Anda di halaman 1dari 23

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN


DI KELAS IV.B SD NEGERI 1 LANGSA
TAHUN PELAJARAN 2014/2015

NURHAFNI, S.Pd
Guru SD Negeri 1 Langsa

Abstraksi
penelitian ini berkaitan tentang Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Pecahan di Kelas IV.B SD Negeri 1
Langsa Tahun Pelajaran 2014/2015.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar matematika pada materi pecahan dengan menerapkan
pembelajaran matematika realistik di kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa tahun pelajaran
2014/2015.
Dari hasil penelitian dapat dilihat telah terjadi peningkatan hasil belajar pada materi
pecahan dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik bagi murid kelas IV.B SD
Negeri 1 Langsa. Peningkatan nilai rata-rata kelas yaitu 60,92 pada pra siklus naik menjadi
76,05 pada siklus I dan naik menjadi 85,21 pada siklus II.
Pada akhir pembelajaran murid sudah sangat aktif dan terjadi perubahan pemahaman
murid menjadi lebih baik sehingga hasil belajar murid meningkat dengan demikian dapat
disimpulkan dengan penerapan pembelajaran matematika realistik pada materi pecahan
dapat meningkatkan hasil belajar bagi murid kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa.

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf kehidupan adalah melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan faktor yang penting peranannya di dalam proses kehidupan dan
perkembangan suatu bangsa. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,
peningkatan kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan, baik kurikulum pembelajaran, tenaga
pendidik, maupun strategi pembelajaran di dalam kelas yang terkait dengan persiapan guru
dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Dalam hal ini guru merupakan komponen utama
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan sumber daya manusia. Guru sebagai ujung
tombak dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dituntut kreativitasnya untuk mencari
berbagai metode dan strategi yang tepat untuk meningkatkan minat murid dan ketuntasan hasil
belajar.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak murid yang menganggap pelajaran
matematika sulit sehingga banyak materi pelajaran tidak dikuasai dengan baik. Hal ini dapat
diketahui dari hasil ulangan harian, sebagian besar nilai siswa masih dibawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75 sedangkan rata-rata kelas sebesar 60,92. Hal ini bisa

1
terjadi karena tidak adanya strategi yang dilakukan oleh guru agar para muridnya bisa
menyukai matematika. Oleh karenanya peneliti mencoba untuk menggunakan pendekatan baru
dalam upaya mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini yaitu menerapkan
pendekatan realistik.
Pembelajaran melalui pendekatan realistik merupakan salah satu alternatif dalam
perbaikan kualitas pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran ini murid mempunyai
kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan
matematika formal. Selanjutnya, murid diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.
Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung
berorientasi kepada memberi informasi dan menggunakan matematika yang siap pakai (read
made) untuk memecahkan masalah-masalah.
Pecahan merupakan materi yang penting di sekolah dasar, karena merupakan dasar
dalam belajar matematika lebih lanjut. Selain itu juga banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam bidang ilmu lain. Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh
kebanyakan murid mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang terkait dengan
pecahan. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan materi pecahan dengan
kehidupan sehari-hari dan murid kurang diberikan kesempatan untuk menemukan dan
mengkonstruksikan sendiri ide-idenya. Ini merupakan salah satu penyebab kegagalan murid
dalam memahami materi pecahan.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika pada Materi Pecahan di Kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa Tahun Pelajaran
2014/2015”.
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah
penerapan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika
pada materi pecahan di kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa tahun pelajaran 2014/2015?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar matematika pada materi pecahan dengan menerapkan pembelajaran
matematika realistik di kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa tahun pelajaran 2014/2015.

Ada beberapa manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan:

2
(1) sebagai pengalaman dan masukkan dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna
bagi murid sehingga dapat meningkatkan hasil belajar murid dan menciptakan suasana
kelas yang interaktif dalam pembelajaran matematika,
(2) sebagai referensi para pembaca dalam menggunakan pembelajaran matematika realistik
terhadap materi belajar yang tepat, dan
(3) sebagai bahan masukkan terutama praktisi pendidikan yang lebih kompeten dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas adalah suatu tindakan yang melibatkan guru
dan murid secara bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan. Murid melakukan kegiatan
belajar untuk mendapatkan tingkah laku baru yang dibuktikan dengan perilaku baru yang
ditunjukkan siswa. Sedangkan tindakan guru adalah mengajar, yakni mengupayakan murid
belajar dan mendapatkan pengetahuan baru. Murid akan memiliki pengetahuan, keterampilan,
sikap atau nilai-nilai tertentu melalui proses belajar.
Belajar menurut Rutumanan (2004:1) adalah suatu tahapan aktifitas yang menghasilkan
perubahan prilaku dan mental yang relatif tetap sebagai bentuk respon terhadap suatu situasi
atau sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Pembelajaran menurut
Rutumanan (2004:1) adalah upaya untuk membangkitkan inisiatif dan peran siswa dalam
belajar. Sedangkan Sukmadinata (2006:318) menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya
guru menciptakan situasi agar siswa belajar, meliputi penggunaan berbagai metode dan media
pembelajaran.
Ibrahim dan Sudjana (200:15) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif dimulai
dari lingkungan belajar yang berpusat pada diri siswa, siswa aktif dan guru sebagai fasilitator.
2. Sumber Belajar
Sumber belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan
kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan dalam proses belajar-mengajar. Depdiknas (2002) menjelaskan
bahwa sumber belajar yang utama bagi guru adalah sarana cetak seperti buku, brosur, majalah,
surat kabar, poster, lembar informasi, peta, foto dan lingkungan sekitar.
Dengan kata lain, peranan sumber belajar seperti guru dan berbagai macam sumber
belajar lainnya memungkinkan individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

3
mengerti menjadi mengerti, dari tidak terampil menjadi terampil dan dapat membedakan yang
baik dan yang tidak baik.
3. Hasil Belajar
Kemampuan intelektual murid dapat menentukan keberhasilan murid dalam
memperoleh hasil belajar yang baik (prestasi). Untuk mengetahui belajar tidaknya seseorang
maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil belajar yang akan
diperoleh murid setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Sehubungan dengan prestasi belajar, menurut Sudjana (2002:22) prestasi belajar adalah
“kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Prestasi belajar menunjukkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh murid dalam menerima,
mengolah dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengertian yang di kemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang di capai oleh murid setelah
mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar seorang murid sesuai dengan tingkat
keberhasilannya ketika mempelajari materi pelajaran dinyatakan dalam bentuk nilai atau
raport. Setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar selalu mengadakan
evaluasi untuk melihat prestasi yang telah dicapai oleh muridnya. Hasil dari evaluasi dapat
memperlihatkan tentang tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.
4. Konstruktivis dalam Belajar
Gravemeijer (dalam Purnama, 2007: 11) menyatakan bahwa dalam mendesain
pembelajaran matematika realistik terdapat tiga prinsip dasar, yaitu:
1) Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided
reinvention and progressive mathematizing). Menurut prinsip reinvention, murid harus
diberi kesempatan untuk mengalami suatu proses yang sama dengan proses ketika
konsep matematika itu ditemukan.
2) Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) situasi dimana topik
matematika yang diberikan diterapkan untuk dua alasan yaitu pertama: menyatakan
berbagai kegunaan yang harus diantisipasi dalam perintah, kedua: mempertimbangkan
kecocokan sebagai pengaruh yang kuat untuk proses matematika progresif.
3) Mengembangkan model sendiri (self-developed models). Pertama adalah model situasi
nyata dari kebiasaan murid dengan proses generalisasi dan formalisasi model menjadi
satu kesatuan dalam diri murid. Model yang dikembangkan sendiri oleh murid berperan
menjembatani perbedaan antara pengetahuan informal dan matematika formal,
diilustrasikan pada gambar berikut:

Formal
knowledge

Model-for
Model-of
4
Situations
Contoh: (dalam Johar, 2006: 83)

Masalah: Dalam suatu pesta, gelas minuman disusun berjajar seperti terlihat pada gambar
berikut.

Selanjutnya diberikan arahan melalui pertanyaan berikut.


 “Dapatkah kamu menyatakan banyak gelas tersebut?” (murid menggunakan strategi
informal, mungkin murid menghitung satu persatu)
 “Dapatkah kamu menyatakan banyak gelas tersebut tanpa membilang/ menghitung satu
persatu?” (murid menggunakan strategi informal yang mengarah pada penjumlahan
berulang)
 “Tiga gelas yang berada pada susunan paling atas disebut baris pertama, setelah itu
baris kedua, ketiga, dan seterusnya. Ada berapa baris susunan gelas tersebut?”
 “Baris yang terdiri dari tiga buah gelas berulang berapa kali?”
Baris berulang Jumlah dalam tiap baris Jumlah semua

4 x 3 12
=
Empat Kali Tiga Sama dengan dua belas
Dengan kata lain 3 + 3 + 3 + 3 = 4 x 3 = 12.
Dalam PMR, prosedur standar diajarkan setelah membiarkan murid melakukan prosedur
informal, sehingga dalam proses belajar dimulai dengan situasi dimana model matematika
diperoleh dari penjumlahan yang berulang.
Graveimeijer (dalam Mukhlis, 2005: 23) mengemukakan 5 karakteristik pendekatan
realistik, yaitu :
(1) Menggunakan masalah kontekstual (the use of contex)
Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dengan
sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik pembelajaran harus
merupakan masalah sederhana yang dikenal murid.

5
(2) Menggunakan model (the use models, bridging by vertical instruments)
Istilah model berkaitan dengan model situasi yang dikembangkan sendiri oleh murid
sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain
dengan menggunakan instrumen vertikal seperti model-model, skema-skema, diagram-
diagram, simbol dan sebagainya.
(3) Menggunakan kontribusi murid (student contribution)
Kontribusi yang besar pada proses belajar diharapkan datang dari murid, artinya semua
pikiran (konstruksi dan produksi) murid diperhatikan.
(4) Proses pengajaran yang interaktif (Interactivity)
Mengoptimalkan proses belajar mengajar dan terdapat interaksi yang terus menerus
antar murid dengan murid, murid dengan guru dan murid dengan sarana dan prasarana
merupakan hal penting dalam pembelajaran matematika realistik, sedemikian hingga
setiap murid mendapatkan manfaat positif dari interaksi tersebut.
(5) Terintegrasi dengan topik lainnya (Intertwining)
Matematika merupakan ilmu yang terstruktur, oleh karena itu keterkaitan dan
keterintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung
terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna sehingga memunculkan
pemahaman secara serentak.

5. Tinjauan terhadap Materi Pecahan di SD


Dalam salah satu materi matematika SD terdapat materi pecahan
a. Pecahan sebagai Bagian dari Keseluruhan
 Menyatakan Pecahan dalam Gambar
Bilangan pecahan dapat digunakan untuk menyatakan banyaknya bagian dari satu
benda utuh yang dibagi menjadi bagian-bagian yang sama besar.
Contoh:
1) Sari ingin membagi sebuah coklat chunky bar kepada 5 orang temannya dengan ukuran
yang sama besar. Berapa bagiankah coklat yang diperoleh masing-masing temannya?

Keterangan: Gambar yang di sebelah kanan adalah coklat yang telah di potong-potong menjadi
bagian yang sama besar.

Jawab:
2
Masing-masing teman Sari mendapatkan bagian.
10
2)

6
Dari gambar di atas, daerah yang diarsir merupakan berapa bagian dari keseluruhan gambar
tersebut?
Jawab:
3
bagian dari keseluruhan
6
 Mengurutkan Pecahan Berpenyebut Sama
Cara mengurutkan pecahan sejenis adalah dengan menggunakan pembilang pecahan
tersebut dari terkecil ke terbesar atau dari terbesar ke terkecil.
Contoh:
1) Sebuah kue brownis dibagi menjadi 10 bagian dan diberikan ke masing-masing anak
2
dengan banyak bagian yang berbeda-beda. Yani mendapat bagian , Risa mendapat
10
1 4 3
bagian , Zaki mendapat bagian , Toni mendapat bagian .
10 10 10

Urutkanlah pecahan tersebut dari terkecil hingga terbesar!


Jawab:
1 2 3 4
, , ,
10 10 10 10
2) Letakkan pecahan berikut pada garis bilangan :
1 2 4 6 5 3 8 7
0, , , , , , , , .
10 10 10 10 10 10 10 10
Jawab:
1 2 3 4 5 6 7 8
0
10 10 10 10 10 10 10 10

A. Menentukan Bentuk Sederhana Suatu Pecahan


Cara menyederhanakan pecahan adalah dengan membagi pembilang dan penyebut
dengan bilangan yang sama sampai keduanya tidak lagi mempunyai faktor sekutu.
Contoh:
12
1) Tentukan pecahan paling sederhana dari !
24
Jawab:
12  2 62 33 1
= = =
24  2 12  2 6  3 2
12 1
Jadi, pecahan yang paling sederhana dari adalah
24 2

7
2) Rini memberikan roti kepada Dina sebanyak bagian yang diarsir di bawah ini:

Sedangkan Santi memberikan roti kepada Lani sebanyak bagian yang diarsir di bawah ini:

Berapa bagiankah roti yang diperoleh Dina?


Berapa bagiankah roti yang diperoleh Lani?
Apakah Dina dan Lani memperoleh roti dengan bagian yang sama?
Jawab:
2
Roti yang diperoleh Dina adalah bagian, sedangkan roti yang diperoleh Lani adalah
4
1
bagian. Roti yang diperoleh Dina dan Lani adalah sama.
2

2.5 Kerangka Berfikir


Secara Skematis kerangka berfikir dapat diuraikan sebagai berikut:

Guru: Siswa:
Kondisi Pembelajaran Nilai matematika
Awal Secara rendah
Konvensional

SIKLUS I :
Penggunaan Pembelajaran
Matematika Realistik
Menerapkan
Pembelajaran
Tindakan Matematika
Realistik SIKLUS II :
Penggunaan Pembelajaran
Matematika Realistik

Diduga melalui Penerapan


Pembelajaran Matematika
Kondisi
Realistik dapat meningkatkan
Akhir
Hasil Belajar Matematika pada
materi pecahan di kelas IV.B SD
Negeri I Langsa tahun pelajaran
2014/2015

2.6. Hipotesis Tindakan

8
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis membuat suatu hipotesis
tindakan sebagai berikut: Melalui penerapan pembelajaran matematika realistik dapat
meningkatkan hasil belajar matematika pada materi pecahan di kelas IV.B SD Negeri I Langsa
Tahun Pelajaran 2014/2015.
B. METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif sedangkan jenis penelitian
adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Pendekatan kualitatif adalah berusaha mengungkapkan
gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks melalui pengumpulan data dari latar
alami.
Lokasi Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 1 Langsa beralamat Jl. penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2015.
Adapun pembagian waktu penelitian dapat diperincikan seperti pada tabel 1.
Subjek pada penelitian ini adalah murid kelas IV.B SD Negeri 1 Langsa, jumlah murid
di dalam kelas adalah 38. Pada kelas IV.B dengan komposisi perempuan 15 siswa dan laki-laki
23 siswa.
Prosedur Penelitian menurut Yasin dkk (dalam Sakdiah dan Johar, 2008: 2)
mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian kualitatif yang
partisipatoris dan kolaboratif, yang berawal dari pengklasifikasian beberapa masalah yang
menarik perhatian yang dirasakan bersama oleh suatu kelompok. Pelaksanaan kegiatan belajar
untuk setiap kali pertemuan dilakukan sesuai dengan siklus penelitian tindakan kelas (Action
Research), yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), refleksi
(refleksi).
Acting

Planning Siklus Observing

Refleksi
Model Action Research menurut Kurt Lewin (Buletin Pelangi Pendidikan, 2001: 15).

 Perencanaan
Pada tahap perencanaan, guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai
dengan analisis materi pelajaran (AMP). Guru juga mempersiapkan alat dan bahan serta
perangkat pembelajaran lainnya yang dibutuhkan.
 Tindakan

9
Lalu guru melakukan tindakan, yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan RPP yang telah dipersiapkan.
 Observasi
Kemudian, peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung.
1) Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengajar
Lembar observasi kemampuan guru digunakan untuk memperoleh data tentang
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Lembar observasi diberikan kepada
pengamat untuk diisi dengan cara menuliskan cek (√) sesuai dengan keadaan yang diamati,
pengamat adalah guru matematika yang mengajar di kelas yang diteliti.
2) Lembar Observasi Aktivitas Murid
Lembar observasi ini digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas murid selama
pembelajaran. Lembar observasi ini diisi setiap 5 menit dengan menuliskan kode atau nomor
kategori aktivitas murid yang sesuai. Pengamat adalah dua orang mahasiswa yang telah dilatih
terlebih dahulu tentang teknik pengisian lembar pengamatan tersebut.
 Refleksi
Hasil refleksi yang diperoleh dijadikan pedoman untuk melakukan revisi terhadap
berbagai kekurangan yang terdapat pada siklus I.
Skema siklus penelitian tersebut yang terdiri atas 2 siklus jika divisualisasikan maka
akan terlihat seperti gambar berikut:
Action Research
Refleksi Awal

Rencana
Refleksi
Observasi Siklus I Revisi
Tindakan
Rencana
Refleksi
Observasi Siklus II Revisi
Tindakan
Laporan
Gambar Skema Siklus Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Action Research)

10
C. PEMBAHASAN
1. Deskripsi Kondisi Awal
Proses belajar mengajar sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara
konvensional. Guru menjelaskan pembelajaran, siswa hanya mendengar penjelasan dari guru
serta pembelajaran cenderung pasif dan sangat membosankan.
Melihat kondisi pembelajaran yang cenderung kaku dan monoton sehingga berdampak
pada nilai yang diperoleh siswa kelas IV.B pada materi pecahan sebelum siklus I (pra siklus)
seperti pada tabel 2. Banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam
mempelajari materi tersebut. Hal ini diindikasikan nilai hasil belajar di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75.
Tabel 2. Nilai Tes Pra Siklus
Hasil Hasil Jumlah
No Arti Lambang persen
(Angka) (Huruf) Siswa
1. 85-100 A Sangat baik - 0%
2. 75-84 B Baik 6 15,79%
3. 65-74 C Cukup 5 13,16%
4. 55-64 D Kurang 27 71,05%
5. <54 E Sangat kurang - 0%
Jumlah 38 100%
Sumber : Hasil tes awal
Berdasarkan hasil analisis dalam bentuk tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah
murid yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yang mendapat nilai B
(baik) sebesar 15,79% atau 6 murid, dan yang mendapat nilai C (cukup) sebesar 13,16% atau
sebanyak 5 murid, dan yang mendapat nilai D (kurang) sebesar 71,05% atau sebanyak 27
murid, sedangkan nilai E (sangat kurang) yang mendapat nilai sangat kurang 0% atau
sebanyak tidak ada.
Dari hasil tes tersebut, sebagian besar murid belum mencapai ketuntasan belajar, hanya
sebagian kecil yang telah mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan dapat dilihat dari tabel
berikut ini :
Tabel 3. Ketuntasan belajar murid hasil pra siklus
Jumlah siswa
No Ketuntasan belajar Pra siklus
Jumlah Persen
1. Tuntas 6 15,79%
2. Belum tuntas 32 84,21%
Jumlah 38 100%

11
Berdasarkan pada tabel 3 di atas, diketahui murid kelas IV.B yang memilki nilai kurang
dari KKM 75 sebanyak 32 murid. Dengan demikian jumlah murid yang belum mencapai
ketuntasan belajar minimum sebanyak 32 siswa (84,21%). Sedangkan yang mencapai
ketuntasan hanya 6 murid (15,79%).
Hasil pra siklus yang diperoleh dari tes awal dapat ditunjukan seperti tabel berikut ini :
Tabel 4. Rata-rata hasil tes pra siklus

No Keterangan Nilai
1. Nilai tertinggi 80
2. Nilai terendah 50
3. Nilai rata-rata 60,92

Adapun dari hasil tes pra siklus dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah
80, nilai terendah 50, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 60,92. Hal ini terjadi karena proses
pembelajaran selama ini menunjukkan muris masih pasif, murid masih belajar secara
individual. Murid telihat jenuh dan bosan karena pembelajaran selalu monoton.
2. Observasi Siklus I
a. Hasil tes siklus I
Hasil observasi pada siklus I dapat dideskripsikan seperti pada tabel 5 berikut ini. untuk
memperjelas data hasil tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 5. Rekap hasil nilai tes siklus I
Hasil Hasil Jumlah
No Arti Lambang Persen
(Angka) (Huruf) Siswa
1. 85-100 A Sangat baik 8 21,05%
2. 75-84 B Baik 19 50%
3. 65-74 C Cukup 8 21,05%
4. 55-64 D Kurang 3 7,90%
5. <54 E Sangat kurang - 0%
Jumlah 38 100%
Sumber : Hasil tes siklus I

Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa jumlah murid yang mendapat nilai A
(sangat baik) sejumlah 8 murid atau 21,05%, yang mendapat nilai B (baik) sejumlah 19 murid
atau 50%, dan yang mendapat nilai C (cukup) sebanyak 8 murid atau 21,05%, dan yang
mendapat nilai D (kurang) sebanyak 3 murid atau 7,90%, sedangkan nilai E (sangat kurang)
yang mendapat nilai sangat kurang sebanyak tidak ada atau 0%.

12
Dari hasil tes tersebut, sebagian murid sudah mencapai ketuntasan belajar, hanya
sebagian lagi belum mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan dapat dilihat dari tabel
berikut ini :
Tabel 6. Ketuntasan Belajar Murid Hasil Tes Siklus I
Jumlah siswa
No Ketuntasan belajar
Jumlah Persen
1. Tuntas 27 71,05%
2. Belum tuntas 11 28,95%
Jumlah 38 100%

Berdasarkan ketuntasan belajar murid, 27 murid atau 71,05% yang sudah mencapai
kriteria ketuntasan belajar, sedangkan 11 murid atau 28,95% belum mencapai ketuntasan dari
38 jumlah seluruh murid.
Adapun dari hasil nilai siklus I dapat diperjelas dengan nilai tertinggi 95, nilai terendah
60 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 76,05 seperti tertera pada table 7 di bawah ini:
Tabel 7. Rata-rata hasil tes siklus I
No Keterangan Nilai
1. Nilai tertinggi 95
2. Nilai terendah 60
3. Nilai rata-rata 76,05

b. Hasil observasi tindakan siklus I


Guna kelancaran dalam melaksanakan penelitian dalam hal ini peneliti dibantu oleh dua
orang pengamat (observer) yaitu teman sejawat. Hal yang diamati oleh pengamat dalam
penelitian adalah kegiatan murid dan kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung.
Pemberian skor pada lembar observasi berdasarkan jumlah deskriptor yang muncul saat
kegiatan berlangsung. Untuk lebih jelasnya, hasil observasi oleh pengamat terhadap kegiatan
murid disusun dalam bentuk tabel 8 di bawah ini:
Tabel 8. Aktivitas Murid selama Kegiatan Pembelajaran
Persentase Aktifitas Murid
Kategori Pengamatan dalam Pembelajaran (%)
RPP I RPP II
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan 52,38 44,44
guru/teman.
Membaca/memahami masalah di LKM. 13,49 4,76
Menyelesaikan masalah atau menemukan solusi 9,52 21,43
pemecahan masalah.

13
Membandingkan hasil temuan diskusi kelompok 6,35 5,56
dengan hasil diskusi kelompok lainnya.
Bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru 5,56 3,97
atau teman sekelompok.
Menarik kesimpulan suatu konsep yang ditemukan 2,38 1,59
atau suatu prosedur yang dikerjakan.
Perilaku yang tidak relevan dengan KBM. 10,32 18,25

Berdasarkan tabel hasil pengamatan aktivitas murid dan mengacu pada kriteria waktu
ideal aktivitas murid dalam pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas murid
untuk masing-masing kategori pada setiap RPP adalah tidak efektif. Terutama pada kategori
mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru/ teman dan perilaku yang tidak relevan dengan
KBM. Ini disebabkan karena dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat beberapa siswa yang
kurang aktif dan kurang bisa bekerja sama dengan kelompoknya, siswa lebih suka belajar
sendiri sehingga anggota kelompok yang lain tidak diperdulikan sehingga ketika mereka
mempresentasikan hasil diskusinya banyak anggota kelompok yang tidak bisa, ini diakibatkan
karena kurangnya kerjasama antar anggota kelompok dan murid juga kurang terbiasa dalam
mempresentasikan hasil diskusi, hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan
peneliti dengan beberapa murid yang menyatakan bahwa mereka kurang bisa bekerjasama
dengan kelompoknya, karena di dalam kelas biasanya murid belajar secara individu sementara
sekarang mereka harus bekerja sama, sehingga masih ada rasa egois dan tidak mau mengalah
pada diri murid, kemudian murid juga masih kebingungan dengan pembelajaran matematika
realistik sehingga dalam menyelesaikan LKM murid masih terhambat.
Berikut ini adalah hasil pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran
matematika realistik:
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Matematika Realistik
No Aspek yang diamati RPP I RPP II
1. Kemampuan mengajukan permasalahan 4 5
kontekstual yang dikenal murid dan sesuai
dengan materi pelajaran.
2. Kemampuan menginfornasikan langkah- 4 5
langkah pembelajaran.
3. Kemampuan menggunakan alat peraga yang 4 5
sesuai dengan materi pelajaran.
4. Kemampuan menarik minat murid menerima - 5
pelajaran dibandingkan pertemuan sebelumnya.
5. Kemampuan membimbing murid memahami 4 5
permasalahan realistik.
6. Kemampuan memotivasi murid. 4 5
7. Kemampuan membantu murid menyelesaikan

14
masalah yang telah diajukan dengan:
7.1 Memandu diskusi 4 5
7.2 Mengajukan pertanyaan interaktif. 3 5
7.3 Menumbuhkan rasa percaya diri pada murid 4 5
terhadap jawaban yang diperolehnya. 4 5
7.4 Menghargai setiap jawaban murid.
8. Membantu murid mengembangkan sikap saling 4 4
menghargai terhadap perbedaan pendapat yang
muncul.
9. Membantu murid menyimpulkan jawaban yang
benar dengan:
9.1 Mengarahkan dan memberi kesempatan 3 4
sehingga murid menemukan sendiri jawaban
yang benar.
9.2 Membantu murid mengembangkan 4 5
sikap menghargai teman yang mempunyai
jawaban yang belum benar.
9.3 Membantu murid mengembangkan
sikap berbesar hati jika jawabannya 4 4
belum benar.
9.4 Menciptakan situasi murid tidak merasa 3 5
takut salah atau ditertawakan.
9.5 Memberi penguatan terhadap kesimpulan 4 5
yang diperoleh murid.

Berdasarkan hasil penelitian data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemampuan
guru mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh guru dalam setiap
aspek selama pertemuan pertama dan kedua adalah berkisar antara 4 sampai 5. Nilai ini
mencapai kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran baik dan sangat baik berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
3. Wawancara
Wawancara dilaksanakan setelah kegiatan kelompok selesai. Kegiatan wawancara
dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa anggota kelompok. Wawancara diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana perasaan murid dalam memahami materi. Setiap murid memberi
tanggapan yang berbeda-beda. Dari hasil wawancara dapat diperoleh bahwa murid kurang bisa
bekerjasama dengan kelompoknya, karena di dalam kelas biasanya murid belajar secara
individu, sehingga masih ada rasa egois pada diri murid, kemudian murid juga masih
kebingungan dengan pembelajaran matematika realistik sehingga dalam menyelesaikan LKM
murid masih terhambat. Hasil wawancara juga digunakan sebagai bahan refleksi.

4. Refleksi
Berdasar hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat
adanya pengurangan jumlah murid yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal. Pada pra

15
siklus jumlah murid yang dibawah KKM sebanyak 32 siswa dan pada akhir siklus I berkurang
menjadi 11 siswa.
Tabel 10. Perbandingan Hasil Nilai Tes Prasiklus dan Siklus I
Hasil tes Jumlah siswa yang berhasil
No
(dalam huruf) Pra siklus Siklus I
1. A (85-100) - 8
2. B (75-84) 6 19
3. C (65-74) 5 8
4. D (55-64) 27 3
5. E (<54) - -
Jumlah 38 38

Peningkatan ketuntasan belajar murid tampak pada tabel 11 di bawah ini, jika
dibandingkan hasil pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11. Perbandingan Ketuntasan Belajar Murid Hasil Pra Siklus dengan Siklus I

Ketuntasan Jumlah siswa


No Pra siklus Siklus I
Belajar
Jumlah Persen Jumlah Persen
1. Tuntas 6 15,79% 27 71,05%
2. Belum tuntas 32 84,21% 11 28,95%
Jumlah 38 100% 38 100%

Peningkatan hasil rata-rata kelas nampak ada perubahan dari pra siklus dengan siklus I.
Peningkatan nilai rata-rata kelas dapat dilihat dari tabel 12 di bawah ini:
Tabel 12. Perbandingan Nilai Rata-Rata Pra Siklus dan Siklus I

No Keterangan Pra siklus Siklus I


1. Nilai tertinggi 80 95
2. Nilai terendah 50 60
3. Nilai rata-rata 60,92 76,05

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran
matematika realistik mampu meningkatkan hasil belajar murid khususnya pada materi
pecahan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah murid yang tuntas, pada pra siklus murid
yang tuntas sebanyak 6 murid (15,79%) sedangkan pada siklus I naik menjadi 27 murid
(71,05%). Rata-rata nilai murid juga mengalami kenaikan, di prasiklus rata-rata nilai murid
sebesar 60,92 sedangkan disiklus I naik menjadi 76,05. Walaupun sudah mengalami kenaikan
seperti tersebut diatas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil

16
observasi aktivitas murid berdasarkan tabel hasil pengamatan dan mengacu pada kriteria waktu
ideal aktivitas murid dalam pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas murid
untuk masing-masing kategori pada setiap RPP adalah tidak efektif. Terutama pada kategori
mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru/ teman dan perilaku yang tidak relevan dengan
KBM. Ini disebabkan karena kurangnya kerjasama antar anggota kelompok dan murid juga
kurang terbiasa dalam mempresentasikan hasil diskusi, hal ini juga diperkuat dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa murid yang menyatakan bahwa mereka
kurang bisa bekerjasama dengan kelompoknya, karena di dalam kelas biasanya murid belajar
secara individu sementara sekarang mereka harus bekerja sama, sehingga masih ada rasa egois
dan tidak mau mengalah pada diri murid, kemudian murid juga masih kebingungan dengan
pembelajaran matematika realistik sehingga dalam menyelesaikan LKM murid masih
terhambat. Sedangkan hasil penelitian data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemampuan
guru mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh guru dalam setiap
aspek selama tiga kali pertemuan adalah berkisar antara 4 sampai 5. Nilai ini mencapai
kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran baik dan sangat baik berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan.
Dengan melihat kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I maka guru harus lebih
optimal dalam mengayomi murid agar mau bekerja sama dengan murid yang lain, guru juga
harus menjelaskan indahnya hidup dan bekerja sama antar sesama murid dan guru harus lebih
detail dalam menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran matematika realistik karena
pembelajaran ini merupakan pembelajaran baru yang diterapkan guru, sehingga diharapkan
pada siklus yang ke II pembelajaran akan lebih baik lagi.
3. Observasi Siklus II
a. Hasil Tes Siklus II
Hasil observasi pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada tabel 13 berikut ini.
untuk memperjelas data hasil tes siklus pertama dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 13. Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II


Hasil Hasil Jumlah
No Arti Lambang persen
(Angka) (Huruf) Siswa
1. 85-100 A Sangat baik 18 47,37%
2. 75-84 B Baik 17 44,73%
3. 65-74 C Cukup 3 7,90%

17
4. 55-64 D Kurang - 0%
5. <54 E Sangat kurang - 0%
Jumlah 38 100%
Sumber : Hasil tes siklus II
Berdasarkan hasil analisis dalam bentuk tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah
murid yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 47,37% atau sebanyak 18 murid, yang
mendapat nilai B (baik) sebesar 44,73% atau sebanyak 17 murid, dan yang mendapat nilai C
(cukup) sebesar 7,90% atau sebanyak 3 murid, dan yang mendapat nilai D (kurang) dan E
(sangat kurang) tidak ada.
Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan pada tabel berikut ini :
Tabel 14. Ketuntasan belajar murid hasil tes siklus II
Jumlah siswa
No Ketuntasan belajar Siklus II
Jumlah Persen
1. Tuntas 35 92,10%
2. Belum tuntas 3 7,90%
Jumlah 38 100%

Berdasarkan pada tabel 14, diketahui murid yang mencapai ketuntasan sebanyak 35
murid (92,10%), sedangkan yang belum tuntas sebanyak 3 murid (7,90%).
Adapun dari hasil nilai siklus II dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi 100
dan nilai terendah 70, dengan nilai rata-rata 85,21, seperti tertera pada tabel 15 di bawah ini:
Tabel 15. Rata-rata hasil tes siklus II

No Keterangan Nilai
1. Nilai tertinggi 100
2. Nilai terendah 70
3. Nilai rata-rata 85,21

b. Hasil observasi siklus II


Pelaksanaan tindakan siklus II telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang dibuat
karena murid telah terbiasa belajar dalam situasi secara berkelompok sehingga kegiatan
tersebut sudah terlihat aktif dan baik.

18
Kegiatan observasi terhadap kegiatan murid dilakukan oleh seorang pengamat yaitu
guru kelas lainnya. Hasil observasi terhadap kegiatan peneliti dapat dilihat pada tabel 16
berikut :
Tabel 16. Aktivitas Murid selama Kegiatan Pembelajaran
Persentase Aktifitas Murid
Kategori Pengamatan dalam Pembelajaran (%)
RPP II RPP III
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan 51,59 50
guru/teman.
Membaca/memahami masalah di LKM. 13,49 13,49
Menyelesaikan masalah atau menemukan solusi 15,08 15,08
pemecahan masalah.
Membandingkan hasil temuan diskusi kelompok 1,59 3,97
dengan hasil diskusi kelompok lainnya.
Bertanya/menyampaikan pendapat/ide kepada guru 6,35 6,35
atau teman sekelompok.
Menarik kesimpulan suatu konsep yang ditemukan 3,17 4,76
atau suatu prosedur yang dikerjakan.
Perilaku yang tidak relevan dengan KBM. 8,73 5,55

Berdasarkan tabel hasil pengamatan aktivitas murid dan mengacu pada kriteria waktu
ideal aktivitas murid dalam pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas murid
untuk masing-masing kategori pada setiap RPP adalah kurang efektif. Terutama pada kategori
mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru/ teman dan perilaku yang tidak relevan dengan
KBM. Ini disebabkan karena kekurangan pada peneliti yang kurang dapat mengontrol murid
yang mempunyai semangat luar biasa. Antusias murid ketika presentasi, aktivitas murid ketika
proses pembelajaran berlangsung.
Berikut ini adalah hasil pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran
matematika realistik:
Tabel 17. Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Matematika
Realistik

No Aspek yang diamati RPP III RPP IV


1. Kemampuan mengajukan permasalahan 5 5
kontekstual yang dikenal murid dan sesuai
dengan materi pelajaran.
2. Kemampuan menginfornasikan langkah- 5 5
langkah pembelajaran.
3. Kemampuan menggunakan alat peraga yang 5 5
sesuai dengan materi pelajaran.
4. Kemampuan menarik minat murid menerima 5 5
pelajaran dibandingkan pertemuan sebelumnya.

19
5. Kemampuan membimbing murid memahami 5 5
permasalahan realistik.
6. Kemampuan memotivasi murid. 5 5
7. Kemampuan membantu murid menyelesaikan
masalah yang telah diajukan dengan:
7.1 Memandu diskusi 5 5
7.2 Mengajukan pertanyaan interaktif. 5 5
7.3 Menumbuhkan rasa percaya diri pada murid 5 5
terhadap jawaban yang diperolehnya. 5 5
7.4 Menghargai setiap jawaban murid.
8. Membantu murid mengembangkan sikap saling 5 5
menghargai terhadap perbedaan pendapat yang
muncul.
9. Membantu murid menyimpulkan jawaban yang
benar dengan:
9.1 Mengarahkan dan memberi kesempatan 5 5
sehingga murid menemukan sendiri jawaban
yang benar.
9.2 Membantu murid mengembangkan
5 5
sikap menghargai teman yang mempunyai
jawaban yang belum benar.
9.3 Membantu murid mengembangkan
sikap berbesar hati jika jawabannya 5 5
belum benar.
9.4 Menciptakan situasi murid tidak merasa 4 5
takut salah atau ditertawakan.
9.5 Memberi penguatan terhadap kesimpulan 4 5
yang diperoleh murid.

Berdasarkan hasil penelitian data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemampuan
guru mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh guru dalam setiap
aspek selama pertemuan ketiga dan keempat adalah berkisar antara 4 sampai 5. Nilai ini
mencapai kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran baik dan sangat baik berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
c. Wawancara
Wawancara dilaksanakan setelah kegiatan kelompok selesai. Kegiatan wawancara
dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa anggota kelompok wawancara diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana perasaan murid dalam memahami materi. Dari hasil wawancara
dapat diperoleh bahwa kebanyakan murid sudah memahami langkah-langkah dari
pembelajaran matematika realistic sehingga mereka senang di dalam belajar dan mereka sangat
senang belajar dengan menggunakan pembelajaran tersebut, sehingga mereka ingin selalu
belajar dengan menggunakan pembelajaran tersebut khususnya pada materi yang sulit. Hasil
wawancara juga digunakan sebagai bahan refleksi.
d. Refleksi

20
Berdasarkan hasil nilai pra siklus, siklus I dengan hasil tes kemampuan siklus II dapat
diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dapat
meningkatkan hasil belajar murid. Untuk lebih jelasnya pada tabel dibawah ini, dipaparkan
hasil refleksi pada siklus II.
Tabel 18. Perbandingan Hasil Nilai Tes Awal Pra Siklus, Siklus I Dengan Siklus II
Hasil tes Jumlah siswa yang berhasil
No
(dalam huruf) Pra siklus Siklus I Siklus II
1. A (85-100) - 8 18
2. B (75-84) 6 19 17
3. C (65-74) 5 8 3
4. D (55-64) 27 3 -
5. E (<54) - - -
Jumlah 38 38 38

Jika dibandingkan hasil pra siklus, siklus I dan siklus II, dapat dilihat peningkatan
ketuntasan belajar murid dan nilai rata-rata pada tabel beriku:
Tabel 19. Perbandingan Ketuntasan Belajar Murid Hasil Tes Pra Siklus,
Siklus I dengan Siklus II
Jumlah siswa
Ketun Pra siklus Siklus I Siklus II
No
Tasan
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
1. Tuntas 6 15,79% 27 71,05% 35 92,10%
2. Belum tuntas 32 84,21% 11 28,95% 3 7,95%
Jumlah 38 100% 38 100% 38 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran
matematika realistick mampu meningkatkan hasil belajar murid khususnya pada materi
pecahan . Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah murid yang tuntas, pada pra siklus murid
yang tuntas sebanyak 6 murid (15,79%), pada siklus I naik menjadi 27 murid (71,05%) dan
pada siklus II naik lagi menjadi 35 siswa (92,10%). Rata-rata nilai murid juga mengalami
kenaikan, di pra siklus rata-rata nilai murid sebesar 60,92, di siklus I naik menjadi 76,05 dan
pada siklus II naik lagi menjadi 85,21. Sedangkan berdasarkan hasil observasi kegiatan
pembelajaran murid sudah aktif dan kreatif dalam belajar, sudah terjadi kerjasama yang baik
antar murid serta murid sudah bisa mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas dengan
baik. Berdasarkan hasil wawancara murid sangat menyukai pembelajran matematika realistik
dan mereka tidak kebingungan lagi dengan pembelajaran tersebut dan mereka juga sangat
antusias belajar.

21
D. PENUTUP
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran
matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar pada materi pecahan bagi murid kelas
IV.B SD Negeri 1 Langsa. Pada akhir siklus I, murid yang mencapai ketuntasan belajar
sebanyak 71,05% (27 murid), dan murid yang belum tuntas sebanyak 28,95% (11 murid),
sedangkan pada akhir siklus II murid yang tuntas sebanyak 92,10% (35 murid) dan yang belum
tuntas sebanyak 7,90% (3 murid).

E. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Cetakan Ketigabelas. Jakarta: Rineka Cipta.
Asmin. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan Kendala yang Muncul
di Lapangan. (online) (http://www.depdiknas.go.id. Diakses 26 Oktober 2008).
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Erawati. 2003. Pembelajaran Melalui Pendekatan “Hensis” Pada Materi Operasi Perkalian
Di Kelas III SDN Rhieng Mereudu. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
FKIP Unsyiah. 2004. Pedoman Skripsi. Banda Aceh.
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://www.geocities.com/ratuilma/tutoroverviewrmeindo.html. Diakses 26 Oktober 2008.
http://www.geocities.com/ratuilma/paper/Semarang.html. Diakses 26 Oktober 2008
Johar. Rahmah dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Mukhlis. 2005. Pembelajaran Matematika Realistik untuk Materi Pokok Perbandingan di


Kelas VII SMP Negeri 1 Pallangga. Tesis PPs Unesa. Surabaya.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Cetakan Ketiga. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Musliana. 2007. Pembelajaran Matematika Realistik pada Materi Bangun Ruang Sisi
Lengkung (BRSL) di Kelas VIII SMP Negeri 18 Banda Aceh. Banda Aceh: FKIP
Unsyiah.
Purnama Sari Vidia. 2007. Interaksi Siswa Dalam Pembelajaran matematika Realistik Pada
Materi Keliling dan Luas Persegi Panjang Di Kelas IV MIN Rukoh Banda Aceh. Banda
Aceh: FKIP Unsyiah.
Reeuwijk, Martin Van. 2008. Realistic Mathematics Education In Indonesia. Makalah Work
Shop PMRI.

22
Sukmadaminta. 1998. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.
Suripto,dkk. 2007. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas IV. Jakarta: Erlangga.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Wartono dkk. 2004. Sains. Jilid IV. Jakarta: Depdiknas.

23

Anda mungkin juga menyukai