Anda di halaman 1dari 3

Analisis Intelijen dalam “Operation Overlord” di

Normandia
jurnalintelijen.net /2015/07/06/analisis-intelijen-dalam-operation-overlord-di-normandia/

By Stanislaus July 6,
Riyanta 2015

Invasi Normandia yang dikenal dengan Operation Overlord adalah sebuah operasi pendaratan tanggal 6 Juni
1944 yang dilakukan oleh Sekutu saat Perang Dunia II. Tujuan pasukan Sekutu adalah merebut Perancis yang
diduduki oleh tentara Nazi Jerman. Invasi Normandia tercatat sebagai invasi laut terbesar dalam sejarah.

Pasukan Sekutu terdiri dari Amerika Serikat, Britania Raya, Kanada, Pasukan Kemerdekaan Prancis dan
Polandia. Sekutu juga diperkuat oleh pasukan dari Belgia, Cekoslowakia, Yunani, Belanda dan Norwedia.
Pasukan Sekutu bertolak dari Inggris menyeberangi Selat Inggris menuju Perancis. Akhir Agustus 1944 Paris
berhasil dibebaskan dan ini menjadi akhir dari invansi Normandia.

Overlord Operation di Pantai Normandia Perancis ini dianggap menjadi sebuah operasi militer yang paling
berpengaruh dalam menjatuhkan Jerman dan mengakhiri Perang Dunia II.

Mengacu pada pada bahan bacaan The Misinterpreters D-Day, 1944, maka invasi Sekutu ke Normandia secara
tidak langsung sudah diketahui oleh Jerman. Pada saat itu Kolonel Baron Alexis von Roenne, Komandan FHW
(Divisi Angkatan Darat Jerman di Eropa Barat) menerima informasi dari Agen Tate (agen ganda MI5) bahwa
Jendral Eisenhower akan datang ke Inggris.

Di sisi lain, pasukan sekutu telah merencanakan pembebasan kawasan Eropa Barat dari tangan Jerman pada
tahun 1944 yang dikenal sebagai tahun Second Front. Operasi inilah yang nantinya dikenal sebagai Overlord
Operationdengan bentuk serangan pertama adalah pendaratan di Normandia atau D-Day.

Jerman sebenarnya telah mencium bahaya invasi Sekutu ke Eropa Barat. Pimpinan Wehrmacht (angkatan
perang Jerman) Jendral Gerd vond Rundstedt dan Jendral Erwin Rommel mengerahkan intelijen Jerman untuk
mencari informasi tentang rencana invasi Sekutu tersebut.

Peran Intelijen

Rencana Sekutu yang sudah tercium oleh pihak Jerman membuat Jerman mengerahkan organisasi intelijen
untuk memastikan informasi tentang rencana invasi tersebut. Namun pihak Sekutu sudah menyiapkan antisipasi
gerakan intelijen Jerman dengan membentuk sebuah kelompok/tim Allied Deception Staff dengan nama
samaran The London Controlling Section (LCS) yang dipimpin oleh Kolonel John Bevan.Tugas utama LCS
adalah :

1. mengelabui dan membingungkan Jerman, dengan sasaran utama Adolf Hitler, dengan memberikan data
atau informasi yang sebenarnya adalah tipuan untuk menyesatkan. Sekutu melalui LCS memberi nama
operasi pengelabuan tersebut dengan sandi Bodyguard. Pengelabuan tersebut antara lain bertujuan
agar :

1. Jerman menyebar pasukan/kekuatannya ke seluruh Eropa dari Norwegia sampai Balkan.


2. Menunda reaksi Jerman terhadap invasi Sekutu dengan memberikan informasi sesat bahwa
pendaratan di Normandia adalah gerakan tipuan.

2. mendukung gerakan pasukan Sekutu menjelang D-Day.

Kegiatan intelijen dalam D-Day tidak hanya dilakukan oleh Sekutu tetapi dilakukan juga oleh Jerman. Perbedaan
konteksnya adalah Sekutu menggunakan intelijen untuk melakukan invasi, sementara Jerman menggunakan
1/3
intelijen untuk mencegah dan mengantisipasi invasi dari Sekutu.

Metode Intelijen

LCS dalam invasi Sekutu ke Normandia mempunyai peran untuk mencari informasi yang berkaitan dengan
kekuatan Jerman, dan memberikan informasi (sesat) sebanyak-banyaknya kapada pihak Jerman. Metode yang
dilakukan LCS untuk menjalankan tugas ini adalah :

Humint, (human intelligence), strategi utama dalam humint adalah memanfaatkan agen ganda dari MI5
dan para Jendral dari Jerman untuk memasok informasi-informasi (palsu) yang diperlukan oleh Jerman.
Informasi tersebut antara lain juga diberikan kepada Laksamana Wilhelm Canaris, pimpinan Abwehr, Biro
Intelijen Militer Jerman.
Sigint, (signal intelligence), Jerman memiliki sistem kode rahasia dengan nama Enigma. LCS
menggunakan sistem bernama Ultra untuk menangkap dan mengubah Enigma sehingga informasi yang
berkaitan dengan D-Day bisa disesatkan sebelum sampai ke tangan Jerman. Selain itu LCS juga
membuat sinyal palsu tentang keberadaan British 4th Army di Skotlandia. Sinyal palsu ini sengaja dibuat
untuk ditangkap Y Service, dinas intelijen sinyal Abwehr. Penyesatan ini bertujuan agar Jerman
mengalihkan konsentrasi pasukan ke Skandinavia karena indikasi serangan pasukan Sekutu dari
Skotlandia.
Imint, (imagery intelligence), LCS memasok informasi berupa foto depot minyak (palsu) di Dover, wilayah
tenggara Inggris seolah-olah ada kegiatan pergerakan pasukan Sekutu di wilayah tersebut.

Hasil dari operasi intelijen yang dilakukan oleh Sekutu dalam mendukung persiapan invasi Normandia adalah
berhasil menyakinkan Jerman tentang keberadaan Jendral George Patton yang memimpin pasukan First United
States Army Group (FUSAG) yang seolah-olah akan bergerak dari tenggara Inggris menuju Pas de Calais.
Skenario ini sukses mengalihkan kekuatan pasukan tank panser Jerman ke arah Pas de Calais.

Dampak operasi intelijen Sekutu terhadap Jerman cukup fatal. Informasi-informasi yang dipasok oleh Sekutu
kepada Jerman membuat Kolonel Baron Alexis von Roenne mengeluarkan analisis dan penilaian intelijen
mengenai rencana invasi pasukan Sekutu. Informasi ini setelah diterima oleh Adolf Hilter kemudia dikirim ke
semua markas Wehrmacht di Eropa Barat, termasuk di dalamnya adalah rekomendai operasional militer, yang
sebenarnya tidak lazim dalam sebuah penilaian intelijen.

Operasi intelijen Sekutu dalam pendaratan Normandia merupakan suatu kesuksesan besar bagi Kolonel John
Bevan dan LSC, namun menjadi bencana bagi Jerman. Adolf Hitler akhirnya menghukum mati Laksamana
Wilhelm Franz Canariz dan Kolonel Baron Alexis von Roenne. Petinggi intelijen Jerman tersebut dianggap
berkhianat dan salah dalam memberikan informasi intelijen.

Faktor Keberhasilan Sekutu

1. Sekutu menggunakan kekuatan intelijen dengan metode humint, sigint, dan imint untuk mencari
informasi, mendukung operasi invasi dan sekaligus mengelabui Jerman dengan pasokan informasi palsu
sehingga kekuatan Jerman pecah dan tidak bisa membaca rencana invasi yang sebenarnya.
2. Operasi intelijen pihak Jerman berhasil dikendalikan oleh operasi Counter Intelligence Sekutu, sehingga
Sekutu bisa memanfaatkan agen intelijen pihak Jerman sebagai media memasok informasi palsu.

Faktor Kegagalan Jerman

1. Kekuatan perang Jerman terfokus pada satu komando Adolf Hitler, pada saat invasi Normandia, pasukan
Jerman terlambat beraksi karena menunggu perintah dari Adolf Hitler [1].
2. Jerman salah melakukan analisis data intelijen dengan menyakini bahwa invasi Sekutu akan terjadi di
Pas de Calais dan mengabaikan kemungkinan invasi di Normandia.
3. Jerman terlalu percaya diri dengan kemenangan perang Dieppe 1944.
4. Jerman salah menafsirkan sinyal Enigma yang telah disadap dan dibiaskan oleh sistem sigint Sekutu
2/3
Ultra. Jerman “termakan” oleh data-data sesat yang dipasok oleh Sekutu seperti gerakan British 4th Army
di Skotlandia dan pergerakan pasukan FUSAG menuju Pas de Calais.
5. Pengkhianatan dan konflik internal intelijen Jerman dengan persaingan yang tidak sehat. Informasi-
informasi sesat dari Sekutu tanpa analisis yang kuat dikirimkan ke Adolft Hitler dengan tujuan untuk
mendapat perhatian.

Jerman gagal memanfaatkan intelijen untuk mencegah atau melakukan deteksi dini invasi Sekutu. Intelijen
Jerman yang terlalu percaya diri dan terjebak dalam konflik kepentingan internal menjadikan intelijen Jerman
dapat disesatkan oleh intelijen Sekutu.

Sementara dari pihak Sekutu, Intelijen mempunyai peranan besar dalam keberhasilan melakukan invasi di
Normandia. Dengan perpaduan metode intelijen humint, sigint, dan imint yang tepat, dan strategi perang yang
jitu maka Sekutu bisa mengakhiri kekuasaan Jerman di Perancis yang menjadi akhir dari Perang Dunia II.

Dalam konteks peranan intelijen dalam keamanan nasional maka sebaiknya :

1. Organisasi intelijen tidak boleh terjebak dalam kepentingan individu. Intelijen harus mengutamakan
kepentingan negara/nasional dan selalu mengarah untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara
dari ancaman pihak lain.
2. Intelijen harus peka dan tanggap terhadap ancaman dari luar, dan tidak boleh terlena dengan
keberhasilan yang telah dicapai. Intelijen harus selalu waspada terhadap kegiatan intelijen oposisi.
3. Intelijen harus mampu melakukan analisis dengan cepat dan tepat. Analisis intelijen harus berdasarkan
fakta-fakta dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi tanpa meremehkan
hal sekecil apapun.

*) Stanislaus Riyanta, peneliti dan editor jurnalintelijen.net, menempuh studi S2 Kajian Stratejik Intelijen di
Universitas Indonesia.

[1] Bisa dilihat di artikel Andai Hitler Tak Tidur Saat Seukutu Mendarat di Normandia, sumber media online
Kompas di

http://internasional.kompas.com/read/2014/06/06/0941288/Andai.Hitler.Tak.Tidur.Saat.Sekutu.Mendarat.di.Norm
an

Copyright © jurnalintelijen.net
back to top

3/3

Anda mungkin juga menyukai