berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar,
misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang tetap terjaga.
Bergerak pasca operasi selain dihambat oleh rasa nyeri terutama di sekitar luka operasi,
bisa juga oleh beberapa selang yang berhubungan dengan tubuh, seperti; infus, cateter, pipa
nasogastrik (NGT = Nasogastric Tube), drainage tube, kabel monitor dan lain-lain. Perangkat ini
pastilah berhubungan dengan jenis operasi yang dijalani. Namun paling tidak dokter bedah akan
mengintruksikan susternya untuk membuka atau melepas perangkat itu tahap demi tahap seiring
dengan perhitungan masa mobilisasi ini. Untuk operasi di daerah kepala, seperti trepanasi,
operasi terhadap tulang wajah, kasus THT, mata dan lain-lain, setelah sadar baik, sudah harus
bisa menggerakkan bagian badan lainnya. Akan diperhatikan masalah jalan nafas dan
kemampuan mengkonsumsi makanan jika daerah operasinya di sekitar rongga mulut, hidung dan
leher. Terhadap operasi yang dikerjakan di daerah dada, perhatian utama pada pemulihan
terhadap kemampuan otot-otot dada untuk tetap menjamin pergerakan menghirup dan
mengeluarkan nafas. Untuk operasi di perut, jika tidak ada perangkat tambahan yang menyertai
pasca operasi, tidak ada alasan untuk berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan
kapan diit makanan mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi yang menyentuh saluran
pencernaan. Yang luka operasinya berada di areal punggung, misalnya pada pemasangan fiksasi
pada tulang belakang, kemampuan untuk duduk sedini mungkin akan menjadi target dokter
bedahnya. Sedangkan operasi yang melibatkan saluran kemih dengan pemasangan cateter dan
atau pipa drainage sudah akan memberikan keleluasaan untuk bergerak sejak dua kali 24 jam
pasca operasi. Apalagi operasi yang hanya memperbaiki anggota gerak, seperti operasi patah
tulang, sudah menjadi kewajiban pasien untuk menggerakkan otot dan persendian di sekitar areal
luka operasinya secepat mungkin.
Latihan fisik dan Mobilisasi yang dimaksud yaitu :
a. Latihan nafas dan batuk efektif
1. Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan
nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas
dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah
operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
- Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
- Memperbaiki fungsi diafragma.
- Memperbaiki mobilitas sangkar toraks.
- Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja
pernapasan.
- Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan
mengurangi kerja pernapasan
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
a. Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutu ditekuk dan
perut tidak boleh tegang.
b. Letakkan tangan diatas perut.
c. Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup
rapat.
d. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan
sedikit demi sedikit melalui mulut.
e. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
f. Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
2. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami
operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas
selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk
efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
a. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan
melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
b. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
c. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk
dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal
ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
d. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
e. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan
bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati
sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi,
pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses
penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang
pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena
takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas
keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan
lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga
Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan
secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri.
Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yaitu kebijaksanaan selekas mungkin membimbing penderita keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan serta merupakan aspek
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.
Mobilisasi dini juga didefenisikan sebagai suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang
dilakukan pasien setelah beberapa jam post/pasca operasi. Biasanya pasien diposisikan untuk
berbaring ditempat tidur agar keadaannya stabil. Posisi awal yaitu posisi trendelenburg (posisi
kaki lebih rendah dari pada kepala), kemudian dlanjutkan dengan posisi SIM kiri dan kanan,
serta posisi fowler.
1. Posisi Trendelenburg
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah posisi tidur pasien dalam posisi
bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki yang bertujuan entuk melancarkan aliran darah
ke otak pasca operasi.
Cara melaksanakan posisi tidur trendelenburg ini adalah sebagai berikut :
Memberi tahu pasien
Mencuci tangan
Mengangkat bantal
Memasang balok pada kedua kaki tempat tidur, di bagian kaki pasien atau menaikkan pada
bagian kaki bila ada tempat tidur yang bias diatur.
Merapikan pasien
Mencuci tangan.
2. Posisi Sim kanan dan kiri
Yang dimaksud dengan posisi tidur sims adalah posisi tidur dalam posisi setengah telungkup
Tujuan
a. Cairan pasca operasi tonsil dapat mengalir keluar dengan lancer
b. Memudahkan rectal touche.
Cara mengerjakan posisi tidur sims adalah sebagai berikut
1. Memberi tahu pasien
2. Mencuci tangan
3. Mengangkat bantal
4. Letakkan kedua tangan pasien di atas dada, kedua tungkai di tekuk.
5. Perawat memasukkan kedua lengannya ke bawah bahu dan pangkal paha.
6. Mengangkat dengan perlahan badan pasien, dan ditarik kearah perawat, kemudian dimiringkan
membelakangi perawat sampai dada menyentuh kasur, lengan di sisi yang tertindih diluruskan
sejajar dengan punggung.
7. Merapikan pasien.
8. Mencuci tangan
3. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk a.tau duduk, di mana bagian kepala tempat
tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.Bertujuan sebagai, mobilisasi, memberikan perasaan
nyaman pada pasien yang sesak napas, serta mencegah terjadinya dekubitus. Cara:
a. Dudukkan pasien
b. Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler (3045 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
c. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi laparatomi harus tirah baring dulu.
Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung
jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki
b. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah
trombosis dan trombo emboli
c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk
d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan.