PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mempelajari Al- Qur’an tentu ilmu tentang Tafsir, Takwil dan
Terjemah menjadi bagian penting. Dan itulah yang akan diketengahkan oleh
penyusun dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;
1
c. Syarat-syarat Mufassir
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tafsir
2. Takwil
3. Terjemah
3
b. Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata
dari bahasa asli dengan kata- sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa baru dan
terikat oleh bahasa aslinya.
Tafsir termasuk disiplin ilmu islam yang paling mulia dan luas
cakupannya. Paling mulia, karena kemuliaan sebuah ilmu itu berkaitan dengan
materi yang dipelajarinya, sedangkan tafsir membahas firman-firman Allah.
Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai
macam disiplin ilmu, seperti aqidah, fiqih, dan akhlak. Disamping itu, tidak
mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayatayat Al-qur’an, kecuali
dengan mengetahui makna-maknanya. Dengan urgensi tafsir seperti itu, para
ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardu kifayahdan merupakan salah satu
dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadist dan fiqih. Keutamaan ilmu
tafsir bukan hanya karena ilmu ini membahas pokok-pokok ajaran yang sangat
dibutuhkan, akan tetapimempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena
pokok kajiannya adalah kalamullah.
C. Syarat-syarat Mufassir
4
Seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an wajib menguasai ilmu bahasa
Arab, karena bahasa Arab merupakan bahasanya al-Qur’an. Tak mungkin
seseorang bisa memahami al-Qur’an, jika ia tak paham bahasa Arab. Di sinilah
relevansinya perkataan Syaikhnya para ahli tafsir dari kalangan tabi’in, Imam
Mujahid -sebagaimana dinukil oleh Dr. Muhammad ‘Ali al-Hasan-, “Tidak halal
bagi seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berbicara tentang
Kitabullah jika ia bukan seorang yang ‘alim dalam bahasa Arab”. Maksud beliau,
terlarang bagi seseorang yang tak menguasai bahasa Arab untuk menafsirkan al-
Qur’an. Wallahu a’lam. Ilmu bahasa Arab memiliki beberapa cabang, dan yang
terpenting di antaranya adalah:
a. Ilmu nahwu
b. Ilmu sharaf
Dengan ilmu ini seseorang bisa memahami bentuk dan bangunan suatu
kata. Dan jika seorang yang akan menafsirkan al-Qur’an tak memahami ilmu
ini, ia akan terjatuh pada kesalahan dan bid’ah.
c. Isytiqaq
5
Pengetahuan tentang isytiqaq ini penting bagi seorang mufassir. Hal ini
karena perbedaan dalam menentukan akar suatu kata mengakibatkan perbedaan
dalam memahami makna kata tersebut.
Misalnya, kata ‘al-masih’ untuk Nabi ‘Isa ‘alaihis salam, apakah ia berasal
dari kata ‘as-siyahah’ atau ‘al-mashu’. Jika ia berasal dari kata ‘as-siyahah’,
maka penamaan ini menunjukkan banyaknya pengembaraan (untuk tujuan
ibadah) yang dilakukan oleh beliau. Jika ia berasal dari kata ‘al-mashu’, maka ia
menunjukkan bahwa Nabi ‘Isa dapat menyembuhkan penyakit pada seseorang
dengan cara mengusapkan tangan pada si sakit dengan izin Allah ta’ala.
d. Ilmu balaghah
Ilmu balaghah memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan dan badi’.
Dengan ilmu ma’ani dapat diketahui keistimewaan susunansusunan kalimat
dilihat dari segi maknanya. Dengan ilmu bayan dapat diketahui keistimewaan
susunan-susunan kalimat ditinjau dari perbedaan bentuknya sesuai dengan jelas
atau samarnya dalalah. Dengan ilmu badi’ dapat diketahui sisi-sisi keindahan
suatu kalimat.
Ilmu ini merupakan ilmu yang wajib dikuasai oleh seorang mujtahid. Ilmu
ini juga wajib bagi mufassir yang ingin menggali hukum dari ayat-ayat al-
Qur’an. Dengan ilmu ini, dapat diketahui bagaimana cara menggunakan dalil
(dalam hal ini adalah al-Qur’an), yang dari dalil tersebut bisa diambil
kesimpulan hukum tentang suatu perkara. Jadi, mengambil suatu kesimpulan
hukum dari al-Qur’an (dan juga asSunnah) tidak bisa hanya dengan membaca
satu-dua ayat al-Qur’an, kemudian langsung ambil kesimpulan hukum dari sana,
6
apalagi jika ia hanya memahaminya dari terjemahan. Yang tak mengerti ushul
fiqih, tidak usah bermain-main dengan al-Qur’an, mengira dirinya berdalil
dengan al-Qur’an, padahal ternyata hanya menggunakan al-Qur’an untuk
memenangkan hawa nafsunya, wal ‘iyaadzu billah.
Ilmu ini wajib dikuasai oleh setiap mufassir, agar ia tidak keliru dan
tergelincir dalam aqidahnya. Dengan aqidah yang shahih, ia bisa memahami
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam semesta, manusia dan
kehidupan dengan pemahaman yang benar dan lurus. Seorang mufassir juga
wajib mengenal perkara-perkara yang menjadi ‘ushul i’tiqadiyyah’, seperti apa
yang wajib bagi Allah dan apa yang mustahil, serta yang wajib bagi para Rasul
dan yang mustahil bagi mereka. Abu Hayyan -sebagaimana disebutkan oleh Dr.
Muhammad ‘Ali al-Hasan- menyatakan tentang ilmu ini: “Para ulama umat
Islam dari seluruh kelompok telah menulis ilmu ini dalam banyak kitab, dan ia
adalah ilmu yang sulit, yang jika tergelincir di dalamnya, wal ‘iyadzu billah,
maka orang tersebut akan mendapatkan kebinasaan di dunia dan akhirat.”
a. Ilmu qiraat, dengan ilmu ini dapat diketahui tatacara pengucapan lafazh-lafazh
al-Qur’an dengan benar. Makna dan tafsir al-Qur’an bisa berbeda-beda jika
lafazh-lafazh di dalamnya dibaca secara berbeda pula. Dan jika kita baca kitab-
kitab tafsir mu’tabar, kita akan temukan banyak pembahasan terkait ilmu ini
saat mufassir ingin menunjukkan makna atau tafsir yang paling tepat atas suatu
lafazh atau ayat.
7
makna yang benar atas suatu ayat, tentu kita harus mengetahui apa yang
menyebabkan ayat itu diturunkan. Di sinilah pentingnya seorang mufassir
menguasai ilmu asbabun nuzul.
d. Ilmu qashashul Qur’an, Sebagaimana kita ketahui, banyak cerita dalam al-
Qur’an, namun ia bukanlah seperti buku sejarah atau biografi yang memuat
cerita tersebut secara runut. Al-Qur’an memuat cerita-cerita tersebut lebih
sebagai pelajaran bagi umat Islam, sehingga pemuatan cerita-cerita tersebut
kadang terpisahpisah di berbagai surah al-Qur’an. Seorang mufassir perlu
mengetahui gambaran global dari masing-masing cerita tersebut, agar ia bisa
menafsirkan penggalan-penggalan cerita di tiap surah secara tepat.
6. Mengetahui hadits-hadits Nabi yang berisi tafsir terhadap ayat ayat al-
Qur’an
8
penafsiran al-Qur’an setelah alQur’an itu sendiri dan Hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
1. Metode At-Tahlili
Secara harfiah, at-tahlili berarti terlepas atau terurai. Jadi, at-tafsir at-tahlili
adalah adalah metode penafsiran ayat-ayat Alquran melalui pendeskripsian
(menguraikan) makna yang terkandung dalam ayata-ayat Al-qur’an dengan
mengikuti tata tertib susunan atau urutan surat-surat dan ayat-ayat Alquran
yang diikuti oleh sedikit-banyak analisis tentang kandungan ayat itu.
2. Metode Al-Ijmali
3. Metode Al-Muqaran
4. Metode maudu’i
9
Nama dan istilah tafsir maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua,
adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian menghimpun
ayat-ayat Al-qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta
sebab turunnya ayat-ayat Alqur’an tersebut, kemudian penafsir memberiakn
keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.
Tafsir al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-qur’an atau as-
sunnah atau pendapat para sahabat, dalam rangaka apa yang dikehendaki Allah
tentang penafsiran Al-qur’an berdasarkan as-sunnah anNabawiyyah. jadi tafsir
bi al-riwayah adakalanya menafsirkan al-qur’an dengan al-qur’an, atau
menafsirkan al-qur’an dengan as sunnah anNabawiyyah, atau menafsirkan Al-
qur’an dengan yang dikutip dari pendapat sahabat.
10
b. Tafsir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah
Tafrir Al-qur’an dengan sunnah nabawiyyah ialah penafsiran Al-
qur’an dengan hadist Nabi Muhammad SAW. misalnya, Nabi Muhammad
SAW menafsirkan kata al-maghdub (orang-orang yang terkutuk) dengan
orang-orang Yahudi dan adh-dhallin (orang-orang yang sesat) dengan
orang-orang Nasrani pada ayat berikut: “ Tunjukilah kami jalan yang lurus
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”. (Q.S. AL-Fatihah:6-7).
11
b. Tafsir bi ar-ra’yi yang terpuji (al-mahmud)
Kata al-isyarah merupakan bentuk sinonim dari kata ad-dalil yanr berarti
tanda, petunjuk, indikasi, syarat, sinyal, perintah, panggilan, nasihat, dan saran.
Jadi tafsir bi al-isyarah adalah penakwilan al-qur’an dengan mengesampingkan
(makna) lahiriah karena ada isyarat (indikator) tersembunyi yang hanya bias
disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawuf.
1. Kitab-kitab tafsir
a. Buhuts fi ushul at-Tafsir wa Manahijuhu Kitab ini ditulis oleh Fadh bin
Abdurrahman ar-Rumi, seorang professor pada dirasah Al-qur’an di Riyadh.
Kitab ini terdiri dari 12 pembahasan, diantaranya membahas tentang ilmu
tafsir, ikhtilaf para mufassir, asalib, thuruk, dan manhaj mufassir serta
pembagian tafsir menjadi tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al- ra’yi.
b. At-Tahbir fi al-ilm al-tafsir Kitab ini ditulis oleh imam Jalaluddin As-suyuthi,
tertulis dalam kitab ini sekitar 102 cabang limu yang harus dikuasai oleh
seseorang yang ingin belajar Al-qur’an.
c. Al- iksir fi al-ilmu at-tafsir Kitab ini ditulis oleh Sulaiman bin Abdul Qawi
as-Sharshari atThufi, pembahasan dalam kitab ini diantaranya ialah
pembahasan tentang lafadz yang mesti ditafsirkan dan makna yang tidak
mesti ditafsirkan karena maknanya sendiri telah jelas dan pembahasan ilmu
al-mani dan al-bayan.
d. Tafsir al-jalalain Tafsir al-jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua
orang Al- hafidz, yaitu Al-hafidz Al mahali dan hafidz As suyuthi.
e. Tafsir ibnu Katsir Tafsir ibnu katsir merupakan sa;ah satu kitab tafsir yang
paling banyak diterima dan tersebar ditengah umat ini.
12
f. Tafsir Al-Maraghi Tafsir ini ditulis oleh Syaikh Ahmad Al-Maraghi yang
merupakan seorang ulama besar dari universits Al-Azhar Mesir.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang patut kita pelajari.
Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji,
memahami dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat
Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan
pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui
dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada
dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui,
maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab
segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini
semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi
rujukan dan sumber utama semua umat Islam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Prof. Dr. M.Ag, 2013. Ulum Al-qur’an. Bandung: Pustaka Setia
AS, Mudzakir, DRS, 2013. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa Izzan, Ahnad, Drs, M. Ag, 2009. Metodologi Ilmu Tafsir, Bndung:
Tafakur.
15