Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN STROKE

Disusun oleh :
Sri Wahyu Wilujeng, 1110019010

PRODI S2 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Definisi Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak atau secara
cepat dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global dan berlangsung lebih dari
24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak
yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi,
2011).
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kurang lebih
83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51% stroke
disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral
akibat proses aterosklerosis. Trombosis dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu
trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan
trombosis pada arteri kecil.
Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar, sedangkan 20% stroke
disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang masuk ke dalam korteks serebri
(misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis) dan yang menyebabkan
stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih 32% stroke disebabkan oleh emboli,
yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke
perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke (Washington University,
2011). Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit.
Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah
berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan
dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat,
bisa kemudian membaik/menetap.
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

B. Etiologi

Penyebab stroke menurut (Arif, 2010):


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri
besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Hutapea, 2015).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut:
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran
darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
b. Myokard infark
c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada endocardium.

2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah.
- Cardiac Pulmonary Arrest
- Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
- Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. Patofisiologi

Otak mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dengan berat hanya 2% dari
berat badan, menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang beredar. Pada keadaan
oksigenisasi cukup terjadi metabolisme aerobik dari 1 mol glukosa dengan menghasilkan
energi berupa 38 mol adenosin trifosfat (ATP) yang diantaranya digunakan untuk
mempertahankan pompa ion (Na-K pump), transport neurotransmitter (glutamat dll)
kedalam sel, sintesis protein, lipid dan karbohidrat, serta transfer zat-zat dalam sel, sedang
menghasilkan energi 2 ATP dari 1 mol glukosa (Alireza, 2009).
Keadaan normal aliran darah otak dipertahankan oleh suatu mekanisme otoregulasi
kuang lebih 58 ml/100 gr/menit dan dominan pada daerah abu-abu, dengan mean arterial
blood presure (MABP) antara 50-160 mmHg. Mekanisme ini gagal bila terjadi perubahan
tekanan yang berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut. Jika MABP kurang dari 50
mmHg akan terjadi iskemia sedang, jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi gangguan sawar
darah otak dan terjadi edema serebri atau ensefalopati hipertensif. Selain itu terdapat
mekanisme otoregulasi yag peka terhadap perubahan kadar oksigen dan karbondioksida.
Kenaikan kadar karbondioksida darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan
kenaikan oksigen menyebabkan vasokontriksi.
Nitrik-oksid merupakan vasodilator lokak yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler
(Arbour et all, 2005) Gangguan aliran darah otak akibat oklusi mengakibatkan produksi
energi menurun, yang pada gilirannya menyebabkan kegagalan pompa ion, cedera
mitokondria, aktivasi leukosit (dengan pelepasan mediator inflamasi), generasi 8 radikal
oksigen, dan kalsium dalam sel, stimulasi phospolipase dan protease, diikuti oleh pelepasan
prostaglandin dan leukotrien kerusakan DNA dan sitoskeleton, dan akhirnya terjadi
kerusakan membran sel. Perubahan komponen genetik mengatur unsur kaskade untuk
mengubah tingkat cedera. AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 metil 4 isoxazole asam
propionat) dan NMDA (N-metil d aspartat). ( Bott 2000 ).

Gambar 2.1 Patofisiologi Stroke

Tujuan utama dari intervensi adalah untuk memulihkan aliran darah nrmal otak
sesegera mungkin dan melindungi neuron karena mengganggu atau memperlambat
cascade iskemik. Studi menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan positron-
emission tomography (PET) menunjukkan bahwa iskemia akan cepat menghasilkan
kerusakan jaringan otak yang permanen (ischemic core) dan dikelilingi oleh hipoksia
tetapi berpotensi untuk diselamatkan (penumbra) bila segera dilakukan intervensi secepat
mungkin.

Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan
oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak 9 mengalami
perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam waktu 3 sampai 10
menit. Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat menjadi
infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang terserang stroke secara
permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang terkena. Stroke itu sendiri
disebabkan oleh adanya arteroskelorosis (Junaidi, 2011). Arteroskelorosis terjadi karena
adanya penimbunan lemak yang terdapat di dinding-dinding pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah kejaringan otak.
Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral tidak
adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Nurarif et
all, 2013).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :

a) Stroke Hemoragik

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol
di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke
adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan
intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm akibat
hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh
darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan
subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang
subarakhnoidal (Misbach, 2007)

b) Stroke Iskemik

Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tibatiba terganggu
oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh trombosis,
emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan penurunan atau
gangguan dalam aliran darah otak (CBF) yang mempengaruhi fungsi neurologis akibat
perampasan glukosa dan oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh
trombus arteri kecil atau besar, 20% adalah emboli berasal, dan lain-lain memiliki
penyebab yang tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan oleh gangguan aliran
darah arteri ke daerah tergantung dari parenkim otak oleh trombus atau embolus. Dengan
kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau jam), dari defisit
neurologis fokal konsisten dengan lesi vaskular yang berlangsung selama lebih dari 24
jam.

Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa etiologi dan
manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran darah ke otak, maka
akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak. EEG menunjukkan penurunan
aktivitas listrik dan seacara klinis otak mengalami disfungsi (Nemaa, 2015). Bila aliran
darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga
membran potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion
Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih
negatif (Wijaya, 2012). Sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi
membran sel masih 11 reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun
dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah 10 ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang
menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama
jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi (Trent MW, 2011). Oleh karena itu
terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi
sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. Terdapat dua patologi utama stroke iskemik
adalah :

a) Trombosis

Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi akibat perubahan
patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen
pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi
pada lapisan endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah terjadi
pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel otot polos
dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh penimbunan lemak yang terjadi
secara lambat pada dinding-dinding arteri yang disebut plak, sehingga dapat memblokir
atau menghalangi sama sekali aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya
aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah atau trombus yang
teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah dan akan membentuk 12 fibrin kecil ya
ng menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam otak buntu
akibat plak tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi
terganggu, sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim
fosfolipase yang akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan
pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian
sel ( Lakhan et al, 2009).

Apabila bagian trombus tadi terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran
darah menuju ke arteri yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada
arteri tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboil.

b) Emboli

Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari jantung. Sekali
stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan untuk rekuren relatif tinggi. Resiko
stroke emboli dari jantung meningkat dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya
prevelansi fibrilasi atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan
menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak tanpa tanda-tanda
klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset stroke emboli yang disertai infark
besar.
D. Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental

E. Faktor Resiko Stroke


Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor
risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak
dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko
terkena penyakit stroke. Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang
menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak
sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah
serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang
berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya
penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan faktor risiko
stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian stroke pada wanita
muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada
dinding arteri, menurunkan jumlah HDL, menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang
berperan dalam perkembangan arterosklerosis.
Mutmainna dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor risiko
kejadian stroke pada usia muda adalah perilaku merokok, riwayat diabetes mellitus,
riwayat hipertensi, riwayat hiperkolesterolemia. Variabel jenis kelamin bukan merupakan
faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal. Sedangkan hasil penelitian Handayani
(2013) menyebutkan bahwa insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Berdasarkan Guideline Pencegahan Stroke Primer oleh Goldstein (2009),
faktor risiko stroke dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

a) Usia

Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak.
Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan resiko
stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya degeneratif
organ-organ dalam tubuh (Nurarif et all, 2013).
Status umur berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu. Semakin bertambah
umur maka penalaran dan pengetahuan semakin bertambah. Tingkat kematangan
seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan
dimana individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap stresor yang
muncul. Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang akan bergantung dan peka
terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan kecemasan (Maslim,
2004). Berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009) :
1) Usia Muda 18-40 tahun
2) Usia Tua 41- 65 tahun
b) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia dewasa
awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden stroke lebih tinggi
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria
lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul
setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan 15 yang berperan
dapat melindungi wanita sampai mereka melewati masaMasa melahirkan anak
(Burhanuddin, Wahidudin, Jumriani, 2012).
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang yang sama juga
dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan
perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki risiko
terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20% daripada
wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga
baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena
stroke pada usia dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).

c) Genetik (herediter)

Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada risiko stroke.


Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang berperan dalam
terjadinya stroke.

d) Ras dan etnis

Insiden stroke lebih tinggi pada orang berkulit hitam daripada berkulit putih setelah
dilakukan kontrol terhadap hipertensi, dan diabetes mellitus. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi :
 Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul
perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh,
terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan
terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa besar tekanan darah itu,
seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan
kehadiran faktor risiko lain. Oleh karena itu, hipertensi diklasifikasikan oleh
AHA, 2017 sebagai berikut :
Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan
berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg,
baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial, maupun perdarahan
subaraknoid.

 Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar
1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi
kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang
menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari
semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding pembuluh
darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke
otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi
serangan jantung. Sementara bila yang tersumbat adalah pembuluh darah pada
bagian otak maka sering disebut stroke (Burhanuddin et all, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga
mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL
(lemak jahat) yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan
menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).

 Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak
dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah
dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah
sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapatmenurunkan
sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya
pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding
arteri.
Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular
(pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya
arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke
meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan
menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes melitus
diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang
kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan
siap saji yang tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas
bergerak (Burhanuddin et all, 2012).

 Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemia pada otak. Ini
disebabkan karena denyut jantung yang tidak teratur dapat menurunkan total
curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak berkurang (iskemia).
Selain itu terjadi pelepasan embolus yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah otak. Ini disebut dengan stroke iskemik akibat trombosis.
Seseorang dengan penyakit atau kelainan jantung beresiko terkena atroke 3 kali
lipat dari yang tidak memiliki penyaki atau kelainan jantung. (Hull, 1993)

 Obesitas
Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskuler dan stroke
(Wahjoepramono, 2005). Jika seseorang memiliki berat badan yang berlebihan,
maka jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh,
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Patel, 1995). Obesitas dapat juga
mempercepat terjadinya proses aterosklerosis pada remaja dan dewasa muda
(Madiyono, 2003). Oleh karena itu, penurunan berat badan dapat mengurangi
risiko terserang stroke.
Penurunan berat badan menjadi berat badan yang normal merupakan
cerminan dari aktivitas fisik dan pola makan yang baik.

 Merokok
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi
pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun
setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah
berhenti merokok.Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen
(faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arteriskle rosis dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat karena terjadi
viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan pembuluh darah
atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran melambat dan menyempit.
Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan
arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL (kolestrol baik) atau menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan
(Burhanuddin et all, 2012)
F. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa:
a. Defisit neurologis mendadak,
b. Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
c. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
d. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
e. Gangguan penglihatan,
f. Gangguan daya ingat,
g. Bicara pelo atau cadel,
h. Mual dan muntah,
i. Nyeri kepala hebat,
j. Vertigo,
k. Gangguan fungsi otak. (Smeltzer, 2002)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan atau
sumbatan arteri.
2. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total
meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Menunjukan daerah infark, perdarahan,
malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi doppler (USG doppler) Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
5. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG) Mengidentifikasi masalah pada
otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; klasifikasi
parsial dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.
7. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin, gula darah,
urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah, dan elektrolit.
(Batticaca, 2008)

H. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksaan medik pada klien dengan stroke meliputi:
1. Non pembedahan
a. Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien
dengan riwayat ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara
subkutan atau melalui IV drip.
b. Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c. Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu
menghancurkan trombotik dan embolik.
d. Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk menstabilkan
bekuan diatas anuarisma yang ruptur.
e. Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberika untuk mengatasi
vasospasme pembuluh darah.
2. Pembedahan
a. Karotid endarteretomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.
b. Superior temporal arteri-middle serebra arteri anatomisis dengan melalui daerah
yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi.
(Mansjoer, 2007)

I. Asuhan Keperawatan.
a. Pengkajian
Anamnesa pada stroke Menurut Muttaqin, (2008) meliputi:
1. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis pada klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh gambaran tentang kondisi emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Pengkajian koping yang digunakan klien juga penting di lakukan untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam lingkungan keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga perlu di lakukan setelah proses anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, hal ini bertujuan untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering
terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).

c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis
pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

g) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
h) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
i) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
j) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan
tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
k) Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
3. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
4. Pengkajian Sistem Motorik
a) Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
b) Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c) Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
5. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.
b. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi
lender.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
kelemahan umum
d. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan control otot,
gangguan kognitif
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia paralisis
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 inadekuat
h. Resiko jatuh berhubungan dengan mobilisasi fisik
L. FOKUS INTERVENSI

DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL
1 Setelah dilakukan tindakan Neurologic Monitoring (2620)
keperawatan selama ….. jam, - Monitor kesadaran,orientasi, GCS, dan memori
diharapkan perfusi jaringan - Monitor peningkatan kemampuan motorik, persepsi
cerebral adekuat, dengan K.H : sensori
Tissue Perfusion : Cerebral - Monitor tanda-tanda vital
(0406) - Monitor keluhan nyeri kepala, mual,dan muntah
- Fungsi neurologis meningkat - Observasi kondisi fisik klien
- Tidak ada kelemahan
- Tidak ada pusing Cerebral Perfusion Promotion (2550)
- Tidak ada gelisah - Konsultasi dengan dokter untuk menentukan posisi
kepala yang optimal dengan penempatan tempat
Neurological Status (0909) tidur yang sesuai dan pantau respon pasien terhadap
- Tanda vital stabil ( TD 120/80 posisi kepala
mmHg) - Beri terapi vasopressin,sesuai yang dianjurkan
- Fungsi motorik meningkat - Beri dan pantau terapi yang mempengaruhi osmotic
- Komunikasi baik dan loop-aktif diuretic dan kortikosteroid
- Tidak ada sakit kepala - Beri obat nyeri, jika perlu
- Beri dan pantau efek samping pemberian terapi
Neurological Status : Central antikoagulan, sesuai anjuran
Motor Control (0911) - Beri terapi antiplatelet dan thrombolitik, sesuai
- Postur tubuh seimbang anjuran
- Pantau tanda-tanda perdarahan
- Pantau status neurologi
- Hitung dan pantau tekanan perfusi serebral

a. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan


sekresi
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
b. Posisikan tubuh dan kepala lebih tiinggi
Setelah dilakukan tindakan menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
keperawatan bersihan jalan pengeluaran sekresi yang optimal
napas klien kembali efektif c. Lakukan penghisapan sekresi
2 dengan KH : d. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan
a. Pasien memperlihatkan napas setiap 4 jam
kepatenan jalan napas e. Berikan oksigenasi sesuai advis
b. Ekspansi dada simetris f.Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
c. Bunyi napas bersih saat Siapkan intubasi jika ada indikasi
auskultasi
d. Tidak terdapat tanda distress
pernapasan
GDS dan tanda vital dalam Exercise Therapy : Joint Mobility (0224)
batas normal - Gambarkan keterbatasan pergerakan sendi dan
efeknya terhadap fungsi
- Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program
Setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selam …. jam, - Monitor lokasi nyeri selama latihan
diharapkan adanya - Bantu pasien untuk mengoptimalkan gerak sendi
peningkatan mobilitas fisik, pasif/aktif
dengan K.H : - Dorong latihan ROM aktif sesuai program
Mobility (0208) - Beri reinforcement positif setiap kemajuan
- Peningkatan fungsi dan Exercise Therapy : Ambulation (0221)
kekuatan otot - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan
3 - ROM aktif/pasif meningkat - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Perubahan posisi adekuat - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
- Fungsi motorik meningkat secara mandiri sesuai kemampuan
Join Movement (0206) - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADL pasien
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
- Jari, pergelangan tangan, siku, - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
lengan kanan dapat digerakkan bantuan jika diperlukan
- Jari, lutut dan pergelangan
kaki kanan dapat digerakkan
Transfer Performance (0210)
- Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Self-care : Instrumental Communication Enhancement : Speech Deficit
Activity of Daily Living (4978)
(ADL) (0306) - Gunakan penerjemah, jika diperlukan
- Aktifitas fisik meningkat - Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika
diperlukan
Setelah dilakukan tindakan - Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi
keperawatan selama …. jam, wicara
diharapkan dapat - Dorong pasien untuk berkomunikasi secara
berkomunikasi kembali, perlahan dan untuk mengulangi permintaan
dengan K. H : - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Berdiri didepan pasien ketika berbicara
- Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh,
Anxiety Self Control (1402) gambar, daftar kosakata bahasa asing, dan lain-lain
- Mampu mengontrol respon untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang
ketakutan dan kecemasan optimal
terhadap ketidakmampuan - Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk
berbicara memberi stimulus komunikasi
Neurological Status : Cranial - Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam
Sensory/Motor Function menyampaikan informasi (bahasa isyarat)
4 (0913)
- Bicara jelas Support System Enhancement (5440)
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
- Tidak ada pelo - Identifikasi tingkat dukungan keluarga
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan
sosial dan masyarakat
- Nilai kecukupan sumber daya masyarakat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
- Sediakan layanan dengan cara yang penuh perhatian
dan mendukung
- Libatkan keluarga / orang lain yang signifikan /
Setelah dilakukan tindakan teman dalam perawatan dan perencanaan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan dapat melakukan Self-Care Assistence (1800)
perawatan diri secara mandiri, - Bantu ADL klien selagi klien belum mampu berdiri
dengan K. H : - Pahami semua kebutuhan ADL klien
Self-Care: Activities of Daily - Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non
living (ADL) (0300) verbal klien akan kebutuhan ADL
- Dapat melakukan aktivitas - Libatkan klien dalam pemenuhan ADL
dengan mandiri - Ajari klien untuk melakukan self care secara
(makan,berpakaian, toileting, bertahap
mandi, berhias, hygiene, - Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self
kebersihan mulut, berpindah) care di RS
- Ajari penggunaan terapi modalitas dan bantuan
mobilisasi secara aman
5
Pressure Management (3500)
- Rubah posisi tiap 2 jam
- Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang menonjol
- Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang
baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
- Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
- Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas terhadap kulit
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan tidak ada risiko
kerusakan integritas kulit, Airway Management (3140)
dengan K. H : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Tissue Integrity: Skin and - Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
Mucous Membranes (1101) - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Klien mau berpartisipasi tambahan
terhadap pencegahan luka - Monitor respirasi dan status O2
- Klien mengetahui penyebab - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
dan cara pencegahan luka keseimbangan
- Tidak ada tanda-tanda Oxygen Therapy (3320)
kemerahan atau luka - Pasang terapi oksigen lengkap dengan tabung
humidifier dan atur sesuai dosis
- Monitor keefektifan pemberian terapi oksigen
Medication Administration: inhalation (2311)
- Bantu pasien gunakan alat pengisap (inhaler) sesuai
6 Setelah dilakukan tindakan dosis
keperawatan selama ….. jam, - Bantu pasien cara menggunakan inhaler pada mulut
diharapkan pola nafas kembali atau hidung
baik, dengan K. H :
Respiratory status: Airway
Patency (0410)
- Tidak ada sesak nafas
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
- RR dbn (16-20 x/menit)
- Suara nafas vesikuler
- Tidak ada sesak nafas saat
istirahat
- Bernafas normal (tidak Environment Management (6480)
menggunakan otot bantu - Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
pernafasan) - Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
Respiratory status: Gas dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
exchange (0402) riwayat penyakit terdahulu pasien
- Tidak ada sianosis - Menghindari lingkungan yang berbahaya
7 Vital sign (0802) - Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah
- TD dbn (120/80 mmHg) dijangkau pasien
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Memindahkan barang-barang yang membahayakan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ….. jam,
diharapkan tidak ada risiko
cidera, dengan K. H :
Risk Control (1902)
- Pasien terbebas dari cidera
- Pasien mampu menjelaskan
cara/ metode untuk mencegah
cidera
- Pasien mampu menjelaskan
faktor risiko dari lingkungan
- Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah cidera
DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2010). Pengkajian Keperawatan Pada Praktik Klinik. . Jakarta: Salemba Medika.

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutapea, R. (2015). Kalimantan Barat, Penderita Stroke Tertinggi. Depok: tersedia dalam
www.sinarharapan.co/news/read/150513024/kalimantan-barat-penderita-stroke-tertinggi%20o
(diunggah pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 14:15 WIB, diakses pada tanggal 23 September 2018.

Mansjoer, A. d. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. . Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Organization, W. H. (2015). STEPwise approach to stroke surveillance. Geneva: tersedia dalam


www.who.int/chp/steps/stroke/en/ (diakses pada tanggal 23 September 2018, pukul 19.31 WIB).

Santosa, B. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika.

Smeltzer, d. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

American Hearth Journal, ( Guidline AHA 2017 )

Anda mungkin juga menyukai