Anda di halaman 1dari 15

KURIKULUM BERBASIS KOMPTENSI (KBK)

MATA KULIAH : PENGEMBANGAN KURIKULUM


DOSEN : JAJA PRATAMA, S.Pd. MM
SABTU, 21 Nopember 2020

A. Pendahuluan
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang
dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Saylor (dalam Gafur, dkk.
2001) menartikan kurikulum berbasis kompetensi sebagai rancangan kurikulum yang
dikembangkan berdasarkan atas seperangkat kompetensi khusus, yang harus dipelajari dan
atau ditampilkan siswa. Seperangkat kompetensi tersebut, pada akhirnya akan
menggambarkan sebuah profil kompetensi yang utuh, terukur dan teramati.
Mengacu pada pengertian di atas, setidaknya pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi mencakup pengembangan silabus dan system penilaiannya. Silabus merupakan
acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan penilaian
mencakup jenis ujian, bentuk soal, dan pelaksaannya. Jenis ujian adalah berbagai tagihan,
seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk soal terkait
dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal
uraian.
Pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasis kompetensi bersifat hierarkhis
atau berurutan yaitu dengan urutan; standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok
beserta uraian materi pembelajaran, indicator ketercapaian, dan soal ujian. Standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan standar materi pokok, dikembangkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, sedangkan penentuan uraian materi pembelajaran (uraian dari materi
pokok), indicator pencapaian, dan penentuan soal ujian dikembangkan oleh setiap daerah atau
sekolah. Dengan demikian, materi pembelajaran dan soal ujian yang digunakan akan
menampung keperluan daerah sesuai dengan karakteristik masing-masing. Selain itu, sumber
daya manusia di semua daerah akan diberdayakan sehingga tidak tergantung pada
Departemen Pendidikan Nasional.

1|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan: apakah Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK)? Oleh karena itu, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

B. Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan
standar kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan
memiliki seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi juga
menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan
keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu.
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran dimana hasil belajar atau
kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, system penyampaian, dan indicator
pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (Mc Ashan,
dalam Gafur 2001). Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Sesuai pendapat tersebut, komponen pokok
pembelajaran berbasis kompetensi meliputi:
 kompetensi yang akan dicapai,
 strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi,
 sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa
dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa perlu dirumuskan dengan jelas dan
spesifik. Menurut Mc Ashan (1979), perumusan tersebut hendaknya didasarkan atas prinsip
relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan materi yang dipelajari, waktu yang
tersedia, dan kegiatan serta lingkungan belajar yang digunakan. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain
dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian oleh
profesi dan pendapat para ahli bidang studi (pakar), pendekatan teoritik, dan telaah buku teks
yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman dan Bratton, 1992).
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi mensyaratkan dirumuskannya secara jelas
kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dengan adanya tolok ukur pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajran

2|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
siswa akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak
menunjang tercapainya penguasaan kompetensi.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat
untuk:
 Menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembalajaran. Dengan menyajikan
materi pembelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai,
dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pembelajaran yang terlalu
banyak.
 Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu
mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun
yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari
kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
 Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan
siswa.
 Membantu mempermudah pelaksaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi.
 Memperbaharui system evaluasi dan pelaporan hasil belajar siswa. Dalam
pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar
pencapaian kompetensi atau sub-kompetensi tertentu, bukan didasarkan atas
perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain.
 Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
belajarnya.
 Meningkatkan akuntabilitas public. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan
dikomunikasikan kepada public, sehingga dapat digunakan untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada public.
 Memperbaiki system sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik
dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkip yang menyatakan
jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

3|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
C. Pengembangan Silabus
Secara umum istilah silabus dapat diartikan sebagai “garis besar, ringkasan, ikhtisar,
pokok-pokok isi atau materi pembelajaran” (Salim, 1987, h.98). Istilah silabus digunakan
untuk menyambut suatu produk pengembangan kurikulum yang berupa penjabaran lebih
lanjut dari standar kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta
uaraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Pengembangan silabus merupakan salah satu tahapan pengembangan kurikulum,
khususnya menjawab pertanyaan “Apa yang harus dipelajari?”. Silabus merupakan hasil atau
produk kegiatan pengembangan disain pembelajaran. Hasil pengembangan desain
pembelajaran selain disebut sebagai silabus juga disebut Pola Dasar Kegiatan Belajar
Mengajar (PDKBM) atau Garis-Garis Besar Isi Program Pembelajaran (GBIPP). Komponen
silabus sebagai salah satu hasil pengembangan kurikulum terdiri dari standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok beserta uraiannya, strategi pembelajaran (tatap muka dan
atau pengalaman belajar siswa, alokasi waktu, dan sumber bahan penyusun silabus).
Silabus bermanfaat sebagai pedoman bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut,
seperti pembuatan satuan pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan
pengembangan system penilaian. Silabus juga bermanfaat sebagai pedoman untuk
merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara klasikal,
kelompok kecil, atau pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat
bermanfaat untuk mengembangkan system penilaian. Dalam rangka pelaksanaan
pembelajaran berbasis kompetensi, system penilaian harus mengacu pada standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan materi yang terdapat di dalam silabus.

D. Prinsip Pengembangan Silabus


Beberapa prinsip yang mendasari pengembangan silabus antara lain; ilmiah,
memperhatikan perkembangan dan kebutuhan peserta didik (siswa), sistematis, relevan,
konsisten dan cukup (adequate).
Prinsip pertama dalam pengembangan silabus adalah bahwa silabus disusun
berdasarkan prinsip ilmiah. Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi atau materi
pembelajaran yang akan dipelajari oleh siswa, maka materi pembelajaran yang disajikan

4|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
dalam silabus harus memenuhi kebenaran ilmiah. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut,
dalam penyusunan silabus perlu melibatkan pakar/ahli dibidang keilmuan masing-masing
mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pembelajaran yang disajikan dalam silabus
sahih (valid).
Prinsip kedua yang melandasi penyusunan silabus adalah perkembangan dan
kebutuhan siswa. Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam
silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Misalnya materi pembelajaran yang
diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas
dua maupun kelas tiga, baik mengenai cakupan dan kedalam, maupun urutan penyajiannya.
Prinsip ketiga yang melandasi penyusunan silabus adalah prinsip sistematis. Oleh karena itu,
silabus dianggap sebagai sebuah system. Karena merupakan sebuah system maka
penyusunannya harus dilakukan secara sistematis. Sebagai sebuah system, silabus merupakan
satu kesatuan yang mempunyai tujuan, yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang
satu sama lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen pokok silabus
terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok. Sejalan dengan
pendekatan tersebut, langkah-langkah sistematis penyusunan silabus secara garis besar
dimulai dengan menentukan dan menuliskan standar kompetensi. Setelah standar kompetensi
ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan sejumlah kompetensi dasar dan materi
pokok yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi tersebut.
Prinsip keempat dalam penyusunan silabus adalah prinsip relevansi, konsistensi, dan
kecukupan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar
siswa, dan sumber bahan.
Prinsip kelima adalah relevan. Relevan berarti ada keterkaitan. Misalnya, jika standar
kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa “Memahami struktur dan fungsi tubuh
hewan sebagai pendukung aktivitas kehidupannya”, maka kompetensi dasar yang relevan
dengan standar kompetensi tersebut adalah; (1) mengidentifikasi system organ pada hewan
Avertebrata beserta fungsinya, (2) mengidentifikasi system organ pada hewan Vertebrata
beserta fungsinya.
Prinsip keenam yaitu konsisten. Konsisten berarti taat azas. Hubungan antara komponen-
komponen silabus harus taat azas. Misalnya, hubungan antara kompetensi dasar dengan
pengalaman belajar dalam bahasa inggris. Salah satu materi pokok dalam matapelajaran

5|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
bahasa inggris adalah Game “Find some one who…”. Pengalaman belajar yang konsisten
dengan materi pokok tersebut adalah “Menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket
untuk menemukan seseorang yang dicari”. Contoh lain tentang konsistensi antara kompetensi
dasar dengan pengalaman belajar. Misalnya, kompetensi dasarnya “Membuk-tikan bahwa
udara menghantarkan suara”. Pengalaman belajar yang konsisten dengan kompetensi dasar
tersebut adalah “Melakukan percobaan, untuk membuktikan bahwa udara mengahantarkan
suara”.
Prinsip ketujuh adalah adequate. Adequate berarti cukup atau memadahi. Prinsip
adukasi mensyaratkan agar cakupan atau ruang lingkup materi yang dipelajari siswa cukup
memadahi untuk menunjang tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang pada akhirnya
membantu tercapainya standar kompetensi. Sebagai contoh, salah satu kompetensi dasar
matapelajaran sains adalah “Menjelaskan struktur keilmuan sains ditinjau dari objek dan
persoalannya yang dikaji pada berbagai tingkat organisasi kehidupan”. Materi pembelajaran
yang memadahi untuk mencapai standar kompetensi dasar tersebut, meliputi:
 Objek sains,
 Tema persoalan sains,
 Tingkat organisasi kehidupan;
 Contoh objek dan persoalan sains pada organisasi kehidupan tertentu.

E. Standar Kompetensi Lulusan


Dengan ditetapkannya pendidikan berbasis kompetensi, pertama-tama yang harus
dilakukan adalah menentukan standar kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan
berisikan seperangkat kompetensi yang harus dikuasai lulusan yang menggambarkan profil
lulusan secara utuh. Standar kompetensi lulusan menggambarkan berbagai aspek kompetensi
yang harus dikuasai, baik menyangkut aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Standar kompetensi lulusan ditentukan berdasarkan visi dan misi lembaga
penyelenggara pendidikan dan pelatihan. Selain visi dan misi, asumsi berupa proporsi atau
pernyataan yang dianggap rasional dapat juga digunakan sebagai acuan dalam penentuan
kompetensi lulusan. Misalnya: (1) Perubahan masyarakat yang berlangsung dengan cepat
belum diantisipasi oleh program pendidikan, (2) Perkembangan teknologi
komunikasi/informasi dewasa ini memungkinkan siswa dapat belajar sesuai dengan

6|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
kecepatan, kesempatan, media dan tempat yang berbeda-beda. Dalam merumuskan standar
kompetensi lulusan hendaknya dipertimbangkan juga berbagai sumber.
Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk merumuskan standar kompetensi lulusan, antara
lain; (a) materi kurikulum/pembelajaran, dan buku teks, (b) analisis taksonomi hasil belajar
(kompetensi kognitif, afektif, keterampilan psikomotor, produk, eksploratori/ekspresif), (c)
masukan dari kalangan profesi, (d) masukan dari masyarakat pengguna, dan (e) hasil analisis
tugas (Hall & Jones: 1976:42).
Acauan untuk merumuskan standar kompetensi lulusan dapat berupa landasan yuridis
yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh
pengguna lulusan atau dunia kerja. Secara yuridis, kompetensi lulusan dapat dijabarkan dari
perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam UUD, GBHN, atau Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional (USPN). Tujuan pendidikan nasional menurut pasal 3
UU No. 20 tahun 2003 adalah “…untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut GBHN 1995-2005 adalah
“Membentuk manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Ynag Maha Esa, berakhlaq mulia, demokratis,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantab, mandiri dan
kreatif, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, serta memiliki
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan
bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global”.
Untuk merumuskan aspek-aspek kompetensi secara rinci dapat dapat dianalisis
berdasarkan taksonomi tertentu:
Bloom, dkk. (1956:17) menganalisis kompetensi berdasarkan taksonominya menjadi tiga
aspek/ranah, masing-masing dengan tingkatan secara berjenjang sebagai berikut:
a. Kompetensi pada aspek/ranah kognitif (kecerdasan), meliputi tingkatan pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Kompetensi pada aspek/ranah psikomotor (gerak), meliputi ketrampilan meniru,
memanipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi.
c. Kompetensi pada aspek/ranah afektif (perasaan), meliputi pengenalan, pemberian
respon, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian, dan internalisasi.
d. Sedangkan Hall & Jones (1976:48) membagi kompetensi menjadi 5 macam, yaitu:
e. Kompetensi kognitif, yang mencakup pengetahuan, pemahaman dan perhatian.
f. Kompetensi afektif, yang menyangkut nilai, sikap, minat dan apresiasi.

7|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
g. Kompetensi penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau
psikomotorik.
h. Kompetensi produk atau konsekuensi, yang menyangkut keterampilan melakukan
perubahan terhadap pihak lain.
i. Kompetensi eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang
mempunyai nilai kegunaan di masa depan, sebagai hal pengiring yang positif.
j. Sehubungan dengan kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional, ada
dua butir kompetensi yang perlu mendapat perhatian, yaitu kecakapan hidup (life skill)
dan keterampilan sikap.
Kecakapan hidup merupakan kecakapan untuk memecahkan masalah secara inovatif
dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari. Pemecahan
masalah tersebut dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memperbaharui hidup dan kehidupan siswa. Kecakapan
hidup tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai pengalaman belajar siswa. Dari
berbagai pengalaman mempelajari berbagai matapelajaran, diharapkan siswa memperoleh
hasil sampingan yang posistif berupa upaya memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip, dan
prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam bentuk keakapan hidup. Di samping itu,
kecakapan hidup tersebut hendaknya diupayakan pencapaiannya dengan
mengintegrasikannya pada topic dan pengalaman belajar yang relavan.
Seseorang tinggal disebuah tempat yang terletak di tepian sungai. Di sekolah dia telah
mendapatkan pembelajaran tentang dynamo pembangkit listrik dan sifat-sifat arus yang
antara lain dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Siswa tersebut kemudian
memanfaatkan air sungai untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan
dynamo yang digantungkan dipermukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran
listrik yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, siswa yang telah mempelajari
bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan udara, lalu menciptakan
“leher angsa” dari bahan tanah liat untuk penahan bau dalam pembuatan WC, dapat membuat
alat untuk menyiram tanaman hias yang digantung, dan lain sebagainya. Selain kecakapan
yang bersifat teknis, kecakapan hidup mencakup juga kecakapan social (social skill),
misalnya kecakapan mangadakan negoisasi, kecakapan memilih dan mengambil posisi diri,
kecakapan mengelola konflik, kecakapan mengadakan hubungan antar pribadi, kecakapan

8|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
memecahkan masalah, kecakapan mengambil keputusan secara sistematis, kecakapan bekerja
dalam sebuah tim, kecakapan berorganisasi, dan lain sebagainya.
Keterampilan sikap (afektif) mencakup dua hal. Pertama, sikap yang berkenaan dengan
nilai, moral, tatasusila, baik, buruk, demokratis, terbuka, dermawan, jujur, teliti, dan lain
sebagainya. Kedua, sikap terhadap materi dan kegiatan pembelajaran, seperti menyukai,
menyenangi, memandang positif, menaruh minat, dan lain sebagainya. Mengingat sulitnya
merumuskan, mengajarkan dan mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif
tersebut tidak dimasukkan dalam program pembelajaran. Sama halnya dengan kecakapan
hidup, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaiannya melalui pengintegrasian
dengan topic-topik dan pengalaman belajar yang relevan.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, kurikulum disusun untuk memberi
pengalaman belajar kepada peserta didik yang tepat agar potensi mereka dapat berkembang
secara optimal untuk mencapai kompetensis tamatan secara utuh. Kompetensi ini terdiri dari
kemampuan akademik, kemampuan emosional, kemampuan spiritual, kecakapan hidup,
ketrampilan motorik, kepribadian kuat yang mencakup moral, sikap social, rasa percaya diri,
semangat bekerja sama, kebiasaan hidup sehat, menghargai perbedaan, dan apresiasi estetika
terhadap dunia sekitar. Dengan kata lain, kurikulum diharapkan dapat membantu
pengembangan kemampuan etika, estetika, logika, dan kinestetika, serta kemampuan
religiusitas/spiritualitas secara harmonis. Kurikulum pada hakekatnya merupakan masukan
instrumental yang membantu peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan bakat dan potensinya agar menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.
Berdasarkan rumusan di atas, kompetensi tamatan dapat dikelompokkan menjadi
kompetensi yang berkenaan dengan aspek moral keagamaan, kemanusiaan (humaniora),
komunikasi, estetika, serta ilmu dan teknologi. Berdasarkan profil kompetensi lulusan
tersebut selanjutnya dijabarkanlah sejumlah mata pelajaran yang relevan yang diperlukan
untuk mencapai kebulatan kompetensi dimaksud.

F. Standar Kompetensi Mata Pelajaran


Standar kompetensi mata pelajaran dapat didefinisikan sebagai “pernyataan tentang
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa serta tingkat penguasaan yang
diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran” (Center for Civics Education,

9|Mod ul P er kemb ang an Kuirkulum


P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
1997:2). Standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan
program pembelajaran yang terstruktur. Standar kompetensi mata pelajaran juga merupakan
focus dari penelitian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah focus dari penilaian,
meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan
sikap daripada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian standar kompetensi matapelajaran diartikan sebagai kemampuan siswa
dalam:
a. Melakukan suatu tugas atau pekerjaan berkaitan dengan matapelajaran tertentu.
b. Mengorganisasikan tindakan agar pekerjaan dalam matapelajaran tertentu dapat
dilaksanakan.
c. Melakukan reaksi yang tepat bila terjadi penyimpangan dari rangcangan semula.
d. Melaksanakan tugas dan pekerjaan berkaitan dengan matapelajaran dalam situasi dan
kondisi yang berbeda.
e. Penyusunan standar kompetensi suatu jenjang atau tingkat pendidikan merupakan
usaha untuk membuat suatu system sekolah menjadi otonom, mandiri dan responsive
terhadap keputusan kebijakan daerah maupun nasional. Kegiatan ini diharapkan
mendorong munculnya standar pada tingkat local dan nasional. Penentuan standar
kompetensi hendaknya dilakukan dengan cemat dan hati-hati, karena jika setiap
sekolah atau setiap kelompok sekolah mengembangkan standar kompetensi sendiri
tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan kehilangan system
untuk mengontrol mutu sekolah. Akibatnya mutu sekolah akan bervariasi, dan tidak
dapat dibandingkan antara kualitas sekolah yang satu dengan kualitas sekolah yang
lain. Lebih jauh lagi, kualitas sekolah antar wilayah yang satu dengan wilayah yang
lain tidak dapat dibandingkan dengan kualitas sekolah dari Negara lain. Oleh karena
itu, para pembuat kebijakan perlu menganalisis dan menetapkan standar kompetensi
yang bersifat nasional.
Pengembangan standar kompetensi perlu dilakukan secara terbuka, seimbang dan
melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar kompetensi tersebut. Melibatkan
semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang telah dicapai dapat dilaksanakan
secara bertanggung jawab oleh pihak sekolah masing-masing. Di samping itu kajian standar

10 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
kompetensi di Negara-negara lain perlu juga dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan
kita tidak jauh ketinggalan dengan lulusan Negara lain. Standar kompetensi yang telah
ditetapkan berlaku secara nasional, namun cara mencapai standar tersebut diserahkan pada
kreasi masing-masing wilayah.
Perlu diingat kembali, bahwa kompetensi merupakan kebulatan pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap dapat didemonstrasikan, ditunjukkan atau ditampilkan oleh siswa sebagai hasil
belajar. Sesuai dengan pengertian kompetensi tersebut, maka standar kompetensi adalah
standar kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa hasil
mempelajari bidang studi atau matapelajaran tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan,
sikap, dan keterampilan tertentu telah dicapai.
Dalam keadaan dimana standar kompetensi dalam mempelajari mata pelajaran tertentu
belum tersedia karena mata pelajaran yang harus dikembangkan baru sama sekali, maka
pengembang silabus perlu merumuskan standar kompetensi tersebut. Sebaliknya, dalam
keadaan dimana standar kompetensi telah tersedia namun belum ditentukan urutan
sebarannya, maka tugas pengembang silabus adalah menentukan sebaran dan urutan standar
kompetensi dalam kelas, semester atau catur wulan. Sebagai contoh, standar kompetensi
siswa MTs dalam mempelajari bahasa inggris meliputi: (a) spoken skills atau keterampilan
berbicara (mendengar, berbicara), dan (b) written skills atau keterampilan menulis (membaca,
menulis). Terhadap kompetensi tersebut, pengembang silabus perlu menentukan urutan serta
penyebarannya dalam kelas dan semester, mulai dari kelas atau semester pertama sampai
dengan kelas atau semester terakhir.
Langkah-langkah merinci dan mengurutkan beberapa standar kompetensi adalah sebagai
berikut:
 Melaksanakan analisis standar kompetensi. Menganalisis berarti merinci. Suatu standar
kompetensi dapat dianalisis atau dirinci menjadi beberapa sub-kompetensi atau
kompetensi dasar.
 Mengurutkan rincian standar kompetensi. Setelah mendapatkan perincian standar
kompetensi, tugas berikutnya adalah mengurutkan beberapa sub-kompetensi atau
kompetensi dasar tersebut.
Dick & Carey (1978:25) membedakan dua perbedaan pokok dalam analisis dan urutan
standar kompetensi di samping pendekatan yang ketiga yakni gabungan antara kedua

11 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
pendekatan pokok tersebut. Dua pendekatan yang dimaksud adalah pertama pendekatan
procedural, dan kedua pendekatan hierarkis (berjenjang). Sedangkan gabungan antara kedua
pendekatan tersebut dinamakan pendekatan kombinasi.

1. Pendekatan procedural
Pendekatan procedural (procedural approach) dipakai bila standar kompetensi yang
diajarkan berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan suatu tugas
pembelajaran. Dalam bentuk diagram, pendekatan procedural ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Diagram 1
Pendekatan Prosedural
Contoh dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) ada beberapa standar
kompetensi yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru diharapkan dapat
menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi; (1) Mengidentifikasi
landasan hokum Islam yang digunakan dalam pelaksaan suatu ibadah, (2) Mendeskripsikan
kegiatan yang dilakukan dalam melaksanaka suatu ibadah, dan (3) Mendeskripsikan manfaat
suatu ibadah kepada masyarakat. Ketiga komponen tersebut dilihat dari logika berpikir
kompetensi untuk mengidentifikasikan konsep-konsep yang membangun PAI harus paling
dulu dipelajari, setelah itu baru kompetensi berikutnya. Di antara kedua komponen
berikutnya, pengusaan terhadap kompetensi mendeskripsikan tatacara melakuakan suatu
ibadah lebih didahulukan agar siswa dengan mudah mendeskripsikan manfaat suatu ibadah,
mengingat pelaksanaan ibadah akan lebih dapat disenangi dan dihayati apabila mengetahui
manfaat suatu ibadah yang dilakukan.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari contoh tersebut:
 Siswa harus menguasai standar kompetensi tersebut secara berurutan.
 Masing-masing standar kompetensi dapat diajarkan secara terpisah (independent).
 Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah
berikutnya.

12 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
2. Pendekatan hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan yang bersifat subordinat/berjenjang
antara beberapa standar kompetensi yang ingin dicapai. Dengan demikian ada yang
mendahului dan ada yang kemudian. Standar kompetensi yang mendahului merupakan
prasyarat bagi standar kompetensi yang berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa standar kompetensi yang harus dipelajari terlebih
dahulu agar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang lebih tinggi dilakukan dengan
jalan mengajukan pertanyaan “Apakah yang harus sudah dikuasai siswa, agar dengan
pembelajaran yang seminimal mungkin dapat dikuasi standar kompetensi berikutnya?”.

G. Kompetensi Dasar
Untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, standar
kompetensi yang diharapkan dapat dicapai dalam mempelajari setiap bidang studi,
selanjutnya diuaraikan atau dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi minimum atau
kompetensi dasar. Untuk keperluan pembelajaran kompetensi dasar digunakan sebagai acuan
atau materi pembelajaran. Sedangkan untuk keperluan system penilaian, kompetensi dasar
tadi kemudian dikembangkan menjadi sebuah indicator untuk menetukan soal ujian.
Dalam hubungannya dengan standar kompetensi, kompetensi dasar menjawab
pertanyaan “Kompetensi-kompetensi minimal apa saja yang harus dikuasai, agar siswa
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan?”. Sebagai contoh, salah satu standar
kompetensi dalam matapelajaran Bahasa Inggris MTs. Adalah “Spoken skills” (keterampilan
lisan).
Kompetensi-kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa untuk mencapai standar kompetensi
tersebut adalah (1) Recognizing English stress paterns; (2) Discriminating English intonation
and tones; (3) Demonstrating knowledge of basic vocabulary in aural texts as determined by
a specified word list; (4) Demon-strating aural skills in comprehending a variety of aural
texts.

H. Format Silabus
Silabus sebagai su-sistem pembelajaran terdiri dari komponen-komponen yang satu
sama lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen silabus antara lain

13 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
terdiri dari: identifikasi nama mata pelajaran, jenjang sekolah, kelas, semester, standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan urainnya, alternative strategi pembelajaran
(tatap muka atau pengalaman belajar siswa), alokasi waktu, dan sumber bahan/acuan/rujukan.
Komponen-komponen tersebut perlu disusun dalam bentuk format dan sistematika yang jelas.
Format berisikan bentuk penyajian isi silabus, sedangkan sistematika menggambarkan urutan
penyajian bagian-bagian silabus. Format dan sistematika silabus disusun berdasarkan prinsip
berorientasi pada pencapaian kompetensi (competency oriented).
Sesuai prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi tersebut format penyajian
silabus diwujudkan dalam bentuk matrik agar hubungan antar komponen dapat dilihat dengan
jelas. Sesuai pula dengan prinsip yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, setelah
jenjang sekolah, mata pelajaran, kelas, semester diidentifikasi, maka sistematika penyajian
silabus meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, materi pokok serta
uraian atau rinciannya, strategi pembelajaran, alokasi waktu yang dibutuhkan, dan sumber
bahan/acuan/rujukan yang dipakai.

I. Struktur Organisasi dan Tatalaksana Tim Pengembangan Silabus


Kegiatan pengembangan silabus memerlukan keahlian, waktu, dan biaya yang tidak
sedikit. Agar silabus dapat tersusun dengan baik, diperlukan tim kerja yang memadai. Tim
pengembang silabus perlu memiliki beberapa kapabilitas, seperti: ahli materi pembelajaran,
ahli desain pembalajaran, ahli evaluasi, ahli administrasi, ahli implementasi, adan sebagainya.
Selanjutnya perlu ditentukan pengelolaan tim tersebut, baik pengelolaan organisasi maupun
pengelolaan personalia.
Sesuai dengan semangat otonomi daerah dan kebijakan Depdiknas, maka struktur organisasi
dan tatalaksana pengembangan silabus hendaknya menggambarkan bahwa Pusat berperan
menentukan kebijakan kurikulum secara nasional. Sedangkan daerah dan sekolah memiliki
kewenangan mengembangkan silabus (yang memuat: standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu dan sumber bahan), Satuan Pembelajaran
(SP) serta Bahan Ajar.
J. Penutup
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran dimana hasil belajar
atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, system penyampaian, dan indicator

14 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M
pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (Mc Ashan,
dalam Gafur 2001). Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Sesuai pendapat tersebut, komponen pokok
pembelajaran berbasis kompetensi meliputi:
 kompetensi yang akan dicapai,
 strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi,
 sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa
dalam mencapai kompetensi.
Pengembangan standar kompetensi perlu dilakukan secara terbuka, seimbang dan
melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar kompetensi tersebut. Melibatkan
semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang telah dicapai dapat dilaksanakan
secara bertanggung jawab oleh pihak sekolah masing-masing. Di samping itu kajian standar
kompetensi di Negara-negara lain perlu juga dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan
kita tidak jauh ketinggalan dengan lulusan Negara lain. Standar kompetensi yang telah
ditetapkan berlaku secara nasional, namun cara mencapai standar tersebut diserahkan pada
kreasi masing-masing wilayah.

===== 000 =====

REFERENSI
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana S. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

15 | M o d u l P e r k e m b a n g a n K u i r k u l u m
P e m b u a t : J a j a P r a t a m a , S . P d . M M

Anda mungkin juga menyukai