Anda di halaman 1dari 24

Ambulasi Dini dan ROM

Ns. Hardiyanto, M.Kep


Ambulasi Dini

  Menurut Kozier et al. (1995 dalam Asmadi, 2008) ambulasi adalah aktivitas
berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera
 pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun
dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi
pasien (Roper, 2002).  
 Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Keuntungan
dari latihan berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan pengkajian data
pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas (Berger & Williams,
1992). 
Manfaat Ambulasi Dini 

 Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi fraktur
karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak
melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 1989).
Manfat Ambulasi Dini:
 Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi 
 Mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan distensi abdomen 
 Mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi 
 Mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus 
 Penurunan intensitas nyeri 
 Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal (Asmadi, 2008; Craven & Hirnle, 2009;
Kamel et al, 1990; Lewis et al, 2000; Potter & Perry, 1999; Brunner & Suddarth, 2002). 
Persiapan Ambulasi Dini 
 Latihan otot-otot kuadriseps femoris dan otot-otot gluteal: 
(a) Instruksikan pasien mengkontraksikan otot-otot panjang pada paha, tahan selama 10 detik lalu
dilepaskan 
(b) Instruksikan pasien mengkontraksikan otot-otot pada bokong bersama, tahan selama 10 detik
lalu lepaskan, ulangi latihan ini 10-15 kali semampu pasien (Hoeman, 2001). 
 Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu: 
 bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat traksi atau benda yang beratnya
berangsur-angsur ditambah dan jumlah pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot
ekstremitas atas 
 menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan genggaman  
 duduk ditempat tidur atau kursi (Asmadi, 2008). 
Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi
adalah;
 kruk sering digunakan untuk meningkatkan mobilisasi, terbuat dari logam dan kayu dan sering
digunakan permanen. Kruk biasanya digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah, kedua
lengan yang benar-benar kuat untuk menopang tubuh, pasien dengan keseimbangan yang bagus 
 Canes  (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang terbuat dari kayu
atau logam, digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat,  meliputi tongkat berkaki
panjang lurus  (single straight-legged)  dan tongkat berkaki segi empat  (Quad cane) 
 walkers adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang  dan terbuat dari
logam, walker  mempunyai empat penyangga yang kokoh. Klien memegang pemegang tangan pada
batang dibagian atas, melangkah memindahkan walker lebih lanjut, dan melangkah lagi. Digunakan
pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh, usila,
pasien dengan masalah gangguan keseimbangan, pasien dengan fraktur hip dan ekstremitas bawah
(Gartland, 1987; Potter & Perry, 1999). 
Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah 

 Sitting balance  yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur dengan bantuan
yang diperlukan (Berger & Williams, 1992). 
 Pasien dengan disfungsi ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk ditempat tidur.
Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 sampai dengan 15 menit,
kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan
kebutuhan pasien (Lewis et al, 1998). 
 Jangan terlalu memaksakan pasien untuk melakukan banyak pergerakan pada saat
bangun untuk menghindari kelelahan.  Standing balance  yaitu melatih berdiri dan mulai
berjalan. Perhatikan waktu pasien turun dari tempat tidur apakah menunjukkan gejala-
gejala pusing, sulit bernafas, dan lain-lain. Tidak jarang pasien tiba-tiba lemas akibat
hipotensi ortostatik. Menurut  (Berger & Williams, 1992) 
 Memperhatikan pusing sementara adalah tindakan pencegahan yang
penting saat mempersiapkan pasien untuk ambulasi. Bahkan  bedrest
jangka pendek, terutama setelah cedera atau tindakan pembedahan dapat
disertai dengan hipotensi ortostatik. 
 Ketika membantu pasien turun dari tempat tidur perawat harus berdiri
tepat didepannya. Pasien meletakkan tangannya dipundak perawat dan
perawat meletakkan tangannya dibawah ketiak pasien. Pasien dibiarkan
berdiri sebentar untuk memastikan tidak merasa pusing. Bila telah
terbiasa dengan posisi berdiri, pasien dapat mulai untuk berjalan. 
 Ketika pasien mulai jalan perawat harus tahu weight bearing  yang diizinkan pada
disfungsi ekstremitas bawah (Lewis et al, 1998). Ada tiga jenis weight bearing
ambulation, meliputi; 
 Non weight bearing ambulation;  menggunakan alat Bantu jalan pada semua
aktivitas,  berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (menggantung) dilakukan
selama 3 minggu setelah paska operasi.  
 Partial weight bearing ambulation; menggunakan alat Bantu jalan pada sebagian aktivitas,
berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri dilakukan bila
kallus mulai terbentuk (3-6 minggu) setelah paska operasi  
 Full weight bearing ambulation; semua aktivitas sehari-hari tidak memerlukan bantuan
alat, berjalan dengan beban penuh dari tubuh dilakukan setelah 3 bulan paska operasi
dimana tulang telah terjadi konsolidasi (Lewis et al, 1998).  
PELAKSANAAN AMBULASI DINI
PASIEN PASCA OPERASI EKSTRIMITAS
BAWAH
 Tahapan pelaksanaan Ambulasi Dini yang dilakukan pada pasien pasca operasi yaitu:
 1.      Sebelum pasien berdiri dan berjalan, nadi, pernafasan dan tekanan darah pasien harus
diperiksa terlebih dahulu.
 2.      Jika pasien merasakan nyeri, perawat harus memberikan medikasi pereda nyeri. 20
menit sebelum berjalan, karena penggunaan otot untuk berjalan akan menyebabkan nyeri.
(Wahyuningsih, 2005)
 3.      Pasien diajarkan duduk di tempat tidur, menggantungkan kakinya beberapa menit dan
melakukan nafas dalam sebelum berdiri. Tindakan ini bertujuan untuk menghindari rasa
pusing pada pasien.
 4.      Selanjutnya pasien berdiri disamping tempat tidur selama beberapa menit sampai
pasien stabil. Pada awalnya pasien mungkin hanya mampu berdiri dalam waktu yang singkat
akibat hipotensi ortostatik
 5.      Jika pasien dapat berjalan sendiri, perawat harus berjalan dekat pasien sehingga dapat
membantu jika pasien tergelincir atau merasa pusing (Wahyu Ningsih, 2005; Steven S. et al.
2000)
 6.      Perawat dapat menggandeng lengan bawah pasien dan berjalan bersama, Jika pasien
tampak tidak mantap, tempatkan satu lengan merangkul pinggul pasien untuk menyokong
pasien pada siku.
 7.      Setiap penolong harus memegang punggung lengan atas pasien dengan satu tangan
dan memegang lengan bawah dengan tangan yang lain.
 8.      Bila pasien mengalami pusing dan mulai jatuh, perawat menggenggam lengan bawah
dan membantu pasien duduk di atas lantai atau di kursi terdekat (Wahyuningsih, 2005)
 9.      Pasien diperkenankan berjalan dengan walker atau tongkat biasanya dalam satu atau
dua hari setelah pembedahan.Sasarannya adalah berjalan secara mandiri.
 10.  Pasien yang mampu mentoleransi aktifitas yang lebih berat, dapat dipindahkan ke kursi
beberapa kali sehari selama waktu singkat (Brunner & Suddarth, 2002)
Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini pasien paska
operasi ekstremitas bawah adalah:  

 a. Kondisi kesehatan pasien  


 Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf
berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit,
berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas (Kozier & Erb, 1987).  
 Nyeri paska bedah kemungkinan disebabkan oleh luka bekas operasi tetapi kemungkinan
 Efek immobilisasi pada sistem kardiovaskular adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi
orthostatik adalah suatu kondisi ketidak mampuan berat dengan karakteristik tekanan darah
yang menurun ketika pasien berubah dari posisi horizontal ke vertikal 
 Kelelahan  dan kerusakan otot dan neuromuskular, kelelahan otot mungkin karena gaya
hidup, bedrest dan penyakit, keterbatasan kemampuan untuk bergerak dan beraktivitas
karena otot lelah menyebabkan pasien tidak dapat meneruskan aktivitas.
 Demam paska bedah dapat disebabkan oleh gangguan dan kelainan. Peninggian suhu
badan pada hari pertama atau kedua mungkin disebabkan oleh radang saluran nafas,
sedangkan infeksi luka operasi menyebabkan demam setelah kira-kira 1 minggu.
 Anemia adalah adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada
pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita.
 Emosi 
 Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang dapat
menurunkan kemampuan ambulasi yang baik. Seseorang yang mengalami perasaan tidak
aman, tidak termotivasi dan harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan
dalam ambulasi (Kozier & Erb, 1987).  
 Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas sehingga
lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan
kecemasannya jadi pasien mengalami keletihan secara fisik dan emosi (Potter & Perry,
1999). 
 Dukungan Sosial 
 Gottlieb (1983) mendefenisikan dukungan sosial sebagai info verbal atau non verbal,
saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dalam subjek didalam lingkungan soisialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya.
 Pengetahuan 
 Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal akan mengalami
peningkatan alternatif penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk
sensasi selama dan setelah penanganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi
secara aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan. 
ROM

 ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan


sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.
 Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
 Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Adapun tujuan dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
1.      Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan
kekuatan otot
2.      Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3.      Mencegah kekakuan pada sendi
4.      Merangsang sirkulasi darah
5.      Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
manfaat dari ROM (Range Of Motion), yaitu :
1.      Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
2.      Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3.      Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4.      Memperlancar sirkulasi darah
5.      Memperbaiki tonus otot
6.      Meningkatkan mobilisasi sendi
7.      Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
Adapun prinsip latihan ROM (Range Of Motion), diantaranya :
1.      ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
2.      Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital
dan lamanya tirah baring.
3.      Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu,
tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
4.      ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai
mengalami proses penyakit.
5.      Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di
lakukan.
ROM Aktif 
yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan energi
sendiri.
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan
sendiri secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %.

ROM Pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain (perawat) atau alat
mekanik.
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien
pasif). Kekuatan otot 50 %.

Anda mungkin juga menyukai