Anda di halaman 1dari 15

Definisi Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat
tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman,1993).
Menurut Carpenito (2000), Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi
fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.
Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara
berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper,1996).
Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-
ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.

Manfaat Mobilisasi Dini


Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah :
1) Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot –otot perut
dan panggul akan kembali normal sehingga otot p[erutnya menjadi kuat kembali dan dapat
mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali
normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
2) Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan
yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu
akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya dengan cepat
3) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar
sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi


1) Peningkatan suhu tubuh
Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan
menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
2) Perdarahan yang abnormal
Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko
perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh
darah yang terbuka

3) Involusi uterus yang tidak baik


Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta
sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus
Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap
mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea :
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu paska operasi seksio sesarea harus tirah baring dulu.
Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari
kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan
trombo emboli
3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan

Manfaat Ambulasi Dini

Pelaksanaan ambulasi dini pada pasien akan memberikan efek positif terhadap sistem tubuh.

Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah:

(1) mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi: sistem integumen; kerusakan integritas kulit
seperti abrasi, sirkulasi darah yang lambat yang menyebabkan terjadinya atrofi otot dan perubahan
turgor kulit, sistem kardiovaskuler; penurunan kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatik, phlebotrombosis, sistem respirasi; penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi
volunter maksimal, penurunan ventilasi/ perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun, sistem
pencernaan; anoreksia, konstipasi, penurunan metabolisme, sistem perkemihan; menyebabkan
perubahan pada eleminasi urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria, sistem muskuloskeletal;
penurunan massa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot, sistem neurosensoris; kerusakan jaringan,
menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal, nyeri yang hebat.

(2) depresi

(3) perubahan tingkah laku

(4) perubahan siklus tidur

(5) perubahan kemampuan pemecahan masalah.


2.3.3 Persiapan Ambulasi Dini

Persiapan latihan fisik yang diperlukan pasien hingga memiliki

kemampuan ambulasi, antara lain:

a. Latihan otot-otot quadriceps femoris dan otot-otot gluteal:

1) Kerutkan otot-otot quadriceps sambil berusaha menekan daerah

popliteal. Seolah-olah ia menekan lututnya ke bawah sampai masuk

kasur sementara kakinya naik ke atas. Hitung sampai hitungan kelima.

Ulangi latihan ini 10-15 kali.

b. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu:

1) Bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat

traksi atau benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah dan

jumlah pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot

ekstremitas atas.

Universitas Sumatera Utara2) Menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan

genggaman.

3) Angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan

tangan sejauh mungkin.

4) Duduk di tempat tidur. Angkat tubuh dari tempat tidur, tahan selama

beberapa menit(Asmadi, 2008).

2.3.4 Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi

Banyak alat yang tersedia untuk membantu ketidakmampuan pasien

melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat dipilih dan lamanya waktu untuk

menggunakan alat tersebut tergantung pada ketidakmampuannya. Terlebih dahulu


terapis harus menentukannya apakah kekuatan otot pasien cukup dan

mengkoordinasikannya dengan program ambulasi (Gartland, 1987).

Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah: (1) kruk; dapat

digunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari logam dan kayu, misalnya

Conventional, Adjustable dan Lofstrand. Kruk biasanya digunakan pada pasien

fraktur hip dan ekstremitas bawah (2) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan,

mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari kayu atau logam, digunakan

pada pasien yang mengalami kelemahan pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu:

single straight-legged dan quad cane (3) walker adalah suatu alat yang sangat

ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari pipa logam, dan

mempunyai empat penyangga yang kokoh (Gartland, 1987; Potter & Perry, 2006; Wahyuningsih, 2005).

2.3.5 Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Ekstremitas Bawah

Setiap sendi pasien dengan kondisi tirah baring harus dilatih dan

digerakkan sesuai kemampuan geraknya untuk mempertahankan fungsinya.

Hubungan terapeutik dapat membantu pasien berpartisipasi dalam program

ambulasi yang telah dirancang. Program ambulasi dirancang sesuai kebutuhan

masing-masing pasien, kesehatan umum fisik, dan dampak disabilitas sendi

terhadap kehidupannya dan usia. Sasarannya adalah untuk mengembalikan pasien

ke jenjang fungsi tertinggi dengan waktu sesingkat mungkin sesuai prosedur

bedah yang dilakukan (Brunner & Suddarth, 2002).

Pasien biasanya mampu melakukan ambulasi bila mereka telah diyakinkan

bahwa gerakan yang akan diberikan perawat selama masih dalam batas terapeutik

sangat menguntungkan, ketidaknyamanan dapat dikontrol dan sasaran aktivitas


pasti akan tercapai (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien dengan ketidakmampuan

ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini

seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 sampai dengan 15 menit, kemudian

dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan

kebutuhan pasien (Lewis et al., 1998).

Tahapan pelaksanaan ambulasi dini yang dilakukan pada pasien pasca operasi yaitu:

a. Sebelum pasien berdiri dan berjalan, nadi, pernafasan dan tekanan darah pasien harus diperiksa
terlebih dahulu. Jika pasien merasakan nyeri, perawat harus memberikan medikasi

pereda nyeri 20 menit sebelum berjalan, karena penggunaan otot

untuk berjalan akan menyebabkan nyeri (Wahyuningsih, 2005).

c. Pasien diajarkan duduk di tepi tempat tidur, menggantungkan kakinya

beberapa menit dan melakukan nafas dalam sebelum berdiri. Tindakan

ini bertujuan untuk menghindari rasa pusing pada pasien.

d. Selanjutnya, pasien berdiri di samping tempat tidur selama beberapa

menit sampai pasien stabil. Pada awalnya pasien mungkin hanya

mampu berdiri dalam waktu yang singkat akibat hipotensi ortostatik.

e. Jika pasien dapat berjalan sendiri, perawat harus berjalan dekat pasien

sehingga dapat membantu jika pasien tergelincir atau merasa pusing

(Wahyuningsih, 2005; Stevens et al., 2000).

f. Perawat dapat menggandeng lengan bawah pasien dan berjalan

bersama. Jika pasien tampak tidak mantap, tempatkan satu lengan

merangkul pinggul pasien untuk menyokong dan memegang lengan

paling dekat dengan perawat, dengan menyokong pasien pada siku.

g. Setiap penolong harus memegang punggung lengan atas pasien

dengan satu tangan dan memegang lengan bawah dengan tangan yang lain.

h. Bila pasien mengalami pusing dan mulai jatuh, perawat


menggenggam lengan bawah dan membantu pasien duduk di atas

lantai atau di kursi terdekat (Wahyuningsih, 2005).

Universitas Sumatera Utarai. Pasien diperkenankan berjalan dengan walker atau tongkat biasanya

dalam satu atau dua hari setelah pembedahan. Sasarannya adalah berjalan secara mandiri.

j. Pasien yang mampu mentoleransi aktivitas yang lebih berat, dapat

dipindahkan ke kursi beberapa kali sehari selama waktu yang singkat (Brunner & Suddarth, 2002).

Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh

dokter bedah. Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang

dipasang pada kaki yang dibedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi

lima yaitu: (1) Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai.

Non weight bearing adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu

pasca operasi (2) Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat dari kaki pada

lantai saat melangkah tidak lebih dari 5 % beban tubuh (3) Partial Weight Bearing

(PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban tubuh, dilakukan

3-6 minggu pasca operasi (4) Weight Bearing as Tolerated (WBAT): tingkatannya

dari 50-100 % beban tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika merasa

sanggup melakukannya (5) Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa

100 % beban tubuh setiap melangkah, dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Pierson, 2002).

2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien

Pasca Operasi Ekstremitas Bawah

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi pada pasien pasca operasi adalah:

a. Kesehatan umum

Penyakit, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas, kurangnya


latihan fisik, dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada

fungsi muskuloskeletal (Kozier, 1987).

b. Tingkat kesadaran

Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami

perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.

c. Nutrisi

Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot, penurunan

jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisiensi protein, keseimbangan

nitrogen negatif, dan tidak adekuat asupan vitamin C (Potter & Perry, 2006).

d. Emosi

Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, dan pengahargaan

pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur

ambulasi (Kozier, 1987).

e. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan atau

keterampilan yang diperoleh melalui proses belajar. Pendidikan

menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada

keterampilan yang lebih baik dalam menggunakan dan mengevaluasi

informasi (Goldman, 2002). Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk

mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan dan

merubah perilaku yang tidak baik bagi mereka (WimGroot, 2005).

Jadi tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pada pasien pasca operasi
ekstremitas bawah.
f. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil

penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 1993). Rendahnya pengetahuan pasien mengenai

pentingnya ambulasi akan menghambat pelaksanaan ambulasi dini pasca operasi

A. KONSEP MEDIK
Pengertian
Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari
berbagai organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang
mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994).

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong, dan isi
Hernia (Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, 2005 : 523)

Hernia adalah masuknya organ kedalam rongga yang disebabkan oleh prosesus
vaginalis berobliterasi (paten) (Mansjoer, Arief, 200 : 382)

Hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/ sebagian dari organ
melalui lubang pada struktur disekitarnya.

Hernia inguinalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kanalis inguinal (lipat
paha). Operasi hernia adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengembalikan isi hernia pada posisi semula dan menutup cincin hernia.
Etiologi
 Hernia congenital:
Processus vaginalis peritoneum persisten

Testis tidak samapi scrotum, sehingga processus tetap terbuka

Penurunan baru terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran, sehingga processus belum sempat
menutupdan pada waktu dilahirkan masih tetap terbuka

Predileksi tempat: sisi kanan karena testis kanan mengalami desensus setelah kiri
terlebih dahulu.

Dapat timbul pada masa bayi atau sesudah dewasa.

Hernia indirect pada bayi berhubungan dengan criptocismus dan hidrocele

 Hernia didapat:
Ada factor predisposisi

Kelemahan struktur aponeurosis dan fascia tranversa

Pada orang tua karena degenerasi/atropi

Tekanan intra abdomen meningkat

Pekerjaan mengangkat benda-benda berat

Batuk kronik

Gangguan BAB, missal struktur ani, feses keras

Gangguan BAK, mis: BPH, veskolitiasis

Sering melahirkan: hernia femoralis (karisyogya.blog.m3-access.com).

Klasifikasi Hernia
a) Berdasarkan proses terjadinya hernia terbagi atas :

 Hernia bawaan (Kongenital)


 Hernia dapatan (akuisita)
b) Berdasarkan letak, Hernia terbagi atas :

 Hernia diafragma
 Hernia inguinalis
 Hernia umbilical
 Hernia strotalis
 Hernia insisional.
1. Hernia congenital:
- Hernia umbilikalis

- Hernia diafragnatika

- Hernia inguinalis lateralis

2. Hernia didapat:
- hernia inguinalis medialis

- Hernia femoralis

Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya
yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang
(Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur
melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut
(Nettina, 2001 : 253). Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah
sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216).

Berdasarkan sifatnya hernia terbagi menjadi:


Hernia reponible yaitu bila isi hernia dapat dimasukkan kembali. Usus keluar bila
berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk. Tidak
terdapat keluhan atau gejala obstruktif.
Hernia ireponible yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam
rongga, hal ini disebabkan perlengketan isi usus pada peritoneum kantong hernia.
Tidak ada keluhan nyeri atau tanda sumbatan usus.
Tanda Dan Gejala Hernia
1. Hernia reponible tanda dan gejalanya:
Pasien merasa tidak enak di tempat penonjolan.

Ada penonjolan di salah satu lokasi abdomen misalnya inguinal, femoralis dan lain-
lain. Benjolan timbul saat mengejan BAB, mengangkat beban berat ataupun saat
aktivitas berat dan hilang pada waktu istirahat baring.

Kadang-kadang perut kembung.

Apabila terjadi perlengketan pada kantung hernia dan isi hernia maka tidak dapat
dimasukkan lagi (ireponibel).

2. Hernia inkarserata, tanda dan gejalanya :

Adanya gambaran obstruksi usus dimana pasien mengalami obstipasi, muntah, tidak
flatus, perut kembung dan dehidrasi.

Terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.

Bila lelah terjadi strangulasi. Pasien mengalami nyeri hebat di daerahhernia, dimana
nyeri menetap karena rangsangan peritoneum. Pada pemeriksaan local ditemukan
benjolan yang tidak dapat dimasukkan lagi diserta nyeri tekan dan tergantung keadaan
isi hernia.
Dapat dijumpai tanda peritonitis atau terjadi abses local, keadaan ini merupakan
keadaan gawat darurat dan memerlukan pertolongan segera.

Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti
tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau
batukyang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal,
tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan
suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup
kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses
perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-
tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi
hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan
mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung
yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah
terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren.

Pathway bagan
Obesitas, batuk, kongental, mengedan, pengangkatan beban berat

Meningkatnya tekanan intra abdomen

Rusaknya integritas dinding otot perut

Alat tubuh atau organ akan terdorong keluar melalui defek

Penonjolan suatu organ

(hernia)

Penatalaksanaan medis
1) Terapi konservatif/non bedah meliputi :

 Pengguanaan alat penyangga bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset


pada hernia ventralis.
 Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan Hernia inkaseata yang tidak
menunjukkan gejala sistemik.
2) Terapi umum adalah terapi operatif.

3) Jika usaha reposisi berhasil dapat dilakukan operasi herniografi efektif.

4) Jika suatu operasi daya putih isi Hernia diragukan, diberikan kompres hangat
dan setelah 5 mennit di evaluasi kembali.
5) Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat sebaiknya digunakan
marleks untuk menguatkan dinding perut setempat.

6) Teknik hernia plastik, endoskopik merupakan pendekatan dengan pasien


berbaring dalam posisi trendelernberg 40 C.
O

7) Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,


antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.

8) Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan


dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengadan
selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat
memperburuk gejala-gejala.

9) Hindari aktivitas-aktivitas yang berat.

Komplikasi
 Hernia berulang,
 v Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
 Pendarahan yang berlebihan / infeksi lluka bedah,
 Luka pada usus (jika tidak hati-hati),
 Setelah herniografi dapat terjadi hematoma,
 Fostes urin dan feses,
 Residip,
 Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
B. KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :

 Ø Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer,
atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

 Ø Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.

 Ø Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).

 Ø Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

 Ø Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

 Ø Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi,
antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi)

Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


Periode pra-operatif (Doenges, 1999)

 Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis.


Periode post-operatif (Doenges, 1999).

 Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan


akibat tindakan operasi.
 Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
1. Perencanaan dan implementasi
a) Diagnosa periode pra-operatif (Doenges, 1999)

 Ø Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis


Tujuan : klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks, mampu tidur /
istirahat dengan tepat

Peristaltik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Peristaltik: adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan
gerakan semacam gelombang sehingga menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah keluar
kembali walaupun kita minum sambil menjungkirbalikan tubuh sekalipun.
Artikel bertopik anatomi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
denganmengembangkannya.

Anda mungkin juga menyukai