Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH AGAMA ISLAM III

KAIFIYAH WUDHU

Disusun oleh :
ABDI FIRDAUS ZAKIYUDDIN
(21701051035)

TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Agama islam III yaitu kaifiyah
wudhu’.
Tak lepas dari berbagai hambatan, rintangan dan kesulitan yang muncul,
namun berkat petunjuk dan bimbingan dari semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan Tugas Penyusunan Makalah Ini. Sehubungan dengan
hal tersebut dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah menyehatkan dan melancarkan kami dalam
menyusun makalah ini.
2. Orang tua kami yang selalu mendoakan kami untuk segala kelancaran dan
kesuksesan kami.
3. Dosen Mata Kuliah Agama Islam III

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa dalam penyusunan


Tugas Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan akhir kata semoga Tugas
makalah ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Malang, 09 Oktober 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

ْ ‫ ْال ُوض‬ ) merupakan salah satu


Sebagaimana kita ketahui bahwa wudhu ( ‫ُو ُء‬
syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. wudhu merupakan bagian dari
cara bersuci guna menghilangkan hadas ataupun najis pada tubuh kita sehingga
menyebabkan sahnya seorang mukmin dalam melakukan ibadah.

ْ ‫ ْال ُوض‬ ) merupakan sebuah sunnah (petunjuk) yang berhukum


Wudhu ( ‫ُو ُء‬
wajib, ketika seseorang mau menegakkan sholat. Sunnah ini banyak dilalaikan
oleh kaum muslimin pada hari ini sehingga terkadang kita tersenyum heran saat
melihat ada sebagian diantara mereka yang berwudhu seperti anak-anak kecil, tak
karuan dan asal-asalan. Mereka mengira bahwa wudhu itu hanya sekedar
membasuh dan mengusap anggota badan dalam wudhu. Semua ini terjadi karena
kejahilan tentang agama, taqlid buta kepada orang, dan kurangnya semangat
dalam mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Banyak diantara kita lebih bersemangat mempelajari dan mengkaji
masalah dunia, bahkan ahli dan pakar di dalamnya. Tiba giliran mempelajari
agama, dan mengkajinya, banyak diantara kita malas dan menjauh, sebab tak ada
keuntungan duniawinya. Bahkan terkadang menuduh orang yang belajar agama
sebagai orang kolot, dan terbelakang. Ini tentunya adalah cara pandang yang
keliru. Na’udzu billahi min dzalik.
Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantaramu, jika ia berhadas
sampai ia berwudhu lebih dahulu (H.R. Bkhari, Musli, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Adapun wudhu dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Wudhu
2. Doa-doa yang menyertai gerakan wudhu
3. Dalil diwajibkannya wudhu
4. Keutamaan Wudhu
5. Syarat-syarat Sahnya Wudhu
6. Fardhu (Rukun) Wudhu
7. Sunnah-sunnah Wudhu
8. Pembatal-pembatal wudhu

C. Tujuan Penulisan
Sebagai salah satu syarat diterimanya shalat yang mana shalat pun
merupakan salah satu rukun Islam yang harus dijalankan oleh seluruh umat
muslim, sudah sepatutnya kita mempelajari, dan mengkaji hal-hal yang berkaitan
dengan wudhu dan mengamalkan apa yang sudah menjadi perintah Allah Swt
yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya. Maka dari itu, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para
pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan wudhu baik definisi, doa-doa
pada setiap gerakan wudhu, dalil diwajibkannya wudhu, keutamaan wudhu, syarat
dan rukun wudhu serta hal-hal lain yang berkaitan dengan wudhu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Wudhu
Definisi Secara Bahasa
Kata wudhu berasal dari bahasa Arab ‫ ُوضُوْ ء‬yang artinya bersih atau indah.

Secara bahasa wudlu diambil dari kata َ ‫ْال َو‬


ُ‫ضائَة‬ yang maknanya adalah ُ‫النَّظَافَة‬
ُ ‫( ْال ُحس‬baik) (Syarhul Mumti' 1/148).
(kebersihan) dan ‫ْن‬

Al-Imam Ibnul Atsir Al-Jazariy -rahimahullah- (Seorang ahli bahasa)

ُ ‫) ْال ُو‬, maka yang dimaksud


menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ (‫ ْو ُء‬X ‫ض‬

ْ ‫) ْال ُوض‬, maka


adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu’ (‫ُو ُء‬
yang diinginkan disitu adalah perbuatannya. Jadi, wudhu adalah perbuatan,
sedang wadhu’ adalah air wudhu’. [Lihat An-Nihayah fi Ghoribil Hadits (5/428)].

Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata, “Kata wudhu’

ْ ‫) ْال ُوض‬. Wudhu disebut demikian,


terambil dari kata al-wadho’ah/kesucian ( ‫ُو ُء‬
karena orang yang sholat membersihkan diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi
orang yang suci”. [Lihat Fathul Bariy (1/306)].

Definisi Secara Istilah


Definisi wudhu menurut istilah (syar’i) adalah sebagai berikut :
 suatu bentuk peribadatan kepada Allah ta’ala dengan mencuci anggota
tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus. (asy-Syarhul Mumti’, 1/148).
 "Menggunakan air yang thohur (suci dan mensucikan) pada anggota tubuh
yang empat (yaitu wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan
cara yang khusus menurut syari'at" (Al-fiqh al-Islami 1/208)
 Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan
-hafizhohullah-,

ِ ‫ ِة َعلَى‬X‫ء ْاألَرْ بَ َع‬Xِ ‫ا‬X‫ض‬


‫فَ ٍة‬X‫ص‬ َ ‫ ا ْستِ ْع َما ُل َما ٍء طَه ُْو ٍر فِي ْاألَ ْع‬: ‫ء‬Xِ ‫َم ْعنَى ْال ُوض ُْو‬
َ ‫َم ْخص ُْو‬
ِ ْ‫ص ٍة فِي ال َشر‬
‫ع‬
“Makna wudhu’ adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada
anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala, dan kaki)
berdasarkan tata cara yang khusus menurut syari’at”. [Lihat Risalah fi Al-
Fiqh Al-Muyassar (hal. 19)].
B. Doa-Doa Di Setiap Gerakan Wudhu

Jika kita perhatikan, sebenarnya gerakan wudhu tidaklah jauh berbeda


dengan tindakan mencuci muka dan lainnya yang bukan ibadah. Bedanya
adalah wudhu merupakan bentuk ketaatan kita terhadap perintah Allah.
Dengan demikian, agar wudhu yang kita lakukan semakin bertambah
kualitas ketaatannyya, berikut ini akan kami paparkan beberapa doa yang
menyertai gerakan wudhu, sebagaimana telah kami sarikan dari kitab karya
Syekh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-
Dimasyqi, Al-Adzkar al-Muntakhabah min Kalâmi Sayyidil Abrâr,
(Surabaya: Kharisma, 1998).

Dengan menyertakan doa dalam setiap gerakan wudhu, diharapkan


wudhu yang kita lakukan bisa bertambah kualitas makna ibadahnya. Doa-
doa tersebut ialah:

1. Saat membasuh telapak tangan sebanyak 3 kali, berdoa:

‫ك ُك ِّل‬ ْ َ‫اللَّهُ َّم احْ ف‬


ِ ‫ظ يَ ِديْ ِم ْن َم َعا‬
َ ‫ص ْي‬

Allâhumma ihfadh yadi min ma’âshîka kullahâ

Artinya: “Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari semua perbuatan


maksiat.”
 
2. Saat berkumur, disunnahkan berdoa di dalam hati:

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكأْسًا اَل‬ َ ‫اللَّهُ َّم أَ ِعنِّ ْي َعلَى ِذ ْك ِر‬
ِ ْ‫ك َو ُش ْك ِركَ اللَّهُ َّم ا ْسقِنِي ِم ْن َحو‬
َ ِّ‫ض نَبِي‬
َ ‫ك‬
‫ظ َمأ ُ بَ ْع َدهُ أَبَدًا‬
ْ َ‫أ‬

Allâhumma a’inni ‘alâ dzikrika wa syukrika, Allâhumma asqini min


haudli nabiyyika shallallâhu ‘alaihi wa sallam ka’san lâ adzma’a
ba’dahu Abadan
Artinya: “Ya Allah, tolonglah aku (untuk selalu) mengingat dan
bersyukur pada-Mu. Ya Allah, beri aku minuman dari telaga Kautsar
Nabi Muhammad, yang begitu menyegarkan hingga aku tidak
merasa haus selamanya.”

3. Ketika membersihkan lubang hidung, pada saat menghirup air,


dalam hati berdoa:

‫اللَّهُ َّم أَ ِرحْ نِي َرائِ َحةَ ْال َجنَّ ِة اللَّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنِ ْي َرائِ َحةَ نِ َع ِمكَ َو َجنَّاتِك‬

Allâhumma Arihni Raaihatal jannah. Allâhumma lâ tahrimni râihata


ni’amika wa jannatika

Artinya: “Ya Allah, (izinkan) aku mencium wewangian surga. Ya


Allah, jangan halangi aku mencium wanginya nikmat-nikmatmu dan
wanginya surga.”

Sedangkan ketika mengeluarkan air dari lubang hidung, berdoa:

ِ َّ‫ح الن‬
ِ ‫ار َوسُوْ ِء ال َّد‬
‫ار‬ َ ِ‫اَلَّلهُ َّم ِإنِّ ْي أَ ُعوْ ُذ ب‬
ِ ِ‫ك ِم ْن َر َوائ‬

Allâhumma innî  a’ûdzu bika min rawâihin nâr wa sû`i dâr

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari busuknya aroma


neraka, dan dari buruknya tempat kembali.”

4. Saat membasuh wajah, berdoa:

ٌ‫اللَّهُ َّم بَيِّضْ َوجْ ِه ْي يَوْ َم تَ ْبيَضُّ ُوجُوهٌ َوتَس َْو ُّد ُوجُوه‬

Allâhumma bayyidl wajhi yauma tabyadldlu wujûhun wa taswaddu


wujûh

Artinya: “Ya Allah, putihkanlah wajahku di hari ketika wajah-wajah


memutih dan menghitam.”

Doa ini dipanjatkan agar di akhirat kelak Allah menggolongkan kita


sebagai orang baik, dimana saat berkumpul di padang mahsyar, orang
baik dicirikan dengan berwajah putih, dan sebaliknya orang jelek
dicirikan dengan berwajah hitam kusam.
5. Saat membasuh tangan kanan, berdoa:

ِ ‫ي َو َح‬Xْ ِ‫اللَّهُ َّم أَ ْع ِطنِ ْي ِكتَابِ ْي بِيَ ِمين‬


‫اس ْبنِ ْي ِح َسابًا يَ ِسيرًا‬

Allâhumma a’thinî kitâbi biyamîni, wa hâsibnî hisâban yasîran

Artinya: “Ya Allah, berikanlah kitab amalku (kelak di akhirat) pada


tangan kananku, dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”

Sedangkan saat membasuh tangan kiri, berdoa:

َ ‫اللَّهُ َّم اَل تُ ْع ِطنِ ْي ِكتَابِ ْي بِ ِش َمالِ ْي َواَل ِم ْن َو َرا ِء‬


ْ‫ظه ِْري‬

Allâhumma laa tu’thini bi syimaali, wa laa min waraa`i dzahri

“Ya Allah, jangan Kau berikan kitab amalku (kelak di akhirat) pada
tangan kiriku, dan jangan pula diberikan dari balik punggungku.”

Tentang doa diatas, kelak di akhirat nanti, Allah akan memberikan


pada semua manusia, catatan amal mereka masing-masing. Apabila
manusia tersebut amalnya baik, maka ia akan menerima kitab amalnya
dengan tangan kanan dan berhadapan muka, namun apabila amalnya
jelek, maka ia akan menerima kitab amalnya dengan tangan kiri dan
diberikan dari balik punggung.

6. Saat mengusap kepala, berdoa:

َ ْ‫ار َوأَ ِظلَّنِ ْي تَح‬


َ ‫ت َعرْ ِش‬
‫ك‬ ِ َّ‫ْريْ َوبَ َش ِريْ َعلَى الن‬ ِ ‫اللَّهُ َّم َحرِّ ْم َشع‬
‫يَ ْو َم اَل ِظ َّل إاَّل ِظلُّك‬
Allâhumma harrim sya’ri wa basyari ‘ala an-nâri wa adzilni tahta
‘arsyika yauma lâ dzilla illa dzilluka.

Artinya: “Ya Allah, halangi rambut dan kulitku dari sentuhan api
neraka, dan naungi aku dengan naungan singgasana-Mu, pada hari
ketika tak ada naungan selain naungan dari-Mu.”
7. Saat mengusap telinga, berdoa:

ُ‫ُون أَحْ َسنَه‬


Xَ ‫اللَّهُ َّم اجْ َع ْلنِي ِم ْن الَّ ِذينَ يَ ْستَ ِمعُونَ ْالقَوْ َل فَيَتَّبِع‬

Allâhumma ij’alni minalladzîna yastami’ûnal qaula fayattabi’ûna


ahsanahu.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah aku orang-orang yang mampu


mendengar ucapan dan mampu mengikuti apa yang baik dari ucapan
tersebut.”

8. Saat membasuh kaki kanan berdoa:

ْ ‫ اللَّهُ َّم ثَب‬. ‫اللهم اجْ َع ْلهُ َس ْعيًا َم ْش ُكوْ رًا َو َذ ْنبًا َم ْغفُوْ رًا َو َع َماًل ُمتَقَبَّاًل‬
ِ ‫ِّت قَ َد ِم ْي َعلَى الص َِّر‬
ُّ‫اط يَوْ َم ت َِزل‬
‫فِ ْي ِه اأْل َ ْقدَا ُم‬

Allâhumma ij’alhu sa’yan masykûran wa dzamban maghfûran wa


‘amalan mutaqabbalan. Allâhumma tsabbit qadami ‘ala shirâthi
yauma tazila fîhi al-aqdâm.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah (segenap langkahku) sebagai usaha


yang disyukuri, sebagai penyebab terampuninya dosa dan sebagai
amal yang diterima. Ya Allah, mantapkanlah telapak kakiku saat
melintasi jembatan shirathal mustaqim, kelak di hari ketika banyak
telapak kaki yang tergelincir.”

Dan saat membasuh kaki kiri berdoa: 

َ‫اط يَوْ َم تَ ْن ِز ُل فِ ْي ِه أَ ْقدَا ُم ْال ُمنَافِقِ ْين‬ ِّ ‫ك أَ ْن تَ ْن ِز َل قَ َد ِم ْي َع ِن ال‬


ِ ‫ص َر‬ َ ِ‫اَللَّهُ َّم ِإنِّي أَ ُعوْ ُذ ب‬

Allâhumma innî a’ûdzu bika an tanzila qadamî ‘anish-shirâthi yauma


tanzilu fîhi aqdâmul munâfiqîn

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu, dari tergelincir saat


melintasi jembatan shirathal mustaqim, kelak di hari ketika banyak
telapak kaki orang munafik yang tergelincir.”
Terkait doa di atas, kelak di akhirat, semua manusia akan melewati
jembatan shirathal mustaqim, yakni jembatan yang dibawahnya
terdapat jurang menuju neraka, dan di ujung jembatan terdapat surga.
Orang yang beriman niscaya akan mampu melewati jembatan tersebut
dan menuju surga, sementara orang munafik, banyak yang tergelincir
dan masuk ke jurang neraka. 
C. Dalil Diwajibkannya Wudhu
Ketetapan hukum wudhu berdasarkan pada tiga macam dalil :

1. Al-Quran

Q.S. Al-Maidah ayat 6

‫سلُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى‬ ِ ‫صال ِة فَا ْغ‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ال‬
‫س ُك ْم َوأَ ْر ُجلَ ُك ْم إِلَى ا ْل َك ْعبَ ْي ِن َوإِنْ ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا‬
ِ ‫س ُحوا بِ ُر ُءو‬َ ‫ق َوا ْم‬ ِ ِ‫ا ْل َم َراف‬
‫سفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ا ْل َغائِ ِط‬
َ ‫ضى أَ ْو َعلَى‬ َ ‫فَاطَّهَّ ُروا َوإِنْ ُك ْنتُ ْم َم ْر‬
‫س ُحوا‬َ ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم‬ َ ‫سا َء فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ ْ ‫أَ ْو ال َم‬
َ ِّ‫ستُ ُم الن‬
ٍ ‫بِ ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنهُ َما يُ ِري ُد هَّللا ُ لِيَ ْج َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِمنْ َح َر‬
‫ج َولَ ِكنْ يُ ِري ُد‬
ْ َ‫لِيُطَ ِّه َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت‬
َ‫ش ُك ُرون‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”(Q.S.
Al-Maidah :6)

2. As-Sunnah

َ ُ‫ الَيَ ْقبَ ُل هللا‬:‫ قَا َل‬.‫م‬.‫ض َي هللاُ َع ْنهُ اَنَّ النَّبِ َي ص‬


َ‫صالَة‬ ِ ‫عَنْ اَبِى ُه َر ْي َرةَ َر‬
‫ضا ِء ـ‬ َ ‫اَ َح ِد ُك ْم اِ َذا اَ ْحد‬
َّ ‫َث َحتَّى يَتَ َو‬
(‫)رواه الشيخان و ابو داود و الترمذى‬

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Allah tidak
menerima sholat salah seorang di antaramu, jika ia berhadats, sampai ia
berwudhu lebih dahulu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan
Turmudzi).

3. Ijma’

Kaum muslimin telah ijma’ tentang syari’at wudhu sejak zaman Nabi Saw.
sampai hari ini, sehingga wudhu merupakan bagian dari pengetahuan
agama yang penting.
Ijma ulama dalam hal ini tidak ada sama sekali pendapat yang mengatakan
bahwa wudhu itu tidak wajib.
Untuk sahnya wudhu harus terpenuhi beberapa syarat dan fardhu. Akan
tetapi, untuk kesempurnaannya ada beberapa hal yang sunnah dilakukan
pada waktu berwudhu. Setiap ibadah memiliki syarat yang wajib dipenuhi
sehingga hukum ibadah tersebut dihukumi sah dalam arti dzimamah
mukallaf. Sudah terbebas darinya dan dia tidak wajib mengulangnya.
Syarat merupakan salah satu unsur dimana ia menjadi pijakan sah dan
tidaknya suatu ibadah. Dari sini maka ilmu tentang syarat sah shalat
termasuk ilmu yang penting karena ilmu ini termasuk ukuran yang
dengannya kita bisa mengetahui sah dan tidaknya shalat.

D. Keutamaan Wudhu
Tentang keutamaan wudhu terdapat banyak hadis yang menyatakannya.
Berikut penulis mengutip beberapa hadis saja:

1. Dari ‘Abdullah Shunabiji

‫ اِ َذا‬:‫ قَــا َل‬.‫م‬.‫س ـ ْو ُل هللاِ ص‬


ُ ‫ض ـ َي هللاُ َع ْن ـهُ اَنَّ َر‬
ِ ‫الص ـنَابَ ِج ِّي َر‬
ُّ ِ‫عَنْ َع ْب ـ ِد هللا‬
ْ‫ت ا ْل َخطَايَــا ِمن‬ َ ‫ فَا ِ َذا َغ‬,‫ت ا ْل َخطَايَا ِمنْ اَ ْنفِ ِه‬
ِ ‫سـ َل َو ْج َهـهُ َخـ َر َج‬ ِ ‫ستَ ْنثَ َـر َخ َر َج‬
ْ ‫ا‬
‫ت‬ َ ‫ فَ ـا ِ َذا َغ‬,‫ش ـفَا ِر َع ْينَ ْي ـ ِه‬
ِ ‫س ـ َل يَ َد ْي ـ ِه َخـ َر َج‬ ِ ‫َو ِج ِه ـ ِه َحتَّى ت َْخـ ُر َج ِمنْ ت َْح‬
ْ َ‫ت ا‬
ِ ‫سـ َـح بِ َر ْأ‬
‫سـ ِه‬ َ ‫ فَـا ِ َذا َم‬,‫ظــافِ ِر يَ َد ْيـ ِه‬
َ َ‫ت ا‬ ِ ‫ا ْل َخطَايَا ِمنْ يَ َد ْيـ ِه َحتَّى ت َْخـ ُر َج ِمنْ ت َْح‬
‫س ـ َل ِر ْجلَ ْي ـ ِه‬ ِ ‫ت ا ْل َخطَايَــا ِمنْ َر ْأ‬
َ ‫ فَ ـا ِ َذا َغ‬,‫س ـ ِه َحتَّى ت َْخـ ُر َج ِمنْ اُ ُذنَ ْي ـ ِه‬ ِ ‫َخـ َر َج‬
َ‫ ثُ َّم َكــان‬,‫ظــافِ ِر ِر ْجلَ ْيـ ِه‬
َ َ‫ت ا‬ِ ‫ت ا ْل َخطَايَا ِمنْ ِر ْجلَ ْيـ ِه َحتَّى ت َْخـ ُر َج ِمنْ ت َْح‬ِ ‫َخ َر َج‬
‫رواه مالك و النساء وابن ماجه والحاكمـ‬ ‫صالَتُهُ نَافِلَةً ـ‬ ْ ‫شيُهُـ اِلَى ا ْل َم‬
َ ‫س ِج ِد َو‬ ْ ‫َم‬
Artinya: "Dari Abdullah as-Shunabaji ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: Jika seorang hamba berwudhu kemudian berkumur-kumur,
keluarlah dosa-dosa dari mulutnya; jika membersihkan hidung, dosa-
dosa akan keluar pula dari hidungnya, begitu juga ketika ia membasuh
muka, dosa-dosa akan keluar dari mukanya sampai dari bawah pinggir
kelopak matanya. Jika ia membasuh tangan, dosa-dosanya akan ikut
keluar sampai dari bawah kukunya, demikian pula halnya, jika ia
menyapu kepala, dosa-dosanya akan keluar dari kepala, bahkan dari
kedua telinganya. Jika ia membasuh kedua kaki, keluarlah pula dosa-
dosa tersebut dari dalamnya, sampai bawah kuku jari-jari kakinya.
Kemudian perjalanannya ke masjid dan sholatnya menjadi pahala
baginya." (H.R. Malik, an-Nasai, Ibnu Majah, dan Hakim).

2. Dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu

Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu


beliau berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah
Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
“ Sungguh umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan
(muka dan kedua tangannya) kemilau bercahaya karena bekas wudhu’.
Karenanya, barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau
cahayanya, silahkan dia melakukannya (dengan cara memperlebar
basuhan mudhu’nya).”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, beliau
berkata:
“ Aku pernah mendengar kekasihku Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
‘Kemilau cahaya seorang mukmin (kelak pada hari kiamat) sesuai dengan
batasan wudhu’nya.’”

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, bahwa


rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
“jika seorang muslim/ mukmin berwudhu’, lalu membasuh mukanya, maka
semua dosa yang ditimbulkan dari pandangan matanya akan larut
bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir. Jika dia membasuh
kedua tangannya, maka semua dosa yang diakibatkan oleh kedua
tangannya akan larut bersama air atau bersama tetesan air yang terakhir.
Jika dia membasuh kedua kakinya, maka semua dosa yang diakibatkan
oleh langkah kedua kakinya akan larut bersama air atau bersama tetesan
air yang terakhir. Dengan demikian, akhirnya dia akan menjadi bersih
dari semua dosa.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, bahwa
rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: “maukan aku tunjukkan
kepada kalian amalan yang dengannya Allah akan menghapus dosa
kalian dan meninggikan derajat kalian?” para sahabat menjawab: “mau
ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “yaitu tetap menyempurnakan wudhu’
meskipun dalam keadaan dingin, tetap pergi ke masjid dengan berjalan
meskipun jarak ke masjid jauh, dan menunggu shalat berjama’ah setelah
dikerjakannya shalat. Jika mampu melakukan yang demikian, berarti
kalian telah tegar dalam melakukan ketaatan. Jika mampu melakukan
yang demikian, berarti kalian telah tegar dalam melakukan ketaatan.”

3. Dari Utsman Radiallahu’anhu

Muslim meriwayatkan dari Utsman Radiallahu’anhu, ia berkata bahwa


rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: “barang siapa yang
berwudhu’ secara sempurna, maka dosa-dosanya akan gugur dari
jasadnya hingga keluar juga dari bawah kuku-kukunya.”
Muslim meriwayatkan dari Utsman Radiallahu’anhu, ia berkata: “ Aku
pernah melihat rasulullah Salallahu’alaihi wassalam berwudhu’ seperti
wudhu’ku ini, lalu beliau bersabda: ‘ barang siapa yang berwudhu’
seperti wudhu’ku ini, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan
diampuni, sementara sholat (sunnah)nya dan perjalanannya menuju
masjid menjadi penyempurna bagi dihapuskannya dosa-dosanya.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Malik Al-Asy’ary Radiallahu’anhu, ia
berkata bahwa Rasulullah salallahu’alaihi wassalam bersabda: “bersuci
adalah bagian dari iman.”
E. Syarat-syarat Sahnya Wudhu
1. Islam
2. Mumayiz, karena wudhu merupakan ibadah yang wajib diniati,
sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belum
mumayiz tidak diberi hak untuk berniat
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan menyucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat diatas kulit anggota wudhu
F. Rukun Wudhu
Dalam wudhu ada kewajiban-kewajiban dan rukun-rukun yang menjadi
keharusan dilaksanakan. Bila satu kewajiban saja tidak dilaksanakan, maka
tidak sempurna menurut syari’at.

1. Niat

Yang dimaksud niat menurut syara’ yaitu kehendak sengaja melakukan


pekerjaan atau amal karena tunduk kepada hukum Allah Swt. Hendaklah
berniat (menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja berwudhu.
Sabda Rasulullah Saw sebagai berikut :
“sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat”. (H.R.Bukhari
Muslim)

2. Membasuh Muka

ِ ‫فَا ْغ‬
‫سلُوا ُو ُجو َه ُك ْم‬
“maka basuhlah mukamu”(Al-Maidah:6)
Batas muka yang wajib dibasuh adalah dari tempat tumbuh rambut kepala
sebelah atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari
telinga ke telinga.

3. Membasuh kedua tangan sampai siku

ِ ِ‫َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ا ْل َم َراف‬


‫ق‬
“dan tanganmu sampai dengan siku”(Al-Maidah:6)
Maksudnya, siku juga wajib dibasuh. Siku bagian atas termasuk yang
wajib dicuci/dibasuh. Hal ini sejalan dengan petunjuk Nabi Saw.

َ ‫ ثُ َّم َغ‬، ‫ق ثَالَثًا‬


ْ ُ‫س َل يَ َدهُ ا ْلي‬
« ‫س َرىـ إِلَى‬ َ ‫ثُ َّم َغ‬
ِ ِ‫س َل يَ َدهُ ا ْليُ ْمنَى إِلَى ا ْل َم ْرف‬
‫ق ثَالَثًا‬
ِ ِ‫ا ْل َم ْرف‬
“Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai siku
sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri sampai siku
sebanyak tiga kali” (HR. Bukhori no. 1832 dan Muslim no. 226.)

4. Mengusap sebagian kepala

ِ ‫وامسحوا بِرء‬
‫وس ُك ْم‬ُُ ُ َ ْ َ
“Dan sapulah kepalamu”. (QS Al Maidah : 6).
Mengusap artinya membasahi sekedarnya dengan air. Firman Allah diatas
tidak menunjukkan adanya kewajiban seluruh kepala, tetapi dapat
dipahami cukup dengan mengusap sebagian saja. Walaupun hanya
sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang
disapu itu kulit kepala ataupun rambut. Riwayat yang sah dari Rasulullah
Saw. mengenai mengusap kepala ini ada tiga macam:
a. Mengusap seluruhnya

ِ ‫ بَدَأَ بِ ُمقَد َِّم َر ْأ‬، ‫ فَأ َ ْقبَ َل بِ ِه َما َوأَ ْدبَ َر‬، ‫سهُ بِيَ َد ْي ِـه‬
‫ َحتَّى‬، ‫س ِه‬ َ ‫س َـح َر ْأ‬
َ ‫ثُ َّم َم‬
ُ‫ ثُ َّم َر َّد ُه َما إِلَى ا ْل َم َكا ِن الَّ ِذى بَدَأَ ِم ْنه‬، ُ‫َب بِ ِه َما إِلَى قَفَاه‬
َ ‫َذه‬
Artinya : “kemudian beliau mengusap kepalanya dengan kedua
tangannya, yaitu beliau menggerakkan tangannya kebelakang lalu
kedepan, dimulai dari ujung depan kepala, lalu ditariknya sampai
ke tengkuk, kemudian dikembalikan lagi ke bagian depan
kepalanya” (HR. Jama’ah)
b. Mengusap kepala dengan mengusap sorbannya saja
Seperti dijelaskan pada hadis ‘Amr bin Umayyah berikut :
Artinya : “saya melihat Rasulullah Saw. mengusap sorbannya dan
kedua terompahnya.” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah).
Dari Bilal, ujarnya : sesungguhnya Nabi Saw. bersabda :” usaplah
pada bagian atas terompah dan tutup kepala”. (H.R. Ahmad)
c. Mengusap kepala dengan mengusap ubun-ubun dan sorban
Hadis Mughirah bin Syu’bah :
Artinya :” sesungguhnya Nabi Saw. berwudhu, lalu ia mengusap
ubun-ubunnya dan sorbannya, serta kedua terompahnya.” (H.R.
Muslim)

5. Membasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki

‫َوأ َْر ُجلَ ُك ْم إِلَى الْ َك ْعَب ْي ِن‬


“(basuh) kaki-kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki”
(QS Al Maidah : 6).
Demikian juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ‫س َل ِر ْجلَْي ِه إِلَى الْ َك ْعَب ْي ِن‬


َ َ‫» ثُ َّم غ‬
“Kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki”2.
Membasuh kedua mata kaki hukumnya wajib karena Allah sebutkan
dengan lafadz/bentuk perintah, dan hukum asal perintah dalam masalah
ibadah adalah wajib. Adapun cara membasuhnya adalah sebagaimana yang
disabdakan beliau alaihish sholatu was salam,

« ‫ص ِر ِه‬ ِ ِ
َ ‫َصابِ َع ِر ْجلَْيه بِخ ْن‬
َ ‫كأ‬ َّ ‫» إِذَا َت َو‬
َ َ‫ضأَ َدل‬
“Jika beliau shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu,  beliau menggosok
jari-jari kedua kakinya dengan dengan jari kelingkingnya”1
6. Tertib

Orang yang berwudhu wajíb membasuh anggota-anggota wudhunya


secara berurutan (tertíb dan runut, yakní jangan menunda-nunda
membasuh suatu anggota wudhu híngga anggota wudhu yang sudah
díbasuh sebelumnya mengeríng. Sabda Rasulullah Saw :

‫ِا ْبدَ ُء ْوا ِب َما َبدَ أَهللاُ ِب ِه‬


“mulailah pekerjaanmu dengan apa yang dimulai oleh Allah SWT”.
(Riwayat Nasai).

1
. HR. Tirmidzi no. 40, Abu Dawud no. 148, hadits ini dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk
Sunan At Tirmidzi.

G. Sunnah-sunnah Wudhu

1. Membaca Basmalah pada permulaan Wudhu

Sabda Rasulullah Saw :


‫هلل‬ َّ ‫َت َو‬
ِ ‫ض ُء ْوا ِبا ْس ِم‬
Artinya : “berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah”. ( Riwayat
Abu Dawud)

ْ ‫ضو َء ِل َمنْ لَ ْم يَ ْذ ُك ِر ا‬
‫س َم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫الَ ُو‬

“Tídak (sempurna) wudhu seseorang yang tídak menyebut nama Allah


(membaca bísmíllaah).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah, dan
díshahíhkan Ahmad Syakír) . Namun apabíla seseorang lupa membaca
basmalah, maka wudhunya tetap sah, tídak batal.

2. Bersiwak

yaitu menggosok gigi dengan batang siwak atau batang yang keras
sejenisnya guna membersihkan gigi.
sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ‫صالَ ٍة‬ ِ ِ ِّ ِ‫» لَوالَ أَ ْن أَ ُش َّق علَى أ َُّمتِى ألَمر ُتهم ب‬


َ ‫الس َواك ع ْن َد ُك ِّل‬ ْ ُ َْ َ ْ
“Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan
mereka untuk bersiwak pada setiap hendak berwudhu”.( H.R. Malik,
Syafi’i, Baihaqi, dan Hakim).
Dari ‘Aisyah, ujarnya :
Artinya : sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda : “ siwak itu
membersihkan mulut dan menyenangkan Tuhan”. (H.R. Ahmad, Nasa’i,
dan Tirmidzi).

3. Mencuci kedua telapak tangan sampai pada pergelangan pada


permulaan wudhu
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

، ‫ضو ٍـء‬ُ ‫ان َد َعا بِ َو‬َ ‫ان أَنَّهُ َرأَى ُع ْث َم‬


َ َّ‫ان ْب ِن َعف‬ َ ‫ان َم ْولَى ُع ْث َم‬ َ ‫عَنْ ُح ْم َر‬
َ
ُ‫ ثُ َّم قَا َل َرأ ْيت‬..…‫ت‬ َ َ‫سلَ ُه َما ثَال‬
ٍ ‫ث َم َّرا‬ َ ‫ فَ َغ‬، ‫فَأ َ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي ِه ِمنْ إِنَائِ ِه‬
‫ضوئِى َه َذا‬ ُ ‫ضأ ُ نَ ْح َو ُو‬
َّ ‫النَّبِ َّى – صلى هللا عليه وسلم – يَتَ َو‬
Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, suatu ketika beliau
memintanya untuk membawakan air wudhu , kemudian aku tuangkan air
dari wadah tersebut ke kedua tangan beliau. Maka ia membasuh
tangannya sebanyak tiga kali……kemudian beliau berkata, “Aku dahulu
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu
seperti yang aku peragakan ini”. (HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226).

4. Berkumur-kumur

Dasarnya hadis Laqaid bin Shabrah, ujarnya :


Artinya : sesungguhnya Nabi Saw bersabda : “ apabila engkau berwudhu,
berkumurlah”. (H.R. Abu Dawud dan Baihaqi)

5. Menghirup air dan menghembuskannya (istinsyaq dan istintsar)

Yakní menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya


kembalí. Híruplah aír darí tangan kanan, lalu keluarkan dengan memegang
hídung dengan tangan kírí. Dísunahkan untuk ístínsyaq dengan kuat,
kecualí jíka sedang berpuasa, karena díkhawatírkan aír akan masuk ke
perut.
Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam bersabda:

َ َ‫َاق إِالَّ أَنْ تَ ُكون‬


‫صائِ ًما‬ ِ ‫ستِ ْنش‬ ِ ‫َوبَالِ ْغ فِى‬
ْ ‫اال‬
“Bersungguh-sungguhlah (lakukanlah dengan kuat) ketíka ístínsyaq,
kecualí jíka engkau sedang berpuasa.” (HR. Ahmad, Hakím, Baíhaqí, dan
dísahíhkan Ibnu Hajar).

6. Menyela-nyela jenggot

Dasarnya hadis Utsman, ujarnya :


Artinya : “sesungguhnya Nabi Saw. biasa menyela-nyela jenggotnya”.
(H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi dan ia mengesahkannya).

7. Menggosok celah jari-jemari

Ketíka membasuh tangan atau kakí, dísunahkan untuk menyela-nyelaí jarí-


jemarí, berdasarkan sabda Nabí shallallahu ‘alaíhí wa sallam:

َ َ‫وخلَّ ْل بَيْنَ األ‬


‫صابع‬ َ

“Dan selaílah antara jarí-jemarí.” (HR. Abu Daud, Nasa’í, dan


dísahíhkan Al-Albaní).

8. Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali

Dalil bahwa Nabi Saw membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali
adalah hadits yang diriwayatkan Humroon dari tentang wudhu Utsman bin
Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika melihat cara wudhu Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam,

‫غ َعلَى يَ َديْ ِه‬ ٍ ‫ض‬


َ ‫ فَأَ ْف َر‬، ‫وء‬ ُ ‫َع ْن ُح ْم َرا َن َم ْولَى عُثْ َما َن بْ ِن َع َّفا َن أَنَّهُ َرأَى عُثْ َما َن َد َعا بَِو‬
ٍ ‫ث م َّر‬ ِِ ِ
‫ ثُ َّم غَ َس َل َو ْج َههُ ثَالَثًا‬.…‫ات‬ َ َ َ‫ َفغَ َسلَ ُه َما ثَال‬، ‫…م ْن إِنَائه‬
Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, suatu ketika beliau
memintanya untuk membawakan air wudhu , kemudian aku tuangkan air
dari wadah tersebut ke tangan beliau. Maka ia membasuh
tangannya sebanyak 3 kali…kemudian dia  membasuh wajahnya
sebanyak 3 kali….( HR. Bukhori 164, Muslim no. 226).
Dari Utsman, ujarnya,
Artinya :” sesungguhnya Nabi saw berwudhu tiga kali-tiga kali.”(H.R.
Ahmad, Muslim, Tirmidzi).
9. Memulai bagian kanan

sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,


ِِ ِ ُّ ‫ لَيُ ِح‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ب التَّيَ ُّم َن فى طُ ُهو ِره إذَا تَطَه‬
« ‫َّر‬ ُ ‫» َكا َن َر ُس‬
“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sangat menyukai
mendahulukan kanan dalam thoharoh (berwudhupent.)”(.HR. Bukhori
168, Muslim no. 268).
dari Aisyah r.a. ia berkata, “Rasulullah Saw. suka mendahulukan anggota
kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala
halnya”.(Riwayat Bukhari Muslim).

10. Menggosok anggota wudhu agar lebih bersih

Yaitu menggosokkan tangan pada anggota wudhu saat menyiramkan air


atau sesudahnya. Dari Abdullah bin Zaid, ujarnya :
Artinya : “sesungguhnya Nabi Saw. dibawakan air sepertiga genggaman
tangan, lalu beliau wudhu dan menggunakannya untuk menggosok kedua
lengannya.”(H.R. Ibnu Khuzaimah).

11. Berturut-turut antar anggota wudhu

Yakni sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan
sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan
seterusnya.
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat
Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu

‫صلى اهلل عليه‬- ‫ص َرهُ النَّبِ ُّى‬ ِِ ِ َّ ‫أ‬


َ ْ‫ضأَ َفَت َر َك َم ْوض َع ظُُف ٍر َعلَى قَ َدمه فَأَب‬
َّ ‫َن َر ُجالً َت َو‬

‫صلَّى‬
َ ‫ َف َر َج َع ثُ َّم‬.» ‫وء َك‬
َ ‫ض‬ُ ‫َح ِس ْن ُو‬
ْ ‫ال « ْار ِج ْع فَأ‬
َ ‫ َف َق‬-‫وسلم‬
“Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian
yang belum dibasuh sebesar kuku pada kakinya. Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam melihatnya maka Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
mengatakan, “Kembalilah , perbaguslah wudhumu”. (Riwayat Ahmad
dan Muslim)
12. Mengusap kedua telinga

Cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu


‘alaihi was sallam,

« ‫اه ِر ِه َما بِِإ ْب َه َام ْي ِه‬


ِ َ‫السبَّاحتي ِن وظ‬ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫» ثُ َّم م‬
َ ْ َ َ َّ ‫س َح ب َرأْسه َوأُذَُن ْيه بَاطن ِه َما ب‬
ََ
“kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua
telunjuknya dan sisi luarnya dengan kedua jempolnya”.(Riwayat An-
Nasa’i)
Dari Miqdam bin Ma’diyakrib, ujarnya :
Artinya : “ sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika wudhu mengusap
kepalanya dan kedua telinganya, bagian luar maupun dalamnya, dan
memasukkan jari-jarinya kedalam lubang telinganya”. (H.R. Abu Dawud
dan Thawawi)

13. Melebihkan dalam membasuh

Dari Abu Hurairah r.a. ujarnya :


Artinya : sesungguhnya Nabi Saw. bersabda : “kelak pada hari kiamat
umatku datang dengan kening yang memancarkan cahaya karena bekas
air wudhu.” Abu Hurairah berkata :” barang siapa diantara kamu
sanggup melebihkan pancaran cahayanya, hendaklah ia lakukan.” (H.R.
Ahmad, bukhari dan Muslim)

14. Tidak berlebihan dalam menggunakan air sekalipun berwudhu


dengan air laut
Dísunahkan untuk tídak berlebíhan dalam menggunakan aír wudhu, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaíhí wa sallam berwudhu tíga kalí, tíga kalí lalu
bersabda:

َ َ‫فَ َمنْ زَ ا َد َعلَى َه َذا فَقَ ْد أ‬


‫سا َء َوتَ َعدَّى َوظَلَ َم‬

“Barangsíapa menambah (lebíh darí tíga kalí), maka ía telah berbuat


buruk dan zalím.” (HR. Nasa’í, Ahmad, dan dísahíhkan Syua’íb Al-
Arnauth)
15. Doa sesudah wudhu

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« َ‫ول أَ ْش َه ُد أَ ْن ال‬
ُ ‫وء ثُ َّم َي ُق‬ ُ ‫ضأُ َفيُْبلِ ُغ – أ َْو َفيُ ْسبِ ُغ – ال ُْو‬
َّ ‫َح ٍد َيَت َو‬ ِ ِ
َ ‫ض‬ َ ‫َما م ْن ُك ْم م ْن أ‬

ُ‫ْجن َِّة الث ََّمانِيَة‬


َ ‫اب ال‬ ْ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُد اللَّ ِه َو َر ُسولُهُ إِالَّ فُتِ َح‬
ُ ‫ت لَهُ أ َْب َو‬ َّ ‫إِلَهَ إِالَّ اللَّهُ َوأ‬

‫اء‬ ِ
َ ‫» يَ ْد ُخ ُل م ْن أَِّي َها َش‬.
“Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan
wudhunya kemudian membaca, “Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad
adalah utusan Allah” melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu
surga yang jumlahnya delapan, dan dia bisa masuk dari pintu mana saja
ia mau”.(H.R. Muslim)
At Tirmidzi menambahkan lafafdz,
ِ ِ ‫َّوابِين و‬ ِ
ْ َ َ َّ ‫اج َعلْنِى م َن الت‬
َ ‫اج َعلْنى م َن ال ُْمتَطَ ِّه ِر‬
‫ين‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan
jadikanlah aku termsuk orang-orang yang selalu mensucikan diri” (H.R.
At-Tirmidzi). Setelah selesaí wudhu, kemudían membaca (doa):

ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬


، ُ‫سولُه‬ ْ َ‫ش ِريكَ لَهُ َوأ‬ َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َو ْح َدهُ ال‬
ْ َ‫أ‬
‫اج َع ْلنِي ِمنَ ا ْل ُمتَطَ ِّه ِرين‬
ْ ‫ َو‬، َ‫اج َع ْلنِي ِمنَ التَّ َّوابِين‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم‬

“Aku bersaksí bahwa tídak ada ílah yang berhak dííbadahí dengan benar


kecualí Allah semata, tídak ada sekutu bagí-Nya, dan aku bersaksí bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, jadíkanlah aku
termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadíkanlah pula aku termasuk
orang-orang yang membersíhkan dírí.” (HR. Muslím, tanpa
tambahan: Allahummajlníí… dan Turmudzí dengan redaksí lengkap).

16. Shalat dua rakaat sesudah wudhu

Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,


ِ ُ ‫ الَ يحد‬، ‫ضوئِى ه َذا ثُ َّم صلَّى ر ْكعَتي ِن‬
َ ‫ِّث في ِه َما َن ْف‬
« ‫ غَ َف َر‬، ُ‫سه‬ َُ َْ َ َ َّ ‫َم ْن َت َو‬
َ ُ ‫ضأَ نَ ْح َو ُو‬

‫» اللَّهُ لَهُ َما َت َق َّد َم ِم ْن َذنْبِ ِه‬


“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2
raka’at ,setelahnya dan ia tidak berbicara di antara keduanya, maka
akan diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”.(H.R.Bukhari, Muslim,
dan lain-lain).
H. Pembatal-Pembatal Wudhu

Berikut adalah beberapa pembatal wudhu berdasarkan Al Qur’an dan As


Sunnah. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.

1. Pembatal pertama: Kencing, buang air besar, dan kentut

Dalil bahwa kencing dan buang air besar merupakan pembatal wudhu
dapat dilihat pada firman Allah Ta’ala,

‫أَ ْو َجا َـء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْـم ِمنَ ا ْل َغ ِـ‬


‫ائ‬

“Atau kembali dari tempat buang air (kakus).” Yang dimaksud


dengan al ghoith  dalam ayat ini secara bahasa bermakna tanah yang
rendah yang luas. Al ghoith juga adalah kata kiasan (majaz) untuk tempat
buang air (kakus) dan lebih sering digunakan untuk makna majaz ini.

Para ulama sepakat bahwa wudhu menjadi batal jika keluar kencing dan
buang air besar dari jalan depan atau pun belakang.

Sedangkan dalil bahwa kentut (baik dengan bersuara atau pun tidak)
membatalkan wudhu adalah hadits dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

‫لم‬XX‫ هللا عليه وس‬X‫ل هَّللا ِ – صلى‬Xُ ‫ل قَا َل َرسُو‬Xُ ‫ هُ َر ْي َرةَ يَقُو‬X‫َس ِم َع أَبَا‬
‫ل َر ُج ٌل ِم ْن‬Xَ ‫ قَا‬. » Xَ‫ث َحتَّى يَتَ َوضَّأ‬
Xَ ‫صالَةُ َم ْن أَحْ َد‬
َ ‫– « الَ تُ ْقبَ ُل‬
ُ ‫ل فُ َسا ٌء أَ ْو‬Xَ ‫ هُ َر ْي َرةَ قَا‬X‫ث يَا أَبَا‬
ٌ‫ض َراط‬ Xُ ‫ ْال َح َد‬X‫ت َما‬
Xَ ‫َحضْ َر َم ْو‬

“Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia


berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadhromaut mengatakan, “Apa yang
dimaksud hadats, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab,
ُ ‫ء أَ ْو‬Xٌ ‫فُ َسا‬
ٌ‫ض َراط‬

“Di antaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.”
Para ulama pun sepakat bahwa kentut termasuk pembatal wudhu.

2. Pembatal kedua: Keluarnya mani, wadi, dan madzi

Apa yang dimaksud mani, wadi dan madzi?

Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya,


berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan
mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar


ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau
ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan
terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat.
Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.

Madzi dan wadi najis. Sedangkan mani -menurut pendapat yang lebih
kuat- termasuk zat yang suci. Cara mensucikan pakaian yang terkena
madzi dan wadi adalah dengan cara diperciki. Sedangkan mani cukup
dengan dikerik.

Jika keluar mani, maka seseorang diwajibkan untuk mandi. Mani bisa
membatalkan wudhu berdasarkan kesepakatan para ulama dan segala
sesuatu yang menyebabkan mandi termasuk pembatal wudhu.

Madzi bisa membatalkan wudhu berdasarkan hadits tentang cerita ‘Ali


bin Abi Tholib. ‘Ali mengatakan,

‫د‬Xَ ‫ت ْال ِم ْقدَا‬


ُ ْ‫ه فَأ َ َمر‬Xِ ِ‫ لِ َم َكا ِن ا ْبنَت‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
َّ ِ‫ت أَ ْستَحْ يِى أَ ْن أَسْأ َ َل النَّب‬
ُ ‫ت َر ُجالً َم َّذا ًء َو ُك ْن‬
ُ ‫ُك ْن‬

ُ ‫د فَ َسأَلَهُ فَقَا َل « يَ ْغ ِس ُل َذ َك َرهُ َويَتَ َوضَّأ‬Xِ ‫ْن األَ ْس َو‬Xَ ‫» ب‬.

“Aku termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu
menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallm  dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun
memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban
pada Al Miqdad, “Cucilah kemaluannya kemudian suruh ia berwudhu”.”

Sedangkan wadi semisal dengan madzi sehingga perlakuannya sama


dengan madzi.
Ibnu ‘Abbas mengatakan,

X‫ َوأَ َّما‬، ‫ى فَهُ َو الَّ ِذى ِم ْنهُ ْال ُغ ْس ُل‬ُّ ِ‫ أَ َّما ْال َمن‬X، ‫ى‬
ُ ‫ى َو ْال َو ْد‬ُ ‫ْال َمنِ ُّى َو ْال َم ْذ‬
Xْ‫ك َوتَ َوضَّأ‬ Xَ ‫ك أَ ْو َم َذا ِكي َر‬
َ ‫ ا ْغ ِسلْ َذ َك َر‬: ‫ل‬Xَ ‫ى فَقَا‬ ُ ‫ى َو ْال َم ْذ‬ُ ‫ْال َو ْد‬
X.‫صالَ ِة‬
َّ ‫ك لِل‬
َ ‫ُوضُو َء‬

“Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk
mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah
kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.”

3. Pembatal ketiga: Tidur Lelap (Dalam Keadaan Tidak Sadar)

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam
keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak lagi mendengar suara, atau tidak
merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya, atau tidak merasakan air
liur yang menetes. Tidur seperti inilah yang membatalkan wudhu, baik
tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena tidur
semacam ini yang dianggap mazhonnatu lil hadats, yaitu kemungkinan
muncul hadats.

Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan kantuk, masih
sadar dan masih merasakan merasakan apa-apa, maka tidur semacam ini
tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang bisa menggabungkan
dalil-dalil yang ada.

Di antara dalil hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik,

‫ فَلَ ْم‬Xً‫ا ِجى َر ُجال‬XXَ‫ يُن‬-‫لم‬XX‫ هللا عليه وس‬X‫صلى‬- ‫ َوالنَّبِ ُّى‬Xُ‫صالَة‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ‫أُقِي َم‬
َ َ‫ء ف‬Xَ ‫ ثُ َّم َجا‬Xُ‫يَ َزلْ يُنَا ِجي ِه َحتَّى نَا َم أَصْ َحابُه‬
.‫ بِ ِه ْم‬X‫صلَّى‬

“Ketika shalat hendak ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam  berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus berbisik-bisik
dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam  pun datang dan shalat bersama mereka.”

Qotadah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas berkata,


َ ‫ا ُم‬XXَ‫ يَن‬-‫لم‬XX‫ه وس‬XX‫لى هللا علي‬XX‫ص‬- ِ ‫اب َرسُو ِل هَّللا‬
‫ون ثُ َّم‬ Xُ ‫ان أَصْ َح‬َ ‫َك‬
‫ل إِى‬Xَ ‫ا‬XXَ‫س ق‬ ٍ َ‫ ِم ْعتَهُ ِم ْن أَن‬X ‫ت َس‬
Xُ ‫ل قُ ْل‬Xَ ‫ا‬XXَ‫ون ق‬
َ ُ ‫ئ‬X ‫ض‬ َ ُّ‫ل‬X ‫ُص‬
َّ ‫ون َوالَ يَتَ َو‬ َ ‫ي‬
.ِ ‫َوهَّللا‬

“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah


ketiduran kemudian mereka pun melakukan shalat, tanpa berwudhu
lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah engkau mendengar hal ini dari
Anas?” Qotadah, “Iya betul. Demi Allah.”

4. Pembatal keempat: Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan


gila.

Ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Hilang kesadaran


pada kondisi semacam ini tentu lebih parah dari tidur.

5. Pembatal kelima: Memakan daging unta.

Dalilnya adalah hadist dari Jabir bin Samuroh,

Xُ‫أ‬X ‫ض‬َّ ‫ أَأَتَ َو‬-‫لم‬XX‫ه وس‬XX‫ هللا علي‬X‫لى‬XX‫ص‬- ِ ‫ل هَّللا‬Xَ ‫أَ َّن َر ُجالً َسأ َ َل َرسُو‬
ْ‫ت فَالَ تَ َوضَّأ‬ Xَ ‫ َوإِ ْن ِش ْئ‬Xْ‫ت فَتَ َوضَّأ‬
َ ‫ل « إِ ْن ِش ْئ‬Xَ ‫ُوم ْال َغنَ ِم قَا‬
ِ ‫ِم ْن لُح‬
Xِ ‫ ِم ْن لُح‬Xْ‫ل « نَ َع ْم فَتَ َوضَّأ‬Xَ ‫ُوم ا ِإلبِ ِل قَا‬
‫وم‬XXُ ِ ‫ ِم ْن لُح‬Xُ‫ قَا َل أَتَ َوضَّأ‬.»
.» ‫ا ِإلبِ ِل‬

“Ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam, “Apakah aku mesti berwudhu setelah memakan  daging
kambing?” Beliau bersabda, “Jika engkau mau, berwudhulah. Namun
jika enggan, maka tidak mengapa engkau tidak berwudhu.” Orang tadi
bertanya lagi, “  Apakah seseorang mesti berwudhu setelah memakan
daging unta?” Beliau bersabda, “Iya, engkau harus berwudhu setelah
memakan daging unta.”
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Wudhu merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah shalat. Maka
dari kita harus mempelajari dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan
wudhu agar ibadah kita kepada Allah Swt tidak sia-sia. Baik itu sunnah
wudhu, rukun wudhu, hal-hal yang membatalkan wudhu himgga kekeliruan
dalam wudhu semuanya harus kita perhatikan dan amalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
J. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
penyusun, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dan
luas lagi disarankan kepada pembaca untuk membaca refernsi-referensi lain
yang lebih baik. Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran
kepada pembaca agar terus mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu agama
terutama ilmu fiqh yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari hari baik
hubungan sesama manusia, kepada Allah, ataupun kepada alam.
DAFTAR PUSTAKA

Sayid Sabiq. 1996. Fiqhus Sunnah Bab Thaharah, tarjamah dan koreksi. Bandung
: Gema Risalah Press

H. Sulaiman Rasyid. Cetakan ke-53 Januari 2012. Fiqh Islam. Bandung : Sinar
Baru Algensindo

http://madani.fsm.undip.ac.id/fiqh-wudhu/
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bersentuhan-dengan-isteri-batal-
wudhu.htm#.UVUhejfgLX4
http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/pengertian-wudhu-dan-dalil-
hukumnya.html
http://muhammadqosim.wordpress.com/2011/07/24/wudhu-pengertian-batasan-
dan-hikmahnya/
http://www.nu.or.id/post/read/81388/doa-doa-yang-menyertai-gerakan-wudhu
http://beritamuslimsahih-ahlussunnah.blogspot.com/2010/10/masalah-wudhu-
rukunsyaratdalilsunnahsif.html
https://muslim.or.id/2580-pembatal-pembatal-wudhu.html
http://jalansunnah.wordpress.com/2009/04/14/hadist-mengenai-keutamaan-wudhu
%E2%80%99/
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/doa-dzikir/sifat-wudhu-nabi.html
http://haditsdantafsir.wordpress.com/2012/11/12/kekeliruan-kekeliruan-dalam-
berwudhu/

Anda mungkin juga menyukai