Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW,


sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai
peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia.
Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan
jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini
sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist
Al- Qur’an Al- Karim adalah sumber Tasyri’ pertama bagi umat Nabi Muhammad
SAW, kemampuan seseorang dalam memahami lafadz dan ungkapan Al-qur’an
tidaklah sama, padahal ayat-ayatnya sedemikian gamblang dan rinci. Perbedaan
daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak di pertentangkan lagi.
Kalangan awam hanya dapat memahami makna-maknanya yang dzahir dan
pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedangkan kalangan cerdik, cendikia dan
terpelajar akan dapat menyimpulkan pula daripadanya makna-makna yang
menarik. Maka tidaklah heran jika Al-Qur’an mendapatkan perhatian besar dari
umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-
kata garib (aneh) atau menta’wilkan takrib (susunan kalimat).

Dalam mempelajari Al- Qur’an tentu ilmu tentang Tafsir, Takwil dan
Terjemah menjadi bagian penting. Dan itulah yang akan diketengahkan oleh
penyusun dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;

a. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil

b. Urgensi Ilmu Tafsir

1
c. Syarat-syarat Mufassir

d. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an

e. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an

f. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:

a. Untuk Mengetahui Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil

b. Untuk Mengetahui Urgensi Ilmu Tafsir

c. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Mufassir

d. Untuk Mengetahui Metode-metode Tafsir Al- Qur’an

e. Untuk Mengetahui Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an

f. Untuk Mengetahui Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Terjemah, Tafsir dan Takwil

1. Tafsir

Kata “tafsir” diambil dari kata “fassara–yufassiru–tafsira” yang berarti


keterangan atau uraian. Tafsir menurut istilah, ialah ilmu yang membahas tentang
cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang petunjuk- petunjuknya, hukum-
hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna
yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang
melengkapinya.

2. Takwil

Arti takwil menurut bahasa adalah menerangkan, menjelaskan. Diambil


dari kata “awwala-yu’awwilu-takwila”, dan berasal dari kata “Aul” yang berarti
kembali ke asal. Takwil menurut bahasa ialah suatu usaha untuk memahami
lafadz-lafadz (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami arti atau
maksud sebagai kandungan dari lafadz tersebut.

3. Terjemah

Arti terjemah menurut bahasa adalah ‘salinan dari sesuatu bahasa ke


bahasa lain. Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-qur’an adalah seperti
dikemukakan oleh Ash-Shabuni, “Memindahkan Alqur’an kebahasa lain yang
bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam beberapa naskah agar
dibaca oleh orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami
kitab allah SWT dengan perantaraan terjemahan ini. Pada dasarnya ada tiga corak
penerjemahan, yaitu:

a. Terjemahan maknwiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat


dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya melainkan oleh makna
dan tujuan kalimat aslinya.

3
b. Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata
dari bahasa asli dengan kata- sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa baru dan
terikat oleh bahasa aslinya.

c. Terjemah harfiyyah bi dzuni Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-


kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan
segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu dan sejauh kemampuan
penerjemahnya.

B. Urgensi Ilmu Tafsir

Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas
cakupannya. Paling mulia, karena kemuliaan sebuah ilmu itu berkaitan dengan
materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir membahas firman-firman Allah.
Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai
macam disiplin ilmu, seperti aqidah, fiqih, dan akhlak. Disamping itu, tidak
mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayatayat Al-qur’an, kecuali
dengan mengetahui makna-maknanya. Dengan urgensi tafsir seperti itu, para
ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardu kifayahdan merupakan salah satu
dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadist dan fiqih. Keutamaan ilmu
tafsir bukan hanya karena ilmu ini membahas pokok-pokok ajaran yang sangat
dibutuhkan, akan tetapimempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena
pokok kajiannya adalah kalamullah.

C. Syarat-syarat Mufassir

1. Shahihnya aqidah si mufassir

Seorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an haruslah seorang yang lurus


aqidahnya. Seorang ateis dan mubtadi’ tidak bisa diterima tafsirnya terhadap al-
Qur’an, karena yang mereka inginkan dari tafsir tersebut adalah fitnah bagi umat
Islam dan ta’wil untuk mendukung kesesatan mereka.

2. Menguasai ilmu bahasa Arab

4
Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu bahasa
Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Tak mungkin
seseorang bisa memahami al-Qur’an, jika ia tak paham bahasa Arab. Di sinilah
relevansinya perkataan Syaikhnya para ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Imam
Mujahid -sebagaimana dinukil oleh Dr. Muhammad ‘Ali al-Hasan-, “Tidak halal
bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berbicara tentang
Kitabullah jika ia bukan seorang yang ‘alim dalam bahasa Arab”. Maksud beliau,
terlarang bagi seseorang yang tak menguasai bahasa Arab untuk menafsirkan al-
Qur’an. Wallahu a’lam. Ilmu bahasa Arab memiliki beberapa cabang, dan yang
terpenting di antaranya adalah:

a. Ilmu nahwu

Makna kalimat bahasa Arab bisa berubah karena perbedaan posisi


i’rabnya. Bahkan, iman bisa menjadi kufur, dan kufur bisa menjadi iman,
hanya karena perubahan i’rabnya. Menguasai ilmu nahwu akan menghindarkan
seorang mufassir dari kekeliruan yang fatal dalam memahami al-Qur’an.

b. Ilmu sharaf

Dengan ilmu ini seseorang bisa memahami bentuk dan bangunan suatu
kata. Dan jika seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an tak memahami ilmu
ini, ia akan terjatuh pada kesalahan dan bid’ah.

az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya -sebagaimana disebutkan Dr.


Muhammad ‘Ali al-Hasan- mengkritik orang yang menafsirkan kata imam
dalam ayat: ‫ مهمامإب سانأ لك اوعدن موي‬sebagai jamak dari kata umm (ibu). Beliau
mengkritik hal ini dan menegaskan bahwa pernyataan tersebut tak dikenal
dalam bahasa Arab. Beliau tegaskan bahwa bentuk jamak dari umm adalah
ummahat, bukan imam.

c. Isytiqaq

5
Pengetahuan tentang isytiqaq ini penting bagi seorang mufassir. Hal ini
karena perbedaan dalam menentukan akar suatu kata mengakibatkan perbedaan
dalam memahami makna kata tersebut.

Misalnya, kata ‘al-masih’ untuk Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, apakah ia berasal
dari kata ‘as-siyahah’ atau ‘al-mashu’. Jika ia berasal dari kata ‘as-siyahah’,
maka penamaan ini menunjukkan banyaknya pengembaraan (untuk tujuan
ibadah) yang dilakukan oleh beliau. Jika ia berasal dari kata ‘al-mashu’, maka ia
menunjukkan bahwa Nabi ‘Isa dapat menyembuhkan penyakit pada seseorang
dengan cara mengusapkan tangan pada si sakit dengan izin Allah ta’ala.

d. Ilmu balaghah

Ilmu balaghah memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan dan badi’.
Dengan ilmu ma’ani dapat diketahui keistimewaan susunansusunan kalimat
dilihat dari segi maknanya. Dengan ilmu bayan dapat diketahui keistimewaan
susunan-susunan kalimat ditinjau dari perbedaan bentuknya sesuai dengan jelas
atau samarnya dalalah. Dengan ilmu badi’ dapat diketahui sisi-sisi keindahan
suatu kalimat.

Ilmu balaghah ini digunakan oleh mufassir untuk mengetahui i’jaz


Qur’ani, kemukjizatan al-Qur’an. Bahasa al-Qur’an begitu indah dan
menakjubkan, hingga ia mampu melemahkan setiap makhluk, baik manusia dan
jin, yang ingin membuat yang serupa dengannya. Dan i’jaz Qur’ani ini hanya
bisa dirasakan oleh yang menguasai ilmu balaghah.

3. Menguasai ilmu ushul fiqih

Ilmu ini merupakan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang mujtahid. Ilmu
ini juga wajib bagi mufassir yang ingin menggali hukum dari ayat-ayat al-
Qur’an. Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana cara menggunakan dalil
(dalam hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil tersebut bisa diambil
kesimpulan hukum tentang suatu perkara. Jadi, mengambil suatu kesimpulan
hukum dari al-Qur’an (dan juga asSunnah) tidak bisa hanya dengan membaca
satu-dua ayat al-Qur’an, kemudian langsung ambil kesimpulan hukum dari sana,

6
apalagi jika ia hanya memahaminya dari terjemahan. Yang tak mengerti ushul
fiqih, tidak usah bermain-main dengan al-Qur’an, mengira dirinya berdalil
dengan al-Qur’an, padahal ternyata hanya menggunakan al-Qur’an untuk
memenangkan hawa nafsunya, wal ‘iyaadzu billah.

4. Menguasai ilmu ushuluddin

Ilmu ini wajib dikuasai oleh setiap mufassir, agar ia tidak keliru dan
tergelincir dalam aqidahnya. Dengan aqidah yang shahih, ia bisa memahami
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta, manusia dan
kehidupan dengan pemahaman yang benar dan lurus. Seorang mufassir juga
wajib mengenal perkara-perkara yang menjadi ‘ushul i’tiqadiyyah’, seperti apa
yang wajib bagi Allah dan apa yang mustahil, serta yang wajib bagi para Rasul
dan yang mustahil bagi mereka. Abu Hayyan -sebagaimana disebutkan oleh Dr.
Muhammad ‘Ali al-Hasan- menyatakan tentang ilmu ini: “Para ulama umat
Islam dari seluruh kelompok telah menulis ilmu ini dalam banyak kitab, dan ia
adalah ilmu yang sulit, yang jika tergelincir di dalamnya, wal ‘iyadzu billah,
maka orang tersebut akan mendapatkan kebinasaan di dunia dan akhirat.”

5. Menguasai ulumul Qur’an

Untuk memahami al-Qur’an dengan benar, mau tidak mau seorang


mufassir harus menguasai ulumul Qur’an. Di antara cabang ulumul Qur’an yang
wajib dikuasai oleh seorang mufassir adalah:

a. Ilmu qiraat, dengan ilmu ini dapat diketahui tatacara pengucapan lafazh-lafazh
al-Qur’an dengan benar. Makna dan tafsir al-Qur’an bisa berbeda-beda jika
lafazh-lafazh di dalamnya dibaca secara berbeda pula. Dan jika kita baca kitab-
kitab tafsir mu’tabar, kita akan temukan banyak pembahasan terkait ilmu ini
saat mufassir ingin menunjukkan makna atau tafsir yang paling tepat atas suatu
lafazh atau ayat.

b. Ilmu asbabun nuzul, Sebagian ayat al-Qur’an diturunkan terkait peristiwa


yang terjadi di masa turunnya ayat tersebut, sebagian lagi diturunkan untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah. Untuk mengetahui

7
makna yang benar atas suatu ayat, tentu kita harus mengetahui apa yang
menyebabkan ayat itu diturunkan. Di sinilah pentingnya seorang mufassir
menguasai ilmu asbabun nuzul.

c. Ilmu nasikh-mansukh, di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih


hidup, kadang turun ayat al-Qur’an yang menyebutkan hukum suatu perbuatan,
dan di masa berikutnya turun ayat yang lain lagi yang menghapus hukum dari
ayat sebelumnya. Inilah pembahasan nasikh-mansukh. Sebagaimana dalam
Hadits, dalam alQur’an pun ia ada. Jika seseorang tidak mengetahui nasikh-
mansukh dalam al-Qur’an, bisa jadi ia menyimpulkan hukum dari suatu ayat
al-Qur’an, padahal hukum dari ayat tersebut sudah mansukh oleh ayat yang
lain.

d. Ilmu qashashul Qur’an, Sebagaimana kita ketahui, banyak cerita dalam al-
Qur’an, namun ia bukanlah seperti buku sejarah atau biografi yang memuat
cerita tersebut secara runut. Al-Qur’an memuat cerita-cerita tersebut lebih
sebagai pelajaran bagi umat Islam, sehingga pemuatan cerita-cerita tersebut
kadang terpisahpisah di berbagai surah al-Qur’an. Seorang mufassir perlu
mengetahui gambaran global dari masing-masing cerita tersebut, agar ia bisa
menafsirkan penggalan-penggalan cerita di tiap surah secara tepat.

6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat ayat al-
Qur’an

Orang yang paling memahami al-Qur’an adalah Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam. Jadi, agar seorang mufassir tidak menyimpang tafsirnya, ia
wajib mengetahui hadits-hadits Nabi yang terkait dengan ayat yang ingin ia
tafsirkan.

7. Mengetahui tafsir shahabat

Setelah Nabi, para shahabatlah yang paling mengetahui al-Qur’an, karena


mereka hidup di masa turunnya al-Qur’an, hari-hari mereka dihabiskan dengan
membersamai Rasul, sang penerima wahyu. Jadi, seorang mufassir wajib
mengetahui tafsir para shahabat, dan menjadikannya sumber ketiga dalam

8
penafsiran al-Qur’an setelah alQur’an itu sendiri dan Hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.

D. Metode-metode Tafsir Al- Qur’an

Jenis metode tafsir al-qur’an, yaitu:

1. Metode At-Tahlili

Secara harfiah, at-tahlili berarti terlepas atau terurai. Jadi, at-tafsir at-tahlili
adalah adalah metode penafsiran ayat-ayat Alquran melalui pendeskripsian
(menguraikan) makna yang terkandung dalam ayata-ayat Al-qur’an dengan
mengikuti tata tertib susunan atau urutan surat-surat dan ayat-ayat Alquran
yang diikuti oleh sedikit-banyak analisis tentang kandungan ayat itu.

2. Metode Al-Ijmali

Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan


penjumlah. Jadi, tafsir al-ijmali ialah penafsiran Alquran dengan cara
mengemukakan isi dan kandungan Alquran melalui pembahasan yang panjang
dan luas, tidak secra rinci. Pembahasan tafsie al-ijmali hanya meliputi beberapa
aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat. Misalnya, Tafsir Al-Farid Al-
qur’an Al-madjid hanya mengedepankan arti kata-kata (al-mufrodah), sebab
an-nuzul dn penje.lasannya sangat singkat.

3. Metode Al-Muqaran

Tafsir al-muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan


perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang redaksinya berbeda, padahal isi
kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip padahal
artinya berlainan. Metode komparasi (manhaj al-muqaram) ialah menafsirkan
ayat-ayat yang selintas tampak berlawanan dengan hadist padahal sebenarnya
sama sekali tidak bertentangan.

4. Metode maudu’i

9
Nama dan istilah tafsir maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua,
adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian menghimpun
ayat-ayat Al-qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta
sebab turunnya ayat-ayat Alqur’an tersebut, kemudian penafsir memberiakn
keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.

E. Mazhab-mazhab dalam Tafsir Al- Qur’an

1. Madzhab Tafsir bi al-Riwayah

Madzhab tafsir ini sering disebut juga sebagai madzhab bi almanqul.


Kata al-matsur adalah bentuk isim maf’ul (objek) dari kata atsaraya’tsuru-
atsran-atsaratan yang secara emitologi berarti menyebutkan atau mengutip
(naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama) Al-atsar juga berarti
sunnh, hadist, jejak, bekas pengaruh, dan kesan.

Tafsir al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-qur’an atau as-
sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangaka apa yang dikehendaki Allah
tentang penafsiran Al-qur’an berdasarkan as-sunnah anNabawiyyah. jadi tafsir
bi al-riwayah adakalanya menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an, atau
menafsirkan al-qur’an dengan as sunnah anNabawiyyah, atau menafsirkan Al-
qur’an dengan yang dikutip dari pendapat sahabat.

a. Tafsir al-qur’an dengan Al-qur’an


Tafsir Al-qur’an denagn Al-qur’an ada yang berbentuk penafsiran
bagian (kosakata) dari ayat Al-qur’an dengan bagian ayat Al-qur’an
lainnya pada ayat dan surat yang sama, contoh dalam surat Al-baqarah
ayat 187. Ada yang berbentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang
lainya dalam surat yang sama, contoh dalam surat Al-fatiha ayat 7. Ada
pula yang yang berbentuk penafsiran ayat yang satu dengan ayat dan surat
lain yng berbeda surat. Contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 3-5 yang
menafsirkan ayat 2 dari surat yang sama.

10
b. Tafsir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah
Tafrir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah ialah penafsiran Al-
qur’an dengan hadist Nabi Muhammad SAW. misalnya, Nabi Muhammad
SAW menafsirkan kata al-maghdub (orang-orang yang terkutuk) dengan
orang-orang Yahudi dan adh-dhallin (orang-orang yang sesat) dengan
orang-orang Nasrani pada ayat berikut: “ Tunjukilah kami jalan yang lurus
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”. (Q.S. AL-Fatihah:6-7).

c. Tafsir Al-qur’an dengan pendapat sahabat

Tafsir Al-qur’an dengan pendapat para sahabat oleh sebgian ulama


digolongkan sebagai tafsir bi al-riwayyah. Misalnya, alHakim dalam kitab
al-mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan proses
turunnya wahyu Al-qur’an layak untuk diposisikan sebagai hadist marfu’.
Ada pula ulam yang membatasi bahwa tafsir sahbat itu bias digolongkan
kedalam kelompok tafsir bi al-riwayyah ketika yang diambil dari mereka
adalah hal-hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu sima’i seperti asbab an-
nuzul dan kisah yang tidak berkaitan denagan lapangan ijtihad. sebaliknya,
hal-hal yang mereka peroleh karena pemahaman dan ijtihad lebih tepat
digolongkan sebagai hadist mauquf, dan tidak tepat sebagai hadist marfu’.

2. Madzhab Tafsir bi ad-Dirayyah

Kata dirayyah berakar dari kata dara-yadri-daryatan-diryatandirayatan


yang artinya mengetahui dan memahami. Kata dirayyah merupakan sinonim
dari kata ra’yun yang berasal dari kata ra’ya-yar’ira’yan-wa ru’yatan yang
berarti melihat (bashara), mengerti (adraka), menyangka, mengira atau
menduga (hasiba).Tafsir bi ar-ra’yi disebut juga tafsir bi al-ma’qul, tafsir bi al-
ijtihadatau tafsir bi al-istimbath.

Jenis Tafsir ad-Dirayah

a. Tafsir bi ar-ra’yi yang tercela(al-madzmum)

11
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-mahmud)

3. Madzhab Tafsir bi al-isyarah

Kata al-isyarah merupakan bentuk sinonim dari kata ad-dalil yanr berarti
tanda, petunjuk, indikasi, syarat, sinyal, perintah, panggilan, nasihat, dan saran.
Jadi tafsir bi al-isyarah adalah penakwilan al-qur’an dengan mengesampingkan
(makna) lahiriah karena ada isyarat (indikator) tersembunyi yang hanya bias
disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawuf.

F. Kitab-kitab Tafsir dan Corak Pendekatannya

1. Kitab-kitab tafsir

a. Buhuts fi ushul at-Tafsir wa Manahijuhu Kitab ini ditulis oleh Fadh bin
Abdurrahman ar-Rumi, seorang professor pada dirasah Al-qur’an di Riyadh.
Kitab ini terdiri dari 12 pembahasan, diantaranya membahas tentang ilmu
tafsir, ikhtilaf para mufassir, asalib, thuruk, dan manhaj mufassir serta
pembagian tafsir menjadi tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al- ra’yi.

b. At-Tahbir fi al-ilm al-tafsir Kitab ini ditulis oleh imam Jalaluddin As-suyuthi,
tertulis dalam kitab ini sekitar 102 cabang limu yang harus dikuasai oleh
seseorang yang ingin belajar Al-qur’an.

c. Al- iksir fi al-ilmu at-tafsir Kitab ini ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Qawi
as-Sharshari atThufi, pembahasan dalam kitab ini diantaranya ialah
pembahasan tentang lafadz yang mesti ditafsirkan dan makna yang tidak
mesti ditafsirkan karena maknanya sendiri telah jelas dan pembahasan ilmu
al-mani dan al-bayan.

d. Tafsir al-jalalain Tafsir al-jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua
orang Al- hafidz, yaitu Al-hafidz Al mahali dan hafidz As suyuthi.

e. Tafsir ibnu Katsir Tafsir ibnu katsir merupakan sa;ah satu kitab tafsir yang
paling banyak diterima dan tersebar ditengah umat ini.

12
f. Tafsir Al-Maraghi Tafsir ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Al-Maraghi yang
merupakan seorang ulama besar dari universits Al-Azhar Mesir.

g. Tafsir Al-Kasyaf Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya


ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama
Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan p[ada para ulama
Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan corak
I’tizali.

h. Tafsir Al-mizan Tafsir Al-mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muhammad


Husain Thabathabai, seorang ulama Iran.

2. Corak pendekatan ilmu tafsir

a. Tafsir Fiqhy (corak hokum)

b. Tafsir falsafi(corak filsafat)

c. Tafsir ilmi (corak ilmiah)

d. Tafsir tarbawy (corak pendidikan)

e. Tafsir akhlaqy (corak akhlak)

f. Tafsir I’tiqadi (corak teologis)

g. Tafsir sufy (corak tasawwuf).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari.
Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji,
memahami dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat
Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan
pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui
dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada
dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui,
maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab
segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini
semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi
rujukan dan sumber utama semua umat Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Prof. Dr. M.Ag, 2013. Ulum Al-qur’an. Bandung: Pustaka Setia
AS, Mudzakir, DRS, 2013. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa Izzan, Ahnad, Drs, M. Ag, 2009. Metodologi Ilmu Tafsir, Bndung:
Tafakur.

15

Anda mungkin juga menyukai