
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
185

dari konteks ceritanya mereka tertawa gembira karena mereka sedang


bermain bersama di sebuah danau. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
Saat tidur itulah, ia bermimpi pergi ke sebuah danau bersama
kawan-kawan sepermainannya.(cerpen Episode, hlm.116)
28) Bocah itu terus bertopang dagu. Pandangannya menerawang, jauh. (data
no. 260)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
bertopang dagu, menurut KBBI bertopang dagu adalah kata kiasan yang
memiliki arti melamun. Apabila dilihat dari konteks ceritanya, bocah itu
bertopang dagu terkait dengan kejadian yang baru saja terjadi di
sekolahnya, yaitu penembakan terhadap salah satu temannya. Ia merasa
bahwa ialah yang melakukannya. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
“Aku mau jadi tentara saja, ah.”
“Kenapa?”
“Biar punya senjata dan bisa nembak orang.” Lalu menirukan gerak
orang menembak. “Dor!Dor!Dor!” (cerpen Episode, hlm. 120)
29) Mendengar itu, tentu saja ibunya tertawa. (data no. 261)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
dari konteks ceritanya, ibunya tertawa karena mendengar cerita dari
anaknya yang mengaku bahwa ia baru saja menembak salah satu temannya
di sekolah. Hal tersebut membuat geli ibunya karena ia tidak percaya
dengan cerita tersebut karena anaknya tidak mungkin melakukan hal itu.

commit to user

185
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
186

30) Ia tersenyum. (data no. 262)


Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tersenyum, menurut KBBI tersenyum adalah adalah gerak tawa ekspresif
yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan
sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit (2005: 1041). Apabila
dilihat dari konteks ceritanya, tokoh “ia” tersenyum ia merasa senang
menyambut kematiannya, ia ingin terlihat tampan pada saat ia mati. Hal
tersebut terkait dengan teks selanjutnya, yaitu:
Ia ingin tamapk ganteng saat mati pagi ini. Ia menyisir rambutnya
belah tengah, mengoleskan minyak rambut hingga tampak klimis,
mengenakan pakaian terbaik miliknya, kemeja motif batik, dan tentu ia tak
lupa menyemprotkan minyak wangi. (cerpen Variasi Kematian yang Seksi,
hlm. 132)
31) Ia hanya mengangguk, meski ia sebenarnya ingin mengucapkan kata-kata
terima kasih atas perhatian semua kerabatnya. (data no. 263)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut, yaitu
mengangguk, menurut KBBI mengangguk adalah menggerakkan kepala
ke bawah (memberi hormat, mengiyakan) (2005: 48). Apabila dilihat dari
konteksnya, ia mengangguk karena ia merasa berterima kasih telah
merawat dan menjaga jenazah ibunya selama menunggu kedatangannya
yang tengah mengembara. Hal tersebut terkait dengan teks sebelumnya,
yaitu:
“Kami tak berani menguburkan, sebelum kamu datang.” (cerpen
Variasi Kematian yang Seksi, hlm. 146)

commit to user

186
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
187

32) Menggenggam tangan yang kurus kering itu, menciumnya. “Aku pamit,
Bu.” (data no. 264)
33) Bergegas menepis cemas, ia segera mencium tangan ibunya. (data no. 265)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah
mencium tangan, merupakan salah satu wujud dari rasa bakti dan hormat
seseorang. Dalam cerita tersebut, tokoh “ia” mencium tangan ibunya
ketika hendak meninggalkan rumah sebagai wujud meminta restu dan
bakti terhadap ibunya.
34) Orang-orang pun tertawa ngakak. (data no. 266)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa
yang ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan
masyarakat (Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat di atas adalah
tertawa, menurut KBBI tertawa adalah melahirkan rasa gembira, senang,
geli, dan sebagainya dengan suara berderai (2005: 1150). Apabila dilihat
dari konteks ceritanya, orang-orang itu tertawa untuk mencemooh orang
miskin yang tempo hari tidak jadi mati. Hal tersebut terkait dengan teks
sebelumnya, yaitu:
“Kalian tahu, kenapa dia tak jadi mati? Karena neraka pun tak sudi
menerima orang miskin kayak dia!”( cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 166).
Simbol dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia yang
diwakilkan dengan benda tertentu berupa bendera yang berarti terjadinya suatu
peristiwa (kematian) , yaitu:
1) Ia dapati bendera putih di ujung jalan masuk menuju rumahnya. (data no. 267)
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna dengan apa yang
ditandakan bersifat arbitrer, dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat
(Endraswara, 2003: 65). Simbol dalam kalimat tersebut adalah bendera putih.
Bendera putih dalam masyarakat kita merupakan simbol dari adanya

commit to user

187
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
188

seseorang yang meninggal. Hal tersebut juga terkait dengan teks selanjutnya,
yaitu:
Lalu, beberapa orang segera menghambur ke arahnya, menyambut
dan memeluknya hangat. Merangkul dan menepuk-nepuk punggungnya,
seakan-akan itu bisa membuatnya tak terlalu kehilangan. (cerpen Variasi
Kematian yang Seksi, hlm. 145)
3. Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia Karya Agus Noor
Setiap karya sastra diciptakan bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan
tertentu pada pembaca. Oleh karena itu, senada dengan pendapat yang disebutkan
oleh Suyitno, sastra bisa difungsikan sebagai pembina tata nilai dalam berbagai
sendi kehidupan intelektual, pendidikan rohani, serta hal-hal lain yang bersifat
personal maupun sosial (dalam Nuraini, 2007: 27). Dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis nilai pendidikan, yaitu:
a. Nilai Agama
Secara garis besar, kriteria-kriteria religius dalam karya sastra khususnya
cerpen, menurut Atmosuwito (dalam Pudjiono, hlm. 16, tahun 2006) adalah
berisi hal-hal sebagai berikut:
“ 1) penyerahan diri, tunduk dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2)
kehidupan yang penuh kemuliaan; 3) perasaan batin yang ada
hubungannya dengan Tuhan; 4) perasaan batin yang ada hubungannya
dengan rasa berdoa; 5) perasaan batin yang ada hubungannya dengan rasa
takut; 6) pengakuan akan kebesaran Tuhan.”

Selain itu, ada juga kriteria religiusitas sastra sebagaimana yang


diungkapkan oleh Saridjo (dalam Pudjiono, hlm. 16, tahun 2006), yaitu 1)
karya sastra yang melukiskan konflik keagamaan, 2) karya sastra yang
menitikberatkan pada hal-hal keagamaan sebagai pemecah sosial.
Nilai-nilai religius yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah sebagai berikut:
(a)“20 Keping Puzzle Cerita”

commit to user

188
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
189

Dalam cerpen ini dapat dipetik nilai religius yang berupa teka-teki atau
misteri dari datangnya kematian. Cerpen ini mengajak kita untuk senantiasa
mengingat akan kematian yang cara dan waktu kedatangannya tidak pernah
kita ketahui. Oleh karena itu, secara tidak langsung dalam cerpen ini
memberikan satu pesan moral pada pembaca untuk senantiasa mengingat
kematian yang pasti akan datang agar kita selalu mengisi hari-hari kita untuk
mempersiapkan bekal untuk menyambut kedatangannya.
Aku ingat, saat para tetangga datang melayat. Banyak yang penasaran
kenapa kau mati begitu mendadak. Mereka bercakap nyaris berbisik,
menduga-duga—mungkin ada juga yang diam-diam menggunjingkanmu—
sementara jenazahmu berbaring tenang. Bau kematian seperti mengendap
dalam ruangan. (cerpen 20 Keping Puzzle Cerita, hlm. 72).

(b)“Variasi bagi Kematian yang Seksi”


Dalam cerpen ini, terdapat nilai religius yang dapat kita petik, yaitu
agar kita senantiasa ingat dengan datangnya kematian yang kedatangannya
selalu menjadi rahasia bagi setiap manusia. Oleh karena itu, kita sebagai
manusia harus senantiasa mempersiapkan datangnya kematian dengan
melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk bekal menghadap Tuhan. Dalam
cerita ini terdapat dua variasi kematian, yaitu seseorang yang telah
mengetahui waktu kematiannya sehingga ia sempat mempersiapkan diri
untuk menyambut kedatangannya. Variasi kedua, yaitu kematian yang tidak
diketahui waktunya. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut:
Ia merasa bersyukur, betapa ia telah lama mengetahui kematiannya
sendiri, hingga bisa mempersiapkan segalanya tanpa tergesa-gesa. Ia
memotong kuku, mencukur cambang, dan merapikan kumisnya yang tipis. Ia
ingat, teman-temannya selalu bilang kalau ia terlihat lebih ganteng bila
berkumis tipis. Ia tersenyum. Ia ingin tampak ganteng saat mati pagi
ini.(cerpen Variasi bagi Kematian yang Seksi, hlm. 132)

(c)“Pelancong Kepedihan”
Dalam subjudul “Pelancong Kepedihan” yang terdapat dalam cerpen
“Empat Cerita Buat Cinta” ini terdapat nilai religius yang dapat kita ambil,
yaitu pesan untuk tetap bertahan atau tabah dalam suatu keadaan yang berat
sekalipun sebagai wujud rasa syukur manusia terhadap Sang Pencipta untuk
commit to user

189
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
190

senantiasa menjaga yang telah diberikan. Hal tersebut terkait dengan kutipan
berikut:
Kami tak ingin kota kami lenyap, meski sebagian demi sebagian dari
kota kami perlahan-lahan runtuh menjadi debu. Karena itulah, kami selalu
membangun kembali bagian-bagian kota kami yang runtuh. Kami
mendirikan kembali rumah-rumah, jembatan, sekolah, mercusuar dan
menara, rumah sakit-rumah sakit, menanam kembali pohon-pohon, hingga
di bekas reruntuhan itu kembali berdiri bagian kota kami yang hancur.
(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 33).

(d) “Penyemai Sunyi”


Dalam subjudul “Penyemai Sunyi” terdapat pesan yang tersirat dalam
cerita tersebut agar kita tidak terlalu larut dan terpuruk dalam kesedihan
yang kita rasakan karena semua itu merupakan scenario dari Tuhan.
Sebaiknya kita bisa segera bangkit dari kesedihan atau musibah yang
menimpa kita untuk menatap masa depan. Hal tersebut terkait dengan
kutipan berikut:
Setiap pagi aku selalu menyaksikan setangkai sunyi itu berbunga. Dan
setiap kali itu pula aku masih merasakan keperihan kesepian. (cerpen
Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 19).
b. Nilai Sosial
Nilai pendidikan sosial adalah tata sosial tertentu yang mengungkapkan
sesuatu hal yang bisa direnungkan. Dalam karya sastra dengan ekspresi
pengungkapan nilai sosial pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap
para pembacanya. Suyitno mengungkapkan bahwa karya sastra dapat
berfungsi sebagai daya penggoncang nilai-nilai sosial yang sudah mapan
(dalam Nuraini, 2007: 28). Berikut nilai-nilai sosial yang terdapat dalam
Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor:
1) “Penjahit Kesedihan”
Dalam subjudul “Penjahit Kesedihan” yang terdapat dalam cerpen
berjudul “Empat Cerita Buat Cinta” terdapat nilai sosial, yaitu mengenai
perubahan zaman yang juga merubah masyarakat dalam bertindak dan
berpikir. Salah satu perubahan itu adalah beralihnya selera masyarakat
dalam berbusana yang tak lagi harus menunggu lama karena dibuatkan oleh
commit to user

190
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
191

penjahit, tetapi sekarang sudah terdapat berbagai macam pilihan di toko-


toko pakaian yang kini sudah banyak didirikan. Hal tersebut secara
otomatis mematikan keberadaan penjahit-penjahit dan memengaruhi pola
pikir masyarakat untuk menjadi masyarakat konsumtif. Secara tidak
langsung terjadi ketimpangan sosial dalam masyarakat. Ketika pekerjaan
menjadi penjahit sebagai satu-satunya penopang hidup dalam sebuah
keluarga hal tersebut tentu saja akan merugikan penjahit-penjahit rumahan.
Cerita ini sebenarnya juga menyindir pemerintah mengenai keberadaan
toko-toko mewah yang kian menjamur sehingga akan mematikan
keberadaan penjahit rumahan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Mungkin banyak dari tukang jahit itu yang mati. Mungkin juga
mereka memilih berhenti jadi tukang jahit. Atau mereka tak mau lagi
datang karena makin lama makin banyak warga yang malas menjahitkan
pakaian pada tukang jahit itu. Sejak banyak toko fashion, factori outlet,
dan pusat perbelanjaan di kota ini, orang-orang lebih suka membeli
pakaian jadi. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 21)

Selain itu, dalam subjudul “Penjahit Kesedihan” terdapat pesan


secara tersirat mengenai substansi dari perayaan Hari Lebaran yang
sesungguhnya tidak hanya melulu soal pakaian baru atau hal-hal yang
berbau serba baru. Melalui cerita tersebut kita diingatkan untuk tidak
bersikap demikian ketika menyambut Hari Lebaran. Hal tersebut juga
disebutkan oleh Noor dalam blognya, bahwa ada tiga latar ide yang
menggerakkan penulisan cerpen ini, yaitu:
“Pertama, saya melihat orang-orang yang susah justru ketika
lebaran tiba, karena harga sembako mahal. Kedua, tradisi untuk
selalu memakai baju baru di setiap lebaran. Bukankah dua hal itu
kontradiktif (ada ironi) dan karenanya menarik bila
dipersandingkan menjadi satir sosial. Pada satu sisi ada orang yang
susah di saat menjelang lebaran, tapi ada juga yang gembira
karena bisa pakai baju baru” (Noor, 22 Maret 2008).

2) “Pelancong Kepedihan”
Dalam subjudul “Pelancong Kepedihan” yang terdapat dalam
cerpen “Empat Cerita Buat Cinta” ini, terdapat nilai sosial yang dapat kita

commit to user

191
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
192

petik, yaitu pesan tentang kasih sayang dan saling menolong terhadap
sesama. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Berkarung-karung gandum yang diangkut gerobak pedati, daging
asap yang digantungkan di punuk unta terlihat bergoyang-goyang, roti
kering yang disimpan dalam kaleng, botol-botol cuka dan saus, biskuit
dan telur asin, rendang dalam rantang, dan berdus-dus mi instan yang
kadang mereka bagikan kepada kami. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta,
hlm. 27).

3) “Kartu Pos dari Surga”


Dalam cerpen ini, terdapat nilai sosial yang mengkritisi
permasalahan moda atau transportasi di Indonesia. Secara tidak langsung
pengarang menyampaikan simpati terhadap para korban kecelakaan
pesawat Adam Air seperti yang ia ungkapkan dalam blognya, “Ketika
mendengar berita jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, 1
Januari 2007, langsung meletik ide: saya ingin menulis cerita yang
berangkat dari peristiwa ini”.(Noor, 6 Maret 2009). Selain itu, dalam
blognya, Kurniawan yang menulis resensi Kumpulan Cerpen Sepotong
Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor menyebutkan bahwa salah
satu pesan dari cerpen-cerpennya, yaitu mengkritisi tentang kondisi moda
yang ada di Indonesia, dalam hal ini adalah alat transportasi pesawat,
seperti yang di sebutkan oleh Kurniawan bahwa cerpen ini tidak hanya
menyajikan dunia rekaan yang menyentak realitas keseharian, tetapi juga
memiliki nilai-nilai reflektif atas realitas sosial. Misalnya, menyentil
ketidakmampuan negara dalam menyediakan moda angkutan yang
menjamin keselamatan rakyatnya (Kurniawan, 14 Mei 2010).
4) “Permen”
Dalam cerpen ini, terdapat satu pesan sosial terhadap pemerintah
yang berkaitan dengan kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Hal
tersebut juga disebutkan oleh Kurniawan, bahwa melalui metafora permen
pada cerpen Permen, secara cerdas Agus Noor tidak hanya menggiring
pembaca untuk menengok persoalan keluarga, tetapi juga problem krusial

commit to user

192
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
193

yang merundung negeri ini, yaitu kemiskinan (14 Mei 2010). Kemiskinan
itu digambarkan seperti dalam kutipan di bawah ini:
Orang-orang miskin yang hidup di kampung-kampung kumuh
pinggiran kota membuat permen itu dengan cara menampung kesedihan
mereka. Mungkin proses pembuatan permen di situ sudah berlangsung
lama. Kesedihan dan kegetiran hidup yang mereka rasakan sehari-hari,
mereka peras menjadi keringat yang ditampung ke dalam panic-panci
rongsokan, kemudian diolah dan dimasak di atas tungku-tungku
penderitaan. Mencampurnya dengan gelatin agar kental, memberinya
sedikit gula, pewarna, dan pengawet….(cerpen Permen, hlm. 47)

Selain itu, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa cerpen


“Permen” ini selain mengandung kritik terhadap pemerintah tentang
kemiskinan, juga menyoroti persoalan dalam sebuah keluarga. Dalam
cerpen ini, mengandung ajaran moral tentang menghargai orang lain Hal
tersebut terkait dengan teks berikut:
“Bukankah mengubah kesedihan menjadi permen itu cara yang
luar biasa? Mungkin itulah cara terbaik bertahan di tengah hidup yang
penuh penderitaan. Membuat yang pahit jadi manis. Kamu jangan
meremehkan hanya karena permen itu terlihat murahan. Ini hanya soal
kemasan. Aku kira, kalau dikemas dalam kotak-kotak yang bagus dan
dipasarkan dengan baik, permen itu akan menarik juga. Mungkin akan
jadi komoditas yang menguntungkan. (cerpen Permen, hlm. 48).

Tentang kesetiaan terhadap pasangan, seperti yang terdapat dalam


teks berikut:
Ia selalu menyimpan permen di sakunya. Setiap kali hendak
masuk rumah, ia pasti mengunyah permen terlebih dahulu. Permen bisa
menghapus bau bekas ciuman di mulutnya. (cerpen Permen, hlm. 52).

5) “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”


Dalam cerpen ini, terdapat nilai yang berkaitan dengan kritik sosial
terhadap pemerintah serta terjadinya ketimpangan sosial dalam masyarakat
Indonesia. Ketimpangan tersebut digambarkan dengan adanya kartu tanda
miskin bagi orang-orang miskin untuk menikmati layanan atau fasilitas
umum tertentu. Selain itu, dalam cerpen yang bersifat satire ini juga
menggambarkan orang miskin yang selalu bersyukur dan ceria dengan
kondisi yang ia alami, sebagai bentuk sindiran dalam cerita ini tokoh orang
miskin menggunakan kartu tanda miskinnya untuk berbelanja di mal.
commit to user

193
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
194

Walaupun pada akhirnya ia diusir oleh pihak keamanan mal. Ketika ia


sakit pun ia menunjukkan kartu tanda miskin itu pada pihak rumah sakit.
Tetapi, tetap saja ketimpangan sosial terjadi. Ia diperlakukan tidak
semestinya. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut:
…“Beginilah enaknya jadi orang miskin,” batinnya, “dapat
fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu
berhari-hari. Setelah tanpa pernah diperiksa dokter, ia disuruh pulang.
“Anda sudah sembuh, “kata perawat, lalu memberinya obat murahan.
Orang miskin itu pulang dengan riang. Kini, ia tak akan pernah lagi takut
pada sakit. Saat anak-anaknya tak pernah sakit, ia jadi kecewa. “Apa
gunanya kita punya Kartu Tanda Miskin, kalau kamu tak pernah sakit?
Tak baik orang miskin selalu sehat.” (cerpen Perihal Orang Miskin yang
Bahagia, hlm. 163-164)

6) “Parousia”
Dalam subjudul “Parousia” yang terdapat dalam cerpen “Cerita
yang Menetes dari Pohon Natal” ini, terdapat nilai sosial yang berkaitan
dengan perubahan zaman yang semakin pesat sehingga membuat manusia
melupakan Tuhan mereka. Gedung-gedung mewah yang didirikan sebagai
pusat perbelanjaan dan hiburan hampir mengisi setiap sudut kota. Tetapi,
keberadaan tempat ibadah justru tidak demikian adanya, terjadi
pembongkaran-pembongkaran di sana-sini. Hal tersebut terkait dengan
teks berikut:
Ketika kota mempercantik diri. Ketika bangunan-bangunan
bertingkat mulai dibangun. Ketika banyak gereja diruntuhkan untuk
diganti dengan mal-mal. Pada saat itulah, sebagian orang yang mencoba
bertahan memunguti sisa bangunan gereja itu dan membawanya masuk ke
dalam kabut kesunyian. Berusaha membangunnya kembali sebagai
tumpukan-tumpukan kenangan. Mereka memunguti puing kota lama yang
dihancurkan kemajuan. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 90).

7) “Mawar di Tiang Gantungan”


Dalam subjudul ini, terdapat nilai sosial yang berkaitan dengan
ketidakadilan yang dialami pihak-pihak yang lemah. Dalam cerita ini
terdapat tokoh yang bernama Mawar yang bekerja sebagai wanita
penghibur untuk menghidupi anak-anaknya. Pada suatu malam ia
commit to user

194
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
195

tertangkap oleh petugas-petugas ketertiban. Tetapi, karena dalam pengaruh


alkohol, para petugas-petugas itu menjadi lebih beringas sehingga mereka
tak terkendali dan membawa Mawar ke sebuah gudang lalu diperkosa
secara bergilir oleh mereka. Mawar pun melakukan perlawanan sehingga
menewaskan salah satu dari mereka. Namun, keesokan harinya berita yang
tersebar justru sebaliknya. Petugas-petugas itu mengarang cerita bahwa
Mawar adalah pembunuh. Padahal ia hanya membela dirinya. Namun,
keesokan harinya ia dibawa ke alun-alun untuk mendapatkan hukuman
gantung karena tuduhan pembunuhan. Hal tersebut terkait dengan teks
berikut:
“Peristiwa pemerkosaan itu mereka tutup-tutupi dengan
pembunuhan itu. Mereka bilang mereka tengah patrol seperti biasa.
Mawar mereka bawa dan nasihati baik-baik ketika mendadak ia
mengamuk. Rupanya ia mabuk berat. Di tasnya ada beberapa butir pil dan
pisau lipat, yang sengaja ditaruh petugas untuk menjebaknya. Ada bercak
darah di pisau itu. Dan, selanjutnya kau tahu sebagaimana diberitakan
Koran-koran; katanya Mawar baru saja membunuh seorang pelanggan
yang tak membayarnya”. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal,
hlm. 101)

8) “Serenade Kunang-Kunang”
Dalam subjudul ini, terdapat nilai sosial, yaitu berkaitan dengan
ketidakadilan dan sikap tidak berperikemanusiaan antar sesama manusia.
Dalam subjudul ini diceritakan bahwa ada seorang yang tewas diduga
karena disiksa oleh tentara sehingga membuat masyarakat yang tidak
terima akan hal tersebut melakukan unjuk rasa di saat pemakaman korban
tewas itu. Tetapi, sampai pemakaman usai para pengunjuk rasa masih
beraksi sehingga membuat geram para tentara yang berjaga. Wartawan
yang meliput kejadian tersebut pun ditembak sampai tewas. Tentara pun
mengancam pada para pengunjuk rasa untuk segera membubarkan
aksinya. Namun, mereka justru berlindung di dalam gereja dan diancam
ketika sampai tengah malam mereka tidak keluar dari gereja para tentara
mengancam akan membakar mereka semua. Sampai tengah malam mereka

commit to user

195
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
196

tidak keluar dari gereja sehingga mereka pun dibakar. Hal tersebut terkait
dengan kutipan berikut:
Seorang wartawan yang ketahuan sedang merekam kejadian ituu
langsung disumpal mulutnya dengan granat yang segera meledak dalam
mulutnya. Orang-orang kemudian berlarian masuk gereja, berlindung dan
bersembunyi hingga malam sementara tentara terus mengepung dan
berjaga-jaga. Mayat-mayat yang bergelimpangan segera dilemparkan ke
atas truk. Jika hingga tengah malam orang-orang tak mau keluar dari
gereja, para tentara itu segera membakarnya. (cerpen Cerita yang
Menetes dari Pohon Natal, hlm. 109-110).

c. Nilai Moral
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai salah satu wujud
tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan
moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2007: 320). Moral dalam karya sastra
merupakan cerminan dari pandangan hidup pengarang mengenai nilai-nilai
yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut
Kenny biasanya memiliki maksud untuk memberikan saran yang berkaitan
dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat dipetik
pembaca dari cerita (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 321).
Jenis dan wujud nilai moral dalam karya sastra dapat mencakup
persoalan hidup dan kehidupan atau persoalan mengenai harkat dan martabat
manusia. Burhan Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa secara garis besar,
persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam
persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia
lain dalam lingkup sosial dan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan
(2007: 323-324). Nilai-nilai moral yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah sebagai
berikut:
1)“Pemetik Air Mata”
Dalam sub judul “Pemetik Air Mata” ini, terdapat nilai moral yang
ingin disampaikan pengarang pada pembaca, yaitu tentang pentingnya
memilih suatu keputusan tertentu dalam kehidupan kita, karena tanpa
disadari keputusan yang kita pilih akan memberikan dampak pada keluarga
commit to user

196
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
197

atau kehidupan kita. Dalam subjudul ini, diceritakan bahwa terdapat


seorang ibu yang memiliki pekerjaan sebagai wanita malam. Setiap hari ada
pelanggan yang datang ke rumahnya untuk minta pelayanannya. Padahal di
dalam rumahnya terdapat seorang anak perempuan yang merupakan anak
dari seorang wanita malam tersebut. Secara otomatis, anak perempuan itu
mengetahui semua tingkah laku ibunya dan para pelanggannya. Mabuk-
mabukkan, dan tingkah laku orang dewasa lain yang seharusnya belum
sepantasnya diketahui oleh anak seusianya harus menjadi tontonan setiap
hari. Pada suatu malam, ibunya mengatakan satu permintaan pada anak
perempuan itu agar kelak ia jangan seperti dirinya. Ibu itu ingin anaknya
menjadi wanita baik-baik. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Sandra selalu ingat dulu, di saat-saat mamanya begitu tampak
mencintainya, perempuan itu selalu mendekapnya erat-erat sembari
berbisik terisak, “ Berjanjilah kepada Mama, kamu akan menjadi wanita
baik-baik, Sandra. (cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 9).
Berdasarkan kutipan tersebut, terlukis kasih sayang seorang ibu
terhadap anaknya. Walaupun sepanjang hidupnya ia memiliki pekerjaan
yang hina. Tetapi, dalam lubuk hatinya terdapat harapan untuk anaknya
agar anaknya menjadi anak yang baik.
Ketika anaknya dewasa, ia selalu teringat pesan ibunya agar
menjadi wanita baik-baik hingga pada suatu hari ia bertemu dengan seorang
pria yang membuat ia jatuh cinta, menikah dengannya, dan memiliki
seorang putri. Pada akhir cerita, disebutkan bahwa pria yang ia nikahi
tersebut adalah seorang pria yang telah memiliki istri, dan ia hanya menjadi
istri simpanan saja. Oleh karena itu, anaknya tidak mendapatkan perhatian
yang penuh dari ayahnya karena ayahnya harus berbagi dengan keluarga
sahnya.
Dalam subjudul ini, terdapat nilai moral bahwa kita sebagai
manusia hendaknya mampu memutuskan sesuatu dengan baik dalam hidup
kita sehingga keputusan itu tidak menimbulkan dampak yang buruk
terhadap orang-orang yang kita sayangi atau orang-orang yang ada dalam
commit to user

197
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
198

kehidupan kita. Dengan kata lain, cerita ini memberikan pesan pada
pembaca agar selalu bersikap bijaksana, berpikir panjang, dan tidak egois.
Meskipun keadaan atau kenyataan hidup tidak seperti yang diharapkan
seharusnya kita tetap menaati peraturan atau norma-norma yang ada.
2) “Penyemai Sunyi”
Dalam subjudul “Penyemai Sunyi” ini, terdapat nilai moral yang
dapat dipetik oleh pembaca, yaitu tentang makna kesetiaan terhadap
pasangan. Hal tersebut terkait dengan kutipan berikut:
“Aku bayangkan Asih, istriku yang bermata lembut, akan
membukakan pintu dan segera menyiapkan secangkir kopi hangat untuk
meneduhkan penat. Asih, barangkali juga terkantuk menunggu
kepulanganku. Ia selalu ingin membukakan pintu untukku. “Agar aku
selalu tahu kau telah kembali, “ katanya. Itulah kenapa ia tak suka bila
aku bersikeras untuk menduplikasi saja kunci pintu. “Kalau kau bawa
kunci, kau jadi punya alasan untuk kembali lebih malam atau malah
pulang dini hari….”(cerpen Empat Cerita Buat Cinta, hlm. 13)

3)”Episode”
Dalam judul cerpen “Episode” ini terdapat nilai moral yang dapat
kita petik, yaitu mengenai kesetiaan terhadap pasangan kita. Hubungan
antara suami dan istri dalam sebuah keluaraga yang kurang harmonis akan
memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap anak-anaknya. Dalam
cerpen ini diceritakan bahwa terdapat seorang anak dalam sebuah keluarga
yang ayah dan ibunya masing-masing memiliki pasangan selingkuh. Pada
suatu malam, ketika sang suami tidak pulang ke rumah, sang istri
membawa pasangannya ke dalam kamarnya dan tanpa disengaja hal
tersebut disaksikan oleh anaknya sehingga membuat kondisi mentalnya
menjadi terpuruk. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
“Kau yakin, suamimu tak pulang malam ini?”
“Ya. Ia kira, aku tak tahu perselingkuhannya.”
“Karena itukah kamu memaksaku datang malam ini.”
“Lebih dari itu. Aku ingin bersenggama di kamarku sendiri.”
“Bosan di hotel terus?”
“Ya.” (cerpen Episode, hlm. 124)

commit to user

198
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
199

4)“Kartu Pos dari Surga”


Dalam cerpen ini, terdapat nilai moral yang mengajarkan pada
pembaca untuk dapat bersikap jujur terhadap orang lain walaupun
kenyataan yang ada sangat menyakitkan. Hal tersebut terkait dengan
ketidakjujuran seorang tokoh ayah dalam cerita ini terhadap anaknya,
Beningnya terkait dengan kematian ibunya. Ibunya meninggal karena
kecelakaan pesawat dan mayatnya tidak diketemukan. Untuk menjawab
semua pertanyaan anaknya yang berkaitan dengan ibunya, ayahnya selalu
mengarang-ngarang cerita yang hanya membuat anak kecil itu memiliki
harapan yang kosong tentang ibunya dan kehadiran kartu pos- kartu pos
yang biasa dikirimkan ibunya. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Lalu, ia mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal
kartu pos ini akan membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban.
(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 36).
Marwan merasakan sesuatu berdesir di dadanya. “Kalau emang
Pak Posnya sakit, biar besok Beningnya aja yang ke rumahnya, ngambil
kartu pos dari Mama.”(cerpen Kartu Pos dari Surga, hlm. 38-39).

a. Nilai Estetis
Semi berpendapat bahwa fungsi estetika sastra adalah penampilan
karya sastra yang dapat memberi kenikmatan dan keindahan bagi
pembacanya (dalam Nuraini, 2007: 28). Lebih lanjut, Suyitno juga
berpendapat bahwa sastra tidak hanya sekadar memberi kesenangan, tetapi
juga memberi pengetahuan serta pencernaan yang menghayat tentang
hakikat kehidupan bernilai (dalam Nuraini, 2007: 28). Nilai estetis yang
terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
karya Agus Noor adalah sebagai berikut:
1) “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”
Dalam cerpen yang berjudul “Sepotong Bibir yang Paling Indah di
Dunia” ini, terdapat nilai estetis yang dapat kita petik, di antaranya,
yaitu agar kita berhati-hati dengan mulut manis atau janji-janji palsu
yang disuarakan oleh para calon pejabat atau pemimpin negeri ini yang
dilambangkan dengan simbol sepotong bibir yang bisa mengeluarkan
commit to user

199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
200

kata-kata indah sehingga membuat orang yang melihat dan


mendengarnya terkesan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Seolah itulah bibir yang bisa menyelesaikan segala macam
masalah apa pun dengan sekejap. Orang-orang ingin difoto
sembari memegangi bibir itu.Semakin aneh kata-kata yang
terdengar, justru semakin orang-orang itu terpesona. Sembari
menikmati the di beranda dan menyaksikan ini semua, Maneka
berbisik pada Alina, “Rasanya kini aku mengerti, kenapa Sukab
mengirimkan bibir itu….”
“Kenapa?”
“Itu pasti bibir calon Presiden!”
“Itu bibir Tukang Kibul.” (cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia, hlm. 68-69)

Selain itu, dalam cerpen ini juga mengajarkan kita untuk setia
terhadap pasangan kita. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Saat ia melihat mata laki-laki itu menatapnya, saat itu pula ia
merasa terhanyut oleh cinta. Padahal kala itu ia telah bersuami! Tapi,
mata itu. Mata itu sungguh membuat Maneka tak bisa melupakannya,
dan karena itu memilih meninggalkan suaminya. Tengah malam, diam-
diam ia membungkus pakaian secukupnya dengan kain, mengambil
beberapa perhiasan simpanannya, lalu mengendap-endap meninggalkan
suaminya yang tengah tertidur begitu nyaman—suami yang pada
kenyataannya selama beberapa tahun perkawinan mereka selalu
melimpahkan kebahagiaan kepadanya. (cerpen Sepotong Bibir Paling
Indah di Dunia, hlm. 58).

2) “Parousia”
Dalam subjudul ini, terdapat nilai yang dapat kita petik, yaitu
mengenai sikap saling menghargai dan menyayangi terhadap sesama
makhluk hidup. Dalam subjudul ini, diceritakan ada seorang anak yang
memiliki kekurangan fisik sehingga perbedaan kondisi fisiknya itu
membuatnya selalu menjadi bahan tertawaan orang lain. Bahkan warga
sekitar pun merasa jijik dan menjauhinya sehingga ia memiliki keinginan
dilahirkan kembali menjadi seekor ular yang ketika itu lebih dihormati
dan disayangi oleh orang-orang daripada ia. Hal tersebut terkait dengan
teks berikut:
Dulu, aku memang berharap, aku ingin dilahirkan kembali di kota
ini, tidak lagi sebagai bocah idiot yang sering diganggu dilempari
commit to user

200
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
201

kerikil atau tomat busuk. Aku tak pernah mengerti, kenapa dulu orang-
orang di kota ini begitu senang menggangguku. Mungkin mereka hanya
menggodaku. Mungkin mereka butuh hiburan. Mungkin mereka merasa
bahagia bila bisa menggangguku. Apabila melihat aku lagi berjalan,
orang-orang akan menghentikanku. Memberiku moke, yang membuat
kepalaku berdenyut-denyut lembut. Lalu, mereka menyuruhku menyanyi
dan menari. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 84).

3) “Mawar di Tiang Gantungan”


Dalam subjudul ini, terdapat nilai estetis yang dapat kita petik,
yaitu salah satunya mengenai kasih sayang orang tua terhadap anaknya
yang seharusnya mampu menerima anaknya seperti apa pun kondisinya.
Dalam subjudul ini diceritakan seorang bayi dilahirkan dengan kondisi
tanpa bola mata sehingga membuat ibunya sangat membencinya lalu
membuangnya yang mengakibatkan anaknya menjadi seorang
gelandangan. Hal tersebut terkait dengan teks berikut:
Tentu, kau bisa menduga ketika aku lahir dan menatap dunia,
perempuan itu langsung meraung ketika tahu anaknya tak punya
mata...Seorang pemulung menemukanku di tempat pembuangan sampah,
kemudian menjualku kepada seseorang yang menampung para
pengemis. (cerpen Cerita yang Menetes dari Pohon Natal, hlm. 97).

commit to user

201
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
202

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN
1. Unsur semiotis pertama (ikon) yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen
Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia karya Agus Noor adalah berupa ikon-
ikon metaforis. Unsur semiotis kedua (indeks) yang terdapat dalam karya
tersebut berupa indeks yang memiliki kaitan atau hubungan dengan teks dalam
teks. Unsur semiotis ketiga (simbol) yang terdapat dalam karya tersebut
berupa gerakan tubuh dan simbol yang diwakilkan oleh benda tertentu.
2. Berdasarkan hasil analisis unsur ikon, indeks, dan simbol dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia ini dapat diketahui makna di
balik unsur-unsur tersebut. Ikon metaforis dalam karya tersebut memiliki
makna konotasi tertentu dari apa yang disebutkan (sesuai dengan konteks
cerita). Indeks yang memiliki kaitan atau hubungan dengan teks dalam teks
memiliki makna yang dikelompokkan menjadi tiga macam, antara lain
bermakna penggambaran perasaan para tokoh dalam cerita, penggambaran
latar tempat dan suasana dalam cerita, dan penggambaran watak para tokoh
dalam cerita. Simbol yang diwakili oleh benda bermakna terjadinya suatu
peristiwa (kematian) dan simbol berupa gerakan tubuh merupakan ekspresi
yang mewakili perasaan para tokoh.
3. Nilai- nilai pendidikan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Bibir
Paling Indah di Dunia karya Agus Noor tersebut, antara lain nilai agama,
terdapat dalam cerpen berjudul “Variasi Kematian Paling Seksi”, “20 Keping
Puzzle” (yang mengajarkan pembaca untuk senantiasa mengingat Tuhan dan
mengingat datangnya kematian sehingga kita selalu mempersiapkan diri untuk
menghadapinya), “Pelancong Kepedihan” dan “Penyemai Sunyi” (subjudul
dalam Empat Cerita Buat Cinta) mengajarkan pembaca untuk senantiasa tabah
dalam menjalani ujian dan ketentuan Tuhan. Nilai sosial, terdapat dalam
“Kartu Pos dari Surga”, “Penjahit Kesedihan” dan “Pelancong Kepedihan”,
“Permen”, “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”, “Cerita yang Menetes dari
Pohon Natal” dalam judul tersebut mengajarkan kita tentang toleransi
commit to user

202
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
203

terhadap orang lain walaupun terdapat perbedaan-perbedaan kelas sosial,


kondisi fisik, dan sebagainya serta kritik sosial terhadap pemerintah dalam
menangani ketimpangan sosial yang semakin tajam. Nilai moral dalam karya
tersebut, terdapat dalam “Pemetik Air Mata” dan “Penyemai Sunyi “Episode”,
dan “Kartu Pos dari Surga”, judul-judul cerpen tersebut mengajarkan kita
untuk senantiasa memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam setiap
langkah atau keputusan yang kita ambil dalam melakukan sesuatu. Nilai
estetis dalam karya tersebut, terdapat dalam “Sepotong Bibir Paling Indah di
Dunia”, “Parousia” dan “Mawar di Tiang Gantungan”, judul-judul tersebut
terdapat nilai estetis atau keindahan, misalnya dalam pemaparan setting
tempat yang menggambarkan keindahan alam, atau tentang penggambaran
sepotong bibir yang terindah yang mengeluarkan kata-kata indahnya.
B. IMPLIKASI
Hasil dari penelitian ini berimplikasi pada dunia sastra dan pengajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Dalam dunia sastra, penelitian ini memberikan
khazanah atau pengetahuan tentang menemukan dan memahami makna
semiotik yang terdapat dalam suatu karya sastra, khususnya dalam bentuk
cerpen. Melalui penelitian ini, pembaca dapat terbantu untuk memahami
makna semiotik dan pesan atau nilai-nilai yang terkandung dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia yang terkait dengan pendidikan
karakter di sekolah.
Implikasi terhadap pengajaran apresiasi sastra, penelitian ini dapat
dijadikan satu alternatif karya sastra yang dapat dikaji dengan semiotik. Hal
tersebut dikarenakan di dalamnya sarat akan lambang-lambang atau unsur
semiotis yang digunakan pengarang dalam menyampaikan ceritanya.
C. SARAN
1. Pembaca
Pembaca seharusnya lebih bisa membaca secara menyeluruh suatu
karya sastra tertentu, karena suatu karya sastra sebenarnya tidak hanya
dapat dibaca secara sepenggal-sepenggal tanpa memahami konteks dari
cerita yang diciptakan pengarang. Oleh karena itu, sebaiknya pembaca
commit to user

203
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
204

dapat lebih membaca lebih dalam dan menyeluruh agar pesan yang
terkandung dapat dipahami secara utuh.
2. Dosen
Dalam pengajaran apresiasi sastra, dosen menggunakan karya-
karya yang baru dan relevan dengan situasi yang terkini. Dengan
demikian, tidak hanya pada aspek apresiasi saja yang tercapai melainkan
aspek-aspek yang lain, seperti informasi, edukasi, dan isu terkini yang
dikemas dalam suatu karya sastra.
3. Guru
Seorang guru sebaiknya memiliki pengetahuan mengenai kajian
semiotik, sehingga dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat
membimbing para siswa memahami makna karya sastra secara mendalam.
Selain itu, sebaiknya guru mampu memilih atau menyeleksi karya-karya
sastra yang layak untuk dijadikan bahan ajar apresiasi sastra Indonesia,
karena tidak semua karya sastra bisa dikatakan layak atau sesuai dengan
peserta didik.
4. Penulis
Ketika penulis menciptakan suatu karya sastra hendaknya tidak
hanya menampilkan unsur hiburan, tetapi juga menyajikan nilai-nilai atau
pesan moral (edukatif) yang dapat dipetik oleh pembacanya. Selain itu,
untuk menghindari pertentangan ketika penulis menciptakan karya sastra
yang bersifat menyindir bahkan mengkritik suatu pihak tertentu hendaknya
penulis juga memikirkan metode yang tepat dalam menyampaikan idenya,
salah satunya dengan metode semiotik.

commit to user

204

Anda mungkin juga menyukai