oleh:
Faridatul Isniyah
NIM 182311101031
PSIK
Universitas Jember
Prosedur tetap No No. Revisi: - Halaman:
Dokumen:
Tanggal Ditetapkan Oleh Ketua PSIK Universitas Jember
terbit:
1. Pengertian ankle pumping exercise merupakan suatu bentuk ambulasi dini yang
dilakukan dengan mengintervensi pergelangan kaki dengan gerakan
fleksi dan ekstensi
2. Tujuan untuk menggerakkan otot yang diimobilisasikan dan
melancarkan peredaran darah distal untuk mencegah atrofi
otot akibat imobilisasi
3. Indikasi 1. Terapi rehabilitasi post operasi
2. Pasien dengan pembengkakan
3. Pasien dengan bedrest/imobilisasi yang lama
4. Pasien dengan DVT
4. Kontra indikasi -
5. Persiapan pasien 2. Memberikan salam, memperkenalkan diri anda.
3. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
4. Memberi privasi kepada klien
6. Persiapan alat -
7. Cara kerja 1. Atur posisi dengan nyaman
2. Lakukan gerakan mendorong kaki ke atas
D. WEIGHT BEARING
Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh dokter
bedah. Weight Bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang dipasang pada kaki
yang dibedah. Tingkatan Weight Bearing dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu:
1. Non weight bearing (NWB)
a. Kaki tidak boleh menyentuh lantai
b. NWB adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 Minggu pasca operasi.
2. Touch Down Weight Bearing (TDWB). Berat dari kaki pada lantai saat melangkah
tidak lebih dari 5% beban tubuh.
3. Partial Weight Bearing (PWB)
a. Berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban tubuh.
b. Dilakukan 3-6 vMinggu pasca opersi.
4. Weight Bearing as Tolerated (WBAT)
a. Tingkatannya dari 50 – 100 % beban tubuh
b. Pasien dapat meningkatkan beban jika merasa sanggup melakukannya.
5. Full Weight Bearing (FWB)
a. Kaki dapat membawa 100 % beban tubuh setiap melangkah
b. Dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Prerson, 2002)
E. KOMPARTEMEN SINDROM
1. Definisi
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan
intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam
kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia,
paresis, disertai denyut nadi yang hilang. (Azar& DeLee 2003,Argenta, 2004)
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik, tergantung dari
penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya
sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka
bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang
berulang misalnya lari (Azar, 2003).
2. Anatomi
Fascia memisahkan serabut otot dalam satu kelompok. Kompartemen adalah merupakan
daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran dan fascia yang melibatkan
jaringan otot, saraf dan pembuluh darah (Cameron, 2006).
a. Pada regio brachium, kompartemen dibagi menjadi 2 bagian yaitu (Marc, 2001.,
Preston, 2002):
1) Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar
dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
interosseous posterior.
Pada regio antebrachium, kompartemen dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Marc,
2001., Preston, 2002):
1) Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar
dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
interosseous posterior.
3) Mobile wad : otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis
brevis, otot brachioradialis. Pada regio wrist joint, kompartemen dibagi menjadi 6
bagian yaitu (Marc, 2001., Preston, 2002):
a) Kompartemen I : otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
b) Kompartemen II : otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi
radialis longus.
Kompartemen III : otot ekstensor pollicis longus.
Kompartemen IV : otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
Kompartemen V : otot ekstensor digiti minimi.
b. Kompartemen VI : otot ekstensor carpi ulnaris.
Pada regio cruris, kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu (Marc, 2001., Preston,
2002):
1) Kompartemen anterior : otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus
peroneal profunda.
2) Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.
3) Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.
4) Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki,
nervus tibia.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya sindroma kompartemen adalah tekanan di dalam kompartemen yang
terlalu tinggi, lebih dari 30 mmHg. Adapun penyebab terjadinya peningkatan tekanan
intrakompartemen adalah peningkatan volume cairan dalam kompartemen atau penurunan
volume kompartemen. Peningkatan volume cairan dalam kompartemen dapat disebabkan
oleh (Marc, 2001). Peningkatan permeabilitas kapiler, akibat syok, luka bakar, trauma
langsung. Peningkatan tekanan kapiler, akibat latihan atau adanya obstruksi vena. Hipertrofi
otot. Pendarahan. Infus yang infiltrasi. Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan
oleh balutan yang terlalu ketat (Marc, 2001).
4. Etiology
Perkembangan sindroma kompartemen tergantung tidak hanya pada tekanan
intrakompartemen tapi juga tekanan sistemik darah. Patofisiologi sindroma kompartemen
melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan
jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia Azar
2003). Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan
menyebabkan kapiler kolaps, nutrisi tidak dapat mengalir keluar ke sel-sel dan hasil
metabolisme tidak dapat dikeluarkan. Hanya dalam beberapa jam, sel-sel yang tidak
memperoleh makanan akan mengalami kerusakan. Pertama-tama sel akan mengalami
pembengkakan, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan
terjadi pembengkakan lebih lanjut. Pembengkakan yang terus bertambah menyebabkan
tekanan meningkat. (Anglen, 1994 dan Kearns, 2004). Aliran darah yang melewati kapiler
akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya
hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif (misal : histamin,
serotonin) yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi
kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan
disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis (Rasul, 2005).
5. Diagnosis
Sindroma kompartemen dapat didiagnosis berdasarkan pengetahuan tentang faktor resiko,
keluhan subjektif dan adanya suatu tanda-tanda fisik dan gejala klinis. Adapun faktor resiko
pada sindroma kompartemen meliputi fraktur yang berat dan trauma pada jaringan lunak,
penggunaan bebat (Townsend, 2004&Pink, 2005). Gejala klinis yang umum ditemukan pada
sindroma kompartemen meliputi 5 P, yaitu (McRae, 2002):
1. Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-
otot yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2. Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu
atau keputihan.
3. Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.
4. Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi,
merupakan tanda yang lambat diketahui.
5. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat adanya gangguan perfusi
arterial. Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam
membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan kompartemen
dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran yang dari pemeriksaan fisik tidak
memberi hasil yang memuaskan. Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter(Townsend, 2004&Pink, 2005).
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen, antara lain (Amendola, 2009).
a. Teknik injeksi. Jarum ukuran 18 dihubungkan dengan spuit 20 cc melalui saluran
salin dan udara. Saluran ini kemudian dihubungkan dengan manometer air raksa
standar. Setelah jarum disuntikkan ke dalam kompartemen, tekanan udara dalam
spoit akan meningkat sehingga meniskus salin-udara tampak bergerak. Kemudian
tekanan dalam kompartemen dapat dibaca pada manometer air raksa.
b. Teknik Wick kateter. Wick kateter dan sarung plastiknya dihubungkan ke
transducer dan recorder. Kateter dan tabungnya diisi oleh three-way yang
dihubungkan dengan transducer. Sangat perlu untuk memastikan bahwa tidak ada
gelembung udara dalam sistem tersebut karena memberi hasil yang rendah atau
mengaburkan pengukuran. Ujung kateter harus dapat menghentikan suatu
meniskus air sehingga dapat dipastikan dan diketahui bahwa dalam jaringan
tersebut dilewati suatu trocar besar, kemudian jarumnya ditarik dan kateter dibalut
ke kulit.
6. TERAPI
Penanganan sindroma kompartemen meliputi :
a. Terapi medikal / non bedah. (11)
Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran
darah dan akan lebih memperberat iskemia.
Pada kasus penurunan volume kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut
kontriksi dilepas.
Mengoreksi hipoperfusi dengan cara kristaloid dan produk darah.
Pemberian mannitol, vasodilator atau obat golongan penghambat simpatetik.
b. Terapi pembedahan / operatif. Fasciotomi adalah pengobatan operatif pada sindroma
kompartemen dengan stabilisasi fraktur dan perbaikan pembuluh darah. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam (Wallace, 2007) Terapi untuk
sindroma kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang
dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka
tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi
kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan
debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan ), atau skin graft
mungkin diperlukan untuk menutup luka ini (Andrew,2007& Brian) Adapun indikasi
untuk melakukan fasciotomi adalah (Kalb, 2003):
Ada tanda-tanda klinis dari sindroma kompartemen.
Tekanan intrakompartemen melebihi 30 mmHg.
a) FASCIOTOMI PADA REGIO CRURIS
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen regio cruris : fibulektomy,
fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi
adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi
pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan
lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif (Azar&
Amendola, 2003). Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal
caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada
bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat
fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit
dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior
superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini
diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah
peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior
ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal (Azar& Amendola, 2003).
Fasciotomi insisi ganda (Mubarak dan Hargens) : Insisi sepanjang 20-25 cm
dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi
subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal
dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal
superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah
proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi
pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia.
Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena
dan nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk
mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial.
Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain
pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen
posterior profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi
kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada
kompartemen ini, segera dibuka (Azar& Amendola, 2003).
b) FASCIOTOMI PADA REGIO ANTEBRACHIUM
Pendekatan volar (Henry) dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan
superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari
proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal.
Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi
dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke
tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan
diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar.
Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm
di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan(Azar& Amendola, 2003).
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya
kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis
ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor
pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom
kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus
dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa
dekompresi yang adekuat telah dilakukan (Azar& Amendola, 2003). Pendekatan
Volar Ulnar Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan
pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas
tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan
bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial
pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke
carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris
dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat
arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada
kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi (Azar& Amendola, 2003).
Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah
didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal
(ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan
kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor.
Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat,
fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari
epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan. Batas antara ekstensor carpi
radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian
dilakukan fasciotomi (Azar& Amendola, 2003).
7. KOMPLIKASI (Kalb, 2003)
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia
pada jaringan tersebut.
Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan
kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih
dari beberapa minggu atau bulan.
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri.
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal
ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika
terjadi sepsis kegagalan organ secara multisistem.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi ,(2008). Tehnik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba medika
DeLee C Jesse, Drez David. Compartment syndrome in DeLee & Drez`s orthopaedic
sports medicine. Ed 2nd. Vol 1. Saunders. USA. 2003. p : 13-4
Argenta C Louis. Compartment syndromes in Basic sciense for surgeons. Saunders.
Philadelphia. 2004. p : 143-4
Brunner & Sudart (2002). Buku Ajar KeperawatanMedikal Bedah.( Alih Bahasa Rini, MA).
Jakarta EGC.
Beyer, Dudes (1997). The Clinical Practice Of Medical Surgical Nursing 2nd: Brown Co
Biston. Paula Richard. Compartment syndrome, extremity. Available at
http://www.emedicine.com. Accessed on May 28th 2007.
Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com. Accessed
on May 29th 2007.
Cameron Peter, Jelinek George. Compartment syndrome in Textbook of adult emergency
medicine. Ed 2nd. Churchill Livingstone. New York. 2004. p : 84-5
2007.
Andrew L, Chen. Compartment syndrome. Available at http://www.medlineplus.com.
Accessed on May 28th 2007.
Marc F Swiontkowski. Compartmental syndromes in Manual of orthopaedics. Ed 5th.
Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2001. p : 20-8
Preston R Miller, John M Kane. Compartment syndrome and rhabdomyolysis in The trauma
manual. Ed 2nd. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2002. p : 335-7
Wallace Stephen. Compartment syndrome, lower extremity. Available at
http://www.emedicine.com. Accessed on June 4th 2007.
Anglen J, Banovetz. Pathophysiology of compartment syndrome in The well leg resulting
from fracture table positioning. Clinical Orthopaedics & Related Research. 1994. p :
239-42
Kearns, Daly, Sheehan, Murray. Oral vitamin C reduces the injury to skeletal muscle caused
by compartment syndrome. Journal of Bone and Joint Surgery. Aug 2004.
Solomon Louis, Warwick David. Compartment syndrome in Appley`s system of
orthopaedics and fractures. Ed 8th. Oxford University Press. New York. 2001. p : 563-4
Townsend M Courtney, Beau Champ. Acute compartment syndrome in Textbook of surgery.
Ed 17th. Elsevier Saunders. USA. 2004. p : 554-7
Pink P Mitchell, Abraham Edward. Compartment syndrome in Textbook of critical care. Ed
5th. Elsevier Saunders. USA. 2005. p : 2099
McRae Ronald, Esser Max. Compartment syndromes in Practical fracture treatment.
Churchill Livingstone. New York. 2002. p : 99
Flandry Fred. Compartment syndrome : swelling out of control. Available at
http://www.hughston.com. Accessed on May 28th 2007.
Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic science,
management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003. p : 268-92
Brian J Awbrey, Shingo Tanabe. Chronic exercise-induced compartment syndrome of the leg.
Harvard Orthopaedic Journal.\
Kalb L Robert. Compartment syndrome evaluation in Procedures for primary care. Mosby.
USA. 2003. p : 1419-29
Frederick A. Compartmental syndromes. Available at http://www.wikipedia.org. Accessed on
June 4th 2007.
Braver Richard. Surgical pearls : How to test and treat exertional compartment syndrome.
American College of Foot and Ankle Surgeons. May 2002. p : 22-4
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta : EGC.
Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed
10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57
Kisner, et.al.(1996). TherapeuticExercise Foundation and Techniques. Edisi 3. F.A, Davis
Company, Phyladelpia. HAL 339-412.
Gardiner, M. Denna.(1996), The Principle of Exercise Therapy. Fourth Edition. Bel and
Hyman. London.