Anda di halaman 1dari 2

Jangan Salah Mengartikan Rasa, Ini 7 Perbedaan Antara Cinta dan

Obsesi Saja

Rasa dalam hati manusia beraneka ragamnya. Ada suka, kagum, cinta, dan obsesi.
Membedakan antara suka, kagum, dan cinta akan lebih mudah. Suka atau kagum adalah rasa
yang berdasarkan pada ‘karena’. Sedangkan cinta, seringnya tanpa sebab yang pasti. Ataupun
kalau memang ada sebabnya, biasanya kamu nggak tahu apa.
Di sini cinta mirip-mirip dengan obsesi. Karena dalam obsesi, kamu juga seringnya nggak
tahu alasan di balik obsesimu. Cinta dan obsesi juga sama-sama membawa gejala sulit tidur, sulit
makan, dan apa-apa mengingatkamu padanya. Tapi tentu saja cinta dan obsesi itu beda. Nah,
sebelum kamu salah-salah mengartikan rasa yang ada dalam hati, ini dia perbedaan antara cinta
dan obsesi
1. Cinta adalah perasaan ingin terus memberi. Obsesi adalah rasa ingin terus memiliki.
Ada perbedaan mendasar antara cinta dan obsesi. Saat kita mencintai seseorang, kita
selalu ingin memberi dan membuat orang yang kamu cintai bahagia. Tapi jika perasaanmu itu
hanya berupa rasa ingin memiliki yang sangat kuat sampai kamu rela melakukan apa saja untuk
bisa memilikinya, itu adalah obsesi. Cinta memang perlu diperjuangkan. Tapi selalu ada
batasnya.
Seperti kata syair-syair pujangga, cinta tak selalu harus memiliki. Cinta bisa terjadi dan
terus ada, meski kamu hanya bisa menatapnya diam-diam dari jauh. Berbeda dengan obsesi,
perasaanmu padanya semata-mata hanya ingin memiliki. Rasa ingin memiliki itu tidak ada
batasnya, sebelum kamu benar-bena mendapatkannya, meski itu dengan cara-cara yang
negatif.

2. Cinta adalah saat kita belajar untuk menyayangi orang lain lebih dari diri sendiri. Sedang
dalam obsesi apapun yang kamu lakukan hanya demi dirimu sendiri
Saat kita jatuh cinta, adalah saat kita belajar untuk menyayangi dan mengusahakan yang
terbaik untuk orang lain. Karena cinta, kamu selalu ingin berusaha menjadi sosok yang lebih
baik setiap harinya. Kamu berusaha sekuat tenaga untuk memantaskan dirimu sehingga layak
bersanding dengannya. Tujuanmu hanya satu, membuatnya bahagia, yang berarti membuat
dirimu sendiri bahagia juga.
Tapi dalam obsesi, apapun yang kamu lakukan adalah demi dirimu sendiri. Hasrat untuk
memiliki itu begitu besarnya, dan kamu pun akan melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan. Berubah menjadi sosok lain bisa saja kamu lakukan, tapi itu bukan untuk
memantaskan diri agar bisa bersanding dengannya, tapi semata-mata untuk bisa membuatnya
menjadi milikmu.

3. Cinta adalah menerima — membiarkannya mengasah diri sendiri lalu memeluk hasilnya. Obsesi
adalah keinginan untuk membentuknya jadi sosok yang kamu suka
Saat kamu mencintai seseorang, kamu menerima dia apa adanya. Rasa suka yang kamu
punya nyaris tidak perlu usaha. Maksudnya, meski dia tampil begitu apa adanya, punya
kekurangan yang sering membuatmu sebal, terkadang bersikap begitu menjengkelkan, tapi
kamu tetap merasa senang bersamanya. Apa adanya dia kamu terima. Berdua kalian saling
berusaha untuk memantaskan diri demi hari-hari di masa depan.
Jika rasa yang kamu punya adalah obsesi, kamu akan memaksa dia untuk menjadi apa yang
kamu mau. Kamu mengharuskan dia begini dan begitu. Kamu memaksa untuk menerapkan
standarmu kepadanya, dan kamu tidak akan berhenti sampai dia benar-benar menjadi sosok
yang kamu inginkan.
4. Cinta tidak perlu pernyataan, karena cinta lebih dari sekadar kata-kata. Tapi obsesi
memerlukan penetapan. Status yang pasti harus kamu dapatkan sebagai tanda kamu memang
memilikinya
Karena cinta tak harus memiliki, cinta juga tidak membutuhkan pernyataan sejelas
proklamasi kemerdekaan. Banyak cinta yang hanya dipendam dalam hati, dan banyak juga dua
orang yang bersama saling mengasihi dan menyayangi meski tidak pernah ada pernyataan cinta
di antara keduanya. Cinta lebih dari sekadar kata-kata.
Sementara dalam obsesi, pernyataan yang tegas dan jelas perlu kamu dapatkan. Dia harus
mengatakan ‘aku cinta kamu selamanya’ dan membuktikan pernyataannya dengan perbuatan-
perbuatan yang jelas terlihat. Jika itu belum terjadi, kamu selalu merasa belum aman dan
tidak tenang. Obsesi selalu membutuhkan pernyataan tegas bahwa kamu memang memilikinya.

5. Memang tidak ada yang mau patah hati dan sakit hati. Tapi jika ketakutanmu akan
ditinggalkan begitu kuat dan rela melakukan apapun agar dia tidak pergi, mungkin kamu
hanya terobsesi
Orang bilang ketika kita jatuh cinta, kita harus siap juga untuk patah hati. Memang tidak
ada orang yang mau patah hati, tapi memang begitulah adanya. Terkadang rasa cinta yang kita
berikan tidak berbalik sebanding dengan apa yang kita dapatkan. Apa yang mati-matian kita
pertahankan, ternyata memang lebih baik untuk dilepaskan. Cinta tidak pernah egois. Meski
terkadang menyakitkan, tapi ada batas-batas yang jelas apakah hubungan bisa diteruskan
atau tidak.
Sementara obsesi, ketakutan akan ditinggalkan itu begitu nyata… Rasa insecure itu
begitu hebat kamu rasakan, karena kamu tidak bisa membayangkan bagaimana jika akhirnya
dia meninggalkanmu. Dan untuk membuatnya tetap tinggal, kamu akan melakukan segala cara.
Kamu tidak mau tahu apa isi perasaannya, yang jelas dia harus tetap bersamamu .

6. Cinta memberikan kebebasan, karena cinta juga butuh ruang untuk berkembang. Tapi jika
kamu hanya terobsesi, bersikap posesif dan membatasi segala kegiatannya akan kamu lakukan
Cinta juga butuh jarak. Jika cintamu benar-benar nyata, kamu akan memberinya ruang
untuk berkembang. Tentu karena kamu dan dia punya rencana di masa depan. Dan kamu
tahu bahwa dunianya tidka hanya terpusat kepadamu saja. Kamu memberinya kebebasan, dan
kalian sama-sama berkembang untuk menjadi yang lebih baik.
Dalam obsesi, kamu memaksakan dirimu untuk jadi pusat dunianya. Kamu sering bersikap
posesif dan membatasi segala aktivitasnya. Kamu juga sering merasa curiga dia
mengkhianatimu di belakang. Semua itu karena rasa tak tenang dalam pikiranmu karena takut
ditinggalkan.

7. Yang paling utama, jika perasaanmu hanya obsesi saja, saat dia sudah menjadi milikmu, rasa
itu juga akan menghilang dengan sendirinya. Karena obsesimu telah terpuaskan
Karena obsesi adalah hasrat ingin memiliki semata, saat kamu berhasil mendapatkannya,
perasaan dalam dirimu juga akan perlahan-lahan menghilang. Obsesi dalam dirimu sudah
terpenuhi, sehingga apa yang sudah kamu miliki tidak menarik lagi. Ibaratnya, saat kamu
begitu ingin makan di sebuah restoran X. Kamu berusaha sekuat tenaga, mengumpulkan uang
karena konon katanya mahal, meluangkan waktu di sela-sela jadwal yang padat, dan ketika
akhirnya kamu berhasil makan di sana, kamu hanya akan merasa ‘Oh begini.’. Begitu pula
dengan obsesi. Rasa yang menggebu itu akan hilang jika dia yang kamu inginkan sudah menjadi
milikmu.

Sekilas cinta dan obsesi memang sulit dibedakan. Apalagi kalau kamu sedang dilanda
asmara. Seringnya kita kesulitan memilah apakah perasaan kita cinta yang sesungguhnya atau rasa
penasaran semata. Sebelum semuanya terlambat, ada baiknya kamu belajar untuk memahami
perasaanmu sendiri agar tidak tersesat di ruang yang salah.

Anda mungkin juga menyukai